ABSTRAK
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dengan jumlah penderita DM
sebanyak 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi
21,3 juta orang pada tahun 2020 (Wild et al., 2004). Diabetes mellitus merupakan penyakit
kronis progresif yang menjadi salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena
prevalensinya yang meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya
dapat bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan makrovaskuler dan
mikrovaskuler (Wild et al., 2000).
2-Methoxyethanol (2-ME) merupakan salah satu hasil metabolit dari dimethoxy
ethilphatalate (DMEP). Dimethoxy ethilphatalate ini merupakan salah satu kelompok dari
phthalic acid ester (PAEs) yang banyak digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan
plastik. 2-Methoxyethanol merupakan suatu senyawa kelompok glycol ether yang memiliki
ikatan organic volatile (VOC). Senyawa 2-ME bersifat sangat mudah terbakar, tidak
berwarna, mudah menguap dan memiliki sifat kelarutan yang sangat baik (Johanson, 2000).
Penggunaan 2-ME ini juga dapat dijumpai pada perusahaan yang memproduksi
semikonduktor, tekstil, leather finishing dan plastik kotak makanan, banyak digunakan
sebagai pelarut, biasanya digunakan pada cat, tinta, tiner, smear, pelapis permukaan,
percetakan sablon, photo lithographic processes dan foto (Rumanta et al., 2001).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa plasticizer mampu menyebabkan
obesitas, diabetes dan menyebabkan gangguan sistem hormonal, seperti menyebabkan
resistansi insulin. Sehingga diduga menyebabkan pemunculan diabetes, melalui resistansi
insulin (Cranton, 2008). Alonso-Magdalenaet al (2006) menduga bahwa dengan banyaknya
penggunaan bahan plastik untuk keperluan rumah tangga yang terkait dengan tempat atau
pembungkus makanan, dapat menjelaskan kemungkinan adanya peningkatan epidemik dari
penyakit diabetes dan obesitas yang banyak terjadi pada negara negara industri. Data yang
ada menunjukkan adanya peningkatan penyakit diabetes, insiden obesity, atherosclerosis,
penyakit jantung koroner, penyakit infeksi dan penyakit ginjal (Saal et al., 2005). Dari hasil
penelitian yang lain menunjukkan plastik yang digunakan sebagai peralatan rumah tangga
mampu melepaskan Bisphenol-A (BPA), selain itu juga BPA diproduksi untuk campuran
plasticizer agar plastik bisa lebih keras. Data di tahun 2004 menunjukkan bahwa Bisphenol-A
(BPA) telah digunakan sebanyak lebih dari 6 milyard pound selama tahun 2004 (Alonso-
Magdalena et al., 2006). Dugaan adanya keterkaitan antara plasticizer dengan sejumlah
masalah kesehatan, termasuk meningkatnya resiko penyimpangan kelainan sistem reproduksi,
obesitas, asthma, atherosclerosis, dan alergi juga telah dilaporkan sebelumnya.
Stres oksidatif yang terjadi pada penderita penyakit DM dikarenakan
ketidakseimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat serta lipid,
kemudian terjadi penurunan kapasitas antioksidan. Peningkatan konsentrasi asam lemak
bebas terjadi seiring peningkatan produksi superoksida oleh mitokondria dan peningkatan
resiko terpaparnya sel oleh ROS. Nitrit oksida (NO) merupakan senyawa yang bersifat toksik
dan berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi oleh inducible NO shyntase (iNOS)
dengan cara mengubah asam amino L-arginin menja di NO dan citrulin (Yoshida dan Tunder,
2007).Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini mungkin diakibatkan
karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO - yang mengandung molekul
yang berperan dalam membuat relaksasi otot polos (Ruse et al., 1999; Thompson et al., 2004).
Sejauh ini telah banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan 2-ME sebagai
bahan toksik yang di induksikan ke tubuh hewan coba dengan berbagai macam kerusakan
yang di akibatkan, namun sepanjang pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian yang
menggunakan 2-ME untuk menginduksi diabetes pada hewan coba. Oleh karena itu, pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh induksi senyawa 2-ME yang bersifattoksik
dan teratogenik, sehingga dapat menyebabkan efek teratogenik dan toksik terhadap organ
tubuh ini terhadap kadarglukosadarah dan nitritoksida hewan coba. Penelitian perlu
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian senyawa 2-ME terhadapkadar glukosa
darah dan nitrit mencit (Mus musculus).
METODE PENELITIAN
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan hewan coba yang diperoleh dari pembiakan di
Laboratorium Hewan Coba Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga. Sebanyak 50 ekor
berupa mencit (Mus musculus L.) strain Balb/C betina, umur 2-3 bulan dengan rata-rata berat
badan 25-30 g. Selama pemeliharaan dan perlakuan pakan mencit adalah pakan diet standar
berupa pellet (makanan ayam), sedangkan sumber air minum berasal dari air minum isi
ulang, dan penggantian secara rutin serbuka kayu (sekam). Suhu dan kelembapan ruangan
dibiarkan pada kisaran alamiah, dengan intensitas penyinaran 12 jam terang (pukul 06,00-
18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00-06.00).Sebelum perlakuan dimulai, hewan coba dalam
penelitian ini terlebih dahulu diperlihara selama 3 minggu untuk memberikan waktu pada
hewan coba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya setelah ditempatkan pada
tempat baru (Laboratorium Hewan Coba). Lalu, untuk pakan dan minum diberikan secara ad
libitum. Dan, setiap satu minggu sekali dilakukan pembersihan kandang dengan cara
mengganti sekam dan membersihkan botol air minum.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnovuntuk mengetahui
normalitas data, kemudian dilakukan uji Leveneuntuk mengetahui homogenitas data. Apabila
data yang diperoleh homogen dan terdistribusi normal, maka dilakukan uji analisis varian
satu arah (One Way ANOVA) untuk mengetahui ada beda pengaruh antar kelompok
perlakuan. Sedangkan untuk mengetahui beda nyata antar kelompok perlakuan, maka
dilakukan uji beda nyata terkecil menggunakan uji Duncan dengan taraf signifikasi 0,05 (α =
0,05). Apabila data yang diperoleh terdistribusi normal namun tidak homogen maka
dilakukan uji Brown-Forsytheuntuk mengetahui ada beda pengaruh antar kelompok
perlakuan. Kemudian dilanjutkan uji t-independendengan taraf signifikasi 0,05 (α = 0,05)
untuk mengetahui beda nyata antar kelompok perlakuan. Uji statistik dilakukan
menggunakan software SPSS 15.
Gambar 1Kadar glukosa darah puasa sebelum perlakuan. Huruf yang berbeda menunjukkan
ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05. KN: kontrol
normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari
kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang
diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3:
kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg
BB selama 10 hari.
Gambar 2Kadar glukosa darah puasa setelah pemberian lard. Huruf yang berbeda
menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05.
KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21
hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan
yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari.
P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300
mmol/kg BB selama 10 hari.
Gambar 3Kadar glukosa darah puasa hari ke dua setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda
menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05.
KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21
hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan
yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari.
P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300
mmol/kg BB selama 10 hari.
Gambar 4Kadar glukosa darah puasa hari ke tujuh setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda
menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05.
KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21
hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan
yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari.
P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300
mmol/kg BB selama 10 hari.
Gambar 5Kadar glukosa darah puasa hari ke-14 setelah induksi 2-ME. Huruf yang berbeda
menunjukkan ada beda signifikan antarkelompok perlakuan berdasarkan uji Duncan 0,05.
KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21
hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan
yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari.
P3: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300
mmol/kg BB selama 10 hari.
Beradasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada hari kedua setelah
induksi 2-ME dilakukan terlihat bahwa KN (kontrol normal) dan KP (kontrol positif) tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan antara kelompok KN (kontrol
normal) dengan kelompok P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB) terdapat beda
signifikan. Hal tersebut dikarena pada kelompok KN (kontrol normal) tidak di induksi
dengan 2-ME melainkan hanya diinduksi dengan akuades saja. Kemudian jika kelompok KP
(kontrol positif) dibandingkan dengan kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200
mmol/kg BB) menunjuukan adanya perbedaan signifikan antara KP (kontrol positif) dengan
P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB 2-ME) dikarenakan 2-ME proses oksidasi
senyawa 2-ME yang masuk ke dalam tubuh biasanya terjadi di sitoplasma mitokondria hati
(Dreosti, 1991) sehingga tujuan utama 2-ME masuk ke dalam tubuh adalah organ hati , selain
itu senyawa 2-ME di dalam tubuh akan ikut dalam aliran darah dan masuk ke dalam sel,
selanjutnya 2-ME akan mengalami transformasi metabolik menghasilkan metabolit primer
dan sekunder, berbeda hal nya dengan streptozotocin (STZ) yang secara selektif merusak sel
β di pulau Langerhans pada organ pankreas (Ganong, 2003). Perbedaan letak sasaran utama
organ yang dituju oleh senyawa-senyawa tersebut menyebabkan hasil yang berbeda karena
pada senyawa 2-ME yang sasaran utamanya adalah mitokondria hati dan setelah dioksidasi
dalam tubuh akan menghasilkan metabolit sekunder yaitu MAA dan MALD dimana
kereaktifan dari MALD dapat menyebabkan kerusakan sel(Dhalluin et al., 1999) dan dampak
dari MAA dapat menyebabkan efek teratogenik dan toksik terhadap organ tubuh (Rumanta,
2001). Akibat adanya dampak dari MAA dan MALD yang mampu merusak organ dan sel
pada tubuh, hal tersebut dapat memicu timbulnya ROS, 2-ME telah terbukti menghasilkan
radikal H2O2 dalam proses oksidasinya, reduksi oksigen molekular selama respirasi sel di
mitokondria juga memicu terbentuknya radikal dengan memroduksi superoksida (O2-),
hidroksi (HO) dan hidrogen peroksida (H 2O2) (Sudjarwo, 1999 dalam Maslachah, 2003).
Semakin banyaknya radikal bebas yang terkandung dalam tubuh akan menyebabkan
meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan organ lain dan pada kasus ini apabila
kerusakan organ tersebut merusak sel β pankreas maka hal tersebut akan mempengaruhi
kestabilan dari kadar glukosa darah itu sendiri.
Jika dilihat dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa pengujian pada hari ke dua
setelah induksi 2-ME menunjukkan hasil yang paling efektif dimana pada kelompok P1
(perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB) memiliki kadar glukosa darah tertinggi
yaitu 163 mg/dl, hal tersebut dapat terjadi karena 2-ME memiliki sifat yang cepat, dampak
akut dari senyawa 2-ME bersifat pendek atau cepat setelah pemapaparan 2-ME tersebut
( New Jersey Departement of Health and Senior Services, 2002), sehingga semakain cepat
pengujian dilakukan hasil yang diperoleh akan semakin baik dan apabila semakin lama
dibiarkan efek dari senyawa 2-ME tersebut akan berkurang, hal tersebut didukung dengan
penjelasan menurut WHO, (1990) yang menerangkan bahwa oksidasi 2-ME menjadi MAA di
dalam serum dan plasma berjalan cepat, dengan waktu paruh sekitar 6 jam pada tikus, tetapi
ekskresi MAA lambat, dengan waktu paruh sekitar 20 jam pada monyet dan waktu paruh
MAA pada urin manusia adalah 77 jam, MAA yang diekskresikan dalam urine manusia
sekitar 86% dari 2-ME yang terhirup (Groeseneken et al., 1989; Shih, 2003).
Pada hasil kadar glukosa darah puasa pada pengujian tujuh hari setelah induksi 2-ME
dilakukan menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara kelompok KN (kontrol normal)
dengan kelompok KP (kontrol positif), P1 (perlakuan dengan dosis 200 mmol/kg BB) dan P3
(perlakuan dengan dosis 300 mmol/kg BB) hal tersebut dapat dikarenakan terjadi stres yang
cukup tinggi pada hewan coba kelomok KN sehingga menyebabkan kenaikan kadar glukosa
darah puasa pada hewan coba yang digunakan sehingga kadar glukosa darah puasanya
meningkat dari uji glukosa darah pada saat hari kedua setelah perlakuan terakhir dilakukan
hingga mencapai 132 mg/dl dan pada akhirnya hasil kadar gluksoa darah puasa tidak berbeda
signifikan dengan kadar glukosa darah puasa milik kelompok KP (kontrol positif) dan P1.
Apabila dilihat dari KN (kontrol normal), KP (kontrol positif), P1 (perlakuan 2-ME dengan
dosis 200 mmol/kg BB) dan P3 (perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) nilai rata-
rata kadar glukosa darah puasa yang paling tinggi adalah milik kelompok P1 (perlakuan
dengan dosis 200 mmol/kg BB) yaitu sebesar 134 mg/dl. Selanjutnya jika dibandingkan
antara kelompok KN (kontrol normal) dan KP (kontrol positif) dengan kelompok perlakuan
P1, P2, dan P3 yang menunjukkan adanya beda signifikan adalah antar KN (kontrol normal),
KP (kontrol positif) dengan P2 (perlakuan 2-ME dengan dosis 250 mmol/kg BB). Hal ini
dikarenakan pada kelompok P2 (perlakuan 2) mengalami penurunan berat badan jika
dibandingkan dengan kelompok sebelumnya hal ini dapat di lihat pada Lampiran 3, sehingga
hal itu juga dapat mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah puasa dari kelompok P2
(perlakuan 2) yang cukup signifikan dari kelompok itu sendiri.
Selanjutnya untuk hasil pengujian nilai kadar glukosa darah puasa pada hari ke-14
setelah induksi 2-ME menunjukan hasil yang tidak signifikan pada seluruh kelompok
perlakuan yang ada. Namun tetap nilai kadar glukosa darah puasa yang paling tinggi pada
kelompok perlakuan 1 (P1) dengan pemberian dosis 200 mmol/kg BB 2-ME sebesar 142
mg/dl, hal tersebut dapat terjadi karena mulai terjadi proses pemulihan dari hewan coba itu
sendiri, seperti hal nya penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hayati et al., (2004)
bahwa lama waktu penghentian selama 3 minggu setelah pemberian 2-ME mampu memberi
kesempatan untuk pemulihan.
Gambar 6Hasil pengujian kadar nitrit. KN: kontrol normal; KP: kontrol positif; P1:
kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 200 mmol/kg
BB selama 10 hari; P2: kelompok perlakuan yang diberi lard selama 21 hari kemudian
diinduksi 2-ME 250 mmol/kg BB selama 10 hari. P3: kelompok perlakuan yang diberi lard
selama 21 hari kemudian diinduksi 2-ME 300 mmol/kg BB selama 10 hari. Huruf yang
berbeda menunjukkan perbedaan signifikan.
Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada kelompok KN (kontrol normal)
dengan kelompok KP (kontrol positif) memiliki beda signifikan, hal ini disebabkan oleh
kelompok KN (kontrol normal) yang hanya di induksi oleh akuades sedangkan pada
kelompok KP (kontrol positif) di induksi dengan STZ. Lalu apabila kelompok KN (kontrol
normal) dibandingkan dengan kelompok P1, P2, dan P3, yang memiliki beda signifikan
dengan kelompok KN (kontrol normal) yaitu kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis
200 mmol/kg BB), hal tersebut disebabkan KN (kontrol normal) tidak di induksi dengan 2-
ME, sehingga memiliki perbedaan yang signifikan. Dan jika dibandingkan antara kelompok
KP (kontrol positif) dengan kelompok P1 (perlakuan 2-ME dengan dosis 200 mmol/kg BB)
menunjukkan adanya perbedaan signifikan. Hal tersebut dikarenakan pengujian kadar nitrit
ini dilakukan pada hari ke-21 setelah perlakuan terakhir dilakukan sehingga pada kelompok
P1 (perlakuan dengan 2-ME dosis 200 mmol/kg BB) telah mengalami pemulihan kondisi
seperti pada hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hayati et al., (2004) yang
menyatakan bahwa lama waktu penghentian selama 3 minggu setelah pemberian 2-ME
mampu memberi kesempatan untuk pemulihan.Hal ini juga kemungkinan dapat dipengaruhi
oleh jumlah kandungan nitrit di dalam darah yang terhitung sedikit karena NO yang segera
teroksidasi menjadi nitrit dan sisanya berupa nitrat inert yang tersebar ke seluruh tubuh (Ellis,
1998; Tsikas, 2005), didukung oleh pernyataan dari Gunawijaya, (2000) yang menyatakan
bahwa NO akan cepat bereaksi dengan O 2 membentuk nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Namun
waktu paruh NO dan nitrit dalam darah sangat singkat yaitu masing-masing kurang dari 5
detik dan 13 menit (Tsikas, 2005).
Dan, jika dibandingkan antara kelompok P2 (perlakuan 2-ME dengan dosis 250
mmol/kg BB) dengan kelompok P3 (perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) yang
tidak beda signifikan, nilai rata-rata kadar nitrit, rata-rata milik kelompok P2 (perlakuan
dengan 2-ME dosis 250 mmol/kg BB) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok P3
(perlakuan 2-ME dengan dosis 300 mmol/kg BB) yaitu sebesar 0,611 M. Perbedaan nilai
rata-rata kadar nitrit tersebut dapat terjadi akibat adanya gangguan pada hewan coba ditengah
masa pengujian glukosa darah hari ke tujuh setelah perlakuan terakhir dilakukan, hal tersebut
juga dikuatkan dengan berat badan hewan coba pada kelompok P2 yang mengalami
penurunan begitu juga dengan kadar glukosa darahnya yang menurun secara signifikan,
sehingga menyebabkan kadar nitrit milik kelompok P2 lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok P3.
Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kadar
nitrit yang berpengaruh pada penelitian yang telah dilakukan ini yaitu pada kelompok P1
(pemberian dosis 200 mmol/kg BB 2-ME) yaitu sebeasar 0,493 M.
KESIMPULAN
1. Pemberian variasi dosis senyawa 2-methoxyethanol berpengaruh terhadap kadar
glukosa darah puasa. Pemberian senyawa 2-methoxyethanolpada dosis 200 mmol/kg
BB pada pengujian kadar glukosa darah puasa hari ke dua setelah induksi 2-ME
terbukti meningkatkan kadar glukosa darah puasa (hiperglikemia).
2. Pemberian variasi dosis senyawa 2-methoxyethanol berpengaruh terhadap kadar nitrit.
Pada pemberian dosis 200 mmol/kg BB menurunkan kadar nitrit.
DAFTAR PUSTAKA
Alonso-Magdalena P, Morimoto S, Ripoll C, Fuentes E, Nadal A. The estrogenic effect of
Bisphenol-A disrupts pancreatic beta-cell function in vivo and induces insulin
resistance. Environment Health Perspective. 2006 Jan;114(1):106-12.
Cranton, E. M. 2008. Diabetes and Obesity are Related to Plastics in Food and Beverage
Containers.
Dhalluin, S., Elias, Z., Doirot, O., Gate, L., Pages, N., Tapeiro, H., Vaseur, P., and Nguyem-
Ba, G., 1999. Apoptosis inhibition and ornithine decarboxylase superinduction as early
epigenetic event in morphological transformation of syrian hamster embryo cells
exposed to 2 methoxyacetaldehyde a metabolit of 2-methoxyethanol. Toxicology
Letters105(2), 163-175.
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. Ke 20. EGC. Jakarta. H: 320-341.
Hayati, A., Binti, Y., I. B. Rai Pidada, Win Darmanto, Dwi Winarni. 2004. Efek 2-
Methoxyethanol Terhadap Struktur Histologi Testis Mencit (Mus musculus). Berkala
Penelitian Hayati. 10: 7-12.
Rumanta, M., TW. Surjowo dan S. Sudarwati 2001. Pengaruh Asam Methoxoacetat terhadap
Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Swiss Webster Jantan. Prociding Institute
Technology Bandung. Bandung
Ruse M, Nitrates and Nitrites. IPCS, Newcastle. United Kingdom. 1999. Available from:
http://www.inchem.org/nitrates&nitrites.html. Diakses pada 17 Desember 2015.
Thompson B, Nitrates And Nitrites Dietary Exposure and Risk Assessment. Institute of
Environmental Science & Research Limited. Christchurch Science Centre. New
Zealand. 2004. Available from: www.esr.cri.nz. Diakses pada 17 Desember 2015.
Shih, T-s., A-T Hsieh., Y-H Chen., G-D liao., C-Y Chen., J-S Chou and S-H Liou. 2003.
Follow Up Study of Haematological Effect in Workers Exposed to 2-Methoxyethanol.
Occupational and Environmental Medicine. 60: 130-135 (www.accenvmed.com).
Tsikas, D. 2005. Methods of Quantitative Analysis of The Nitric Oxide Metabolites Nitrite
and Nitrate in Human Biological Fluids. Free Radical Reasearch. 39: 797-815.
WHO. 1990. 2-Methoxyethanol, 2-ethoxyethanol and Their Acetates, Environmental Health
Criteria 115. International Progamme on Chemical Safety. Geneva.
Wild S., Roglic G., Green A., Sicree R., King H. 2004. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for The Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 27(5):53-1047.
Yoshida T dan Tuder RM. 2007. Pathobiology of Cigarette Smoke-Induced Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland
Physics Reviews.(87):1047-1082