ANISSA
BANOWATI
3420174
Scene 1 – opening
Potongan gambar kegiatan anak-anak sedang membuat kerajinan. Anak laki-laki membuat
mainan mobil-mobilan dan anak perempuan membuat bunga dari sedotan plastik. Buku menjadi
sumber ilmu bagi mereka.
Scene 2 Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Setiap menjelang sore, usai membantu orangtua di sawah atau ladang, anak-anak Pekon Ampai
sering menghabiskan waktu di sebuah tanah kosong di pinggir desa. Anak perempuan bermain
lompat karet dan anak laki-laki biasanya bermain bola atau main mobil-mobilan yang mereka
buat sendiri dari pelepah pisang. Sambil bermain anak-anak itu bersenda gurau.
Talent : Saiful
Sebuah motor butut yang dikendarai Saiful perlahan namun pasti menyusuri jalan-jalan desa
yang tak mulus. Ada kardus yang terikat kencang di atas jok belakang Saiful.
Dari kejauhan motor yang dikendarai Saiful makin mendekat ke arah anak-anak yang sedang
bermain. Piyan yang sedang asyik bermain menoleh ke arah Saiful dan berteriak.
Piyan
Saiful
Hampir setiap minggu jika cuaca sedang bagus, Saiful sering mengunjungi anak-anak pekon
ampai sambil membawakan mereka buku-buku. Pekon Ampai terletak agak jauh dari kota
kabupaten sehingga kesempatan warga pekon untuk mendapatkan informasi sangatlah minim.
Baik informasi dari media televisi, media cetak ataupun sejenisnya. Di Pekon Ampai hanya ada
satu sekolah dasar negeri. Jika ingin melanjutkan sekolah smp atau sma, mereka harus ke kota
kabupaten yang jaraknya lebih kurang 50 kilometer. Itupun harus melewati hutan dan sungai
terlebih dahulu. Saiful lahir di pekon ampai. Namun sekarang ia sudah bekerja di kota kabupaten
sebagai tukang koran. Tiga bulan ini Saiful rajin membawakan anak-anak pekon ampai buku-
buku bekas untuk dibaca. Saiful menyebutnya pustaka keliling. Buku-buku yang dibawa Saiful
variatif Ada buku-buku cerita, buku pelajaran, majalah, koran dan lainnya. Warga dan anak-anak
pekon Ampai sangat senang walaupun buku-buku yang dibawa Saiful adalah buku-buku bekas.
Termasuk Piyan dan teman-temannya.
Di tanah kosong pinggir desa inilah setiap minggu Piyan cs selalu menunggu kedatangan Saiful.
Jauh dari segala informasi membuat mereka haus akan hiburan dan informasi. Buku-buku yang
dibawa Saiful inilah yang menjadi pelepas dahaga pengetahuan yang selalu tunggu.
Di belakang rumah panggung yang sederhana, Abah sedang menimba air dari sumur. Emak
muncul dari dapur membawa baskom yang berisi piring-piring dan gelas kotor sisa makan tadi
malam. Eni duduk dekat sumur. Abah menuang air ke dalam ember-ember yang sudah disiapkan
Eni. Emak meletakkan baskom dan duduk dibangku kecil buatan abah.
Emak
Abah
Talent: Piyan
Siang begitu terik. Di bawah pohon dekat sawah, Piyan duduk sendirian. sepeda bututnya
dibiarkan tergeletak di tanah. Di bibirnya terselip sebatang rumput ilalang yang sedari tadi terus
digerak-gerakkannya. Piyan sedang asyik membaca buku bekas yang ia pinjam dari pustaka
keliling bang Saiful. Beberapa buku dongeng anak-anak tergeletak di sampingnya. Majalah yang
dibacanya hanya dibolak balik saja. Pikiran Piyan melayang entah kemana.
Angin berhembus kencang, membuyarkan lamunan Piyan. Dia kembali membolak balikan buku.
Sesekali pandangannya dibuang jauh ke depan. Piyan merasa damai menikmati hamparan sawah
yang bergelombang indah ditiup angin. Padi-padi menguning keemasan. Sebentar lagi panen
tiba. Di kejauhan, beberapa petani menyusuri pematang dengan tawa gembira. Suasana alam
pedesaan inilah yang membuat Piyan betah.
Sepulang dari mengaji di surau, Piyan dan teman-temannya berjalan pulang. Sinar remang bulan
dan lampu-lampu yang dipasang di depan tiap rumah menjadi penerang bagi mereka. Sampai di
ujung jalan, Piyan dan Eni berbelok ke arah rumah.
Piyan
Kami duluan ya
Rusli
Sanip
Piyan
ok boss!
Piyan dan Eni langsung masuk ke dalam rumah. Rusli dan yang lainnya bergegas pulang ke
rumah masing-masing.
Piyan masih duduk di bawah pohon di pinggir sawah. Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara
memanggil-manggil namanya. Rupanya dari arah pematang sawah, Rusli, Sanip dan Anwar
berlari-lari menghampiri Piyan.
Piyan,,,,piyan,,,hoiii
Rusli
Sanip
Rusli
Heh, aku dong.
Anwar
Gini aja. Daripada kalian berebut, mending aku aja yang duluan
Anwar mengambil buku dongeng di sebelah Piyan. Rusli dan Sanip tiba-tiba ikut berebut
Piyan
Benar saja. Buku yang diperebutkan Rusli, Sanip dan Anwar robek.
Piyan
Piyan segera mengambil robekan buku yang ada di tangan Rusli, sanip dan anwar. Mereka
tampak tegang tak percaya apa yang sudah mereka perbuat.
Piyan
Burung-burung pemakan padi terbang. Menari-nari di langit. Sementara Piyan, Rusli, Sanip dan
anwar terlihat cemas. Pikiran mereka juga terbang. Tapi entah kemana.
Tidak seperti biasanya, lapangan tempat anak-anak bermain Nampak sepi. Padahal mereka ada di
sana. Di bawah pohon anak-anak tampak duduk memutar. Diantara anak-anak itu, Piyan, Rusli,
Sanip dan anwar yang terlihat begitu tegang. Tak lama suara motor Saiful terdengar dari
kejauhan. Saiful heran. Tidak seperti biasanya kalo dia datang anak-anak pasti langsung
menyerbu, tapi kali ini tidak. Setelah menurunkan kardus yang dibawanya, Saiful langsung
bergabung dengan anak anak.
Saiful
Saiful coba merubah suasana. Tapi anak-anak tetap diam saling berpandangan dan tak merespon
Saiful.
Saiful
Saiful bertanya pada Piyan. Karena Piyan anak yang paling menonjol diantara lainnya. Piyan
ragu namun berusaha kuat dan memberanikan diri berdiri lalu menghampiri bang Saiful. Ada
bungkusan plastik di tangannya.
Piyan
Piyan ragu sambil menoleh ke arah Rusli, Sanip dan Anwar. Mereka juga terlihat gelisah.
Saiful
Piyan
Saiful mengangguk sambil tesenyum melihat tingkah yang aneh dari anak-anak.
Piyan
Piyan mengulurkan plastik kresek warna merah yang di dalamnya ada buku dongeng yang robek.
Semua menunduk tak ada yang berani menatap bang Saiful. Suasana hening dengan fikiranya
masing-masing. Saiful Cuma tersenyum. Diambilnya kresek di tangan Piyan. Dibuka kemudian
dilihatnya buku dongeng yang robek itu.
Saiful
Nanti abang carikan lagi supaya kalian bisa bergantian membacanya kembali.
Tapi ini pelajaran buat kita semua. Buat abang dan kalian semua, buku itu menjadi barang yang
sangat penting dan berarti. Kalo di kota orang bisa dengan mudah mendapatkannya karena toko
buku banyak dan mereka punya uang untuk membeli. Tapi buat kita, masih sulit. Oleh karena itu
kita harus hati-hati menjaga dan merawatnya.
Setelah mendengar apa yang dikatakan bang Saiful, anak-anak sedikit lega. Namun perasaan
bersalah masih tetap menggelayuti mereka terutama Piyan cs.
Saiful
Piyan
Sudah bang
Saiful
Kalo begitu, kamu harus menceritakan kepada yang lainnya dongeng yang sudah kamu baca
yang masih terekam dimemory kamu.
Piyan
Siap bang
Saiful
Piyan mengambil tempat dan segera menceritakan dongeng yang sudah dia bacanya. Anak-anak
yang lainpun mendengarkan dengan seksama. Langit tampak begitu indah sore itu.
Aku mau kenalin sama sepupuku yang baru datang dari kota.
Risma setengah berteriak ke arah teman-temannya yang sedang asyik bermain di sungai. Tak
lama mereka berkumpul dipinggir sungai. Risma memperkenalkan sepupunya yang baru datang
dari kota untuk berlibur di desa. Awalnya perkenalan itu agak canggung karena Ronald sepupu
Risma masih risih.
Rusli
Anwar
Sejuk banget
Risma
Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira langsung berlari ke arah Serambi rumah Risma. Piyan dan
Eni hanya melihat.
Rusli
Risma
Bagus-bagus lo..
Piyan menggandeng Eni menghampiri anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di sebelah
Ronald. Kemudian Risma memperkenalkan Ronald pada Piyan. Di serambi rumah Risma anak-
anak desa melihat Ronald bermain game di ponsel. Seperti magnet, ponsel Ronald begitu
menarik perhatian mereka. Sebuah benda yang tak asing namun mereka tak berani bermimpi
apalagi berniat untuk memiliki ponsel seperti itu. Bulan mengintip dari balik ranting pepohonan.
Seperti biasa pustaka keliling Saiful menjadi aktifitas liburan bagi anak-anak pekon Ampai.
Saiful sedang merapikan buku-buku. Piyan nampak serius memperhatikan sebuah buku yang ia
baca. Anak-anak lainnya juga sedang membaca. Namun tak terlihat seperti serius membaca
karena Rusli, Sanip dan Anwar begitu serius menceritakan kecanggihan kamera Ronald sepupu
Risma yang baru saja datang dari kota. Kemudian Risma datang bersama Ronald. Risma
memperkenalkan Ronald pada bang Saiful. Setelah itu mereka bergabung dengan yang lain.
Konsentrasi anak-anak tak lagi pada buku-buku yang dibawa bang Saiful. Tetapi beralih ke
ponsel canggih Ronald. Ronald memperlihatkan foto-foto dan memainkan game-game yang
menghipnotis anak-anak desa. Bang Saiful Cuma bisa memperhatikan.
Di sebuah tempat yang indah, anak-anak desa bergantian berfoto ria dengan ponsel Ronald.
Mereka begitu gembira. Piyan ada diantara mereka. Tiba-tiba ia teringat kalo hari itu bang Saiful
datang ke tempat biasa.
Piyan
Eh teman-teman…
Rusli
Hanifa
Bener itu…
Sanip
Piyan tak bisa berkata apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan teman-teman. Buku-buku
yang dibawa bang Saiful masih yang itu-itu saja. Kadang ia membaca satu buku bisa berulang
kali. Tapi ia tidak enak dengan bang iful. Piyan tahu maksud bang iful sangatlah mulia
mengajarkan anak-anak desa untuk gemar membaca. Karena dengan membaca maka kita akan
menguasai dunia. Tapi kalo yang dibaca itu-itu melulu mereka jadi bosan. Piyan bingung namun
kakinya memaksa untuk berlari menemui bang Iful. Anak-anak lain tak menghiraukan kepergian
Piyan. Mereka tenggelam dalam ponsel Ronald yang canggih.
Benar saja. Saiful duduk sendiri menunggu anak-anak. Piyan yang datang sambil terengah-engah
langsung duduk di sebelah Saiful.
Saiful
Piyan masih mengatur nafas. Kakinya diselonjorkan ke depan. Beberapa saat kemudian setelah
capeknya berangsur menghilang baru Piyan menceritakan apa yang terjadi.
Piyan
Maaf bang, anak-anak sedang berfoto-foto bersama Ronald sepupunya Risma di puncak bukit.
Saiful
Piyan
Tapi saya tidak enak dengan abang. Mereka dengan mudah melupakan buku-buku hanya karena
sebuah ponsel. Padahal mereka dulu sangat menginginkan buku-buku bacaan.
Saiful
Piyan
Abang sadar, buku-buku yang abang bawa belum ada yang baru.
Pasti mereka bosan dengan buku yang ini-ini saja. Abang masih mengumpulkan uang untuk
membeli buku-buku bekas lagi. Abang juga sudah coba meminta dari beberapa orang untuk
menyumbang buku. Tapi sampai saat ini belum ada jawaban.
Piyan
Adah Pak,
Piyan bergegas masuk rumah memanggil Abah. Pak Amir dan Pak Rustam duduk di kursi
serambi rumah panggung. Tak lama Abah muncul. Merekapun bersalaman dan duduk kembali.
Berbasa-basi sebentar sambil menawarkan minum kopi Abah memulai percakapan.
Abah
Pak Kades
Bagini Abah. Soal alat yang bisa menjernihkan air yang Abah ceritakan kemarin, kami jadi ingin
mencoba juga.
Pak Rustam
entah kenapa 2 bulan ini air sumur kami jadi keruh dan coklat.
Pak Kades
Airnya memang tidak bau tapi kalo buat minum rasanya gak enak.
Abah
Alhamdulillah, untung saja si Piyan bisa menemukan cara menjernihkan air dari buku yang dia
baca. Baiklah kalo begitu besok kita sama-sama dengan warga yang lain membuatnya pak
Kades.
Piyan duduk bersandar di batang pohon sambil menatap langit yang nampak luas dan biru. Tiba-
tiba terdengar suara dari sebelah kiri.
Eni
“Kak Piyan…”
Rupanya Eni adik Piyan. Piyan menoleh ke arah Eni.
Eni
Pihan
“Kenapa?”Piyan terkejut.
Eni
“tidak tahu”.
Tanpa banyak bicara, Piyan bergegas pulang sambil membonceng Eni di belakang sepeda. Piyan
ketakutan. Pasti Abah marah karena Piyan selalu pulang sore hari.
Sesampainya di halaman rumah, Piyan menyandarkan sepedanya di dekat pintu rumah. Piyan
buru-buru masuk rumah.
Abah
“Duduk sini, Piyan,” kata abah datar sambil menunjuk bangku kayu yang ada di sampingnya.
Piyan menuruti perintah Abahnya. Dia terus menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah
Abah. Lama Abah terdiam, sampai akhirnya abah bicara.
Abah
Piyan…
Warga sangat berterima kasih kepada Piyan.
Sekarang semua warga yang air sumurnya keruh sudah bisa teratasi.
Abah
Piyan pelan melirik ke arah Emak dan Eni. Kemudian melihat ke Abah.
Abah
Abahkan sudah tua, pinggang Abah jadi ngilu kalo nimba air sumur terus.
jadi Abah minta kamu cari cara supaya tidak terlalu berat lagi nimba airnya
bisakan Piyan?
Piyan
Piyan menjawab dengan yakin sambil mengambil pisang goreng yang ada di piring. Kemudian
mereka tertawa bersama.
Ronald
Hey teman-teman….
Mobilpun berhenti tepat di depan anak-anak. Dari dalam mobil muncul Ronald, bang Saiful dan
seorang ibu yang terlihat cantik. Rupanya ia adalah tantenya Ronald. Tentu saja Piyan dan yang
lain heran.
Ronald
Bang saiful
Ronald
Alhamdulillah ada yang merespon dan bersimpati dengan kegiatan kalian di sini
Ronald menunjuk Tante Silvi. Tante Silvipun tersipu malu dipandangi oleh anak-anak.
Tante Silvi
Benar adik-adik,
Ronald
Tante Silvi
Saya mewakili pemerintah daerah sangat berterima kasih pada Saiful yang mau bersusah payah
membawakan buku untuk anak-anak di sini.
Saiful
terutama Piyan. Ia anak yang pandai dan mampu membawa contoh yang baik
bagi yang lain. Ia adalah sumber inspirasi bagi anak-anak di sini untuk gemar membaca.
Piyan mendapat pelukan dari tante Silvi. Piyan tersipu malu. Semua bersorak gembira.
Sore itu langit begitu cerah, matahari tak lagi garang bersinar. Dengan perasaan gembira anak-
anak mengangkut buku-buku dari dalam mobil dan mengumpulkannya di sebuah tempat.
Tamat