Anda di halaman 1dari 61

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Jurnalistik sebagai Metoda Komunikasi

Secara singkat, komunikasi berarti proses pertukaran pesan yang dilakukan

individu. Secara istilah komunikasi berasal dari kata “communis” yang berarti

sama. Dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Karya Dedy Mulyana (2000),

Harorl D. Lasswell menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses yang

menjelaskan siapa, berkata apa, menggunakan saluran apa, untuk siapa, dan

akibatnya apa. Atau biasa kita kenal dengan Who Says What In Which Channel To

Whom With What Effect.

Dari pendapat Lasswell diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi

memiliki 5 unsur penting, yaitu;

1. komunikator (siapa yang mengatakan)

2. pesan (mengatakan apa)

3. media (melalui saluran apa)

4. komunikan (kepada siapa)

5. efek (dampaknya apa)

Menurut Alo Liliweri (2003) dalam bukunya Dasar-dasar Komunikasi

Antar Budaya yang menguti pendapat Walstrom yang diambil dari jurnal

repository.uinsu.ac.id, menyebutkan beberapa definisi komunikasi, diantaranya;

1. komunikasi antar manusia adalah pernyataan diri paling efektif.

8
2. Komunikasi adalah pertukaran pesan secara tertulis dan lisan

melalui percakapan atau melalui penggambaran.

3. Komunikasi merupakan pembagian informasi melalui kata-kata

secara lisan atau tertulis yang menggunakan metode.

4. Komunikasi adalah pengalihan pesan dari satu orang ke orang

lainnya.

5. Pertukaran makna antar individu yang dilakukan dengan

menggunakan simbol-simbol.

6. Komunikasi adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan

seseorang melalui saluran dan efek tertentu kepada orang lain.

7. Komunikasi merupakan pembagian informasi melalui bahasa tubuh,

gaya pribadi, atau hal lain yang dapat memperjelas makna.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah tindakan mengirim pesan

, ide, atau pendapat dari satu orang ke orang lainnya. Komunikasi yang terjalin

antara satu dengan yang lain pasti memiliki jumlah partisipan yang berbeda. Dalam

jurnal library.binus.ac.id, Marhaeni Fajar (2009: 27) istilah komunikasi berasal dari

bahasa latin “communicates” yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Dari

pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa komunikasi terjadi untuk mencapai

tujuan bersama.

Komunikasi memiliki konteks diantaranya komunikasi intrapribadi,

komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan

komunikasi massa. Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjalin di

dalam diri sendiri berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan

sistem syaraf, contohnya berfikir. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi

9
yang dilakukan lebih dari dua orang secara tatap muka yang memungkinkan reaksi

secara langsung terjadi baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi kelompok

adalah komunikasi yang dilakukan sekelompok orang guna mencapai tujuan

bersama, yang didalamnya terjadi kemungkinan mengenal satu sama lainnya dan

memandang orang lain menjadi bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi

organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam satu organisasi dan bersifat

formal/ informal dan memiliki jaringan yang lebih luas dibandingkan dengan

komunikasi kelompok. Komunikasi massa adalah komunikasi yang terjadi antar

seseorang kepada khalayak umum yang tidak bisa dikenali satu persatu karena

audien komunikasi massa bersifat heterogen.

Jurnalistik termasuk ke dalam konteks komunikasi massa, dimana jurnalis

melakukan komunikasi dengan cara menyampaikan berita melalui media massa

yang pembacanya tidak bisa dihitung dan cakupannya luas (heterogen). Relevansi

antara jurnalistik dengan komunikasi massa yaitu mereka saling membutuhkan

karena jurnalistik adalah perkembangan dari pers dan pers adalah perkembangan

dari komunikasi massa. Dalam hal media penyampaian informasi kepada khalayak,

jurnalistik membutuhkan koran, majalah, radio, televisi, sosial media. Dengan

menggunakan media itulah komunikasi massa bisa terjalin dengan lancar karena

memiliki cakupan yang luas. Jurnalistik juga bisa mempengaruhi masyarakat akan

hal baik atau buruk, misal dalam pemilihan umum jurnalistik memiliki andil dalam

memengaruhi massa. Di dalam komunikasi massa yang melibatkan audience yang

banyak maka akan banyak orang yang dihadapi dan memiliki budaya yang berbeda-

beda pula. Maka tugas jurnalistik adalah menjaga nilai-nilai dan norma dalam setiap

penyampaian informasinya, disinilah peran jurnalis diuji tatkala ia mampu

10
memberikan informasi yang sesuai nilai dan norma khalayaknya, maka khalayak

atau masyarakat juga akan menerima apa yang disampaikan oleh jurnalis.

Sebagai ilmu terapan, Komunikasi telah berkembang menjadi sebuah

profesi. Berikut beberapa method of communication;

2.1.1 Public Relations (PR)

Public relations dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan dengan masyarakat untuk

membina hubungan yang baik dan menciptakan citra positif sehingga perusahaan

tersebut dapat berjalan sesuai rencana. Sebagai method of communication, PR yaitu

sistem rangkaian kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan, baik

pimpinan, karyawan, atau staff.

Pengertian Public Relations menurut Cutlip dan Center dalam Effendy

(2009:116) yang dikutip jurnal http://eprints.polsri.ac.id adalah fungsi manajemen

yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanaan dan tata cara seseorang

atau organisasi demi kepentingan publik serta merencanakan dan melakukan suatu

program kegiatan untuk meraih pengertian dan dukungan publik. Masih didalam

jurnal yang sama, menurut Bettrand R Canfield, 1964, hal 4 public relations adalah

manajemen mengevaluasi perilaku masyarakat, mengidentifikasi, dan mencari tahu

minat masyarakat dan kemudian menyusun program untuk mencipatakan

pengertian di dalam masyarakat.

Pada hakikatnya, PR merupakan metode komunikasi yang meliputi

berbagai teknik komunikasi. Dimana didalam kegiatan public relations selalu ada

usaha untuk mewujudkan keharmonisan antara suatu instansi atau perusahaan

11
dengan publiknya atau masyarakatnya. dapat disimpulkan bahwa profesi sebagai

public relations (PR) berkerja di wilayah publik untuk melakukan fungsi

komunikasi dengan publiknya.

Dalam dunia PR, kehadiran masyarakat menjadi aspek penting sebagai

fungsi manajemen antara perusahaan/organisasi dengan publiknya. Dalam

prakteknya, seringkali PR disebut sebagai humas karena sama-sama menciptakan

opini publik yang menguntungkan kedua belah pihak dan menanamkan pengertian

dan kepercayaan kepada publiknya.

2.1.2 Advertising (Periklanan)

Advertising atau yang biasa kita kenal dengan periklanan, juga merupakan

salah satu macam metode komunikasi. Periklanan adalah salah satu bentuk

komunikasi yang mana mengajak orang yang melihat, membaca, atau mendengar

untuk melakukan sesuatu. Advertising adalah penyajian materi secara persuasif

(bujukan) kepada publik melalui media massa dengan tujuan mempromosikan

barang atau jasa.

Advertising berasal dari kata Advertorial “advertising” dan “editorial” yang

merupakan gabungan dari promosi dan opini tentang hal yang dipromosikan, baik

berupa produk, jasa, perusahaan, organisasi, dan lain-lain. Menurut Lee dan

Johnson yang dialih bahasakan oleh Munandar dan Priatna (2007:3) dalam jurnal

repository.widyatama.ac.id, Periklanan adalah bentuk dari promosi yang paling

sering digunakan oleh perusahaan dalam mempromosikan produknya. Pengertian

periklanan menurut Fandy Tjiptono (2005:226) adalah bentuk komunikasi tidak

langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu

12
produk, yang disusun sedemikian rupa hingga menimbulkan rasa menyenangkan

yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.

Sebagai method of communication, advertising memiliki sasaran untuk

menginformasikan, membujuk, mengingatkan, atau memperkuat. Seiring dengan

perkembangan bisnis yang makin pesat, setiap perusahaan pasti membutuhkan

iklan yang kreatif dalam mempromosikan barang atau jasanya. Contoh dari produk

advertising adalah sticker, pin, poster, flyer, spanduk, dan lain-lain. Seiring

berkembangnya zaman dan tekhnologi yang semakin pesat, produk advertising

mulai mengalami perubahan yang modern, bisa berupa creative vidio. Sebagai

metode komunikasi, periklanan dilakukan secara komunikasi non

personalmengenai suatu organisasi, produk, jasa, ide yang dibayar oleh satu sponsor

melalui media massa seperti televisi, koran, radio, dan lain-lain.

2.1.3 Broadcasting (Penyiaran)

Penyiaran dapat didefinisikan sebagai pengiriman program oleh media radio

dan televisi. Broadcasting berasal dari kata to broadcast yang berarti alat berbicara

atau menampakkan diri di radio atau televisi. Broadcasting merupakan cabang dari

ilmu komunikasi yang berhubungan dengan kegiatan kepenyiaran. Fokus utama

dalam kajian broadcasting adalah bagaimana membuat konten siaran mulai dari pra

produksi- produksi- pasca produksi.

2.1.4 Jurnalistik

Jurnalistik merupakan salah satu metode komunikasi dimana kegiatannya

berhubungan dengan mencari atau meliput sebuah berita, mengolah, mengedit,

menuliskan, melaporkan, hingga menyebarluaskan informasi melalui media massa.

13
Sebagai bagian dari komunikasi, berita menjadi aspek penting dan berperan dalam

menyampaikan informasi yang memuat berbagai peristiwa, isu, karakteristik yang

ada di dunia. Sebagai metode komunikasi, jurnalistik bertujuan untuk menyediakan

berita serta informasi yang akurat dan terpercaya kepada publik. Jurnalistik itu

sendiri memiliki 4 fungsi utama yaitu to educate, to inform, to entertain, to

persuate.

 Mendidik (to educate); produk jurnalistik merupakan sarana

pendidikan bagi khalayak yang berisi pengetahuan.

 Menyiarkan informasi (to inform); jurnalistik menggunakan produk

jurnalisme dimana untuk memperoleh informasi yang akurat dan

terpercaya sesuai dengan kebutuhan.

 Menghibur (to entertain); produk jurnalistik/ jurnalisme memuat

sesuatu yang menghibur baik berupa cerita pendek, teka teki, dan

lain-lain.

 Mempengaruhi (to persuate); jurnalistik atau jurnalisme memegang

peranan penting dalam mempengaruhi pendapat serta sikap publik.

Jurnalistik sangat berkaitan dengan kemajuan industri media, dimana hasil

dari liputan berita akan diserahkan kedalam media baik cetak, elektronik, hingga

online.

2.1.5 Propaganda

Berasal dari kata “Propagare” yang berarti menyemai tanaman. Propaganda

ialah salah satu kegiatan komunikasi yang digunakan dalam bidang politik. Sebagai

14
metode komunikasi, propaganda dilakukan dengan mengajak secara sengaja dan

membujuk orang lain guna menerima suatu pandangan atau nilai.

Secara etimologis, propaganda berarti penerangan (paham, pendapat, dan

sebagainya) yang benar atau salah dengan tujuan meyakinkan orang banyak agar

menganut suatu aliran paham, sikap, atau arah tindakan tertentu. The Grolier

International Dictionary dalam buku Propaganda dalam Komunikasi Internasional

menyebutkan bahwa propaganda adalah penyebaran secara sistematis doktrin

tertentu atau pernyataan yang direkayasa yang merefleksikan suatu aliran, pikiran,

pandangan, atau kepentingan.

2.1.6 Kampanye

Kampanye merupakan salah satu metode komunikasi dimana dilakukan

oleh perseorangan, kelompok, atau organisasi dalam kurun waktu tertentu untuk

memperoleh dukungan dari khalayak luas. Tujuan dari diadakannya kampanye

adalah meraih simpati bahkan perubahan sikap khalayak. Kegiatan yang relevan

dengan kampanye biasanya adalah kegiatan pemasaran, politik, sosial, dan

sebagainya.

Imawan dalam Cangara (2011:223) yang dipublikasikan jurnal

digilib.unila.ac.id, kampanye adalah upaya persuasive untuk mengajak orang lain

yang belum sepaham atau belum yakin terhadap ide-ide tertentu untuk akhirnya

bergabung dan mendukung paham tersebut.

Sebagai konteks komunikasi organisasi, jurnalistik memberikan wadah

tersendiri bagi para jurnalis untuk tergabung dalam satu organisasi yang formal

dalam satu ikatan. Dimana nantinya, beberapa produk atau hasil dari jurnalistik juga

15
akan diterbitkan di dalam organisasi atau asosiasi tersebut semisal majalalah. Di

dalam organisasi, pasti tidak akan terlepas dari yang namanya konflik. Ketika suatu

konflik tidak segera diatasi maka ketakutan seperti citra atau kepercayaan

organisasi tersebut akan buruk terjadi. Disinilah peran penting jurnalistik dalam

komunikasi organisasi dimana pada hal ini jurnalisti mampu mengidentifikasi, dan

menganalisis konflik, mencetak persepsi publik dengan cara menyampaikan

informasi- informasi terkait dengan organisasi tersebut kepada publik, sebagai agen

pembaharuan yang dapat mempengaruhi opini atau tindakan masyarakat, sehingga

hubungan yang stabil dapat kembali terjalin.

2.2 Media Jurnalistik dari Masa ke Masa

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata “jurnal” dan “istik”. Jurnal

berasal dari bahasa Perancis yang berarti catatan harian, sedangkan istikmerujuk

pada ilmu pengetahuan yang membahas tentang keindahan. Dalam bahasa Belanda,

journalistiek memiliki arti penyiaran catatan harian. Jadi dapat ditarik kesimpulan

bahwa jurnalistik secara etimologi memiliki makna sebagai suatu karya seni yang

memuat catatan peristiwa sehari-hari yang dapat menarik perhatian khalayak.

Secara konseptual, jurnalistik dapat diartikan sebagai proses, teknik, ilmu.

Sebagai suatu proses, jurnalistik mecari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan

informasi kepada publik melalui media massa. Sebagai teknik, jurnalistik adalah

keahlian untuk menulis karya dari proses mnegumpulkan bahan, meliput, hingga

wawancara. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” dalam penyebarluasan

informasi melalui media massa. Jurnalistik adalah ilmu terapan yang selalu

mengalami perkembangan. Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan

informasi melalui media massa.

16
Kustadi Suhandang (2004: 21) dalam jurnal enprints.unm.ac..id

menjelaskan bahwa jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari,

mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa

sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani

khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku

khalayak sesuai dengan kehendang para jurnalisnya.

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat

Komunikasi menyebutkan bahwa jurnalistik adalah teknik mengelola berita dari

mendapatkan bahan hingga menyebarluaskan kepada masyarakat. Pendapat lain

tentang pengertian jurnalistik disebutkan Haris Sumadiria dalam bukunya yang

berjudul Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktik

Jurnalis Professional bahwa jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari,

mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media

berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Lalu, adakah kaitan komunikasi dan Jurnalistik? Ilmu Komunikasi dengan

jurnalistik adalah satu kesatuan yang tak bisa dilepaskan. Dalam kegiatan

jurnalistik, landasan teori umum yang digunakan adalah ilmu komunikasi. Di dalam

kategori komunikasi diatas, komunikasi massa lah yang memiliki keterkaitan

langsung dengan jurnalistik. Secara singkatnya, hubungan komunikasi dengan

jurnalistik yaitu di dalam komunikasi terdapat media sebagai wadah penyampaian

pesan dan dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak tersebut diperlukan

aktivitas jurnalistik agar pesan-pesan dapat tersampaikan dengan baik dan benar.

17
Jurnalistik merupakan objek studi dari ilmu komunikasi. Menurut

penggunaannya, ilmu komunikasi terbagi menjadi 2 yaitu ilmu komunikasi teoritika

dan ilmu komunikasi praktika. Usaha manusia dalam menyampaikan isi pesan

merupakan salah satu ilmu komunikasi teoritika, sedangkan ilmu komunikasi

praktika lebih menerapkan teori-teori dari ilmu komunikasi teoritika. Hubungan

dengan jurnalistik yaitu ia termasuk dalam ilmu komunikasi praktika karena

mempelajari kehidupan manusia bagaimana dalam menyampaikan pesan

menggunakan media massa.

Dalam paradigma Lasswell, komunikator dalam bidang jurnalistik yaitu

wartawan atau jurnalis. Dimana seorang wartawanlah yang memberikan pesan

melalui surat kabar, koran, atau majalah kepada komunikannya yaitu khalayak.

Khalayak ialah sejumlah orang dari masyarakat keseluruhan, disini bisa berarti

pembaca. Tujuan dari wartawan memberikan pesan kepada khalayakpun

bermacam-macam. Apakah hanya sekedar pembaca biar tahu, ataukah untuk

merubah sikap pembaca, atau bahkan untuk menambah intelektualitas pembaca.

Sebagai komunikator, wartawan harus memiliki keahlian khusus dalam

menyampaikan pesan melalui surat kabar. Karena berhasil atau tidaknya pesan

diterima tergantung pada wartawan.

Dalam hal menyampaikan informasi kepada khalayak, jurnalistik

membutuhkan media komunikasi baik berupa televisi, majalah, koran, surat kabar,

radio, dan lain-lain. Jangkauan yang luas akan lebih mudah tersampaikan saat

menggunakan komunikasi massa. Kaitan komunikasi dengan jurnalistik sebenarnya

masih banyak, salah satunya untuk membangun opini. Masyarakat dalam menerima

pesan dapat menghasilkan opini melalui kegiatan jurnalistik. Opini ada guna

18
menghasilkan feed back (umpan balik). Dapat ditarik kesimpulan bahwasaanya di

dalam ruang lingkup ilmu komunikasi terdapat jurnalistsik dimana jurnalistik

membantu dalam proses penyampaian pesan agar lebih efektif dengan berbagai

metode-metode yang digunakan.

Seiring berkembangnya zaman, teknologi dan informasi juga ikut

berkembang. McLuhan menyatakan bahwa media memiliki fungsi sebagai

kepanjangan indra manusia pada masing-masing era yaitu: kesukuan (tribal);

tulisan (literate); cetak (print); dan elektronik. (Morissan, 2013).

1. Era kesukuan, indra pertama yang digunakan manusia yaitu

indra pendengaran, penciuman, dan perasa. Pada era ini,

orang cenderung berkomunikasi melalui indra pendengaran.

Ciri pada era ini yaitu menjalankan dan mengungkapkan

tradisi, ritual, dan nilai-nilai melalui kata-kata yang

diucapkan. Identifikasi dan kesatuan kelompok menjadi

sangat tinggi ketika masyarakat hanya mengandalkan

komunikasi lisan.

2. Era tulisan, diperkenalkannya huruf abjad (alfabet)

menjadikan indra penglihatan menjadi titik penting dalam

era ini. Pendidikan memegang peran pentong tatkala

seseorang dapat membaca dan menulis. Tulisan membuat

individu meninggalkan lingkungan yang kolektif tanpa

terputus dari arus informasi. Munculnya tulisan, menjadi

awal di era dimana komunikasi tidak perlu dilakukan secara

tatap muka.

19
3. Era cetak, di era ini ditandai dengan munculnya mesin cetak

sebagai awal peradaban revolusi industri. Menurut

McLuhan, akibat dari adanya era cetak ini memunculkan

masyarakat yang semakin terkotak-kotak atau

terfragmentasi. Hasil cetak berupa buku dapat dibawa

kemana saja, hal inilah yang menyebabkan masyarakat

semakin individualisme karena terisolasi dari lingkungan ia

berada.

4. Era elektronika, memperluas persepi orang melampaui

batas-btas tempat dimana mereka berada pada setiap saat

sehingga menciptakan desa global atau global village. Di era

inilah memungkinkan untuk komunitas yang berbeda di

dunia saling terhubung satu sama lainnya. Pada era inilah,

mata, telinga, dan suara bekerja secara bersama-sama.

Dalam era jurnalistik yang bermula dari laporan harian maka tercetak

sebagai surat kabar. Dari media cetak berkembang lagi menjadi media elektronik,

dari sinilah kemajuan informasi dapat terlihat bahwasannya tercipta media

informasi berupa radio. Tak cukup dengan kemunculan radio yang hanya

mengandalkan audio saja, teknologi berkembang lagi menjadi audio visual yaitu

Televisi. Setelah televisi muncul, lahirlah internet sebagai new media yang bebas

dan tidak terbatas.

Pada masa pemerintahan Julius Caesar pada 100-44 SM lahirlah jurnalistik.

Pada saat itu, terdapat Forum Romanum atau papan tulis putih untuk

menyampaikan aspirasi rakyat dan kabar atau informasi apa yang beredar saat itu

20
di pusat kota. Oleh karenanya Julius Caesar diebut sebagai bapak pers. Sebelum

adanya era internet seperti sekarang, terdapat media atau sarana komunikasi dalam

literatur lama yang disebut The Big Four of Mass Media (Empat Besar Media

Massa) yang terdiri dari surat kabar, majalah, radio,dan televisi

2.2.1 Surat Kabar

Surat kabar pertama di dunia pada saat itu yaitu Acta Diuma yang terbit

pada tahun 59 SM di Roma. Pada saat itu surat kabar hanya berisi tentang

kebijakan-kebijakan kaisar, dan formasi penting lainnya. Pada tahun 1587-1629,

surat kabar telah berkemabng di Indonesia pada masa pemerintahan Belanda. Surat

kabar yang digunakanpun hanya bertuliskan tangan dan disebarluaskan kepada

orang-orang penting saja yang ada di Jakarta. Lalu seiring berkembangnya zaman

pada masa Hindia Belanda, muncullah surat kabar modern di Indonesia yang

berjudul “Bataviasche Nouvelles en Politique” yang berisi tentang kepentingan

komersial pemerintah Belanda. Pada tahun 1855, surat kabar yang menggunakan

bahasa jawa terbit di Kota Solo. Seiring zaman, berbagai surat kabar mulai

bermunculan pada saat itu, dari yang membahas politik hingga nasionalis.

Kelebihan surat kabar pada saat itu ialah dapat dibaca berkali-kali karena

kita memiliki dokumen aslinya, surat kabar pada saat itu juga mengharuskan orang

yang membacanya berpikir secara lebih spesifik terhadap isi informasi yang

diberikan, surat kabar juga dalam pendistribusiannya memiliki harga yang cukup

terjangkau dan mmapu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks.

Sedangkan kekurangan surat kabar sebagai media cetak saat itu yaitu hanya

menampilkan sisi visual saja sehingga hanya tulisan-tulisan saja yang dapat

21
diketahui, dan biaya produksi media cetak pada saat itu tergolong mahal karena

harus menyetak dan menyebarluaskannya kepada masyarakat.

2.2.2 Majalah

Hadirnya majalah sebagai jawaban dari kebutuhan informasi yang tidak

ditemukan di dalam surat kabar. Jika surat kabar diterbitkan setiap hari, lain pula

dengan majalah yang terbitannya secara berkala yaitu mingguan hingga bulanan.

Pada tahun 1731 di London terbitlah majalah pertama di dunia yang berjudul “The

Gentleman’s Magazine”. Keberadaan majalah di Indonesia pada saat itu tidak

bertahan lama semenjak masa penjajahan, akan tetapi pada tahun 1939 terbit

majalah “Perintis” yang beredar saat itu. Dibawah pimpinan Markoem

Djojohadisoeparto pada tahun 1945, terbitlah majalah “Panja Raya” di Jakarta.

Kelebihan majalah pada saat itu ialah dapat dinikmati lebih lama karena

membacanya lebih selektif, kualitas visual pada gambar menarik perhatian

pembaca majalah, majalah dapat menjangkau khalayak sasaran yang memiliki

segmen pasar khusus, sedagkan untuk kekurangan majalah pada saat itu ialah biaya

yang relatif lebih mahal untuk mendapatkannya karena tampilan kemasan lebih

bagus daripada surat kabar atau koran, fleksibilitas rendah dan terbatas, dan

distribusiannya cenderung terlambat.

2.2.3 Radio

Pada mulanya, radio digunakan oleh maritime untuk mengirimkan pesan

dalam bentuk kode morse dari kapal ke darat atau sebaliknya. Radio pada awalnya

bekerja dengan prinsip modulasi amplitude (AM), namun gelombang radio yang

ditransmisikan menggunakan modulasi amplitude rentan akan gangguan cuaca. Di

22
Indonesia, Radio Republik Indonesia (RRI) didirikan pada tanggal 11 September

1945. Radio RRI digunakan sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dengan

rakyatnya.

Kelebihan radio pada saat itu ialah biaya produksi siaran relatif rendah,

dapat diterima kalangan siapa saja, menjangkau daerah yang cukup luas, karena

gelombangnya yang sangat luas, radio memiliki daya tembus yang besar,

merupakan sarana yang cepat dalam menyebarluaskan informmasi, para penikmat

radio tak harus bisa membaca karena audience selectivity. Sedangkan kekurangan

radio yaitu dengan waktunya yang terbatas, para penikmat tidak menemukan

gambaran, penikmat atau pendengar dituntun untuk berimajinasi dan

membayangkan setiap informasi yang disampaikan penyiar, radio termasuk media

yang time organized dimana program acaranya sangat mempertimbangkan waktu

sehingga membuat beberapa orang kehilangan informasi akibat selingan dari

berbagai pekerjaan. Radio juga tidak cocok untuk menyampaikan program acara

yang abstrak dan rumit.

2.2.4 Televisi

Televisi mulai dikenalkan pada tahun 1920, namun baru populer di tahun

1940 pasca perang dunia ke dua. Pada masa itu, televisi adalah satu-satunya media

yang menampilkan audio visual walaupun dengan warna hitam putih. Namun

seiring berjalannya waktu pada tahun 1967, siaran TV berwarna mulai hadir.

Tayangan yang disiarkan televisipun beragam, mulai dari acara musik, film, berita,

sinetron, entertainment, olahraga, dan lain-lain.

23
Kelebihan televisi pada saat itu ialah dapat dinikmati siapa saja dengan

jangkauan yang luas, waktu siaran yang sudah tentu, dengan menghadirkan audio

visual memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada penontonnya untuk

mengerti informasi yang diberikan, hanya dengan gambar dan suara, orang sudah

mengerti apa maksud dari yang diberitakan dan tidak perlu memiliki keahlihan di

bidang membaca. Sedangkan kekuranga televisi pada masanya yaitu pesan berlalu

snagat cepat dengan biaya yang relatif tinggi, kesulitan teknis karena tidak semua

gelombang dapat dicapai televisi.

Kini, media jurnalistik yang terbaru adalah media siber atau media online

dengan kecanggihan internet yang dapat menembus jarak, ruang, dan waktu.

2.2.5 Internet, pada saat itu dikembangkan oleh Departemen

Pertahanan Amerikas Serikat untuk kepentingan militer.

Proyek tersebut bernama ARPANET (Advanced Research

Projects Agency Network). Kemunculan jurnalisme online

pada saat itu diawali Mark Druk, pencipta dan editor situs

kumpulan berita Amerika, mempublikasikan kisah

perselingkuhan Bill Clinton (Presiden Amerika saat itu)

denga Monica Lewinsky.

Pada saat itu, di Indonesia kehadiran jurnalisme online diawali oleh media

online Detik.com pada tahun 1998. Perkembangan jurnalistik online di Indonesia

pada saat itu tidak terlepas dari perkembangan politik. Jurnalisme online di

Indonesia sudah memasuki tahap isi berita yang didesain khusus untuk media web

sebagai saluran informasi.

24
Ciri-ciri media masa kini ialah adanya interaktifitas yang dapat kita temui

di media online. Dalam online journalism, interaktifitas antara reporter dengan

pembaca harus memiliki hubungan yang khusus dan bermakna. Teknologi internet

saat ini memungkinkan reporter dan editor membuat news berita dari format analog

ke format digital. Dimana pada era digital ini, semua dokumen dapat diakses

melalui internet. Internet dapat memunculkan kehidupan baru, bahkan didalamnya

terdapat aspek-aspek kehidupan nyata yang saling terkoneksi. Misal, informasi

dunia politik, hiburan, bisnis, kecantikan, kuliner, dan lain sebagainya bisa kita

temui hanya melalui internet. Tekhnologi internet adalah tekhnologi yang lahir dari

kreativitas dan inovasi yang tiada henti. Ide dari seseorang bisa dengan cepat

menyebar dan menggerakkan jutaan orang untuk bersama-sama mewujudkannya.

Berdasarkan dari laman kominfo.go.id, pada tahun 2018 pengguna internet

mencapai 3,6 miliar, hal ini menyebabkan Indonesia menjadi urutan nomor 6 di

dunia dalam penggunaan internet atau internet users.

Gambar 2.1

Sumber : www.eMarketer.com

25
Dari data diatas, terpapar bahwa masyarakat Indonesia lebih menyukai

kehidupan maya, buktinya separuh dari waktu mereka habiskan di sosial media.

Memalui sosial medialah, aspek keterbukaan dan transparansi itu muncul. Jaringan

internet yang meluas hingga ke penjuru dunia menjadikan sosial media sebagai alat

untuk melakukan banyak perubahan.

2.3 Proses Jurnalistik sebagai Proses Komunikasi

Sebagai suatu proses, kegiatan jurnalistik harus dilihat sebagai proses komunikasi

juga. Hal ini berhubungan langsung dengan paradigma Lasswell yakni Who Says

What In Which Channel to Whom With What Effectyang dapat diartikan sebagai:

1. Who, merujuk pada siapa orang yang berbicara atau komunikator. Dalam

setiap komunikasi yang terjalin, dipastikan terdapat satu peran sebagai

komunikator dimana dialah yang menyampaikan informasi atau pengirim

pesan. Sebagai seorang jurnalis, sukses atau tidaknya suatu informasi dapat

diterima publik tergantung pada keahlian jurnalis tersebut dalam

menyampaikan pesan melalui berita-berita yang ia tulis.

2. Says what, merujuk pada isi pesan. Elemen kedua dalam model komunikasi

Lasswell adalah isi pesan. Jadi komunikator yang menyampaikan informasi

tersebut, dapat dianalisis di elemen kedua ini.Apakah isi pesan atau makna

pesan apa yang disampaikan. Pesan disini menyangkut tentang kebutuhan

komunikan.

3. (In which) channel, merujuk pada saluran saluran atau media apa yang

digunakan dalam mengirim pesan. Media yang digunakan dalam proses

jurnalistik akan berpengaruh kepada komponen-komponen komunikasi

26
lainnya. Media yang digunakan bisa melalui televisi, radio, surat kabar, dan

lain-lain.

4. To Whom, merujuk pada penerima pesan. Di dalam istilah komunikasi,

penerima pesan biasa disebut komunikan.

5. With what effect, merujuk pada efek yang ditimbulkan. Dalam hal ini

Lasswell tidak menekankan pada komunikasi interpersonal atau komunikasi

antar pribadi, melaikan titik beratnya adalah komunikasi massa yang

memiliki pengaruh pada khalayak sasaran. Ada dua hal yang bisa diambil

dari elemen terakhir ini yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang dilakukan

orang sebagai hasil dari komunikasi.

Jurnalis jika dilihat dari proses komunikasi,maka berperan sebagai

komunikator, dimana ia terlibat langsung dalam penyampaian pesan yang ditujukan

kepada khalayak atau publik atau masyarakat. Model komunikasi yang terkenal

lainnya yaitu SMCR yang digagas oleh pakar komunikasi David Kenneth Berlo

pada tahun 1960.

1. Source, biasa disebut juga dengan sender. Sumber berasalnya pesan

berawal dari sender. Keterampilan komunikasi seperti membaca,

menulis, berbicara, mendengarkan dibutuhkan dalam komponen ini.

Jika sender memiliki keterampilan komunikasi yang baik, maka

informasi yang disampaikan juga akan diterima dengan baik.

2. Message, yang dimaksudkan dalam model komunikasi Berlo ini adalah

substansi pesan yang disampaikan source atau sender. Pesan yang

disampaikan bisa berupa suara, teks, gambar, atau yang lainnya. Dalam

pesan, beberapa unsur yang penting untuk diperhatikan adalah isi materi

27
pesan, struktur pesan yang berdampak pada keefektifan pesan, dan kode

pesan yang dikirimkan.

3. Channel, dalam menyampaikan informasi, source atau sender harus

memilih saluran apa yang digunakan. Dalam komunikasi secara umum,

panca indera manusia merupakan channel atau saluran komunikasi yang

berdampak langsung pada keefektifan pesan.

4. Receiver, penerima pesan. Merujuk pada individu yang menerima

pesan. Si receiver juga harus memiliki pengetahuan dan sistem sosial

yang baik juga agar bisa menerima pesan dengan baik.

2.4 Relevansi Praktek Jurnalistik dan Sistem Pers

Praktek Jurnalistik di Indonesia mulai mengalami perubahan seiring dengan

berkembangnya teknologi digital. Terdengar kabar bahwa praktek jurnalistik di

Indonesia disebut sebagai “jurnalisme patriotisme”, dan dahulu pada

kepemimpinan Soeharto sering dikenal sebagai “jurnalisme pembangunan”. Dari

banyaknya praktek jurnalistik dari reformasi hingga sekarang, terbesit ide untuk

menggagas “jurnalisme berwawasan” yang berisi tentang informasi berupa berita

atau tulisan yang mementingkan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan jurnal karya Erman Anom (2007), jurnalis Amerika Serikat

Paul Johnson menyebutkan bahwa terdapat 7 dosa yang mematikan tentang praktek

menyimpang dalam melaksanakan kebebasan pers, yaitu :

1. Distorsi Informasi. Baik opini atau ilustrasi faktual yang tidak sesuai

dengan fakta aslinya dan dapat merubah makna aslinya dapat dilakukan

penambahan atau pengurangan informasi.

28
2. Dramatisasi Fakta Palsu. Suatu obyek dapat dilakukan dengan pemberian

ilustrasi baik verbal, auditif, atau visual. Contohnya saja dalam media

cetak, hal ini bisa dilakukan dengan cara naratif atau melalui gambar demi

menciptakan streotip.

3. Gangguan “privacy”. Umumnya praktek ini ditujukan pada selebriti yang

terlibat kasus/ skandal. Berbagai cara dilakukan, antara lain penyadapan

via telefon, atau wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang sifatnya

pribadi.

4. Pembunuhan karakter. Praktek jurnalistik ini hanya menonjolkan sifat

buruk seseorang/ individu/ kelompok/ organisasi saja. Padahal sebenarnya

mereka memiliki sifat baik yang tidak terekspos.

5. Eksploitasi seks. Tidak hanya dalam dunia periklanan saja, tetapi

eksploitasi seks juga ditempatkan di halaman depan surat kabar yang

bermuatan seks.

6. Meracuni pikiran anak. Biasanya praktek jurnalistik ini dilakukan di dunia

periklanan dengan menampilkan figur anak-anak. Kita bisa lihat,

bahwasannya akhir-akhir ini, anak-anak sering digunakan dalam proses

pemasaran produk.

7. Penyalahgunaan kekuasaan (abu se of the power). Tak hanya terjadi di

lingkungan pejabat pemerintahan saja, penyalahgunaan kekuasaan juga

terjadi di kalangan pemegang kontrol kebijakan editorial atau pemberitaan

media massa.

Dari ketujuh “dosa jurnalistik” diatas, merupakan contoh praktek jurnalistik yang

menyimpang dan juga terjadi di Indonesia. Kebanyakan media yang melakukan

29
praktek jurnalistik menyimpang itu adalah media massa yang baru saja terbit. Lalu

seperti apa praktek jurnalistik di Indonesia yang menyimpang?

1. Eksploitasi Judul

Sering kita dapatkan saat membaca sebuah berita dengan judul yang

bombamtis dan tidak sesuai dengan isinya. Ya begitulah praktek jurnalistik

di Indonesia. Media lebih mengutaman judul yang dapat menarik perhatian

masyarakat daripada mengutamakan isi beritanya. Biasanya, judul yang

dipakai bersifat emosional dan “seronok”. Contohnya dari liputan6.com

yang mengambil gambar dari twitter @gdmnpl mencantumkan berita

dengan judul “Ketika Alay Putus Cinta, 3X Bunuh Diri Nggak Mati-Mati”

atau contoh lainnya “Naek Motor Bising, Cabe-Cabean Ditegor Warga

Nggak Terima, Cabe Lapor Terong, Terong Kesel, Ajak Pare Bacokin

Warga, Cabe Terong dan Pare Ditumis Dalam Penjara”.

2. Sumber berita yang belum jelas

Tak jarang kita temui bahwa di dalam sumber berita terdapat “konon

kabarnya” atau “menurut sumber yang tidak mau disebut namanya”, dan

lain-lain. Padahal, sebuah berita harus mengandung unsur objektivitas

dengan adanya kejelasan identitas dari sumber berita yang dirujuk.

3. Dominasi opini para elit dan kelompok mayoritas

Praktek jurnalistik di Indonesia, terutama media massa masih

mengutamakan opini, ide, atau pendapat para elit penguasa misalnya

selebritis, para pemilik media, pakar politik, pengusaha, pemerintah, dsb

tetapi aspirasi dan pendapat masyarakat minoritas kurang mendapatkan

perhatian

30
4. Penyajian berita yang tidak investigative

Media massa di Indonesia dalam menyajikan informasi kepada masyarakat

dirasa kurang investigasi. Mereka hanya mengandalkan isu-isu yang lagi

ramai saja tanpa mengutamakan aspek interpretasi yang obyektif,

komprehensif, dan mendalam. Sebenernya dengan keadaan masyarakat

Indonesia dilihat dari segi sosio-demografis terutama masalah pendidikan,

masih banyak yang belum mampu memilih dan memilah informasi secara

obyektif dan kritis.

Lalu bagaimana dengan praktek jurnalistik yang bebas, sehat, dan

bertanggung jawab? Juralisme bebas, sehat dan bertanggung jawab dihasilkan oleh

media massa yang begitu pula. Pemerintah maupun masyarakat harus memiliki

pemikiran dan pandangan bahwa media massa yang bebas, sehat, dan bertanggung

jawab adalah media massa yang menjalankan peran dan tugas secara ideal.

Bagaimana suatu media massa dikatakan bebas, sehat, dan bertanggung jawab?

Media massa yang melaksanakan fungsi-fungsi ideal yang sesuai dengan konstitusi

negara lah yang dapat dijuluki media yang bebas, sehat dan bertanggung jawab.

Sumber hukum praktek jurnalistik yang bebas, sehat dan bertanggung jawab

ini adalah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa

“Kemerdekaan mengeluarkan pendapat melalui lisan dan tulisan dan sebagainya

ditetapkan dengan undang-undang”. Praktek jurnalistik di Indonesia haruslah

menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya

tanpa aturan. Untuk mengindari praktek jurnalistik yang menyimpang, para jurnalis

harus memiliki keahlian khusus melalui pendidikan dan pelatihah jurnalistik yang

terprogram guna meningkatkan profesionalitas. Dan dengan berpedoman pada kode

31
etik jurnalistik dan kode etik wartawan Indonesia, praktek jurnalistik di Indonesia

akan mewujudkan aktivitas yang bebas, sehat dan bertanggung jawab.

Seiring berkembangnya waktu dan kecanggihan teknologi informasi yang

berkembang begitu cepat pula, maka praktek jurnalistik di Indonesia memasuki era

digital dan era global dimana internet berperan sangat penting dalam segala hal

praktek jurnalistik. Dengan kemunculan internet inilah lahir julukan sebagai ”new

media” dan menggeser televisi, radio, media cetak sebagai “traditional media”.

Dengan bantuan internet, kerja jurnalis untuk menyebarluaskan informasi terasa

sangat mudah. Saat ini, kita bisa lihat bahwa traditional media mulai merambah

untuk membuat versi online, contohnya saja kompas TV yang kini juga hadir versi

onlinenya yaitu www.kompastv, disana kita bisa streaming atau melihat isu-isu

secara online, Liputan 6, dan masih banyak lagi media yang merambah ke versi

online.

Praktek jurnalistik online di Indonesia juga melibatkan adanya partisipan

audience sacara langsung. Dengan cara inilah jurnalisme online dapat

melaksanakan komunikasi dua arah. Kemudahan praktek jurnalistik online juga

dapat dilihat dari satu topik berita yang dapat dipecah belah berdasarkan angle

pemberitaan dan permintaan masyarakat. Banyak sekali media yang telah beralih

ke versi online, karena memang banyak keuntungan yang bisa didapatkan selain

biaya produksi yang cenderung relatif lebih rendah, jurnalistik online juga

menampilkan informasi dalam bentuk teks, video, dan audio secara bersamaan.

Meski di Indonesia belum terlihat indikasi runtuhnya media cetak, tetapi itu juga

bisa terjadi, mengingat bahwa banyak media yang telah merambah ke versi online.

32
Sebenarnya, praktek jurnalistik di Indonesia tidak bisa lepas dari sistem pers

yang ada pada saat itu. Ketika kita berada pada masa kepemipinan Soeharto yang

otoriter, berpengaruh juga pada praktek jurnalistik yang tidak bebas dan terdapat

banyak aturan yang mengekang. Begitu pula pada saat turunnya Soeharto sebagai

Presiden, kerja jurnalistik sedikit demi sedikit mendapatkan angir segar karena

praktek jurnalistik di Indonesia juga mengarah kepada kebebasan yang demokratis

yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat ikut andil dan dapat menyuarakan hak-

hak dan pendapat mereka yang telah lama terbungkam.

2.5 Analisis Teoritis Praktik Jurnalistik di Indonesia

Pada mulanya, pers menjadi salah satu media komunikasi modern yang lahir

dalam masyarakat Authokratis Feodalistis (1450). Istilah Pers berasal dari bahasa

Belanda yang didalam bahasa Inggris artinya press. Secara harfiah pers berarti

cetak dan secara makna pers berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara

dicetak. Berbagai modifikasi enam teori pers yang digagas Denis McQuail masih

dianut oleh sebagian negara termasuk Indonesia. Adapun keenam teori tersebut

yaitu otoriter, pers bebas, tanggung jawab sosial, teori media soviet, teori media

pembangunan, dan teori media demokrasi partisipan yang telah muncul mengikuti

zamannya.

2.5.1 Teori Pers Otoriter (Authoritarian Theory)

Pada zaman otoriter, pers dikekang oleh pemerintah karena para jurnalis

dipaksa patuh dan tidak boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Rakyat tidak

memiliki hak penuh dalam mengapresiasikan pendapatnya karena teori ini berada

di bawah pengawasan dan kontrol pemerintahan. Contoh mudah yang bisa dilihat

dari praktik jurnalistik pada masa orde baru, pada masa ini, informasi yang tidak

33
diizinkan untuk disampaikan kepada masyarakat atau yang bertentangan dengan

kepentingan pemerintah, maka akan dihapuskan beserta medianya, jadi benar-benar

pada saat itu para jurnalis dibungkam untuk menyampaikan aspirasi. Tak tanggung-

tanggung juga, wartawan yang melakukan peliputan dan merugikan pemerintah,

maka akan dijebloskan kedalam penjara.

Pada masa orde baru, pers mendapatkan perlakuan yang semu, bias dan tak

bernyawa. Demokrasi telah ditindas selama kurang lebih 30 tahun. Pemerintahan

yang menganut sistem otoriter, memiliki prinsip bahwa penguasa bebas melakukan

tindakan sewenang-wenang kepada bawahannya. Inilah yang terjadi dalam praktek

jurnalistik saat itu. Dimana pemerintah bisa saja mencopot atau bahkan

menghilangkan media yang merugikan pemerintahan Soeharto pada saat itu. Pers

pada saat itu menjadi instrumen pembangunan yang memlihara ketertiban sehingga

membuat media terancam. Pada Juni tahun 1994, pembredelan majalah Tempo,

Editor, dan DeTik merupakan bukti nyata kerapuhan pers pada saat itu. Pada masa

otoriter, semua gerak masyarakat harus mengarah pada development dan

goverment support dimana aktivitas jurnalistik harus mendukung segala hal yang

dilakukan pemerintahan dan pemberitaan yang diterbitkan harus condong ke

pemerintahan. Pada era Soeharto, pers adalah media pendukung keberhasilan

pembangunan. Isi pers Indonesia harus mencerminkan bentuk dan isi

pembangunan. Sehingga timbul istilah sebagai “pers pembangunan”.

Dari pernyataan diatas maka jelas sekali bahwa pers tidak memiliki kebebasan

karena pers harus mendukung pemerintah orde baru.

34
Pada masa ini, UU pertama tentang pers adalah UU no 11 tahun 1996,

perkembangan lebih lanjut terkait pers nasional yaitu UU no 21 tahun 1982 sebagai

penyempurnaan UU no 11/1996.

Selain media pemerintah, TVRI, RRI selama Orde Baru, semua media tak hanya

menjadi partner pemerintah dalam pembangunan saja melainkan sebagai instrumen

hegemoni. Media harus selalu mengutip keterangan resmi pemerintah jika tidak

mau maka akan dilakukan pencabutan peliputan. Sungguh ironis bukan praktek

jurnalistik di masa otoriter?

Tak hanya pers umum saja, bahkan pers mahasiswa juga diatur oleh

pemerintah. Teori pers otoriter ini tumbuh pada abad ke 15 hingga 16 saat mesin

cetak diciptakan oleh Johannes Gutenberg pada 1454. Salah satu pelopor teori pers

otoriter, Plato beranggapan bahwa negara akan maju apabila dipimpin oleh orang-

orang yang bijak layaknya hakim. Tujuannya adalah mencapai kepentingan

bersama sehingga tujuan negara tercapai dan tidak ada pendapat-pendapat yang

rancu.

Kebenaran dalam sistem pers ini dianggap dimiliki orang-orang yang bijak

sehingga informasi berita berasal dari para penguasa yang berkuasa di lingkungan

masyarakat tersebut. Beberapa ciri-ciri dari teori pers otoriter ini adalah media

harus tunduk kepada penguasa, membenarkan segala bentuk penyensoran yang

dinilai mengancam kekuasaan, dan karyawan tidak memiliki kebebasan penuh

dalam mengapreasikan karya jurnalistiknya.

Kelebihan dari adanya sistem pers yang otoriter ini adalah negara dapat mengatur

informasi dengan mutlak, negara dapat dengan cepat menyebarluaskan informasi

35
mengenai kebijakan dan keputusan penting dan mendesak, jika terdapat penyebaran

informasi hoaxatau bohong dapat diatasi dengan cepat karena pemerintah

memegang kendali atas sistem pers. Sedangkan kelemahan dari sistem pers otoriter

ini adalah masyarakat tidak dapat menyampaikan kritik yang membangun melalui

media massa dan tidak memberikan kebebasan pers kepada wartawan atau para

pelaku media secara utuh.

2.5.2 Teori Pers Bebas (Libertarian Theory)

Teori pers selanjutnya adalah libertarian teori atau teori pers bebas. Tujuan

dari adanya teori ini adalah mengawasi kinerja yang dilakukan pemerintah.

Meskipun teori ini dikenal dengan kebebasannya, tetapi sebebas-bebasnya negara

yang menganut sistem libertarian ini tidak diperbolehkan menghasut, memfitnah,

menyiarkan informasi cabul, dan lain-lain. Filsafat dari teori ini beranggapan bahwa

manusia adalah makhluk rasional yang bisa menentukan nasibnya sendiri. Pada

akhir abad XIX, negara yang menganut sistem otoriter mulai berjatuhan sehingga

hadirlah teori libertarian sebagai penggantinya.

Demokrasi yang ada di Indonesia lahir akibat adanya sistem pers libertarian.

Sehingga pers ini mendapat julukan sebagai pilar demokrasi kekuasaan keempat

setelah kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Contoh nyata pelaksanaan

sistem pers libertarian adalah di Indonesia media semakin berkembang dari media

konvensional hingga online, bahkan media online di Indonesia tidak bisa terhitung

secara pasti dikarenakan banyaknya media yang bermunculan dan juga membawa

konten yang bervariasi. Masyarakat Indonesia, terutama jurnalis tak perlu risau lagi

36
dalam menyuarakan pendapatnya di media, karena pada sistem pers ini, media tak

lagi mendapat pengekangan dari pemerintah.

Dalam sistem pers ini, tak ada lagi pembatasan jumlah surat izin usaha

penerbitan pers (SIUPP). Gambaran pada pers libertarian adalah a liberal- pruralis

or marked model, dimana isu-isu yang diliput pers semakin beragam. Banyak

bermunculan penerbitan baru baik berupa tabloid, majalah dengan tema politik,

ekonomi, bahkan pornografi. Kualitas penerbitan pada sistem libertarianpun

beragam, mulai dari yang bermutu lumayan hingga paling sampah sekaligus.

Karena apa? Pada sistem ini, kebebasan adalah yang utama. Tak ada lagi pihak atau

pemerintah yang berusaha membatasi kerja pers pada masa libertarian.

Dalam libertarian, semua orang berhak mendirikan media massa asalkan

mereka memiliki modal sendiri. Adanya sistem yang seperti itu memungkinkan

untuk mempertahankan orang-orang yang beneran kuat. Hak Asasi Manusia

(HAM) adalah salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi dalam libertarian teori.

Teori ini beranggapan bahwa kebebasan memiliki hak yang sangat luas sehingga

bertujuan membantu manusia mencari kebeneran. Berkembangnya kebebasan

politik, agama, dan ekonomi pada abad ke 17 dan 18 menjadi awal mula munculnya

teori libertarian.

Ciri-ciri pers yang merdeka menurut teori ini adalah publikasi bebas dari

segala bentuk penyensoran, penerbitan, dan pendistribusian terbuka bagi setiap

orang tanpa izin, ciri lainnya adalah tidak adanya batasan hukum terhadap

pengumpulan informasi dan wartawan memiliki hak kebebasan yang penuh dalam

menyampaikan aspirasinya. Demokrasi di masyarakat akan berjalan baik apabila

37
masyarakatnya dilengkapi dengan kemampuan demokrasi yang baik pula,

contohnya melalui buku dan film, publik bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat

pula nantinya.

2.5.3 Teori Pers Komunis (Marxis)

Teori ini berkembang mulai abad ke 20 sebagai akibat dari sistem komunis

uni soviet. Dua tahun setelah revolusi Oktober 1917 teori pers komunis muncul di

Rusia. Pada teori ini beranggapan bahwa pers harus melakukan yang terbaik untuk

pemerintah dan partai politiknya, sedangkan jika tidak melakukan maka disebut

telah melawan. Sebenarnya teori ini sama dengan teori otoriter, dimana pers

digunakan untuk mecapai tujuan pemerintah. Tetapi bedanya dalam soviet

komunis, rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Partai adalah

perwakilan dari perwujudan rakyat yang nantinya partai inilah yang akan

memimpin sebuah negara.

Teori ini adalah bebas dari kapitalis. Masyarakat bebas memberikan

informasi apa saja asalkan tidak merugikan dan mengancam keamanan negara.

Pada teori ini, kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan. Masyarakat pada teori

komunis sangat membenci kapitalisme dan imperialisme. Fokus utama

kesejahteraan pada teori ini adalah kaum proletar. Tujuan teori ini adalah

menghapuskan masyarakat tanpa kelas yang mana akan menimbulkan

kecemburuan sosial saja jika diterapkan.

Ciri dari teori ini adalah meedia berada pada pengendalian kelas-kelas

tertentu, media tidak dimiliki secara pribadi, masyarakat diberikan kebebasan

melakukan sensor dan tindakan hukum untuk mencegah sesuatu yang dianggap

38
tidak sesuai dan melanggar komitmen bersama. Teori komunis berakhir pada 25

Desember 1991 seiring dengan bubarnya negara Uni Republik Sosialis Soviet.

2.5.4 Teori Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)

Teori pers yang terakhir yaitu teori pers tanggung jawab sosial. Pada

dasarnya teori ini hampir sama dengan teori libertarian dimana manusia adalah

makhluk rasional yang memiliki akal. Dalam teori tanggung jawab sosial pers tetap

mempunyai kebebasan dalam membuat berita dan informasi kepada masyarakat.

dan juga pers/media massa boleh dimiliki oleh siapapun tanpa harus memperoleh

izin berupa hak “paten” dari pemerintah. Tetapi kebebasan pers itu tetap harus

memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Pers harus bisa menahan dan mengontrol dirinya melalui kode etik

jurnalistik. Sehingga setiap pemberitaan yang diberikan pers kepada masyarakat

dapat dipertanggung jawabkan. Pers harus bisa mencerdaskan pemikiran

masyarakat melalui pemberitaan yang baik. Dalam teori pers tanggung jawab

sosial, masyarakat dapat memprotes bahkan menghukum pers atau media yang

merugikan masyarakat. Protes itu bisa dilakukan secara langsung dengan

melayangkan surat protes kepada media massa yang bersangkutan, atau dengan

melapor kepada lembaga yang bersangkutan seperti dewan pers dan KPI. Jadi,

peran media, negara, dan masyarakat saling berkesinambungan untuk kemajuan

negara.

Pers di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999

tentang Pers. Teori pers tanggung jawab sosial beransumsi bahwa televisi dan radio

merupakan milik publik. Melihat realitas pers di Indonesia saat ini, sistem pers

39
tanggung jawab sosiallah yang cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki

masyarakat heterogen berbeda suku, ras, agama, budaya, dan lain-lain. Demokrasi

dan segala aspirasi masyarakat akan berjalan dengan baik jika menggunakan teori

ini, karena pers selain sebagai kontrol juga bertujuan sebagai media aspirasi rakyat

kepada pemerintah begitu juga sebaliknya.

2.5.5 Teori Media Pembangunan

Pada teori ini titik tolak yang menjadi fokus utama yaitu tidak adanya

pengembangan sistem komunikasi massa seperti infrastruktur komunikasi,

ketrampilan professional, budaya dan sumber daya produksi, serta peserta yang

tersedia. Hal ini menjadi fakta bahwa negara berkembang membatasi aplikasi teori

lain yang mengurangi beberapa kegunaannya. Ciri utama dari teori pembangunan

ini adalah:

1. Media menerima dan melaksanakan tugas pembangunan secara positif dan

berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara nasional.

2. Kebebasan media dibatasi oleh prioritas ekonomi dan kebutuhan

pembangunan masyarakat.

3. Prioritas media harus berdasarkan pada kebudayaan dan bahasa nasional.

4. Prioritas pada pemberitaan media harus fokus kepada negara yang sedang

berkembang yang erat kaitannya secara geografis, kebudayaan, atau politik.

5. Wartawan dan karyawan media dalam mengumpulkan dan

menyebarluaskan informasi harus memiliki kebebasan yang bertanggung

jawab.

40
6. Negara memiliki hak untuk campur tangan dalam urusan pembangunan,

negara membatasi pengoperasian media serta sarana penyensoran, subsidi,

dan pengendalian.

2.5.6 Teori Media Demokrasi Partisipan

Teori demokrasi partisipan hadir sebagai bentuk kekecewaan terhadap pers

liberal yang diterapkan pada dunia maju. Istilah demokrasi partisipan juga

mengungkapkan rasa kecewa terhadap partai politik yang ada dan sistem demokrasi

parlementer yang tidak lagi melibatkan masyarakat dalam kehidupan sosial dan

politik.

Teori media demokrasi terpimpin hadir sebagai reaksi terhadap monopoli

media yang dimiliki secara pribadi. Adapun beberapa hal penting dalam teori ini

adalah:

1. warga negara baik individu maupun kelompok minoritas memiliki hak

untuk memanfaatkan media sebagai alat berkomunikasi dan hak untuk

dilayani oleh media sesuai dengan kebutuhan.

2. Organisasi maupun media tidak tunduk pada pengendalian politik yang

terpusat ataupun pengendalian birokrasi negara.

3. Media ada untuk para audiens, partisipan, peserta.

4. Kelompok, organisasi, dan masyarakat lokal memiliki media sendiri.

5. Lebih baik media dalam skala kecil dan bersifat interaktif daripada media

berskala besar yang berjalan satu arah.

41
6. Kebutuhan sosial yang kaitannya dengan media massa tak cukup hanya

diungkapkan melalui konsumen perorangan, tidak juga melalui negara, dan

berbagai lembaga utama.

7. Komunikasi terlalu penting untuk diabaikan oleh para ahli.

Lalu, bagaimana teori yang digunakan praktik jurnalistik di Indonesia?

Menjawab akan hal itu, teori pers bebas dianggap gagal karena subversinya

berdasarkan pasar, dan teori tanggung jawab sosialpun tidak memadai keterlibatan

organisasi pers dalam organisasi pemerintahan saat melayani kepentingan publik.

Dari keenam sistem teori, manakah yang termasuk dalam praktik jurnalistik

di Indonesia? Nampaknya pers di Indonesia sudah mulai memasuki fase sistem pers

liberal dan menerapkan sistem pers yang bertanggung jawab pada masyarakat serta

menjunjung tinggi kode etik serta standart profesional. Media harus memiliki

kebebasan pers tetapi tidak boleh kebablasan dan tetap menghargai etika dan norma

masyarakat.

Sistem yang dominan berkembang akan mempengaruhi cara berfikir para

praktisi jurnalis, sehingga interpretasi para praktisi tak akan bisa lepas dari teori

yang dianut. Teori sistem pers yang dianut di Indonesia cenderung ke libertarian

teori, dimana para praktisi jurnalis diberikan kebebasa dalam berpendapat,

menyampaikan serta mempublikasikan suatu informasi. Tetapi hal itu tidak lepas

dari tanggung jawab sosial yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut di

masyarakat.

2.6 Macam-macam Jurnalisme dalam Jurnalistik

42
2.6.1 Citizen Journalism (Jurnalisme Warga)

Aliran jurnalisme yang satu ini dalam proses pencarian beritanya dilakukan

oleh warga biasa. Siapapun bisa menghasilkan berita di dalam aliran ini, karena

mereka bukan wartawan professional, melainkan hanya warga yang amatiran dalam

dunia jurnalisme. Beberapa kepentingan masyarakat tertampung di aliran citizen

journalism ini, diantaranya baik berupa kritik dan saran yang ditujukan kepada

pemerintah. Di dalam jurnalisme warga, masyarakat tak hanya menjadi konsumen

media tetapi juga mereka bisa mencari, mengolah, dan mempublikasikan informasi.

Konsep jurnalisme warga dalam http://eprints.undip.ac.id/38448/2/Bab_1.pdf sama

halnya dengan civic atau public journalism di Amerika Serikat pada tahun 1998.

Kemunculan citizen journalism menjadi bukti bahwa akses media semakin

terbuka untuk khalayak. Nurudin mengatakan bahwa citizen journalism adalah

keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu tanpa memandang latar belakang

pendidikan. Dalam hal ini jurnalisme warga menuliskan pandangannya akan suatu

peristiwa yang ia lihat untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat. Bentuk-

bentuk jurnalisme warga menurut D.Lasica dalam tulisannya di Online Journalism

Review dalam Sukartik (2016) ialah :

1. Partisipasi audience

2. Berita independen dan informasi yang ditulis dalam website

3. Partisipasi di berita situs

4. Tulisan ringan seperti email

5. Situs pemancar pribadi

43
Jika dirasa adanya kebijakan publik yang kurang memuaskan seperti

rusaknya jalan, jembatan, jurnalisme warga menjadi salah satu solusi dalam

menyampaikan aspirasi masyarakat. Kelebihan dari citizen journalism ini adalah

menanamkan budaya tulis dan membaca kepada msyarakat, mendorong terciptanya

persatuan dan kesatuan antar warga dan pemerintah, menciptakan ruang publik

masyarakat, menciptakan kebebasan berapresiasi, dan memanifestasi fungsi sosial

media.

Sedangkan untuk kekurangan dari citizen journalism ini adalah munculnya

berita bohong atau hoax, karena kualitas berita yang rendah membuat sulit untuk

memverifikasi kebeneran yang ada. Selain itu kekurangannya adalah tidak

representatif diakibatkan kelemahan professionalitas dari pembuat berita, seringnya

menggunakan prasangka dan tidak objektif membuat berita yang dihasilkan warga

kurang terpercaya, dan berbagai pendapat yang ada masih belum representatif.

2.6.2 Yellow Journalism (Jurnalisme Kuning)

Jurnalisme kuning atau yellow journalism adalah salah satu aliran

jurnalisme yang memiliki judul-judul bombamtis, tetapi setelah membaca isi dari

beritanya maknanya tidak terlalu penting dan seheboh judulnya. Aliran jurnalisme

ini sering disebut pemburukan makna karena isi dari pemberitannya adalah hal-hal

yang sensasional. Tujuan dari jurnalisme kuning ini adalah meningkatkan

penjualan, oleh karenanya fokus dari jurnalisme kuning adalah ketertarikan

masyarakat terhadap isi berita. Ciri dari jurnalisme kuning ialah penggunaan

ilustrasi berupa gambar yang imajinatif, design layout yang cenderung berani dan

ekperimental, untuk menarik perhatian penuh dari masyarakat jurnalisme kuning

44
biasa mempromosikan diri.Dengan adanya internet yang semakin canggih seperti

sekarang, membuat jurnalisme kuning dapat menjangkau para pembacanya. Jika

ditinjau dalam sejarah, istilah jurnalisme kuning muncul pada tahun 1800-an.

Jurnalisme kuning muncul ditandai dengan “pertempuran headline” antara dua

Koran besar di New York. Diantaranya milik Joseph Pulitzer (New York World),

dan William Randolph Hearst (New York Journal).

2.6.3 Peace Journalism (Jurnalisme Damai)

Salah satu aliran jurnalisme yang isinya membentuk opini publik untuk

menciptakan perdamaian adalah peace jornalism atau jurnalisme damai. Dengan

menggunakan gaya bahasa eufemisme, aliran jurnalisme damai menekankan

pentingnya empati dan mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antar sesama

umat. Jika membahas jurnalisme damai, maka tidak bisa lepas dari bahasan

jurnalisme perang atau war journalism. Istilah jurnalisme damai dikenalkan oleh

Johan Galtung pada tahun 1970-an. Fokus dari jurnalisme ini adalah bagaimana

menyelesaikan sebuah konflik. Jurnalisme damai memberi perhatian pada sebab-

sebab struktural dan kultural dari kekerasan.

Menurut Iswandi Syahputra (2006) dalam bukunya “Jurnalisme Damai,

Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik”, konflik bisa muncul kapan saja dan

dimana saja yang harus dibarengi dengan semangat kuat untuk memerangi konflik

tersebut. Konsep pelaporan dari jurnalisme damai ialah kejadian dalam bingkai

yang lebih luas, berimbang, dan akurat yang berdasar pada informasi tentang

konflik tersebut.

45
2.6.4 War Journalism (Jurnalisme Perang)

Jurnalisme perang adalah lawan dari jurnalisme damai. Gaya bahasa yang

digunakan dalam aliran war journalism ini adalah bahasa disfemisme yang

mengandung provokasi untuk ditujukan pada para pembaca. Fokus dari jurnalisme

ini adalah peliputan kegiatan perang yang biasanya terdapat adegan kekerasan

didalamnya.

2.6.5 Jurnalisme Kepiting

Aliran jurnalisme kepiting pertama kali dipopulerkan oleh wartawan

Rosihan Anwar. Pada aliran jurnalisme ini menekankan pada jalan tengah dalam

menghadapi persoalan. Contohnya saja saat menanggapi kasus persoalan politik,

jurnalisme kepiting menempatkan diri dengan sangat hati-hati dalam proses

penyelesaiannya. Aliran ini memiliki keyakinan bahwa bagaimanapun pers tidak

akan pernah lepas dari sistem politik. Kompas menjadi salah satu koran yang

disegani di Indonesia berkat Jakob Oetama. Dalam hal ini koran kompas bergerak

layaknya kepiting saat melihat hubungan antara kekuasaan dan kebebasan pers.

2.6.6 Jazz Journalism (Jurnalisme Jazz)

Jurnalisme jazz atau biasa disebut dengan jurnalisme pendek lebih

menekankan pada sensasi pemberitaan. Tujuan utama dari jazz journalism ini

adalah mengundang rasa penasaran yang tinggi. Contohnya isu skandal seks,

prahara rumah tangga, gaya hidup artis, dan lain-lain.

46
2.6.7 Advocay Journalism (Jurnalisme Advokasi)

Jurnalisme advokasi adalah aliran jurnalisme yang sengaja dan transparan

dalam memandang situasi politik. Hampir mirip dengan propaganda, tetapi laporan

dari jurnalisme advokasi berbasis pada fakta. Secara praktis, jurnalisme advokasi

adalah laporan sebuah isu, masalah, kasus, dengan tujuan membentuk opini publik

sehingga memunculkan kesadaran dan dukungan dari masyarakat. Di Eropa dan

Amerika, tradisi jurnalisme advokasi berkembang pada tahun 1800-1920an.

2.7 Konsep Gender dalam Jurnalisme Perspektif Gender

Gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan

tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan. Gender sendiri berasal dari bahasa

latin “genus” yang berarti tipe atau jenis. Gender bisa diciptakan melalui kontruksi

keluarga, interpretasi agama, budaya di dalam suatu masayarakat. Mansour Fakih

(2017) dalam bukunya yang berjudul AnalisisGender dan Transformasi Sosial,

menyebutkan bahwa analisis gender menjadi hal yang penting apabila dipelajari

secara mendalam karena menyangkut hak-hak manusia, khususnya perempuan.

Masih di dalam buku yang sama, penulis memaparkan bahwa perempuan

selama ini dianggap sebagai kaum yang dipandang sebelah mata oleh sistem sosial

yang sudah kita anut sejak lama tanpa mempertanyakan adakah kaum yang

dirugikan dan siapa yang diuntungkan. Sejumlah penelitian terkait media dan

gender memang sangat banyak, tetapi beberapa penelitian memiliki dimensi-

dimensi lain untuk diangkat.

47
Gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender adalah sesuatu yang

menyangkut tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki

dan perempuan. Tetapi jika jenis kelamin lebih kepada perbedaan organ biologis

terutama bagian alat-alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan. Gender

sifatnya dapat dirubah, tetapi jenis kelamin tidak dapat dirubah. Adanya doktrin

bahwa laki-laki menjadi aspek utama dalam berbagai hal membuat kaum

perempuan merasa tertindas, hal inilah yang membuat laki-laki menjadi kuat dan

merasa dirinya paling hebat.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa gender menjadi salah satu analisis terhadap

diskriminasi yang dialami kaum perempuan. Dalam buku Teori Komunikasi Massa

Mc Quail buku 1 edisi 6 (2011) menyebutkan bahwa ketertarikan wanita terhadap

khalayak massa masih menjadi sasaran media baik televisi maupun pers.

Jurnalisme menurut Mac Dougall, adalah kegiatan menghimpun berita,

mencari fakta dan melaporkan peristiwa.Dari segi kata, jurnalisme berasal dari kata

‘jurnal’ dan ‘isme’.Jurnal yang berarti laporan, dan isme berarti paham atau

ajaran.Bisa disimpulkan bahwa jurnalisme adalah metode dalam menggali dan

menyajikan fakta peristiwa kepada pembaca, pendengar dan pemirsa.

Menurut Martono (2011), pengertian perspektif adalah suatu cara pandang

terhadap suatu masalah yang terjadi, atau sudut pandang tertentu yang digunakan

dalam melihat suatu fenomena.Perspektif menurut KBBI cara melukiskan suatu

benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan

tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); sudut pandang; pandangan.

48
Gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan

tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan

(konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi

ke generasi berikutnya. Bisa disimpulkan bahwa gender merupakan kesepakatan

bersama yang tidak bersifat kodrati, dapat dirubah dan dapat ditukar ke manusia

lainnya tergantung pada budaya dan waktu setempat. DR. Mansour Fakih dalam

bukunya yang berjudul AnalisisGender dan Transformasi Sosial, menyebutkan

bahwa analisis gender menjadi hal yang penting apabila dipelajari secara mendalam

karena menyangkut hak-hak manusia, khususnya perempuan.

Masih di dalam buku yang sama, penulis memaparkan bahwa perempuan

selama ini dianggap sebagai kaum yang dipandang sebelah mata oleh sistem sosial

yang sudah kita anut sejak lama tanpa mempertanyakan adakah kaum yang

dirugikan dan siapa yang diuntungkan.

Menurut Subono (2003) jurnalisme perspektif gender yaitu kegiatan atau

praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mem-permasalahkan

dan menggugat terus menerus, baik dalam media cetak (seperti dalam majalah, surat

kabar, dan tabloid) maupun media elek-tronik (seperti dalam televisi dan radio)

adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan

perempuan, keyakinan gender yang menyudutkan perempuan atau representasi

perempuan yang sangat bias gender. Dengan mengutip May Lan, Subono pun masih

mencoba menambahkan pemahaman tentang jurnalisme berperspektif gender.

Yaitu praktik jurnalisme yang berupaya untuk menye-barkan ide-ide mengenai

kesetaraan dan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan melalui media.

Dalam penelitian ini, penulis ingin mencari tahu bagaimana media dalam

49
memberitakan gender. Bagaimana seorang jurnalis media mengambil peran yang

tepat dalam bekerja di media.

Latar belakang yang bermula dari adanya keberpihakan antara laki-laki dan

perempuan di kalangan masyarakat, memunculkan beberapa respon-respon

sehingga berkembanglah menjadi jurnalisme perspektif gender. Ada 2 versi

pengertian jurnalisme gender, yaitu jurnalisme yang berpihak pada perempuan

seperti menyuarakan & membela perempuan dan jurnalisme yang tidak

diskriminatif terhadap laki-laki dan perempuan. Memiliki kesadaran tentang

perspektif gender tak hanya dilakukan oleh perempuan saja, melainkan laki-laki

juga. Selama ini kerja jurnalistik selalu dianggap berada di wilayah laki-lai.

Versi pertama tentang jurnalismpe perspektif gender yang berpihak pada

perempuan adalah dalam jurnal karya Sarah Santi yang berjudul Jurnalisme

Berspektif Gender menyebutkan bahwa media harus berperan dalam menciptakan

kesetaraan gender dengan cara memiliki sudut pandang dan memihak perempuan.

Subono (2003: 61) dalam skripsi karya Yohanes Widodo yang berjudul Jurnalisme

Berspektif Gender dan Etika Jurnalisme dalam Jurnalisme Online menyebutkan

bahwa segala peliputan jurnalisme berspektif gender memiliki tujuan memihak dan

memberdayakan perempuan dengan menggunakan bahasa yang sensitif gender dan

subjektif karena merupakan kelompok yang perlu diperjuangkan. Hasil dari

penelitian skripsi karya Yohanes Widodo juga menunjukkan bahwa media

Kompas.com telah 100% memihak perempuan dalam setiap pemberitaannya,

sedangkan Merdeka.com masih 96% berpihak pada perempuan. Hal ini dapat

dibuktikan saat terjadi kasus pemerkosaan, dimana dua media ini menggambarkan

sisi yang berbeda di judul pemberitaannya.

50
Pada Merdeka.com, judul beritanya masih tertulis “Pemerkosa RI Derita

Kelainan Seksual & Suka ‘Jajan Wanita’”. Dari judulnya saja masih terlihat sistem

patriaki dimana laki-laki sebagai penguasa dan wanita layaknya “barang jajanan”

yang bebas dijual. Kita mencoba membandingkan dengan Kompas.com, masih

pada kasus yang sama, media ini memberi judul berita “Ayah Pemerkosa Bocah RI

Terbiasa Seks Bebas Sejak Remaja”, dalam hal ini Kompas.com memilih kata yang

lebih memihak kepada kaum perempuan tanpa mengubah pesan yang akan

disampaikan. Kompas.com juga memilih kata-kata yang tidak menyinggung

perempuan dengan contoh “luka berat”. Merujuk pada apa yang dipaparkan Subono

(2003: 61) memang media harus menggunakan kata-kata yang memihak

perempuan. Dalam jurnalisme berspektif gender, pemilihan bahasa sangat

diperhatikan. Masih dalam penelitian skripsi yang sama, media Kompas.com dan

Merdeka.com 100% tidak menampilkan kata yang merujuk pada kekerasan,

intimidasi, atau pelecehan secara verbal. Dalam kesimpulan yang diberikan peneliti

Yohannes pada skripsinya menyebutkan bahwa kedua media tersebut telah

menerapkan jurnalisme berspektif gender dan cenderung memihak kaum

perempuan.

Versi kedua tentang jurnalisme perspektif gender yang tidak diskriminatif

antara laki-laki dan perempuan adalah dalam journal.unair.ac.id karya Nadia Safira

berjudul Praktik Jurnalisme Berspektif Gender di Radio Bersegmentasi Perempuan

(Studi Kasus SHE RADIO FM Surabaya) Ignatius Haryanto (2013) menyebutkan

bahwa dalam melihat permasalahan ekonomi, sosial, politik, dan budaya dalam

perspektif gender tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal

ini, jelas bahwa Ignatius ingin menekankan bahwa tidak membedakan antara laki-

51
laki dan perempuan berart tidak menjatuhkan salah satu pihak serta tidak

mengidentikkan jenis kelamin tertentu berdasarkan gendernya. Pendapat lain yang

mendukung juga disebutkan oleh Hartono (2012: 3) bahwa praktik jurnalisme

meliput keseluruhan proses pada industri media mulai dari rapat menentukan

informasi sampai dengan penayangan agar masyarakat luas bisa melihatnya. Dari

definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jurnalisme berspektif gender adalah

seluruh kegiatan atau proses yang terjadi didalam media dengan melihat segala

permasalahan dari sudut pandang yang tidak membedakan antara laki-laki dan

perempuan, maupun tidak mengidentikkkan terhadap satu jenis gender tertentu.

Contoh nyata bahwa praktik jurnalisme berspektif gender telah

diimplementasikan yaitu pada penelitian karya Nadia Safira tersebut, bahwasanya

di SHE Radio Surabaya, posisi CEO memang diduduki oleh laki-laki namun posisi

strategis seperti dibagian produksi diduduki oleh perempuan. Hal ini berdasarkan

pada keahlian dan kemampuan teknik jurnalistik dalam membuat konten serta

melaksanakan fungsi manajerial dengan baik. Misal saja jurnalis Endang Ernati

yang sudah bekerja di SHE Radio selama 12 tahun dengan posisi supervisor. Selain

itu posisi penting lainnya yaitu Music Director yang diduki Lia Lusiana selama 13

tahun. Dalam gambaran diatas, memperkuat bahwa jurnalis laki-laki dan

perempuan dalam struktur organisasi memiliki peluang yang sama agar bisa

mendapatkan posisi yang setara, karena kenaikan pangkat dilihat dari kemampuan

dan pengalaman seorang jurnalis tersebut. Irwan Abdullah (2003) menjelaskan

bahwa jika terdapat perlakuan yang sama anatara laki-laki dan perempuan maka

eksistensi perempuan sesuai dengan kapasitasnya. Dan SHE Radio telah mengakui

eksitensi perempuan di dalam ruang redaksi dengan cara mencari naraasumber,

52
taping, editing, dan siaran sama-sama dilakukan oleh jurnalis laki-laki dan

perempuan tanpa pengecualian. Dalam aspek institusi media, SHE Radio sudah

menerapkan jurnalisme berspektif gender dimana tidak membedakan suatu

pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.

Bisa kita lihat dari kasus diatas, bahwa interpretasi jurnalis memandang

suatu peristiwa itu berbeda-beda. Pada kasus yang pertama, dimana jurnalis

menginterpretasikan sesuatu tidak sensitif gender dilihat dari bahasa pemberitannya

yang tak pantas, sebaliknya jika interpretasi jurnalis memiliki sensitifitas gender

maka bahasa yang digunakanpun layak untuk dibaca dan tidak menyinggung

korban. Interpretasi jurnalis juga bisa dilihat dari kegiatan setiap harinya dimana

mereka yang bekerja di SHE Radio telah mengimplementasikan sensitif gender dan

memandang suatu peristiwa berdasarkan fakta.

2.8 Interpretasi dimata Jurnalistik

Interpretasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berasal dari

kata benda in-ter-pre-ta-si yang berarti pemberian kesan, pendapat, atau pandangan

teoretis terhadap sesuatu; tafsiran. Menurut Kaelan (1998) seorang ilmuwan sosial,

interpretasi adalah suatu seni yang menggambarkan komunikasi secara tidak

langsung, namun komunikasi tersebut dapat dengan mudah dipahami. Interpretasi

erat kaitannya dengan jangkauan yang harus dicapai oleh subyek dan sekaligus pada

saat yang bersamaan diungkapkan kembali sebagai suatu struktur identitas yang

terdapat didalam kehidupan, sejarah, dan objektivitas.

Secara umum, interpretasi adalah pandangan, penjelasan, arti, makna, atau

pendapat teoritis terhadap suatu objek yang berakar dari pemikiran yang mendalam

53
dan latar belakang subyek menjadi pengaruh dalam proses interpretasi. Interpretasi

semata-mata dilakukan untuk memperoleh pengetahuan atau pengertian yang jelas

dan mendalam tentang suatu hal. Dalam penelitian kualitatif, interpretasi

merupakan suatu ungkapan dan deskripsi dengan cara menggali pengetahuan dan

informasi yang mendalam tentang suatu peristiwa yang diteliti.

Dari pemaparan di atas, latar belakang subyek menjadi faktor penting dalam

proses interpretasi. Orang yang melakukan interpretasi (penginterpretasi) harus

mempunyai pengetahuan yang mumpuni dalam menafsirkan suatu hal, agar

nantinya hasil interpretasinya dapat dipertanggungjawabkan.

Paul Ricoeur dalam bukunya yang berjudul Teori Interpretasi yang ditulis ulang

oleh Masykur Wahid menyebutkan bahwa hanya dengan interpretasi kita dapat

memahami realitas. Secara singkatnya penulis menyimpulkan bahwa interpretasi

menjadi sangat penting ketika suatu informasi tidak dapat dipahami.

Interpretasi merupakan kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan

pertalian makna, dengan menggunakan objek aslinya baik oleh pengalaman

langsung dengan menggunakan media ilustrasi dan bukan keterangan-keterangan

yang hanya berdasarkan fakta saja.

Dengan demikian, interpretasi bisa menghasilkan hasil yang berbeda jika

dilakukan oleh orang yang berbeda, meskipun terkadang objek yang diteliti

memiliki kesamaan.

2.9 Jurnalis sebagai Pelaku Jurnalistik

54
Orang yang bekerja dalam kegiatan jurnalistik disebut jurnalis. Jurnalis

berasal dari bahasa Inggris journalist, dari kata journal (laporan) kata jur-na-lis

menurut KBBI, orang yang pekerjaannya mengumpulkan dan menulis berita dalam

surat kabar dan sebagainya. Secara bahasa wartawan dan jurnalis memiliki arti yang

sama, orang yang sama, dan profesi yang sama.

Menurut UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Wartawan sebagai orang

yang melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin. Sedangkan menurut AJI (Aliansi

Jurnalis Independen) jurnalis adalah profesi atau penamaan seseorang yang

pekerjaannya berhubungan dengan isi media massa.

Dalam buku Blur karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2012) How to Knoe

What’s True in The Age of Information tugas dari seorang wartawan atau jurnalis

adalah sebagai berikut:

1. Authenticator, adalah masyarakat membutuhkan wartawan yang dapat

memeriksa keauntentikan suatu berita atau informasi.

2. Sense Maker, adalah wartawan dapat menerangkan apakah informasi masuk

akal atau tidak.

3. Investigator, adalah wartawan harus terus mengawasi kekuasan dan

membongkar kejahatan

4. Withness Bearer, adalah harus meneliti dan memantau kejadian-kejadian

tertentu dan dapat bekerja sama dengan reporter

5. Empowerer, adalah saling melakukan pemberdayaan antara wartawan dan

warga untuk menghasilkan percakapan yang terus menerus pada keduanya.

55
6. Smart Aggregator, seorang wartawan harus cerdas berbagi sumber berita

yang dapat dihandalkan, laporan yang mencerahkan bukan hanya hasil

karya wartawan itu sendiri.

7. Organizer, yaitu organisasi berita, baik yang sudah lama atau baru.

8. Role Model, yaitu tidak hanya berkarya dan menghasilkan karya, tetapi juga

tingkah laku wartawan masuk dalam ranah publik harus dijadikan contoh

Jurnalis harus bisa mendapatkan informasi berupa fakta atau bukti nyata.Dalam

mencari sebuah informasi, sumber atau informan harus credible atau dapat

dipercaya dengan informasi yang akurat.

Sebagai pelaku jurnalistik, para jurnalis harus mampu bertanggung jawab

terhadap peningkatan kualitas pemberitaan karena kecepatan akan arus informasi

yang begitu kuat menyebabkan publik dengan mudah menerima pemberitaan

bohong atau hoax. Sebagai pelaku dari industri media, jurnalis harus memverifikasi

berita-berita apakah sumbernya akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai

media yang ada hadir untuk mempresentasikan maksud, tujuan serta target-target

tertentu. Dengan pesatnya teknologi saat ini, seseorang dalam menerima informasi

terkesan gegabah tanpa mengkroscek kembali kebeneran dari informasi tersebut.

Sebagai profesi yang bekerja di media, kehadiran jurnalis atau wartawan dianggap

sangat penting dalam masyarakat, karena melalui media massanyalah seorang

jurnalis dapat memberikan informasi baik berupa kebajikan, atau yang lainnya.

Sebagai pelaku jurnalistik, jurnalis juga harus memperhatikan kemerdekaan

berpendapat, berekspresi, dan pers yang sudah dilindungi Pancasila, Undang-

Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Sebagai

56
jurnalis professional, jurnalis harus melaksanakan kewajiban dan perannya untuk

menghormati hak asasi setiap orang. Sebagai pelaku jurnalistik, wartawan harus

berpegang teguh pada kode etik jurnalistik dalam melakukan peliputan. Berikut

adalah sebelas kode etik jurnalistik yang harus diperhatikan para jurnalis dalam

bekerja:

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang

akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam

melaksanakan tugas jurnalistik

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara

berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta

menerapkan asas praduga tak bersalah.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul

5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku

kejahatan

6. Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima

suap

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang

tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai

ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai

dengan kesepakatan.

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan

prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,

57
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan

martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan

pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik

10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita

yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada

pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara

proporsional.

Sebagai pelaku jurnalistik, segala tindakan para jurnalis telah diatur di dalam

kode etik jurnalistik, dimana mereka harus jujur, adil, bersikap santun dalam segala

pemberitaan dan menghormati hak-hak narasumber. Hal ini juga disebutkan dalam

ajaran Islam, bahwasannya apabila kita melakukan sesuatu dengan jujur, amanah,

tidak berbohong, tidak menebarkan konten pornografi, dan hal buruk lainnya maka

kita telah menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-sehari.

2.10 Kerja Intelek dan Berfikir Para Jurnalis

Intelek berasal dari bahasa Latin Intelligere yang berarti memahami.

Intelligere sendiri berasal dari kata “inter” yang artinya diantara dan “legre” yang

berarti mengumpulkan, membaca, memilih. Kemampuan intelek inilah yang harus

dimiliki jurnalis sebagai seorang agen pemberitaan, dimana mereka harus mampu

mengetahui, merasakan, dan menghubungkan atas peristiwa apa yang dilihat dan

dirasakan. Seseorang dapat dikatakan berpikir secara intelektual tatkala ia mampu

menerapkan kejelasan (Clarity), ketepatan (Accuracy), ketelitian (Precision),

58
Relevansi (Relevance), konsistensi (Consistency), logika (Logic), kelengkapan

(Completeness), dan keadilan (Fairness).

Dalam melakukan setiap peliputan, jurnalis dituntut untuk memberikan

informasi yang jelas. Tak hanya kejelasan saja, sebuah berita yang dipublikasikan

juga harus tepat dan mengharuskan jurnalis tersebut untuk teliti dalam menyajikan

beritanya. Bekerja sebagai seorang jurnalis bukanlah hal yang sederhana, karena

dibutuhkan keterampilan dan ketekunan yang mendalam saat bekerja. Tak hanya

itu saja, kemampuan menulis juga harus dimiliki para jurnalis, informasi apa yang

didapat dari narasumber harus dengan cepat disajikan dalam bentuk berita dengan

keutamaan basic menulis 5W + 1H. Tujuan utama jurnalis adalah bekerja untuk

publik, maka jurnalis berhak meminta segala informasi yang berkenaan dengan

ruang publik. Sebuah peristiwa dapat dimaknai dan dikontruksikan secara berbeda-

beda oleh setiap orang, begitu juga dengan jurnalis. Cara pandang dan berpikir

intelek yang dilakukan jurnalis berpengaruh terhadap setiap berita yang ia tulis.

Konstruksi para jurnalis memandang realitas tidak bisa lepas dari asosiasi.

Asosiasi menurut KBBI berarti sekumpulan orang yang memiliki kepentingan

bersama. Pengertian lain tentang asosiasi adalah kehidupan bersama yang

dilakukan antar individu dalam suatu ikatan. Sekelompok individu dikatakan telah

berasosiasi tatkala memiliki kesadaran akan kondisi yang sama, terdapat relasi

sosial didalamnya, dan berorientasi pada tujuan yang telah ditentukan. Para jurnalis

yang saya teliti yaitu tergabung dalam asosiasi Aliansi Jurnalis Independen dimana

mereka memiliki visi, misi, serta motto tersendiri dalam melakukan liputan.

Tentunya, segala aturan yang telah ditetapkan mendapat kesepakatan bersama oleh

seluruh anggota AJI. Misalnya saja terdapat kasus korupsi yang dilakukan salah

59
satu pejabat negara, maka konstruksi memandang kasus tersebut antara anggota

asosiasi yang satu dengan lainnya pasti berbeda. Karena mereka memiliki cara

pandang tersendiri atas apa yang mereka lihat dan rasakan. Hasil dari konstruksi

itulah yang nantinya akan menjadi sebuah berita, bagaimana pemikiran jurnalis

dapat dilihat dari segi gaya pemberitaan tersebut.

Media merupakan platform untuk mengapresiasikan pemikiran yang lahir

dari seluruh lapisan masyarakat, oleh karenanya kebebasan pers sangat diperlukan

di setiap negara agar aspirasi masyarakat dapat tersampaikan tanpa khawatir lagi

akan kecaman. Untuk melihat sejauh mana para wartawan paham akan profesinya,

maka setiap wartawan diharuskan mengikuti uji kompetensi wartawan. Untuk

melaksanakan uji kompetensi tersebut, dewan pers bekerjasama dengan lembaga

kewartawanan dan lembaga keilmuan jurnalistik (komunikasi sebagai penguji),

dengan adanya uji kompetensi ini diharapkan mampu mencerdaskan kerja intelek

para jurnalis. Setidaknya ada empat yang harus dimiliki jurnalis sebagai pelaku

jurnalistik yaitu:

1. Kompetensi jurnalistik

2. Kompentensi ilmu dan teknologi jurnalistik atau komunikasi

3. Kompetensi dalam bidang ilmu atau pengetahuan obyek berita

4. Kompetensi manajemen jurnalistik atau manajemen pada umumnya

Ilmu dan teknologi merupakan dua bagian yang tidak bisa terpisah dari kegiatan

manusia. Salah satu bukti adanya perkembangan ilmu teknologi ada di bidang

komunikasi, baik software maupun hardware. Jurnalis diwajibkan berpikir secara

intelek agar terhindar dari kesalahan karena kesalahan itu bisa timbul dikala kurang

60
mengetahui dan memahami substansi suatu obyek berita. Kualitas hasil kerja

wartawan dapat dilihat dari subtansi berita, kecapatan, akurasi, kelengkapan berita,

dan kedalaman isi berita (indept). Berada di lingkungan asosiasi yang positif dapat

memberikan efek yang positif pula kepada para anggotanya. Wujud dari kebebasan

pers saat ini adalah kebebasan berkomunikasi. Sejak reformasi, pers mengurus dan

mengatur rumah tangganya sendiri atau otonom.

Paradigma yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivisme,

dan teori yang saya gunakan yaitu kontruksi realitas sosial. Dimana pada teori ini

menganggap bahwa realitas adalah hasil dari konstruksi. Realitas sosial dapat

dimaknai berbeda-beda oleh setiap orang. Fokus pada teori ini yaitu media dan teks

berita yang dhasilkan. Bagaimana cara wartawan mengkontruksikan peristiwa

dapat dilihat dari bagaimana wartawan tersebut membuat teks berita. Perwujudan

dari berita ada karena wartawan memikirkan dan melihat peristiwa. Dalam hal ini

media memiliki peranan yang penting dalam membentuk persepsi masyarakat,

karena kemasan media menjadi aspek utama dalam membentuk realitas yang ada.

Dalam mengemas sebuah berita, wartawan harusnya tak hanya menjadi pelapor

sebuah peristiwa melainkan juga sebagai partisipan yang menjembatani informasi.

Tidak semua informasi harus diberikan kepada masyarakat, melainkan harus

dipilah-pilah dengan kata-kata yang sesuai dengan kode etik jurnalistik. Terlebih

jika berita yang ditulis mengenai isu-isu yang kontroversial, maka pemilihan bahasa

juga penting untuk diperhitungkan dalam menulis berita.

Realitas sosial sebagai Hasil Konstruksi Sosial melalui tindakan dan

interaksi individu dalam proses sosial, realitas diciptakan secara terus menerus

secara subjektif. Sebagai manusia bebas, individu melihat realitas sosial sebagai

61
hasil konstruksi sosial. Teori Konstruksi Realitas Sosial yang dicetus oleh Peter L.

Berger dan Thomas Luckmann ini memiliki dua asumsi utama sebagai teori

komunikasi yakni pengalaman dan bahasa. Pengalaman yang dirasakan oleh

manusia dibentuk melalui dunia sosial beserta cara kerjanya, sedangkan bahasa

sebagai alat komunikasi merupakan hal yang penting dalam membentuk realitas.

Konsep dari teori konstruksi realitas sosial sebagai berikut :

1. Sisi pengetahuan sosial, tak hanya pengetahuan ilmiah dan teoriteis

saja yang penting, tetapi pengetahuan sosial seperti penafsiran

umum, intitusi, dan lain-lain merupakan pengetahuan yang lebih

besar yang ada dalam masyarakat.

2. Bidang semantik, distribusi pengetahuan umum dilakukan secara

sosial dan dikelompokkan dalam bidang semantik.

3. Bahasa dan tanda, seseorang memberikan penafsiran yang relevan

terhadap sesuatu menggunakan bahasa, Berger dan Luckmann

mengacu pada interaksi simbolis terkait dengan kemampuan bahasa.

4. Realitas sosial sehari-hari, ditandai dengan intersubyektifitas.

Menurut Berger dan Luckman, terdapat tiga bentuk realitas sosial:

1. Realitas sosial objektif, sebagai seorang individu, tindakan dan

tingkah laku yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dianggap

sebagai sebuah fakta

2. Realitas sosial simbolik, realitas ditunjukkan sebagai bentuk-bentuk

simbolik seperti karya seni, fiksi, berita-berita di media.

62
3. Realitas sosial subjektif, masing-masing individu memiliki realitas

sosial subjektif dalam melakukan interaksi sosial dengan individu

lain dalam sebuah struktur sosial.

Masyarakat adalah proses dialektis yang sedang berlangsung dimana

pengalaman individu tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat. Sehingga

muncullah tiga tahapan proses manusia sebagai dialektis yaitu :

1. Eksternalisasi, usaha untuk mengekspresikan diri manusia kepada

dunia guna menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat.

Dalam hal ini masyarakat dilihat sebagai Society is a human

product(produk manusia).

2. Objektivasi, hasil yang dicapai baik mental maupun fisik dari

kegiatan eksternalisasi manusia. Dalam hal ini manusia dilihat

sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality).

3. Internalisasi, unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi akan

diterima sebagai gejala realitas diluar kesadarannya sekaligus

sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia

menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).

Dalam memandang sebuah realita, interpretasi orang akan berbeda-beda

dengan yang lainnya. Inilah yang dilakukan para praktisi jurnalis dimana mereka

memandang sebuah fenomena berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan, lalu

mengapresiasikannya dalam bentuk tulisan berita. Seorang jurnalis yang tidak

dibekali ilmu dan dasar jurnalistik, hanya “bondo nekad” saja, makan dalam

melakukan interpretasi memandang peristiwa akan dilakukan secara asal-asalan.

63
Berbeda dengan jurnalis yang didasari ilmu dan dasar jurnalis yang mumpuni, maka

dalam melakukan interpretasipun tidak tawur-tawuran dan berdasrkan fakta.

Interpretasi para jurnalis dalam melihat suatu fenomena dapat dilihat dari

gaya pemberitaan yang ia tulis. Hal ini juga berpengaruh pada sistem pers yang

digunakan saat itu. Apakah dari segi bahasanya yang vulgar/ tidak, kasar atau halus

itu semua berdasarkan pada ilmu dan dasar jurnalistik yang dimiliki para jurnalis.

Mengingat bahwa sistem teori libertarian dan tanggung jawab sosial saat ini

cenderung mengarah pada praktik jurnalistik di Indonesia, maka para jurnalis dalam

memandang suatu fenomena dan memberitakannya harus sesuai dengan nilai dan

norma yang dianut masyarakat. Boleh memiliki kebebasan, tetapi harus ingat

dengan tanggung jawab. Apalagi jika memberitakan tentang hal-hal sensitif yang

menyangkut gender, interpretasi jurnalis diperlukan dalam memandang peristiwa-

peristiwa yang terjadi. dalam memandang suatu realita, jurnalis harus bisa sensitif

gender dan tidak membela salah satu pihak saja, berita tentang gender yang

diterbitkan jurnalis bisa dilihat cara penginterpretasiannya melalui tata bahasa yang

digunakan.

2.11 Relevansi antara Pers dengan Kapitalisme

Kapitalisme atau kapital adalah sistem ekonomi dimana perdagangan,

industri, dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan

memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Dalam hal ini, kendali atas semuanya

dipegang oleh pemilik modal. Kapitalisme berasal dari kata kapital yang berarti

modal. Karl Marx menyebutkan bahwa kapitalisme adalah sistem dimana harga

barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal dengan tujuan

64
meraup untung yang besar. Tetapi kali ini yang kita bahas bukanlah kapitalisme

sistem ekonomi, melainkan kapitalisme media yang ada di Indonesia.

Media menyelenggarakan proses produksi yang kegiatannya berorientasi

pada segmen pasar yang telah ditetapkan. Media saat ini kurang memperhatikan

aspek sosial, budaya, politik tetapi lebih fokus pada kepentingan meraup

keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek negatif ataupun

positif informasi yang diberikan kepada masyarakat. Kapitalisme media di

Indonesia dapat dilihat dari konglomerasi media yang tergabung dalam satu

pegangan perusahaan, RCTI, MNC TV, dan Global TV merupakan televisi dengan

pemilik modal dan saham yang sama. Beralih ke media cetak, kompas juga

memiliki bebrapa media yang tergabung di bawah Kelompok Kompas Gramedia

(KKG), demikian pula dengan jawapos dan tempo. Konglomerasi yang kedua

terlihat pada beberapa anak perusahaan MNC, sebenarnya media-media tersebut

memiliki visi dan misi yang berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu

meraup keuntungan finansial.

Fenomena kapitalisme di Indonesia juga semakin terasa tatkala mulai

hilangnya ruang publik, kebangkitan infotainment, dan turunnya fenomena

jurnalisme investigasi. Dari berbagai fenomena kapitalisme media di Indonesia,

memberikan dua integrasi, yaitu horizontal dan vertical. Integrasi horizontal adalah

proses dimana perusahaan membeli beberapa media yang berbeda seperti majalah,

penerbitan buku, label rekord dengan maksud saling mendukung operasional

masing-masing media. Sedangkan integrasi vertical berarti sebuah perusahaan

memiliki semua aspek produksi dan distribusi produk medianya, contohnya

65
perusahaan film pasti mementingkan aspek pencarian bakat, studio film, produksi

video, dan sebagainya.

Tak hanya nasional saja, bahkan kelas internasionalpun tidak dapat

dipungkiri bahwa media massa mainstream pasti dimiliki dan digunakan untuk

kepentingan para pemilik modal. Di internasional, 6 koorporasi media yang

dikuasai ialah AOL- Time Warner, The Walt Disney Co, Bertelsmann AG, Viacom,

News Corporation, Vivendi Universal. Sementara di dalam negeri, media dikuasai

oleh 12 kelompok media besar diantaranya MNC Group, Kelompok Kompas

Gramedia, Elang Mahkota Teknologi, Visi Media Asia, Grup Jawa Pos, Mahaka

Media, CT Group, Berita Satu Media Holdings, Grup Media, MRA Media, Femina

Group dan Tempo Inti Media. Ditambah dengan Bisnis Indonesia Group (Harian

Bisnis Indonesia, Majalah Business Weekly), Solopos/ Radio, Bali TV (Bali TV

dan 10 TV Lokal), Pos Kota Grup (Jakarta dan Koran Rakyat), Pikiran Rakyat

Group (penguasa Jawa Barat), termasuk group online baru: Kapanlagi.com dan

merdeka.com.

Tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana relevansi antara media dengan

kapitalisme di Indonesia, karena semuanya sudah jelas. Bahwasannya media di

Indonesia cenderung tidak netral dan memihak beberapa kubu yang memiliki

kepentingan yang sama. Jika kita sebentar kilas balik pada pemilihan umum

(pemilu) 2014, dimana Hary Tanoe selaku pemilik modal MNC Group

memanfaatkan medianya untuk menaikkan profil dan propaganda politik, demikian

juga di dalam media tersebut menampilkan sisi positif calonnya dan menampilkan

sisi negatif lawan seperti skandal korupsi, dan sebagainya. Kekuatan media massa

dalam membentuk opini publik yang sesuai dengan kepentingan pemiliknya sangat

66
besar. Pada tahun 2014, dua peristiwa politik terjadi yaitu pemilihan umum

legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden, di tahun inilah pesta

demokrasi besar-besaran terjadi. Fenomena inilah yang cukup menjadi bukti

bahwasannya pada saat itu pers terbelah, terbelah untuk menempatkan diri sebagai

bagiandari kekuatan-kekuatan politik yang sedang bersaing. Ketika pers

dihadapkan dengan berbagai tingkah laku dan kenyataan politik yang makin

menjauh dari kepentingan rakyat banyak, pers harus berani berperan sebagai the

spearheid, menerobos berbagai kepincangan atau kebuntuan itu. Sudah saatnya pers

benarbenar menempatkan diri sebagai the fourth estate untuk mengkedepankan

makna sosial nasionalisme, demokrasi, negara hukum, dan hak asasi. Tentu saja

untuk mencapai itu semua, pers harus menjunjung tinggi asas-asas professionalitas

yang berkualitas dan bertanggung jawab.

2.12 Penelitian Terdahulu

Pemberitaan terkait ketidakadilan gender di media massa sangat beragam.

Hal ini juga memunculkan berbagai macam penelitian yang terfokus pada

ketimpangan gender dalam dunia jurnalistik dengan fokus yang berbeda-beda.

Penelitian tersebut yaitu skripsi karya Satriani mahasiswa jurusan jurnalistik

fakultas dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin

Makassar pada tahun 2017. Skripsi tersebut berjudul “Eksistensi Jurnalis

Perempuan dalam Kesetaraan Gender di Harian Amanah Kota Makassar.

Berdasarkan hasil temuan yang dilakukan oleh Satriani, kebijakan untuk

perempuan di Harian Amanah disetarakan dengan laki-laki dan perempuan yang

mampu mewujudkan mimpi-mimpi kaum perempuan dan bisa menunjukkan

eksistensi dalam berbagai sektor yag sama dipegang oleh kaum laki-laki. Kinerja

67
jurnalis perempuan di Harian Amanah juga mencapai titik berhasil, karena dari

redaktur pelaksana, hingga layouter dikerjakan oleh perempuan.

Jenis penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif,

dengan lokasi penelitian di Kantor Harian Amanah Makassar, Jalan Kakaktua No.

31, Mamajang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

2.13 Asumsi Dasar

Praktik pemberitaan baik di media cetak maupun media elektronik terkait

gender di Indonesia masih memprihatinkan. Hal tersebut masih dilatarbelakangi

kurangnya pemahaman para jurnalis dalam memandang jurnalisme perspektif

gender.Adanya streotipe di kalangan para jurnalis terkait wanita menjadi bahan

pemberitaan yang sexy untuk diangkat masih melekat di diri mereka. Adanya

pemikiran bahwa wanita dapat menaikkan rating pemberitaan di media, baik berupa

iklan TV, berita-berita di koran, dan lain-lain membuat para jurnalis

mengesampingkan hak-hak dan perasaan perempuan. Selain itu nilai berita yang

terkandung yaitu sex yang terkandung di dalam dunia jurnalisitik (sex is news)

mampu menarik perhatian banyak orang. Contohnya terjadi pelecehan seksual,

perselingkuhan, pemerkosan, dan lain- lain.

68

Anda mungkin juga menyukai