i
Buku Panduan Tutorial PAI UNY
Pelindung
Penasehat
Penanggung Jawab
Penyusun
Desain Cover
Distribusi
Diterbitkan oleh
ii
Kata Pengantar
Penyusun
iii
Sambutan
Program Tutorial Pendidikan Agama Islam adalah salah satu program yang
dimaksudkan memperkuat mata kuliah Pendidikan Agama Islam dalam rangka
membangun generasi yang unggul, kreatif, dan inovatif dengan berlandaskan pada
ketakwaan, kemandirian, dan kecendekian yang merupakan visi Universitas
Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu, program tersebut perlu secara
berkesinambungan meneguhkan visi dan misinya, program kerja, capaian,
evaluasi dari tahun ke tahun sehingga peran dan syiar kegiatan ini semakin
mewarnai perjalanan sukses dari kampus tercinta untuk menumbuhkembangkan
karakter Hayyin, Layyin, Qarib, dan Sahl yang in sya allah tidak akan tersentuhkan
oleh api neraka.
Melalui buku yang telah disusun ini, kami berharap program tutorial dapat
membuka hati kita untuk tetap mengedepankan habluminallah, habluminannas,
dan habluminalam sebagai kholifah bumi. Akhirnya kami sampaikan terima kasih
dan mohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan buku ini.
Fastabiqul khairat, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
iv
Sambutan
Buku Panduan Tutorial Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh tim
penyusun ini berusaha memenuhi kebutuhan dasar mahasiswa akan ilmu tentang
wawasan keislaman, ibadah sehari-hari, dan ilmu tajwid; membaca Al-Qur’an
serta disusun menyesuaikan kurikulum mata kuliah PAI yang sudah dirumuskan
oleh Ibu/Bapak dosen.
v
Sambutan
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat, hidayah
serta karunia-Nya hingga saat ini kita masih dapat menjalankan aktivitas
kehidupan sebagai seorang muslim ditengah situasi dan kondisi peralihan antara
pandemi menuju ke endemi. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat keyakinan dan kemampuan beliau
dalam memperjuangkan risalah ini, sehingga kita sekarang dapat mempelajari dan
mengimplementasikan ajaran islam dalam keberlangsungan kehidupan kita
sehari-hari.
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh elemen yang telah membantu
mensukseskan seluruh kegiatan Tutorial PAI UNY, mulai dari birokrasi, dosen,
pembina serta seluruh rekan-rekan yang terlibat baik pengurus maupun Tutor.
Semoga Allah SWT mencatat sebagai amal kebaikan atas apa yang telah kita
lakukan dan semoga senantiasa memberikan berkah untuk setiap urusan kita.
vi
Universitas Negeri Yogyakarta merupakan kampus keguruan yang
berperan dalam mencetak generasi pendidik yang berkarakter guna membawa
perubahan menuju lebih baik di masyarakat. Selaras dengan peran ini, Tutorial PAI
menjadi salah satu sarana pembinaan mahasiswa untuk menjadi generasi yang
berkarakter sehingga mampu menjadi agen perubahan di masyarakat kelak.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Setiap insan yang ada di Bumi ini
pastinya memiliki kesalahan dan keterbatasan. Oleh karena itu saya mewakili Tim
Tutorial PAI menghaturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga
Allah SWT senantiasa menjaga dan merawat kita semua. Aamiin.
vii
Daftar Isi
viii
2. Urgensi Akhlak ................................................................................................. 33
3. Fungsi Akhlak .................................................................................................... 34
4. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Cendekia ..................................................... 35
5. Pola Interaksi Antar Manusia ............................................................................ 37
BAB VI SEJARAH PERADABAN ISLAM DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA ..... 41
A. Peradaban Islam di Masa Lalu........................................................................... 41
B. Sejarah Baitul Maqdis dan Palestina ................................................................. 45
C. Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia........................................................ 46
D. Hikmah Sejarah Peradaban Islam ..................................................................... 48
BAB VII DEFINISI ILMU TAJWID ..................................................................................... 51
A. Pengertian Ilmu Tajwid ..................................................................................... 51
B. Tujuan Mempelajari Ilmu Tahsin dan Tajwid .................................................... 51
BAB VIII MAKHARIJUL HURUF ...................................................................................... 53
A. Rongga Mulut ................................................................................................... 53
B. Tenggorokan ..................................................................................................... 53
C. Lidah ................................................................................................................. 54
D. Dua Bibir ........................................................................................................... 55
E. Hidung .............................................................................................................. 56
BAB IX QALQALAH, SUKUN, DAN TASYDID ................................................................... 58
A. QALQALAH ........................................................................................................ 58
B. SUKUN .............................................................................................................. 59
C. TASYID .............................................................................................................. 59
BAB X HUKUM MAD ..................................................................................................... 61
A. Pengertian MAD ............................................................................................... 61
BAB XI HUKUM NUN SUKUN DAN TANWIN .................................................................. 64
A. Tanwin .............................................................................................................. 64
B. Hukum Nun Sukun ............................................................................................ 64
BAB XII HUKUM MIM SUKUN ....................................................................................... 69
BAB XIII BACAAN GHARIB DAN TANDA WAQOF ........................................................... 71
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 74
ix
BAB I
URGENSI TUTORIAL
1
BAB I
URGENSI TUTORIAL
B. Visi Misi
Tutorial PAI UNY memiliki visi yaitu “Terwujudnya masyarakat kampus
yang madani melalui pengelolaan Tutorial PAI Universitas Negeri
Yogyakarta yang profesional berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah”.
Misi Tutorial PAI UNY yaitu:
1. Meningkatkan profesionalitas dalam pengelolaan tutorial PAI UNY
yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Membangun bargaining position lembaga terhadap masyarakat
kampus dan birokrasi.
2
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya tutor tutorial
PAI UNY melalui berbagai training dan suplemen.
4. Membentuk lingkungan kegiatan tutorial PAI UNY yang kondusif
bagi peserta tutorial PAI UNY.
5. Membentuk pribadi muslim yang memiliki kecerdasan spiritual,
emosional, dan intelektual.
6. Meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an mahasiswa
muslim UNY.
7. Meningkatkan kualitas ibadah harian mahasiswa muslim UNY.
8. Membangun sinergi dan hubungan baik dengan organisasi atau
lembaga keIslaman intrakampus untuk mewujudkan mahasiswa
yang berprestasi dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam.
9. Meningkatkan syiar-syiar Islam di lingkungan kampus UNY.
10. Membangun sinergitas dan hubungan yang baik antarpengurus
tutorial PAI UNY, pengurus dengan mahasiswa peserta tutorial,
dosen PAI, dan birokrasi UNY.
C. Dasar Hukum
1. Visi UNY sampai tahun 2025 sebagai Universitas Kependidikan
Kelas Dunia yang berketaqwaan, kemandirian dan
berkecendekiawanan.
2. UU No 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas (pasal 39 ayat 2) tentang isi
kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum diadakannya Tutorial PAI UNY adalah sebagai berikut:
a. Agar mahasiswa memperoleh pembinaan keagamaan, pemahaman
keIslaman, dan kualitas ibadah yang akan berguna bagi
pengembangan keIslaman secara kaffah dalam kehidupan di kampus
dan atau di luar kampus.
b. Sebagai sarana untuk menyalurkan ilmu keagamaan yang dimiliki
secara dialogis sesama mahasiswa.
c. Sebagai sarana untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan
menciptakan harmonisasi kampus.
3
d. Sebagai sarana menjalin hubungan komunikasi pembinaan
keagamaan antaruniversitas guna tercapainya syumuliyatul Islam di
ranah Manajemen Pengelolaan (MP).
e. Sebagai sarana komunikasi diskusi agama Islam yang terjalin antara
mahasiswa muslim dengan dosen PAI UNY.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus diadakannya Tutorial PAI UNY adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sarana untuk mengkaji dan mendalami ajaran Islam yang
merupakan perluasan materi perkuliahan Pendidikan Agama Islam.
b. Sebagai sarana untuk mengembangkan pola pikir Islam dan
mengaplikasikan ajaran Islam menuju pemahaman Islam yang kaffah.
c. Sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan
praktik ibadah sehari-hari mahasiswa secara benar sesuai Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
d. Sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam praktik membaca Al-Qur’an.
e. Sebagai sarana untuk memupuk dan menumbuhkan semangat
mahasiswa melaksanakan ibadah, membaca, dan mengamalkan Al-
Qur’an baik di kampus maupun di luar kampus.
F. Output
1. Mahasiswa Muslim UNY yang mampu membaca Al-Qur’an dengan
lancar, tartil, serta memahami ilmu tajwid
4
2. Mahasiswa Muslim UNY yang mampu menerapkan praktik ibadah
sehari-hari dengan baik dan benar sesuai tuntunan serta mempunyai
kesadaran untuk mengamalkannya sebagai suatu kewajiban
3. Terbentuknya mahasiswa Muslim UNY yang berkarakter Islami, baik
dalam berpikir dan berperilaku, dan mampu mengaktualisasi nilai-
nilai Islam yang rahmatan lil alamin, baik di lingkungan kampus UNY
maupun di lingkungan masyarakat.
G. Pelaksana
1. Koordinator PAI beserta Tim Dosen PAI sebagai Pembina dan
Pengelola Tim Tutorial PAI.
2. Tim Tutorial PAI yang beranggotakan mahasiswa lama yang
mempunyai kompetensi dalam bidang keIslaman, dan telah lulus
seleksi sebagai seleksi sebagai pelaksana ketiga.
H. Peserta
1. Seluruh Mahasiswa Baru Universitas Negeri Yogyakarta yang beragama
Islam dan mengambil mata kuliah PAI.
2. Mahasiswa lama yang belum pernah mengikuti tutorial.
5
BAB II
6
BAB II
“Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu
seseorang, bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.”
Buya Hamka
“Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuatmu bertambah takut kepada
Allah Subhanahu Wata’ala , membuat mata hatimu semakin tajam terhadap aib-
aibmu, menambah ma‘rifatmu dengan menyembah-Nya, mengurangi
keinginanmu terhadap dunia, menambah keinginanmu terhadap akhirat,
membuka mata hatimu tentang rusaknya segala amalmu sehingga engkau
menjaga diri dari kerusakan itu, dan membuatmu teliti atas perangkap dan tipu
daya setan.”
7
A. Keutamaan Menuntut Ilmu dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu diwajibkan
kepada setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan”. Beberapa
hikmah menuntut ilmu adalah sebagai berikut:
a. Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang
menempuh perjalanan dalam rangka menuntut ilmu, maka
Allah Subhanahu Wata’ala akan memudahkan baginya jalan
menuju surga” (HR Muslim).
b. Ilmu adalah warisan para nabi
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya para ulama
adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak diwariskan dengan
dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu.
Sehingga, siapa yang mengambil ilmu tersebut, maka ia
mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut)”
(HR Tirmidzi).Allah Subhanahu Wata’ala mengangkat derajat
ahli ilmu di dunia dan di akhirat
۟
ين ََل يَ ْعلَ ُمو َن ۗ إََِّّنَا يَتَ َذ َّكُر أ ُ۟ولُوا ِ َّ ِ َّ
َ قُ ْل َه ْل يَ ْستَ ِوى ٱلذ
َ ين يَ ْعلَ ُمو َن َوٱلذ
ِ ْٱْلَلَْب
َٰب
“Katakanlah, apakah sama orang yang berilmu pengetahuan
dengan yang tidak? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
d. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala
8
Allah berfirman dalam QS. Fathir ayat 28,
۟
ٱَّللَ ِم ْن ِعبَ ِادهِ ٱلْ ُعلَ َََٰٰٓم ُؤا
َّ إََِّّنَا ََيْ َشى
9
pernah berkata kepada kaum Quraisy, "Pelajarilah adab sebelum
mempelajari suatu ilmu". Dari pesan-pesan tersebut, kita dapat
mengetahui bergitu pentingnya adab bagi seorang penuntut ilmu. Oleh
karena itu, selama proses menuntut ilmu seyogyanya para penuntut ilmu
memperhatikan adab-adab dalam majelis ilmu, diantaranya adalah:
1. Niat ikhlas karena Allah Subhanahu Wata’ala
2. Berusaha dengan sungguh-sungguh
3. Menjauhi segala bentuk maksiat
4. Menghormati guru
5. Rendah hati
6. Memperbanyak dzikir pada Allah Subhanahu Wata’ala
7. Mengamalkan apa-apa yang telah ia pelajari
8. Tawakkal pada Allah Subhanahu Wata’ala
10
C. Mengetahui dan meneladani tokoh muslim dunia
Para ulama terdahulu adalah orang-orang yang sangat
menghormati ilmu. Mereka benar-benar menggunakan waktunya untuk
ilmu, memastikan tidak ada sedikit pun waktunya terbuang percuma
tanpa ilmu. Berikut kisah singkat beberapa tokoh muslim dunia yang
terkenal karena kegigihannya dalam menuntut ilmu:
11
oleh manusia yang memiliki perhatian besar terhadap Allah, Yang
Maha Pencipta.” Maha Suci Allah.
Masih banyak lagi kisah-kisah kegigihan para ulama dalam mencari ilmu.
Dari kisah-kisah tersebut, semoga semangat kita dapat terpantik untuk senantiasa
menuntut ilmu dalam bidang apapun yang sedang kita geluti saat ini. Sebab,
sejatinya apapun bidang keilmuan kita, maka ilmu tersebut semestinya bisa
membawa kita semakin tersadar akan keagungan Allah Subhanahu Wata’ala dan
bisa membuat kita semakin bertaqwa kepada-Nya.
12
BAB III
13
BAB III
A. Makna Aqidah
Kata iman bersinonim dengan kata aqidah dan tauhid. Iman dapat
dimaknai sebagai sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan
lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh. Iman merupakan kebenaran
yang kita yakini dan kita pahami. Artinya, seseorang dikatakan beriman
apabila meyakini doktrin dan ajaran sekaligus memahami doktrin dan
keyakinan tersebut. Hal tersebut tidak hanya menyangkut aspek keyakinan
hati, tetapi juga pemahaman akal. Dari QS. Al Hujurat ayat 15 di atas, kita
dapat mengetahui bahwa iman yang diterima dan yang benar adalah
keyakinan yang tidak dicampuri keraguan di dalamnya. Sebab, keyakinan
hati saja tidak cukup sebagai syarat diterimanya iman. Iblis pun
berkeyakinan akan adanya Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana
ucapannya yang tercantum dalam Al Qur’an:
14
ِن إِ َ ََٰل يَ ْوِم يُْب َعثُو َن ِ ِ َ َق
َٰٓ ِال َرب فَأَنظ ْر
Iblis berkata: ”Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka
dibangkitkan.”
(QS. Shad [38]: 79)
Sekalipun demikian, Allah Subhanahu Wata’ala telah mengkafirkan Iblis
dikarenakan kesombongannya, sehingga ia tidak mau melaksanakan apa
yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu Wata’ala:
ِ ِ ِ ِ َّ ِ
َ استَ ْك َََب َوَكا َن م َن الْ َكاف ِر
ين ْ ََب َو
َٰ َ يس أ
َ إَِل إبْل
“Kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-
orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah [2]: 34)
Jadi, aqidah yang menciptakan keimanan yang benar meliputi dua hal, yaitu:
15
petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat" (77).
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku,
ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata:
"Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan (78).” (QS. Al An’am [6]: 76-78)
Bedasarkan ayat tersebut, terdapat dua kandungan makna:
1. Secara fitrah, manusia memiliki naluri untuk beragama (menuhankan
sesuatu), begitu pula Nabi Ibrahim saat itu. Ketika beliau melihat bintang
yang menakjubkan karena cahayanya yang mampu menerangi malam,
beliau menganggap bintang itu sebagai Tuhan. Namun, tatkala bintang
tenggelam dan digantikan oleh bulan, maka beliau percaya bahwa bulan
adalah Tuhan. Ketika bulan terbenam dan digantikan oleh matahari yang
lebih besar dan lebih terang lagi, maka beliau percaya bahwa matahari
adalah Tuhan. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa beriman
dengan hanya mengikuti naluri menuhankan sesuatu tanpa disertai proses
berpikir, maka akan memungkinkan terjadinya kesalahan.
2. Nabi Ibrahim kemudian menyadari bahwa keimanan tidak cukup hanya
muncul dari naluri menuhankan sesuatu. Hakikat keimanan yang benar
akan diperoleh tatkala manusia menyatukan penyaluran naluri beragama
dengan proses berpikir menggunakan akal. Akal merupakan potensi luar
biasa yang Allah Subhanahu Wata’ala berikan kepada manusia. Dengan
akal, manusia dapat berpikir bahwa tidak mungkin Tuhan itu dapat
tenggelam, hilang, bahkan berubah-ubah karena hal tersebut adalah sifat
makhluk yang memiliki awal dan akhir.
Manusia yang menggunakan akalnya dengan benar akan menyadari
bahwa di balik segala ciptaan di alam semesta ini, tentu ada zat yang mampu
menciptakan sekaligus mengatur peran dari segala makhluk ciptaan-Nya,
Dialah Allah Subhanahu Wata’ala. Oleh karena itu, jalan menuju keimanan
yang benar hanya bisa ditempuh oleh manusia melalui perpaduan akal dengan
naluri beragama yang memang fitrahnya ada dalam diri manusia, dengan
catatan cara berpikir akal manusia harus sesuai dengan syariat Islam.
16
bentuk tindakan sehari-hari. Berikut contoh penerapan rukun iman bagi
seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari:
17
sesudahnya. Ia akan memahami bahwa kehidupan di dunia ini amat
sangat singkat. Ia tidak akan menjadikan harta, materi, jabatan, maupun
kedudukan sebagai tujuan hidupnya. Sebaliknya, ia akan beramal di dunia
ini dengan tujuan menggapai kebahagiaan hakiki di akhirat.
6. Iman kepada qada dan qadar
Seorang muslim yang beriman pada qada dan qadar akan meyakini
sepenuh hati bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan
ketentuan bagi segala makhluk-Nya, dan semua itu ditentukan menurut
kadar ukuran masing-masing. Ia tidak akan khawatir dengan rezeki karena
Allah Subhanahu Wata’ala sudah mengaturnya, ia juga senantiasa
bersyukur karena ia yakin bahwa segala yang ia miliki saat ini adalah
ketetapan terbaik dari Allah Subhanahu Wata’ala.
18
BAB
19
BAB IV
IBADAH
20
2. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu
merupakan perbuatan mulia dan dilakukan oleh orang yang
mulia jiwanya.
3. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah
berhak disembah, tanpa memperhatikan apa yang akan
diterima atau yang akan diperoleh
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan
dimuliakan (QS. At-Tin (95): 4); dan manusia diciptakan oleh Allah di muka
bumi ini bukan sekedar untuk hidup di dunia tanpa pertanggungjawaban,
tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah, hal ini dapat
dipahami dari firman Allah (QS.Al- Mukminun (23) :115) yang artinya:
“Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak
dikembalikan kepada kami?”. Dalam Qur’an surat Az-zariyat :56) Allah juga
berfirman yang artinya: "Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia,
melainkan agar mereka beribadah kepadaku (menyembahku)”. Oleh
karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa kedudukan ibadah dalam Islam
yaitu:
C. Jenis-Jenis Ibadah
Sholat
21
1. Pengertian sholat
Secara bahasa, sholat bermakna doa. Sedangkan
menurut istilah dalam ilmu syariah, sholat didefinisikan oleh
para ulama sebagai serangkaian ucapan dan gerakan
tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, dikerjakan dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
1. Syarat-syarat sholat
1. Syarat wajib sholat
a. Beragama Islam
b. Baligh
c. Berakal
2. Syarat sah sholat
a. Muslim
b. Berakal
c. Masuk waktu sholat
d. Suci dari najis: tempat, pakaian, dan badan
e. Suci dari hadas besar
f. Menutup aurat
g. Menghadap kiblat
2. Rukun Sholat
Rukun sholat adalah segala hal yang tanpa
perbuatan itu membuat ibadah sholat menjadi tidak
sah. Bila seseorang yang melakukan ibadah sholat
meninggalkan satu dari sekian banyak rukun-rukun
sholat, baik disengaja maupun tidak disengaja, maka
ibadah sholatnya itu tidak sah hukumnya. Bila salah satu
dari rukun-rukun ini rusak atau tidak dikerjakan, maka
seluruh rangkaian ibadah sholat itu menjadi batal dan
tidak sah. Rukun-rukun sholat diantaranya:
a. Niat g. Sujud
e. Ruku’ k. Salam
22
f. I’tidal l. Tertib
3. Batalnya Sholat
Ada begitu banyak hal yang bisa mengakibatkan
shalat yang dikerjakan menjadi batal. Diantaranya
adalah kentut, berbicara selain bacaan sholat, makan
dan minum, serta najis pada pakaian atau badan ketika
sholat.
Thaharah
1. Pengertian Thaharah
2. Pembagian thaharah
Thaharah dibagi menjadi 2:
23
Wudhu
Mandi Wajib
1. Rukun mandi
a. Niat pada saat membasuh bagian tubuh pertama kali
24
b. Membersihkan kotoran yang sekiranya ada di badan, kemudian
berwudhu
c. Meratakan air ke seluruh tubuh termasuk rambut
2. Sunnah-sunnah mandi
a. Membaca basmalah
b. Memulai dengan menyuci kedua tangan sebanyak 3 kali
c. Membersihkan kemaluan kemudian dilanjutkan dengan berwudhu
d. Menuangkan air ke atas kepala sebanyak 3 kali sambil menyelangi
rambut agar basah merata
e. Mengalirkan air ke seluruh badan dengan memulai dari anggota
tubuh bagian kanan
25
Tayamum
“Dan jika kamu sakit atau dalam musafir atau kembali dari buang air
atau kamu menyentuh perempuan, kemudian tidak mendapatkan air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang suci; sapulah muka dan
tanganmu” (Q. S. An Nisa 4: 43). Menurut makna, tayamum adalah
mengusapkan tangan ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan
beberapa syarat.
26
dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah
SWT. Semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan niat yang
tulus untuk mencapai ridho Allah SWT dipandang sebagai ibadah.
Fikih ibadah merupakan pemahaman mendalam terhadap nash-nash
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkaitan dengan
rukun-rukun dan syarat-syarat yang sah tentang penghambaan diri
manusia kepada Allah SWT. Dalam fikih ibadah dikaji beberapa sistem
ibadah hamba kepada Allah SWT, yaitu tentang wudhu, tayamum,
istinja’, mandi janabat, shalat, zakat, puasa, haji dan dalil-dalil yang
memerintahkannya. Pelaksanaan semua ibadah yang dimaksud,
disertai dengan contoh yang datang dari Rasulullah SAW.
Pandemi Covid-19 adalah realitas global yang menerjang
tatanan kehidupan umat manusia dari level internasional, hingga
rumah tangga. Kemunculannya menyerang siapa saja yang dapat
terjangkiti, tanpa memandang negara, agama, suku, kesholehan,
ataupun strata sosial lainnya. Ia menjadi musuh bersama yang harus
dilawan dengan cara, salah satunya, memutus mata rantai
penyebarannya. Berhubung dalam peribadahan ummat Islam banyak
ritual ibadah dilakukan dengan cara berkumpul, maka sangat rentan
untuk menjangkitkan virus ini kepada orang lain. Dengan demikian,
untuk kondisi saat ini, khususnya di musim pandemi Covid-19, adanya
perbedaan cara ritual yang biasa dikerjakan sehari-hari menjadi tidak
bisa dilaksanakan seperti biasanya dilakukan.
Masjid adalah salah satu tempat berkumpulnya umat Islam yang
menjalankan silaturrahmi, pengajian, shalat jamaah, shalat Jumat,
shalat ‘Ied, buka puasa bersama, dan sebagainya. Karenanya, virus ini
dapat dengan mudah menulari umat Islam yang berjamaah di masjid.
Pandemi ini akhirnya mempengaruhi cara pandang dan strategi
keagamaan Islam untuk mengatur bagaimana umat Islam menjalankan
ibadahnya di masjid. Ini juga memaksa para ulama untuk meretas
sebuah fikih ibadah perspektif Covid-19 yang dibuat di masa pandemi.
2. Beribadah di masa pandemi Covid-19
Salah satu ibadah yang paling drastis perubahannya adalah shalat
Jumat. Shalat Jumat bagi umat Islam yang berjenis kelamin laki-laki,
baligh, berakal, sehat (tidak sakit atau tidak terhalang uzur), muqim
(bukan dalam perjalanan) hukumnya fardhu ‘ain. Ketika ada uzur
seperti sakit, hujan lebat, ataupun pandemi maka kewajiban shalat
Jumat gugur. Terkait merebaknya Covid-19, diharamkan bagi yang
27
terpapar Covid-19 menghadiri shalat Jumat (termasuk shalat jamaah)
dengan dalil hadits, “Jangan yang sakit bercampur-baur dengan yang
sehat” (HR. al-Bukhari & Muslim). Hadits lain, “Jika kalian mendengar
kabar tentang merebaknya wabah Tha’un di sebuah wilayah,
janganlah kamu memasukinya. Dan, jika kalian tengah berada di
dalamnya, maka janganlah kamu keluar darinya”. (HR. al-Bukhari &
Muslim).
Bagi yang berhalangan shalat Jumat, ia menggantinya dengan
shalat dhuhur empat rakaat. Adapun menggantinya dengan shalat
Jumat di rumah itu tidak dibolehkan dengan pertimbangan bahwa
tujuan shalat Jumat adalah berkumpulnya banyak orang di sebuah
tempat (masjid), sebagaimana makna semantik dari kata jum’ah yang
berarti “berkumpulnya banyak orang” (ijtima’ alnas). Jumatan di
rumah juga tidak dibolehkan menurut Imam Abu Hanifah karena
rumah bukanlah tempat umum. Imam Malik juga tidak membolehkan
jumatan di rumah dengan mensyaratkan jumatan harus di masjid.
Imam al-Syaf i’i dan Imam Ahmad juga tidak membolehkan jumatan di
rumah karena mensyaratkan jumlah yang hadir minimal 40 orang yang
berkategori wajib jumatan.
Metode pengumpulan dan penyaluran zakat dan ibadah lainnya di
masa pandemi telah diatur sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagi organisasi pengelola zakat untuk
sebisa mungkin meminimalkan pengumpulan zakat melalui kontak
fisik, tatap muka secara langsung dan membuka gerai di tempat
keramaian. Hal tersebut diganti menjadi sosialisasi pembayaran zakat
dan transfer layanan perbankan.
Pengurusan jenazah di masa pandemi tercantum dalam Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020. Pengurusan
jenazah (tajhizal-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam
memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis
dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap
memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan
dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap
menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
Adanya kekhawatiran penyebaran virus di masa pandemi dalam
menyelenggarakan walimah, perlu memperhatikan keamanan
protokol kesehatan dengan mengindahkan segala aturan yang ada.
28
Serta pentingnya menambah wawasan pengetahuan yang harus
dipahami oleh masyarakat.
3. Prioritas ibadah di masa pandemi
Makna dari ibadah atau manfaat ibadah yaitu mampu memberikan
ketentraman jiwa bagi yang menjalankan. Ketika seseorang sudah
melaksanakan ibadahnya secara benar dan sesuai tuntunan yang
diajarkan, umat Islam akan merasakan hidup dengan ketentraman.
Ibadah merupakan suatu prioritas sebagai seorang mukmin, maka
dalam kondisi pandemi ini, masyarakat diwajibkan untuk tetap
beribadah meskipun di dalam rumah. Dengan beribadah di rumah
kualitas ibadah umat Islam tidak akan berkurang ketika disertai
keikhlasan, kekhusyuan, dan kesucian jiwa. Kualitas ibadah itu tidak
hanya ditentukan oleh lokasi di mana seseorang beribadah, tapi yang
tidak kalah pentingnya adalah kualitas ibadah seseorang ditentukan
oleh keikhlasan, ditentukan oleh kekhusyuan, dan ditentukan oleh
kesucian jiwa. Masa pandemi ini dikatakan sebagai cobaan yang di
datangkan kepada kita, cobaan tersebut harus diyakini berasal dari
Allah. Mungkin selama ini kita merasa nikmat ketika beriktikaf, nikmat
shalat berjamaah di dalam masjid. Kita tahu bahwa nikmat tidak selalu
kekal, semua kenikmatan yang berada di dunia ini pasti akan sirna,
sedangkan yang berada di sisi Allah itulah yang akan kekal.
Dengan beribadah di masa pandemi, emosi kita dapat teratasi
sehingga tidak akan merintih dan menyalahkan diri kita sendiri.
Dengan beribadah kita juga bisa menemukan pelajaran dari cobaan ini
sehingga bisa berusaha untuk bangkit dan memperbaiki diri sendiri.
Melalui beribadah musibah yang akan mengenai seseorang maka tidak
akan membuat seseorang tersebut menjadi kecewa dan mengeluh.
Ketika berbicara mengenai prioritas, tentunya kita sering sekali
mendengarkan mengenai ukuran dari prioritas. Ukuran dari prioritas
tersebut adalah suatu tahapan kondisi guna menentukan dan
membandingkan seberapa besar atau berapa pentingnya sesuatu yang
harus dilaksanakan. Umumnya ukuran prioritas dapat digolongkan
menjadi enam, yakni emergency atau darurat, urgent atau mendesak,
high priority, medium priority, low priority, dan no priority. Untuk tetap
memprioritaskan ibadah dalam masa pandemi seorang muslim harus
lebih memperkuat imannya dan lebih mendekatkan dirinya kepada
Allah SWT. Datangnya Covid-19 merupakan kesempatan guna lebih
mendekatkan diri kepada Allah dan mempertebal keimanan ketika
29
musibah datang. Sebagai seorang muslim ketika datang musibah maka
tidak boleh panik bahkan mengeluh, karena semua ini adalah ujian
yang datangnya dari Allah kepada hambanya. Seorang muslim dalam
menyikapi masa pandemi ini bisa dengan cara memperbanyak ibadah,
sabar, dan ikhlas menjalankan ujian dari Allah.
Seorang muslim beribadah dalam masa pandemi ini dengan cara
tetap beribadah dan berdoa untuk meminta pertolongan kepada Allah
SWT. Memohon kepada Allah agar di pandemi Covid-19 ini bisa
dihilangkan dengan cepat sehingga dapat melakukan ibadah
kekhusyukan seperti dahulu. Dalam hal beribadah, pemerintah sudah
menghimbau untuk beribadah di rumah karena hal tersebut salah satu
cara untuk menanggulangi tersebarnya Covid-19, akan tetapi yang
terjadi dalam masyarakat masih ada yang pergi shalat berjamaah
dalam masjid. Oleh karena itu, kelurahan atau pihak yang berwenang
harus mengeluarkan kebijakan bahwa tata cara ibadah seorang muslim
ketika dalam masjid yaitu harus menggunakan masker dan menjaga
jarak sekitar satu sampai dua meter. Sebagai seorang muslim,
seyogyanya kita juga harus berikhtiar memutus rantai penyebaran
virus dengan tidak keluar rumah ketika tidak begitu penting.
30
BAB V
31
BAB V
1. Pengertian Akhlak
Akhlak secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang merupakan
bentuk jamak dari mufradatnya “khuluqun” yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, ataupun tabiat. Imam Ghazali menyebutkan bahwa
akhlak merupakan keadaan jiwa seseorang untuk mendorongnya
melakukukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melakukan pemikiran
ataupun pertimbangan. Ibnu Miskawayh juga menyebutkan bahwa akhlak
merupakan sifat tabiat fitri (asli) dan diusahakan pada seorang manusia.
Akhlak pada dasarnya melekat pada diri seseorang, bersatu dengan
perilaku dan perbuatan. Jika yang melekat itu buruk maka disebut akhlak
yang buruk atau akhlak mazmumah dan sebaliknya jika perilaku yang
melekat itu baik maka disebut akhlak baik atau akhlak mahmudah. Akhlak
tidak terlepas dari aqidah dan syariah, sehingga akhlak merupakan pola
tingkah laku yang mengakumulakisan aspek kayakinan dan ketaatan yang
tergambarkan pada perilaku yang baik.
Akhlak yang dianut oleh seorang muslim adalah akhlak yang bersumber
dari ajaran Allah Subhanahu Wata’ala dan ajaran Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam. Akhlak seorang muslim ini merupakan amal perbuatan
yang bersifat terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang disebut
baik ataupun buruk. Akhlak seorang muslim merupakan buah dari aqidah
dan syariah yang benar, di mana akhlak ini memiliki hubungan yang erat
antara Khaliq (pencipta) dengan makhluq (yang diciptakan, maka dari itu
Rasulullah diutus oleh Allah untuk memperbaiki hubungan antara Khaliq
dengan makhluq dan hubungan antara makhluq dengan makhluq.
32
2. Urgensi Akhlak
Pentingnya belajar akhlak dan memiliki akhlak yang baik (akhlak
mahmudah) serta menjauhi akhlak yang buruk (akhlak mazmumah)
adalah sebagai berikut:
1. Berakhlak mulia merupakan tujuan pokok dari risalah Islam
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam dalam sebuah hadisnya, “Sesungguhnya Aku
diutus oleh Allah semata-mata untuk menyempurnakan akhlak”
(HR.Ahmad). Demikian pula telah ditegaskan oleh Allah Subhanahu
Wata’ala dalam Al-Qur’an: “Orang-orang yang jika kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka sholat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan” (QS. Al-Hajj: 41).
2. Akhlak yang mulia merupakan bukti dan buah keimanan
Keimanan tidak ada nilainya tanpa akhlak, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Iman bukanlah dengan
angan-angan, akan tetapi apa yang tersemayam di hati dan
dibuktikan dalam perbuatan”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam juga pernah mengatakan bahwa agama itu merupakan
akhlak yang baik dan kesialan itu adalah memiliki akhlak yang
buruk.
3. Akhlak akan menjadikan timbangan seorang hamba menjadi
berat pada hari kiamat
Barang siapa yang memiliki akhlak yang buruk dan amalan
yang buruk maka nasabnya tidak akan bisa mempercepatnya
masuk surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda: “Tidak ada suatu yang lebih berat dalam timbangan amal
seorang hamba pada hari kiamat kecuali akhlak yang baik.”
4. Akhlak mulia adalah buah dari ibadah dalam Islam
Tanpa akhlak, ibadah tak lebih dari upacara dan gerakan-
gerakan yang tidak memiliki nilai dan faedah sama sekali. Seperti
firman Allah Subhanahu Wata’ala: “Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” dan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam: “ Barang siapa yang shalatnya tidak
mencegah perbuatan keji dan mungkar, maka ia akan semakin jauh
dari Allah.”
33
5. Akhlak merupakan pondasi peradaban
Akhlak atau moral merupakan pondasi bagi setiap
peradaban. Risalah langit, filsafat-filsafat produk bumi, dan teori-
teori pendidikan semuanya memberikan perhatian penuh kepada
perbaikan akhlak manusia, sehingga akhlak dapat dijadikan nilai
universal yang dapat dianut oleh manusia. Terdapat syair Arab yang
kata-katanya sangat menarik tentang pembangunan pondasi
peradaban melalui perbaikan akhlak yang bunyinya “Jika suatu
bangsa diserang penyakit moral, maka ratapilah ia.”
3. Fungsi Akhlak
Memiliki akhlak yang baik sangat dianjurkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam, di bawah ini merupakan fungsi dari akhlak
yaitu:
34
4. Menjadi Mahasiswa Muslim yang Cendekia
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
hubungannya dengan manusia senantiasa membiasakan diri dengan
akhlak terpuji dan menjauhkan diri dari akhlak tercela serta giat beramal
shaleh yang bermanfaat bagi orang banyak. Agar menjadi mahasiswa
muslim yang cendekia, ada sepuluh karakter atau ciri khas yang
seharusnya melekat pada pribadi muslim yang sesuai dengan apa yang
dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai berikut:
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih), merupakan sesuatu yang
harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang
muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Subhanahu
Wata’ala. Dengan ikatan yang kuat itu, ia tidak akan menyimpang
dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan
kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala
perbuatannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana
firman-Nya dalam QS. Al An’am: 162 yang artinya: “Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semua bagi Allah Tuhan
Semesta Alam”.
2. Shahilul Ibadah (Ibadah yang benar), merupakan salah satu
perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang penting, dalam
hadistnya beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagimana melihat
aku shalat”. Dari hadist tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan peribadatan haruslah merujuk pada sunnah Rasul,
yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (Akhlak yang kokoh), merupakan sikap dan perilaku
yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya
kepada Allah Subhanahu Wata’ala maupun dengan makhluk-Nya.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia hidupnya di dunia
terlebih di akhirat. Karena begitu pentingnya akhlak mulia bagi
kehidupan manusia, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhaknya yang agung sesuai dengan
firman Allah Subhanahu Wata’ala: “Dan sesungguhnya kamu
(Rasulullah.) benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. Al
Qalam: 4).
4. Qowiyul Jismi (Kekuatan jasmani), merupakan salah satu sisi
pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang
muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
35
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat,
puasa, zakat, dan haji merupakan amalan yang harus dilaksanakan
dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada
mukmin yang lemah” (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri (Intelek dalam berpikir), merupakan salah satu
sisi pribadi muslim yang juga penting, karena itu salah satu sifat
Rasul yaitu fatonah atau cerdas. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu Wata’aladalam potongan QS. Al Baqarah: 219 yang
artinya: “... demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berpikir”. Dalam Islam, tidak ada satupun
perbuatan yang kita lakukan kecuali harus dimulai dengan aktivitas
berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan
keIslaman dan keilmuan yang luas.
6. Mujahadatul Linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu),
merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim karena setiap manusia memiliki kecendurungan antara yang
baik dan yang buruk. Kesungguhan dalam melaksanakan kebaikan
dan menghindari keburukan akan ada manakala seseorang berjuang
dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri
manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi (Pandai menjaga waktu), merupakan faktor
penting bagi manusia karena waktu mendapat perhatian yang
begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala
banyak bersumpah dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu
seperti wal fajri, wadh dhuha, wal asri, wal lail, dst. Allah Subhanahu
Wata’ala memberikan waktu yang sama kepada manusia dengan
jumlah 24 jam dalam sehari semalam. Dalam waktu tersebut, ada
manusia yang beruntung dan tidak sedikit yang rugi. Waktu
merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah
kembali lagi.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (Teratur dalam suatu urusan),
merupakan kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al
Quran maupun sunnah. Dalam hukum Islam, baik yang terkait
36
dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan
dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga
Allah Subhanahu Wata’ala menjadi cinta kepadanya. Dengan kata
lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang
dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-
sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan, dan berbasis ilmu
pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian
serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasb (Memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri),
merupakan sesuatu yang diperlukan pada diri seorang muslim.
Memperhatikan kebenaran dan berjuang menegakkannya dapat
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama
dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang
muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa
menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infak, shodaqoh, dan
mempersiapkan masa depan yang baik.
10. Nafi’un Lighoirihi (Bermanfaat bagi orang lain), merupakan sebuah
tuntutan kepada setiap muslim untuk memberikan manfaat yang
baik, sehingga diamanapun ia berada, orang di sekitarnya
merasakan keberadaannya. Jangan sampai keberadaan seorang
muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak
mengganjilkan. Ini berbarti bahwa setiap muslim harus berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya maksimal untuk bisa
bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang
lain” (HR. Bukhari dari Jabir).
37
1. Akhlak Sesama Muslim
a. Memuliakan sesama manusia
b. Menikmati nilai dan norma dan norma yang berlaku dalam
masyarakat
c. Saling menolong dalam melakukan kebajikan taqwa
d. Menganjurkan anggota masyarakat berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat
e. Memberikan makan terhadap fakir miskin
f. Bermusyawarah dalam segala urusan kepentingan bersama
g. Menunaikan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat
h. Menepati janji
Berakhlak baik dengan tetangga juga termasuk perilaku yang
terpuji dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, sebagaimana sabda beliau: “Kalau dia ingin meminjam
hendaklah engkau pinjamkan, kalau dia minta tolong hendaklah
engkau tolong, kalau dia sakit hendaklah engkau berikan bantuan,
kalau dia mendapat kesenangan hendaklah engkau berikan ucapan
selamat, kalau dia mendapatkan kesusahan hendaklah engkau hibur,
kalau dia meninggal hendaklah engkau antarkan jenazahnya.
Janganlah engkau bangun rumah lebih tinggi dari rumahnya dan
janganlah engkau susahkan dia dengan bau masakanmu kecuali
engkau hadiahkan kepadanya, dan kalau tidak engkau beri bawalah
masuk kedalam rumahmu dengan sembunyi, dan janganlah engkau
beri anakmu bawa keluar buah-buahan itu, kecuali nanti anaknya
inginkan buahan itu.” (HR. Abu Syaikh)
38
3. Menghormati hak dan kewajiban mereka sebagai
masyarakat dalam bernegara
39
DI INDONESIA
40
BAB VI
41
kenabian, maka saat itulah beliau mengemban kepemimpinan umat
Islam dalam sebuah peradaban yang disebut sebagai Peradaban Islam.
Pada abad VII Masehi, panggung perdaban dunia hanya
didominasi oleh dua imperium besar, yakni Persia di Timur dan Romawi
di Barat. Sementara, Islam yang ketika itu baru muncul di Jazirah Arab
sama sekali tidak diperhitungkan dalam percaturan politik dunia.
Muslimin kala itu hanya diberikan peran sebagai penonton dalam
kontestasi antara Persia dan Romawi yang memperebutkan kendali
peradaban dunia. Namun, perlahan tapi pasti. Tak perlu waktu lama,
hanya kurun waktu dua dekade Islam di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhasil mendongkrak ke
permukaan. Islam menjadi kekuatan baru yang sangat diperhitungkan.
Selanjutnya, Islam akan menjadi pemimpin peradaban dunia selama
kurang lebih 14 abad lamanya (Syifi’ie, 2018).
1. Kepemimpinan Rsulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Madinah
Periode dakwah Rsulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Madinah
dimulai dari penghujung tahun kesepuluh kenabian sampai akhir hayat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Hijrah Rasulullah dan umat
Islam ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja. Ada kondisi yang
mendukung terjadinya hijrah tersebut, yaitu Bai`at Aqabah (pertama
dan kedua). Maksud penduduk Yastrib mengundang Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam datang ke negerinya adalah guna
mendamaikan pertikaian antar suku yang tidak kunjung berhenti.
Dengan datangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, diharapkan
pertikaian itu dapat berhenti. Peta demografis Madinah saat itu adalah
sebaagai berikut: (1) Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan
Anshar, (2) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada
tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, (3) Anggota suku Aus dan
Khazraj yang masih menganut paganisme, (4) Orang-orang Yahudi yang
terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir, dan Banu
Quraizha.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui
perjanjian tertulis yang terkenal dengan "Piagam Madinah". Piagam
Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses
berdirinya negara Madinah, meskipun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam selaku "mandataris" Piagam Madinah tidak pernah
42
mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tak satupun ayat
Al-Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu
negara. Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memenuhi syarat untuk disebut
sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk,
dan pemerintahan yang berdaulat. Walhasil, setelah melalui proses
Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai
pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala negara.
Pada periode Madinah, ajaran Islam merupakan kelanjutan dari
periode Mekkah. Bila pada periode Mekkah ayat tentang hukum belum
banyak diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat
hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini
bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas
telah terbentuk. Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur
"sempurna", juga ayat tentang etika, tauhid, dan seluruh elemen
ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan hingga
mencapai puncaknya pada QS Al-Maidah: 3. Tidak dapat dipungkiri, di
Madinah syariat Islam sempurna ditegakkan dan di sinilah awal sebuah
peradaban yang dibangun oleh umat Islam. Setelah Nabi wafat,
dimulailah era khulafaur rasyidin.
2. Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dimulai sejak wafatnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yakni masa ketika kehidupan
umat muslim dipimpin oleh Abu Bakar Ash
Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Mereka adalah para khalifah yang dibenarkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai khalifah yang mendapat petunjuk
yang benar dari Allah SWT. Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam berwasiat kepada kaum muslimin agar berpegang teguh
pada Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Aku berwasiat kepada kamu agar tetap bertakwa kepada Allah,
mendengar dan taat sekalipun yang memimpinmu adalah seorang
budak Habsyi, karena orang yang hidup di antara kamu di kemudianku
akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, hendaklah
kamu berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin
Al Mahdiyyin (para khalifah yang mendapat petunjuk yang benar).
Hendaklah kamu pegang teguh dengannya dan gigitlah dengan
43
gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan,
karena sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan itu bid’ah
dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dari Irbadl bin Sariyah)
Sebagaimana pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, kaum muslimin pada masa kepemimpinan Khulafaur
Rasyidin (11-40 H/632-661M) pun hidup secara berjama’ah di bawah
satu kepimpinanan. Mereka tampil sebagai sebaik-baik umat yang
dibangkitkan untuk sekalian manusia, dengan seorang imam yang
mengarahkan umat ke arah taqwa kepada Allah SWT. Kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin berlangsung sekitar 30 tahun, sebagaimana
disabdakan oleh Rsulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Khilafah pada
umatku adalah tiga puluh tahun, selanjutnya adalah Kerajaan.” (H.R.
Abu Daud dari Safinah)
3. Kepemimpinan di Masa Kekhilafahan
Setelah berakhirnya kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, kaum
muslimin memasuki masa kekhilafahan. Pada masa
ini, kaum muslimin maju pesat dan penyebaran Islam
meluas ke seluruh Jazirah Arab, Asia Selatan, Afrika, dan
sebagian Eropa, namun mulai terjadi keretakan di dalamnya.
Menurut tarikh, setelah syahidnya khalifah Ali bin Abi Thalib,
Muawiyyah bin Abi Sufyan tampil memimpin muslimin dan dialah
yang merubah kepemimpinan muslimin menjadi kerajaan. Dia
menjadi raja pertama dari keturunan Umayyah datuknya. Muawiyyah
memegang kendali kekhilafahan muslimin dari 41-60 H (661-680 M),
kemudian diteruskan oleh puteranya,
Yazid, lalu diteruskan oleh turunan bani Umayyah lainnya sampai
Raja terakhir, Marwan bin Muhammad bin Marwan (126-131 H/744-
750 M), yang dilenyapkan oleh Abu Abbas As Saffah. Keturunan
Umayyah, Abdurrahman ad Dakhiliy melarikan diri ke Andalusia,
Spanyol dan meneruskan kekhilafahan bani Umayyah di sana dari 137-
422 H (756-1031 M). Abu Abbas As Saffah, anak Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib,
mendirikan kekhilafahan Abbasiyyah (132-656 H/750-1258 M)
di Irak dengan Baghdad sebagai ibu kotanya. Raja terakhir dari
kepemimpinan ini, Al Mu’tashim (640-656 H/1242-1258 M).
Kekhilafahan Abbasiyyah terhapus dengan datangnya bala tentara
Mongol di bawah pimpinan Hulagu yang membumihanguskan
Baghdad.
44
Keturunan Abbasiyyah lari ke Mesir dan meneruskan kekhilafahan
Abbasiyyah di bawah pengaruh dinasti Mameluk Syarakasah di Kairo
dari 659-923 H (1261-1517 M) sampai akhirnya Kerajaan Mameluk
ditaklukkan oleh Sultan Salim dari Turki dan menawan
Mutawakil’Alallah, keturunan Abbasiyyah terakhir yang
menggunakan sebutan khalifah, dan membawanya ke Istanbul.
Setelah lenyapnya kekhilafahan Abbasiyyah di Irak, maka dilanjutkan
oleh kekhilafahan Utsmaniyyah, yang memegang kendali pimpinan
umat Islam dari 669-1342 H/1300-1924 M, dengan pusatnya di Istanbul
(Turki). Kepemimpinan ini masih menggunakan sebutan khalifah, mulai
Sultan Salim I (Sulaiman I) menduduki Mesir dan membawa
keturunan Abbasiyyah terakhir yang memakai gelar khalifah,
Mutawakkil’Alallah, ke Istanbul, sampai kekhilafahan Utsmaniyyah
terhapus pada tahun 1342 H (Maret 1924 M), setelah lebih dahulu
pada 1 November 1922 M Sultan Muhammad IV diturunkan dari
tahtanya oleh Turki Muda Nasional pimpinan Musthafa Kemal Pasha.
45
yang mengatakan bahwa; “dinamakan Bayt al Muqaddas karena Allah
telah banyak mengutus para nabi di negeri itu” (Mas’ud, 1994).
46
bang hingga Nusantara (Mubarak, 2021). Sejarah pun mencatat, kepulauan-
kepulauan di Nusantara merupakan daerah-daerah yang terkenal sebagai
penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal tersebut membuat banyak
para pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke Nusantara untuk
membeli rempah-rempah yang akan dijual kembali ke daerah asal mereka.
Termasuk para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Selain berdagang,
para pedagang muslim yang datang ke Nusantara juga berdakwah untuk
mengenalkan agama Islam kepada penduduk lokal.
47
1936), orientalis dari Belanda yang mengatakan Islam menyebar dari Dakka,
India Selatan. Penduduk Dakka yang kebanyakan pedagang menyebar dan
tinggal di pesisir pantai pulau Sumatra dan melakukan kontak dengan
penduduk setempat. Pendapat Snouck Hurgronje kemudian dikembangkan
oleh Morrison pada 1951. Pantai sebagai pelabuhan perdagangan adalah
pusat kegiatan yang mempertemukan masyarakat pribumi dan pendatang,
serta tempat melepas para pedagang berlayar mengarungi lautan.
Kedua, teori yang menyatakan Islam berasal dari Persia (Iran). Jika
pada teori pertama dikatakan Islam datang pada abad ke-13 M, maka pada
teori ini Islam sudah tersebar di Indonesia pada abad ke-7 M. Teori ini
dicetuskan oleh Prof Hoesein Djajadiningrat (1886-1960) dan Umar Amir
Husein. Pendapat ini melihat pada status Nusantara yang merupakan bagian
dari wilayah dagang Persia dan wilayah operasi dakwah di masa lalu.
Terdapatnya perkumpulan orang-orang Persia di Aceh dan pemakaian gelar
Syah yang berasal dari Persia diikuti oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia
(Baiti, 2014).
Ketiga, teori yang mengatakan Islam berasal dari tanah Arab. Ada
beberapa pendapat mengenai wilayah Arab yang dimaksud. Salomon Keyzer
(1859) berpendapat Islam dari Mesir berdasarkan pada kesamaan mazhab
kedua wilayah, yaitu mazhab Syafi’i. Adapun Niemann (1861) dan de
Hollander (1861) berpandangan bahwa bukan Mesir wilayah Arab yang
dimaksud melainkan Hadramaut, Yaman. Hamka mengatakan Mekkah lah
tanah Arab yang dimaksud. Menurutnya Islam sudah ada di Indonesia sejak
abad ke-7 M melalui peran bangsa Arab yang langsung berasal dari tanah
Arab (Mekkah) yang juga disebut dengan “teori Mekkah”. Islam menyebar
di Nusantara yang terdiri dari pulau-pulau Melayu seperti Semenanjung
Melayu, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau Nusa
Tenggara. Pulau-pulau Maluku termasuk Irian dan pulau-pulau Luzon dan
Mindanao yang disebut Filipina sekarang ini (Hamka, 2002).
48
pemimpin-pemimpin yang bertakwa dan kompeten untuk mengemban
tugas-tugas besar keumatan dan menegakkan kembali kejayaan Islam
di Indonesia dan dunia.
49
YUU
50
BAB VII
51
52
BAB VIII
MAKHARIJUL HURUF
C. Rongga Mulut
Makhraj huruf Al Jauf atau tempat keluar huruf dari rongga
mulut adalah huruf-huruf mad
Keterangan:
Alif sukun sebelumnya fathah
Ya sukun sebelumnya kasrah
Waw sukun sebelumnya dhammah
D. Tenggorokan
Makhraj huruf Al Halqi atau tempat keluar huruf dari
tenggorokan terdapat 3 bagian:
53
Tenggorokan bawah
ء هـ
Tenggorokan tengah
ع ح
Tenggorokan atas
غ خ
E. Lidah
Makhraj huruf Al Lisan atau tempat keluar huruf dari lidah,
terdapat 18 huruf hijaiyah, yaitu:
54
Lidah samping menempel salah satu daerah gigi geraham atas
ض
Menggerakkan semua lidah dan bertemu dengan ujung-ujung
ل
langit
F. Dua Bibir
Makhraj huruf Asy Syafataan atau tempat keluar huruf dari dua
bibir.
Fa keluar dari bagian dalam yang bertemu dengan ujung gigi atas
ف
55
Mim dan ba dengan menempelkan dua bibir
مب
Waw dengan memonyongkan bibir
و
G. Hidung
Makhraj huruf Al Khoisyuum atau tempat keluar huruf dari
hidung, yaitu huruf مdan ن yang bertasydid disertai dengan bacaan
ghunnah.
56
57
BAB IX
A. QALQALAH
Qalqalah menurut bahasa artinya memantul. Secara istilah
dalam tajwid yaitu memantulkan bunyi huruf tertentu karena sukun
dengan mati asli, karena waqaf dengan dimatikan, dan tasydid/syiddah
karena waqaf. Huruf qalqalah ada lima:
ج–ب-د-ط-ق
1. Qalqalah Sughro
Adalah huruf qolqolah yang matinya asli. Contohnya:
يَ ْبت َِغ :ب
يَجْ عَ ُل: ج
َ أ َ ْد َر: د
اك
ْ ُ ي: ط
ط ِع ُم
يَ ْقبَ ُل :ق
2. Qalqalah Kubro
Adalah huruf qolqolah yang matinya mendatang
disebabkan dibaca waqof. Contohnya:
َوتَبه
س َد اِذَا
َ َح
58
B. SUKUN
Sukun ( )سکونadalah harakat yang berbentuk bulat layaknya
huruf ha ( )هyang ditulis di atas suatu huruf Arab. Harakat sukun
melambangkan huruf mati dari suatu huruf. Contohnya:
ََويُ ِق ْي ُم ْون
C. TASYID
Tasydid yaitu suatu tanda baca (harakat) yang berbentuk seperti
kepala dari huruf hijaiyah sin [ ]سatau dalam huruf bahasa Indonesia
mirip dengan huruf w. Tasydid merupakan sebuah simbol penekanan
dalam suatu konsonan ganda, atau bisa disebut sebagai suatu tanda
baca yang terjadi sebab adanya pertemuan atau pengulangan dari suatu
huruf hijaiyah yang sama. Panjang bacaan dari huruf hijaiyah yang
bertasydid umumnya yaitu 2 harokat atau 1 alif. Contohnya:
يَدَ ۤا تَبَّت
dibaca: Tabbat yadaa
59
60
BAB X
HUKUM MAD
A. Pengertian MAD
Mad secara bahasa memiliki arti tambahan atau panjang.
Sedangkan menurut istilah mad ialah memanjangkan suara ketika
bertemu dengan huruf-huruf mad. Ciri-ciri huruf mad, memiliki tanda
harakat yang mendahuluinya.
1. Mad Thabi’i
Dikatakan mad thabi’i apabila ada alif ( ) اdidahului huruf
61
sepanjang 5 harakat atau dua setengah kali mad thabi’i.
Contoh:
يُ َر ۤا ُء ْونَ َج ۤا َء
5. Mad Layyin
Apabila ada wau sukun ( ) وatau ya’ sukun ( ) يyang
didahului huruf berharakat fathah, maka cara membacanya
sekadar lunak dan lemas. Dapat dibaca dengan 3 jenis panjang yaitu
2 atau 4 atau 6 harakat dengan catatan harus konsisten dengan
salah satu jenis panjang tersebut ketika tilawah.
Contoh:
َر ْيب َخ ْوف
6. Mad Badal
Yaitu apabila ada hamzah ( )ءbertemu dengan mad, maka
cara bacanya seperti mad thabi’i.
Contoh:
إ ْيماَن
7. Mad ‘iwad
Apabila ada fathatain yang jatuh pada waqaf
(pemberhentian) pada akhir kalimat, maka cara membacanya
seperti mad thabi’i.
Contoh :
سم ْيعًا بَصي ًْرا َح ِكي ًما
َ
62
63
BAB XI
A. Tanwin
Tanwin (mati) yaitu diakhir kata nun sukun yang kata benda,
secara lafadz dan tidak tertulis. Tandanya dengan dua harakat.
Contoh:
ُكتُب ُكتُب ِك ٰت َبًا
ء هـ ح خ ع غ
Contoh:
2. Idgham
Secara bahasa artinya memasukkan. Sedangkan menurut
ilmu tajwid adalah pengucapan nun sukun atau tanwin secara lebur
ketika bertemu huruf-huruf idgham, atau pengucapan dua huruf
seperti dua huruf yang ditasydidkan.
Pembagian idgham ada yang harus dighunnahkan yaitu yang
disebut idgham bi ghunnah atau idgham ma'al ghunnah, dan ada
64
pula yang tidak boleh dighunnahkan, yakni yang disebut dengan
idgham bila ghunnah.
Nun sukun/tanwin dibaca gunnah ketika bertemu huruf-
huruf di bawah ini:
a. Idgham bi ghunnah
َ ِم ْن نِ ْع َمة
عذَاب ُّم ِقيْم فَ َم ْن َي ْع َم ْل
Pengecualian:
Ketentuan idgham tersebut tidak berlaku pada pertemuan nun sukun
dengan huruf وdan يdalam satu kata. Sebagaimana contoh berikut:
65
ص ْنوان
ِ الدُّ ْن َيا ِق ْن َوان بُ ْن َيان
Kasus ini disebut dengan istilah idzhar-muthlaq yang harus dibaca jelas.
3. Iqlab
Secara bahasa artinya mengubah. Sedangkan yang dimaksud
di sini adalah pengucapan nun mati/tanwin yang bertemu dengan
Ba’, dan berubah menjadi mim disertai dengan dengung.
Contoh:
اص َي ِة َلنَ ْسفَ ًعا
ِ َّلَيُ ْن َبذَ َّن َب ِخ َل َم ْن ِبالن
4. Ikhfa’
Secara bahasa artinya menutupi. Sedangkan yang dimaksud
di sini adalah pengucapan nun sukun atau tanwin ketika bertemu
dengan huruf-huruf ikhfa’ memiliki sifat antara idzhar dan idgham
dengan disertai ghunnah.
Huruf-hurufnya ada 15, yakni:
–ز–س–ش–ص–ض-ت–ث–ج–د–ذ
ط–ظ–ف–ق–ك
Contoh:
66
خَا ِلدًا ِف ْي َها َي ْو َم ِئذ ُز ْرقًا قَ ْو ًما َ
طا ِغيْنَ
ظ ِلي ًَْل
ِظَل َ قَ ْو ًما َ
ض ِاليْنَ َجنَّات تَجْ ِري
67
68
BAB XII
Hukum mim sukun dibagi tiga idzhar syafawi, idgham mitsli, ikhfa’ syafawi.
1. Idzhar Syafawi ialah mim sukun ()م bertemu huruf selain mim dan
ba’.
Idzhar artinya jelas atau terang, syafawi artinya bibir.
Contoh:
69
70
BAB XIII
Kata gharib merupakan bentuk jamak yang diambil dari kata gharaib
yang mempunyai arti sesuatu yang tidak dikenal, sesuatu yang aneh, sesuatu
yang sulit dimengerti atau sulit dipahami. Bacaan gharib dapat diartikan
sebagai bacaan-bacaan yang jarang atau tidak banyak dalam Al Quran. Jenis
bacaan Gharib:
1. Saktah
َع َٰلى قُلُ ْو ِب ِه ْم هما َكانُ ْوا َي ْك ِسبُ ْونَ َك هَّل َب ْل َۜران
َ
2. Isymaam
Isymam adalah menampakkan harakat dhammah yang
terbuang dengan isyarat bibir. Isymam artinya bibir mencucu atau
71
moncong ditengah-tengah dengung sebagai isyarat bunyi
dhommah. Bacaan isymam ada di Q.S Yusuf: 11.
3. Imaalah
Bacaan imaalah artinya memiringkan fathah pada kasrah.
Contoh bacaan imaalah di Q.S Hud ayat 41.
4. Tashil
Tashil artinya membaca hamzah yang kedua dengan suara
yang ringan atau samar. Tashil, dibaca dengan suara antara ha’ dan
hamzah. Terdapat di Q.S Fushshilat ayat 44.
5. Tanda Waqaf
Waqof tandanya berhenti di suatu kata ketika membaca Al
Qur’an, baik di akhir ayat maupun di tengah ayat dan disertai
nafas.
Tanda Nama Cara membaca Contoh
72
قلى Waqaf waqful Sebaiknya berhenti
ula طفَ ۗة َخلَقَه فَقَد ََّر ۗه
ْ ُِّم ْن ن
ماا ْقتَتَلُواقف
قف Waqaf
mustahab
Sebaiknya berhenti
ْ َ َولَ ْو
َ ُشا ٓ َء هللا
َ َو َٰل ِك هن
هللا يَ ْف َع ُل َمايُ ِر ْي ُد
ﺝ Waqaf jaiz Boleh berhenti /
َط ُر ْون ُ ۤن َۚو ْالقَلَ ِم َو َما َي ْس
lanjut
73
Daftar Pustaka
Abdur Rauf, Abdul Aziz. 2011. Pedoman Dauroh Al Qur’an. Bandung: LTQ Jendela
Hati.
Abdurrahman, Dudung. 2011. Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta:
Ombak.
Al-Zarnuji. 2014. Terjemahan Kitab Ta’lim Muta’alim. Yogyakarta: Mutiara Media.
Apriyanto, A. 2020. Kesejahteraan Ummat dan The Golden Age of Islam Telaah
Historis Pemberdayaan Masyarakat di Masa Khalifah Harun Al-Rasyid.
ICODEV: Indonesian Community Development Journal, 1(1), 1-21.
Baiti, R., & Razzaq, A. 2014. Teori dan Proses Islamisasi di Indonesia. Wardah,
15(2), 133-145.
Fathi Yakan. 2017. Komitmen Muslim sejati diterjemahkan oleh Hawin
Murtadlo.Solo: Era Adicitra Intermedia
Fattah, Abdul. 2020. Terjemahan Kitab Manajemen Waktu Para Ulama. Jawa
Tengah: Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah.
Gunawan, S. 2019. Peranan Islam dalam Pembangunan Peradaban Dunia. Jurnal
el-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial, 5(1), 45-62.
Hamka. 2002. Sejarah Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd.
Hasanuddin, H. 2019. Kepemimpinan Ummat Islam dari Masa ke Masa. Jurnal
Mimbar Akademika, 3(1), 1-11.
Ikhsan, M. 2018. Bayt Al-Muqaddas: Perspektif Sejarah dan Siyasah. Al-Munzir,
10(2), 282-297.
Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta.
2015. Islam Rahmatan Lil’alamin.
Mas’ud, Jamal Abdul Hadi Muhammad. Akhta’ Yajib an Tushahhih fi al-Tarîkh: Al-
Tharîq ilâ Bayt al-Muqaddas, Qadhiat al-Falestiniyah, Jilid I; Cet. V. Cairo-
Egypt: Dar al-Wara Manshurah, 1994.
Masruri, Ahmad Yusuf MS., Muzammil MS. Nurul Hidayat, Samidi. Belajar Mudah
Membaca Al Qur’an Tajwid Dasar. Surabaya: CV. Ummi Media Center.
Mubarak, F. 2021. Pemikiran Dan Peradaban Islam Di Nusantara.URL:
https://www.researchgate.net/publication/347933944_Sejarah_Pemikira
n_dan_Peradaban_Islam_di_Nusantara. Diakses pada 18 Agustus 2021.
Muslim, M., Al-Kattani, A. H., & Supraha, W. 2019. Konsep Adab Penuntut Ilmu
Menurut Ibn Abd Al-Barr dan Relevansinya dengan Pendidikan Nasional. Tawazun:
Jurnal Pendidikan Islam, 10(2) , 295-310.
74
Rokim, S. 2015. Ibadah-Ibadah Ilahi Dan Manfaatnya Dalam Pendidikan Jasmani.
Jurnal Pendidikan Islam, 04(1), 775–786.
Sa’id Hawwa. 2002. Al-Islam Jilid 1 diterjemahkan oleh Abu Ridho dan Aunur Rafiq
Shaleh Tahmid. Jakarta: Al-I’tishom.
Tsani, Esthi Sa’adatus dan Partono. 2020. Prioritas Ibadah Di Masa Pandemi. At-
Ta’alim, vol 19 (1), pp 251-257.
Zakaria, J., & Wahid, M. I. 2020. Sejarah Islam Indonesia dalam Perspektif Hamka.
Syams: Jurnal Kajian Keislaman, 1(2), 29-35.
Hartanto, Rudi. 2012. Panduan Tahsin dan Tajwid Al Qur’an.
https://www.uii.ac.id/menelaah-fikih-ibadah-di-masa-pandemi/
75