Anda di halaman 1dari 14

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN NILAI

PENGEMBANGAN ILMU DAN TEKNOLOGI

MAKALAH
Dosen Pengampu: Ambayu Sofya Yuana,
M.Sos

Kelas Pancasila B8A


Disusun oleh:

1. Dian Aurika Mukti 215020300111089


2. Putri Yuniar Khasanah 215020300111096
3. Diana Rahmasari 215020300111115
4. Katarina Setri Pratita 215020301111098
5. Azzah Dzakiyah Ramadhani 215020301111100
6. Nur Rahmadhona Shobiqatul M. 215020301111102
7. Naura Zalfa Prinda R. 215020301111105
8. Adinda Vira Alviona 215020307111109

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2022
PANCASILA SEBAGAI LANDASAN
NILAI PENGEMBANGAN ILMU DAN
TEKNOLOGI

A. Konsep Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan


Teknologi

Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-kerangka berpikir, pola


acuan berpikir, atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan,
kerangka cara, dan sekaligus arah/tujuan bagi yang menyandangnya sehingga
Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam pembangunan hukum nasional. Nilai-
nilai dasar Pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolak ukur
segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia.
Pancasila juga sebagai dasar nilai pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Pengertian pancasila sebagai dasar nilai pengembagan tersebut mengacu
pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) yang dikembangkan di Indonesia tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, setiap IPTEK yang
dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor
internal pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, nilai-nilai Pancasila berperan
sebagai rambu normatif bagi pengembangan IPTEK di Indonesia, artinya mampu
mengendalikan IPTEK agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak
Bangsa Indonesia. Keempat, setiap pengembangan IPTEK harus berakar dari
budaya dan ideologi Bangsa Indonesia itu sendiri.
Keempat pengertian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu tersebut
mengandung konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama bahwa IPTEK
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
mengandung asumsi bahwa IPTEK itu sendiri berkembang secara otonom,
kemudian dalam perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai Pancasila.
Pengertian kedua bahwa setiap IPTEK yang dikembangkan di Indonesia harus
menyertakan nilai-nilai
Pancasila sebagai faktor internal mengandaikan bahwa sejak awal
pengembangan IPTEK sudah harus melibatkan nilai-nilai Pancasila. Pengertian
ketiga bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi
pengembangan IPTEK mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus
disepakati oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada
jaminan bahwa akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan IPTEK itu
sendiri. Sebab ketika IPTEK terus berkembang, seharusnya tidak terjadi
kesenjangan dalam perkembangannya. Pengertian keempat yang menempatkan
bahwa setiap pengembangan IPTEK harus berakar dari budaya dan ideologi Bangsa
Indonesia sendiri mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang berkembang di
Indonesia.

B. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau IPTEK merupakan
salah satu faktor pendorong Globalisasi. Tentunya kemajuan teknologi saat ini
memungkinkan globalisasi dengan mudah memasuki kehidupan sehari- hari
masyarakat indonesia. Munculnya globalisasi membuat nilai kearifan lokal yang
selama ini menjadi lambang kehidupan di berbagai daerah lambat laun tergantikan
oleh gaya hidup global. Apalagi globalisasi hadir membawa dampak yang ada, baik
positif maupun negatif terutama akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
Teknologi

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada kenyataannya tidak


dapat dimungkiri bahwa sangat berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Kehadiran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memiliki dampak positif dan
negatifnya tersendiri. Di satu sisi IPTEK memberikan kemudahan untuk
memecahkan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi, tetapi disisi lain IPTEK
juga bisa menjadi malapetaka jika Ilmu pengetahuan dan Teknologi tersebut tidak
digunakan dengan sebaik-baiknya. Bahkan dalam hal negatif ini IPTEK dapat
membunuh dan memusnahkan peradaban manusia.
Contoh yang dapat kita lihat secara jelas adalah ketika bom atom yang
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia Kedua. Banyak korban
meninggal dan mengalami luka bakar serius atas kejadian tersebut.

Dampaknya tidak hanya dirasakan warga Jepang pada waktu itu, tetapi
menimbulkan traumatik yang berkepanjangan pada generasi berikutnya. Pentingnya
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-hal
sebagai berikut.

1. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa


Indonesia ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara
pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi
yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan
keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
2. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap
lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup
manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi
para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia.
3. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat
dengan politik global ikut mengancam nilai nilai khas dalam kehidupan bangsa
Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita
rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan
menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kepribadian bangsa Indonesia.

C. Pemisahan Ilmu dan Etika

Ilmu pengetahuan yang dalam bahasa Inggris science, bahasa latin scientia
berarti mempelajari atau mengetahui. Ilmu pengetahuan berbeda dengan
pengetahuan (episteme). Ilmu pengetahuan bisa berasal dari pengetahuan tetapi
tidak semua pengetahuan itu adalah ilmu. Ada beberapa syarat suatu pengetahuan
dikategorikan ilmu.
Menurut I.R. Poedjowijatno ilmu pengetahuan memiliki beberapa syarat:
(Abbas Hamami: 4)

1. Berobjek: objek material sasaran/bahan kajian, objek formal yaitu sudut


pandang pendekatan suatu ilmu terhadap objeknya.

2. Bermetode, yaitu prosedur/cara tertentu suatu ilmu dalam usaha mencari


kebenaran

3. Sistematis, ilmu pengetahuan seringkali terdiri dari beberapa unsur tapi


tetap merupakan satu kesatuan. Ada hubungan, keterkaitan antara bagian
yang satu dengan bagian yang lain.

4. Universal, ilmu diasumsikan berlaku secara menyeluruh, tidak meliputi


tempat tertentu atau waktu tertentu. Ilmu diproyeksikan berlaku seluas-
luasnya.

Adapun ilmu pengetahuan memiliki beberapa sifat:

1. Terbuka: ilmu terbuka bagi kritik, sanggahan atau revisi baru dalam
suatu dialog ilmiah sehingga menjadi dinamis.

2. Milik umum, ilmu bukan milik individu tertentu termasuk para penemu
teori atau hukum. Semua orang bisa menguji kebenarannya, memakai, dan
menyebarkannya.

3. Objektif: kebenaran ilmu sifatnya objektif. Kebenaran suatu teori,


paradigma atau aksioma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa
kenyataan. Ilmu dalam penyusunannya harus terpisah dengan subjek,
menerangkan sasaran perhatiannya sebagaimana apa adanya.

4. Relatif: walaupun ilmu bersifat objektif, tetapi kebenaran yang


dihasilkan bersifat relatif/tidak mutlak termasuk kebenaran ilmu-ilmu alam.
Tidak ada kebenaran yang absolut yang tidak terbantahkan, tidak ada
kepastian kebenaran, yang ada hanya tingkat probabilitas yang tinggi.
Ada dua sikap dasar, yaitu Pertama, kecenderungan puritan-elitis, yang
beranggapan bahwa ilmu itu bebas nilai, bergerak sendiri (otonom) sesuai dengan
hukum-hukumnya. Tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk ilmu pengetahuan itu
sendiri. Motif dasar dari ilmu pengetahuan adalah memenuhi rasa ingin tahu dengan
tujuan mencari kebenaran. Kedua adalah kecenderungan pragmatis. Ilmu
pengetahuan tidak hanya semata-mata mencari kebenaran, namun harus berguna
untuk memecahkan persoalan hidup manusia. Kebenaran ilmiah tidak hanya logis
rasional, empiris, tetapi juga pragmatis. Berkaitan dengan ilmu harus dibedakan
Context of justification dan context of discovery. Context of justification adalah
konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian ilmiah dan kegiatan ilmiah.

Dalam konteks ini pengetahuan harus didasarkan pada pertimbangan


pertimbangan murni yang objektif dan rasional, tidak boleh ada pertimbangan lain.
Context of discovery adalah konteks di mana ilmu pengetahuan itu ditemukan.
Dalam konteks ini ilmu tidak bebas nilai. Ilmu pengetahuan selalu ditemukan dan
berkembang dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dalam konteks sosial tertentu.
Kegiatan ilmiah mempunyai sasaran dan tujuan yang lebih luas dari sekedar
menemukan kebenaran ilmiah. Ilmu pengetahuan muncul untuk memenuhi
kebutuhan manusia sehingga sejak awal ilmu pengetahuan mempunyai motif dan
nilai tertentu.

Bangsa Indonesia mempunyai sistem nilai sendiri yang melandasi berbagai


bidang kehidupan termasuk kehidupan ilmiah. Pancasila sebagai core value dalam
kehidupan ilmiah adalah suatu imperative Ilmu dalam konteks pengujian, dalam
proses dalam dirinya sendiri memang harus bebas nilai, objektif rasional, namun di
dalam proses penemuannya dan penerapannya ilmu tidak bebas nilai. Ilmu harus
memperhatikan nilai yang ada dan berlaku di masyarakat, mengemban misi yang
lebih luas, yaitu demi peningkatan harkat kemanusiaan, dan bermanfaat bagi
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Namun demikian, tolak ukur
manfaat itu tidak hanya sekedar manfaat pragmatis yang sesaat atau untuk
kepentingan tertentu, sehingga ilmu kehilangan idealismenya.
Seperti dipaparkan di atas bahwa ilmu itu bebas nilai, tetapi kegiatan
keilmuan itu dilaksanakan oleh ilmuwan di bawah suatu lembaga/otoritas akademis
yang menyangkut berbagai kepentingan, maka harus ada nilai-nilai yang menjadi
ruh yang mengendalikannya. Dibutuhkan suatu etika ilmiah bagi ilmuwan,
sehingga ilmu tetap berjalan pada koridornya yang benar. Sikap ilmiah harus
dimiliki oleh setiap ilmuwan. Perlu disadari bahwa sikap ilmiah ini ditujukan pada
dosen, tetapi harus juga ada pada mahasiswa yang merupakan output dari aktivitas
ilmiah di lingkungan akademis. sikap yang harus dimiliki seorang ilmuan, yaitu
sikap kejujuran dan kebenaran, tanggung jawab., setia, sikap ingin tahu, sikap kritis,
sikap independen/mandiri, sikap terbuka, sikap rela menghargai karya & pendapat
orang lain, dan sikap menjangkau ke depan.

D. Ilmu Bebas Nilai dan Ilmu Tidak Bebas Nilai

1. Ilmu Bebas Nilai

Ilmu bebas nilai menyatakan bahwa ilmu dan teknologi bersifat otonom atau
tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri.

Terdapat 3 indikator bahwa ilmu dikatakan bebas nilai, yaitu:

a. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai: Ilmu harus bebas


dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religius, sosial dan budaya.
b. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan yang dimaksud adalah kemungkinan yang tersedia atas data-
data atau ilmu baru.
c. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, beberapa hal yang dapat merugikan
lingkungan tetap dapat dibenarkan, karena hal yang terkait tersebut ditujukan untuk
kepentingan ilmu itu sendiri. Sebagai contoh adalah penggunaan AC, yang
meskipun berpengaruh terhadap pemanasan global dan pelebaran lubang ozon,
tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan tersebut, dianggap semata untuk
pengembangan teknologi itu sendiri, tanpa memperdulikan dampak yang
ditimbulkan pada lingkungan sekitar. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilmu itu
untuk ilmu. karena nilai dianggap hanya akan menghambat perkembangan ilmu.

2. Ilmu Tidak Bebas Nilai


Ilmu yang tidak bebas nilai memandang bahwa ilmu selalu terikat dengan
nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan
nilai-nilai lainnya.
Dalam ilmu tidak bebas nilai, ilmu dibedakan menjadi 3 macam, sesuai
dengan kepentingan masing-masing, sebagai berikut:

a. Ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis: Ilmu ini


menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil
penyelidikan untuk kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun teori-
teori ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang
bersifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai
upaya manusia untuk mengelola dunia.
b. Ilmu-ilmu sosial: Ilmu yang memahami manusia sebagai sesamanya, dan
berhubungan dengan aspek kemasyarakatan untuk memperlancar
hubungan sosial atau interaksi.
c. Teori kritis: Teori yang membongkar penindasan dan mendewasakan
manusia pada otonomi dirinya sendiri. Dalam teori ini didasari oleh adanya
dominasi kekuasaan dan kepentingan yang berupa pembebasan atau
emansipasi manusia
E. Sila-Sila Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi

Untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat serta martabatnya,


maka manusia mengupayakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus-
menerus seiring berjalannya waktu. Di Indonesia, Pancasila menjadi satu kesatuan,
di mana sila-sila yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan sumber nilai,
kerangka berpikir, juga sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan penjabaran masing-masing sila dari
Pancasila yang merupakan sebuah sistem etika, di antaranya:

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila ini menunjukkan bahwasannya ilmu pengetahuan dan teknologi harus
menciptakan sesuatu berdasarkan pertimbangan rasional akal, rasa, dan
kehendaknya sehingga dapat menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai
pusatnya, melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
Maksudnya, manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan
untuk mengolah kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan Yang Maha Esa
untuk kesejahteraan bersama. Ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya tidak
hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya untuk apa dan dampaknya apakah merugikan manusia
disekitarnya atau tidak.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern,
dapat terlihat kecenderungan lunturnya kehidupan keagamaan. Saat ini ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi tantangan yang tidak sederhana, di mana
menjadi tantangan penting sebab pada dasarnya landasan moral serta konsep
mengenai keimanan dan ketakwaan semakin menghilang. Untuk itulah
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil budaya manusia harus
didasarkan pada Pancasila sila pertama yang memuat moral Ketuhanan.
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini memberikan dasar moralitas bagi manusia dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri menjadi
salah satu perkembangan dalam budaya hidup manusia yang bertujuan demi
kesejahteraan bersama layaknya yang dijelaskan pada sila Ketuhanan. Sila kedua
memberikan dasar moralitas apabila manusia dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi haruslah bersifat beradab, memberikan arah, dan
mengendalikan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Pancasila menjadi dasar
pengembangan ini sesungguhnya diperlukan agar ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak digunakan untuk kesombongan, kecongkakan, dan keserakahan manusia,
namun harus diabdikan demi peningkatan kesejahteraan tanpa mengutamakan
kelompok ataupun lapisan tertentu.

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia


Sila persatuan Indonesia mendasari bahwa pengembangan IPTEK harus
dilakukan dengan nilai persatuan dan kesatuan. Sebab pengembangan IPTEK
diarahkan demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Sehingga masyarakat harus
menciptakan rasa persatuan dan kesatuan dalam pengembangannya agar terpelihara
persaudaraan antardaerah di Indonesia. Di samping itu, rasa nasionalisme yang
terjalin tidak lepas dari faktor sumbangsih kemajuan IPTEK. Oleh sebab itu, IPTEK
harus dapat dikembangkan dengan tujuan untuk memperkuat rasa persatuan dan
kesatuan bangsa yang selanjutnya dapat dikembangakan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.

4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam Permusyawaratan Perwakilan
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan, mendasari pengembangan IPTEK secara
demokratis. Prinsip demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan IPTEK harus
merata ke semua lapisan masyarakat karena pendidikan adalah tuntutan masyarakat.
Hal ini mengandung maksud bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban dalam pengembangan IPTEK.
Setiap orang harus memiliki kebebasan dalam pengembangan IPTEK. Tentu
dalam pelaksanaannya dengan menghormati dan menghargai kebebasan orang lain,
serta bersikap terbuka untuk mendapatkan masukan kritik dan saran yang
membangun.

5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Seperti hal nya yang telah disebutkan dalam sila kelima ini, keadilan
merupakan aspek utama dalam mengembangkan nilai keadilan khususnya di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya fenomena kemajuan IPTEK harus
dibarengi dengan keseimbangan Kehidupan manusia. Baik dalam hubungan
dengan dirinya sendiri, manusia dengan masyarakat berbangsa, dan bernegara, serta
manusia dengan alam lingkungannya.

F. Strategi Pengembangan Ilmu Berparadigma Pancasila


Seperti yang telah dikaji pada awal pertemuan mata kuliah pancasila, bahwa
dijelaskan mengenai pancasila sebagai filsafat ilmu, yang mana pengetahuan itu
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigma dan hal tersebut perlu dipahami dasar
serta arah penerapannya, dalam hal ini yaitu aspek ontologis, epistemologis dan
aksiologisnya.
Untuk aspek Ontologis ini memiliki pengertian bahwasanya hakikat ilmu
pengetahuan merupakan aktivitas manusia indonesia yang tidak mengenal titik henti
dalam upaya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan yang utuh
dalam dimensinya sebagai masyarakat sebagai proses dan sebagai produk.
Kemudian aspek Epistemologis berarti pancasila dengan nilai-nilai yang
diolah dan dijadikan kerangka berpikir dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
yang berparameter nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri.
Sedangkan, aspek Aksiologisnya itu berhubungan dengan aspek
epistemologi, yaitu dengan menggunakan epistemologi tersebut, kemanfaatan dan
efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak akan bertentangan
dengan ideal pancasila dan apabila dilihat dari sudut pandang positif akan
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal pancasila.
Oleh karena itu, perguruan tinggi harus mewujudkan secara kultural dan
struktural dalam tradisi akademisi / ilmiah. Kultural yang berarti civitas akademik
memiliki sikap akademis, yang haus akan ilmu pengetahuan yang sifatnya tanpa
batas. kemudian struktural, yang memiliki makna bahwasanya perguruan tinggi itu
harus mempunyai nilai demokratis dan terbuka melalui wacana akademis, dan
membebaskan mahasiswanya untuk memiliki kreativitas dan daya inovasi supaya
dapat berkembang, sehingga amanat Tri Dharma perguruan tinggi pun tercapai.

G. Studi Kasus Keterkaitan Pengembangan IPTEK dengan Pancasila


Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi juga
ikut berkembang dengan pesat. Perkembangan IPTEK di Indonesia dimulai dengan
munculnya teknologi internet. Hal ini mengubah pola interaksi masyarakat
Indonesia sehingga berkontribusi besar terhadap masyarakat, industri/perusahaan,
dan pemerintah tentunya. Perkembangan IPTEK tak lepas juga dengan dampak-
dampak yang ditimbulkan, yaitu dampak positif dan tentunya dampak negatif.
Dampak positif dan perkembangan IPTEK ialah:
1. Memberikan berbagai kemudahan contohnya di bidang ekonomi dengan
adanya e-commerce, e-wallet, kemudahan membayar pajak secara online,
dsb.
2. Memperluas mudahnya akses terhadap berbagai informasi sehingga
memperluas juga wawasan pengetahuan contohnya mudahnya mencari
informasi terkait pemerintah, masalah ekonomi, agama, dsb. di jejaring
sosial baik sosmed maupun platform lain.
3. Perkembangan teknologi memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi
tidak lagi mengirim surat seperti dahulu, sehingga dengan dapat
memudahkan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dampak lain yang ditimbulkan dari perkembangan IPTEK adalah dampak negatif.
Dampak negatif itu, antara lain:
1. Hilangnya budaya tradisional. Dengan kemudahan akses tersebut membuat
masyarakat bisa mengetahui budaya-budaya luar yang sebagiannya tidak
sesuai dengan budaya Indonesia dan karena lemahnya ideologi individu
dengan tidak dibarengi dengan jiwa Pancasila di dalam dirinya, membuat
masyarakat mulai meninggalkan budaya Indonesia.
2. Munculnya kejahatan dunia maya (cybercrime), seperti membobol identitas
seseorang contohnya kasus Bjorka yang sedang hangat di masyarakat yang
membobol data NIK dan memperjualbelikannya.
3. Penyebaran hoax yang banyak sekali terkait berbagai bidang contohnya
hoax akun WhatsApp yang baru-baru ini mengatas namakan BRI.
4. Penyebaran informasi yang berbau pornografi yang mudah diakses oleh
siapapun tak terkecuali anak di bawah umur sehingga menimbulkan
kejahatan-kejahatan lain yakni kasus siswa SD yang memperkosa teman
SD-nya karena terpengaruh oleh film porno, dll.

Semua hal buruk yang terjadi di atas disebabkan oleh kurangnya


kewaspadaan dan pengawasan baik dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan
pemerintah sekalipun. Kejahatan-kejahatan lain akan terus mengiringi
perkembangan IPTEK tersebut. Sebagai anak muda generasi bangsa sudah
seharusnya memahami pentingnya makna dan nilai-nilai dari pancasila sebagai
dasar IPTEK yang semakin berkembang.
Setiap individu harus bijak dalam menggunakan media sosial, karena ketika
seseorang salah bertindak dalam media sosial dampaknya tidak hanya dirasakan
oleh dirinya sendiri tetapi juga orang lain. Perkembangan IPTEK harus selaras
dengan nilai-nilai pancasila, sehingga dapat meminimalisir, mencegah, bahkan bisa
menghentikan penyalahgunaan IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2000. Pendidikan Pancasila.


Edisi Reformasi. Yogyakarta: Paradgma.

Nurwardani, Paristiyanti et all. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI. 2016. Pendidikan Pancasila..


Jaakarta: DIKTI.

Anda mungkin juga menyukai