Anda di halaman 1dari 12

Short skenario film Jendela Dunia

1. Scene 1 – Opening/Montage
Potongan gambar kegiatan anak-anak sedang membuat mainan dan kerajinan. Anak laki-laki
membuat mainan mobil-mobilan dan anak perempuan membuat bunga dari sedotan plastik. Buku
menjadi guru bagi mereka.
Title in : “JENDELA DUNIA”
2. Scene 2 Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Talent :4 anak laki, 4 anak perempuan
Setiap menjelang sore, usai membantu orangtua di sawah atau ladang, anak-anak Pekon Ampai
sering menghabiskan waktu di sebuah tanah kosong di pinggir desa. Anak perempuan bermain
lompat karet dan anak laki-laki biasanya bermain bola atau main mobil-mobilan yang mereka buat
sendiri dari pelepah pisang. Sambil bermain anak-anak itu bersenda gurau.
3. Scene 3 Ext. jalanan – siang jelang sore (montage)
Talent : Saiful
Sebuah motor butut yang dikendarai Saiful perlahan namun pasti menyusuri jalan-jalan desa yang
tak mulus. Ada kardus yang terikat kencang di atas jok belakang Saiful.
4. Scene 4 Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Talent : Saiful, 3 anak laki, 4 anak perempuan
Dari kejauhan motor yang dikendarai Saiful makin mendekat ke arah anak-anak yang sedang
bermain. Piyan yang sedang asyik bermain menoleh ke arah Saiful dan berteriak.
Piyan
Hoii…itu bang ipul sudah datang
Anak-anak sontak berhenti bermain dan segera berhamburan menyambut kedatangan Saiful. Motor
yang dikendarai Saiful diparkirkan di bawah sebuah pohon rindang. Setelah motor terparkir dengan
baik, Saiful segera membuka tali yang mengikat kardus di jok belakang motornya. Karena tak sabar,
anak-anak ikut juga membantu. Piyan yang paling sigap mengangkat kardus dan meletakkannya di
tanah. Anak-anak lainnya langsung mengerubung. Saiful geleng-geleng kepala sambil tersenyum.
Saiful
Pelan-pelan ya, jangan sampai merusak buku-bukunya
(Saiful mengingatkan anak-anak)
Hampir setiap minggu jika cuaca sedang bagus, Saiful sering mengunjungi anak-anak pekon ampai
sambil membawakan mereka buku-buku. Pekon Ampai terletak agak jauh dari kota kabupaten
sehingga kesempatan warga pekon untuk mendapatkan informasi sangatlah minim. Baik informasi
dari media televisi, media cetak ataupun sejenisnya. Di Pekon Ampai hanya ada satu sekolah dasar
negeri. Jika ingin melanjutkan sekolah smp atau sma, mereka harus ke kota kabupaten yang
jaraknya lebih kurang 50 kilometer. Itupun harus melewati hutan dan sungai terlebih dahulu. Saiful
lahir di pekon ampai. Namun sekarang ia sudah bekerja di kota kabupaten sebagai tukang koran.
Tiga bulan ini Saiful rajin membawakan anak-anak pekon ampai buku-buku bekas untuk dibaca.
Saiful menyebutnya pustaka keliling. Buku-buku yang dibawa Saiful variatif Ada buku-buku cerita,
buku pelajaran, majalah, koran dan lainnya. Warga dan anak-anak pekon Ampai sangat senang
walaupun buku-buku yang dibawa Saiful adalah buku-buku bekas. Termasuk Piyan dan teman-
temannya.
Di tanah kosong pinggir desa inilah setiap minggu Piyan cs selalu menunggu kedatangan Saiful.
Jauh dari segala informasi membuat mereka haus akan hiburan dan informasi. Buku-buku yang
dibawa Saiful inilah yang menjadi pelepas dahaga pengetahuan yang selalu tunggu.
5. Scene 5 Ext. Belakang rumah Piyan – pagi
Talent: Abah, Emak (orangtua Piyan), Eni
 Di belakang rumah panggung yang sederhana, Abah sedang menimba air dari sumur. Emak
muncul dari dapur membawa baskom yang berisi piring-piring dan gelas kotor sisa makan tadi
malam. Eni duduk dekat sumur. Abah menuang air ke dalam ember-ember yang sudah disiapkan
Eni. Emak meletakkan baskom dan duduk dibangku kecil buatan abah.
Emak
Airnya makin lama kok makin keruh begini ya Bah?
Abah
Iya. Abah juga heran.
padahal minggu kemarin baru saja Abah kuras.
Eni memperhatikan air di ember yang nampak keruh berwarna kecoklatan.
6. Scene 6 Ext. Sawah – Siang
Talent: Piyan
Siang begitu terik. Di bawah pohon dekat sawah, Piyan duduk sendirian. sepeda bututnya dibiarkan
tergeletak di tanah. Di bibirnya terselip sebatang rumput ilalang yang sedari tadi terus digerak-
gerakkannya. Piyan sedang asyik membaca buku bekas yang ia pinjam dari pustaka keliling bang
Saiful. Beberapa buku dongeng anak-anak tergeletak di sampingnya. Majalah yang dibacanya
hanya dibolak balik saja. Pikiran Piyan melayang entah kemana.
Angin berhembus kencang, membuyarkan lamunan Piyan. Dia kembali membolak balikan buku.
Sesekali pandangannya dibuang jauh ke depan. Piyan merasa damai menikmati hamparan sawah
yang bergelombang indah ditiup angin. Padi-padi menguning keemasan. Sebentar lagi panen tiba.
Di kejauhan, beberapa petani menyusuri pematang dengan tawa gembira. Suasana alam pedesaan
inilah yang membuat Piyan betah.
7. Scene 7 Ext. Rumah Piyan – Malam
Talent: Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Risma, Hanifah, Mira
Sepulang dari mengaji di surau, Piyan dan teman-temannya berjalan pulang. Sinar remang bulan
dan lampu-lampu yang dipasang di depan tiap rumah menjadi penerang bagi mereka. Sampai di
ujung jalan, Piyan dan Eni berbelok ke arah rumah.
Piyan
Kami duluan ya
Rusli
Yan, besok kita kumpul di tempat biasa
Sanip
Jangan lupa bawa buku dongeng yang kamu pinjam kemarin ya
Piyan
ok boss!
Piyan dan Eni langsung masuk ke dalam rumah. Rusli dan yang lainnya bergegas pulang ke rumah
masing-masing.
 
8. Scene 8 Ext. Sawah – Siang
Talent: Piyan, Rusli, Sanip, Anwar
Piyan masih duduk di bawah pohon di pinggir sawah. Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara
memanggil-manggil namanya. Rupanya dari arah pematang sawah, Rusli, Sanip dan Anwar berlari-
lari menghampiri Piyan.
Rusli, Sanip, Anwar (OS)
Piyan,,,,piyan,,,hoiii
Sambil terengah-engah, Rusli, Sanip dan Anwar duduk di sebelah Piyan.
Rusli
Yan, buku dongeng anak-anak yang kamu pinjam kemarin
Sudah selesai kamu baca belum?
Sanip
Setelah kamu, aku dulu ya Yan…!
Rusli
Heh, aku dong.
Dari kemarinkan aku sudah bilang ke Bang Saiful
Setelah Piyan aku yang mau pinjam.
Anwar
Gini aja.  Daripada kalian berebut, mending aku aja yang duluan
Anwar mengambil buku dongeng di sebelah Piyan. Rusli dan Sanip tiba-tiba ikut berebut
Piyan
Heh, kalian jangan berebut gitu. Nanti bukunya robek
Benar saja. Buku yang diperebutkan Rusli, Sanip dan Anwar robek.
Piyan
Nahkan, apa aku bilang.
Piyan segera mengambil robekan buku yang ada di tangan Rusli, sanip dan anwar. Mereka tampak
tegang tak percaya apa yang sudah mereka perbuat.
Piyan
Waduh, gimana ini. Pasti bang Saiful marah.
Burung-burung pemakan padi terbang. Menari-nari di langit. Sementara Piyan, Rusli, Sanip dan
anwar terlihat cemas. Pikiran mereka juga terbang. Tapi entah kemana.
9. Scene 10 Ext. Sebuah tempat – Siang
Talent: Saiful, 4 anak laki, 4 anak perempuan
Tidak seperti biasanya, lapangan tempat anak-anak bermain Nampak sepi. Padahal mereka ada di
sana. Di bawah pohon anak-anak tampak duduk memutar. Diantara anak-anak itu, Piyan, Rusli,
Sanip dan anwar yang terlihat begitu tegang. Tak lama suara motor Saiful terdengar dari kejauhan.
Saiful heran. Tidak seperti biasanya kalo dia datang anak-anak pasti langsung menyerbu, tapi kali
ini tidak. Setelah menurunkan kardus yang dibawanya, Saiful langsung bergabung dengan anak
anak.
Saiful
Loh, ada apa ini..
Kok kalian diam semua seperti patung hehehe,,,,
Saiful coba merubah suasana. Tapi anak-anak tetap diam saling berpandangan dan tak merespon
Saiful.
Saiful
Ada apa Piyan?
Saiful bertanya pada Piyan. Karena Piyan anak yang paling menonjol diantara lainnya. Piyan ragu
namun berusaha kuat dan memberanikan diri berdiri lalu menghampiri bang Saiful. Ada bungkusan
plastik di tangannya.
Piyan
Begini bang, ehhh..ehhh..
Kami mau minta maaf….
Piyan ragu sambil menoleh ke arah Rusli, Sanip dan Anwar. Mereka juga terlihat gelisah.
Saiful
Ada apa Piyan, coba ceritakan saja sama abang
Piyan
Kalo saya berterus terang, abang jangan marah ya
Saiful mengangguk sambil tesenyum melihat tingkah yang aneh dari anak-anak.
Piyan
Buku dongeng yang kemarin saya pinjam, robek bang.
Piyan mengulurkan plastik kresek warna merah yang di dalamnya ada buku dongeng yang robek.
Semua menunduk tak ada yang berani menatap bang Saiful. Suasana hening dengan fikiranya
masing-masing. Saiful Cuma tersenyum. Diambilnya kresek di tangan Piyan. Dibuka kemudian
dilihatnya buku dongeng yang robek itu.
Saiful
Abang tidak marah.
Nanti abang carikan lagi supaya kalian bisa bergantian membacanya kembali.
Tapi ini pelajaran buat kita semua. Buat abang dan kalian semua, buku itu menjadi barang yang
sangat penting dan berarti. Kalo di kota orang bisa dengan mudah mendapatkannya karena toko
buku banyak dan mereka punya uang untuk membeli. Tapi buat kita, masih sulit. Oleh karena itu kita
harus hati-hati menjaga dan merawatnya.
Setelah mendengar apa yang dikatakan bang Saiful, anak-anak sedikit lega. Namun perasaan
bersalah masih tetap menggelayuti mereka terutama Piyan cs.
Saiful
Tapi kamu sudah sempat membacanyakan Piyan?
Piyan
Sudah bang
Saiful
Kalo begitu, kamu harus menceritakan kepada yang lainnya dongeng yang sudah kamu baca yang
masih terekam dimemory kamu.
Piyan
Siap bang
Saiful
Ayo adik-adik, kita dengar dongeng yang akan diceritakan Piyan.
Anak-anak (koor)
Horeee…..
Piyan mengambil tempat  dan segera menceritakan dongeng yang sudah dia bacanya. Anak-anak
yang lainpun mendengarkan dengan seksama. Langit tampak begitu indah sore itu.
10. Scene 11 Ext. Pinggir sungai – siang
Talent: Risma, Hanifah, Mira, Ronald, Rusli, Sanip, Anwar
 Rusli, Sanip dan Anwar sedang mandi di sungai. Hanifah dan Mira duduk di atas batu sambil
bermain air. Tiba-tiba Risma datang bersama anak laki-laki sebaya mereka. Potongannya bersih
dan tampak rapih.
Risma
Teman-teman lihat sini,,,
Aku mau kenalin sama sepupuku yang baru datang dari kota.
 
Risma setengah berteriak ke arah teman-temannya yang sedang asyik bermain di sungai. Tak lama
mereka berkumpul dipinggir sungai. Risma memperkenalkan sepupunya yang baru datang dari kota
untuk berlibur di desa. Awalnya perkenalan itu agak canggung karena Ronald sepupu Risma masih
risih.
Rusli
Ayo Ronald, ikut mandi di sungai.
Airnya bersih kok. Beda dengan sungai yang ada di kota.
Di sini masih alami.
Anwar
Iya, airnya mengalir dari gunung
Sejuk banget
Risma
Benar Nald, coba saja gabung mandi dengan mereka.
Rusli, Sanip dan Anwar sudah kembali terjun ke air. Ronald cuma memperhatikan. Benar juga sih.
Bukan saja air sungainya masih bersih dan alami tapi desa ini kelihatan masih asri bathin Ronald
sambil terus memandang sekitarnya. Kemudian Ronald meraih ponsel dari saku bajunya. Memfoto
anak-anak yang sedang mandi dan setiap sudut tempat yang indah. Anak-anak desa tertarik dengan
apa yang dilakukan Ronald. Mereka bergegas mendekat ke Ronald ingin tahu dan melihat gambar
yang sudah dipotret Ronald. Setelah melihat ada gambar mereka dalam ponsel, anak anak merasa
senang dan terus ingin melihat. Ponsel Ronald memang canggih, sehingga hasil fotonyapun
kelihatan bagus. Akhirnya mereka asyik ber-selfie ria. Perkenalan Ronald dengan anak-anak desa
sudah mencair dan mulai terlihat akrab karena anak-anak desa selalu memuji ponsel Ronald.
mereka kagum dengan ponsel Ronald. Mereka berfikir jangankan membeli, melihat ponsel yang
baguspun baru kali ini mereka lihat secara langsung.
11. Scene 12 Ext. Serambi rumah Risma – malam
Talent: Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar,  Hanifah, Mira
 Risma sedang melihat Ronald yang asyik bermain game diponselnya. Dari serambi rumah, Risma
melihat Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira berjalan beriringan setelah mengaji di
surau. Risma memanggil mereka.
Risma
Teman-teman, ayo ke sini
Aku sedang lihat Ronald main game
Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira langsung berlari ke arah Serambi rumah Risma. Piyan dan Eni
hanya melihat.
Rusli
Piyan, sini lihat ponsel Ronald yang canggih
Risma
Iya sini Yan. Lihat foto-foto kami tadi sore di sungai.
Bagus-bagus lo..
Piyan menggandeng Eni menghampiri anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di sebelah
Ronald. Kemudian Risma memperkenalkan Ronald pada Piyan. Di serambi rumah Risma anak-anak
desa melihat Ronald bermain game di ponsel. Seperti magnet, ponsel Ronald begitu menarik
perhatian mereka. Sebuah benda yang tak asing namun mereka tak berani bermimpi apalagi berniat
untuk memiliki ponsel seperti itu. Bulan mengintip dari balik ranting pepohonan.
12. Scene 12 Ext. sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan dan semua anak-anak
 Seperti biasa pustaka keliling Saiful menjadi aktifitas liburan bagi anak-anak pekon Ampai. Saiful
sedang merapikan buku-buku. Piyan nampak serius memperhatikan sebuah buku yang ia baca.
Anak-anak lainnya juga sedang membaca. Namun tak terlihat seperti serius membaca karena Rusli,
Sanip dan Anwar begitu serius menceritakan kecanggihan kamera Ronald sepupu Risma yang baru
saja datang dari kota. Kemudian Risma datang bersama Ronald. Risma memperkenalkan Ronald
pada bang Saiful. Setelah itu mereka bergabung dengan yang lain. Konsentrasi anak-anak tak lagi
pada buku-buku yang dibawa bang Saiful. Tetapi beralih ke ponsel canggih Ronald. Ronald
memperlihatkan foto-foto dan memainkan game-game yang menghipnotis anak-anak desa. Bang
Saiful Cuma bisa memperhatikan.
13. Scene 13 Ext. Belakang rumah Piyan – Siang menjelang sore.
Talent: Abah, Piyan, Emak
 Piyan sedang membantu Abah mempraktekkan apa yang sudah ia baca. sudah beberapa hari ini
Piyan mencari cara bagaimana air yang keruh dari sumurnya menjadi jernih. Sambil membaca
petunjuk dari buku, Piyan mengkomandoi abah mempersiapkan alat dan bahan-bahan. Ada botol
plastic besar bekas air mineral, pasir, kerikil, kain kasa, kain biasa, arang, ijuk dan ember.
Beberapa kali mereka mencoba dan akhirnya berhasil. air yang tadinya keruh perlahan bisa menjadi
jernih. Dari  arah dapur emak dan Eni datang membawa minum dan sepiring pisang goreng. Mereka
tampak gembira karena jerih payah Piyan mencari cara untuk menjernihkan air ternyata berhasil.
Dengan jahil Piyan mencipratkan air jernih yang ada di ember ke arah Eni. Eni terkejut dan segera
membalas. Abah dan Emak memperhatikan mereka sambil tertawa senang. Hari itu adalah hari
yang membahagiakan buat Piyan karen bisa membuat air yang keruh menjadi jernih dan membuat
semua tertawa riang.
14. Scene 14 Ext. Sebuah tempat yang indah – siang
Talent: Anak-anak desa
Di sebuah tempat yang indah, anak-anak desa bergantian berfoto ria dengan ponsel Ronald.
Mereka begitu gembira. Piyan ada diantara mereka. Tiba-tiba ia teringat kalo hari itu bang Saiful
datang ke tempat biasa.
Piyan
Eh teman-teman…
Bang Iful pasti sudah datang dan menunggu kita!
Rusli
Biarin aja yan..
Buku yang dibawa bang Iful masih yang itu-itu aja
Gak ada yang baru..
 Hanifa
Bener itu…
Aku juga bosan lama-lama
Sanip
Kalo kamu mau ke sana ya gak papa yan
Kami di sini aja
Lebih asyik foto-foto
Piyan tak bisa berkata apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan teman-teman. Buku-buku yang
dibawa bang Saiful masih yang itu-itu saja. Kadang ia membaca satu buku bisa berulang kali. Tapi
ia tidak enak dengan bang iful. Piyan tahu maksud bang iful sangatlah mulia mengajarkan anak-
anak desa untuk gemar membaca. Karena dengan membaca maka kita akan menguasai dunia.
Tapi kalo yang dibaca itu-itu melulu mereka jadi bosan. Piyan bingung namun kakinya memaksa
untuk berlari menemui bang Iful. Anak-anak lain tak menghiraukan kepergian Piyan. Mereka
tenggelam dalam ponsel Ronald yang canggih.
15. Scene 16 Ext. montage Piyan
Talent: Piyan
Piyan berlari di beberapa tempat. Jalanan, pematang sawah, melewati sungai kecil dll
16. Scene 17 Ext. Sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan
Benar saja. Saiful duduk sendiri menunggu anak-anak. Piyan yang datang sambil terengah-engah
langsung duduk di sebelah Saiful.
Saiful
Ngapain kamu Yan, seperti dikejar setan saja
Piyan masih mengatur nafas. Kakinya diselonjorkan ke depan. Beberapa saat kemudian setelah
capeknya berangsur menghilang baru Piyan menceritakan apa yang terjadi.
Piyan
Maaf bang, anak-anak sedang berfoto-foto bersama Ronald sepupunya Risma di puncak bukit.
Saiful
Oh, kirain ada apa.
Ya nggak papa Yan. Biarkan mereka bersenang-senang.
Piyan
Tapi saya tidak enak dengan abang. Mereka dengan mudah melupakan buku-buku hanya karena
sebuah ponsel. Padahal mereka dulu sangat menginginkan buku-buku bacaan.
Saiful
Harusnya abang yang mesti minta maaf ke mereka
Piyan
Loh, kok gitu bang?
Saiful
Abang sadar, buku-buku yang abang bawa belum ada yang baru.
Pasti mereka bosan dengan buku yang ini-ini saja. Abang masih mengumpulkan uang untuk
membeli buku-buku bekas lagi. Abang juga sudah coba meminta dari beberapa orang untuk
menyumbang buku. Tapi sampai saat ini belum ada jawaban.
Piyan hanya diam mendengar apa yang disampaikan bang Iful. Apa daya ia hanya anak desa yang
tidak tau mesti berbuat apa. Sore pelan-pelan beranjak. Malam menunggu giliran untuk memeluk
alam semesta.
17. Scene 18 Int. Serambi rumah Piyan – Malam
Talent: Piyan
 Di serambi rumah, Piyan duduk sambil memandangi bulan. Kata-kata bang Iful masih terngiang di
kepalanya. Betapa sulitnya bang Iful mendapatkan buku-buku terbaru untuk mereka. Piyan juga
terbayang teman-temannya sekarang sedang terbuai dengan ponsel Ronald. Bang Iful dan ponsel
Ronald bergantian membombardir fikirannya. Tiba-tiba Piyan dikejutkan suara salam dari arah
halaman rumahnya. Rupanya Pak Amir dan pak Rustam yang datang. Mereka adalah tetangga
Piyan.
Pak Kades
Abahmu ada Piyan?
Piyan
Adah Pak,
Silahkan duduk Pak, Sebentar Piyan panggil Abah
Piyan bergegas masuk rumah memanggil Abah. Pak Amir dan Pak Rustam duduk di kursi serambi
rumah panggung. Tak lama Abah muncul. Merekapun bersalaman dan duduk kembali. Berbasa-basi
sebentar sambil menawarkan minum kopi Abah memulai percakapan.
Abah
Ada apa ini Pak Kades sama Pak Rustam
sepertinya ada yang serius
Pak Kades
Bagini Abah. Soal alat yang bisa menjernihkan air yang Abah ceritakan kemarin, kami jadi ingin
mencoba juga.
Pak Rustam
Saya dan beberapa warga juga mau bah.
entah kenapa 2 bulan ini air sumur kami jadi keruh dan coklat.
Pak Kades
Airnya memang tidak bau tapi kalo buat minum rasanya gak enak.
Kalo mencuci pakaian ya pakaiannya jadi kelihatan kotor.
Abah
Alhamdulillah, untung saja si Piyan bisa menemukan cara menjernihkan air dari buku yang dia baca.
Baiklah kalo begitu besok kita sama-sama dengan warga yang lain membuatnya pak Kades.
18. Scene 18 Int. Ruang tamu – Malam
Talent Piyan, Emak
 Dari balik jendela dalam rumah Piyan tersenyum bahagia. Manfaat dari membaca dapat
memberikan solusi dari sebuah persoalan. Diam-diam Emak memperhatikan Piyan dari belakang
dan menyuruh Piyan untuk segera tidur karena malam sudah larut.
19. Scene 19 Ext. Sawah – Sore
Talent: Piyan, Eni
Piyan duduk bersandar di batang pohon sambil menatap langit yang nampak luas dan biru. Tiba-tiba
terdengar suara dari sebelah kiri.
Eni
“Kak Piyan…”
Rupanya Eni adik Piyan. Piyan menoleh ke arah Eni.
Eni
“Kak Piyan disuruh Abah pulang. Sekarang,”kata Eni lagi
Pihan
“Kenapa?”Piyan terkejut.
Eni
“tidak tahu”.
Kata Eni sambil menggelengkan kepala.
Tanpa banyak bicara, Piyan bergegas pulang sambil membonceng  Eni di belakang sepeda. Piyan
ketakutan. Pasti Abah marah karena Piyan selalu pulang sore hari.
 
20. Scene 20 Ext. Halaman rumah Piyan – sore
Talent: Piyan, Eni
Sesampainya di halaman rumah, Piyan menyandarkan sepedanya di dekat pintu rumah. Piyan buru-
buru masuk rumah.
21. Scene 21 Int. ruang tamu rumah Piyan – sore
Talent: Abah, Emak, Piyan, Eni
Diruang tamu didapatinya Emak dan Abah sedang duduk.
Abah
“Duduk sini, Piyan,” kata abah datar sambil menunjuk bangku kayu yang ada di sampingnya.
Piyan menuruti perintah Abahnya. Dia terus menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah
Abah. Lama Abah terdiam, sampai akhirnya abah bicara.
Abah
Piyan…
Warga sangat berterima kasih kepada Piyan.
Sekarang semua warga yang air sumurnya keruh sudah bisa teratasi.
Semua karena ide Piyan.
Kata-kata Abah terputus. Abah menatap Emak, Piyan dan Eni.
Abah
Sekarang ada satu tugas lagi dari Abah untuk Piyan.
Piyan pelan melirik ke arah Emak dan Eni. Kemudian melihat ke Abah.
Abah
Abahkan sudah tua, pinggang Abah jadi ngilu kalo nimba air sumur terus.
jadi Abah minta kamu cari cara supaya tidak terlalu berat lagi nimba airnya
bisakan Piyan?
Piyan terdiam berfikir sejenak tapi tak lama ia tersenyum
Piyan
Kirain ada apa Bah,
kalo itu ya….
Pasti bisa Bah. Piyan siap melaksanakan tugas dari Abah.
Piyan menjawab dengan yakin sambil mengambil pisang goreng yang ada di piring. Kemudian
mereka tertawa bersama.
 
22. Scene 22 Ext. Sebuah tempat – siang
Talent: Silvi (tante Ronald), Saiful, Piyan, Ronald, semua anak-anak.
Piyan dan teman-teman sedang menunggu kedatangan bang Saiful. Tidak seperti biasanya hari ini
bang Saiful agak telat. Tiba-tiba dari arah jalan muncul sebuah mobil menuju ke arah dimana anak-
anak sedang berkumpul menunggu Saiful. Anak-anak tampak heran. Tapi setelah mobil mendekat,
dari dalam mobil wajah Ronald nongol dan berteriak ke arah Piyan dkk.
Ronald
Hey teman-teman….
Mobilpun berhenti tepat di depan anak-anak. Dari dalam mobil muncul Ronald, bang Saiful dan
seorang ibu yang terlihat cantik. Rupanya ia adalah tantenya Ronald. Tentu saja Piyan dan yang lain
heran.
Ronald
Kalian pasti kaget kan,
Kenapa aku dan bang Saiful bisa bersama-sama
Bang saiful
Ronald punya kejutan buat kita semua
Ronald
Jadi begini teman-teman
Foto-foto yang kita ambil kemarin, aku upload di media social
Alhamdulillah ada yang merespon dan bersimpati dengan kegiatan kalian di sini
Yaitu tante Silvi. Ini dia orangnya
Ronald menunjuk Tante Silvi. Tante Silvipun tersipu malu dipandangi oleh anak-anak.
Tante Silvi
Benar adik-adik,
Berkat  foto-foto yang di share Ronald
Pemerintah daerah melalui perpustakaan daerah Lampung
Mengutus saya untuk menyumbangkan buku-buku yang kalian butuhkan.
 
Ronald
Dan, yang lebih menggembirakan lagi,
Katanya di sini juga akan dibangun perpustakaan mini.
Bukan begitu tante Silvi?
Tante Silvi
Benar sekali adik-adik.
Saya mewakili pemerintah daerah sangat berterima kasih pada Saiful yang mau bersusah payah
membawakan buku untuk anak-anak di sini.
Saiful
Bukan karena saya kok bu,
Anak-anak di sinilah yang membuat saya melakukan itu
terutama Piyan. Ia anak yang pandai dan mampu membawa contoh yang baik
bagi yang lain. Ia adalah sumber inspirasi bagi anak-anak di sini untuk gemar membaca.
Piyan mendapat pelukan dari tante Silvi. Piyan tersipu malu. Semua bersorak gembira.
Sore itu langit begitu cerah, matahari tak lagi garang bersinar. Dengan perasaan gembira anak-
anak  mengangkut buku-buku dari dalam mobil dan mengumpulkannya di sebuah tempat.
 
Insert:  foto-foto kegiatan anak-anak pekon Ampai yang dulu di share Ronald atas ide Piyan.
Foto-foto anak-anak membaca dan bergotong royong membuat alat katrol untuk lebih ringan
menimba dan cara menjernihkan air. Berkat foto-foto inilah akhirnya pekon Ampai menjadi desa
baca dan menginspirasi desa-desa lain untuk mensukseskan program gemar membaca yang
dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Lampung.
23. Scene 23. Ext. Halaman belakang/sumur – sore
Talent: Abah
Abah sedang menimba sambil bersiul-siul.
Abah
Kalo pake katrol begini, nimba jadi terasa enteng. Pinggang abah nggak ngilu lagi…
 
 
Tamat

Anda mungkin juga menyukai