PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah gizi menjadi prioritas global sejak disepakatinya sasaran dan target
pembangunan milenium (Millenium Development Goals atau disingkat MDGs)
sampai tahun 2015. Kesepakatan tersebut telah berlanjut dan dimasukkan dalam
target Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Develpoment Goals atau disingkat
SDGs) sampai dengan tahun 2030.
Stunting (pendek) adalah satu dari tiga indikator pertumbuhan anak yang
paling sering digunakan. Indikator ini didasarkan pada tinggi badan menurut umur
dan jenis kelamin. Dua indikator lainnya adalah berat badan terhadap umur dan
berat badan terhadap tinggi badan. Stunting didefinisikan sebagai proporsi anak
umur bawah lima tahun (balita) yang memiliki tinggi badan terhadap umur di
bawah -2SD dari median standar tinggi badan terhadap umur pada populasi tertentu
menurut Standar Pertumbuhan Anak WHO (WHO Child Growth Standars).
Stunting merupakan manifestasi utama kekurangan gizi pada anak usia dini,
termasuk kekurangan gizi selama perkembangan janin yang dialami oleh ibu yang
kekurangan gizi. Stunting merupakan gambaran kekurangan gizi kronik. Sekali
stunting terjadi, maka ada kemungkinan untuk terjadi pula pada generasi
berikutnya.
1
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan
penurunan stunting salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi
Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan
pendampingan keluarga beresiko stunting, pendampingan semua calon
pengantin/calon pasangan usia subur (PUS) dan surveilans keluarga beresiko
stunting. Disinilah peran Tim Pendamping Keluarga sangat dibutuhkan.
Berdasarkan hasil Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) yang dirilis
oleh Kementerian Republik Indonesia, pada tahun 2021 prevalensi stunting di
Kabupaten Rejang Lebong sebesar 26% (tertinggi di Provinsi Bengkulu). Namun,
berdasarkan survey Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat
(E-PPGBM) yang merupakan pencatatan dan pelaporan berbasis masyarakat
dengan teknologi elektronik prevalensi stunting di kabupaten rejang lebong sebesar
2,5 %.
2
yaitu inovasi Pendamping Calon Pengantin Peduli Stunting (Dampingin), dengan
harapan program inovasi ini dapat menurunkan angka stunting di Kabupaten
Rejang Lebong.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2019);
3
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. SASARAN
1. Sasaran Langsung
a. Calon Pengantin
b. Keluarga
a. Tenaga Kesehatan
b. Petugas KUA
c. Kader PPK
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TELAAH PUSTAKA
1. Calon Pengantin
2. Pendamping
3. Stunting
Stunting merupakan kondisi malnutrisi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama, umumnya karena pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam
kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
5
3.1 Gejala Stunting :
b. Proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda atua
kecil untuk usianya
a. Faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita
6
e. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
7
merupakan kegiatan dalam inovasi Dampingin ini.
Di Kabupaten Rejang Lebong terdapat 15 kecamatan yang sudah
melaksanakan pelayanan Pendamping Calon Pengantin Peduli Stunting
(Dampingin) yang sudah bekerja sama antara Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Kelurga Berencana, Dinas
Kesehatan dan Kementerian Agama Kabupaten Rejang Lebong di Kecamatan
masing-masing. Dalam Dampingin ini Kementerian Agama dalam hal ini sebagai
pelaksana adalah KUA (Kantor Urusan Agama) berperan memberikan konseling
bimbingan penasehatan pembinaan dan pelestarian perkawinan melalui (BP4)
dan melakukan kegiatan kursus calon pengantin (SUSCATIN) dan
merekomendasikan semua catin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan
menjadikan hasil pemeriksaan sebagai kelengkapan berkas pernikahan.
Untuk tim Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk dan Kelurga Berencana dalam hal ini dilakukan oleh
Petugas Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB) dengan melakukan konseling persiapan berkeluarga, kesiapan punya
anak, kesehatan reproduksi, serta persiapan berkeluarga berencana (KB).
Untuk dinas kesehatan berperan melaksanakan pelayanan kesehatan pada
calon pengantin (CATIN) meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
pemberian imunisasi, suplemen gizi, konsultasi kesehatan dan pelayanan
kesehatan lainnya.
Pada tahun 2021 jumlah calon pengantin yang sudah mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi sebanyak 819 orang, calon pengantin anemia
sebanyak 10 orang dan calon pengantin kurang gizi sebanyak 10 orang. Kepada
calon pengantin yang mengalami anemia dan kurang gizi, intervensi yang
dilakukan yaitu pemberian tablet tambah darah dan konseling gizi, diharapkan
setelah menikah tunda kehamilan sampai status gizi membaik dan tetap
dilakukan pemantauan. Data sampai bulan juni 2022 ada 356 calon pengantin
yang mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, calon pengantin anemia
sebanyak 3 orang, calon pengantin kurang gizi sebanyak 7 orang dan calon
pengantin usia <19 tahun ada 28 orang.
8
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. OPD KB
c. Ultrasonografi (USG)
d. Berat badan
e. Lingkar LILA.
3. Kementerian Agama
9
stunting tingkat kabupaten/kota sebagai acuan untuk mengadvokasi pemerintah
desa/kelurahan dan melakukan komunikasi, informasi dan edukasi bagi calon
pengantin. Dalam pelaksanaannya Kantor Urusan Agama (KUA) diberikan
tugas untuk memberikan informasi dan edukasi dalam persiapan pernikahan
meliputi : memberikan pendampingan untuk membentuk keluarga sakinah
mawaddah warahmah dalam hal agama.
10
BAB III
PENUTUP
ZULFAN EFENDI, SE
NIP. 19670416 199301 1 001
11