Risma setengah berteriak ke arah teman-temannya yang sedang asyik bermain di sungai. Tak
lama mereka berkumpul dipinggir sungai. Risma memperkenalkan sepupunya yang baru datang
dari kota untuk berlibur di desa. Awalnya perkenalan itu agak canggung karena Ronald sepupu
Risma masih risih.
Rusli
Ayo Ronald, ikut mandi di sungai.
Airnya bersih kok. Beda dengan sungai yang ada di kota.
Di sini masih alami.
Anwar
Iya, airnya mengalir dari gunung
Sejuk banget
Risma
Benar Nald, coba saja gabung mandi dengan mereka.
Rusli, Sanip dan Anwar sudah kembali terjun ke air. Ronald cuma memperhatikan. Benar juga
sih. Bukan saja air sungainya masih bersih dan alami tapi desa ini kelihatan masih asri bathin
Ronald sambil terus memandang sekitarnya. Kemudian Ronald meraih ponsel dari saku bajunya.
Memfoto anak-anak yang sedang mandi dan setiap sudut tempat yang indah. Anak-anak desa
tertarik dengan apa yang dilakukan Ronald. Mereka bergegas mendekat ke Ronald ingin tahu
dan melihat gambar yang sudah dipotret Ronald. Setelah melihat ada gambar mereka dalam
ponsel, anak anak merasa senang dan terus ingin melihat. Ponsel Ronald memang canggih,
sehingga hasil fotonyapun kelihatan bagus. Akhirnya mereka asyik ber-selfie ria. Perkenalan
Ronald dengan anak-anak desa sudah mencair dan mulai terlihat akrab karena anak-anak desa
selalu memuji ponsel Ronald. mereka kagum dengan ponsel Ronald. Mereka berfikir jangankan
membeli, melihat ponsel yang baguspun baru kali ini mereka lihat secara langsung.
11. Scene 12 Ext. Serambi rumah Risma – malam
Talent: Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Hanifah, Mira
Risma sedang melihat Ronald yang asyik bermain game diponselnya. Dari serambi rumah,
Risma melihat Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira berjalan beriringan setelah
mengaji di surau. Risma memanggil mereka.
Risma
Teman-teman, ayo ke sini
Aku sedang lihat Ronald main game
Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira langsung berlari ke arah Serambi rumah Risma. Piyan dan
Eni hanya melihat.
Rusli
Piyan, sini lihat ponsel Ronald yang canggih
Risma
Iya sini Yan. Lihat foto-foto kami tadi sore di sungai.
Bagus-bagus lo..
Piyan menggandeng Eni menghampiri anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di sebelah
Ronald. Kemudian Risma memperkenalkan Ronald pada Piyan. Di serambi rumah Risma anak-
anak desa melihat Ronald bermain game di ponsel. Seperti magnet, ponsel Ronald begitu
menarik perhatian mereka. Sebuah benda yang tak asing namun mereka tak berani bermimpi
apalagi berniat untuk memiliki ponsel seperti itu. Bulan mengintip dari balik ranting pepohonan.
12. Scene 12 Ext. sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan dan semua anak-anak
Seperti biasa pustaka keliling Saiful menjadi aktifitas liburan bagi anak-anak pekon Ampai.
Saiful sedang merapikan buku-buku. Piyan nampak serius memperhatikan sebuah buku yang ia
baca. Anak-anak lainnya juga sedang membaca. Namun tak terlihat seperti serius membaca
karena Rusli, Sanip dan Anwar begitu serius menceritakan kecanggihan kamera Ronald sepupu
Risma yang baru saja datang dari kota. Kemudian Risma datang bersama Ronald. Risma
memperkenalkan Ronald pada bang Saiful. Setelah itu mereka bergabung dengan yang lain.
Konsentrasi anak-anak tak lagi pada buku-buku yang dibawa bang Saiful. Tetapi beralih ke
ponsel canggih Ronald. Ronald memperlihatkan foto-foto dan memainkan game-game yang
menghipnotis anak-anak desa. Bang Saiful Cuma bisa memperhatikan.
13. Scene 13 Ext. Belakang rumah Piyan – Siang menjelang sore.
Talent: Abah, Piyan, Emak
Piyan sedang membantu Abah mempraktekkan apa yang sudah ia baca. sudah beberapa hari
ini Piyan mencari cara bagaimana air yang keruh dari sumurnya menjadi jernih. Sambil
membaca petunjuk dari buku, Piyan mengkomandoi abah mempersiapkan alat dan bahan-
bahan. Ada botol plastic besar bekas air mineral, pasir, kerikil, kain kasa, kain biasa,
arang, ijuk dan ember. Beberapa kali mereka mencoba dan akhirnya berhasil. air yang tadinya
keruh perlahan bisa menjadi jernih. Dari arah dapur emak dan Eni datang membawa minum dan
sepiring pisang goreng. Mereka tampak gembira karena jerih payah Piyan mencari cara untuk
menjernihkan air ternyata berhasil. Dengan jahil Piyan mencipratkan air jernih yang ada di ember
ke arah Eni. Eni terkejut dan segera membalas. Abah dan Emak memperhatikan mereka sambil
tertawa senang. Hari itu adalah hari yang membahagiakan buat Piyan karen bisa membuat air
yang keruh menjadi jernih dan membuat semua tertawa riang.
14. Scene 14 Ext. Sebuah tempat yang indah – siang
Talent: Anak-anak desa
Di sebuah tempat yang indah, anak-anak desa bergantian berfoto ria dengan ponsel Ronald.
Mereka begitu gembira. Piyan ada diantara mereka. Tiba-tiba ia teringat kalo hari itu bang Saiful
datang ke tempat biasa.
Piyan
Eh teman-teman…
Bang Iful pasti sudah datang dan menunggu kita!
Rusli
Biarin aja yan..
Buku yang dibawa bang Iful masih yang itu-itu aja
Gak ada yang baru..
Hanifa
Bener itu…
Aku juga bosan lama-lama
Sanip
Kalo kamu mau ke sana ya gak papa yan
Kami di sini aja
Lebih asyik foto-foto
Piyan tak bisa berkata apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan teman-teman. Buku-buku
yang dibawa bang Saiful masih yang itu-itu saja. Kadang ia membaca satu buku bisa berulang
kali. Tapi ia tidak enak dengan bang iful. Piyan tahu maksud bang iful sangatlah mulia
mengajarkan anak-anak desa untuk gemar membaca. Karena dengan membaca maka kita akan
menguasai dunia. Tapi kalo yang dibaca itu-itu melulu mereka jadi bosan. Piyan bingung namun
kakinya memaksa untuk berlari menemui bang Iful. Anak-anak lain tak menghiraukan kepergian
Piyan. Mereka tenggelam dalam ponsel Ronald yang canggih.
15. Scene 16 Ext. montage Piyan
Talent: Piyan
Piyan berlari di beberapa tempat. Jalanan, pematang sawah, melewati sungai kecil dll
16. Scene 17 Ext. Sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan
Benar saja. Saiful duduk sendiri menunggu anak-anak. Piyan yang datang sambil terengah-
engah langsung duduk di sebelah Saiful.
Saiful
Ngapain kamu Yan, seperti dikejar setan saja
Piyan masih mengatur nafas. Kakinya diselonjorkan ke depan. Beberapa saat kemudian setelah
capeknya berangsur menghilang baru Piyan menceritakan apa yang terjadi.
Piyan
Maaf bang, anak-anak sedang berfoto-foto bersama Ronald sepupunya Risma di puncak bukit.
Saiful
Oh, kirain ada apa.
Ya nggak papa Yan. Biarkan mereka bersenang-senang.
Piyan
Tapi saya tidak enak dengan abang. Mereka dengan mudah melupakan buku-buku hanya
karena sebuah ponsel. Padahal mereka dulu sangat menginginkan buku-buku bacaan.
Saiful
Harusnya abang yang mesti minta maaf ke mereka
Piyan
Loh, kok gitu bang?
Saiful
Abang sadar, buku-buku yang abang bawa belum ada yang baru.
Pasti mereka bosan dengan buku yang ini-ini saja. Abang masih mengumpulkan uang untuk
membeli buku-buku bekas lagi. Abang juga sudah coba meminta dari beberapa orang untuk
menyumbang buku. Tapi sampai saat ini belum ada jawaban.
Piyan hanya diam mendengar apa yang disampaikan bang Iful. Apa daya ia hanya anak desa
yang tidak tau mesti berbuat apa. Sore pelan-pelan beranjak. Malam menunggu giliran untuk
memeluk alam semesta.
17. Scene 18 Int. Serambi rumah Piyan – Malam
Talent: Piyan
Di serambi rumah, Piyan duduk sambil memandangi bulan. Kata-kata bang Iful masih terngiang
di kepalanya. Betapa sulitnya bang Iful mendapatkan buku-buku terbaru untuk mereka. Piyan
juga terbayang teman-temannya sekarang sedang terbuai dengan ponsel Ronald. Bang Iful dan
ponsel Ronald bergantian membombardir fikirannya. Tiba-tiba Piyan dikejutkan suara salam dari
arah halaman rumahnya. Rupanya Pak Amir dan pak Rustam yang datang. Mereka adalah
tetangga Piyan.
Pak Kades
Abahmu ada Piyan?
Piyan
Adah Pak,
Silahkan duduk Pak, Sebentar Piyan panggil Abah
Piyan bergegas masuk rumah memanggil Abah. Pak Amir dan Pak Rustam duduk di kursi
serambi rumah panggung. Tak lama Abah muncul. Merekapun bersalaman dan duduk kembali.
Berbasa-basi sebentar sambil menawarkan minum kopi Abah memulai percakapan.
Abah
Ada apa ini Pak Kades sama Pak Rustam
sepertinya ada yang serius
Pak Kades
Bagini Abah. Soal alat yang bisa menjernihkan air yang Abah ceritakan kemarin, kami jadi ingin
mencoba juga.
Pak Rustam
Saya dan beberapa warga juga mau bah.
entah kenapa 2 bulan ini air sumur kami jadi keruh dan coklat.
Pak Kades
Airnya memang tidak bau tapi kalo buat minum rasanya gak enak.
Kalo mencuci pakaian ya pakaiannya jadi kelihatan kotor.
Abah
Alhamdulillah, untung saja si Piyan bisa menemukan cara menjernihkan air dari buku yang dia
baca. Baiklah kalo begitu besok kita sama-sama dengan warga yang lain membuatnya pak
Kades.
18. Scene 18 Int. Ruang tamu – Malam
Talent Piyan, Emak
Dari balik jendela dalam rumah Piyan tersenyum bahagia. Manfaat dari membaca dapat
memberikan solusi dari sebuah persoalan. Diam-diam Emak memperhatikan Piyan dari belakang
dan menyuruh Piyan untuk segera tidur karena malam sudah larut.
19. Scene 19 Ext. Sawah – Sore
Talent: Piyan, Eni
Piyan duduk bersandar di batang pohon sambil menatap langit yang nampak luas dan biru. Tiba-
tiba terdengar suara dari sebelah kiri.
Eni
“Kak Piyan…”
Rupanya Eni adik Piyan. Piyan menoleh ke arah Eni.
Eni
“Kak Piyan disuruh Abah pulang. Sekarang,”kata Eni lagi
Pihan
“Kenapa?”Piyan terkejut.
Eni
“tidak tahu”.
Kata Eni sambil menggelengkan kepala.
Tanpa banyak bicara, Piyan bergegas pulang sambil membonceng Eni di belakang sepeda.
Piyan ketakutan. Pasti Abah marah karena Piyan selalu pulang sore hari.
Ronald
Dan, yang lebih menggembirakan lagi,
Katanya di sini juga akan dibangun perpustakaan mini.
Bukan begitu tante Silvi?
Tante Silvi
Benar sekali adik-adik.
Saya mewakili pemerintah daerah sangat berterima kasih pada Saiful yang mau bersusah payah
membawakan buku untuk anak-anak di sini.
Saiful
Bukan karena saya kok bu,
Anak-anak di sinilah yang membuat saya melakukan itu
terutama Piyan. Ia anak yang pandai dan mampu membawa contoh yang baik
bagi yang lain. Ia adalah sumber inspirasi bagi anak-anak di sini untuk gemar membaca.
Piyan mendapat pelukan dari tante Silvi. Piyan tersipu malu. Semua bersorak gembira.
Sore itu langit begitu cerah, matahari tak lagi garang bersinar. Dengan perasaan gembira anak-
anak mengangkut buku-buku dari dalam mobil dan mengumpulkannya di sebuah tempat.
Insert: foto-foto kegiatan anak-anak pekon Ampai yang dulu di share Ronald atas ide
Piyan. Foto-foto anak-anak membaca dan bergotong royong membuat alat katrol untuk lebih
ringan menimba dan cara menjernihkan air. Berkat foto-foto inilah akhirnya pekon Ampai
menjadi desa baca dan menginspirasi desa-desa lain untuk mensukseskan program gemar
membaca yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Lampung.
23. Scene 23. Ext. Halaman belakang/sumur – sore
Talent: Abah
Abah sedang menimba sambil bersiul-siul.
Abah
Kalo pake katrol begini, nimba jadi terasa enteng. Pinggang abah nggak ngilu lagi…
Tamat