Anda di halaman 1dari 28

KOMUNIKASI KESEHATAN

Kelas Komunikasi Kesehatan-10

Home Group 3

Aldriyety Merdiarsy 1506690321

Kristiani O. Rumere 1506796164

Maynia Meigas Gumbardania 1506690246

Shafa Dwi Andzani 1506690063

RUMPUN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2016
Abstraks

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari pengirim melalui suatu media tertentu kepada
penerima. Proses komunikasi yang baik tercapai ketika penerima memiliki makna pesan yang sama
dengan yang dimaksud oleh pengirim. Namun komunikasi akan terhambat jika mengalami gangguan
seperti teknis, psikologis, status, kerangka berpikir dan budaya yang menyebabkan adanya perbedaan
pesan yang diterima dengan yang dikirim. Bentuk komunikasi ada yang bersifat agresif, asertif dan
submisif. Penyampaian komunikasi sangat beragam tergantung situasi dan kondisi yangdihadapi.
Umumnya komunikasi dibagi menjadi komunikasi interpersonal,kelompok, publik, dan massa. Tujuan
akhir kita adalah untuk mengetahui proses komunikasi efektif yangdiaplikasikan nantinya di dunia
kesehatan. Bagi kita sebagai seorang dokter dimasa depan, kita akan berhadapan dengan pasien-pasien
yang unik ada yang normal maupun berkebutuhan khusus. Pasien yang berkebutuhan khusus bermacam-
macam ada yang memiliki gangguan pendengaran, pasien lanjut usia atau pasien yang sedang marah.
Kemampuan kita berkomunikasi sebagai seorang dokter juga ketika menyampaikan kabar buruk bagi
keluarga pasien.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia kesehatan dipegang oleh berbagai macam profesi tenaga kesehatan


dengan latar belakang yang berbeda antara lain dokter, dokter gigi, perawat,
farmasi bahkan ahli kesehatan masyarakat. Perbedaan tersebut menyisakan
sebuah tantangan dalam menjalankan kolaborasi tenaga kesehatan terutama
dalam hal komunikasi. Komunikasi adalah hal terpenting dalam sebuah
kolaborasi. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kompetensi khusus yang
mempelajari mengenai komunikasi kesehatan. Hal tersebut untuk menjamin
pasien safety dan mempermudah sharing informasi yang dijalankan oleh para
tenaga kesehatan di dalam dunia kesehatan.

1.2 Tujuan Penulisan

Memahami dan mempelajari prinsip-prinsip komunikasi kesehatan yang


meliputi :

1. Prinsip komunikasi
2. Proses komunikasi efektif pada dunia kesehatan
3. Cara mengatisipasi suatu kejadian dalam dunia medis
4. Memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Kesehatan
5. Menambah wawasan bagi penulis maupun pembacanya

1.3 Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud dengan Konsep Dasar Ilmu Komunikasi?

B. Apa yang dimaksud dengan hambatan Komunikasi?

C. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi Interpersonal, Kelompok, Publik


dan Massa?

D. Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang berkebutuhan khusus?


BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Konsep Dasar dan Prinsip-prinsip Komunikasi

A. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi secara etimologis dari bahasa Latin “communicatus”


dan bersumber pada kata “communis” ini memiliki makna ‘berbagi’ atau
‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau kesamaan makna. Selain secara etimologis, komunikasi secara
terminologis menurut KBBI dapat diartikan sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami. Sedangkan pengertian komunikasi menurut West dan
Turner berbunyi “Communication is a social process in which individuals
employ symbols to establish and interpret meaning in their environment. (West
and Turner, 2007;5)

Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri sama


halnya dengan organisasi. Di dalam organisasi biasanya selalu ditekankan
bagaimana pentingnya sebuah komunikasi antar anggota organisasi dalam
menghadapi kemungkinan kesalahpahaman yang bisa saja terjadi.Dengan
adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan
berhasil. Sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi akan membuat
terhambatnya organisasi.

B. Unsur-unsur Komunikasi

Menurut Lasswell, unsur-unsur penting dalam komunikasi yang akan


mendukung proses komunikasi sehingga komunikasi menjadi efektif, yaitu:

1. Komunikator, ialah seseorang atau sekumpulan orang yang


menyampaikan pesan, pendapat, maupun perasaannya kepada orang lain.
2. Pesan, merupakan hal yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan baik berupa tindakan (non verbal), simbol-simbol, maupun
kata-kata (verbal).
3. Media, merupakan alat dalam menyampaikan pesan dari komunikator
kepada komunikan yang berupa media cetak seperti surat, poster, surat
kabar, ataupun media elektronik seperti pengeras suara, televisi, telepon,
radio, dan sebagainya.
4. Komunikan, adalah seseorang atau sekumpulan orang yang menerima
pesan, pendapat maupun ungkapan perasaan dari komunikator.
5. Efek, merupakan respon yang ditunjukkan oleh komunikan terhadap
pesan yang disampaikan oleh komunikator. Efek tersebut merupakan
akibat atau timbal balik dari proses komunikasi.

C. Komponen Komunikasi
(Berlo, 1960) mengatakan bahwa terdapat setidaknya 4 komponen
pembentuk komunikasi ialah :
[S] Source, ialah sumber pengirim pesan
[M] Message, ialah pesan komunikasi yang ingin disampaikan
[C] Channel, ialah media atau saluran yang digunakan
[R] Receiver, ialah target sasaran komunikasi

D. Model Komunikasi
Model komunikasi dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan arah, di
antaranya :
1. Tahap arus komunikasi satu arah terjadi apabila penyampai pesan tidak
menerima respon dari penerima pesan. Seperti contoh saat komunikasi
publik atau pidato dan juga saat dosen menerangkan materi untuk tugas,
tapi dosen tidak memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya.
2. Tahap arus komunikasi dua arah
Terjadi ketikapenyampai pesan memberi informasi dan penerima
memberi respon terhadap pesan yang disampaikan. Contohnya saat
melakukan panggilan di telfon, dimana terjadi hubungan timbal balik.
3. Tahap arus komunikasi banyak arah
Ialah gabungan dari komunikasi satu arah dan dua arah yang biasa
disebut komunikasi massa karena lebih dari satu saluran yang dapat
membawa pesan,
Sementara model komunikasi berdasarkan peranannya dibedakan
menjadi 3, yaitu :
 Model linier, dimana komunikasi berperan dalam menyampaikan suatu
pesan kepada orang lain
 Model interaksi, dimana komunikasi dalam peranannya berlangsung
antara dua orang yang saling memberi umpan balik.
 Model transaksional, dimana individu satu dengan yang lain melakukan
hubungan lebih dari sekedar interaksi yaitu melakukan proses sosial
dalam menjalani kehidupan.

E. Karakteristik Komunikasi
Adapun karakteristik komunikasi sebagai kerangka dasar terjalinnya
komunikasi, yaitu : Terjadinya proses simbolis, proses sosial, dan proses 1
arah atau 2 arah, bersifat koorientasi, purposif & persuasif, mendorong
interpretasi individu, adanya aktivitas pertukaran makna, serta terjadi dalam
konteks ruang dan waktu tertentu.

F. Konteks Komunikasi
 Interpersonal, dimana komunikasi dilakukan oleh 2 atau 3 orang
dengan jarak fisik di antara mereka yang sangat dekat dengan sifat
umpan balik yang berlangsung cepat, serta memiliki tujuan atau
maksud komunikasi tidak berstruktur.
 Kelompok, dimana komunikasi terjadi di antara kurang lebih sepuluh
orang.
 Organisasi, dimana komunikasi berlangsung dalam organisasi baik
secara vertikal, horizontal, maupun diagonal.
 Publik, dimana komunikasi dilangsungkan dengan melibatkan publik.
Contohnya ialah pada saat melakukan demonstrasi atau orasi turun ke
jalan.
 Massa, ialah komunikasi manusia dengan menggunakan media sebagai
alat perantara. Seperti contohnya komunikasi pada media cetak (buku,
folder, pamflet, leaflet, dll) dan media elektronik (televisi, radio,
telepon, dll)
 Interkultural, dimana komunikasi terjadi antar adat dan kebudayaan.

G. Fungsi Komunikasi
Menurut Willian I Gorden, selain memiliki karakter tentu
komunikasi juga memiliki beberapa fungsi yang di antaranya ialah :
1. Komunikasi sosial, dimana komunikasi berfungsi untuk menjalin
hubungan sosial.
2. Komunikasi ekspresif, dimana seseorang dapat mengungkapkan segala
ekspresi dan emosi nya.
3. Komunikasi ritual, dimana komunikasi terjadi tidak hanya dalam
hubungan antar sesama individu saja, tetapi juga terjadi antara manusia
dengan Tuhan nya dan dengan tradisinya.
4. Komunikasi instrumental, dimana komunikasi ini bertujuan untuk
memberikan informasi yang bersifat persuasif.

H. Faktor Komunikasi

Supaya ke-empat fungsi tersebut dapat terlaksana dengan baik, perlu


adanya dorongan atau faktor yang dapat memengaruhi terjadinya
komunikasi yang efektif, di antaranya yaitu: perkembangan, persepsi,
nilai, jenis kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan, latar belakang
sosial budaya, emosi, lingkungan, serta jarak.
Setiap tindakan yang dilakukan saat berkomunikasitentunya akan
sejalan dengan kebutuhan orang, keinginan, persepsi dan pengetahuan
individu tersebut. Walapun hal yang berkaitan dengan komunikasi telah
menjamur sejak lama sekitar pertengahan tahun 1970, banyak pakar
komunikasi hingga saat initengah meneliti seputar pembelajaran
komunikasi dalam bidang kesehatan.

I. Prinsip Dasar Komunikasi

Komunikasi yang pada dasarnya membutuhkan prinsip, oleh


sebab itu dikemukakan oleh Sullivan dan Dekker (1992) mengenai
prinsip dasar berkomunikasi yang diantaranya sebagai berikut :
1. Pengiriman informasi bukan merupakan komunikasi, karena
komunikasi merupakan interaksi saling berbagi dengan umpan balik
dari penerima kepada pengirim.
2. Pengirim bukan penerima, sehingga bertanggung jawab menyampaikan
ide-ide yang jelas.
3. Umpan balik dianjurkan untuk membenarkan bahwa informasi yang
diterima telah dimengerti.
4. Kredibilitas pengirim memengaruhi hasil yang diingikan dari
komunikasi.
5. Media komunikasi langsung dapat mengurangi distorsi.
6. Adanya pengenalan hal-halpenting dalam berkomunikasi sehingga
komunikasi yang dilakukan dapat memperbanyak pertukaran ide.

Tidak hanya Dekker dan Sullivan, prinsip lain dari komunikasi juga
dikemukakan oleh Profesor komunikasi asal Universitas Padjajaran, Deddy
Mulyana ialah sebagai berikut:

1. adanya paket isyarat,


2. adanya proses penyesuaian,
3. adanya dimensi isi serta hubungannya,
4. adanya transaksi simetris dan komplementer,
5. adanya proses transaksional yang tak terhindarkan,
6. bersifat irreversible.

1.2 Bentuk dan hambatan komunikasi

1.2.1 Bentuk Komunikasi

A. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal berhubungan dengan penggunaan bahasa secara lisan


maupun tertulis. Dalam berkomunikasi secara verbal tenaga kesehatan perlu
memiliki sikap dan perilaku yang baik terhadap kliennya. Serta perlu
memperhatikan keefektifan berkomunikasi secara verbal. Maka komunikasi
verbal yang efektif perlu memperhatikan hal-hal berikut: jelas dan ringkas,
perbendaharaan kata, arti denotative dan konotatif, selaan dan kesempatan
berbicara, waktu dan relevansi, dan tingkat humor. Dalam berkomunikasi
secara verbal tenaga kesehatan perlu memperhatikan cara berkomunikasi
yang baik dan sopan terhadap kliennya.

B. Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal lebih diartikan sebagai bentuk komunikasi yang


disampaikan tidak dengan kata-kata atau tidak melalui bahasa. Komunikasi
nonverbal ditampilkan dengan sebuah isyarat, gerakan, hingga penampilan
yang menunjukkan keadaan seseorang. Namun, tidak semua pesan-pesan
yang disampaikan melalui isyarat, gerakan hingga penampilan dapat
dinyatakan sebagai komunikasi nonverbal. Menurut Ronald Adler dan Goerge
Rodman, komunikasi nonverbal memiliki empat karakteristik. Karakteristik
nonverbal meliputi kemampuannya menyampaikan pesan tanpa bahasa
verbal, sifat ambiguitasya, dan ketertarikannya dalam suatu kultur tertentu.

Komunikasi nonverbal dapat dikategorikan tergantung dari cara yang


digunakan dalam berkomunikasi secara nonverbal. Terdapat beberapa
kategori komunikasi nonverbal yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
1) kinesik yang mencakup gerakan tubuh, mata, serta ekspresi wajah. Paul
Ekman dan Wallace Friesan telah mengidentifikasi enam emosi dasar bahwa
ekspresi wajah mencerminkan ketakutan, keheranan, kemarahan, kesedihan,
kebahagiaan, serta kebencian atau kejijikan. 2) palanguage yaitu intonasi atau
nada suara seseorang yang dikeluarkan dalam menyampaikan pesan. 3)
proxemics yaitu cara seseorang dalam berkomunikasi berusaha menggunakan
ruang (space). Yang dimaksud ruang ialah jarak seseorang dalam
berkomunikasi, seperti bagaimana kita merasakan jarak terhadap lawan
bicara, waktu tertentu, konteks percakapan, serta tujuan pribadi untuk
berkomunikasi. 4) haptics yang berupa sentuhan atau kontak tubuh yang
disampaikan oleh seseorang.

1.2.2 Sikap dan perilaku dalam komunikasi

A. Sikap yang baik dan buruk dalam berkomunikasi

Komunikasi yang baik dalam berkomunikasi secara verbal ialah assertive


communication. Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka,
menghargai diri sendiri, dan orang lain. Komunikasi asertif menaruh
perhatian pada seseorang hingga menjaga hubungan perasaan antarmanusia.
Sementara itu komunikasi yang buruk dan tidak patut dilakukan oleh tenaga
kesehatan kepada klien ialah aggressive communication dan passive
communication. Komunikasi secara agresif akan menenggelamkan hak orang
lain untuk berbicara atau bersikap. Sedangkan komunikasi secara pasif ialah
lawan dari komunikasi agresif. Seseorang yang cenderung melakukan
komunikasi ini lebih memilih untuk mengalah dan tidak berusaha
mempertahankan kepentingannya.

B. Perilaku dalam komunikasi kesehatan

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian


2. Menunjukkan penerimaan
3. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
4. Mengklarifikasi bila terjadi kesalahpahaman
5. Memfokuskan pembicaraan
6. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
1.2.3 Hambatan dalam komunikasi

Komunikasi antara pengirim informasi (sender) dan penerima


informasi dapat mengalami hambatan, baik yang berasal dari sender maupun
penerima. Terdapat beberapa hambatan yang ada dalam proses komunikasi:

1) hambatan mekanis, terjadi pada penggunaan media sehingga terjadi


kesalahan teknis seperti gangguan pemancar televisi ketika cuaca buruk,
suara tidak jelas ketika menggunakan telepon, dll.

2) hambatan semantik, terjadi karena kultur nasional yang berbeda serta


pembicara salah pengucapan kata sehingga pendengar salah
menginterpretasikan.

3) hambatan ekologis, terjadi karena gangguan dari lingkungan yang dapat


berupa suara riuh orang ramai, kebisingan lalu lintas, dll.

Hambatan lain yang terjadi selama proses komunikasi dalam konteks


situasional yaitu:

1) hambatan sosiologis, yaitu perbedaan status atau kelas social sehingga


menimbulkan perlakuan yang berbeda dalam berkomunikasi.

2) hambatan antropologis, terjadi karena perbedaan dalam diri manusia


seperti postur, warna kulit, dan kebudayaan. Dalam berkomunikasi
seseorang perlu mengetahui latar belakang lawan bicaranya untuk
mencegah perdebatan.

3) hambatan psikologis merupakan hambatan yang berhubungan dengan


psikis manusia. Faktor psikologis sering menjadi hambatan utama
komunikasi, hambatan tersebut diantaranya perbedaan kepentingan atau
interest, prasangka, stereotipe, dan motivasi.

2.1 Komunikasi interpersonal pada konseling dan penyampaian


berita buruk

A. Definisi Komunikasi Interpersonal


Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan kepada pihak
lain untuk mendapatkan umpan balik, baik secara langsung (face to face)
maupun dengan media. Berdasarkan definisi ini maka terdapat kelompok maya
atau faktual (Burgon & Huffner, 2002). Menurut Joseph A. Devito dalam
bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi
antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua
orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa umpan
balik seketika.
B. Fungsi dari komunikasi interpersonal
Fungsi komunikasi adalah untuk mendapatkan respon atau dari lawan
bicaranya. Menurut Barlund yang dikutip oleh Alo Liliweri (1991), beberapa ciri
untuk mengenali komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut:
1. Bersifat spontan
2. Tidak mempunyai struktur
3. Terjadi secara kebetulan
4. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan
5. Identitas keanggotaannya tidak jelas
6. Dapat terjadi hanya sambil lalu
7. Dapat terjadi hanya sambil lalu
C. Tahapan Perkembangan dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah proses yang melibatkan tahapan-


tahapaan perkembangan. Menurut Berger dan Calabrase, biasanya kebanyakan
orang memulai interaksi dalam sebuah fase, yaitu :

1. Fase Awal (Entry Phase), yang dapat didefinisikan sebagai tahapan awal
interaksi antara orang asing. Fase awal dituntun oleh aturan dan norma
implisit dan eksplisit, seperti membalas ketika orang menyapa
2. Fase Personal (Personal Phase), atau tahap dimana partisipan mulai
berkomunikasi dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak informasi
pribadinya. Fase personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi lebih
banyak terjadi setelah dilakukan beberapa interaksi.
3. Fase Akhir (Exit Phase), merujuk pada tahapan selama di mana individu
membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin untuk melanjutkan
interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang. Meskipun semua
orang tidak memasuki sebuah tahapan dengan cara yang sama satau tetap
pada sebuah tahapan selama beberapa waktu, Berger dan Calabrase yakin
bahwa sebuah kerangka universal terbentuk untuk menjelaskan bagaimana
komunikasi interpersonal membentuk dan merefleksikan perkembangan
hubungan interpersonal.

Rakhmat (1988,75) mengatakan bahwa ada beberapa aspek atau teknik


yang mendukung agar komunikasi interpersonal bisa berjalan dengan baik
dan berhasil, diantaranya:
1. Rasa Percaya
Dengan adanya rasa percaya ini, orang lain akan saling terbuka dalam
menyampaikan atau mengungkapkan perasaan/pikirannya terhadap
individu lainnya, sehinga akan terjalin hubungan yang akrab dan
berlangsung secara mendalam.
2. Sikap Mendukung (Supportive)
Hal hal yang akan tampak dalam sikap ini yaitu:
• Deskripsi, artinya penyampaian dan persepsi tanpa menilai
• Orientasi Masalah, artinya mengkomunikasikan keinginan untuk
bekerja sama mencari pemecahan masalah
• Spontanitas, artinya sikap jujur dan tidak mau menyelimuti motif
yang terpendam
• Empati, artinya merasakan apa yang dirasakan orang lain
• Persamaan, artinya sikap yang menganggap sama derajatnya,
menghargai dan menghormati perbedaan pandangan dan
keyakinan yang ada
• Profesionalisme, artinya kesediaan untuk meninjau kembali
pendapatnya dan bersedia mengakui kesalahan
3. Sikap Terbuka
` Karakteristik orang yang terbuka yaitu:
• Menilai pesan secara objektif
• Berorientasi pada isi (tidak terlalu bertele-tele)
• Mencari informasi dari berbagai sumber
• Bersifat profesional dan bersedia merubah kepercayaan
• Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaan
Devito dalam Rakhmat (1988,171) mengemukakan adanya 5 aspek
komunikasi interpersonal yang efektif, diantaranya:
a) Keterbukaan
b) Empati(Empathy)
c) Dukungan
d) Rasa Positif (Positiveness)
e) Kesamaan (Equality)

D. Definisi Konseling

Shertzer dan Stone mendefinisikan konseling sebagai suatu proses


interaksi yang memberikan fasilitas pemahaman bermakna tentang diri dan
lingkungan. Pemahaman diri ini ditujukan untuk menguatkan tujuan-tujuan dan
konsepsi nilai demi tingkah laku di masa yang akan datang.Komunikasi yang
dilakukan didalamnya haruslah mampu mendorong peningkatan kondisi
kesehatan klien.Hal tersebut dapat dipenuhi jika seorang konselor memiliki
personal selling yang baik.Personal selling mempunyai dampak yang besar
terhadap keyakinan, perilaku, dan sikap dari seorang klien.Oleh karena itu, peran
konselor sangat penting.Maka alangkah baiknya konselor mempunyai hal-hal
berikut :
a) Kesadaran akan diri dan nilai-nilai
b) Kesadaran akan adanya heterogenitas dalam masyarakat
c) Kemampuan menganalisi kemampuan diri
d) Kemapuan berperan sebagai teladan
e) Kesediaan berkorban (misalnya: waktu dan tenaga)
f) Berpegang kuat pada etik konseling
g) Tanggung jawab
Terdapat berbagai tipe konselor (Colledge, 2002). Beberapa diantaranya
yang lazim ditemui, yaitu:
a. Helping Service Professionals; yang termasuk dalam kategori ini adalah
konselor, psikolog, psikiater, dan social worker
b. Voluntary Counselors; Kelompok yang termasuk dalam kategori ini
merupakan individu-individu terlatih (trained persons) dalam keterampilan
membantu orang lain (helping skills). Biasanya, mereka bekerja di agensi-
agensi sukarela.
c. Layanan konseling melekat dalam profesi/kerja tertentu; seperti dokter,
perawat, dan guru. Pada umumnya, mereka tetap membutuhkan
keterampilan dasar yang bersifat membantu bagi pasien ataupun siswa.
d. Konselor informal; orang-orang yang terlibat dalam hubungan sehari-hari
(day to day relationship) yang memiliki peran penting dalam membantu
orang lain
Individu-individu yang terkategori dalam kelompok b, c, dan d inilah
yang biasa dikenal sebagai paraprofesional di bidang konseling
(parakonselor).Paraprofesional di bidang konseling adalah seseorang yang
memiliki latar belakang pendidikan-pelatihan kurang dari yang
dipersyaratkan untuk menjadi konselor profesional, namun bertugas
memberikan layanan-layanan konseling di bawah supervisi konselor yang
berwenang (Shertzer & Stone, 1981).

E. Langkah-langkah Penyampaian Berita Buruk


1. Persiapan
Persiapan tempat untuk menyampaikan berita buruk hendaknya dapat
menjaga privasi pasien.Dokter harus menanyakan terlebih dahulu apakah
pasien ingin didampingi oleh orang lain (suami/ istri/ anak/ saudara, dll).
2. Memulai diskusi
Dokter disarankan untuk mengarahkan pembicaraan ke inti pesan dengan
menanyakan apakah pasien sudah mengetahui kondisi yang sebenarnya
mengenai penyakitnya, sehingga respon dari pasien dapat mengukur
pemahaman, harapan dan keadaan emosional pasien.
3. Melibatkan pasien
Dokter hendaknya menanyakan kepada pasien seberapa banyak mereka
ingin mengetahui tentang kondisinya. Contoh: Dokter: beberapa pasien
meminta saya untuk menjelaskan penyakit ini secara lengkap, tapi ada juga
yang ingin tahu gambaran keseluruhannya seperti apa. Bapak/ Ibu lebih
memilih yang mana?
4. Mengungkapkan Informasi
Dalam mengungkapkan informasi yang berisi berita buruk, dokter
hendaknya berencana untuk mendiskusikan diagnosis, prognosis, perawatan
serta mekanisme untuk mendapatkan dukungan dan cara mengatasinya.
Dokter harus memiliki informasi yang relevan terlebih dahulu.
5. Pengakuan terhadap Perasaan Pasien
Salah satu dari aspek terpenting dalam interaksi yang manusiawi adalah
pengakuan terhadap reaksi pasien.Jika tidak ada reaksi yang jelas dari
penyampaian berita buruk, dokter dapat meminta pasien untuk dapat
mengekspresikan perasaan mereka.
6. Perencanaan dan Tindakan Selanjutnya
Pada suatu titik tertentu, dokter hendaknya mendiskusikan rencana
pengobatan yang spesifik dengan pasien.Contohnya dokter dapat
mengatakan bahwa beberapa tes diperlukan, kapan tes ini harus dilakukan
dan dimana tes ini harus dilakukan.Dokter juga harus menjanjikan waktu
untuk kunjungan pasien selanjutnya dan memastikan agar pasien dapat
dengan mudah dan pantas dapat menghubungi dokter.
Dalam penyampaian berita buruk kita juga harus memperhatikan etika di
dalamnya antara lain memperhatikan waktu yang tepat, menyampaikan
dengan cara yang bertahap sehingga pasien maupun keluarganya dapat
menyiapkan diri untuk segala sesuatu yang akan terjadi, dan menyampaikan
masalah langsung kepada inti masalah apabila hasil diagnosa pasien sangat
buruk atau dalam keadaan gawat darurat.

2.2 Komunikasi pada situasi khusus : pasien marah,


geriatrik, pasif/depresif

2.2.1 Pasien marah/aggressive

Agresi memiliki bentuk sebagai sebuah bentuk pikiran maupun perasaan


dan sebagai bentuk perilaku. Agresi merupakan sebuah respon terhadap
kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau ancaman yang memancing
amarah serta dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan sebagai suatu cara
untuk melawan atau menghukum (Muhith, 2015). Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik ataupun psikologis, sedangkan marah lebih mengarah
kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Muhith, 2015).

Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap


kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996 dalam Muhith, 2015).
Marah merupakan ekspresi primer dari seseorang yang diakibatkan oleh
perasaan takut, frustasi, tidak aman, dan malu.

Tujuan dari komunikasi kesehatan adalah membekali para tenaga medis


untuk memiliki kemampuan komunikasi untuk memposisikan pasien dalam
keadaan marah ke keadaan yang lebih tenang sehingga bisa diajak
bekerjasama.Dalam mengantisipasi dan menangani situasi marah dan agresi,
tenaga kesehatan harus dapat mengetahui dan melakukan pendetan pada
pasien/klien yang memiliki potensi melakukan agresi:

1. Memahami pola pikir (mindset) seseorang dengan hostilitas dan potensi


untuk melakukan tindakan kekerasan. Semua orang pada hakikatnya
membutuhkan kesempatan untuk dapat menyampaikan isi pikirannya,
sekalipun bila pemahamannya menyimpang.

2. Sikap empati.

3. Hindari sikap konfrontatif mengancam.

4. Alternatif solusi penyelesaian masalah (perumuskan pemecahan masalah


yang menjadi resolusi).

5. Mengarahkan ke arah win-win resolusi.

A. Sikap dalam menghadapi pasien marah.


Untuk menghadapi pasien yang marah, diperlukan konfrontasi yang
efektif dari tenaga kesehatan. Konfrontasi dapat menjadi teknik yang berguna
untuk berbicara atau mewawancarai pasien dan mengetahui keadaan emosional
pasien. Sikap tenaga kesehatan dalam melakukan konfrontasi kepada pasien
harus dapat mempertahankan ketenangan hati dan jangan menjadi defensif. Jika
pada awal wawancara dapat diketahui bahwa pasien sedang marah, berusahalah
untuk menghilangkan perasaan tersebut dari pasien dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan perlahan-lahan.
Pasien marah karena berbagai alasan, tapi terutama karena kebutuhan,
gagasan, dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Karena itu kunci utama
meredam kemarahan pasien adalah dengan berusaha memenuhi kebutuhan,
gagasan dan pengharapan mereka.
Pasien yang marah ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.
3. Dihormati
4. Diberi permintaan maaf
5. Diberi penjelasan
6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat

B. Sikap yang baik sebagai tenaga kesehatan

a) Menyadari bahwa Anda ada dalam kondisi dengan tingkat emosionalitas


yang tinggi Sebagai manusia Anda akan merasa bahwa kemarahan yang
diutarakan oleh pasien adalah bentuk serangan untuk Anda sehingga kita
menunjukkan sikap seperti terancam atau kaget. Hal ini harus dihindari.

b) Munculkan sikap tenang, ingin mendengarkan, dan tetap dalam kendali.


Posisikan kontak mata sejajar dengan pasien baik dalam keadaan duduk
maupun berdiri sehingga tampak seperti Anda ada pada kondisi tersebut.
Hindari menginterupsi dan gangguan lain yang dapat membuat pasien
semakin marah. Anda juga bisa menggunakan nada suara yang
c) Menentukan penyebab kemarahan. Hal-hal yang bisa Anda lakukan
adalah mendengarkan sepenuhnya, tidak menginterupsi saat pasien
sedang mengutarakan masalahnya dan menerima setiap perkataan pasien
tanpa memberi opini pribadi yang menghakimi pasien. Mengakui kondisi
dan emosi pasien disebabkan karena suatu hal, mendengar jawaban
pasien atas pengakuan Anda dengan tetap diam dan jangan melawan
dengan ide diri sendiri. Apabila Anda masih belum mengetahui penyebab
kemarahan pasien, Anda dapat meminta pasien untuk memberitahu lebih
lengkap tentang masalahnya.

d) Berempati dan Berbelas kasih. Perlihatkan pengertian Anda atas


kesulitan dan musibah yang menimpa pasien dan berusaha meringankan
emosi pasien. Jangan mengucapkan kata marah bila pasien sedang dalam
keadaan marah, bisa digantikan dengan kata lain seperti kecewa.
Bersiaplah untuk mengekspresikan rasa empati Anda beberapa kali untuk
meredakan emosi pasien.

e) Mengklarifikasi batas dan harapan pasien. Menanyakan harapan pasien


untuk masalah tersebut agar membuatnya menjadi lebih baik. Jika
harapan pasien tidak masuk akal, maka tawarkan alternatif lain.

f) Apabila pasien marah karena kesalahan Anda, pertimbangkan untuk


meminta maaf. Banyak pasien yang memprotes mengatakan yang mereka
inginkan hanyalah permintaan maaf dari yang bersalah.

g) Menyelesaikan masalah bersama. Untuk menyelesaikan masalah


bersama, Anda dapat mengakui kesulitan yang Anda alami karena tidak
berpandangan yang sama(maksudnya adalah mengajak pasien untuk
tenang dan mendiskusikannya). Mendorong pasien untuk berkontribusi
yang sama dengan menawarkan pilihan. Jika pilihan sesuai, Anda bisa
menawarkan bantuan di lain kesempatan.

C. Sikap dan cara meredam kemarahan pasien

a) Dengarkan.
 Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti
permasalahannya, jangan lupa bahwa pada tahap ini kita
berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang
rasional. Emosi selalu menutupi maksud pasien yang
sesungguhnya.
 Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi
pasien yang lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
 Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada
pasien (telepon, tamu lain, dll).
 Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita
benar-benar mendengarkan mereka.

b) Berusaha sependapat dengan pasien.

 Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai


salah satu taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari point-
point dalam pernyataan pasien yang bisa kita setujui. Misalnya,
“Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien
menunggu lama untuk bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini
kamar perawatan kami memang sedang penuh, kami berjanji akan
mencari jalan keluarnya dan melaporkannya pada Bapak sesegera
mungkin.”

c) Tetap tenang dan kuasai diri.

 Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang


sedang cemas, gelisah dan khawatir akan kondisi diri atau
keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti bahwa dalam
kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional.
 Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara pasien yang
cenderung tinggi dan cepat.
 Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
 Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas
masukannya, dan sebut pasien dengan namanya.

2.2.2 Geriatri/ klien yang tidak mau berkomunikasi

Geriatri adalah orang lanjut usia (lansia). Seseorang dikatakan lansia


apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut kehidupan seseorang setelah tahap dewasa yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh, seperti penurunan pendengaran,
penglihatan, perasa dan lain sebagainya yang dampaknya berujung pada
penurunan tingkat pemahaman, terlebih saat berkomunikasi. Hal tersebut erat
kaitannya dengan salah satu penyebab mengapa seorang geriatri tidak ingin
berkomunikasi.

Namun, selain karena seorang geriatri mengalami penurunan


kemampuan tubuh, termasuk kemampuan pemahaman sehingga cenderung
menghindari komunikasi, terdapat hambatan-hambatan lain bagi geriatri dan
klien yang secara umum (tidak hanya geriatri/lansia) tidak mau berkomunikasi.
Hambatan tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hambatan yang
dilihat dari segi komunikasi, dan hambatan yang dilihat dari komponen
komunikasi.

1. Hambatan yang dilihat dari segi komunikasi

a. Hambatan fisik dan psikologis : hambatan fisik merupakan hambatan yang


dapat dilihat/diketahui langsung secara kasat mata keberadaannya. Misalnya
hambatan untuk orang bisu, dapat dilihat dari kesulitan mereka dalam
mengutarakan kalimat yang jelas dan dapat dimengerti. Berbeda dengan
hambatan fisik, hambatan psikologis harus diteliti dari sikap dan gerak gerik
klien. Klien yang memiliki hambatan psikologis misalnya klien yang kondisi
mentalnya tidak siap untuk menerima dan memberi informasi dalam
berkomunikasi

b. Hambatan teknis : hambatan teknis adalah hambatan yang berasal dari


lingkungan, misalnya ada pembangunan suatu bangunan sehingga bising,
dan klien tidak dapat mendengar dengan jelas ketika berkomunikasi
c. Hambatan antropologis : hambatan ini dapat menjadi penyebab seorang tidak
ingin berkomunikasi, misalnya seorang klien tidak tahu bahwa yang
mengajaknya berkomunikasi ialah seorang ahli gizi yang butuh data klien.
Oleh karena itu, klien tidak ingin berkomunikasi oleh ahli gizi tersebut

d. Hambatan bahasa : hambatan ini sesuai namanya, dapat terjadi jika terdapat
perbedaan bahasa antara klien dan orang yang mengajak berbicara
(komunikator). Hambatan bahasa ini dapat berdampak pada kesalahpahaman
arti dan makna

e. Hambatan sosiologis : hambatan ini berhubungan dengan adanya perbedaan


yang menyangkut status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan dan lain
sebagainya antara klien dan komunikator

f. Hambatan persepsi : Sesuai namanya hambatan persepsi ini berkaitan dengan


perbedaan antara klien dan komunikator dalam menangkap, membuat asumsi
dan mempersepsikan suatu hal

2. Hambatan yang dilihat dari komponen komunikasi

Terdapat 4 jenis hambatan yang dilihat dari komponen komunikasi, yaitu


hambatan dari pengirim, hambatan dari penerima, hambatan dari pesan,
hambatan dari media. Namun, penulis hanya akan membicarakan jenis hambatan
dari penerima, yaitu dalam hal ini seorang geriatri/ klien yang tidak ingin
berkomunikasi. Hambatan yang berasal dari pihak penerima, dapat disebabkan
oleh :

a. Selective attention : merupakan keadaan di mana seseorang bukan/salah


memperhatikan informasi yang seharusnya didapat. Hal ini dapat disebabkan
karena sifat manusia yang cenderung ingin mendengar yang dikehendakinya
saja dan membuang informasi yang justru merupakan inti penting dari
komunikasi yang berlangsung

b. Selective perception : merupakan keadaan di mana ketika berkomunikasi,


penerima pesan selalu mengaitkan/menafsirkan informasi yang didapat
dengan pengalaman pribadi (selalu mengambil hal secara personal),
sehingga pesan yang sebetulnya sifatnya baru, tidak tersampaikan, karena
penerima pesan lebih fokus dengan pengalamannya dibandingkan dengan
informasi tersebut

Dalam berkomunikasi dengan geriatri/ klien yang tidak ingin


berkomunikasi, tentu terdapat pertimbangan-pertimbangan yang harus dilakukan
sewaktu ingin berkomunikasi. Hal tersebut diantaranya :

a. Kultur dan budaya klien. Hal ini sangat penting; misalnya dengan mencari
tahu bagaimana definisi ‘hormat’ di budaya seorang klien. Misalnya, ada
yang harus dipanggil gelar tertentu baru seorang tersebut merasa nyaman
untuk berkomunikasi dengan kita

b. Apabila klien telah mendengar dan memahami apa yang kita coba
sampaikan. Hal ini menjadi pertimbangan, karena tersampaikan atau
tidaknya pesan pada geriatri/klien yang tidak ingin berkomunikasi
merupakan hal yang tidak mudah. Sehingga saat berkomunikasi, harus
dipertimbangkan betul cara komunikasi yang disukai/mudah dipahami klien
dan cara mencek apabila klien sudah memahami pesan

2.2.3 Pasien pasif/depresif

Depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan


dangkal (low mood) sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak
diharapkan, dimana manifestasi gejalanya dapat bersifat ringan hingga pada
tingkat yang berat (Rosenbaum, 2000). Depresi juga didefinisikan sebagai suatu
status emosional seseorang yang ditandai dengankesedihan yang sangat,
perasaan bersalah, menarik diri dari lingkungan, gangguan tidur,anoreksia,
kehilangan gairah seksual, kehilangan ketertarikan pada aktivitas-aktivitasyang
biasanya menyenangkan. (Davison & Neale, 1994). Faktor-faktor penyebab
depresi dapat dibagi menurut asalnya sebagai berikut (Pennel & Creed, 1987)
bersumber darifisik, bersumber dari psikis, dan bersumber dari sosial.

Komunikasi kepada Pasien yang pasif dapat membuat kesulitan bagi


petugas kesehatan karena lebihmenutup diri dan kesulitan untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
proses diagnosis dari pasien tersebut. Untuk itu, petugas kesehatan harus
memiliki kemampuan interpersonal yang baik untuk dapat meraih komunikasi
yang baik kepada pasien.

A. Perasaan atau situasi yang dialami kelompok pasien dalam berkomunikasi

a) Tidak percaya diri

b) Malu atau sungkan dalam menyampaikan masalah kesehatan yang dirasakan

c) Merasa tertekan ataupun tidak terbiasa berkomunikasi dengan baik

d) Takut mendapatkan kabar buruk

B. Hal yang harus dihindari dalam berkomunikasi dengan pasien geriatrik

a) Mendominasi komunikasi sehingga komunikasi tidak berjalan sesuai harapan

b) Tidak memberikan kesempatan maupun dorongan bagi pasien untuk dapat


mengkonsultasikan masalah kesehatan ataupun keluhan yang dihadapi

c) Memberikan tekanan ataupun melakukan cara paksaan agar pasien mau


berkomunikasi

d) Menggunakan bahasa yang sulit dimengerti sehingga semakin mendorong


pasien untuk tidak berkomunikasi

e) Melakukan atau menunjukan gerakan ataupun bahasa tubuh yang tidak


membuat pasien nyaman

f) Mengabaikan keberadaaan pasien

C. Sikap yang baik untuk berkomunikasi dengan pasien

Menurut Sheldon (2009) cara berkomunikasi dengan klien depresi dapat


dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya:

a) Tunjukkan pemahaman, kepedulian, serta menerima segala perilaku yang


ditunjukkan klien seperti tangis bahkan kemarahan.
b) Mendukung aktivitas pasien, usahakan agar pasien melakukan aktivitas
sederhana seperti melipat pakaian.

c) Anggap serius setiap ide atau pernyataan pasien yang menunjukkan keinginan
untuk bunuh diri, kemudian rujukklah pasien kepada professional yang sesuai
sebagai evaluasi dan penanganan.

d) Jangan membiarkan pasien untuk membuat keputusan besar.

e) Mulailah percakapan dengan “Anda terlihat tidak senang” atau semacamnya


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara global, definisi komunikasi ialah proses yang dilakukan antara dua orang
atau lebih dalam menyampaikan suatu pertanyaan atau membagi pesan kepada orang
lain untuk maksud dan tujuan bersama, serta dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Sehingga komunikasi kesehatan dapat dikatakan sebagai proses penyampaian pesan
kesehatan melalui media tertentu dengan tujuan mendorong perilaku manusia
tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status)
sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial.
Pada hakikatnya, komunikasi memiliki 5 unsur, yaitu komunikator, komunikan,
media, pesan, dan efek yangtentunya menjadi keutamaan dasar terjadinya komunikasi.
Model komunikasi dapat terjadi secara satu arah, dua arah, maupun banyak arah.
Sedangkan bentuk komunikasi ada 2, yaitu komunikasi antar individu (interpersonal)
dan komunikasi intrapersonal. Cara penyampaian komunikasi pun dibagi menjadi 2
jenis, yaitu verbal dan non verbal.
Selain konsep dasar komunikasi, terdapat prinsip komunikasi dan hambatan
komunikasi. Setiap waktu, hambatan komunikasi baik secara fisik, teknis, psikologis,
sosiologis, antropologis, bahasa dan persepsi perlu diperhatikan bahkan perlu
diminimalisir agar komunikasi dapat berlangsung secara optimal dan pesan yang
disampaikan oleh komunikator dapat diterima komunikan dengan baik.
Rasa positif dan percaya diri, empati, dukungan, kepercayaan, keterbukaan,
kontribusi dan asas penyamarataan juga menjadi aspek penting dalam ranah komunikasi
interpersonal, dimana hal tersebut juga berkaitan dengan proses interaksi konseling
antara klien dengan tenaga kesehatan juga bagaimana tenaga kesehatan mampu
menyampaian berita baik atau buruk kepada klien.
Tidak dapat dihindari juga, bahwa tenaga kesehatan akan banyak menemukan
pasien dengan kondisi khusus yang tentu berbeda dengan klien biasa seperti klien
pasif/depresif, klien agresif/marah, dan klien geriatrik pada lansia. Untuk itu juga perlu
adanya kemampuan komunikasi dengan harapan pasien dengan kondisi khusus tersebut
dapat memberikan respons yang baik pula kepada tenaga kesehatan yang
menanganinya.
3.2 Saran
Dalam berkomunikasi, setiap individu harus memperhatikan aspek-aspek dalam
berkomunikasi. Dengan memperhatikan aspek-aspek dalam komunikasi, maka
komunikasi tersebut dapat diterima dan berjalan dengan efektif serta tepat sasaran.
Apabila tidak memperhatikan aspek dalam komunikasi, maka akan terjadi kesalahan
komunikasi yang dapat menyebabkan memburuknya hubungan sosial antar sesama
manusia. Selain itu komunikasi tentunya tidak semudah apa yang dipikirkan,
pengetahuan berkomunikasi dan etik bagi tenaga kesehatan harus terus dikembangkan
supaya dapat menghadapi ragam pasien dalam berbagai kebutuhan medis.
Daftar Pustaka

Adler, R. B., & Rodman, G. (2006). Understanding human communication (9th ed.).
New York: Oxford University Press.

Al Husna, Chairul Huda. Demografi Lansia. http://s1-


keperawatan.umm.ac.id/files/file/DEMOGRAFI%20LANSIA.pdf. Diakses
tanggal 20 Februari 2016

Cubin dan Dahl. (2007). Health Communication: Theory and Practice. USA : Open
University Press.

Garg, A., Buckman, R., Kason, Y., 1997. Teaching medical students how to break bad
news. Canada Medical Association Journal 1997; 156: 1159-64

Ilaihi, W. (2010). Komunikasi dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kelley, Amy S. Geritalk: Communication Skills Training for Geriatrics and Palliative
Medicine Fellows

King, H. V. n.d. Handling Violent or Aggressive Patients : A Plan for Your Hospital.
[Pdf] Available through: http:// familymedicine.ukzn.ac.za.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3288955/. Diakses tanggal 21
Februari 2016

Liliweri, A. 2001. Dasar – Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Llyod, M. 2004.Communication Skills for Medicine. 2nd ed. New York: Churchill.

Lunandi, A.G., 1994, Komunikasi Mengenai : Meningkatkan Efektivitas Komunikasi


antar Pribadi, Kanisius, Yogyakarta.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Andi Publisher

Nasir, A., Muhith, A., Sajidin, M., & Mubarak, W. I. (2009). Komunikasi dalam
keperawatan: teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Penerjemah tidak disebutkan. Definisi Geriatrik.


http://dictionary.reference.com/browse/geriatric. Diakses tanggal 20 Februari
2016
Potter, PAtricia A. Fundamental of Nursing.
https://scele.ui.ac.id/pluginfile.php/315465/mod_resource/content/1/PotterPerry.p
df. Diakses tanggal 18 Februari 2016

Rakhmat,1988, Psikologi Komunikasi, CV. Remaja Karya, Bandung.


Rosenbaum, 2000. Counseling Skill for Health Professional 4th Edition. Nelson
Thornes Ltd.

Seiler W. 1988. Introduction to Speech Communication.Glenview, Ill.Foresman : Scott

Sendjaja D. 2004. Buku Teori Komunikasi. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas


Terbuka

Turner, Lynn., West, Richard. 2007.Introduction Communication Theory :Analysis and


Application, 3rd ed. Americas : McGraw-Hill
Unm.edu. (n.d.). Definition of Communication. [Online] Available
from:http://www.unm.edu/~devalenz/handouts/defcomm.html [Accessed 20 Feb
2016]
University of Illinois at Chicago College of Medicine: Breaking Bad News

West, Richard and Turner, Lynn H., 2007. Introducing Communication Theory:
Analysis and Application, 3rd ed. New york: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai