Anda di halaman 1dari 51

PANDUAN INTERNAL

PROGRAM GIZI MASYARAKAT DAN


PENCEGAHAN PENURUNAN
STUNTING

UPTD PUSKESMAS SILO II


1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya Panduan Internal Program Gizi dan Pencegahan Penurunan Stunting ini dapat
tersusun.
Dalam rangka meningkatkan pengelolaan program perbaikan gizi dan pencegahan
penurunan stunting di tingkat kecamatan (Puskesmas), perlu dilakukan berbagai upaya yang dapat
membantu terlaksananya program gizi dan pelayanan gizi kepada masyarakat secara optimal. Salah
satu upaya yang perlu dilakukan adalah menyusun Panduan Internal sebagai panduan dalam
melaksanakan kegiatan program dan pelayanan gizi kepada masyarakat.
Panduan ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi tenaga pelaksana gizi dan tenaga
kesehatan lain termasuk masyarakat dalam melakukan pelayanan gizi yang berkualitas di
Puskesmas.
Ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan masukan, saran dan kritik dalam penyusunan Panduan Internal Program Gizi
Masyarakat dan Pencegahan Penurunan Stunting ini.

Jember, 12 Januari 2022


Nutrisionis
UPTD Puskesmas Silo II
Kabupaten Jember

Mudiyarto, SST
NIP. -

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
DEFINISI

1.1. LATAR BELAKANG


Pembangunan kesehatan dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kemauan
dankemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yangoptimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan
mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Pembangunan jangka panjang bidang kesehatan sejalan dengan Visi Kementrian
Kesehatan RI yaitu menuju Indonesia sehat dan selanjutnya dijabarkan dalam Misi Kementrian
Kesehatan yaitu memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu merata
danterjangkau dengan semakin mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas mengacu pada empat asas penyelenggaraan
yaitu asas pertanggungjawaban wilayah asas pemberdayaan masyarakat asas keterpaduan dan
asas rujukan. Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program
kegiatannya untuk itu perlu didukung kemampuan manajemen yang baik. Manajemen
puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang meliputi
perencanaan penggerakan serta pengendalian, pengawasan dan penilaian.
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan terus
berupaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu.
Namun disadari bahwa pembangunan kesehatan masih menghadapi berbagai tantangan, antara
lain masih terjadinya kesenjangan status kesehatan masyarakat antar wilayah, antar status sosial
dan ekonomi, munculnya berbagai masalah kesehatan / penyakit baru (new emerging desease)
atau penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging disease).
Pembangunan kesehatan dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan
daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar
gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu
dan teknologi.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020 - 2024,
menyatakan bahwa arah kebijakan pembangunan bidang kesehatan adalah meningkatkan
pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan
kesehatan dasar (primary health care) dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan

4
preventif, didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi, yang dicapai melalui 5 (lima) strategi,
yaitu: 1) Peningkatan kesehatan ibu, anak, KB dan kesehatan reproduksi, 2) Percepatan
perbaikan gizi masyarakat, 3) Peningkatan pengendalian penyakit, 4) Pemberdayaan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas), dan 5) Penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat
dan makanan.
Salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang
Kesehatan 2020 - 2024 adalah percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan menurunkan
prevalensi pendek (stunting) menjadi 14%, dan menurunkan prevalensi gizi kurang (wasting)
pada balita menjadi 7%.
Dalam Rencana Strategi Kementerian Kesehatan 2020-2024, telah ditetapkan sebanyak 4
(empat) indikator yang terdiri dari 1 (satu) Indikator Kinerja Program (IKP) Kesehatan
Masyarakat terkait bidang Gizi dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang harus dicapai dan
beberapa indikator kinerja gizi lainnya yang harus dilaksanakan. Untuk melakukan monitoring
dan evaluasi terhadap pencapaian target tersebut diperlukan pelaksanaan surveilans gizi yang
optimal.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dan tahun 2018, menunjukan terjadi
penurunan prevalensi balita berat badan kurang dari 19,6% menjadi 17,7%, penurunan
prevalensi balita pendek dari 37,2% menjadi 30,8% dan penurunan prevalensi balita gizi kurang
(wasting) dari 12,1% menjadi 10,2%. Namun demikian, capaian kinerja gizi masih kurang
optimal seperti persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah sebesar 73,2% dan
persentase balita mendapat vitamin A sebesar 82,4%. Penurunan masalah gizi balita tidak
diikuti oleh perbaikan masalah gizi pada dewasa, hal ini ditunjukkan dengan prevalensi obesitas
pada kelompok usia di atas 18 tahun dan anemia pada ibu hamil yang mengalami peningkatan.
Percepatan perbaikan gizi masyarakat diprioritaskan pada percepatan pencegahan stunting
dengan target penurunan prevalensi stunting adalah 14% dan wasting 7% di tahun 2024. Dalam
rangka upaya penurunan stunting dan wasting maka disusun Indikator Kinerja Program (IKP)
dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2020-2024 yaitu; 1) Persentase Bumil KEK (target 10% tahun 2024), 2) Persentase
kabupaten/kota yang melaksanakan Surveilans Gizi (Target 100% tahun 2024), 3) Persentase
Puskesmas mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita (Target 60% tahun 2024), dan 4)
Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif(target 60% tahun 2024).
Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan kegiatan perbaikan gizi masyarakat yang
dimonitor dan dievaluasi secara berkala melalui surveilans gizi yang meliputi indikator masalah
gizi dan indikator kinerja program gizi. Dengan demikian, salah satu upaya percepatan
penurunan stunting dilakukan melalui penguatan surveilans gizi.
Puskesmas adalah sarana kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
termasuk Gizi kepada Masyarakat. Di Puskesmas Program Gizi Masyarakat dilaksanakan secara

5
terintergrasi oleh berbagai macam petugas Puskesmas seperti, Ahli Gizi, Bidan, Perawat,
Dokter dan Tenaga Kesehatan Lain yang disebut Tenaga Pengelola Gizi (TPG).
Program Perbaikan Gizi Masyarakat  adalah salah satu  program pokok Puskesmas Silo II,
dimana program perbaikan gizi masyarakat ini  terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di dalam
gedung dan diluar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat
berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga
meliputi perencanaan program pelayanan gizi yang akan di lakukan di  luar gedung. Sedangkan
pelayanan  gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat yang
dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam pelaksanaan pelayanan gizi di Puskesmas, di
perlukan pelayanan yang bermutu , sehingga dapat menghasilkan status gizi yang optimal dan
mempercepat proses penyembuhan pasien.
Program perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi serta
konsumsi pangan, yang berdampak pada perbaikan keadaan atau status gizi, terutama status gizi
kurang dan status gizi buruk serta mempertahankan keadaan status gizi baik, sehingga dapat
menurunkan angka penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderita oleh masyarakat
berpenghasilan rendah (di pedesaan maupun perkotaan), terutama pada anak balita dan wanita.
Tujuan tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, balita dan kematian ibu
serta mendorong makin terwujudnya norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Program ini
juga berusaha memperbaiki keadaan gizi masyarakat pada umumnya, melalui perbaikan pola
konsumsi pangan yang makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu gizi.
Pelaksana program Gizi di Puskesmas dilakukan oleh  tenaga gizi berpendidikan  D1
(Asisten Ahli Gizi) dan DIII (Ahli Madya Gizi)  serta S1/D4 Gizi (Sarjana Gizi)  yang khusus
dipersiapkan  atau mahir dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat  atau sebagai
tenaga profesinal di bidang gizi.  Pelaksana Program Gizi dapat juga dilakukan oleh tenaga
kesehatan lain yang telah dilatih dalam pelaksanaan program gizi puskesmas.

1.2. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Terciptanya sistem pelayanan gizi yang komperhensif di Puskesmas yang menjadi
dasar bagi pelaksanaan pelayanan gizi yang bermutu dalam rangka mengatasi masalah gizi
perorangan, masyarakat dan pencegahan penurunan stunting di wilayah kerja Puskesmas.
B. Tujuan Khusus
1. Terlaksananya pelayanan gizi di dalam gedung yang berkualitas di Puskesmas dan
jejaringnya
2. Terlaksananya pelayanan gizi diluar gedung yang berkualitas di Puskesmas dan
jejaringnya.
3. Terlaksanya pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi yang baik dipuskesmas dan
jejaringnya.

6
BAB II
RUANG LINGKUP

2.1. DEFINISI
Gizi masyarakat adalah ilmu yang mempelajari mengenai kesehatan terutama gizi di
masyarakat, dikaitkan dengan permasalahan gizi yang muncul dalam kelompok masyarakat
yang menitikberatkan pada preventif dan promotif. Gizi masyarakat tidak hanya menyangkut
seputar masalah kesehatan khususnya gizi namun juga menyangkut mengenai masalah
ekonomi, sosial budaya, pendidikan kependudukan dan sebagainya.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita
disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan
kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam
1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih
rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Penurunan stunting penting dilakukan sedini
mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya
tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat
kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa.
Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih
tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk
masalah gizi diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB)
setiap tahunnya.

2.2. RUANG LINGKUP KEGIATAN


A. Pelayanan gizi di luar gedung
B. Pencatatan dan pelaporan
C. Monitoring dan evaluasi

2.3. LANDASAN HUKUM


Sebagai dasar penyelenggaraan pelayanan gizi di Puskesmas diperlukan peraturan
perundang-undangan pendukug. Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
A. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
B. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik;

7
C. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi;
D. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2017 Tentang Kebijakan
Strategis Pangan dan Gizi;

E. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Lembar Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 10);
F. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan
Penurunan Stunting;
G. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
dan Praktik Tenaga Gizi;
H. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi;
I. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan;
J. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Pemantauan Pertumbuhan,
Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak;
K. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi;
L. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;
M. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Teknis
Surveilans Gizi;
N. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
O. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak;
P. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024;
Q. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4631/2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Pemberian
Makanan Tambahan bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil Kurang energi Kronis;
R. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/51/2022
tentang Standar Alat Antropometri dan Alat Deteksi Dini Perkembangan Anak;
S. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Perbaikan Gizi;
T. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2024;
U. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 52 Tahun 2019 Tentang Rencana Strategis
Perangkat Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2024;

8
V. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan
Stunting Terintegrasi Tahun 2021-2024;
W. Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Jember Tahun 2021-2026;
X. Peraturan Bupati Jember Nomor 49 Tahun 2021 tentang Percepatan Pencegahan Stunting
Terintegrasi di Kabupaten Jember;
Y. Keputusan Bupati Jember Nomor 188.45/455/1/12/2021 tentang Penetapan
Desa/Kelurahan Lokus Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Jember Tahun 2022;
Z. Surat Edaran Bupati Jember Nomor 441/5830/311/2021 tentang Penanganan Stunting di
Kabupaten Jember;
AA.Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Nomor 065/34022/1/31/2021
tentang Indikator Kinerja Utama Dinas Kesehatan Kabupaten Jember;

9
BAB III
TATALAKSANA

3.1. PELAYANAN GIZI DI LUAR GEDUNG


Kegiatan pelayanan gizi di luar gedung ditenkankan kearah promotif dan preventif serta
sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
A. Edukasi Gizi
1. Tujuan: mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengacu pada Pedoman
Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai dengan risiko/masalah gizi.
2. Sasaran: kelompok dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
3. Lokasi: Posyandu, Pusling, Institusi Pendidikan, Kegiatan Keagamaan, Kelas Ibu, Kelas
Balita, Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dll.
4. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam edukasi gizi disesuaikan dengan siatuasi dan
kondisi serta berkoordinasi dengan tim penyuluhan di puskesmas misalnya tenaga
promosi kesehatan.Pelaksanaan edukasi gizi dilakukan dengan :
a) Merencanakan kegiatan edukasi diwilayah kerja Puskesmas
b) Membuat jadwal kegiatan
c) Merencanakan dan membuat materi edukasi yang akan disampaikan oleh
masyarakat termasuk pre test dan post test
d) Menyajikan materi edukasi kepada masyarakat
e) Memberikan pembinaan kepada kader agar mampu melakukan pendididkan gizi di
Posyandu dan msyarakat luas
f) Memberikan pendidikan gizi secara langsung di UKBM, Institusi pendidikan,
peretemuan keagaaman dan pertemuan-pertemuan lainnya.
g) Melakukan diskusi/tanya jawab dengan peserta
h) Melakukan evaluasi hasil pre test dan post test
i) Menyusun laporan hasil kegiatan pelaksanaan dan pendidikan gizi diwilayah kerja
puskesmas.
5. Target dari edukasi gizi : dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat seputar
kesehatan terutama gizi sehingga dapat merubah dan meningkatkan perilaku dan sikap
masyarakat untuk hidup sehat dan bersih berpedoman pada gizi seimbang.

B. Konseling ASI Eksklusif dan PMBA


1. Tujuan: meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga sehingga bayi baru
lahir segera diberikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan meneruskan ASI Eksklusif
sampai bayi berusia 6 bulan. Sejak usia 6 bulan disamping meneruskan ASI mulai

10
diperkenalkan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), selanjutnya tetap meneruskan ASI
dan MP-ASI sesuai kelompok usia sampai usia 24 bulan.
2. Sasaran: ibu hamil dan keluarga/ibu yang mempunyai anak usia 0-24 bulan.
3. Lokasi: Posyandu, Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu), kelas balita dan kelas ibu.
4. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam konseling ini disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Pelaksanaan konseling ASI dan PMBA dilakukan dengan :
a) Merencanakan kegiatan konseling ASI dan PMBA di wilayah kerja Puskesmas
b) Menyiapkan materi dan media konseling yang akan digunakan
c) Melakukan kunjungan ke Posyandu, KP-Ibu, Kelas Ibu dan Balita
d) Menyajikan materi yang sudah disiapkan
e) Melakukan pembinaan kepada tenaga kesehatan lain atau kader yang ditunjuk untuk
melaksanakan tugas konseling ASI dan PMBA.
f) Memberikan konseling kepada sasaran sesuai permasalahan individualnya.
g) Materi konseling PMBA dapat dipadu padankan dengan materi/topik Kelompok
Pendukung Ibu (KP-Ibu) antara lain :
a) Makanan Sehat Selama Hamil (konsumsi suplemen zat besi dan asam folat
sebelum masa kehamilan)
b) Pemeriksaan kehamilan dan persalinan
c) Konsumsi suplemen zat besi dan asam folat sebelum masa kehamilan
d) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
e) Pemberian ASI secara ekslusif kepada bayi 0-6 bulan
f) Pemberian ASI untuk anak sampai usia 2 tahun atau lebih
g) PMBA untuk anak usia 6-24 bulan
h) Pemberian vitamin A pada ibu nifas dan pemberian imunisasi lengkap
i) Penanganan diare pada bayi yang berusia 0-23 bulan dengan oralit dan tablet
Zinc
j) PHBS (mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanana, sbelum
makan dan sesudah buang air besar.
h) Petugas kesehatan melakukan diskusi dengan kader atau para ibu
i) Membuat laporan bulanan pelaksanaan konseling di wilayah kerja Puskesmas
5. Target dari konseling ASI dan PMBA : dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
terutama para ibu mengenai ASI dan PMBA sehingga dapat merubah dan meningkatkan
perilaku dan sikap ibu untuk memberikan ASI Ekslusif dan Pemberian Makanan Bayi
dan Anak yang sehat dan bergizi.

C. Konseling Gizi melalui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).

11
1. Tujuan: mencegah dan mengendalikan factor risiko PTM berbasis masyarakat sesuai
dengan sumber daya dan kebiasaan masyrakat agar masyarakat dapat mawas diri
(awareness) terhadap factor risiko PTM.
2. Sasaran: masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia > 15 tahun.
3. Lokasi: Posbindu PTM, institusi pendidikan, di tempat tinggal dalam wadah desa yang
dilakukan minimal 1x dalam sebulan.
4. Peran tenaga gizi puskesmas Posbindu PTM adalah sebagai konselor gizi terkait faktor
resiko PTM yang ditemukan saat pemeriksaan kesehatan oleh tenaga medis
5. Konseling gizi dilakukan dengan tahapan :
a) Menyiapkanmateri konseling gizi yang akan disampaikan kepada masyarakat seputar
Penyakit Tidak Menular (seperti diet untuk penyakit yang tergolong PTM)
b) Menyediakan media yang akan digunakan saat konseling gizi
c) Menyediakan form atau catatan asuhan gizi pasien
d) Mengisi form atau catatan asuhan gizi pasien
e) Melakukan konseling gizi sesuai dengan materi atau topik permasalahan pasien
dengan menggunakan alat bantu media penyuluhan
f) Membuka sesi diskusi/tanya jawab untuk pasien
g) Pasien diminta untuk mengulangi inti materi yang disampaikan oleh Ahli gizi
sebagai bahan untuk mengevaluasi pengetahuan dan pemahaman pasien seputar diet
yang akan dijalankan
h) Membuat evaluasi hasil kegiatan
i) Membuat laporan hasil kegiatan
6. Target dari kegiatan konseling gizi : dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam
mencegah dan mengendalikan faktor resiko PTM dengan menerapkan Diet terkait
penyakit PTM yang diderita sehingga dapat merubah sikap dan perilaku (pola makan)
agar sesuai dengan diet yang harus dijalani sehingga dapat mempertahankan atau
meningkatkan kondisi kesehatan menjadi lebih baik dan mencegah adanya komplikasi
penyakit lainnya.

D. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


1. Tujuan: untuk memantau status gizi balita menggunakan KMS atau buku KIA.
2. Sasaran: kader Posyandu
3. Lokasi: Posyandu
4. Pelaksanaan Pemantauan Pertumbuhan antara lain :
a) Merencanakan kegiatan pemantauan pertumbuhan di wilayah kerja puskesmas
b) Membuat jadwal kunjungan
c) Melakukan kunjungan ke Posyandu
d) Memantau pelaksanaan kegiatan Posyandu

12
e) Mengevaluasi atau mengkonfirmasikan hasil kegiatan pemantauan pertumbuhan di
Posyandu

f) Memberikan pembinaan kepada kader posyandu dalam melaksanakan pemantauan


pertumbuhan, membina kader dalam menyiapkan SKDN serta membina dalam
pencatatan dan pelaporan sehingga kader mampu untuk melakukan pemantauan
pertumbuhan di Posyandu dengan baik dan benar
g) Melakukan simulasi dalam pemantauan pertumbuhan balita seperti cara menimbang
yang baik dan benar, pengisian KMS dan pencatatan pelaporan di Posyandu untuk
meningkatkan wawasan kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan di Posyandu
h) Membuat RTL untuk kegiatan Posyandu selanjutnya
i) Menyusun laporan hasil kegiatan pemantauan pertumbuhan di Posyandu
5. Target yang diinginkan adalah Semua Kader Posyandu dapat melakukan kegiatan
pemanataun pertumbuhan (status gizi) balita dengan baik dan benar, mampu melakukan
pencatatan dan pelporan yang baik dan benar, dapat memberikan konseling dan
penyuluhan dini kepada masyarakat jika ditemukan masalah pertumbuhan pada balita
dan mampu melakukan inovasi-inovasi baru dalam kegiatan posyandu.

E. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A


1. Tujuan: untuk meningkatan keberhasilan kegiatan pemberian vitamin A melalui
pembinaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan sehingga kegiatan
pencegahan kekurangan vitamin A dapat berjalan dengan baik.
2. Sasaran: bayi, balita dan ibu nifas.
3. Lokasi: Posyandu.
4. Pelaksanaan pemberian Kapsul Vitamin A :
a) Data diperoleh dari angka proyeksi yang telah ditetapkan oleh Dinas kesehatan
b) Membuat perencanaan pengadaan Kapsul Vitamin A berdasarkan jumlah bayi dan
balita serta Ibu Nifas dari angka proyeksi di wilayah
c) Pengadaan Kapsul Vitamin A 100.000 SI dan 200.000 SI
d) Kapsul Vitamin A didistribusikan ke Bidan kelurahan dan bidan kelurahan dibantu
oleh kader Posyandu memberikan kepada Ibu Nifas (0-42hari) dan bayi-balita usia
6-59 bulan di posyandu masing-masing dengan ketentuan:
1) Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan dua
kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
2) Balita 12-59 bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah,
diberikan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

13
3) Bayi dan Balita Sakit: bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan yang
sedang menderita ampak, diare, gizi buruk, xeroftalmia diberikan vitamin A
dengan dosis sesuai umur.
4) Ibu Nifas (0-42 hari): pada ibu nifas diberikan 2 kapsul merah dosis 200.000
SI, 1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam berikutnya.
e) Swipping Vitamin A dilakukan jika masih ditemukan bayi dan balita yang belum
mendapatkan Vitamin A yang dilakukan pada bulan Maret dan September
f) Membuat Laporan hasil kegiatan pemberian kapsul vitamin A
g) Mengevaluasi hasil kegiatan pemberian kapsul vitamin A
5. Targetnya adalah semua bayi dan balita usia 6-59 bulan serta Ibu Nifas (0-42 hari) di
wilayah kecamatan mendapatkan Suplementasi Kapsul Vitamin A sehingga dapat
mencegah terjadinya Kekurangan Vitamin A (KVA).

F. Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan Ibu Nifas.
1. Tujuan: meningkatkan keberhasilan pemberian TTD untuk kelompok masyarakat yang
rawan menderita anemia gizi besi, yaitu ibu hamil melalui pembinaan mulai dari
perencanaan, pelasanaan dan pemantauan sehingga kegiatan pencegahan anemia gizi
besi dapat berhasil.
2. Sasaran: ibu hamil dan ibu nifas.
3. Lokasi: tempat praktek bidan, Posyandu
4. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan dan pelaksanaan manajemen
pemberian TTD antara lain :
a) Merencanakan anggaran kebutuhan TTD untuk kelompok sasaran selama 1 tahun
b) Pengadaan TTD
c) Mendistribusikan TTD ke bidan kelurahan dan bidan kelurahan memberikan TTD
kepada seluruh bumil dan bufas diwilayah kec. dengan ketentuan :
1) Pencegahan : 1 Tablet/hari sejak awal kehamilan dan dilajutkan sampai
masa nifas
2) Pengobatan : 2 tablet perhari sampai kadar Hb normal yaitu 12 mmHg
d) Menyusun laporan hasil kegiatan pemberian TTD kepada bumil dan bufas di
wilayah kerja puskesmas
e) Mengevaluasi hasil kegiatan pemberian TTD kepada bumil
5. Target dalam kegiatan ini adalah : Semua ibu hamil dan ibu nifas di wilyah kecamatan
mendapatkan suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) sehingga dapat mencegah dan
meminimalkan terjadinya Anemia Gizi Besi pada kelompok rawan yaitu ibu hamil dan
ibu nifas.

G. Edukasi Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur

14
1. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan program pencegahan anemia
gizi besi pada kelompok sasaran
2. Sasaran kegiatan ini adalah Remaja Puteri dan WUS
3. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)
4. Fungsi tenaga Gizi Pusksesmas dalam pengolaan dan pelaksanaan manajemen
pemberian TTD antara lain :
a) Merencanakan anggaran kebutuhan TTD untuk kelompok sasaran selama 1 tahun
b) Pengadaan TTD
c) Bekerjasama dengan pihak sekolah untuk pemberian TTD remaja putri dan WUS
d) Memberikan pendidikan gizi agar remaja puteri dan WUS mengkonsumsi TTD
secara mandiri
e) Apabila disuatu daerah prevalensi anemia ibu hamil >20% maka tenaga gizi
puskesmas merencanakan kebutuhan TTD untuk remaja puteri dan WUS dan
melakukan pemberian TTD kepada kelompok sasaran
f) Mendistribusikan TTD ke bidan kelurahan
g) Membantu bidan kelurahan dalam memberikan TTD dan memantau kegiatan
pemberian TTD oleh bidan diwilayah kerja puskesmas
h) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah kerja puskesmas
i) Ketentuan / Tata cara dalam pemberian TTD untuk remaja putri dan WUS
1) Sosialisasi pemberian TTD kepada guru dan siswi sekolah
2) Pemeriksaan Hb remaja putri dan WUS pada tahap ke 1 dan tahap ke 4
3) Pemberian TTD kepada remaja putri dan WUS sebanyak 1 tablet/minggu
selama 4 bulan berturut-turut
4) Evaluasi hasil pemberian TTD
5. Target dalam pemberian TTD pada remaja putri dan WUS adalah semua remaja putri
dan WUS diwilayah kec. mendapatkan TTD sehingga dapat mencegah dan
meminimalkan terjadinya penyakit anemia gizi besi dikalangan remaja dan WUS.

H. Pengelolaan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Pemberian Makanan


Tambahan Pemulihan (PMT-Pemulihan)
1. MP-ASI
MP-ASI bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disipakan oleh Kementerian
Kesehatan RI dalam rangka pencegahan dan penganggulangan gizi terutama di daerah
rawan gizi / keadaan darurat / bencana.MP-ASI beffersctock didistribusikan secara
bertingkat. Tenaga gizi puskesmas akan mendistribusikan kepada masyarakat. Sasaran
MP-ASI adalah baduta 6-24 bulan yang terkena bencana.

15
MP-ASI Lokal adalah MP-ASI yang dibuat dari makanan lokal setempat dalam
rangka untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan tenaga kesehatan. MP-ASI
lokal dapat dialokasikan dari dana bantuan opersional kesehatan (BOK), dana anggran
pendapatan belanja daerah (APBD) atau dana lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sasaran MP-ASI lokal adalah baduta usia 6-24 bulan. Pelaksanaan pemberian
MP-ASI Lokal antara lain :
1) Merencanakan menu MP-ASI Lokal
2) Mengadakan bahan MP-ASI Lokal
3) Mengolah MP-ASI Lokal dibantu oleh kader
4) Mendistribusikan kepada sasaran dibantu oleh kader.

2. PMT Pemulihan
a) Sasaran : balita kurang gizi, balita pasca perawatan gizi buruk, ibu hamil KEK
(Kurang Energi Kronik)
b) PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makanan ringan padat gizi
dengan kandungan 350-400 kalori energy dan 10-15 gram protein.
c) PMT Bumil KEK bufferstock diberikan dalam bentuk makanan padat gizi dengan
kandungan 500 kalori energy dan 15 gram protein
d) Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan ibu hamil KEK adalah 90 hari
makan anak (HMA) dan 90 hari makan bumil (HMB)
Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan dan pelaksanaan manajemen
pemberian MP-ASI dan PMT Bumil KEK antara lain :
a) Pendataan ibu hamil KEK di wilayah Kecamatan oleh bidan kelurahan dan
dilaporkan ke Puskesmas Kec.
b) Sedangkan untuk data jumlah balita BGM berdasarkan laporan bulanan gizi
(LB3 Gizi) dan data Baduta penerima MP-ASI Baduta gakin berdasarkan rumus
yang telah ditentukan :
1. Mencari Penduduk Miskin (GAKIN)
4.61% (Indeks Kemiskinan) x Jumlah Penduduk = “X” Jiwa
2. Mencari Jumlah Anak BADUTA (0-24 bulan)
4.49% x Jumlah Penduduk miskin (X) = “ Y” Baduta
3. Mencari Jumlah Bayi 0-11 bulan Keluarga Miskin
2.55% x jumlah penduduk miskin (X) = “A” Bayi
4. Mencari Jumlah Bayi 6-11 bulan
Jumlah bayi (A) / 2 = B Bayi (6-11 bulan)
5. Mencari Jumlah Baduta 6-24 bulan
Jumlag bayi : Y – B = “C” Anak
6. Mencari Data Anak Umur 12-24 bulan

16
C – B = “D” Anak => Biskuit
c) Membuat anggaran untuk pengadaan PMT-Pemulihan Bumil KEK, Balita BGM
dan MP-ASI selama 90 hari berdasarkan jumlah bumil KEK, balita BGM dan
Baduta di wilayah Kec. dan menyerahkan ke bagian perencanaan di Puskesmas
Kec.
d) Pengadaan pembelian PMT-Pemulihan Bumil KEK, Balita BGM dan MP-
ASIsesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan oleh Ahli Gizi Kecamatan
e) Ahli Gizi Kecamatan mendistribusikan PMT-Pemulihan ke Bidan kelurahan
sesuai dengan jumlah Bumil KEK, Balita BGM dan MP-ASIdi masing-masing
kelurahan untuk pemberian selama 90 hari
f) Bidan kelurahan dibantu dengan kader mendistribusikan PMT-Pemulihan (susu)
ke Bumil KEK,Balita BGM dan MP-ASI di wilayah masing-masing
g) Pelaporan hasil pemberian PMT-Pemulihan Ibu Hamil KEK, Balita BGM dan
MP-ASI selama 90 hari ke Puskesmas Kec. sesuai dengan format yang telah
ditentukan oleh bagian gizi mulai dari 30 hari, 60 hari sampai 90 hari.
h) Evaluasi hasil pemberian PMT-Pemulihan selama 90 hari yang dilakukan oleh
petugas gizi kecamatan.
Target dalam kegiatan ini adalah : Semua ibu hamil KEK, Balita BGM dan Baduta Gakin
di wilyah kecamatan mendapatkan PMT-Pemulihan atau MP-ASI sebagai tambahan
asupan zat gizi harian sehingga dapat mencegah dan meminimalkan permasalahan gizi di
wilayah Puskesmas Kec. diantaranya masalah Bumil KEK, Bayi dan Balita BGM.

I. Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM)


Pemulihan gizi berbasis masyarakat merupakan upaya yang dilakukan masyarakat
untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi dengan dibantu oleh tenaga gizi puskesmas
dan tenaga kesehatan lainnya. Pendirian PGBM tergantung kepada besaran masalah gizi di
daerah. Dalam pelaksanaan PGBM dapat merujuk kepada besaran masalah gizi di
daerah.Dalam pelaksanaan PGBM dapat merujuk buku pedoman pelayanan gizi buruk
Kementerian Kesehatan 2011.
a. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan status gizi balita
b. Sasaran kegiatan ini adalah balita BGM dan balita gizi buruk tanpa komplikasi
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di panti/pos pemulihan gizi
d. Dalam pelaksanaan kegiatan pemulihan gizi berbasis masyarakat, ahli gizi memiliki
peranan :
1) Menentukan wilayah dan jumlah balita BGM/Gizi buruk disuatu wilayah kec.
berdasarkan data laporan bulan yang diberikan bidan kelurahan dari hasil laporan
kader Posyandu.

17
2) Merencanakan kegiatan PGBM seperti Pembinaan keluarga BGM, dan Pos gizi
(Monev Pos Gizi)
3) Membuat jadwal kegiatan PGBM
4) Petugas kesehatan memberikan bimbingan teknis kepada kader sebelum
melaksanakan kegiatan perbaikan gizi di Pos Pemulihan Gizi Berbasis
masyarakat
5) Melaksanakan kegiatan PGBM. Dimana kader sebagai motivator bertugas yang
memberikan motivasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua balita
mengenai Pemberian Makanan Bayi dan Anak yang sehat dan bergizi seimbang
dan PHBS. Sedangkan petugas kesehatan sebagai pembina atau Fasilitator yang
memantau dan mengevaluasi kegiatan PGBM.
6) Pemeriksaan kesehatan dan status gizi balita dilakukan oleh petugas kesehatan
dan dibantu oleh kader.
7) Selain pemberian materi konseling atau penyuluhan dilakukan juga kegiatan
pemberian makanan dan makanan bersama seluruh balita BGM di wilayah
setempat.
8) Menyusun laporan pelaksanaan program perbaikan gizi
9) Mengevaluasi hasil kegiatan PGBM
10) Melakukan pemantauan atau monitoring terhadap status gizi balita yang dilihat
dari indikator BB/PB atau BB/TB.
e. Target dalam kegiatan Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat adalah Semua Balita
Gizi Buruk di wilayah kec. mendapatkan penanganan dan perawatan melalui
program Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat sehingga dapat meningkatkan kondisi
kesehatan dan status gizi balita.

J. Surveilans Gizi
Kegiatan surveilens gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data yang
dilakukan secara terus menerus, penyajian serta diseminasi informasi bagi Kepala
Puskesmas serta lintas program dan lintas sector terkait di tingkat kecamatan. Informasi
dari kegiatan surveilens gizi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk
perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Sebagai acuan
bagi petugas gizi puskesmas dalam melakukan surveilens gizi bisa menggunakan buku
surveilens gizi, Kemeterian Kesehatan RI, 2014.
a. Tujuan
1) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus untuk mengetahui masalah gizi
dan perkembangan di masyarakat
2) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab masalah
gizi dan factor terkait

18
3) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu daerah
4) Menyedikan informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan (bentuk,
sasaran, dan tempat)
b. Lingkup data surveilens gizi antara lain :
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran : bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui,
pekerja serta lansia.
d. Dalam pelaksanaan surveilens gizi, tenaga gizi puskesmas berkoordinasi dengan tenaga
surveilens di Puskesmas melakukan kegiatan antara lain :
1) Merencanakan surveilens mulai dari lokasi, metode, cara melakukan, dan
penggunaan data
2) Melakukan surveilens gizi meliputi mengumpulkan data, mengolah data,
menghasilkan data, menganalisa data, melaksanakan diseminasi informasi
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan kegiatan gizi di
posyandu
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat
5) Membuat laporan surveilens gizi
e. Contoh kegiatan dalam surveilens gizi antara lain :
1) Pemantauan Status Gizi (PSG)
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi, balita, anak usia
sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu menyusui, pekerja serta lansia)
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan : tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat dan akurat
sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya untuk pencegahan dan
penanggulangan masalah gizi, selain itu bertujuan untuk memantau situasi
pangan dan gizi antar desa atau kelurahan dalam 1 kecamatan
b) Sasaran : lintas program dan lintas sectoral di tingkat kecamatan di wilayah
kerja Puskesmas.
3) System kewaspadaan Dini – Kejadian Luar Biasa/SKD KLB Gizi Buruk
a) Tujuan : mengantisipasi kejadian luar biasa gizi buruk di suatu wilayah pada
kurun waktu tertentu
b) Sasaran : balita dan keluarga, posyandu
4) Pemantauan Konsumsi garam beryodium di rumah tangga
a) Memperoleh gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam beryodium
yang memenuhi syarat di masyarakat. Dilaksanakan setiap satu tahun sekali

19
b) Sasarannya adalah ibu rumah tangga
f. Hasil kegiatan surveilans gizi akan digunakan untuk merencanakan kegiatan Program
UKM pada periode selanjutnya.

K. Pembinaan Gizi di Institusi


1) Pembinaan Gizi di sekolah
a) Tujuan kegiatan ini adalah memeperbaiki status gizi anak sekolah
b) Sasaran kegiatan ini adalah pesrta didik PAUD, Taman Kanak-kanak, SD, SMP,
SMA, Pondok Pesantren, dan sederajat.
c) Bentuk-bentuk kegiatan perbaikan gizi di sekolah
1. Edukasi gizi
2. Penjaringan status gizi di sekolah
3. Pemberdayaan peserta didik sebagai dokter kecil/kader kesehatan remaja
4. Pengawasan dan pembinaan pengelola kantin sehat.
d) Pelaksanaan kegiatan pembinaan gizi di institusi yang melibatkan tenaga gizi
puskesmas bersama dengan tim uks
1. Mengkoordinasikan dana untuk melakukan intervensi terhadap status gizi
anak disekolah
2. Menjalin kerjasama dengan sekolah dalam pemberdayaan peserta didik
sebagai dokter kecil/kader kesehatan remaja
3. Menjalin kerja sama dengan sekolah dalam membina kantin sekolah
4. Membuat jadwal kegiatan
5. Menyiapkan materi edukasi (termasuk pre test dan post test)
6. Menyajikan materi
7. Melakukan diskusi mengenai materi
8. Membuat laporan program perbaikan gizi di sekolah
9. Membuat rencana tindak lanjut dalam meningkatkan perbaikan gizi di sekolah

L. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program


1) Tujuan : meningkatkan pencapaian indicator perbaikan gizi di tingkat pusksesmas
melalui kerjasama lintas sector dan lintas program
2) Sasaran : seksi pemberdayaan masyarakat kantor camat, penyuluh pertanian lapangan,
juru penerang kecamatan, TP KK, Dinas Pendidikan, kelurahan, program KIA, bidan
coordinator, tenaga sanitarian, tenaga promosi kesehatan, perawat, sanitarian, juru
imunisasi, kader posyandu dan lain-lain

20
3) Kerjasama lintas sektor dan lintas program dapat dilakukan melalui rapat atau
pertemuan rutin (mingguan dan bulanan) seperti, pertemuan kader tingkat kecamatan,
dan Bimtek kader posyandu.
4) Pelaksanaan kerjasama lintas sector dan lintas program dapat meliputi :
a) Merencanakan kegiatan sensitive yang memerlukan kerjasama
b) Mengidentifikasi sector dan program yang perlu kerjasama
c) Melakukan pertemuan untuk menggalang komitmen kerjasama
d) Melakukan koordinasi dalam menentukan indicator keberhasilan kerjasama
e) Mengkoordinasikan pelaksanaan kerjasama
f) Membuat laporan hasil kerjasama.

M. Pelaksanaan Gizi Buruk Rawat Jalan


 Penemuan anak gizi buruk, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan anak di
posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan fasilitas kesehatan (puskesmas), hasil
laporan masyarakat dan skrining aktif
 Penapisan anak gizi buruk, anak yang dibawa oleh orantuanya atau anak hasil
penapisan LILA <12.5cm, atau semua anak yang dirujuk dari posyandu (2T dan BGM)
maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan tanda klinis, semua anak diperiksa
tanda-tanda komplikasi, semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara merecall
makan anak melalui orang tua dalam 3 hari berutur-turut
 Bila dalam pemeriksaan pada anak didapatkan satu atau lebih tanda : tampak sangat
kurus, edema minimal pada kedua punggung kaki atau tanpa edema, BB/PB atau
BB/TB < -3SD, maka anak dikategorikan gizi buruk tanpa komplikasi dan perlu
diberikan penanganan secara rawat jalan
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : tampak sangat
kurus, edema pada seluruh tubuh, BB/PB atau BB/TB < - 3SD, LILA < 11,5 cm (untuk
anak usia 6-59bulan) dan diserai darisalah satu atau lebih tanda komplikasi media
sebagai berikut : anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam
sangat tinggi, penurunan kesadaran, maka anak dikategorkan gizi buruk dengan
komplikasi sehingga perlu penanganan secara rawat inap
 Bila hasil pemeriksaan anak ditemukan tanda-tanda sebagai berikut BB/TB <-2 s/d –
3SD, LILA 11.5 s/d 12.5 cm, tidak ada edema, nafsu makan baik, tidak ada komplikasi
medis, maka anak dikategorikan gizi kurang dan perlu diberikan PMT Pemulihan
 Bila kondisi anak rawat inap sudah membaik dan tidak lagi ditemukan tanda
komplikasi medis, tanda klinis membaik, dan nafsu makan membaik maka penanganan
anak tersebut dilakukan melalui rawat jalan.

21
 Bila kondisi anak rawat inap sudah tidak lagi ditemukan tanda-tanda komplikasi medis,
tanda klinis baik dan status gizi kurang, nafsu makan baik maka penanganan anak
dengan pemberian PMT Pemulihan
 Anak gizi buruk yang telah mendapatkan penanganan melalui rawat jalan dan PMT
Pemulihan, jika kondisinya memburuk dengan fitemukannya salah satu tanda
komplikasi medis, atau penyakit yang mendasari sampai kunjungan ketiga berat badan
tidak naik (kecuali anak dengan edema), timbulnya edema baru, tidak ada nafsu makan
maka anak perlu penanganan secara rawat inap.

1. Langkah pelaksanaan
a. Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana adalah tim palaksana yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat,
tenaga promosi kesehatan, bidan keluarahan. Dalam pelaksanaan rawat jalan
masyarakat yang dibantu oleh kader posyandu , anggota PKK, dan perangkat desa.
Peran Tim Pelaksana
Dokter, melakukan pemeriksaan klinis dan penentuan komplikasi medis, pemberia
terapi dan penentuan rawat jalan atau rawat inap
Perawat, melakukan pendaftaran dan asuhan keperawatan
Ahli Gizi, melakukan pemeriksaan antropometri, konseling, pemberian makanan
unruk pemulihan gizi, makanan siap saji, makanan formula.
Tenaga Promosi Kesehatan, melakukan penyuluhan PHBS, advokasi, sosialisasi
dan musyawarah masyarakat desa
Bidan di Desa, sebagai coordinator di wilayah kerjanya, melakukan skrining dan
pendampingan bersama kader
Kader, melakukan penemuan kasus, merujuk dan melakukan pendampingan
Anggota PKK, membanu menemukan kasis dan menggerakan masyarakat
Perangkat Desa, BPD/Dekel melaksanakan perencanaan anggaran dan penggerakan
masyarakat
2. Waktu dan Frekuensi Pelaksanaan
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak berstatus
gizi kurang(-2SD sampai – 3SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan dengan frekuensi
sebagai berikut :
a. 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
b. Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang dalam waktu 6 bulan dapat
melanjutkan kembali proses pemulihan, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Masih berstatusgizi buruk, rujuk ke RS atau puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG)

22
 Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian
makanan tambahan dan konseling.
3. Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan
a. Pendaftaran, pengisian data anak di kartu status di catat rekam medis
b. Pengukuran antropometri, penimbangan dilakukan setiap minggu dan pengukuran
panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan. Pengukuran antropometri dilakukan
oleh tim pelaksana dan hasilnya dicatat pada kartu status. Selanjutnya dilakukan
ploting pada grafik dengan tiga indicator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U,,
BB/U, BB/PB atau BB/TB)
c. Pemeriksaan klinis, dokter melakukan anamnesa untuk mecari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan mendiagnosa penyakit serta menentukan ada atau tidak
penyakit penyerta, tanda klinis atau komplikasi.
d. Pemberian konseling
 Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak
 Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
 Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
 Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan
menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau
mengganti makanan
4. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi
a. Obat
 Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat.
 Vitamin A dosisi tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur
pada saat pertama kali ditemukan
b. Makanan untuk pemulihan gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan local atau pabrikan
1) Jenis pemberian ada 3 pilihan : makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100 atau
makanan local dengan densitas energy yang sama terutama dari lemak
2) Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan
(rehi\abilitasi) : 1 minggu pertama diberikan pemberian F100, minggu berikutnya
jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan
keluarga.
3) Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi kepada orangtua
anak gizi buruk pada setiap kunjugnan sesuai kebutuhan hingga kunjungan
berikutnya.
5. Kunjungan Rumah

23
a. Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga
termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan
nasehat sesuai dengan masalah yang dihadapi
b. Dalam melakukan kunjugnan, tenaga kesehatan atau kader membawa kartu status,
checklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan
bahan penyuluhan.
c. Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak yang
harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.
d. Tenaga kesehatan atau kader melakukn kunjungan rumah pada anak gizi buruk rawat
jalan, bila berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidak naik atau turun
dibandingkan dengan berat badan pada saat masuk (kecuali dengan anak edema) dan
anak yang 2 kali berturut-tuirut tidak dating tanpa pemberitahuan.
6. Rujukan dilakukan apabila anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta,
sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik, dan timbul edema baru.
7. Drop Out (DO)
DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui, menolak kelanjutan
perawatan dan meninggal dunia. Anak menolak kelanjutan perawatan dilakukan
kunjungan rumah udiberikan motivasi bila tetap menolak diminta untuk membuat
pernyataan tertulis atas penolakan.
8. Makanan untuk pemulihan gizi
a) Prinsip
 Makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan padat energy yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral
 Makanan untuk pemulihan gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan
 Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa F100, makanan gizi siap saji dan
makanan local. Makanan local dengan bentuk mulai dari makanan bentuk cair,
lumat, lembik, dan padat.
 Bahan dasar utama makanan untuk pemulihan gizi dalam F100 dan makanan gizi
siap saji adalah minyak, susu, tepung, gula, kacang-kacangan, dan sumber
hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energy sebesar 30-60% dari total
kalori.
 Makanan local dengan kalori dengan kalori 200kkkal/kg BB perhari, yang
diperoleh dari lemak 30-60% dari total energy, protein 4-6g/Kg BB perhari
 Apabila akan menggunakan makanan local tidak dilakukan secara tunggal tetapi
harus dikombinasikan dengan makanan formula.
b) Jumlah dan frekuensi

24
 Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kb BB perhari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama 1 minggu dalam bentuk makanan cair (F100)
 Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB perhari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (F100)
 Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan
secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah
frekuensi makanan padat.

c) Cara penyimpanan makanan


 Untuk pemulihan gizi dalam bentuk F100 harus segera diberikan dan dihabiskan.
Makanan dalam bentuk cair tersebut hanya dapat disimpan dalam suhu ruang
maksimal 2 jam.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam bentuk kering yang diracik secara terpisah
oleh tenaga kesehatan puskesmas dapat disimpan maksimal 7 hari, dan disimpan
ditempat yang sejuk dan kering, aman, tertutup dan terhindar dari cemaran dan
binatang penggangu.
 Makanan untuk pemulihan gizi dalam kemasan agar diperhatikan masa
kadaluarsa yang terdapat pada kemasan.

N. SAKA BAKTI HUSADA


Satuan Karya Pramuka (Saka) Bakti Husada sebagai salah satu bagian dari Kwartir
gerakan Pramuka yang turut membina kaum muda dibidang kesehatan. Selain itu, Saka
Bakti Husada adalah wadah pengembangan pengetahuan, pembinaan ketrampilan,
penambahan pengalaman dan pemberian kesempatan kepada peserta didik khususnya
anggota pramuka untuk membaktikan dirinya kepada masyarakat dalam bidang kesehatan.
Dalam gerakan Pramuka, keterampilan di standarisasi dalam bentuk SKK dan anggota
Pramuka yang berhasil memperoleh keterampilan tertentu kemudian diberikan Tanda
Kecakapan Khusus (TKK) sebagai pengakuan bahwa yang bersangkutan trampil sesuai
kecakapan khusus yang dipelajarinya. Salah satu Tanda Kecakapan Khusus (TKK) yang ada
ialah Krida Bina Gizi.
Krida Bina Gizi merupakan salah satu buku kecakapan khusus Saka Bakti Husada
yang disusun untuk menambah wawasan terkait gizi. Kegiatan seperti di alam bebas
menuntut Pramuka ntuk memahami tata cara penyelenggaraan makanan, dimana banyak
didalamnya terkait dengan perencanaan menu dan pemahaman mengenai gizi seimbang.
Untuk dapat membantu tenaga kesehatan, pramuka juga perlu kecakapan mengenai keadaan
gizi, penyuluhan gizi serta pentingnya Keluarga Sadar Gizi dalam Posyandu. Sedangkan

25
dalam kondisi bencana, pramuka juga memerlukan kecakapan untuk dapat berperan
membantu penanganan gizi pada situasi darurat.
1) Tujuan kegiatan SBH : Mewujudkan kader pembangunan di bidang kesehatan yg
dapat membantu melembagakan norma hidup sehatan bagi semua anggota gerakan
pramuka dan masyarakat di lingkungan
2) Sasaran : Anggota SBH Sekolah di Wilayah Kecamatan
3) Berikut adalah kegiatan Saka Bakti Husada di Puskesmas seperti :
a) Peningkatan UKBM melalui kegiatan SBH
Peningkatan UKBM melalui kegiatan SBH merupakan kegiatan pembinaan kader
sekolah yang berasal dari masyarakat sekolah untuk menjadi penggerak dalam
menerapkan pola hidup sehat. Kader sekolah ini melibatkan anggota SBH dari
setiap Sekolah yang ada di wilayah . Kegiatan ini dilakukan dengan :
1. Petugas kesehatan menyiapkan bahan materi seputar 6 krida yaitu,
Kelompok Bina Obat, Bina keluarga Sehat, Bidang Gizi, Bidang Lingkungan
Sehat, Bidang PHBS, dan Bina Penanggulangan Penyakit
2. Petugas kesehatan menyiapkan bahan materi untuk pre test dan post test
meliputi 6 Krida.
3. Melakukan pre test
4. Petugas Kesehatan menyampaikan materi meliputi 6 krida
5. Petugas kesehatan dan anggota SBH berdiskusi mengenai hasil materi yang
disampaikan
6. Melakukan post test
7. Petugas kesehatan mengevaluasi hasil pre test dan post test
8. Petugas kesehatan membuat laporan hasil kegiatan
b) Dukungan SBH pada kegiatan operasi ketupat bidang kesehatan merupakan
kegiatan bakti untuk memberi kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan kesehatan yang didapatkan dalam kegiatan operasi ketupat lebaran.
Kegiatan ini dilakukan dengan :
1. Membuat jadwal piket
2. Mengisi absensi kegiatan
3. Membuat laporan hasil kegiatan
c) Pelantikan Anggota SBH yang diadakan setiap tahun.
1. Mendata anggota SBH yang akan ikut serta dalam pelantikan
2. Mendaftar untuk menjadi peserta
3. Mengikuti kegiatan Pelantikan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh
panitia kegiatan
4. Membuat laporan hasil kegiatan

26
d) Kegiatan Pertinas SBH (nasional) merupakan kegiatan perkemahan Bakti tingkat
nasional yang diadakan oleh Kwartir Nasional atau Kementerian Kesehatan setiap
4 tahun sekali
1. Tahap Persiapan
 Pembentukan kelompok kerja persiapan
 Penyusunan petunjuk pelaksanaan
 Pembentukan panitia penyelenggara
 Publikasi
 Pendistribusian petunjuk pelaksanaan Pertinas Bakti Husada V 2016
 Pembentukan dan pelatihan Panitia Pelaksana
 Persiapan dukungan logistik
 Pertemuan kontigen daerah
 Pendaftaran peserta dan penyerahan persyaratan administrasi secara
online
2. Tahap Pelaksanaan
 Daftar ulang peserta
 Penempatan peserta di tapak perkemahan
 Pelaksanaan kegiatan
 Pengawasan, pengamatan, dan evaluasi kegiatan.
3. Tahap Penyelesaian
 Evaluasi penyelenggaraan
 Penyusunan laporan

3.2. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan di Puskesmas, data dan informasi dari hasil
pencatatan diolah dan dianalisa serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pencatatan dan pelaporan untuk mendokumentasikan pelayanan gizi di luar gedung
menggunakan istrumen antara lain :
A. Rekapitulasi Hasil Sistem Informasi Puskesmas (Simpus)
B. Rekapitulasi Hasil Sistem Informasi Posyandu (SIP)
C. LB4/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Puskesmas)
D. LB3/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Kelurahan)
E. LB2/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Wilayah)
F. LB1/Gizi (Rekapitulasi data gizi dari Posyandu)
G. Formulir Gizi Buruk

3.3. MONITORING DAN EVALUASI

27
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan di Puskesmas, data dan informasi dari hasil
pencatatan diolah dan dianalisa serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kegiatan
yang dimonitor adalah kegiatan pelayanan gizi baik di dalam maupun di luar gedung. Cara
melakukan monitoring dan evaluasi perlu memperhatikan jenis dan waktu kegiatan yang
dilaksanakan. Dari sisi jenis kegiatan, dapat dibedakan antara monitoring di dalam dan luar
gedung.
Monitoring dan Evaluasi Kegiatan di Luar Gedung
Kegiatan yang dimonitor dan dievaluasi, adalah
1. Penyuluhan/Edukasi Gizi
a. Input :
1) Tenaga penyuluh (Ahli gizi /petugas kesehatan lainnya) dengan cara melihat
keterlibatan tenaga penyuluh dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga
bagaimana pemenuhan kompetensi petugas dibandingkan dengan standar
kompetensi yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan.
2) Materi penyuluhan dengan cara menentukan materi atau topik yang akan
disampaikan berdasarkan permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Selain itu
evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan materi atau topik yang disampaikan
dengan permasalahan gizi yang ada di masyarakat dan seberapa besar
pemahaman masyarakat mengenai materi penyuluhan yang telah disampaikan.
3) Media penyuluhan dengan cara menentukan media yang akan digunakan dalam
penyuluhan dengan melihat ke efektifan dan efisiensi dalam penggunaan media
tersebut dalam menyampaikan penyuluhan. Evaluasi dilakukan dengan melihat
ke efektifan dan efisiensi penggunaan media terhadap daya tangkap masyarakat
mengenai materi penyuluhan.
4) Metode penyuluhan dengan cara menentukan metode yang akan dipakai saat
penyuluhan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan metode
penyuluhan yang digunakan terhadap daya tangkap masyarakat mengenai materi
penyuluhan.
5) Ruang/Tempat penyuluhan dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya penyuluhan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta penyuluhan apakah ruangan tersebut nyaman digunakan
untuk penyuluhan.
b. Proses :
1) Frekuensi penyuluhan gizi yang direncanakan di Puskesmas per bulan, triwulan,
semester, tahun. Monitoring dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal
penyuluhan yang telah ditentukan meliputi waktu, tempat, tenaga penyuluh dan

28
materi yang akan disuluh. Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah rencana
penyuluhan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai jadwal.
2) Frekuensi penyuluhan gizi yang dilaksanakan di Puskesmas per bulan, triwulan,
semester, tahun. Monitoring dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan
penyuluhan yang telah terlaksana, absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan
melihat frekuensi penyuluhan yang telah terlaksana dalam kurun waktu per
bulan, triwulan, semester dan tahun.
c. Output :
1) Hasil Pre test dan Post test materi penyuluhan. Monitoring dilakukan dengan
menggunakan form pre test dan post test, laporan/rekapan hasil pre tet dan post
test. Evaluasi hasil pre test dan post test dilakukan setiap bulan berdasarkan
hasil rekapan atau analisa dari pre test dan post yang telah dilakukan.
2) Laporan hasil kegiatan penyuluhan gizi. Laporan hasil kegiatan merupakan
bentuk monitoring yang dibuat setiap kali telah melaksanakan penyuluhan yang
dibuat oleh tenaga penyuluh. Evaluasi kegiatan penyuluhan dilakukan setiap
satu bulan sekali dengan melihat kendala/hambatan, keberhasil yang didapatkan
dalam kegiatan penyuluhan. Kemudian membuat rencana tindak lajt dalam
meningkatkan kegiatan penyuluhan gizi selanjutnya.
3) Peningkatan wawasan setelah mendapatkan penyuluhan melalui diskuisi/tanya
jawab dan post test. Monitoring dilakukan dengan melihat hasil laporan
kegiatan penyuluhan dan dan hasil pre test dan post test. Evaluasi peningkatan
wawasan dilakukan setiap kali mendapatkan hasil pre tset dan post test dengan
melihat adakah perubahan atau peningkatan wawasan setelah penyuluhan.
d. Outcome : dapat merubah sikap dan perilaku masyarakat sadar gizi yang
berpedoman kepada gizi seimbang dan PHBS yang dapat dipantau dengan cara
pemberian kuesioner/pre-test dan post test serta wawancara (recall) asupan makan
sehari untuk melihat asupan yang gizi seimbang.

2. Konseling ASI dan PMBA


a. Input :
1) Tenaga konselor gizi (Ahli gizi) dengan cara melihat keterlibatan tenaga
penyuluh dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan,
pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga
bagaimana pemenuhan kompetensi petugas dibandingkan dengan standar
kompetensi yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan.
2) Materi konseling dengan cara menentukan materi atau topik yang akan
disampaikan berdasarkan permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Selain itu
evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan materi atau topik yang

29
disampaikan dengan permasalahan gizi yang ada di masyarakat dan seberapa
besar pemahaman masyarakat mengenai materi penyuluhan yang telah
disampaikan.
3) Media konseling dengan cara menentukan media yang akan digunakan dalam
penyuluhan dengan melihat ke efektifan dan efisiensi dalam penggunaan media
tersebut dalam menyampaikan penyuluhan. Evaluasi dilakukan dengan melihat
ke efektifan dan efisiensi penggunaan media terhadap daya tangkap masyarakat
mengenai materi penyuluhan.
4) Ruang/Tempat konseling dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya konseling. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan untuk
penyuluhan.
b. Proses :
1) Data jumlah peserta konseling yang hadir. Monitoring dilakukan dengan
melihat hasil laporan kegiatan berupa daftar hadir, dan notulen kegiatan (hasil
diskusi). Evaluasi dilakukan dengan melihat seberapa banyak jumlah peserta
yang datang dalam kegiatan konseling ASI dan PMBA dan membuat RTL
kegiatan yang dilihat berdasarkan tingkat keberhasilan, dan hambatan yang ada
pada kegiatan tersebut.
c. Output :
1) Laporan daftar hadir peserta dan notulen kegiatan. Laporan ini merupakan
bentuk monitoring dari kegiatan konseling ASI dan PMBA. Laporan kegiatan
ini dibuat dan evaluasi setelah melaksanakan kegiatan.
2) Peningkatan wawasan setelah mendapatkan penyuluhan. Monitoring dan
evaluasi dalam peningkatan wawasan pasien setelah mendapatkan konseling
gizi dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada pasien atau
meminta pasien untuk mengulang kembali inti materi yang telah disampaikan
petugas. Hal ini dilakukan setiap kali telah melakukan konseling.
d. Outcome :
Perubahan sikap dan perilaku dalam menerapkan pola asuh yang baik untuk anak
dan keluarga setelah mendapatkan penyuluhan (follow up pada saat kunjungan
kembali). Monitoring perubahan sikap dapat dilakukan dengan bantuan dari pihak
keluarga, kader atau petugas kesehatan di kelurahan. Hal ini dilakukan dengan
melihat adakah perubahan sikap/perilaku pasien dalam menerapkan pola asuh yang
baik sesuai topic pembahasan yang telah disampaikan..

3. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu


a. Input :

30
1) Jumlah bayi dan balita di wilayah setempat dengan cara melihat data laporan
hasil kunjungan bayi dan balita ke Posyandu, dari data laporan kependudukan
wilayah setempat, angka proyeksi dari Dinas Kesehatan. Selain itu, evaluasi
dilakukan per bulan dan per tahun dengan melihat adakah peningkatan atau
penurunan jumlah bayi dan balita di wilayah setempat.
2) Tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga kesehatan) dengan cara melihat
keterlibatan tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga kesehatan) dalam
pelaksanaan kegiatan di Posyandu (Tupoksi). Selain itu, dilakukan evaluasi
dengan membandingkan antara tugas atau tupoksi tenaga pelaksana dengan apa
yang telah dilaksanakan petugas di Posyandu (apakah sesuai dengan
tugas/tupoksinya).
3) KMS/Buku KIA dengan cara melihat apakah semua bayi dan balita yang datang
ke Posyandu memiliki dan membawa KMS/Buku KIA setiap dating ke
Posyandu. Selain itu, dilakukan evaluasi per bulan untuk mengetahui seberapa
banyak bayi dan balita yang memiliki dan tidak memiliki Posyandu (Data “K”).
4) Alat ukur antropometri dengan melihat ketersediaan alat ukur antropometri yang
tersedia di Posyandu masing-masing dan kondisi alat. Bisa menggunakan form
inventaris barang. Evaluasi dilakukan sebulan sekali untuk melihat apakah
jumlah alat antropometri tersebut berkurang atau bertambah dan bagaimana
kondisi alata tersebut dan dibuat hasil laporan inventaris atau stock barang.
5) Buku register/pencatatan di Posyandu (berdasarkan format SIP). Buku
register/pencatatan di Posyandu ini dapat digunakan sebagai alat untuk
memonitor dan mengevaluasi kegiatan di Posyandu. Buku register/pencatatan ini
harus diisi dan dilengkapi setiap bulan sebagai bukti data dasar di Posyandu.
Kemudian buku register/pencatatn tersebut dievalusi setiap bulannya untuk
dilengkapi dan dilaporkan ke Puskesmas kelurahan sebagai laporan bulanan yang
akan di kirim ke Pusekesmas Kecamatan dan Sudin.
b. Proses :
1) Data SKDN yang meliputi jumlah balita yang ada (S), jumlah balita yang punya
KMS (K), jumlah balita yang ditimbang (D), jumlah balita yang naik berat
badannya (N) per bulan, triwulan, semester, tahun. Monitoring dilakukan dengan
cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan di Posyandu setiap bulan,
laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan (LB3 Gizi). Dan akan dievaluasi per
bulan, per triwulan, semester dan per tahun dengan melihat adakah peningkatan
atau penurunan dari data tersebut di masing-masing kelurahan.
2) Persentase D/S dan N/D per bulan, triwulan, semester, tahun. Monitoring
dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan di
Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan (LB3 Gizi).

31
Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan, semester dan per tahun dengan
melihat adakah peningkatan atau penurunan dari data tersebut di masing-masing
kelurahan.
3) Jumlah balita BGM dan 2T per bulan, triwulan, semester, tahun. Monitoring
dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan di
Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan (LB3 Gizi)
dan laporan kohort Balita BGM. Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan,
semester dan per tahun dengan melihat ada seberapa banyak dan adakah
peningkatan atau penurunan jumlah balita BGM dan 2T dari masing-masing
kelurahan.
4) Jumlah balita BGM dan 2T yang dirujuk per bulan, triwulan, semester, tahun.
Monitoring dilakukan dengan cara melihat hasil kegiatan/pencatatan dan
pelaporan di Posyandu setiap bulan, laporan bulanan dari Puskesmas Kelurahan
untuk jumlah balita yang dirujuk ke Puskesmas Kecamatan. Dan akan dievaluasi
per bulan, per triwulan, semester dan per tahun dengan melihat ada seberapa
banyak dan adakah peningkatan atau penurunan dari jumlah balita BGM dan 2T
yang dirujuk dari masing-masing kelurahan.
5) Jumlah balita Atas Pita Hijau (APH). Monitoring dilakukan dengan cara melihat
hasil kegiatan/pencatatan dan pelaporan di Posyandu setiap bulan, laporan
bulanan dari Puskesmas Kelurahan (LB3 Gizi) dan laporan kohort Balita Atas
Pita Hijau (APH). Dan akan dievaluasi per bulan, per triwulan, semester dan per
tahun dengan melihat ada seberapa banyak dan adakah peningkatan atau
penurunan jumlah balita APH dari masing-masing kelurahan.
c. Output :
1) Balok SKDN, merupakan bentuk monitoring dari kegiatan pelaksanaan dan
pencatatan pelaporan di Posyandu yang dievaluasi setiap bulan bulan dan
pertahun dengan melihat hasil capaian/persentasenya.
2) Laporan pencatatan dan pelaporan kegiatan Posyandu, merupakan bentuk
monitoring dari kegiatan pelaksanaan dan pencatatan pelaporan di Posyandu
yang dievaluasi setiap bulan bulan dan pertahun.
3) Laporan LB3 gizi kelurahan, merupakan bentuk monitoring dari pelaksanaan
kegiatan di Posyandu dan kegiatan gizi lainnya yang dilaporkan setiap bulan ke
Puskesmas Kecamatan dan dievaluasi setiap bulan bulan dan pertahun dengan
melihat hasil laporan LB3 gizi dari masing-masing kelurahan.
4) Laporan Kohort BGM, APH, Gizi Buruk, merupakan bentuk monitoring dari
pelacakan, pencatatan dan pelaporan balita BGM, Gizi Buruk dan APH berupa
laporan kohort (follow up) dari masing-masing kelurahan.

32
4. Pemberian Kapsul Vitamin A
a. Input :
1) Anggaran pengadaan Kapsul Vitamin A, dengan mengajukan anggaran yang
akan digunakan untuk pengadaan vitamin A berdasarkan dengan jumlah bayi dan
balita yang akan diberikan vitamin A. Evaluasi dilakukan dengan melihat jumlah
pengadaan vitamin A yang akan dibagikan kepada bayi dan balita di wilayah .
2) Jumlah Bayi dan Balita yang mendapatkan Vitamin A, dengan melihat data
sasaran jumlah bayi dan balita yang ada di wilayah , dan laporan jumlah bayi dan
balita yang mendapat vitamin A di data sebelumnya. Evaluasi dilakukan per
bulan setelah pemberian vitamin A, dengan melihat jumlah seberapa banyak bayi
dan balita yang mendapat vitamin A serta persentase atau capaian dari pemberian
vitamin A pada bayi dan balita.
3) Jumlah Ibu Nifas yang mendapatkan Vitamin A, dengan melihat data sasaran
jumlah ibu nifas yang ada di wilayah , dan laporan jumlah ibu nifas yang
mendapat vitamin A di data sebelumnya. Evaluasi dilakukan per bulan setelah
pemberian vitamin A, dengan melihat jumlah seberapa banyak ibu nifas yang
mendapat vitamin A serta persentase atau capaian dari pemberian vitamin A pada
ibu nifas.
4) Kapsul Vitamin A 100.000 SI warna biru, Kapsul Vitamin A 200.000 SI warna
merah, dengan cara melihat ketersediaan atau stoc vitamin A yang tersedia yang
dapat dilihat dari kartu stock barang. Evaluasi dilakukan pengecekan barang
setiap bulan dan melihat masa expired date (kadaluarsa).
5) Tenaga kesehatan yang melakukan pemberian Vitamin A, dengan cara melihat
keterlibatan tenaga pelaksana (Kader Posyandu, tenaga kesehatan) dalam
pelaksanaan pemberian vitamin A. Selain itu, dilakukan evaluasi dengan
membandingkan antara tugas atau tupoksi tenaga pelaksana dengan apa yang
telah dilaksanakan petugas di Posyandu (apakah sesuai dengan
tugas/tupoksinya).
6) Waktu pemberian Vitamin A, dengan cara mebuat jadwal pemberian vitamin A
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah dalam pemberian
vitamin A. Evaluasi dengan melihat ketapatan waktu pemberian, dosis dan cara
pemberian yang tepat.
b. Proses :
a. Data jumlah sasaran yang seharusnya mendapat vitamin A, monitoring dilakukan
dengan melihat data sasaran jumlah bayi dan balita serta ibu nifas yang akan
mendapatkan vitamin A dan laporan jumlah bayi dan balita serta ibu nifas yang
mendapat vitamin A dari lapooran data sebelumnya. Evaluasi dilakukan dengan

33
melihat jumlah banyak bayi dan balita, serta ibu nifas yang akan mendapat
vitamin A.
b. Data jumlah sasaran yang telah mendapat vitamin A, dengan cara membuat
laporan hasil kegiatan pemberian vitamin A berdasarkan absensi/nama bayi dan
balita serta ibu nifas penerima vitamin A. Evaluasi dilakukan per bulan setelah
pemberian vitamin A, dengan melihat seberapa banyak jumlah bayi dan balita,
serta ibu nifas yang telah mendapat vitamin A dan persentase atau capaian dari
pemberian vitamin A pada bayi dan balita serta ibu nifas.
c. Output :
1) Cakupan persentase jumlah bayi balita yang mendapatkan Vitamin A,
dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah melakukan pemberian vitamin A.
Kemudian hasilnya dibandingkan dengann persentase sebelumnya adakah
peningkatan atau penururan. Dan hasil persentase ini akan dipaparkan dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
2) Cakupan persentase jumlah ibu nifas yang mendapatkan Vitamin A,
dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah melakukan pemberian vitamin A.
Kemudian hasilnya dibandingkan dengann persentase sebelumnya adakah
peningkatan atau penururan. Dan hasil persentase ini akan dipaparkan dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
3) Laporan hasil kegiatan pemberian kapsul Vitamin A, merupakan salah satu
bentuk monitoring pelaksanaan kegiatan pemberian vitamin A yang dilengkapi
dengan form tanda terima vitamin A, form nama bayi dan balita serta ibu nifas
yang mendapatkan vitamin A. Hasil laporan ini di laporkan setiap bulan dan
evaluasi dengan melihat jumlah sasaran yang mendapat vitamin A dan
persentase/capaian pemberian vitamin A.

5. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil, Ibu nifas, Remaja Puri dan WUS
a. Input :
1) Anggaran pengadaan Tablet Tambah Darah (TTD), dengan mengajukan
anggaran yang akan digunakan untuk pengadaan Tablet Tambah Darah (TTD)
berdasarkan dengan jumlah ibu hamil yang akan diberikan Tablet Tambah Darah
(TTD). Evaluasi dilakukan dengan melihat jumlah pengadaan Tablet Tambah
Darah (TTD) yang akan dibagikan kepada bumil di wilayah
2) Jumlah sasaran (ibu hamil, ibu nifas, remaja putri dan WUS), dengan melihat
data jumlah sasaran ada di wilayah , dan laporan jumlah sasaran yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD) di data sebelumnya. Evaluasi dilakukan per bulan
setelah pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), dengan melihat jumlah seberapa

34
banyak ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) serta persentase
atau capaian dari pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada sasaran.
3) Tablet Tambah Darah (TTD), dengan cara melihat ketersediaan atau stoc Tablet
Tambah Darah (TTD) yang tersedia yang dapat dilihat dari kartu stock barang.
Evaluasi dilakukan pengecekan barang setiap bulan dan melihat masa expired
date (kadaluarsa).
4) Tenaga kesehatan yang melakukan pemberian TTD, dengan cara melihat
keterlibatan tenaga kesehatan (bidan) dalam pelaksanaan pemberian TTD. Selain
itu, dilakukan evaluasi dengan membandingkan antara tugas atau tupoksi tenaga
pelaksana dengan apa yang telah dilaksanakan petugas di Posyandu (apakah
sesuai dengan tugas/tupoksinya).

b. Proses :
1) Data jumlah sasaran yang seharusnya mendapat TTD, monitoring dilakukan
dengan melihat data sasaran jumlah ibu hamil yang akan mendapatkan TTD dan
laporan jumlah sasaran yang mendapat TTD dari lapooran data sebelumnya.
Evaluasi dilakukan dengan melihat jumlah sasaran yang akan mendapat TTD.
2) Data jumlah sasaran yang telah mendapat TTD, dengan cara membuat laporan
hasil kegiatan pemberian TTD berdasarkan absensi/nama peserta penerima TTD
(ibu hamil, ibu nifas, remaja putri dan WUS). Evaluasi dilakukan per bulan
setelah pemberian TTD, dengan melihat seberapa banyak jumlah sasaran/peserta
yang telah mendapat TTD dan persentase atau capaian dari pemberian TTD pada
ibu hamil.
c. Output :
1) Cakupan persentase sasaran (ibu hamil, ibu nifas, remaja putri dan WUS) yang
mendapatkan TTD, dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah melakukan
pemberian TTD. Kemudian hasilnya dibandingkan dengann persentase
sebelumnya adakah peningkatan atau penururan. Dan hasil persentase ini akan
dipaparkan dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
2) Laporan hasil kegiatan pemberian TTD pada sasaran (ibu hamil, ibu nifas,
remaja putri dan WUS), merupakan salah satu bentuk monitoring pelaksanaan
kegiatan pemberian TTD yang dilengkapi dengan form tanda terima TTD, form
nama peserta yang mendapatkan TTD. Hasil laporan ini di laporkan setiap bulan
dan evaluasi dengan melihat jumlah sasaran yang mendapat TTD dan
persentase/capaian pemberian TTD

6. Pengelolaan MP-ASI, PMT-Pemulihan


a. Input :

35
1) Anggaran pengadaan MP-ASI dan PMT-Pemulihan, dengan mengajukan
anggaran yang akan digunakan untuk pengadaan MP-ASI dan PMT-Pemulihan
berdasarkan dengan jumlah ibu hamil yang akan diberikan MP-ASI dan PMT-
Pemulihan. Evaluasi dilakukan dengan melihat jumlah pengadaan MP-ASI dan
PMT-Pemulihan yang akan dibagikan kepada bumil di wilayah
2) Jumlah Ibu Hamil dan Bayi-Balita BGM penerima PMT-Pemulihan dan MP-
ASI, dengan melihat data sasaran jumlah ibu hamil KEK, bayi dan balita BGM
serta Baduta Gakin yang ada di wilayah , dan laporan jumlah sasaran yang
mendapat MP-ASI dan PMT-Pemulihan di data sebelumnya. Evaluasi dilakukan
per bulan setelah pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan, dengan melihat
jumlah seberapa banyak sasaran yang mendapat MP-ASI dan PMT-Pemulihan
serta persentase atau capaian dari pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan pada
sasaran.
3) MP-ASI dan PMT-Pemulihan (berupa susu dan biskuit), dengan cara melihat
ketersediaan atau stoc MP-ASI dan PMT-Pemulihan yang tersedia yang dapat
dilihat dari kartu stock barang. Evaluasi dilakukan pengecekan barang setiap
bulan dan melihat masa expired date (kadaluarsa).
4) Tenaga kesehatan yang memberikan MP-ASI dan PMT-Pemulihan, dengan cara
melihat keterlibatan tenaga kesehatan (bidan) dan juga kader dalam pelaksanaan
pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan. Selain itu, dilakukan evaluasi dengan
membandingkan antara tugas atau tupoksi tenaga pelaksana dengan apa yang
telah dilaksanakan petugas di Posyandu (apakah sesuai dengan
tugas/tupoksinya).
b. Proses :
1) Data jumlah sasaran yang seharusnya mendapat MP-ASI/PMT-Pemulihan
monitoring dilakukan dengan melihat data sasaran jumlah balita BGM, Baduta
Gakin dan bumil KEK yang akan mendapatkan MP-ASI/PMT-Pemulihan dan
laporan jumlah balita BGM, Baduta Gakin dan bumil KEK yang akan
mendapatkan MP-ASI/PMT-Pemulihan dari lapooran data sebelumnya. Evaluasi
dilakukan dengan melihat jumlah ibu hamil yang akan mendapat MP-ASI/PMT-
Pemulihan.
2) Data jumlah sasaran yang telah mendapat MP-ASI/PMT-Pemulihan, dengan cara
membuat laporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI/PMT-Pemulihan
berdasarkan absensi/nama ibu hamil penerima MP-ASI/PMT-Pemulihan.
Evaluasi dilakukan per bulan setelah pemberian MP-ASI/PMT-Pemulihan,
dengan melihat seberapa banyak jumlah ibu hamil yang telah mendapat MP-
ASI/PMT-Pemulihan dan persentase atau capaian dari pemberian MP-ASI/PMT-
Pemulihan pada ibu hamil.

36
c. Output :
1) Cakupan persentase balita BGM, baduta Gakin, dan ibu hamil KEK yang
mendapatkan MP-ASI/PMT-Pemulihan, dimonitoring dan dievaluasi per bulan
setelah melakukan pemberian MP-ASI/PMT-Pemulihan. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengann persentase sebelumnya adakah peningkatan atau
penururan. Dan hasil persentase ini akan dipaparkan dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan.
2) Laporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI/PMT-Pemulihan pada balita BGM,
Baduta Gakin dan Ibu hamil KEK, merupakan salah satu bentuk monitoring
pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI/PMT-Pemulihan yang dilengkapi
dengan form tanda terima MP-ASI/PMT-Pemulihan, form nama baduta, balita
dan bumil yang mendapatkan MP-ASI, PMT-Pemulihan, dan from evaluasi
pemantauan status gizi (BB & TB). Hasil laporan ini di laporkan setiap bulan dan
evaluasi dengan melihat jumlah sasaran yang mendapat MP-ASI/PMT-
Pemulihan dan peningkatan status gizi baduta, balita, dan bumil yang
mendapatkan MP-ASI/PMT-Pemulihan.

7. Pembinaan Gizi Institusi


a. Input :
1) Tenaga penyuluh (Ahli gizi /petugas kesehatan lainnya), dengan cara melihat
keterlibatan tenaga penyuluh dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga
bagaimana pemenuhan kompetensi petugas dibandingkan dengan standar
kompetensi yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan.
2) Materi edukasi, dengan cara menentukan materi atau topik yang akan
disampaikan berdasarkan permasalahan gizi yang ada di institusi (sekolah).
Selain itu evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan materi atau topik yang
disampaikan dengan permasalahan gizi yang ada di lingkungan institusi (sekolah)
dan seberapa besar pemahaman lingkungan institusi (sekolah) mengenai materi
pembinaan/edukasi yang telah disampaikan.
3) Media edukasi, dengan cara menentukan media yang akan digunakan dalam
pembinaan/edukasi dengan melihat ke efektifan dan efisiensi dalam penggunaan
media tersebut dalam menyampaikan pembinaan/edukasi. Evaluasi dilakukan
dengan melihat ke efektifan dan efisiensi penggunaan media terhadap daya
tangkap masyarakat mengenai materi pembinaan/edukasi.
4) Metode edukasi, cara menentukan metode yang akan dipakai saat
pembinaan/edukasi. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan

37
metode pembinaan/edukasi yang digunakan terhadap daya tangkap masyarakat
mengenai materi pembinaan/edukasi
5) Ruang/Tempat penyuluhan, dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya penyuluhan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta penyuluhan apakah ruangan tersebut nyaman digunakan
untuk penyuluhan.
b. Proses :
1) Data jumlah edukasi gizi yang direncanakan per bulan dan per tahun di Institusi
di luar Puskesmas, Monitoring dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal
pembinaan yang telah ditentukan meliputi waktu, tempat, tenaga/pembina dan
materi yang akan disampaikan. Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah
rencana pembinaan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai jadwal.
2) Data jumlah edukasi gizi yang dilaksanakan per bulan dan per tahun di Institusi
di luar Puskesmas, Monitoring dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan
pembinaan yang telah terlaksana, absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan
melihat frekuensi pembinaan yang telah terlaksana dalam kurun waktu per bulan,
triwulan, semester dan tahun.
c. Output :
1) Hasil Pre test dan Post test materi pembinaan/edukasi. Monitoring dilakukan
dengan menggunakan form pre test dan post test, laporan/rekapan hasil pre tet
dan post test. Evaluasi hasil pre test dan post test dilakukan setiap bulan
berdasarkan hasil rekapan atau analisa dari pre test dan post yang telah
dilakukan.
2) Laporan hasil kegiatan pembinaan/edukasi gizi. Laporan hasil kegiatan
merupakan bentuk monitoring yang dibuat setiap kali telah melaksanakan
pembinaan yang dibuat oleh tenaga penyuluh. Evaluasi kegiatan pembinaan
dilakukan setiap satu bulan sekali dengan melihat kendala/hambatan, keberhasil
yang didapatkan dalam kegiatan pembinaan. Kemudian membuat rencana tindak
lajt dalam meningkatkan kegiatan pembinaan gizi selanjutnya
3) Peningkatan wawasan setelah mendapatkan edukasimelalui diskuisi/tanya jawab
dan post test. Monitoring dilakukan dengan melihat hasil laporan kegiatan
pembinaan dan dan hasil pre test dan post test. Evaluasi peningkatan wawasan
dilakukan setiap kali mendapatkan hasil pre tset dan post test dengan melihat
adakah perubahan atau peningkatan wawasan setelah pembinaan.
d. Outcome :
Dapat merubah sikap dan perilaku masyarakat sekolah dan keluraga siswa-siswi
dalam pentingnya status gizi anak sekolah yang menunjang prestasi siswa-siswi di
sekolah sehingga dalam kehidupan seharai-hari terbiasa untuk mengkonsumsi

38
makanan yang bergizi seimbang dan menerapkan PHBS dalam keseharian. Hal dapat
dipantau dengan cara pemberian kuesioner/pre-test dan post test, wawancara (recall)
asupan makan sehari dan berdasarkan keterangan guru dan oranh disekitar mengenai
penerapan PHBS dalam keseharian.

8. PGBM (Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat)


a. Input :
1) Petugas kesehatan dan kader sebagai tenaga pelaksana program Pemulihan Gizi
Berbasis Masyarakat, dengan cara melihat keterlibatan tenaga penyuluh dari
perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan
hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga bagaimana pemenuhan
kompetensi petugas dibandingkan dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan oleh kementrian kesehatan.
2) Jumlah balita gizi buruk di wilayah kec. , jumlah balita gibur ini didapatkan dari
hasil pelacakan gizi buruk, laporan Posyandu, lapran bidan kelurahan yang
dimasukkan ke dalam data kohort balita gizi buruk yang dilaporkan ke
Puskesmas Kecamatan dan dievaluasi setelah mendapatkan laporan data gizi
buruk setiap minggu dan setiap bulan dengan melakukan kunjungan rumah da
pemeriksaan/rujukan ke Puskesmas kecamatan atau Rumah Sakit.
3) Ruang / tempat sebagai Pos kegiatan PGBM, dengan cara menentukan ruangan /
tempat terselenggaranya kegiatan PGBM. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan
cara melihat respon dari peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan
untuk melaksanakan kegiatan PGBM.
4) Alat ukur antropometri, dengan melihat ketersediaan alat ukur antropometri yang
tersedia di Posyandu masing-masing dan kondisi alat. Bisa menggunakan form
inventaris barang. Evaluasi dilakukan sebulan sekali untuk melihat apakah
jumlah alat antropometri tersebut berkurang atau bertambah dan bagaimana
kondisi alat tersebut dan dibuat hasil laporan inventaris atau stock barang.
5) Materi edukasi, dengan cara menentukan materi atau topik yang akan
disampaikan berdasarkan permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Selain itu
evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan materi atau topik yang disampaikan
dengan permasalahan gizi yang ada di masyarakat dan seberapa besar
pemahaman masyarakat mengenai materi penyuluhan yang telah disampaikan.
6) Media edukasi, dengan cara menentukan media yang akan digunakan dalam
edukasi dengan melihat ke efektifan dan efisiensi dalam penggunaan media
tersebut dalam menyampaikan pembinaan/edukasi. Evaluasi dilakukan dengan
melihat ke efektifan dan efisiensi penggunaan media terhadap daya tangkap
masyarakat mengenai materi edukasi.

39
7) Metode pelaksanaan kegiatan, cara menentukan metode yang akan dipakai saat
edukasi. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan metode edukasi
yang digunakan terhadap daya tangkap masyarakat mengenai materi
pembinaan/edukasi
b. Proses :
1) Data jumlah anak gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas yang
mendapatkan penanganan di PGBM per bulan dan per tahun per bulan dan per
tahun. Monitoring dilakukan dengan melihat data jumlah bayi dan balita gizi
buruk tanpa komplikasi berdasarkan data pelacakan gizi buruk, hasil
pemeriksaan kesehatan/laboraorium, pemgukuran BB dan TB dan laporan
kohort balita gizi buruk. Evaluasi dilakukan dengan melakukan kunjungan
rumah, pemberian PMT atau Formula (F-100), dan pemeriksaan kesehatahan
berkala setiap minggu bahkan bulan sekali.
c. Output :
1) Cakupan persentase jumlah anak gizi buruk yang mendapatkan penanganan di
PGBM, dimonitoring dan dievaluasi per bulan setelah dilakukan intervensi
penanganan balita gizi buruk berupa pemberian PMT/Formula (F-100),
edukasi, pemeriksaan kesehatan/laboratorium. Kemudian hasilnya dievaluasi
adakah peningkatan atau penururan kondisi kesehatan (status gizi) lalu
dipersentasekan dan dibandingkan antara jumlah seluruh balita gizi buruk yang
ada di wilayah kecamatan dengan balita gizi buruk yang telah mendapatkan
penanganan di PGBM. Kemudian hasil persentase ini akan dipaparkan dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan.
2) Laporan hasil kegiatan PGBM, merupakan salah satu bentuk monitoring
pelaksanaan kegiatan kegiatan PGBM (terutama gizi buruk) yang dilengkapi
dengan data hasil pelacakan gizi buruk, data laporan Posyandu, laporan kohort
gizi buruk, data hasil pemeriksaan kesehatan/laboratorium, pengukuran
antropometri, from pemantauan status gizi (BB & TB), buku pencatatan dan
pelaporan penerimaan formula (F-100). Hasil laporan ini di laporkan setiap
bulan dan evaluasi dengan melihat jumlah balita gibur yang mendapatkan
penanganan dibadingkan dengan jumlah balita gibur di wilayah , dan
peningkatan status gizi balita gibur yang mendapatkan penangana.
d. Outcome :
Adanya perubaan sikap dan perilaku dalam pola asuh yang diterapkan keluarga atau
pengasuh (orang tua) dalam melakukan penanganan dan perawatan balitanya
terutama yang mengalami BGM dan gizi buruk sehingga dapat meningkatkan kondisi
kesehatan dan status gizi balita. Hal ini dapat dipantau dengan melakukan wawancara

40
atau keterangan dari pengasuh, keluarga, masyarakat setempat dan kader serta
observasi langsung terhadap pola asuh yang diterapkan kepada balita.

9. Surveilans Gizi
a. Input :
1) Anggaran untuk kegiatan surveilans gizi, dengan mengajukan anggaran yang
akan digunakan untuk kegiatan surveilans. Evaluasi dilakukan diakhir kegiatan
surveilans dengan melihat ketepatan penggunaan anggaran untuk
keberlangsungan kegiatan surveilans gizi.
2) Tenaga surveilans gizi, dengan cara melihat keterlibatan tenaga surbeilans gizi
dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan
hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga bagaimana pemenuhan
kompetensi petugas dibandingkan dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan oleh kementrian kesehatan.
3) Data Masalah kesehatan / gizi yang ada di masyarakat, dengan melihat data dasar
permasalahan gizi yang ada di masyarakat kemudian dikaji dan di evaluasi
masalah apa yang akan dijadikan topic utama dengan membandingkan semua
permasalahn yang ada berdasarkan tingkat keparahannya.
4) Medote pengumpulan data, dengan cara menentukan metode pengumpulan data
yang akan dipakai saat melakukan surveilans gizi. Selain itu, evaluasi dilakukan
dengan melihat ketepatan metode pengumpulan data yang digunakan terhadap
kefektifan dan efisien dalam pengambilan data sampai ke pengolahan data.
5) Instrumen (alat) pengumpulan data, dengan cara menentukan instrument (alat)
pengumpulan data yang akan digunakan saat melakukan surveilans gizi. Selain
itu, evaluasi dilakukan dengan melihat kefektifan dan efisien penggunaan
instrument (alat) dalam pengambilan data sehingga mendapatkan data valid yang
dibutuhkan.
6) Lokasi / wilayah yang bermasalah, dengan cara melihat lokasi atau wilayah yang
memiliki tingkat permasalahan gizi cukup banyak berdasarkan hasil laporan dari
masing-masing wilayah. Evaluasi dilakukan setiap bulan sekali dengan melihat
peningkatan atau penurunan permasalahn gizi diwilayah tersebut.
b. Proses
1) Jenis kegiatan surveilans yang perlu dilakukan Puskesmas. Monitoring
dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal/rencana kegiatan surveilans akan
dilakukan berdasakan data dasar dari laporan permasalahan gizi disutu wilayah.
Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah rencana penyuluhan yang telah di
buat dapat terlaksana sesuai jadwal.

41
2) Jenis kegiatan surveilans yang telah dilakukan Puskesmas. Monitoring dilakukan
dengan melihat laporan hasil kegiatan penyuluhan yang telah terlaksana, absensi
peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi penyuluhan yang telah
terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan, semester dan tahun
c. Output :
1) Laporan hasil surveilans gizi, merupakan salah satu bentuk monitoring dalam
kegiatan surveilans gizi. Laporan ini kemudian dipaparkan dan di evaluasi
bersama oleh lintas program dan lintas sector dalam membuat rencana tindak
lanjut.

10. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program


a. Input :
1) Anggaran dana untuk kegiatan pengembangan lintas sektor, dengan cara mengajukan
anggaran untuk pelaksanaan suatu program/kegiatan yang merupakan kerjasama
antar lintas sector maupun lintas program. Evaluasi dilakukan setiap bulan dengan
melihat ketepatan penggunaan anggaran untuk keberlangsungan program/kegiatan
kerjasama tersebut.
2) Adanya mitra/tim yang terlibat dalam kerjasama lintas sektor, dengan melihat
keterlibatan mitra/tim tersebut mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan
pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu
dievaluasi juga bagaimana pemenuhan kompetensi petugas/tim dibandingkan dengan
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Proses :
1) Jumlah rencana rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring dilakukan
dengan melihat dokumentasi jadwal/rencana rapat LP/LS akan dilakukan. Evaluasi
dilakukan dengan melihat apakah rencana rapat LP/LS yang telah di buat dapat
terlaksana sesuai jadwal.
2) Jumlah realisasi rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring dilakukan
dengan melihat laporan hasil kegiatan rapat LP/LS yang telah terlaksana, absensi
peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi rapat LP/LS yang telah
terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan, semester dan tahun.
3) Frekuensi dan kualitas rapat LP/LS per bulan dan per tahun. Monitoring dilakukan
dengan melihat laporan hasil kegiatan rapat LP/LS yang telah terlaksana, absensi
peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi rapat LP/LS yang telah
terlaksana dalam kurun waktu per bulan, triwulan, semester dan tahun

42
c. Output :
Laporan hasil kegiatan atau rapat LP/LS. Laporan ini merupakan salah satu bentuk
monitoring dari kegiatan rapat LP/LS. Dalam membuat laporan ini harus disesuaikan
dengan notulen hasil rapat yang telah terlaksana dan disertai dengan bukti kegiatan
misalnya, absensi peserta rapat. Laporan hasil kegiatan rapat kemudian dipaparkan
dan dievaluasi per bulan dan per tahun apakah program atau kegiatan lintas
program/lintas sektor yang telah diraparkan dapat terlaksana dengan baik

11. Pelaksanaan Gizi Buruk Rawat Jalan


a. Input :
1) Tenaga kesehatan (tim), dengan melihat keterlibatan tenaga kesehatan/tim
tersebut mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan,
pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev. Selain itu dievaluasi juga
bagaimana pemenuhan kompetensi tenaga kesehatan/tim dibandingkan dengan
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
2) Alat antropometri, dengan melihat ketersediaan alat ukur antropometri yang
tersedia di Posyandu masing-masing dan kondisi alat. Bisa menggunakan form
inventaris barang. Evaluasi dilakukan sebulan sekali untuk melihat apakah jumlah
alat antropometri tersebut berkurang atau bertambah dan bagaimana kondisi alata
tersebut dan dibuat hasil laporan inventaris atau stock barang.
3) Obat-obatan, dengan melihat ketersediaan obat-obatan yang tersedia untuk
penanganan balita gizi buruk yang menderita penyakit tertentu. Hal ini bisa
dibantu dengan menggunakan form inventaris barang. Evaluasi dilakukan
pengecekan barang setiap bulan dan melihat masa expired date (kadaluarsa).
4) Makanan formula, dengan melihat ketersediaan bahan makanan untuk pembuatan
formula (F-100) dan kondisi bahan makanan. Bisa menggunakan form inventaris
barang/kartu stock. Evaluasi dilakukan pengecekan barang setiap bulan dan
melihat masa expired date (kadaluarsa).
5) Mineral mix, dengan cara melihat ketersediaan atau stoc mineral mix yang
tersedia yang dapat dilihat dari kartu stock barang. Evaluasi dilakukan
pengecekan barang setiap bulan dan melihat masa expired date (kadaluarsa).
6) Meteri dan media konseling, dengan cara menentukan materi atau topik
konseling/edukasi yang akan disampaikan. Selain itu evaluasi dilakukan dengan

43
melihat ketepatan materi atau topik yang disampaikan dengan permasalahan gizi
yang dialami dan seberapa besar pemahaman keuarga/oaring tua mengenai materi
penyuluhan yang telah disampaikan.
b. Proses :
1) Data jumlah anak gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas yang
mendapatkan penanganan rawat jalan. Monitoring dilakukan dengan melihat data
jumlah balita gizi buruk berdasarkan data pelacakan gizi buruk, hasil laporan
kohort gizi buruk yang ditunjang dengan data pemeriksaan kesehatan/laboraorium,
pemgukuran BB dan TB dan laporan kohort balita gizi buruk. Evaluasi dilakukan
dengan melakukan kunjungan rumah, pemberian PMT atau Formula (F-100), dan
pemeriksaan kesehatahan berkala setiap minggu bahkan bulan sekali

c. Output :
1) Laporan hasil pelaksanaan kegiatan penanganan gizi buruk rawat jalan. Laporan
ini merupakan saah satu bentuk monitoring dalam melaksanakan penanganan gizi
buruk rawat jalan. Laporan ini disertai dengan hasil pelacakan gizi buruk, data
laporan Posyandu, laporan kohort gizi buruk, form/buku catatan pemantauan
status gizi (BB dan TB), konsumsi makanan pasien (asupan makan), laporan
pemberian F-100 dan daya terimanya, hasil pemeriksaan kesehatan/laboratorium.
Laporan pemantauan status gizi dilaporkan setiap minggu ke petugas gizi
kecamatan sedangkan untuk laporan keseluruhan hasil kegiatan dilaporkan setiap
bulan yang akan dievaluasi.
2) Evaluasi dilakukan setiap bulan selama 6 bulan untuk anak yang mengikuti
program pelayan gizi buruk dan evaluasi program 1 tahun sekali mencakup
jumlah anak yang mengikuti program, lulus, drop out, dan meninggal.
d. Outcome :
Adanya perubaan sikap dan perilaku dalam pola asuh yang diterapkan keluarga atau
pengasuh (orang tua) dalam melakukan penanganan dan perawatan balitanya terutama
yang mengalami gizi buruk sehingga dapat meningkatkan kondisi kesehatan dan status
gizi balita. Hal ini dapat dipantau dengan melakukan wawancara atau keterangan dari
pengasuh, keluarga, masyarakat setempat dan kader serta observasi langsung terhadap
pola asuh yang diterapkan kepada balita.

12. Kegiatan SBH


a. Peningkatan UKBM melalui kegiatan SBH
2) Input :

44
a) Tenaga pelaksana : dengan melihat keterlibatan petugas kesehatan dan
pembina SBH mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev.
b) Meteri dan media penyampaian kegiatan, dengan cara menentukan materi
atau topik yang akan disampaikan berdasarkan permasalahan gizi yang ada di
masyarakat. Selain itu evaluasi dilakukan dengan melihat ketepatan materi
atau topik yang disampaikan dengan permasalahan gizi yang ada di
masyarakat dan seberapa besar pemahaman masyarakat mengenai materi
penyuluhan yang telah disampaikan.
c) Ruang/Tempat kegiatan dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya kegiatan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan untuk
kegiatan.

3) Proses :
a) Frekuensi kegiatan yang direncanakan di Puskesmas per bulan, triwulan,
semester, tahun. Monitoring dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal
kegiatan yang telah ditentukan meliputi waktu, tempat, narasumber dan
materi yang akan disampaikan. Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah
rencana kegiatan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai jadwal.
b) Frekuensi kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas per bulan, triwulan,
semester, tahun. Monitoring dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan
yang telah terlaksana, absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat
frekuensi kegiatan yang telah terlaksana dalam kurun waktu per bulan,
triwulan, semester dan tahun.
4) Output :
a) Hasil Pre test dan Post test materi kegiatan. Monitoring dilakukan dengan
menggunakan form pre test dan post test, laporan/rekapan hasil pre tet dan
post test. Evaluasi hasil pre test dan post test dilakukan setiap bulan
berdasarkan hasil rekapan atau analisa dari pre test dan post yang telah
dilakukan.
b) Laporan hasil kegiatan. Laporan hasil kegiatan merupakan bentuk monitoring
yang dibuat setiap kali telah melaksanakan kegiatan yang dibuat oleh
pelaksana. Evaluasi kegiatan dilakukan setiap satu bulan sekali dengan
melihat kendala/hambatan, keberhasil yang didapatkan dalam kegiatan.
Kemudian membuat rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kegiatan SBH
selanjutnya.

45
5) Outcome : dapat merubah sikap dan perilaku anggota SBH yang berpedoman
pada materi 6 krida yang telah disampaikan yang dapat dipantau dengan cara
pemberian kuesioner/pre-test dan post test.

b. Dukungan SBH pada kegiatan operasi ketupat bidang kesehatan


1) Input :
a) Tenaga pelaksana : dengan melihat keterlibatan petugas kesehatan dan
pembina SBH mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev dalam operasi ketupat
b) Alat kesehatan, dengan melihat ketersediaan alat kesehatan yang tersedia di
masing-masing dan kondisi alat. Bisa menggunakan form inventaris barang.
Evaluasi dilakukan sebulan sekali untuk melihat apakah jumlah alat kesehatan
tersebut berkurang atau bertambah dan bagaimana kondisi alat tersebut dan
dibuat hasil laporan inventaris atau stock barang.
c) Tempat kegiatan, dengan cara menentukan ruangan / tempat terselenggaranya
kegiatan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat respon dari
peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan untuk kegiatan.
2) Proses
a) Frekuensi kegiatan yang direncanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal kegiatan yang telah
ditentukan meliputi waktu, tempat, tenaga pelaksana dan rincian kegiatan.
Evaluasi dilakukan dengan melihat apakah rencana kegiatan yang telah di
buat dapat terlaksana sesuai jadwal.
b) Frekuensi kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan yang telah terlaksana,
absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi kegiatan yang
telah terlaksana dalam kurun waktu per tahun.
3) Output :
a) Laporan hasil kegiatan berupa dokumentasi dan notulen. Laporan hasil
kegiatan merupakan bentuk monitoring yang dibuat setiap kali telah
melaksanakan kegiatan yang dibuat oleh pelaksana. Evaluasi kegiatan
dilakukan setiap sekali telah melakukan kegiatan dengan melihat
kendala/hambatan, keberhasil yang didapatkan dalam kegiatan. Kemudian
membuat rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kegiatan operasi
ketupat selanjutnya
4) Outcome : dapat merubah sikap dan perilaku kepada anggota SBH agar cepat
tanggap dan terampil dalam melakukan pertolongan atau pemeriksaan kesehatan
pasien.

46
c. Pelantikan Anggota SBH yang diadakan setiap tahun
1) Input :
a) Tenaga pelaksana : dengan melihat keterlibatan pembina SBH (tenaga
pelaksana) mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan,
pelaksanaan kegiatan hingga kegiatan monev.
b) Meteri dan media penyampaian kegiatan, dengan cara menentukan materi
atau topik yang akan disampaikan selama pelantikan. Selain itu evaluasi
dilakukan dengan melihat ketepatan materi atau topik yang disampaikan
dalam kegiatan pelantikan dan seberapa besar pemahaman anggota SBH
mengenai materi pelantikan yang telah disampaikan.
c) Ruang/Tempat kegiatan dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya kegiatan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan untuk
kegiatan.
2) Proses :
a) Frekuensi kegiatan yang direncanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal kegiatan yang telah
ditentukan meliputi waktu, tempat, narasumber, materi yang akan
disampaikan dan rincian kegiatan pelantikan. Evaluasi dilakukan dengan
melihat apakah rencana kegiatan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai
jadwal.
b) Frekuensi kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan yang telah terlaksana,
absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi kegiatan yang
telah terlaksana dalam kurun waktu per tahun.
3) Output :
a) Laporan hasil kegiatan. Laporan hasil kegiatan merupakan bentuk monitoring
yang dibuat setiap kali telah melaksanakan kegiatan yang dibuat oleh
pelaksana. Evaluasi kegiatan dilakukan setiap satu bulan sekali dengan
melihat kendala/hambatan, keberhasil yang didapatkan dalam kegiatan.
Kemudian membuat rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kegiatan
pelantikan SBH selanjutnya.
4) Outcome : dapat merubah sikap dan perilaku anggota SBH yang berpedoman
pada materi 6 krida yang telah disampaikan dalam pelantikan yang dapat
dipantau dengan cara pemberian kuesioner/pre-test dan post test.

d. Kegiatan Pertinas SBH (nasional)

47
1) Input :
a) Tenaga pelaksana : dengan melihat keterlibatan anggota SBH (tenaga
pelaksana) mulai dari perencanaan kegiatan, persiapan pelaksanaan kegiatan,
pelaksanaan kegiatan hingga akhir kegiatan pertinas.
b) Ruang/Tempat kegiatan dengan cara menentukan ruangan / tempat
terselenggaranya kegiatan. Selain itu, evaluasi dilakukan dengan cara melihat
respon dari peserta apakah ruangan tersebut nyaman digunakan untuk
kegiatan.
2) Proses :
a) Frekuensi kegiatan yang direncanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat dokumentasi jadwal kegiatan yang telah
ditentukan meliputi waktu, tempat, narasumber, materi yang akan
disampaikan dan rincian kegiatan pelantikan. Evaluasi dilakukan dengan
melihat apakah rencana kegiatan yang telah di buat dapat terlaksana sesuai
jadwal.
b) Frekuensi kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas per tahun. Monitoring
dilakukan dengan melihat laporan hasil kegiatan yang telah terlaksana,
absensi peserta. Evaluasi dilakukan dengan melihat frekuensi kegiatan yang
telah terlaksana dalam kurun waktu per tahun.
3) Output :
a) Laporan hasil kegiatan. Laporan hasil kegiatan merupakan bentuk
monitoring yang dibuat setiap kali telah melaksanakan kegiatan yang dibuat
oleh pelaksana. Evaluasi kegiatan dilakukan setiap satu bulan sekali dengan
melihat kendala/hambatan, keberhasil yang didapatkan dalam kegiatan.
Kemudian membuat rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kegiatan
pelantikan SBH selanjutnya.

48
BAB IV
DOKUMENTASI

A. PANDUAN PELAYANAN
1. Pedoman Pelayanan Gizi Puskesmas, 2014
2. Asuhan Gizi Di Puskesmas Pedoman Pelayanan Gizi Bagi Petugas Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI dan WHO Indonesia, 2015.
3. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, Kementerian Kesehatan RI, 2014.
4. Pedoman Tata Laksana Gizi Buruk, Depkes RI 2007
5. Panduan Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Dalam Pembinaan Kader Posyandu,
Kementerian Kesehatan Ri Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kia, 2012.
6. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Kementerian Kesehatan RI Ditjen Bina Gizi
dan Kia Direktorat Bina Gizi, 2014
7. Panduan manajemen suplementasi Vitamin A. Depkes 2009
8. Pedoman Surveilans Gizi Kementerian Kesehatan RI, 2014
9. Petunjuk Penyelenggaraan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada, 2011
10. Bahan Untuk Memperoleh Tanda Kecakapan Khusus Kecakapan Khusus Saka Bakti
Husada, Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015

B. STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


Stadart pelayanan prosedur yang di gunakan pada program gizi masyarakat dan
pencegahan penurunan stunting di bagi menjadi 3 bagian utama yaitu :
1. SOP Program
2. SOP Klinik
3. SOP Kementerian

49
C. FORMULIR YANG DI GUNAKAN
1. Ibu hamil
2. Rekapitulasi data identitas ibu hamil
3. Formulir rekapitulasi data pengukuran ibu hamil
4. Formulir rekapitulasi capaian kinerja pelayanan kesehatan ibu hamil
5. Balita
6. Intrumen pelaporan kasus balita gizi buruk rawat jalan puskesmas
7. Intrumen pelaporan kasus balita gizi buruk rawat inap di puskesmas
8. Rekapitulasi data identitas bayi
9. Rekapitulasi data pengukuran balita
10. Rekapitulasi capaian kinerja pelayanan kesehatan balita
11. Rekapitulasi capaian kinerja pelayanan kesehatan balita kasus gizi buruk
12. Rekapitulasi capaian kinerja pelayanan kesehatan balita
13. Pemantauan program TTD remaja putri tingkat kelas
14. Pemantauan program TTD remaja putri tingkat Sekolah
15. Pemantauan program TTD remaja putri tingkat desa
16. Pemantauan program TTD remaja putri tingkat Puskesmas
17. Survei garam beryodium
18. Rekapitulasi survei garam beryodium

50
BAB V
PENUTUP

Buku Panduan ini disusun secara praktis dengan harapan dapat langsung digunakan oleh
tenaga gizi terutama di Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan pelayanan pada sasaran program
gizi
Buku Panduan ini tentu jauh dari sempurna sehingga diharapkan masukan dan saran untuk
penyemprnaannya. Sehingga nantinya materi Panduan ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan di
lapangan
Tim penyusun berharap Panduan ini dapat bermanfaat dalam memudahkan semua pihak
untuk menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

51

Anda mungkin juga menyukai