Anda di halaman 1dari 6

Pada zaman ini, rasanya perkembangan di segala bidang mengalami perubahan

yang semakin cepat dan kompleksitas yang semakin meningkat. Kita tidak lagi dapat
dengan mudah memahami perubahan jika kita tidak mampu memahami
kompleksitasnya begitu pula sebaliknya, bagaimana tingkat kompleksitas dapat
mempengaruhi kecepatan suatu perubahan. Nah, untuk memahami kompleksitas, kita
perlu menggunakan pola berpikir sistem (systems thinking). Pola berpikir sistem ini
bukanlah sekedar berpikir yang terorganisasi. Berpikir sistem bukan pula berpikir secara
sistematis. Berpikir sistematis memperkenankan kita berpikir di level sub sistem, kerja
bagian demi bagian. Berpikir sistem mengajak kita berpikir UTUH, melihat sesuatu
sebagai suatu sistem yang satu, tidak terpisah-pisah.
Untuk memperjelas, kita coba gunakan ilustrasi sebuah mobil. Di sebuah mobil
ada ban, ada roda, poros roda, mesin penggerak roda, bahan bakar yang menggerakkan
mesin dan seterusnya. Untuk memahami bagaimana mobil dapat bergerak lebih cepat
dari satu titik ke titik lainnya kita tidak dapat sekedar melihat satu komponen saja dari
mobil tersebut. Kita perlu melihat keseluruhan komponen sehingga melihat sejauh mana
mobil tersebut dapat memproduksi tenaga yang menghasilkan kecepatan bergerak
secara utuh. Mungkin kita juga perlu melihat siapa yang mengendarai mobil tersebut,
seberapa ahli dia dalam membawa mobil, sehingga dapat memacu mobil bergerak pada
performa yang paling optimal atau lebih jauh lagi, seperti apa keadaan jalan dimana mobil
tersebut bergerak, apakah aspal jalannya dalam keadaan baik, atau seberapa macet jalan
tersebut. Jadi, sistem adalah sekumpulan potongan-potongan bagian, yang saling
mempunyai hubungan, dan menjalankan sebuah fungsi yang jauh lebih besar dari kerja
potongannya secara sendiri-sendiri. Sistem di mana kita berada jauh lebih besar
dibandingkan besarnya peran-bagian kita di dalam sistem tersebut.
Untuk memahami sistem kita dapat melihat kompleksitasnya lewat dua tingkatan,
tingkat pertama adalah kompleksitas teknis, dan kedua adalah kompleksitas projek.
1. Kompleksitas teknis adalah soal bagaimana proses pembuatan rancang bangunnya,
komponen-komponennya, hubungan antar komponen, dan seberapa besar komponen
yang ada memungkinkan konfigurasi teknis yang berbeda.
2. Kompleksitas projek merupakan tingkatan kompleksitas yang melihat bagaimana kita
dapat menghasilkan produk akhir dapat melayani lebih banyak atau melayani beraneka
ragam tujuan tidak hanya dengan memanfaatkan komponen-komponen dan konfigurasi
teknis yang kita telah miliki tadi, tapi juga dengan memahami sistem lain yang terkait
atau mempengaruhi. Demi memahami kenyataan suatu sistem kita pun perlu terbuka dan
waspada akan asumsi (sudah mempunyai anggapan tertentu tentang suatu situasi), sikap
menghakimi atau memberi label (pada sesuatu/seseorang dalam situasi tertentu), dan
asosiasi atau mengaitkan dengan pengalaman pribadi yang tentu konteksnya tidak akan
sama persis dengan sistem yang sedang kita hadapi.
Dari hal tersebut, kita jadi mengetahui bahwa untuk membawakan perubahan ke
dalam sebuah sistem, penting sekali kita melakukan analisis para pemangku kepentingan
dengan baik. Dalam konteks sekolah/komunitas pendidikan, ada peserta didik, guru,
orangtua, anggota-anggota masyarakat dengan peran-peran tertentu, penentu kebijakan,
para penguasa, dan lain-lain, yang setiap dari mereka pasti memiliki harapan, pandangan,
kepentingan yang berbeda mengenai sistem di mana sekolah/komunitas mereka berada.
Selain itu kita juga perlu hati-hati dalam menyusun konsep perubahannya, sehingga tidak
malah kontraproduktif dan tidak selaras dengan komponen-komponen yang telah ada,
dan menjadi boros atau tidak efisien. Hal terakhir kita perlu melakukan dekomposisi
untuk memahami bagaimana fungsi dan peran komponen-komponen yang telah ada,
bagaimana hubungan antar (interdependensi) komponen tersebut, dan bagaimana kita
dapat menguatkannya, sehingga inisiatif perubahan kita dapat memberikan lebih banyak
manfaat bagi peserta didik/anak di sekolah/komunitas pendidikan yang menjadi sasaran
dengan lebih konsisten dan berkelanjutan.

2.2.2. Sustainability NEWS


Kita perlu memahami bahwa setiap komunitas dalam suatu sistem pasti telah
memiliki pandangan dan pemaknaan atas fungsi, peran serta interdependensi
komponen-komponen di dalamnya. Pemahaman kita akan kompleksitas dalam sistem
yang kita bantu tergantung pada sejernih apa kita dapat melihat fungsi, peran dan
interdependensi komponen-komponen tersebut. Salah satu alat bantu yang dapat kita
gunakan agar lebih fokus dalam upaya kita memahami sistem yang ada dalam komunitas
adalah Sustainability NEWS. Alat ini membantu kita untuk meneropong suatu sistem
melalui empat dimensi kesinambungan atau keberlanjutan sehingga kita dapat melihat
sistem tersebut dalam satu kesatuan yang lebih utuh, dan dapat mendorong kita untuk
menelaah fungsi, peran, dan interdependensi komponen-komponennya dengan lebih
jernih.
Sustainability NEWS adalah sebuah akronim yang menganalogikan semangat
kabar baik yang dibawa oleh kesinambungan, bahwa kesinambungan itu perlu menjadi
berita baik bagi sekolah/komunitas terkait. Sustainability NEWS merupakan akronim
dari empat dimensi dalam suatu sistem.
● N - nature atau sistem alam, ini terdiri dari komponen yang ada dalam ekosistem,
lingkungan, apa saja yang dapat membuatnya terus lestari, atau upaya-upaya
konservasi atau pengelolaan sumber daya alam sebagai penyangga kehidupan atau
eksistensi manusia di dunia.
● E - economy atau sistem ekonomi yang diciptakan manusia seperti: pekerjaan,
keuangan, bisnis, industri, teknologi, dan konversi alam menjadi sumber daya
ekonomi untuk keberlanjutan hidup manusia.
● W - wellbeing atau sistem yang menyangkut kesejahteraan psikologis sumber daya
manusia, kesehatan mental, indeks kebahagiaan, kepuasan hidup, dan lain
sebagainya.
● S - society atau sistem kemasyarakatan, sistem budaya, institusi pemerintahan, unsur-
unsur politik, sumber daya sosial, kehidupan kolektif manusia.
Kita dapat menggunakan Sustainability NEWS ini untuk mengidentifikasi
aset/potensi telah dimiliki atau telah ada di ekosistem di mana komunitas sasaran projek
berada. Sustainability NEWS akan mendorong pengungkapan tentang bagaimana
aset/potensi yang ada tersebut saling terhubung dan berinteraksi dalam rangkaian
sistem yang kompleks, serta bagaimana empat dimensi tersebut telah/dapat
mempengaruhi komunitas sasaran projek kita. Misalnya, komunitas sasaran kita adalah
para orang tua di kampung nelayan, maka identifikasi Sustainability NEWS yang kita
lakukan boleh jadi akan menghasilkan temuan bahwa para orang tua di sana adalah
pekerja keras yang hidup dengan status mental santai dan ceria (dimensi well-being)
karena pendapatan mereka akan terus terjaga (dimensi economy) selama mereka tetap
kukuh menjalankan aturan adat setempat (dimensi society) yang menetapkan mana saja
area penangkapan ikan yang diperbolehkan dan berpindah dari waktu ke waktu untuk
menjaga masa tumbuh populasi ikan siap-tangkap tetap berkesinambungan (dimensi
nature). Informasi ini kemudian dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan
penggalian-penggalian akan faktor yang dapat menjadi daya ungkit sebagai
pertimbangan ketika menetapkan tujuan atau capaian projek.
2.2.3. Paradigma Inkuiri Apresiatif
Untuk mencapai visi, diperlukan sekian banyak upaya dan proses perubahan. Jika
kita menggunakan paradigma, perspektif, atau pendekatan yang tepat dalam
membawakan perubahan tersebut, maka kita akan mendapatkan atmosfer dan suasana
yang menguatkan-memberdayakan mereka yang terlibat dalam proses pencapaian visi
tersebut. Pendekatan ini yang akan menentukan seberapa jauh sebuah komunitas dapat
saling mendukung dan mendorong terbukanya jalan kemungkinan-kemungkinan terbaik
untuk mencapai tujuan atau visi. Jika diibaratkan seperti seorang pelari lintas alam yang
memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia tidak saja perlu seperangkat alat untuk
berlatih namun mereka juga perlu tim pendukung yang akan menguatkan dirinya atau
bahkan berlari bersamanya.
Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi sebuah paradigma yang
disebut Appreciative Inquiry atau Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan
manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama
kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Cooperrider & Whitney, 2005; Noble &
McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat’ yang dapat membantu
kita berlari dan membangun relasi yang diperlukan demi mencapai garis “finish” kita
yaitu visi yang kita impikan.
David Cooperrider yang mengembangkan IA sejak tahap awal, menyatakan bahwa
pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta
menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen
perubahan yang biasa. Manajemen perubahan biasa dilakukan dengan lebih
menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses yang telah
dilakukan untuk kemudian diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus
pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan
kekuatan tertinggi. IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan
pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang
dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan
aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, setelah prakarsa perubahan
terdefinisikan, paradigma IA akan membantu kita mulai menyelidiki hal-hal positif,
keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan
yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi
menapak pada tahap selanjutnya dalam
melakukan perencanaan perubahan.
Lebih lanjut Cooperrider & Whitney
(2005) menyampaikan bahwa IA adalah suatu
filosofi, suatu landasan berpikir yang berfokus
pada upaya kolaboratif menemukan hal positif,
kekuatan, dan aset dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi dan dunia di sekitarnya
baik di masa lalu, masa kini maupun masa depan. Mereka juga berpendapat bahwa saat
ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap
hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan
memberikan apresiasi atas hal yang sudah berjalan baik. Bila organisasi lebih banyak
membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam
organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan
berkembang secara berkelanjutan. Hal itu sejalan dengan penguatan yang disampaikan
oleh Peter F. Drucker ketika David Cooperrider berdialog dan meminta pendapat beliau
mengenai konsep Inkuiri Apresiatif. Drucker mengatakan, “Tugas kepemimpinan adalah
menciptakan keselarasan kekuatan dengan cara yang mampu membuat kelemahan suatu
sistem menjadi tidak relevan”.

2.2.4. Inkuiri Apresiatif sebagai Model Pengelolaan Perubahan


Dalam konteks sekolah atau komunitas, pendekatan IA dapat dimulai dengan
mengidentifikasi hal baik apa (kekuatan) yang telah ada di sekolah, mencari cara
bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk
mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. IA sebagai manajemen perubahan memiliki
model strategi bertajuk 5-D atau BAGJA dan didefinisikan sebagai “semangat
mengapresiasi- dan proses bertahap dalam menyelidiki- segala kekuatan, aset, dan hal
positif di sekolah (komunitas) yang memungkinkan terjadinya upaya gotong-royong demi
mewujudkan prakarsa perubahan yang diperlukan untuk mencapai visi yang berpusat
pada peningkatan kualitas pembelajaran murid (anak).” (Dharma, 2021). Tahapan dalam
5-D BAGJA ini adalah:
1. Define (Buat pertanyaan utama): merumuskan pertanyaan yang dapat menentukan
arah penelusuran terkait prakarsa perubahan yang ingin dijalankan.
2. Discover (Ambil pelajaran): mengumpulkan-mengungkap-meneliti berbagai
pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah atau komunitas serta pelajaran apa
yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut.
3. Dream (Gali mimpi): menyusun narasi tentang gambaran kondisi ideal seperti apa
yang diimpikan dan diharapkan terjadi di lingkungan sekolah/komunitas
berdasarkan hasil penggalian atas apa yang telah diperoleh pada tahap Discover.
4. Design (Jabarkan rencana): mendaftar semua rencana tindakan-tindakan konkret
spesifik tentang hal-hal penting yang perlu dan dapat dilakukan untuk mewujudkan
gambaran masa depan yang dinarasikan sebelumnya dalam periode tertentu, apa
ukuran-ukuran kesuksesan yang dapat disepakati dan apa yang diperlukan untuk
mengetahuinya.
Deliver (Atur eksekusi): memutuskan dan menjalankan langkah-langkah eksekusi
(baik yang paralel maupun sekuens) yang akan diambil, siapa saja yang akan terlibat,
kapan tenggat-tenggat pekerjaannya, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi
mewujudkan prakarsa perubahan dalam periode waktu yang disepakati/tersedia.

Anda mungkin juga menyukai