Anda di halaman 1dari 39

TURUNAN

(DIFERENSIAL)
Edi Sutomo, M.Pd
e_mail: edisutomo1985@gmail.com
twitter: @ed_1st

Abstrak: Turunan merupakan kajian yang sangat penting dari tema


kalkulus dan salah satu tema yang memiliki banyak aplikasi pada
kajian ilmu lain. Makalah ini menjelaskan garis besar tentang turunan
beserta sifat-sifat dan beberapa contoh penggunaannya. Beberapa
pembuktian diberikan untuk memperjelas kajian namun cocok untuk
siswa di level SMA/MA. Makalah ini memberikan deskripsi yang
bersifat analisis namun dikhususkan pada kajian turunan di SMA/MA.
Makalah ini tidak memberikan banyak latihan soal maupun persoalan
yang berkaitan dengan turunan karena memang difokuskan pada teori
turunan, untuk latihan soal yang beragam akan dibahas pada makalah
berikutnya.

Kata Kunci: Kalkulus, Turunan

A. PENDAHULUAN

Kalkulus merupakan topik yang sangat umum di SMA dan universitas


dizaman modern ini. Sejarah mencatat bahwa kalkulus telah
dikembangkan terlebih dahulu di Mesir, Yunani, Tiongkok, India, Iraq,
Persia, dan Jepang, namun penggunaaan kalkulus modern dimulai di
Eropa pada abad ke-17 ketika Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm
Leibniz mengembangkan prinsip dasar kalkulus. Hasil kerja mereka
kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan fisika.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aplikasi
kalkulus khususnya diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan
percepatan, kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi dari
kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat
massa, kerja, dan tekanan. Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan
deret Fourier.

Kalkulus dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih


rinci mengenai ruang, waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, para
matematikawan dan filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi

1
pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret takterhingga.
Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti
paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang limit dan
deret tak terhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks
tersebut.

Turunan selain sebagai salah satu kajian matematika yang digunakan


untuk menyatakan hubungan kompleks antara satu variabel tak bebas
dengan satu atau varianel bebas lainnya juga merupakan salah satu dasar
atau fondasi dalam analisis sehingga penguasaan terhadap berbagai konsep
dan prinsip turunan fungsi dapat membantu dalam memecahkan suatu
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu fungsi dapat dianalisis
berdasarkan ide naik atau turun, keoptimalan, dan titik beloknya dengan
menggunakan konsep turunan. Pada bagian berikut, akan dikaji pelbagai
permasalahan nyata serta mempelajari beberapa kasus untuk menemukan
konsep turunan secara holistik. Dalam kehidupan sehari-hari, sering
dijumpai apa yang disebut dengan laju perubahan. Laju perubahan erat
kaitannya dengan kecepatan. Pada pembahasan berikut, penulis terfokus
pada subbab turunan fungsi Trigonometri dan aplikasinya.

B. PENGERTIAN DASAR
Secara umum sebelum mendiskusikan tema tentang turunan, perlu diingat
kembali konsep tentang limit, hal ini cukup diperlukan mengingat turunan
merupakan kelanjutan dari kajian tentang limit. Teori tentang limit sebuah
fungsi merupakan “akar” dari aljabar kalkulus. Oleh sebab itu uraian
mengenai kalkulus selalu diawali dengan bahasan tentang limit. Untuk
selanjutnya, kajian tentang diferensiasi dan integral merupakan dua
operasi matematis yang saling berkebalikan, seperti halnya antara
penjulmahan dan pengurangan atau antara perkalian dan pembagian. Pada
intinya,diferensial (teori tentang diferensiasi) berkenaan dengan penentuan
tingkat perubahan suatu fungsi, sedangkan integral (teori tentangintegrasi)
berkenaan dengan pembentukan persamaan sutau fungsi apabila tingkat
perubahan fungsi yang bersangkutan diketahui

2
Untuk memahami konsep dasar turunan, tinjaulah dua masalah yang
kelihatannya berbeda. Masalah pertama adalah masalah garis singgung
atau gradien, sedangkan masalah kedua adalah masalah kecepatan sesaat.
Satu dari kedua masalah itu menyangkut geometri dan lainnya yang
menyangkut mekanika seolah – olah terlihat seperti tidak ada hubungan.
Sebenarnya, kedua masalah itu merupakan persoalan yang identik. Agar
lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut.

Gambar 1. Perubahan Nilai Fungsi

Perhatikan perubahan nilai fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) yang awalnya ƒ(𝑥) bergerak


menuju ƒ( 𝑥 + ∆𝑥) atau terdapat perubahan nilai pada 𝑦 yang disimbolkan
dengan ∆𝑦. Secara matematis ditulis dengan ∆𝑦 = ƒ( 𝑥 + ∆𝑥) − ƒ(𝑥).
Jika ∆𝑦 disebut sebagai perubahan atau diferensiasi nilai 𝑦 dan ∆𝑥 disebut
sebagai perubahan atau diferensiasi nilai 𝑥 sedemikian sehingga apabila
titik 𝐵 bergerak menuju titik 𝐴 maka nilai perbandingan fungsi yang
diperoleh adalah

∆𝑦 ƒ( 𝑥 + ∆𝑥) − ƒ(𝑥)
∆𝑥 = ∆𝑥 ,

apabila pergerakan titik 𝐵 mendekati 𝐴 sehingga “delta” atau perubahan


yang terjadi semakin kecil atau mendekati nol mengakibatkan titik 𝐵
berimpit dengan 𝐴, maka diperolehlah nilai limit yang diwakili oleh
persamaan berikut ini:

ƒ( 𝑥 + ∆𝑥) −
lim ƒ( 𝑥 )
∆𝑥→0 .
∆𝑥

3
Nilai limit ini disebut sebagai turunan (derivative) fungsi ƒ(𝑥). Nilai
turunan ini muncul sebagai perbandingan diferensial (perubahan) atau
pergerakan perubahan nilai fungsi ƒ(𝑥). Untuk selanjutnya notasi turunan
disimbolkan dengan 𝑑𝑦 atau 𝑦′ atau ƒ′(𝑥), dan secara formal dituliskan
𝑑𝑥

dengan

𝑑𝑦
ƒ′(𝑥) = = 𝑦′ = lim ƒ( 𝑥 + ∆𝑥) − ƒ(𝑥)
… ( 1)
𝑑𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥

Jika diperhatikan lebih lanjut, nilai perbandingan diferensiasi ∆𝑦


∆𝑥

merupakan gradien tali busur 𝐴𝐵 dan nilai gradien tersebut tak lain adalag
tan 𝛼. Apabila ∆𝑥 → 0 maka tali busur 𝐴𝐵 akan menjadi garis singgung
pada titik 𝐴, sehingga secara geometris nilai turunan tak lain adalah
gradien garis singgung pada kurva 𝑦 = ƒ(𝑥) di titik (𝑥, ƒ(𝑥)). Untuk
masalah selanjutnya adalah pada perubahan laju suatu objek terhadap
perubahan waktu. Untuk lebih jelasnya, diberikan sebuah kasus yang
berkaitan dengan kecepatan sesaat suatu objek. Diberikan suatu fungsi
yang mewakili pergerakan suatu objek yaitu 𝑦 = 15𝑥2 + 20𝑥, sedemikian
sehingga 𝑦 mewakili jarak yang ditempuh dan 𝑥 mewakili satuan waktu.
Dalam hal ini nilai 𝑥 berada pada interval 0 ≤ 𝑥 ≤ 2. Di kajian tentang
persamaan kecepatan suatu benda diberikan bahwa kecepatan rata – rata
suatu benda merupakan perbandingan antara perubahan jarak terhadap
∆ƒ
perubahan waktu atau . Sehingga kecepatan rata – rata objek tersebut
∆𝑥

selama melakukan pergerakan dengan interval 0 ≤ 𝑥 ≤ 2 adalah ∆ƒ


=
∆𝑥
ƒ (2)−ƒ(0) (15∙22 +20∙𝑥)−(15∙02 +20∙0)
2−0 = 2 = 50 satuan jarak/waktu. Sekarang,
perhatikan kecepatan rata – rata pergerakan objek dalam interval 0 ≤ 𝑥 ≤
2 yang ditunjukan pada tabel berikut ini:

4
Tabel 1. Tabel kecepatan rata – rata

Pada tabel 1 tersebut nampak bahwa ∆ƒ menuju ke bilangan 50 jika lebar


∆𝑥

selang waktunya dibuat semakin mengecil (∆𝑥 mendeati nol) sehingga


angka 50 tersebut dikatakan sebagai kecepatan (sesaat) pada 𝑥 = 1.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa kecepatan sesaat diperoleh melalui
proses limit terhadap kecepatan rata – rata dengan membuat
∆𝑥 mendeati nol. Jika dinotasikan dalam notasi matematika, maka
kecepatan sesaat pada 𝑥 = 1 adalah

lim ∆ƒ = lim ƒ(1 + ∆𝑥) − ƒ(1)


∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
15(1 + ∆𝑥)2 + 20(1 + ∆𝑥) − (15 ∙ 12 + 20 ∙
= lim
∆𝑥→0 12)
∆𝑥
= lim 50 ∙ ∆𝑥 + ∆𝑥2
∆𝑥→0
= 50
∆𝑥

Sehingga kecepatan objek pada saat 𝑥 = 1 adalah 50 satuan jarak/waktu.


Dengan demikian, uraian tersebut mendeskripsikan kecepatan sesaat (𝑣)
di 𝑥 = 𝑎, sehingga diperoleh:

5
𝑣 = lim 𝑣rata−rata = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) ( )
∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥 … 2

Uraian diatas menyebutkan bahwa formula (1) yang mewakili kemiringan


suatu garis dan (2) yang mendeskripsikan kecepatan sesaat merupakan
dua hal yang identik namun berada pada situasi yang berbeda.

Untuk selanjutnya, jika fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) terdefinisi pada 𝑥 = 𝑎 sehingga


diperolah

lim ∆𝑦 = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎),


∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥

dan menghasilkan sebuah nilai (terdefinisi) maka nilai tersebut dikatakan


sebagai turunan fungsi ƒ(𝑥)di 𝑥 = 𝑎. Sehingga turunan fungsi tersebut
juga berupa fungsi yang selanjutnya dilambangkan dengan ƒ′(𝑥),
manakala fungsi turunan digunakan untuk menunjukan nilai di 𝑥 = 𝑎
maka nilai ditentukan oleh ƒ′(𝑎). Sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) atau ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑥) − ƒ(𝑎)
∆𝑥→0 ∆𝑥 𝑎→0 𝑥−𝑎

Selain notasi tersebut terdapat beberapa variasi penulisan limit,


diantaranya

𝑑ƒ 𝑑𝑦
= = 𝑦′ = ƒ′(𝑥).
𝑑𝑥 𝑑𝑥

C. MENENTUKAN TURUNAN FUNGSI


Secara umum, proses mendapatkan turunan suatu fungsi secara langsung
menggunakan definisi turunan, yaitu dengan menyusun hasil bagi selisih
ƒ(𝑥+∆𝑥)
−ƒ(𝑥) kemudian dilanjutkan menghitung nilai limitnya. Namun ada
∆𝑥

cara lain untuk memperoleh nilai limit dengan cara lain. Diberikan suatu
fungsi ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥𝑛, dengan 𝑛𝑁 (𝑛 anggota bilangan Asli).
Jika 𝑛 = 1, maka diperoleh ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥 sehingga turunan fungsinya
adalah:

6
ƒ′(𝑥) = lim
ƒ(𝑥 + ∆𝑥) − ƒ(𝑥) 𝑎(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑎𝑥
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
= lim 𝑎∆𝑥
𝑎𝑥 + 𝑎∆𝑥 − 𝑎𝑥 = 𝑎 … … … (3)
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
Jika 𝑛 = 2, maka diperolah ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥2 sehingga turunan
fungsinya adalah:

ƒ′(𝑥) ƒ(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑎(𝑥 + ∆𝑥)2 −


= lim = lim
∆𝑥→0 ƒ(𝑥) ∆𝑥→0 𝑎𝑥2
∆𝑥 ∆𝑥
𝑎𝑥2 + 2𝑎𝑥∆𝑥 + 𝑎∆𝑥2 − 𝑎𝑥2
= lim = lim 2𝑎𝑥 + 𝑎∆𝑥
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0

= 2𝑎𝑥 … … (4)
Jika 𝑛 = 3, maka diperolah ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥3 sehingga turunan
fungsinya adalah:

ƒ′(𝑥) ƒ(𝑥 + ∆𝑥) − 𝑎(𝑥 + ∆𝑥)3 −


= lim = lim
∆𝑥→0 ƒ(𝑥) ∆𝑥→0 𝑎𝑥3
∆𝑥 ∆𝑥
𝑎(𝑥3 + 3𝑥2∆𝑥 + 3𝑥∆𝑥2 + ∆𝑥3) − 𝑎𝑥3
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
𝑎𝑥3 + 3𝑎𝑥2∆𝑥 + 3𝑎𝑥∆𝑥2 + 𝑎∆𝑥3 − 𝑎𝑥3
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
3𝑎𝑥2∆𝑥 + 3𝑎𝑥∆𝑥2 + 𝑎∆𝑥3
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
3𝑎𝑥2∆𝑥 3𝑎𝑥∆𝑥 𝑎∆𝑥3
= lim + lim 2 + lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥
∆𝑥
= 3𝑎𝑥2 … … … (5)
Jika dicermati lebih jauh, uraian yang menghasilkan (3), (4) dan (5)
diperoleh sebuah kesimpulan untuk ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥𝑛, yaitu
Jika 𝑛 = 1 diperoleh ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥 maka ƒ′(𝑥) = 𝑎
Jika 𝑛 = 2 diperoleh ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥2 maka ƒ′(𝑥) = 2𝑎𝑥
Jika 𝑛 = 3 diperoleh ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥3 maka ƒ′(𝑥) = 3𝑎𝑥2
Jika 𝑛 ∈ ℕ diperoleh ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥𝑛 maka ƒ′(𝑥) = 𝑛𝑎𝑥𝑛−1

sehingga untuk ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥𝑛 untuk 𝑛 ∈ ℝ (𝑛 anggota bilangan Riil)

7
diperoleh bentuk umum turunannya adalah:

ƒ′(𝑥) = 𝑛𝑎𝑥𝑛−1

8
D. TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI
Trigonometri merupakan salah satu kajian dalam ilmu matematika yang
berkaitan erat dengan garis dan sudut suatu segitiga. Hubungan antara
garis dan sudut ini lah yang selanjutnya menjadi pelbagai fungsi-fungsi
trigonometri. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa terdapat 3
(tiga) fungsi dasar dalam trigonometri yaitu sinus, cosinus, tangen. Dalam
kajian fungsi trigonometri, hanya fungsi sinus dan cosinus yang
merupakan fungsi kontinu. Sehingga kedua fungsi tersebut memiliki nilai
dan turunan di setiap titik.
Fungsi yang memiliki turunan adalah fungsi sinus dan cosinus, untuk
fungsi tangen di beberapa titik tertentu tidak memiliki turunan karena di
titik – titik tersebut tak kontinu. Seperti pada sudut 90° fungsi tangen tak
kontinu karena nilai tan 90° = 𝑢𝑛𝑑eƒ𝑛e𝑑 sehingga dikatakan fungsi tangen
bukanlah fungsi yang kontinu.

Turunan bentuk 𝑓(x) = 𝑠𝑛 x

Sebagaimana telah diuraikan bahwa fungsi sinus ƒ(𝑥) merupakan fungsi


yang kontinu sehingga fungsi sinus memiliki nilai untuk setiap titik 𝑥 =
𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) = lim in(𝑎 + ∆𝑥) − in 𝑎


∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
in 𝑎 co ∆𝑥 + co 𝑎 in ∆𝑥 − in 𝑎
lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
in 𝑎 co ∆𝑥 − in 𝑎 + co 𝑎 in ∆𝑥
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
in 𝑎 (co ∆𝑥 − 1) + co 𝑎 in ∆𝑥
lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
in 𝑎 (co ∆𝑥 − 1) + co 𝑎 in ∆𝑥
= ∆𝑥→0
lim ∆𝑥

∆𝑥
in 𝑎 ((1 − 2in2 ) − 1) + co 𝑎 in ∆𝑥
= lim 2
∆𝑥→0 ∆𝑥

9
∆𝑥
in 𝑎 (−2in2 ) + co 𝑎 in ∆
= lim 2
∆𝑥→0 ∆𝑥
∆𝑥
in2 in ∆𝑥
= [ lim in 𝑎 ∙ lim −2 ∙ 2
] + [ lim co 𝑎 ∙ lim ]
∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥

= [in 𝑎 ∙ 0] + [co 𝑎 ∙ 1] = co 𝑎

Jadi 𝑓(x) = 𝑠𝑛 x m 𝑓′(x) = 𝑐𝑜𝑠 x

Turunan bentuk 𝑓(x) = 𝑐𝑜𝑠 x

Sebagaimana turunan untuk fungsi ƒ(𝑥 ) = in 𝑥, fungsi cosinus juga


merupakan fungsi yang kontinu. Sehingga fungsi cosinus memiliki nilai
untuk setiap 𝑥 = 𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) co(𝑎 + ∆𝑥) − co 𝑎


= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
co 𝑎 co ∆𝑥 − in 𝑎 in ∆𝑥 − co 𝑎
= ∆𝑥→0
lim ∆𝑥
co 𝑎 co ∆𝑥 − co 𝑎 − in 𝑎 in ∆𝑥
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
co 𝑎 (co ∆𝑥 − 1) − in 𝑎 in ∆𝑥
= ∆𝑥→0
lim ∆𝑥
1
co 𝑎 ((1 − 2in2 ∆𝑥) − 1) − in 𝑎 in ∆𝑥
= lim 2
∆𝑥→0 ∆𝑥
21
co 𝑎 (−2in ∆𝑥) − in 𝑎 in ∆𝑥
2
= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
21
−2 ∙ in 2∆𝑥
= [ lim co 𝑎 lim ]−[ in 𝑎 ∙ lim in ∆𝑥 ]
lim
∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥

= [co 𝑎 ∙ 0] − [in 𝑎 ∙ 1] = − in 𝑎
Jadi 𝑓(x) = os x m 𝑓′ (x) = − sn x

10
Turunan bentuk 𝑓(x) = 𝑡𝑎𝑛 x
Nilai tangen merupakan perbandingan antara sinus dan cosinus sehingga
diperoleh bahwa tan 𝑥 = , dan apabila fungsi tersebut memiliki nilai
sin 𝑥
cos 𝑥

untuk setiap 𝑥 = 𝑎 ∈ ℝ sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) = lim tan(𝑎 + ∆𝑥) − tan 𝑎


∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
i n( 𝑎 + ∆ 𝑥 ) i n 𝑎
co (𝑎 + ∆ 𝑥 ) − co 𝑎
=∆𝑥→0
lim ∆𝑥
in(𝑎 + ∆𝑥 ) co 𝑎 − co(𝑎 + ∆𝑥 ) in 𝑎
co(𝑎 + ∆𝑥 ) co 𝑎
= ∆𝑥→0
lim
∆𝑥
in(𝑎 + ∆𝑥) co 𝑎 − co(𝑎 + ∆𝑥) in 𝑎
= ∆𝑥→0
lim
∆𝑥 co(𝑎 + ∆𝑥) co 𝑎
bentuk “in(𝑎 + ∆𝑥 ) co 𝑎 − co(𝑎 + ∆𝑥 ) in 𝑎” tak lain adalah in((𝑎 +
∆𝑥) − 𝑎) sehingga menjadi “in ∆𝑥” , sehingga
in(𝑎 + ∆𝑥 ) co 𝑎 − co(𝑎 + ∆𝑥 ) in 𝑎
= ∆𝑥→0
lim
∆𝑥 co(𝑎 + ∆𝑥) co 𝑎
= lim in ∆𝑥
∆𝑥→0 ∆𝑥 co(𝑎 + ∆𝑥) co 𝑎
1
= lim in ∆𝑥 =
1 1∙ = ec2 𝑎
∙ lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 co(𝑎 + ∆𝑥) co 𝑎 co 𝑎 ∙ co 𝑎
Jadi
𝑓(x) = tn x m 𝑓′(x) = s2 x

E. OPERASI ALJABAR TURUNAN FUNGSI


Setiap kajian dalam matematika tak terlepas dari operasi aljabar. Aljabar
sendiri dikatakan sebagai suatu suatu kalimat matematika yang melibatkan
angka (konstanta), huruf (variable atau pengubah), koefisien, dan
pengerjaan hitung yang dapat mempermudah permasalahan yang sifatnya
kompleks menjadi lebih sederhana dengan menggunakan huruf-huruf atau
variabel yang belum diketahui dalam perhitungan. Operasi aljabar yang
umum dikenal selama ini adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
dan pembagian.

11
Operasi turunan berbentuk 𝑓(x) = 𝑐 ∙ 𝑢(x)

Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = 𝑐 ∙ 𝑢(𝑥) dalam hal ini 𝑐
adalah konstanta dan 𝑢(𝑥) fungsi yang terdiferensialkan (dapat
diturunkan) di 𝑥 = 𝑎 atau fungsi tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ
sedemikian sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) 𝑐 ∙ 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑐 ∙ 𝑢(𝑎)


∆𝑥→0 ∆𝑥 = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
𝑐(𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)) (𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎))
= lim = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 𝑐 ∆𝑥
∆𝑥→0

= 𝑐 lim (𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)) = 𝑐 ∙ 𝑢′(𝑎),


∆𝑥→0 ∆𝑥
sehingga, apabila diberikan fungsi ƒ (𝑥) dan fungsi tersebut
terdiferensialkan pada 𝑎 ∈ ℝ serta terdapat 𝑐 ∈ ℝ sehingga berakibat 𝑦 =
ƒ(𝑎) = 𝑐 ∙ 𝑢(𝑎) maka berlaku ƒ′(𝑎) = 𝑐 ∙ 𝑢′(𝑎).

𝑓(x) = 𝑐 ∙ 𝑢(x) m 𝑓′(x) = 𝑐 ∙ 𝑢′(x).

Operasi turunan berbentuk 𝑓(x) = 𝑢(x) ± 𝑣(x)

Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ± 𝑣(𝑥) dalam hal ini
𝑢(𝑥) dan 𝑣(𝑥) adlah fungsi yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di
𝑥 = 𝑎 atau fungsi tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ. Sebagaimana
diuraikan sebelumnya, bahwa bentuk umum turunan adalah ƒ′(𝑥) =
lim ƒ(𝑥+∆𝑥)−ƒ(𝑥)
, dengan demikian untuk ƒ(𝑥 ) = 𝑢 (𝑎) + 𝑣 (𝑎), diperoleh:
∆𝑥→0 ∆𝑥

[𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎 + ∆𝑥)] + [𝑢(𝑎) − 𝑣(𝑎)]


ƒ′(𝑎) = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥

𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎) + 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎)


= lim
∆𝑥→0 ∆𝑥

= lim 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎) += lim 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎) = 𝑢′(𝑎) + 𝑣′(𝑎)
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥

12
Uraian tersebut mendeskripsikan jika ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) + 𝑣(𝑥) maka diperoleh
turunannya ƒ′(𝑥) = 𝑢′(𝑥) + 𝑣′(𝑥), dengan cara yang sama jika ƒ(𝑥) =
𝑢(𝑥) − 𝑣(𝑥) maka ƒ(𝑥) = 𝑢′(𝑥) − 𝑣′(𝑥). Sehingga bisa disimpulkan

jika 𝑓(x) = 𝑢(x) ± 𝑣(x) maka𝑓′(x) = 𝑢′(x) ± 𝑣′(x)

Contoh Pemakaian
Tentukan turunan dari 𝑓(x) = x3 + x2!

Solusi
Dengan menggunakan sifat ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) + 𝑣(𝑥) maka
ƒ′(𝑥) = 𝑢′(𝑥) + 𝑣′(𝑥)
Diperoleh
ƒ′(𝑥) = 𝑑 (𝑥3 + 5𝑥2).
𝑑𝑥
= 𝑑
(𝑥3) + 𝑑
(5𝑥2).............(penjumlahan turunan)
𝑑𝑥 𝑑𝑥
= 𝑑
(𝑥3 ) + 5 𝑑
(𝑥2)..............(turunan fungsi yang dikalikan dengan
𝑑𝑥 𝑑𝑥
konstanta)
= 3𝑥2 + 10𝑥.......................(sifat ƒ′(𝑥) = 𝑛𝑎𝑥𝑛−1)

Operasi turunan berbentuk 𝑓(x) = 𝑢(x) ∙ 𝑣(x)


Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥) , 𝑢(𝑥)dan
𝑣(𝑥) adalah fungsi yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di 𝑥 =
𝑎 sehingga fungsi tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ sedemikian
sehingga
ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎)
ƒ′(𝑎) = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
= lim 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎)
∆𝑥→0 ∆𝑥

= lim [𝑢(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎)


∆𝑥→0 (𝑎 + ∆𝑥)

𝑢(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎) − 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎)


+ ∆𝑥 ]

𝑢(𝑎 + ∆𝑥) ∙ {𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎)} 𝑣(𝑎){𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)}


= lim [ + ]
∆𝑥→0 (𝑎 + ∆𝑥) ∆𝑥

13
= lim 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎) 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)
𝑢(𝑎 + ∆𝑥) + lim 𝑣(𝑎)
∆𝑥→0 (𝑎 + ∆𝑥) ∆𝑥→0 ∆𝑥

𝑐(𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)) (𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎))


= lim = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 𝑐 ∆𝑥
∆𝑥→0

= 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣′(𝑎) + 𝑢′(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎)


sehingga, apabila diberikan fungsi ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥) dan fungsi tersebut
terdiferensialkan pada 𝑎 ∈ ℝ serta ƒ(𝑎) = 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎) maka berlaku ƒ′
(𝑎) = 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣′(𝑎) + 𝑢′(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎)
𝑓(x) = 𝑢(x) ∙ 𝑣(x) m 𝑓′(x) = 𝑢(x) ∙ 𝑣′(x) + 𝑢′(x) ∙ 𝑣(x)

Contoh Pemakaian
Tentukan turunan fungsi dari ƒ(𝑥) = (5𝑥2 − 1)(3𝑥 − 2)!

Solusi

Bentuk ƒ(𝑥) = (5𝑥2 − 1)(3𝑥 − 2) merupakan salah satu contoh dari


bentuk umum ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥), yaitu perkalian dua fungsi sehingga
𝑢(𝑥) = (5𝑥2 − 1) dan 𝑣(𝑥) = (3𝑥 − 2) sehingga diperolah 𝑢′(𝑥) = 10𝑥
dan 𝑣′(𝑥) = 3
Menggunakan sifat
ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣′(𝑥) + 𝑢′(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥)
Diperoleh
ƒ′(𝑥) = (5𝑥2 − 1) ∙ 3 + (3𝑥 − 2) ∙ 10𝑥 = 15𝑥2 − 3 + 30𝑥2 − 20𝑥
= 45𝑥2 − 20𝑥 + 3

Operasi turunan berbentuk 𝑓(x) = 𝑢(x)


𝑣(x)

Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = 𝑢(x), 𝑢(𝑥)dan 𝑣(𝑥) adalah
𝑣(x)

fungsi yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di 𝑥 = 𝑎 sehingga fungsi


tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga
𝑢(𝑎 + ∆𝑥) 𝑢(𝑎)
ƒ (𝑎) = lim
ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎) 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) −𝑣(𝑎)

= ƒ′(𝑎) = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥
𝑢(𝑎 + ∆𝑥)𝑣(𝑎) − 𝑣(𝑎 + ∆𝑥)𝑢(𝑎)
= ∆𝑥→0
lim
∆𝑥 ∙ 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎)

14
𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎) 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎)
𝑣(𝑎) { ∆𝑥 } − 𝑢 (𝑎) { ∆𝑥 }
= ∆𝑥→0
lim 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) ∙ 𝑣(𝑎)
lim 𝑣(𝑎) ∙ lim 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎) 𝑣(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑣(𝑎)
− lim 𝑢(𝑎) lim
= ∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥→0 ∆𝑥
lim 𝑣(𝑎)𝑣(𝑣 + ∆𝑥)
∆𝑥→0
𝑢′(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎) − 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣′(𝑎)
𝑢′(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎) − 𝑢(𝑎) ∙ 𝑣′(𝑎)
𝑣(𝑎) ∙ 𝑣(𝑎) 2
(𝑣(𝑎))
=

sehingga, apabila diberikan fungsi ƒ(𝑥) = 𝑢(x)


𝑣(x) dan fungsi tersebut
terdiferensialkan pada 𝑎 ∈ ℝ serta ƒ(𝑎) = 𝑢(𝑎)maka berlaku ƒ′(𝑎) =
𝑣(𝑎)

𝑢𝘍(𝑎)∙𝑣(𝑎)−𝑢(𝑎)∙𝑣𝘍(𝑎)
(𝑣(𝑎))
2 ,

Jadi,
𝑢(x)
𝑢′(x) ∙ 𝑣(x) − 𝑢(x) ∙ 𝑣′
𝑓(x) = m𝑓 ′
(x) = 2
𝑣(x) (x) (𝑣(x))

Contoh Pemakaian
Tentukan turunan fungsi dari ƒ(𝑥) = cc 𝑥

Solusi
Bentuk ƒ(𝑥) = cc 𝑥 tak lain adalah ƒ(𝑥) = 1
sin𝑥 sehingga
𝘍( ) ( )
dengan
( ) 𝘍( )
𝑢 𝑥 ∙𝑣 𝑥 −𝑢 𝑥 ∙𝑣 𝑥
menggunakan sifat ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥)
maa ƒ (𝑥) =

perlu
2
𝑣(𝑥) (𝑣(𝑥))

diidentifikasi 𝑢(𝑥) = 1 dan 𝑣(𝑥) = in 𝑥. Sehingga 𝑢 ′(𝑥) = 0 dan


𝑣′(𝑥) = co 𝑥, maka
𝑢′(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥) − 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣′(𝑥) 0 ∙ in 𝑥 − 1 ∙ co 𝑥 − co 𝑥
ƒ (𝑥) =

2 (in 𝑥) 2 =
(𝑣(𝑥)) in2 𝑥

co 𝑥
1
=− ∙ = − cot 𝑥 cc 𝑥
in 𝑥 in 𝑥
Jadi turunan dari ƒ(𝑥 ) = cc 𝑥 adalah ƒ ′(𝑥 ) = − cot 𝑥 cc 𝑥

15
Operasi turunan berbentuk 𝑓(x) = 𝑢𝑛(x)
Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = 𝑢𝑛(𝑥), 𝑢(𝑥) adalah fungsi
yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di 𝑥 = 𝑎 sehingga fungsi
tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga

𝑢′(𝑎) = lim 𝑢(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑢(𝑎)


∆𝑥→0
∆𝑥 ,
Karena fungsi 𝑢(𝑥) terdefinisi pada sembarang 𝑎 ∈ ℝ, maka berlaku
sebuah kondisi

𝑢′(𝑥) = lim 𝑢 (𝑥 + ∆𝑥 ) − 𝑢(𝑥 ) ∆𝑢


, eina 𝑢 ′ (𝑥 ) = lim
.
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 ∆𝑥

Dikatakan bahwa prinsip umum dari turunan adalah


ƒ(𝑢 + ∆𝑢) − ƒ(𝑢)
ƒ′(𝑢) = lim atau ƒ′(𝑢) = lim ∆𝑦
.
∆𝑢→0 ∆𝑢 ∆𝑢→0 ∆𝑢

Untuk kasus ∆𝑥 → 0 maka berakibat pula ∆𝑢 → 0 sedemikian sehingga


∆𝑦 ∆𝑢
ƒ′(𝑢) = lim dan 𝑢′(𝑥) = lim
∆𝑢→0 ∆𝑢 ∆𝑥→0 ∆𝑥

sehingga,
∆𝑦 ∆𝑢
lim ∙ lim = ƒ′(𝑢) ∙ 𝑢′(𝑥)
∆𝑢→0 ∆𝑢 ∆𝑥→0 ∆𝑥
∆𝑦 ∆𝑢
lim ∙ = ƒ′(𝑢) ∙ 𝑢′(𝑥)
∆𝑢→0 ∆𝑢 ∆𝑥
∆𝑦
lim = ƒ′(𝑢) ∙ 𝑢′(𝑥)
∆𝑢→0 ∆𝑥

ƒ′(𝑥) = ƒ′(𝑢) ∙ 𝑢′(𝑥)


𝑛
Sehingga apabila diberikan sebuah persamaan ƒ(𝑢) = (𝑢(𝑥)) maka
diperoleh turunannya fungsinya yaitu ƒ′(𝑢) = 𝑛𝑢𝑛−1 sehingga
𝑛−1
𝑓(x) = 𝑢𝑛(x) m 𝑓′(x) = 𝑛 ∙ (𝑢(x)) ∙ 𝑢′(x)

Contoh Pemakaian
Tentukan turunan fungsi dari
(i) ƒ(𝑥) = (2 + 3𝑥2)9!
(ii)ƒ(𝑥) = 3in3 1 + 2co2 𝑥!
𝑥 2

16
Solusi
(i) Sebelum menyelesaikan bentuk ƒ(𝑥) = (2 + 3𝑥2)9
𝑛−1
menggunakan sifat ƒ(𝑥) = 𝑢𝑛(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑛 ∙ (𝑢(𝑥)) ∙
𝑢′(𝑥)
maka perlu diidentifikasi terlebih dahulu 𝑢(𝑥), yaitu 𝑢(𝑥) = 2 +
3𝑥2, maka 𝑢′(𝑥) = 6𝑥. Sehingga ƒ(𝑥) = 𝑢9(𝑥), maka diperoleh
bentuk turunannya
ƒ′(𝑥) = 9𝑢8(𝑥) ∙ 𝑢′(𝑥) = 9(2 + 3𝑥2)8 ∙ 6𝑥 = 54𝑥(2 + 3𝑥2)8
(ii) Bentuk ƒ(𝑥 ) = 3in3 1 + 2co2 𝑥 menggunakan sifat
𝑥 2
𝑛−1
ƒ(𝑥) = 𝑢𝑛(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑛 ∙ (𝑢(𝑥)) ∙ 𝑢′(𝑥) maka bentuk
ƒ(𝑥 ) = 3in3 1 + 2co2 𝑥 juga menggunakan sifat operasi
𝑥 2

penjumlahan turunan karena terdiri dari dua suku yang


dijumlahkan yaitu 3in3 1 dan 2co2 𝑥 . maka
𝑥 2

* untuk 3in 31
maka 𝑢 (𝑥 ) = 3in sehingga diperoleh 𝑢 ′ (𝑥 ) =
1

𝑥 𝑥
1 1
3 (co ) (− ) , 𝑠ehingga turunan dari 3in3 1 adalah
𝑥 𝑥2 𝑥
21 1 1
3 (3in ) (co ) (− )
𝑥 𝑥 𝑥2
** untuk 2co 2𝑥
maka 𝑣(𝑥) = 2 co 𝑥 diperoleh 𝑣′(𝑥) =
2 2
− in . Sehingga turunan dari 2co
𝑥 2𝑥
adalah
2 2
−2 in 𝑥 co 𝑥 dengan menggunakan sifat persamaan
2 2

trigonometri in 2𝑥 = 2 in 𝑥 co 𝑥, maka bentuk


−2 in 𝑥 co 𝑥 diubah menjadi − in 2 (𝑥) = − in 𝑥
2 2 2

Dari (*) dan (**) diperoleh turunan dari ƒ(𝑥) = 3in3 1 +


𝑥
2co 2𝑥
adalah ƒ (𝑥) = 3 (3in ) (co ) (−
′ 21 1 1
) − in 𝑥
2 𝑥 𝑥2
𝑥

Aturan Rantai (Chain Rule)


Aturan rantai dalam teknik pendiferensialan suatu fungsi merupakan
metode yang sangat berguna manakala fungsi yang diberikan adalah
fungsi – fungsi komposisi yang disimbolkan dengan ƒ(𝑔(𝑥)) atau

17
(ƒ o 𝑔)(𝑥). Fungsi komposisi merupakan penggabungan dua fungsi
dimana daerah hasil fungsi pertama merupakan domain pada fungsi kedua
atau manakala ƒ(𝑔(𝑥)) dimaknai dengan Range (daerah hasil) dari 𝑔(𝑥)
merupakan Domain (daerah asal) untuk ƒ(𝑥).
Apabila diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥) dengan ƒ(𝑥) = ƒ(𝑔(𝑥)), 𝑔(𝑥) adalah
fungsi yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di 𝑥 = 𝑎 sehingga fungsi
tersebut kontinu di 𝑥 = 𝑎 untuk 𝑎 ∈ ℝ dan ƒ(𝑔(𝑥)) merupakan fungsi
yang terdiferensialkan (dapat diturunkan) di 𝑔(𝑥) sedemikian sehingga

ƒ′(𝑎) = lim ƒ(𝑎 + ∆𝑥) −


∆𝑥→0 ƒ(𝑎)
∆𝑥
ƒ(𝑔(𝑎 + ∆𝑥)) − ƒ(𝑔(𝑎))
ƒ′(𝑔(𝑎)) = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥
kemudian persamaan tersebut dikalikan dengan
lim ∆𝑥
∆𝑥→0 𝑔(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑔(𝑎)
,

sehingga diperoleh
ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ lim ∆𝑥
∆𝑥→0 𝑔(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑔(𝑎)
ƒ(𝑔(𝑎 + ∆𝑥)) − ƒ(𝑔(𝑎)) ∆𝑥
= lim ∙ lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 ∆𝑥→0 𝑔(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑔(𝑎)
1
ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ ( ) = lim ƒ(𝑔(𝑎 + ∆𝑥)) − ƒ(𝑔(𝑎))
𝑔′(𝑎) ∆𝑥→0
𝑔(𝑎 + ∆𝑥) − 𝑔(𝑎)
1
ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ ( ) = ƒ′(𝑔(𝑎))

𝑔 (𝑎)
kemudian, kedua ruas dikalikan dengan 𝑔′(𝑎)
1
ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ ( ) ∙ 𝑔′(𝑎) = ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ 𝑔′(𝑎)
𝑔′(𝑎)
ƒ′(𝑔(𝑎)) = ƒ′(𝑔(𝑎)) ∙ 𝑔′(𝑎)
Jadi,

𝑓(𝑔(x)) m 𝑓′(𝑔(x)) = 𝑓′(𝑔(x)) ∙ 𝑔′(x)

Contoh Pemakaian
6
Tentukan turunan fungsi dari ƒ(𝑥) = (√𝑥 − 3) !

18
Solusi
Untuk menyelesaikan permasalahan ini bisa menggunakan aturan rantai.
6
Hal ini mempertimbangkan bahwa bentuk ƒ(𝑥) = (√𝑥 − 3) memenuhi
𝑛
kriteria bentuk fungsi komposisi ƒ(𝑔(𝑥)) = (𝑔(𝑥)) . Diperoleh fungsi
1 1 1 1
′ −
𝑔(𝑥) = √𝑥 − 3 = 𝑥2 − 3 sehingga 𝑔 (𝑥) = 𝑥 2 = . Untuk turunan
2 2√𝑥
6 5
dari (𝑔(𝑥)) sendiri adalah 6(𝑔(𝑥)) . Dengan semikian turunan dari
6
ƒ(𝑥) = (√𝑥 − 3) sesuai dengan kaidah aturan rantai yaitu
ƒ(𝑔(𝑥)) maa ƒ′(𝑔(𝑥)) = ƒ′(𝑔(𝑥)) ∙ 𝑔′(𝑥) diperoleh
5
ƒ′(𝑥) 5 3(√𝑥−3)
= 6(√𝑥 − 3) ∙ 1
√𝑥
=
2√𝑥

F. TURUNAN KEDUA SUATU FUNGSI

Turunan kedua suatu fungsi merupakan kelanjutan dari turunan pertama


suatu fungsi. Dalam hal ini turunan pertama dari sebuah fungsi ƒ(𝑥)yang
disimbolkan dengan ƒ′(𝑥) diturunkan (didiferensialkan) lagi dan
disimbolkan dengan ƒ"(𝑥) dan seteruanya sejauh fungsi turunan tersebut
kontinu di 𝑥 = 𝑎 ∈ ℝ sehingga turunan kedua di titik tersebut adalah
ƒ"(𝑎). Turunan kedua suatu fungsi ini berguna untuk mempermudah
dalam menggambar kurva. Turunan kedua suatu fungsi mendeskripsikan
konveksitas suatu kurva dan menunjukkan dengan jelas kondisi
maksimum dan minimum suatu kurva. Dalam kajian persamaan gerak
dalam fisika, turunan kedua suatu fungsi ƒ(𝑥) menyatakan percepatan
sesaat suatu objek pada 𝑡 (atu) tertentu. Sedemikian sehingga jika
diberikan 𝑥(𝑡) merupakan fungsi untuk menyatakan kedudukan suatu
objek pada 𝑡 tertentu, maka 𝑥’(𝑡) mewakili kecepatan sesaat pada 𝑡
tertentu dan 𝑥"(𝑡) menyatakan percepatan sesaat objek pada 𝑡 tertentu.

G. TURUNAN INVERS FUNGSI


Sifat berikutnya adalah turunan yang melibatkan invers suatu fungsi.
Invers suatu fungsi yang didiferensialkan terkat dengan kajian sebelumnya

19
yaitu aturan rantai. Jika diberikan fungsi 𝑦 = ƒ(𝑥), maka 𝑥 merupakan
invers dari 𝑦 sehingga:
𝑦 = ƒ(𝑥), 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑥 = ƒ−1(𝑦).
Jika ƒ(𝑥)dikomposisikan terhadap ƒ(𝑥)tak lain adalah 𝑥 itu sendiri
sehingga ditulis
ƒ(ƒ−1(𝑥)) = 𝑥,
ƒ ƒ −1
atau dengan kata lain 𝑥 → 𝑦 →→ 𝑥.
Dengan menggunakan notasi Leibniz dan berbantuan aturan rantai
diperoleh
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑦
𝑑𝑥 = 𝑑𝑦 𝑑𝑥
Turunan 𝑑𝑥 terhadap 𝑥 adalah 1, sehingga berlaku
𝑑𝑥

𝑑𝑥 𝑑𝑦
1 = 𝑑𝑦 𝑑𝑥

maka bentuk turunannya


adalah
𝑑𝑦 1 𝑑𝑥 1
= atau =
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑦
𝑑𝑦 𝑑𝑥
H. TURUNAN FUNGSI IMPLISIT
Selama ini banyak dikenal berbagai macam jenis fungsi di matematika.
Salah satunya adalah fungsi implisit. Fungsi implisit sendiri merupakan
fungsi Fungsi implisit adalah fungsi yang terdiri dari dua atau lebih
variabel yakni variabel bebas dan variabel tak bebas, yang berada dalam
satu ruas dan tidak bisa dipisahkan pada ruas yang berbeda.
Mendiferensialkan fungsi implisit, pada prinsipnya tak jauh beda dengan
mendifereneislkan fungsi variabel tunggal, yakni dengan menggunakan
notasi Leibniz (𝑑𝑦). Hal yang harus dipahami dalam menurunkan fungsi
𝑑𝑥

implisit khususnya yang terdiri dari dua variabel (𝑥 dan 𝑦):


𝑑
i. Jika hanya mengandung variabel 𝑥, maka turunannya: 𝑥
𝑑𝑥
𝑑 𝑑𝑦
ii. Jika hanya mengandung variabel 𝑦, maka turunannya: 𝑦
𝑑𝑦 𝑑𝑥
𝑑
iii. Jika mengandung variabel 𝑥 dan 𝑦, maka turunannya: 𝑥𝑦 +
𝑑𝑥

𝑑 𝑑𝑦
𝑥𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑥

20
Untuk lebih teknisnya perhatikan contoh berikut ini. Diberikan sebuah
persamaan 𝑥2 + 𝑦2 = 9 yang tak lain adalah persamaan sebuah lingkaran
dengan jari – jari 3 dan berpusat di titik (0,0).

Gambar 2. Lingkaran 𝑥2 + 𝑦2 = 9
Perlu diperhatikan kembali, bahwa bentuk 𝑥2 + 𝑦2 = 9 bukanlah sebuah
fungsi melainkan suatu relasi. Hal ini dibuktikan manakala diberikan
sebuah nilai 𝑥 maka akan diperoleh dua nilai 𝑦 yang berbeda:

𝑥2 + 𝑦2 = 9 maa 𝑦 = ±√9 − 𝑥2.

Meskipun 𝑦 = ±√9 − 𝑥2 bukanlah fungsi dengan domain 𝑥, namun


persamaan 𝑦 = ±√9 − 𝑥2 dikatakan sebagai fungsi implisit 𝑦 terhadap 𝑥.
Dengan melakukan pendekatan sebagaimana cara untuk memperoleh garis
singgung pada titik (𝑥, 𝑦) sehingga fungsi yang diperoleh pun ƒ1(𝑥) =

√9 − 𝑥2 dan ƒ2(𝑥) = −√9 − 𝑥2. Tergantung pada kondisi 𝑦.


Pendekatan untuk menyelesaikan persoalan turunan fungsi implisit adalah
dengan mendiferensialkannya pada kedua sisi terhadap 𝑥. Untuk
mendiferensialkan 𝑦2 diperlukan penurunan dengan cara aturan rantai
karena 𝑦2 merupakan fungsi dari 𝑦 dan 𝑦 merupakan fungsi dengan
domain 𝑥:
𝑑 𝑑 𝑑𝑦 𝑑𝑦
(𝑦2) = (𝑦2) = 2𝑦 .
𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑥
Selanjutnya kedua sisi didiferensialkan sehingga diperoleh
𝑑𝑦
2𝑥 + 2𝑦 =0
𝑑𝑥

21
𝑑𝑦
Namun perlu digaris bawahi, bahwa persamaan yang terdapat bentuk
𝑑𝑥

bisa didiferensialkan pada semua titik pada lingkaran kecuali 𝑦 = 0.


Ketika 𝑦 ≠ 0 diperoleh nilai untuk 𝑑𝑦 adalah – 𝑥.
𝑑𝑥 𝑦

I. PERSAMAAN GARIS SINGGUNG PADA KURVA


Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu penggunaan turunan
terdapat pada kajian tentang kemiringan suatu garis kurva. Kemiringan
suatu kurva (gradien) ditentukan oleh turunan pertama suatu kurva.
Gradien suatu kurva 𝑦 = ƒ(𝑥) di titik 𝐴(𝑎, ƒ(𝑎)) adalah

ƒ(𝑎 + ∆𝑥) − ƒ(𝑎)


ƒ′(𝑎) = lim
∆𝑥→0 ∆𝑥 .

Apabila diketahui koordinat titik (𝑎, ƒ(𝑎)) dan gradien (𝑚) kurva di titik
tersebut maka persamaan garis singgung yang terbentuk di titik tersebut
adalah

𝑦 − ƒ(𝑎) = ƒ′(𝑎)(𝑥 − 𝑎)

Contoh Pemakaian
Tentukan persamaan garis singgung fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 yang:
a. Melalui titik (1,2)
b. Melalui titik (0,3)
c. Sejajar dengan garis 𝑦 = −𝑥 + 3
d. Tegak lurus pada garis 𝑦 = 3𝑥 + 10

Solusi
a. Titik (1,2) terletak pada fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 karena 2 = 2 +
1 − 12 merupakan pernyataan yang benar. Sehingga ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 −
𝑥2 ⟹ ƒ′(𝑥) = 1 − 2𝑥. Karena 𝑚 = ƒ′(𝑎) maka 𝑚 = ƒ′(1) = 1 −
2 = −1, sehingga Persamaan Garis Singgung:
𝑦 − ƒ(𝑎) = ƒ′(𝑎)(𝑥 − 𝑎)
𝑦 − 2 = −1(𝑥 − 1)
𝑦 = −𝑥 + 3
b. Titik (0,3) tidak terletak pada fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 karena 3 =
2 + 0 − 02 merupakan pernyataan yang salah.

22
Salah satu bentuk persamaan garis adalah 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐 dan garis ini
melalui titik (0,3). Langkah selanjutnya perlu diperoleh dahulu nilai 𝑐
yaitu dengan mensibstitusikan nilai 𝑥 = 0 dan 𝑦 = 3 pada 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐
sehingga,
(0,3) ⟹ 𝑦 = 𝑚𝑥 +
𝑐 3 = 𝑚(0) + 𝑐
𝑐 = 3.
Sehingga persamaan garis sunggung yang dimaksud 𝑦 = 𝑚𝑥 + 3.
Garis 𝑦 = 𝑚𝑥 + 3 dan fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 memiliki setidaknya
sebuah titik singgung sedemikian sehingga
𝑦 = ƒ(𝑥)
𝑚𝑥 + 3 = 2 + 𝑥 − 𝑥2
𝑥2 + (𝑚 − 1)𝑥 + 1 = 0
Syarat agar garis 𝑦 = 𝑚𝑥 + 3 menyinggung kurva fungsi ƒ(𝑥) = 2 +
𝑥 − 𝑥2 adalah 𝐷 = 𝑏2 − 4𝑎𝑐 = 0 dengan persamaan yang digunakan
adalah
𝑥2 + (𝑚 − 1)𝑥 + 1 = 0
maka
𝐷 = 𝑏2 − 4𝑎𝑐 = 0
(𝑚 − 1)2 − 4 ∙ 1 ∙ 1 =
0
𝑚2 − 2𝑚 + 1 − 4 = 𝑚2 − 2𝑚 − 3 = 0
(𝑚 − 3)(𝑚 + 1) = 0
𝑚 = −1 atau 𝑚 = 3
Karena terdapat dua nilai 𝑚 atau dua gradien, maka persamaan garis
singgung kurva ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 di titik (0,3) yaitu
𝑦 = −𝑥 + 3 dan 𝑦 = 3𝑥 + 3
c. Misal persamaan garis singgung pada fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2
adalah (𝑐, ƒ(𝑐)). Karena garis singgung pada 𝑐 terhadap fungsi ƒ(𝑥)
sejajar dengan garis 𝑦 = −𝑥 + 3 maka gradien garis singgungnya
𝑚g𝑠 = −1.
Selanjutnya, turunan dari ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 adalah ƒ′(𝑥) = 1 − 2𝑥.

23
Nilai 𝑐 ditentukan dengan 𝑚g𝑠 = ƒ′(𝑐) = −1, maka:
ƒ′(𝑐) = −1
1 − 2𝑐 = −1 ⟹ 𝑐 = 1
Karena 𝑐 = 1 ⟹ ƒ(1) = 2 + 1 − 12 = 2
Sehingga diperolah titik singgung yang dimaksud adalah (1,2). Jadi
persamaan garis singgung yang diminta sesuai dengan
𝑦 − ƒ(𝑐) = ƒ′(𝑐)(𝑥 − 𝑐) adalah
𝑦 − 2 = −1(𝑥 − 1)
𝑦 = −𝑥 + 3
d. Misal titik singgung pada fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 adalah (𝑐, ƒ(𝑐)).
Karena garis singgungnya tegak lurus terhadap garis 𝑦 = 3𝑥 + 10,
maka gradien garis singgungnga 𝑚g𝑠 = − 1.
3
Kemudian dicari turunan dari ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2 adalah ƒ′(𝑥) = 1 −
2𝑥.
Langkah selanjutnya adalah mencari nilai 𝑐 melalui ƒ′(𝑐) = − 1, maka
3
1 2
1 − 2𝑐 = − ⟹𝑐=
3 3
Setelah memperoleh nilai 𝑐 kemudian diperlukan nilai ƒ(𝑐). Maka
2 2
ƒ(𝑐) = ƒ ( ) = 2 + 2 − (2 ) = 20
3 3 3 9
Sehingga diperoleh koordinat titik singgung (𝑐, ƒ(𝑐)) = (2 , 20).
3 9

Jadi, persamaan garis singgung yang dimaksud sesuai dengan 𝑦 −


ƒ(𝑐) = ƒ′(𝑐)(𝑥 − 𝑐) adalah:
20 1 2
𝑦− (𝑥 − )
3
22
1
𝑦=− 𝑥+
3 9
Apabila dideskripsikan dalam bentuk kurva beserta garis singgungnya
adalah sebagai berikut:

24
𝑦 = 3𝑥 + 3

𝑦 = − 1 𝑥 + 22
39

𝑦 = −𝑥 + 3

ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥2

Gamba 3. Fungsi ƒ(𝑥) = 2 + 𝑥 − 𝑥 2 dan garis – garis singgungnya

J. APLIKASI TURUNAN
Sebagaimana kajian matematika secara umum, ilmu matematika sangat
terkait dengan cabang ilmu lain baik yang sifatnya eksak maupun sosial.
Sebagaimana matematika yang di beberapa bagian tertentu menjadi
landasan bagi perkembangan fisika begitu juga sebaliknya. Secara umum,
matematika dan ilmu lain saling mengisi dan bersinergi sebagai
penyokong perkembangan ilmu pengetahuan. Seperti pada bidang Tekhnik
penggunaan turunan dapat membantu programer dalam pembuatan
aplikasi dari mesin – mesin yang mutakhir.
Beberapa sub kajian Ilmu ekonomi juga menggunakan aplikasi turunan.
Pada bidang ekonomi fungsi turunan dipakai untuk mencari biaya marjinal
atau biaya tambahan yang diperlukan untuk tambahan satu unit produk
yang dihasilkan. Munculnya MC karena adanya perluasan produksi yang
dilakukan perusahaan dalam rangka menambah jumlah produk yang
dihasilkannya, yaitu dengan cara menurunkannya dari persamaan biaya
total. Bisa ditulis biaya marjinal = biaya total’. Para matematikawan
𝑑𝑐
mengenal biaya marjinal sebagai , perbandingan perubahan 𝐶 (cost)
𝑑𝑥

terhadap perubahan 𝑥 atau jumlah produksi. Selanjutnya ada yang disebut


dengan elastisitas.

25
Elastisitas merupakan perbandingan perubahan proporsional dari sebuah
variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas
mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi konsumen terhadap
perubahan harga. Penggunaan paling umum dari konsep elastisitas ini
adalah untuk meramalkan barang/jasa apa yang akan dinaikkan. Bagi
produsen, pengetahuan ini digunakan sebagai pedoman seberapa besar ia
harus mengubah harga produknya. Hal ini sangat berkaitan dengan
seberapa besar penerimaan penjualan yang akan ia peroleh.
Sebagai contoh, anggaplah biaya produksi sebuah barang meningkat
sehingga seorang produsen terpaksa menaikkan harga jual produknya.
Menurut hukum permintaan, tindakan menaikkan harga ini jelas akan
menurunkan permintaan. Jika permintaan hanya menurun dalam jumlah
yang kecil, kenaikan harga akan menutupi biaya produksi sehingga
produsen masih mendapatkan keuntungan. Namun, jika peningkatan harga
ini ternyata menurunkan permintaan demikian besar, maka bukan
keuntungan yang diperoleh. Hasil penjualannya mungkin saja tidak dapat
menutupi biaya produksinya, sehingga produsen menderita kerugian. Jelas
di sini bahwa produsen harus mempertimbangkan tingkat elastisitas barang
produksinya sebelum membuat suatu keputusan. Produsen harus
memperkirakan seberapa besar kepekaan konsumen atau seberapa besar
konsumen akan bereaksi jika ia mengubah harga sebesar sepuluh persen,
dua puluh persen, dan seterusnya. Definisi matematisnya, koefesien
elastisitas diukur dari persentase perubahan kuantitas barang dibagi
dengan persentase perubahan harga. Secara sederhana kalimat tersebut
dapat dirumuskan bahwa elastisitas “𝑦 terhadap 𝑥” kemudian Elastisitas
biasa disimbolkan sebagai ‘𝐸’, ‘e’ atau .
Dalam kajian fisika sangat banyak ditemukan aplikasi turunan. Hal yang
paling sering ditemui adalah rumus jarak yang ditempuh oleh suatu objek
yang bergerak, yaitu 𝑦 = 1 𝑔𝑥2 + 𝑣0𝑥 + 𝑦0 dengan ketentuan 𝑦0 adalah
2
jarak awal dari titik 0. Apabila persamaan ini didiferensialkan 𝑦′ = 𝑑𝑦
𝑑𝑥

maka akan menjadi 𝑦 = 𝑔𝑥 + 𝑣0, 𝑣0 dinyatakan sebagai kecepatan awal.

26
2
𝑦
Persamaan ini masih bisa diturunkan menjadi turunan yang kedua 𝑑 ,
𝑑𝑥 2

menjadi 𝑦 = 𝑔 (konstan), sehingga ditemukanlah persamaan untuk


mencari nilai percepatan, sehingga jika suatu objek dijatuhkan dari
ketinggian tertentu di atas permukaan bumi dikatakan percepatan gravitasi.
Untuk menentukan berbagai besaran dalam fisika digunakan turunan
sebagai metodenya, misalnya adalah luas yang merupakan hasil turunan
satuan panjang dan luas diperoleh dari mengalikan panjang dengan
panjang.
Berikut ini adalah berbagai contoh besaran turunan sesuai dengan sistem
internasional / SI yang diturunkan dari sistem MKS (meter - kilogram -
sekon/second) :
- Besaran turunan energi satuannya joule dengan lambang 𝐽
- Besaran turunan gaya satuannya newton dengan lambang 𝑁
- Besaran turunan daya satuannya watt dengan lambang W
- Besaran turunan tekanan satuannya pascal dengan lambang 𝑃𝑎
- Besaran turunan frekuensi satuannya 𝐻e𝑟𝑡𝑧 dengan lambang 𝐻𝑧
- Besaran turunan muatan listrik satuannya coulomb dengan lambang 𝐶
- Besaran turunan beda potensial satuannya 𝑣o𝑙𝑡 dengan lambang 𝑉
- Besaran turunan hambatan listrik satuannya ohm dengan Ω
- Besaran turunan kapasitas kapasitor satuannya farad dengan lambang
𝐹
- Besaran turunan fluks magnet satuannya tesla dengan
- Besaran turunan induktansi satuannya henry dengan lambang H
- Besaran turunan fluks cahaya satuannya lumen dengan lambang ln
- Besaran turunan kuat penerangan satuannya lux dengan lambang lx
Tentu masih banyak contoh aplikasi turunan pada bidang lain sehingga
menunjukan bahwa turunan merupakan salah satu kajian penting dalam
perkembangan dunia ilmu pengetahuan.
Makalah ini akan sedikit membahas secara dasar tentang aplikasi turunan,
sehingga untuk pengembangan yang lebih kompleks akan dijelaskan pada
makalah yang lain.

27
Menggambar Grafik Fungsi
Grafik suatu fungsi merupakan komponen penting untuk mencari baik
penyelesaian fungsi itu sendiri maupun berbagai kecenderungan yang
diakibatkan oleh bentuk fungsinya secara grafis. Setidaknya ada 3 (tiga)
komponen utama untuk menggambar suatu fungsi, yaitu:
i. Titik potong terhadap sumbu X dan sumbu 𝑌
ii. Interval kemonotonan fungsi
iii. Titik kritis, dan
iv. Nilai ekstrim (Maksimum dan minimum lokal)

Kemudian, dimana peran turunan untuk menentukan beberapa poin


tersebut. Mari perhatikan contoh berikut ini. Ketika diberikan suatu
2
−2𝑥+4
fungsu ƒ(𝑥) = 𝑥
dan kita diminta untuk menunjukan
𝑥−2

bagaimana gambaran grafik fungsinya. Beberapa informasi yang harus


ada, yaitu:

1. Titik potong terhadap sumbu 𝑥 dan sumbu 𝑦


Titik potong terhadap sumbu 𝑥 diperoleh manakala nilai 𝑦 =
2
𝑥 −2𝑥+4
0, sehingga 𝑦 = ƒ(𝑥) = = 0, maka diperoleh
𝑥−2

𝑥2 − 2𝑥 + 4 = 0
(𝑥 − 1)2 + 3 = 0
(𝑥 − 1)2 = −3
Karena tidak ada bilangan kuadrat yang senilai dengan
−3 maka fungsi tersebut tidak memiliki titik potong terhadap
sumbu 𝑥.
Selanjutnya dicari titik potong terhadap sumbu 𝑦, hal ini
dipenuhi manakala nilai 𝑥 = 0, sehingga 𝑦 = ƒ(𝑥) =
02−2∙0+4 2
𝑥 −2𝑥+4
= −2. Maka fungsi ƒ(𝑥) = berpotongan di
0−2 𝑥−2

sumbu 𝑦 pada koordinat (0,


−2)
2. Selanjutnya harus ditemukan interval kemonotonan, titik
kritis dan nilai ekstrim menggunakan turunan pertama.

28
2
𝑥 −2𝑥+4
Fungsi ƒ(𝑥) = diperolah turunan pertamanya
𝑥−2

( ) (2𝑥 − 2)(𝑥 − 2) − (𝑥2 − 2𝑥 + 4)(1) 𝑥(𝑥 − 4)
ƒ 𝑥 =
=
(𝑥 − 2)2 (𝑥 − 2 )2
Selanjutnya fungsi untuk turunan pertama dicari titik potong
terhadap sumbu 𝑥 yang bertujuan untuk mencari batas – batas
kemonotonan fungsi, sehingga
𝑥(𝑥 − 4)
ƒ′(𝑥) = = 0, maa
(𝑥 − 2 )2
Diperoleh titik – titik yang akan digunakan sebagai batas
interval yaitu 𝑥 = 0, 𝑥 = 4 dan 𝑥 ≠ 2.
Kemudian, dicari kemonotonan fungsi tersebut dengan
mengambil titik uji yang disbustitusikan ke fungsi ƒ′(𝑥),
untuk 𝑥 = 1, nilai ƒ′(𝑥) = 1(1−4) = −3 = −3
(1−2)2 1

untuk 𝑥 = 3, nilai ƒ′(𝑥) = 3(3−4) = −3 = −3


(3−2)2 1

untuk 𝑥 = −1, nilai ƒ (𝑥) =


′ (−1)(−1−4)
=5
(−1−2)2 9

untuk 𝑥 = 5, nilai ƒ′(𝑥) = 5(5−4)


=5
(5−2)2 9

sehingga diperoleh batas – batasnya,

Gambar 4. Batas Kemonotonan Fungsi

Berdasarkan gambar diatas, diperoleh suatu kesimpulan


yaitu:

a) Interval kemonotonan, terjadi apabila


i. Monoton naik apabila ƒ′(𝑥) ≥ 0, yaitu pada
interval 𝑥 ≤ 0 atau 𝑥 ≥ 4

29
ii. Monoton turun apabila ƒ′(𝑥) ≤ 0, yaitu pada
interval
0 ≤ 𝑥 < 2 atau 2 < 𝑥 ≤ 4
b) Titik kritis, yaitu:
i. Titik stasioner, ƒ′(𝑥) = 0 berada pada 𝑥 = 0 dan
𝑥=4
ii. Titik singular, ƒ′(𝑥) 𝑡𝑑𝑎 𝑎𝑑𝑎 yaitu pada 𝑥 = 2
c) Nilai Ekstrem (Nilai Maksimum dan Minimum
Lokal), yaitu nilai ƒ(𝑐) manakala di titik (𝑐, ƒ(𝑐))
terjadi
2
𝑥 −2𝑥+4
perubahan kemonotonan. Untuk fungsi ƒ(𝑥) =
𝑥−2

terdapat 3 (tiga) nilai ekstrem, yaitu:


i. 𝑐 = 0, maka ƒ(0) = −2 (maksimum, terjadi
perubahan tanda dari monoton naik ke
monoton turun)
ii. 𝑐 = 4, maka ƒ(4) = 6 (minimum, terjadi
perubahan tanda dari monoton turun ke
monoton naik) dan
iii. 𝑐 = 2, maka ƒ(2) = 𝑡𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 (sehingga bukan nilai
maksimum maupun minimum lokal)
3. Turunan Kedua
2
−2𝑥+4
Fungsi ƒ(𝑥) = 𝑥

𝑥−2 bila diturunkan sekali diperoleh


ƒ′(𝑥) = 𝑥(𝑥−4) dan apabila diturunkan sekali lagi diperoleh
𝑥−2
( 8)
ƒ"(𝑥) =
𝑥−2 , 𝑥 ≠ 2, turunan kedua ini digunakan untuk
( )
mencari
i. Interval kecekungan, dengan kriteria
Cekung ke atas manakala ƒ"(𝑥) ≥ 0, yaitu pada
(2, ∞) (silakan dibuktikan dengan menggunakan titik
uji)

30
Cekung ke bawah manakala ƒ"(𝑥) ≤ 0, yaitu pada
(−∞, 2) (silakan dibuktikan dengan menggunakan
titik uji)
ii. Titik belok, terjadi manakala terdapat sebuah titik
yang merupakan batas interval, namun tidak
mengalami perubahan tanda pada nilai yang lebih
kecil maupun yang lebih besar dari titik tersebut atau
secara matematis disimbolkan dengan
ƒ"(𝑥) = 0 atau ƒ"(𝑥) 𝑛𝑙𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 (tidak terjadi
perubahan kemonotonan). Karena ƒ"(2) 𝑡𝑑𝑎𝑘
𝑎𝑑𝑎 𝑛𝑙𝑎𝑛𝑦𝑎 maka titik belok terjadi pada 𝑥 = 2.

Gambar 5. Interval kecekungan


4. Asimtot
Asimtot merupakan garis lurus yang didekati oleh grafik
fungsi ƒ(𝑥). Terdapat 3 (tiga) jenis asimtot, yaitu:
a. Asimtot Tegak. Garis 𝑥 = 𝑐 dikatakan asimtot tegak
dari ƒ(𝑥)
apabila lim ƒ(𝑥) = ±∞
𝑥→𝑐

b. Asimtot Datar. Garis 𝑦 = 𝑏 dikatakan Asimtot Datar


dari ƒ(𝑥)
apabila lim ƒ(𝑥) = 𝑏
𝑥→±∞

c. Asimtot Miring. Garis 𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 dikatakan Asimtot


Miring dari
ƒ(𝑥)
ƒ(𝑥) apabila lim = 𝑎 dan ƒ(𝑥) − 𝑎𝑥
lim
𝑥→±∞ 𝑥→±∞
𝑥
=𝑏
Untuk menemukan Asimtot dari fungsi ƒ(𝑥) harus
diperoleh terlebih dahulu

31
lim
𝑥→±∞ ƒ(𝑥) dan lim ƒ(𝑥) eta ƒ(𝑐) = 𝑡𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎
𝑥→𝑐

a. Asimtot Tegak
𝑥2 − 2𝑥 + 4
lim ƒ(𝑥) = lim = +∞
𝑥→2+ 𝑥→2+
𝑥−2
( ) 𝑥2 − 2𝑥 + 4
lim ƒ 𝑥 = lim = −∞
𝑥→2 − 𝑥→2 − 𝑥−2
2
−2𝑥+4
Sehingga fungsi ƒ(𝑥) = 𝑥
𝑥−2 memiliki Asimtot
Tegak pada garis 𝑥 = 2
b. Asimtot Datar
𝑥2 − 2𝑥 + 4
lim ƒ(𝑥) = lim = ±∞
𝑥→±∞ 𝑥→±∞ 𝑥−2
2−2𝑥+4
Sehingga fungsi ƒ(𝑥) = 𝑥 tidak memiliki
𝑥−2

Asimtot Datar
c. Asimtot Miring

𝑥−2+
lim ƒ(𝑥) = lim 4
𝑥→±∞
𝑥 𝑥→±∞
𝑥
𝑥−2 =
𝑥2 − 2𝑥 + 4
lim ƒ(𝑥) − 𝑥 = lim −𝑥
𝑥→±∞ 𝑥→±∞ 𝑥−2
2
𝑥2 − 2𝑥 + 4 𝑥 − 2𝑥
= lim −
𝑥→±∞ 𝑥−2 𝑥−2
4
= lim =0
𝑥→±∞ 𝑥 − 2
2
−2𝑥+4
Jadi ƒ(𝑥) = 𝑥

𝑥−2 memiliki Asimtot Miring yaitu


garis 𝑦 = 𝑥
Dari serangkaian proses tersebut diatas, bentuk Grafik
2
−2𝑥+4
fungsi ƒ(𝑥) = 𝑥 adalah
𝑥−2

32
Asymtot Miring
𝑦=𝑥
𝑥2 − 2𝑥 + 4
ƒ (𝑥 )= 𝑥−2

Asymtot Tegak
𝑥=2

2−2𝑥+4
Gambar 6. Fungsi ƒ(𝑥) = 𝑥
𝑥−2

Aturan L’Hopital
Dalil Guillaume de l'Hospital atau lebih dikenal dengan aturan
L'Hôpital merupakan suatu dalil yang sangat berguna dan menjadi salah
satu sumbangan dalam kajian kalkulus. Terdapat perbedaan tentang
penemuan dalil ini. Salah satu sumber menyatakan bahwa Dalil L’ Hopital
ini ditemukan oleh seorang ahli matematika berkebangsaan Perancis yang
bernama Guillaume de L’ Hopital. Dalil ini pertama kali diperkenalkan
melalui bukunya yang berjudul Infiniment L’Analyse des Petits pour
l’Intelligence des Lignes Courbes. Jika diterjemahkan sederhananya judul
buku ini adalah Analisa Mendalam Pemahaman Kurva dan Garis. Buku
tersebut dikenal sebagai buku acuan pertama dalam pelajaran Kalkulus
diferensial. Di lain kesempatan, aturan ini juga ditemukan oleh ahli
matematika dari Swiss yang bernama Johan Bernaoulli. Penemuan yang
dilakukan oleh Bernaoulli ini sama dengan yang ditemukan L’Hopital, dari
pengakuannya Bernaoulli mengatakan dia tidak meniru L’ Hopital. Hal

33
tersebut juga dikuatkan dengan pembuktian dengan melakukan cara yang
bebeda oleh Bernaoulli tentang dalil ini
Dalil L’Hôpital menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, limit
(𝑥)
dari pembagian ƒ

g(𝑥) dapat ditentukan dengan menggunakan limit


pembagian dari turunan-turunannya, yaitu:
ƒ(𝑥) ƒ′(𝑥)
lim = lim , 𝑔′(𝑥) ≠ 0
𝑥→𝑐 𝑔(𝑥) 𝑥→𝑐 𝑔′(𝑥)

Atau secara formal dinyatakan dengan:


Misalkan ƒ(𝑥) dan 𝑔(𝑥) adalah fungsi-fungsi yang
memiliki turunan pada interval terbuka (𝑎, 𝑏) yang memuat
𝑐, kecuali pada 𝑐 itu sendiri. Apabila 𝑔(𝑥) ≠ 0 untuk setiap
ƒ
(𝑥)
𝑥 di (𝑎, 𝑏), kecuali pada 𝑐 itu sendiri. Jika limit dari
g(𝑥)

untuk 𝑥 mendekati 𝑐 menghasilkan bentuk tidak tentu 0,


0

maka
(𝑐)
lim ƒ(𝑥) = lim ƒ′(𝑥) = ƒ ′

𝑥→𝑐 𝑔(𝑥) 𝑥→𝑐 𝑔′(𝑥) 𝑔 (𝑐)


apabila limit di ruas kanan ada (atau tak hingga). Hasil ini
ƒ
(𝑥 )
juga dapat diterapkan jika limit untuk 𝑥 mendekati 𝑐
g(𝑥)

menghasilkan bentuk-bentuk tak tentu ∞ , −∞ , ∞ dan −∞.


∞ ∞ −∞ −∞

Bukti Dalil L’Hôpital:


Karena lim ƒ(𝑥) berimplikasi pada ƒ(𝑐) = 0 dan (c) = 0
𝑥→𝑐 g(𝑥)

sehingga ƒ(𝑥) = ƒ(𝑥) − ƒ(𝑐) dan 𝑔(𝑥) = 𝑔(𝑥) − 𝑔(𝑐).


ƒ
(𝑥) ƒ
(𝑥) ƒ(𝑥)−ƒ(𝑐)
Maka bentuk dapat dituliskan dengan =
g(𝑥) g(𝑥) g(𝑥)−g(𝑐)

untuk 𝑎 < 𝑥 < 𝑏. Sehingga,


ƒ(𝑥) ƒ(𝑥) − ƒ(𝑐)
lim 𝑔(𝑥) = 𝑥→𝑐
𝑥→𝑐
lim𝑔(𝑥) − 𝑔(𝑐)

34
ƒ(𝑥) − ƒ(𝑐) (𝑥 − 1 𝑐) ƒ( 𝑥 ) − ƒ( 𝑐 )
= lim ∙ = (𝑥 − 𝑐)
lim
𝑥→𝑐 𝑔(𝑥) − 𝑔(𝑐) 1 𝑥→𝑐 𝑔(𝑥) − 𝑔(𝑐)
(𝑥 (𝑥 − 𝑐)
− 𝑐)
ƒ(𝑥) − ƒ(𝑐)
lim
(𝑥 − 𝑐)
𝑥→𝑐
= ƒ′(𝑐)
𝑔(𝑥) − 𝑔(𝑐) = ′
lim 𝑔 (𝑐)
𝑥→𝑐 (𝑥 − 𝑐)
Terbukti bahwa
jika
lim ƒ(𝑥) = ƒ (′ 𝑐)

𝑥→𝑐 𝑔(𝑥) 𝑔 (𝑐)


Catatan:
𝘍 (𝑐)
Jika niai lim ƒ(𝑥) = ƒ
masih menghasilkan bentuk tak
𝑥→𝑐 g(𝑥) g𝘍(𝑐)

tentu, maka bisa diturunkan sekali lagi sampai


menghasilkan nilai limitnya.

Contoh Pemakaian
Tentukan limit dari:
a. 1−cos 2𝑥
lim
𝑥→0 𝑥2
b. lim 𝑥2+𝑥+1
𝑥→∞ 𝑥2+3𝑥+5
c. lim 𝑥 2 cc 𝑥
𝑥→0
d. lim(cc 𝑥 − cot 𝑥)
𝑥→0

Solusi
a. 1−cos
lim
2𝑥 apabila langsung disubstitusikan langsung maka akan
𝑥→0 𝑥2
menghasilkan bentuk 0. Untuk mencari nilai limitnya menggunakan
0
aturan L’Hôpital, maka
1 − co 2𝑥 2 in 2𝑥 4 co 2𝑥 4 ∙ co 0
lim = lim = lim = =2
𝑥→0
𝑥2 𝑥→0 2𝑥 𝑥→0 2 2
1 − co 2𝑥
* Catatan: dai bentu Lim dituunan eali eina menailan
𝑥→0
𝑥2
2 in 2 0
lim namun bila diubtituian mai menailan
𝑥→0 2𝑥 , maa
0

35
4 co 2𝑥
pelu dituunan eali lai eina menadi lim
𝑥→0 2

36
b. lim
𝑥2+𝑥+1 bila disubstitusikan merupakan bentuk ∞
, maka perlu
𝑥→∞ 𝑥2+3𝑥+5 ∞
dturunkan sekali sehingga
𝑥2 + 𝑥 + 1 2𝑥 + 1 2
lim = lim = lim = 1
𝑥→∞ 𝑥2 + 3𝑥 + 5 𝑥→∞ 2𝑥 + 𝑥→∞ 2
3
c. lim 𝑥 2 cc 𝑥 merupakan bentuk limit yang menghasilkan 0 ∙ ∞
𝑥→0
sehingga bentuk ini perlu diubah menjadi bentuk 0
atau ∞
agar
0 ∞
memenuhi syarat untuk penggunaan Dalil L’Hôpital. Sehingga proses
pengerjaannya adalah:
lim 𝑥2
cc 𝑥 = lim 𝑥2 = lim 2 = 2 ∙ 0 = 0
𝑥
𝑥→0 𝑥→0 in 𝑥→0 co 𝑥 co 0
d. lim(cc 𝑥 − cot 𝑥) merupakan bentuk limit ∞ − ∞ bila disubstitusikan
𝑥→0
langsung. Sehingga proses penyelesaiannya
1 adalah,
( )
lim cc 𝑥 − cot 𝑥 = lim ( co 𝑥 1 − co 𝑥
𝑥→0 𝑥→0 in − in ) = lim𝑥→0 in 𝑥
in 𝑥
= lim =0
𝑥→0 co 𝑥

Mencari nilai Maksimum/Minimum


Turunan dapat dipergunakan dalam menyelesaikan masalah sehari-
hari yang berkaitan dengan masalah memaksimumkan/meminimumkan
fungsi. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memodelkan
masalah tersebut menjadi fungsi satu peubah. Setelah itu gunakan
aturan-aturan turunan untuk menentukan nilai maksimum atau nilai
minimum.

Contoh Pemakaian
Tentukan ukuran segi empat yang dibuat dari kawat sepanjang 100 𝑐𝑚
sehingga diperoleh luas yang maksimum!

Solusi
Guna menyelesaikan persoalan ini, perlu dibuat terlebih dahulu model
matematikanya, yaitu:
Misal 𝑥 = panan dan 𝑦 = leba, sehingga dengan mengacu pada luas
persegi panjang yaitu 𝐿 = 𝑝𝑙 = 𝑥 ∙ 𝑦. Persoalan ini memiliki dua acuan,
yaitu kawat sepanjang 100 cm dan akan dibuat sebuah segi empat. Maka
panjang dan lebar harus diketahui terlebih dahulu menggunakan
pendekatan keliling. Keliling persegi panjang adalah
2𝑝 + 2𝑙 = 100𝑐𝑚 atau 2𝑥 + 2𝑦 = 100

Sehingga menghasilkan 𝑦 = 50 − 𝑥, dengan demikian luas yang diperoleh


adalah
37
𝐿(𝑥) = 𝑥 ∙ 𝑦 = 𝑥(50 − 𝑥) = 50𝑥 − 𝑥2, 0 ≤ 𝑥 ≤ 50
Bentuk 𝐿(𝑥) diturunkan sekali untuk memperoleh nilai maksimum dan
diperoleh 𝐿′(𝑥) = 50 − 2𝑥 = 0 sehingga 𝑥 = 25.
Karena 𝐿"(25) = −2 atau menghasilkan nilai negatif, maka dikatakan
𝑥 = 25 adalah nilai maksimum lokal. Dengan demikian nilai 𝑦 yang
diperoleh ketika 𝑥 = 25 adalah 𝑦 = 25. Sehingga luas maksimum yang
diperoleh adalah 𝐿 = 𝑥 ∙ 𝑦 = 25 ∙ 25 = 625

Secara umum, aplikasi dan penggunaan turunan dapat diterjemahkan


kedalam diagram berikut ini

Gambar 7. Diagram Alur Aplikasi Turunan

K. KESIMPULAN
Uraian diatas menunjukan secara analitik tentang turunan dan
beberapa aplikasinya. Berdasarkan uraian yang dijelaskan dapat diambil
beberapa point penting, yaitu:
𝑑𝑦 ƒ( 𝑥+∆𝑥)−ƒ(𝑥)
a. ƒ ′(𝑥 ) = 𝑑𝑥 = 𝑦 ′ = ∆𝑥→0
lim ∆𝑥

b. ƒ(𝑥) = 𝑎𝑥𝑛 maka ƒ′(𝑥) = 𝑛𝑎𝑥𝑛−1


c. ƒ(𝑥) = 𝑠𝑛 𝑥 maa ƒ′(𝑥) = 𝑐o𝑠 𝑥
d. ƒ(𝑥) = co 𝑥 maa ƒ ′(𝑥) = − in 𝑥
e. ƒ (𝑥 ) = tan 𝑥 maa ƒ ′(𝑥 ) = ec2 𝑥
f. ƒ(𝑥) = 𝑐 ∙ 𝑢(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑐 ∙ 𝑢′(𝑥).
g. ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ± 𝑣(𝑥) makaƒ′(𝑥) = 𝑢′(𝑥) ± 𝑣′(𝑥)
h. ƒ(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑢(𝑥) ∙ 𝑣′(𝑥) + 𝑢′(𝑥) ∙ 𝑣(𝑥)

38
𝑢( 𝑥 ) 𝑢𝘍(𝑥)∙𝑣(𝑥)−𝑢(𝑥)∙𝑣𝘍(𝑥)
i. ƒ(𝑥) = 𝑣(𝑥)
maa ƒ′(𝑥) = 2
(𝑣(𝑥))

𝑛−1
j. ƒ(𝑥) = 𝑢𝑛(𝑥) maa ƒ′(𝑥) = 𝑛 ∙ (𝑢(𝑥)) ∙ 𝑢′(𝑥)
k. ƒ(𝑔(𝑥)) maa ƒ′(𝑔(𝑥)) = ƒ′(𝑔(𝑥)) ∙ 𝑔′(𝑥)

Sebagaimana kajian matematika secara umum, ilmu matematika sangat


terkait dengan cabang ilmu lain baik yang sifatnya eksak maupun
sosial. Sebagaimana matematika yang di beberapa bagian tertentu
menjadi landasan bagi perkembangan fisika begitu juga sebaliknya.
Secara umum, matematika dan ilmu lain saling mengisi dan bersinergi
sebagai penyokong perkembangan ilmu pengetahuan.

L. DAFTAR PUSTAKA
Alders, CJ. 1989. Ilmu Ljabar Untuk SMA. Jakarta: Paramita
Australian Government Department of Education 2013. Introduction to
differential calculus – A guide for teachers (Years 11–12).The
University of Melbourne (www.amsi.org.au)
Bartle R.G., Sherbert D.R., 2011. Introduction to Real Analysis (Fourth
Edition). University of Illinois, Urbana-Champaign: JohnWiley &
Sons
Purcell, E.J., Varberg, D., Rigdon, S.E.,. 2007. Kalkulus Edisi Kesembilan
Jilid 2 (Ed.9 Cet.2). Jakarta: Erlangga.
Tampomas, Husein. 2008. Seribu Pena Matematika SMA Kelas XI.
Jakarta: Erlangga

39

Anda mungkin juga menyukai