Darsiyem, 35 tahun seorang ibu beranak 2 yang tinggal desa terpencil. Darsiyem
memiliki seorang suami yang bekerja di Ibu kota, setiap hari kehidupan darsiyem dilalui
hanya dengan ke dua anaknya. Anak-anak darsiyem masih kecil-kecil, anak pertamanya
namanya Helga 5 tahun, anak bungsunya Desi umur 3 tahun.
Hari demi hari dilalui dengan kehidupan yang pas-pasan dan penuh hutang, suami
yang pergi ke ibu kota pun sampai berminggu-minggu tidak kasih kabar dan kasih nafkah
kekeluarganya. Anak-anak pun selalu mengeluh kelaparan bahkan sampai menangis minta
uang jajan, hal ini semakin membuat darsiyem semakin depresi. Di tambah lagi anak
bungsunya jatuh sakit karena gizinya tidak terpenuhi. Hutang Darsiyem pun semakin
menumpuk.
Menjelang Maghrib, terdengar teriakan meminta tolong seorang anak dari rumah
darsiyem. sontak orang-orang yang mendengarkan teriakan tersebut langsung
menghampiri rumah darsiyem. Hal yang tak terduga terjadi, anak-anak darsiyem sudah
berlumuran darah di bagian kepala. Si anak bungsu tubuhnya sudah terpotong-potong di
tangan darsiyem dan anak keduanya Helga berlumuran darah di bagian tangan.
Dengan tatapan kosong, Darsiyem tidak merasakan sama sekali bersalah ataupun
sedikitpun menyesal, Darsiyem sudah layaknya seperti iblis bahkan lebih dari iblis.
Darsiyem tega memutilasi anak bungsunya, mencincang layaknya mencincang daging
ayam. Warga yang melihat kejadian tersebut langsung meyelamatkan Helga, anak
pertama Darsiyem. Warga pun berbondong-bondong menangkap darsiyem, kemudian
darsiyem dipasung dirumahnya karena dia sudah tidak waras.