Anda di halaman 1dari 85

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA

PEMALSUAN DATA

(Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)

SKRIPSI

Oleh :

IMAM SAFII

NIM 201861110425

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

(AHWAL SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS WAHIDIYAH KEDIRI

2022

i
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA

PEMALSUAN DATA

(Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Sarjana Universitas Wahidiyah Kediri

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah

Oleh :

IMAM SAFII

NIM 20186110425

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

(AHWAL SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS WAHIDIYAH KEDIRI

2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi oleh Imam Safii NIM 20186110425, Judul Akibat Hukum Pembatalan

Perkawinan karena Pemalsuan Data (Perspektif Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan) , ini telah disetujui dan dinyatakan memenuhi

syarat untuk diseminarkan.

Kediri, 20 juni 2022

Pembimbing,

Indana Zulfa, S.HI. M.H.

Mengetahui,

Ketua Prodi Ahwal Syakhshiyyah

Roisatul Wahidah, S.Sy


NIY.199110212013022020

iii
PENGESAHAN

Skripsi oleh Imam Safii NIM. 20186110425, dengan Judul Akibat Hukum

Pembatalan Perkawinan karena Pemalsuan Data Perspektif Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini telah memenuhi syarat dan disetujui

serta telah diujikan pada tanggal …………….

Dewan Penguji

Arianto, LC., M.H. Penguji I ……………………….

Moh. Ali Anwar, S. Hum, M.ag Penguji II ……………………….

Indana Zulfa, S.H.I., M.H. Penguji III ……………………….

Mengetahui, Mengetahui
Dekan Fakultas Syari’ah Ketua Prodi Ahwal Syakhshiyyah

Edi Purwanto, M.H.I Roisatul Wahidah, S.Sy.


NIY: 199110212013022020 NIY. 199110212013022020

iv
PERNYATAAN KEORISINILAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Imam Safii
Tempat, Tanggal Lahir : Bojonegoro,20 mei 1994
NIM 20186110425
Program Study : Hukum Keluarga islam (Ahwal Al-Syakhshiyah)
Fakultas syari’ah Universitas wahidiyah
Judul Skripsi : “Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan karena
Pemalsuan Data (Prespektif Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)”

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa Skripsi yang saya


serahkan ini bener-benar merupakan hasil karya sendiri tidak didasarkan pada data
palsu atau hasil plagiasi dan jiplakan, kecuali kutipan-kutipan dari ringkasan yang
semuanya telah saya jelaskan sumbernya. Apabila dikemudian hari saya terbukti
atau dapat dibuktikan skripsi ini merupakan hasil jiplakan atau terbukti bahwa
pernyataan saya tidak benar, maka saya akan menanggung resiko dan siap
diperkarakan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikianlah surat peryataan yang saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kediri, 20 Mei 2022

IMAM SAFII
20186110425

v
PERSEMBAHAN

Terimaksih kepada Hadhratul Mukarram Kanjeng Romo. QS. WA. RA. dan
Hadhratul Mukarram Kanjeng Kyai Abdul Madjid Ali Fikri, RA. yang telah sudi
membiayai dan mengkuliahkan kami, tidak bisa membalas dengan apapun,
semoga kami menjadi penderek panjenengan.

Terimakasih kepada kedua orang tuaku bapak, ibu yang tak terhitung

Atas perjuangan mu membesarkanku,

Mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk mencari rezeki siang dan
malam,

Untuk membiayiku, menyekolahkan ku hingga sampai di titik akhir ini

Dan dari mu lah aku belajar tentang menjaga kasih sayang itu,

Kebahagian yang kau berikan tidak lain atas pengorbanan

dan jeri payah Keringat mu.

Ibu, sampai kapanpun kau akan

Menjadi rumah untuk doa-doaku menetap.

Dan kau adalah surga

Untukku berpulang kelak.

Dan dari kalian semualah semangatku ada.

Dan tidak terlupakan saya banyak ucapkan terimahkasih kepada teman-teman ku,
semoga kebaikan kalian semua, menjadi sebab keberhasilan di hari kelak.

vi
MOTTO

“Bilamana seorang laki-laki menikahi seorang perempuan , lalu dari perempuan


itu terdapat tanda-tanda gila, atau kusta, atau balak, lalu disetubuhinya perempuan
itu, maka hak baginya menikahinya dengan sempurna. Dan yang demikian itu hak
bagi suaminya utang atas walinya.”

(H.R. Malik dan AS Syafi’i)

vii
ABSTRAK
Safii, Imam. 2022. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena
Pemalsuan Data (Prespektif Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan) program studi hukum keluarga islam( ahwal al
syahsyiyah) fakultas syariah . universitas wahidiyah.dosen pembimbing:
Indana Zulfa,S.HI.,M.H.
Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan, Pemalsuan Data, Akibat Hukum.
Pembatalan perkawinan adalah suatu proses pembatalan yang dilakukan
karena dalam perkawinan terjadi kerusakan (fasakh).permasalahan yang terjadi
biasanya timbul atas dasar tidak terpenuhinya keinginan. Banyak yang
memaksakan ataupun mengupayakan suatu yang terjadi agar terpenuhi hajad
hidupnya, seperti pemalsuan data sebagai salah satu faktor pembatalan perkawinan.
Adapun setelah dimulainya pembatalan perkawinan, maka akan ada akibat hukum
yang ditimbulkan dari adanya pembatalan perkawinan oleh pengadilan .Penelitian
yang dilakukan menggunakan prespektif Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan . Untuk menganalisis akibat hukum dari pembatalan
perkawinan karena pemalsuan data. dengan penelitian yang menjawab dua rumusan
masalah yaitu (1) Bagaimana pembatalan perkawinan karena pemalsuan data
prespektif Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan ? dan (2)
Bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan karena pemalsuan data
perspektif Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan ?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pembatalan perkawinan karena pemalsuan data perspektif Undang-Undang Nomor
1 tahun 1974 tentang perkawinan dan mengetahui akibat hukum dari pembatalan
perkawinan perspektif Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Bahwa penelitian ini mempunyai sifat Kajian Pustaka (Library Research).
Metode penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yang berfokus dalam
sebuah proses menjelaskan dengan cara sistematis tentang sebuah fakta yang telah
di dapatkan saat penelitian yang dilakukan ,terlihat dari sifatnya maka dijelaskan
bahwa penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis .
Hasil penelitian ini adalah menganalisis permasalahan pembatalan
perkawinan karena pemalsuan data dengan sumber rujukan utama Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan sebagai pisau analisis . dengan hasil
penelitian bahwa pembatalan perkawinan Akibat pemalsuan data dijelaskan dalam
Pasal 22 perkawinan tersebut dapat dibatalkan , melewati proses persidangan
Pengadilan dijelaskan pada Pasal 25 . Dijelaskan dalam Alasan-alasan yang bisa
dapat diajukan dalam pembatalan perkawinan, diatur dalam Pasal 27 dengan point
utama ayat (3) dengan “salah sangka” terhadap salah satu pasangan sebagai dasar
pembatalan perkawinan terkait pemalsuan karena ketidak jujuran dalam data
identitas diri. pada pasal 26 dijelaskan beberapa permasalah awal yang dapat
menguatkan rusak perkawinan tersebut. maka pembatalan perkawinan mempunyai
Akibat hukum dijelaskan pada Pasal 28 terhadap anak, terhadap status perkawinan
,dan terhadap harta bersama

viii
ABSTRACT

Safii, Imam. 2022. Legal Consequences of Marriage Annulment due to


falsification of data (perspective of Law Number 1 of 1974 concerning
marriage) islamic family law study program ( ahwal al shahsyiyah) sharia
faculty . wahidiyah university.

Keywords: Marriage Annulment, Falsification of data, legal consequences.

Annulment of marriage is a process of annulment carried out because in


marriage there is damage (fasakh). Problems that occur usually arise on the basis of
non-fulfillment of desires. Many force or strive for something that happens to be
fulfilled in their lives, such as falsification of data as one of the factors for the
annulment of marriage. As for after the start of the annulment of the marriage, there
will be legal consequences arising from the annulment of the marriage by the
court. The research conducted used the perspective of Law Number 1 of 1974
concerning marriage. To analyze the legal consequences of the annulment of
marriage due to falsification of data. with research that answers two formulations
of the problem, namely (1) How is the annulment of marriage due to falsification
of data perspective of Law Number 1 of 1974 concerning marriage? and (2) What
are the legal consequences of annulment of marriage due to falsification of data
perspective of Law Number 1 of 1974 concerning marriage??

The purpose of this study is to find out and analyze the annulment of
marriage due to falsification of data from the perspective of Law Number 1 of 1974
concerning marriage and to know the legal consequences of the annulment of
marriage from the perspective of Law Number 1 of 1974 concerning marriage

That this research has the nature of Library Research. This research method
is a type of descriptive research that focuses on a process of explaining in a
systematic way about a fact that has been obtained when the research is carried out,
it can be seen from its nature, it is explained that this research uses descriptive
analysis research.

The result of this study is to analyze the problem of marriage annulment due
to falsification of data with the main reference source of Law Number 1 of 1974
concerning marriage as an analysis knife. with the results of the study that the
annulment of the marriage The result of falsification of the data described in Article
22 the marriage can be annulled , passing through the court proceedings described
in Article 25 . Explained in the Reasons that can be put forward in the annulment
of marriage, regulated in Article 27 with the main point of paragraph (3) with
"misconceptions" against one of the spouses as the basis for annulment of marriage

ix
related to forgery due to dishonesty in personal identity data. in chapter 26, there
are explained some preliminary problems that can corroborate the breakdown of the
marriage. hence the annulment of marriage has legal Consequences described in
Article 28 against children, against marital status ,and against common property

x
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohim

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T., sanjungan sholawat salam keharibaan

beliau Rasulullah S.A.W., serta salam ikroman kepangkuan ghoutsu hadhazzaman

R.A.

Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan, yakni dengan judul “Akibat

Hukum Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Data (Perspektif

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)”.

Adapun maksud dari penyusunan proposal ini adalah untuk memenuhi

persyaratan memenuhi gelar S1 Sarjana Hukum.

Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang tak terhingga,

khususnya kepada :

1. Hadrotul Mukarrom Kanjeng Romo K.H Abdul Latif Madjid Q.S wa R.A

2. Hadrotul Mukarrom Kanjeng Kyai Abdul Latif Madjid Ali Fikri R.A

Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren kedunglo Al-

Munadhdhoroh

3. Ibu Dr.Fauziah Isnaini,M.Pd.1., selaku ketua rektor Universitas wahidiyah

kedungo kediri yang telah memberikan dukunganya.

4. Bapak Edi Purwanto, M.HI selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas

Wahidiyah

5. Ibu Roisatul Wahidah, S.Sy selaku ketua Program Studi Hukum Keluarga

Islam (Ahwal Syakhshiyyah)

xi
6. Ibu Indana Zulfa, S.HI. M.H selaku dosen pembimbing

7. Keluarga besarku yang telah memberikan dukungan spiritual maupun

materil untuk terwujudnya proposal ini

8. Teman-teman semester VII yang telah memotivasi

9. Almamaterku tercinta Universitas Wahidiyah

10. Semua pihak yang telah membantu terwujudnya proposal skripsi ini.

Teriring do’a : Jazaa Kumullahu Khoiroti wa Sa’aadaatid Dunya wal

Akhirah, semoga seluruh pihak yang membantu mendapat balasan yang sesuai dari

Allah S.W.T.,

Aamiin

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis merasa bahwa masih

banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun semi

kesempurnaan penelitian ini.

Kediri, 20 juni 2022

Peneliti,

Imam Safii

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................ ……………………….……….i

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii

PENGESAHAN .................................................................................................. iv

PERNYATAAN KEORISINILAN ...................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi

MOTTO............................................................................................................. vii

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

ABSTRACT ....................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................ xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 6

C. Batasan Masalah..................................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

F. Definisi Operasional ............................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 13

B. Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974


tentang perkawinan .............................................................................. 17

1. Pengertian Pembatalan Perkawinan ............................................... 17

xiii
2. Pihak yang bisa Mengajukan Pembatalan Perkawinan ................... 18
3. Alasan-alasan dalam Pembatalan Perkawinan ................................ 19
4. Prosedur Pembatalan Perkawinan .................................................. 20
A. Pemalsuan Data .................................................................................... 20

1. Penjelasan Pengertian Pemalsuan Data .......................................... 20


2. Jenis-jenis Pemalsuan Data ............................................................ 22
3. Akibat Hukum Pemalsuan Data ..................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 24

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................................................... 24

B. Sumber Data ........................................................................................ 24

C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 25

D. Teknik Analisis Data ............................................................................ 25

1. Reduksi Data ................................................................................. 26


2. Penyajian Data .............................................................................. 26
3. Analisis Data ................................................................................. 26
4. Penarikan Kesimpulan ................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 28

A. Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Data Prespektif UUP ......... 28

1. Pembatalan Perkawinan ................................................................. 28


2. Pemalsuan Data ............................................................................. 38
B. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Data .......... 42

1. Terhadap hubungan suami isteri .................................................... 43


2. Terhadap kedudukan anak ............................................................. 44
3. Terhadap harta bersama ................................................................. 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 49

A. Kesimpulan .......................................................................................... 49

1. Pembatalan perkawinan karena pemalsuan data pespektif UUP ............ 49

2. Akibat hukum pembatalan perkawinan ................................................. 49

B. Saran .................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


xiv
52
LAMPIRAN ...................................................................................................... 54

xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Umum

Transliterasi adalah pemindahan atau pengalihan tulisan bahasa arab ke

dalam tulisan bahasa indonesia yang latin, bukan arti atau terjemahan bahasa arab

ke dalam bahasa indonesia. Termasuk dalam kategori ini ialah nama arab dari

bangsa arab, sedangkan nama arab dari bangsa selain arab ditulis dengan ejaan

bahasa nasionalnya, atau sebagimana yang tertulis dalam buku yang menjadi

rujukan. Penulisan judul buku dalam footnote ataupun daftar pustaka akan tetap

menggunakan ketentuan trasliterasi ini.

Banyak pilihan dan ketentuan transliterasi yang dapat digunakan dalam

penulisan karya ilmiah, baik yang standar internasional, nasional maupun ketentuan

yang khusus digunakan penerbit tertentu. Transliterasi yang digunakan Fakultas

Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

menggunakan EYD plus, yaitu transliterasi yang didasarkan atas Surat Keputusan

Bersama (SKB) Menteri Agama Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,

22 Januari 1998, No. 159/1987 dan 0543.b/U/1987, sebagaimana tertera dalam

buku Pedoman Transliterasi bahasa Arab (A Guidge Arabic Transliteration), INIS

Fellow 1992

xvi
B. Konsonan

‫ا‬ = tidak dilambangkan ‫ض‬ = dl


‫ب‬ =b ‫ط‬ = th
‫ت‬ =t ‫ظ‬ = dh
‫ث‬ = Tsa ‫غ‬ = gh
‫ج‬ =j ‫ف‬ =f
‫ح‬ =h ‫ق‬ =q
‫د‬ =d ‫ك‬ =k
‫ذ‬ = dz ‫ل‬ =l
‫ر‬ =r ‫م‬ =m
‫ز‬ =z ‫ن‬ =n
‫س‬ =s ‫و‬ =w
‫ش‬ = sy ‫ه‬ =h
‫ص‬ = sh ‫ي‬ =y
‫خ‬ = kh ‫ع‬ = Koma menghadap ke
atas)

Hamzah (‫( ء‬yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak diawal

kata maka dalam transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak dilambangkan, namun

apabila terletak di tengah atau akhir kata, maka dilambangkan dengan tanda koma

di atas (ʼ), berbalik dengan koma (‘) untuk pengganti lambing "‫ع‬. " .

C. Vokal, Panjang dan Diftong

Setiap penulisan Bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vocal fathah ditulis

dengan “a”, kasrah dengan “I”, dlommah dengan “u”, sedangkan panjang masing-

masing ditulis dengan cara berikut :

Vokal (a) panjang = â misalnya ‫ قال‬menjadi qâla

Vokal (i) panjang = ȋ misalnya ‫ قيل‬menjadi qȋla

Vokal (u) panjang = û misalnya ‫ نود‬menjadi dûna

xvii
Khususnya untuk bacaan ya’ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan

“i”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’ nisbat xi

diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wasu dan ya’ setelah fathah ditulis

dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut :

Diftong (aw) = ‫ و‬misalnya ‫ قول‬menjadi qawlun

Diftong (ay) = ‫ ي‬misalnya ‫ خير‬menjadi khayrun

D. Ta’marbûthah (‫)ة‬

Ta’ marbûthah (‫( ة‬ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengah

kalimat, tetapi ta’ marbûthah tersebut berada di akhir kalimat, maka

ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya ‫ّللمد‬


‫ة‬ ‫ الرسلة رس‬menjadi

alrisala

li-mudarrisah, atau apabila berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri dari

susunan mudlaf dan mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan menggunakan “t”

yang disambungkan dengan kalimat berikut, misalnya ‫ رحمة في هلال‬menjadi fi

rahmatillâh.

E. Kata Sandang dan Lafdh al-Jalâlah

Kata sandang berupa “al” (‫( ال‬dalam lafadh jalâlah yang berada di

tengahtengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan. Perhatikan

contohcontoh berikut: 1. Al-Imâm al-Bukhâriy mengatakan………………………

2. Al-Bukhâriy dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan …………..

3. Masyâ’Allah kânâ wa mâlam yasyâ lam yakun

4. Billâh ‘azza wa jalla


xviii
F. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof.

Namun itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir

kata. Bila terletak di awal kata, hamzah tidak dilambangkan, karena dalam tulisan

Arab berupa alif.

Contoh : ‫ شيء‬- syai’un ‫ – أمرت‬umirtu

‫ النون‬- an-nau’un ‫ تأخذون‬- ta’khudzûna

G. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il (kata kerja), isim atau huruf, ditulis

terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah

lazim dirangkaikan dengan kata lain, karena ada huruf Arab atau harakat yang

dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga

dengan kata lain yang mengikutinya.

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti

yang berlaku dalam EYD, diantaranya huruf kapital digunakan untuk menuliskan

oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Penggunaan huruf kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan

arabnya memang lengkap demikian dan jika penulisan itu disatukan dengan kata

xiii lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak

dipergunakan. Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman

transliterasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ilmu tajwid

xix
H. Nama Dan Kata Arab yang Terindonesiakan

Pada prinsipnya setiap kata yang berasal dari bahasa arab harus ditulis

dengan menggunakan sistem transliterasi. Apabila nama tersebut merupakan nama

arab dari orang indonesia atau bahasa arab yang sudah terindonesiakan, tidak perlu

ditulis kembali dengan menggunakan sistem transliterasi.

xx
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Istilah pembatalan dalam perkawinan terkadang terlihat asing bagi

masyarakat umum. Pembatalan perkawinan menjadi masalah akibat hubungan

suami istri yang terjadi karena batal suatu akad. Banyak hal yang dapat terjadi

dalam pembatalan perkawinan, salah satu faktor penyebab utama adalah

kecacatan dalam syarat dan sahnya perkawinan. Pembatalan perkawinan

merupakan suatu yang lumrah terjadi karena beperapa sebab dan akibat.

Pengertian pembatalan perkawinan secara etimologi adalah merusak.

Ketika dihubungkan dengan perkawinan berarti merusak perkawinan itu

sendiri, Jadi pandangan umum batalnya perkawinan pasangan seseorang

karena tidak terjadi terpenuhi salah satu sarat dan rukun yang sudah ditetapkan

karena syara’. (Khofify, 2017:158).

Pembatalan perkawinan dapat diperbuat apabila rusaknya suatu

perkawinan, kemudian dapat dikenal dengan nikahul fasid, karena jarangnya

pembahasan tentang nikahul fasid secara gamblang atau terperinci di kitab-

kitab pengarang fiqh tidak membahas nikahul fasid dengan secara lengkap.

Terkadang satu sama lain dibahas dengan pengertian yang berbeda-beda. Maka

timbul perbedaan penafsiran. (Khofify, 2017:152).

Dalam penjelasan secara Bahasa, kata nikahul fasid terbagi dari dua

kata “nikah” serta “fasid”. Dalam sudut pandang fiqih syafi’i menjelaskan

“pengertianya adalah kumpul atau campur”.dalam sudut pandang para fuqaha

1
2

perkawinan yaitu akad. serta pengertian fasid merupakan “ rusak”. Para ahli

fiqih menyamakan pengertian fasid sama pengertianya nikah bathil. Jadi

merusak perkawinan adalah rusaknya akad karena beberapa sebab. (Khofify,

2017:153).

Semua yang berhubungan islam dan negara diatur dalam tata cara

perkawinanya. Sedangkan menjadi sarat sahnya perkawinan harus sesuai agar

dikatakan sah. Sehingga Perkawinan baik apabila dilaksanakan memenuhi

rukun serta tidak melanggar larangan perkawinan. Pembatalan perkawinan

dapat diajukan oleh suami maupun istri apabila merasa terdapat kerusakan

dalam akad maupun persyaratan perkawinan tersebut. (Novera, 2015:163).

Suatu perbuatan talak menjadi penyebab putus dan batal suatu

perkawinan, Perceraian ataupun karena hal lain, yang seperti yang dijatukan

dalam pengadilan karena fasakh . Maka Fasakh terjadi dari sebab timbulnya

suatu ketentuan kemungkinan di lain waktu sebab waris, hak nafkah anak

maupun istri. (Novera, 2015:164).

Peristiwa pembatalan perkawinan terjadi di masyarakat disebabkan

pernikahan tidak dengan wali ,dan dilakukan wali yang tidak mempunyai hak

.ataupun disebabkan masih terikat dengan pasangan atau orang lain. terkadang

suatu keadaan yang tidak bisa diterima oleh salah satu pasangan ketika

perkawinan sudah dilaksanakan. (Patampari, 2020: 88).

Pembatalan perkawinan merupakan suatu cara pembatalan perkawinan

telah menjadi tugas serta pertanggung jawaban pengadilan Agama. Perkawinan

yang digugat karena pembatalan dapat diajukan di Pengadilan di wilayah


3

pernah melangsungkan pernikahan, bertempat dikediaman salah satu pasangan

tersebut . Pengadilan Agama dapat memberikan suatu ketetapan hukum tetap

sejak ketika berlangsungnya perkawinan. (Patampari, 2020:93).

Pembatalan perkawinan bukanlah hal yang sangat mudah karena

beresiko besar. Maka harus dilakukan dengan sangat detail dan rinci ketika

memutuskan, karena berdasarkan yang sudah ada hukum hukumnya, mengenai

pembatalan perkawinan dijelaskan banyak faktornya. Suatu tindakan pasti ada

resiko dan akibatnya, permasalahan yang terjadi biasanya timbul atas dasar

tidak terpenuhinya keinginan. Banyak yang memaksakan ataupun

mengupayakan suatu yang terjadi agar terpenuhi hajad hidupnya, seperti

pemalsuan data sebagai salah satu faktor pembatalan .

Manusia harus sejalan dengan perintah Allah SWT untuk berpasang-

pasangan menunaikan perintahnya. Secara khusus dalam hal berumah tangga.

maka harus ada peraturan yang berlaku untuk semua. Sehingga dibuatlah

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya di tulis

UUP). Sedangkan perkawinan yang dilakukan sesuai Undang Undang harus

dicatat di KUA.

Pemalsuan data dapat dilakukan karena unsur kesengajaan, kelalaian atau

kesalahan oleh petugas pencatatan perkawinan atau penjabat yang berwenang

sehingga perkawinan tersebut dapat tercapai. Pemalsuan juga dapat terjadi

karena pihak suami maupun istri memberikan data, identitas ataupun

keterangan yang salah dan tidak sesuai . Dengan adanya pemalsuan data yang

terjadi, akibatnya kedua belah pihak merasakan kerugian, baik dari pihak
4

keluarga maupun dari pihak Kantor Urusan Agama. Dalam kenyataanya,

Pemalsuan data kerap kali terjadi. Maka akan timbul kesan pernikahan tanpa

adanya pengawasan dari pihak keluarga maupun pihak petugas pencatatan.

(Arijulmanan, 2018:77).

Peristiwa atau kasus pembatalan perkawinan sering di jumpai dalam

masyarakat, Penyebabnya bisa pemalsuan data yang baru diketahui kemudian

hari atau karena tuntutan dari pihak yang mengetahui suatu perkawinan

tersebut harus dibatalkan dengan cara putusan Pengadilan Agama.

Ketika pasangan suami maupun isteri yang menjalin perkawinan di

suatu saat setelahnya telah mengetahui suatu sarat perkawinan yangtelah

mengikatnya ternyata belum terpenuhi dengan itu pihak yang telah

berkepentingan karena perkawinan tersebut bisa mengajukan upaya

pembatalan perkawinan disebutkan pada UUP Pasal 23. (Rachmapurnami,

2018:6).

Sebuah putusan karena pembatalan perkawinan oleh pengadilan

terhadap pihak yang sedang berbuat baik karena. dilindungi tersebut bisa

dikasihkan pada buah hati yang dilahirkan dari hasil perkawinan tersebut serta

pihak lain atau ketiga yang sudah mendapatkan hak atas perkawinannya.

(Rachmapurnami, 2018:7).

Pada saat sekarang pihak pria yang sudah mempunyai isteri tidak jarang

bisa menghalakan bebeapa usaha agar bisa mengawini wanita lainya.

Contohnya tindakan perbuatan memalsukan identitas agar bebas dalam

pandangan umum tentang negatifnya berpoligami. Karena pada perkawinan


5

apabila terjadi pemalsuan data termasuk sebuah identitas dikarenakan akan

berakibat buruk pada efeknya sebuah pembatalan pada perkawinan. adanya

sebuah perbuatan menipu dan suami maupun isteri melakukian salah sangka.

(Rachmapurnami, 2018:8).

Kemudian ketika tidak dapat terpenuhinya syarat perkawinan

mengakibatkan sebuah perkawinan tersebut dapat dibatalkan yaitu terjadinya

kekeliruan yang dibuat sengaja karena data diri salah satu pasangan Ketika

melangsungkan perkawinan. Seperti suami ataupun pihak isteri dalam identitas

diri mereka berbeda dengan data yang diketahui. Didalam pemalsuan identitas

biasa terjadi ada beberapa motif, seperti mengganti status dari yang pernah

melangsungkan perkawinan menjadi belum pernah melakukan perkawinan

baik itu duda menjadi perjaka ataupun janda menjadi perawan. Perkawinan

yang sudah dibatalkan menurut UUP yang tidak sah memiliki akibat

hukum,baik suami ataupun isteri, pihak ketiga maupun anak-anak.

Dalam penelitian yang dilakukan ditemukan contoh permasalah

pembatalan perkawinan karena pemalsuan data diri pada Pengadilan Agama

Mojokerto putusan dengan (Nomor 0152/Pdt.G/2017/PA.Mr ) yang di lakukan

pihak suami Bahwa pada saat para Temohon melaksanakan pernikahan, pihak

suami mengaku berstatus duda cerai mati, padahal status yang sebenarnya

masih suami orang lain , sehingga Termohon I atau suami dinilai berdusta dan

melanggar undang-undang, melakukan poligami tidak sehat, yakni Termohon

I melakukan pernikahan dengan isteri kedua, Termohon II tanpa seizin isteri

pertama . karena permasalah awal terjadi berawal dari pendaftaran perkawinan


6

pada petugas pencatatan perkawinan di KUA setempat .Data dicatatkan di

palsukan sehingga menimbulkan kegiatan keinginan yang tidak baik. di .

karena dalam waktu sekarang banyak ditemukan permasalahan-permasalahan

diatas agar bisa mengetahui bahwa dalam perkawinan akan baik apabila

perkawinan tersebut rusak karena ada niat pemalsuan , dengan tujuan agar

tercapai keinginan dari salah satu pasangan. apabila ada kejanggalan dalam

perkawinannya mengenai setatus dan lain , sehingga di lihat data perkawinan

tersebut terjadi salah sangka atau kebohongan dengan cara memalsukan data .

Karena itu peneliti perlu mempelajari permasalahan pembatalan perkawinan

dengan sudut pandang Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan sebagai rujukan utama dalam meneliti.

Berdasarkan latar belakang yang di sebutkan diatas, peneliti ingin

untuk menganalisis permasalahan pembatalan perkawinan dengan membuat

judul “Akibat hukum pembatalan perkawinan karena pemalsuan data

perspektif Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pembatalan perkawinan karena pemalsuan data prespektif

Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan?

2. Bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan karena pemalsuan data

prespektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ?


7

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian tersebut , peneliti fokus masalah dan hanya pada

tentang akibat hukum pembatalan perkawinan karena pemalsuan data identitas

diri.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pembatalan perkawinan Karena

pemalsuan data menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum pembatalan perkawinan

karena pemalsuan data menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan

E. Manfaat Penelitian

Dalam penjelasan , peneliti menggunakan manfaat teoritis yang

diharapkan dapat diteliti agar memperoleh dan menambah kontribusi

pengetahuan serta pengalaman yang di pelajari dari akibat hukum pembatalan

perkawinan akibat pemalsuan data prespektif Undang Undang Nomor 1 tahun

1974 tentang perkawinan

F. Definisi Operasional

Adapun penjelasan dari judul “akibat hukum Pembatalan Perkawinan

karena pemalsuan data (prespektif UU no.1 tahun 1974 Perkawinan)” yaitu :

1. Pembatalan Perkawinan
8

Pembatalan perkawinan adalah suatu proses pembatalan yang

dilakukan karena dalam perkawinan terjadi kerusakan (fasakh).

Pembatalan terjadi karena rusaknya akad dipengaruhi banyak masalah yang

terjadi. Proses yang tidak sesuai maupun banyak hal yang pembatalan biasa

terjadi dalam perkawinan yang dilanggar atau terpaksa dibatalkan.

Pembatalan bisa diajukan ke Pengadilan Agama dari salah satu pasangan

ataupun bisa dibatalkan hakim demi hukum.

2. Pemalsuan Data

Pemalsuan data adalah suatu perbuatan yang di dasari perbuatan

palsu, sebab maupun akibat yang dilakukan karena unsur kesengajaan,

kesalahan maupun bukan karena UU serta yang berlaku terhadap hukum.

yang di maksud pemalsuan data . Upaya perorangan ataupun kelompok

atau orang tujuannya untuk mempengaruhi perilaku tanpa pihak lain

menyadari. Pemalsuan data meliputi identitas diri seperti KTP, ijazah,

AKTA ataupun lainya.

3. Akibat Hukum

Suatu perbuatan Akibat hukum yaitu suatu perbuatan hukum

dikakukan agar mendapatkan karena akibat telah di inginkan seseorang serta

di lakukan suatu hukum

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan ini adalah suatu penyusunan runtutan yang

membahas tentang penyusunan skripsi ini, agar supaya dalam sistematika


9

penulisan skripsi ini lebih runtut dan lebih terperinci. Yang mana

pembahasan ini diperjelas sebagaimana berikut:

Bab 1, dalam bab 1 ini memuat kedalam pembahasan pendahuluan,

yang pembahasannya mencakup beberap poin pembahasan yaitu: Kesatu, latar

belakang problematika, yang mana pembahasan yang berada dalam latar

belakang ini lebih menjelaskan mengenai pengangkatan prolematika dan

kerisauan yang di temukan atas akibat hukum pembatalan perkawinan karena

pemalsuan data prespektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan sehingga dari problem tersebut dapat diteliti. Kedua, rumusan

masalah, yang dalam pembahasan ini mencakup mengenai pembahasan

bagaimana peneliti bisa mengambil isu hukum ini untuk dijadikan sebuat

penelitian. ketiga, Batasan masalah, dalam penelitian tersebut , peneliti fokus

masalah dan hanya pada tentang akibat hukum pembatalan perkawinan karena

pemalsuan data identitas diri.ke empat Tujuan Penelitian untuk mengetahui dan

menganalisis akibat pembatalan perkawinan Karena pemalsuan data menurut

Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. kelima ,Manfaat

Penelitian, dalam penjelasan , peneliti menggunakan manfaat teoritis yang

diharapkan dapat diteliti agar memperoleh dan menambah kontribusi

pengetahuan serta pengalaman yang di pelajari. ke enam, definisi operasional

peneliti mendefinisikan pengertian judul permasalahan yang diteliti.

BAB II, yang ada pada bab kedua ini, adalah memuat perihal

penelitian terdahulu , tinjauan Dalam penelitian terdahulu ini lebih kepada

pembahasan penelitian yang telah dilakukan atas suatu tema yang sama agar
10

peneliti lebih mendapatkan objek perbedaan. selanjutnya kajian Pustaka terkait

dengan pembatalan perkawinan akibat pemalsuan data prespektif Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan


11

BAB III, Metode Penelitian,Bahwa penelitian ini mempunyai sifat

Kajian Pustaka (Library Research). Penelitian Pustaka merupakan penelitin

yang dilakukan bahan bahan seperti jurnal , buku, catatan penelitian

sebelumnya digunakan sebagai literatur. Penelitian kepustakaan berarti

penelitian yang menggunakan dengan membaca buku-buku, majalah, jurnal

maupun sumber lainya. Kegiatan penelitian ini menggunakan sumber-sumber

data dari buku, jurnal ilmiah dan lain sebagainya. penelitian ini termasuk jenis

penelitian deskriptif yang berfokus dalam sebuah proses menjelaskan dengan

cara sistematis tentang sebuah fakta yang telah di dapatkan saat penelitian yang

dilakukan ,terlihat dari sifatnya maka dijelaskan bahwa penelitian ini

menggunakan penelitian deskriptif analisis. dengan menggunakan beberapa

proses, pertama, jenis dan pendekatan penelitian, kedua,sumber data

,ketiga,Teknik pengumpulan data, sedangkan selanjutnya ke empat Teknik

Analisa data dimana di bagi menjadi beberapa seperti reduksi data,penyajian

data,Analisa data,dan penarikan kesimpulan.

BAB IV berisi tentang pembahasan akibat pembatalan perkawinan

Karena pemalsuan data menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan.

BAB V ketika telah masuk kedalam bab kelima ini adalah pembahasan

yang masuk kepada kesimpulan dan saran. Yang dengan hal ini menjelaskan

akan pemberian saran dan jawaban atas suatu isu hukum yang di dapatkan dari

hasil penelitian. Yang selanjutnya akan diraangkup kedalam kesimpulan secara


12

terperinci agar mendapatkan hasil yang dapat memberikan manfaat dan

maslahah didalamnya.
13

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian terdahulu

Dalam sebuah artikel ilmiah, keberadaan penelitian terdahulu

dijadikan sebagai ukuran penelitian yang telah dilakukan. Selain sebagai

pembanding, penelitian terdahulu dipakai sebagai sumber penelitian

kepustakaan, bahan rujukan, referensi, dan bukti keaslian penelitian yang

diteliti. Di bawah ini adalah beberapa hasil penelitian sebelumnya yang

signifikan dalam penelitian berikut, diantaranya:

1. penelitian yang dilakukan oleh Muhammad nabiel Aufa 2021.

“Pembatalan Nikah Akibat Manipulasi Identitas Ditinjau Dari Teori

Maslahah Imam Al Ghozali” Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan

oleh saudara Muhammad nabiel Aufa maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

hakim memutuskan perkara pembatalan nikah atas 5 dasar pertimbangan

hakim yang diamati berupa : 1.) Poligami tanpa izin 2.) Pemalsuan identitas

3.) Alat bukti 4.) Akibat Hukum dan 5.) Kewenangan Pengadilan. Maka dari

beberapa aspek pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

pembatalan nikah itu, peneliti mengkajinya dengan metode maslahah Imam

Al Ghozali. Sehingga dari kasus tersebut kajian maslahah Imam Al Ghozali

yang hadir untuk menjadi solusi dari permasalahan pembatalan nikah. Jadi

yang masuk kedalam kajian bab pembatalan nikah akibat manipulasi

identitas ialah tingkatan daruriyat yang juga kemaslahatannya demi

menjaga keturunan (Hifdz nasab), menjaga harta (Hifdz mal) dan menjaga
14

jiwa (hifdz nafs).menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif dengan

pendekatan kasus (case approach) berbeda dengan penelitian ini yang

menggunakan pendekatan studi kepustakaan dengan metode deskriptif

analisis . perbedaan kajian maslahah madzab imam al Ghazali dengan

prespektif Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

persamaan dengan membahas pembatalan perkawinan

2. penelitian yang dihasilkan oleh Khoirul Anam (2017).”pembatalan

perkawinan karena adanya pemalsuan identitas suami dalam berpoligami”

yakni saudara Khoirul Anam menggunakan studi kasus proses dalam

pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim, untuk

memutuskan perkara Nomor 1447/Pdt.G/2013/PA.Ta dan implikasi hukum

dari pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas di Pengadilan

Agama Tulungagung .Adapun dalam penelitian tersebut menggunakan

Sumber data primer diperoleh peneliti melalui observasi dan penelitian ke

lokasi di Pengadilan Agama Tulungagung dan melalui wawancara langsung

ke Tergugat dan Penggugat, KUA, dan Hakim. dengan hasil penelitian

saudara Khoirul Anam Implikasi hukum yang ditimbulkan dari adanya

pembatalan perkawinan adalah sebagai berikut: Terhadap keduanya

implikasi hukumnya yaitu perkawinan suami istri yang dibatalkan akan

mengakibatkan keduanya kembali seperti keadaan semula atau diantara

keduanya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan, maka

secara otomatis hubungan suami isteri tersebut putus. Dan perkawinan yang

telah dibatalkan tidak mendapat akta cerai, hanya mendapat surat putusan
15

bahwa pernikahan tersebut dibatalkan, terhadap Tergugat I yaitu status

hukum Tergugat I menjadi perawan hukmi dan terhadap Tergugat II, selain

perkawinannya dibatalkan Tergugat II dapat diancam Pidana penjara.

perbedaan penelitian yang dilakukan dengan saudara Khoirul Anam terletak

pada sumber data hukum primer yaitu:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

c. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

d. Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) 5. Undang-Undang

No, 3 Tahun 2006 tentang Kependuduk

sedangkan penelitian ini hanya terfokus pada satu sumber data primer

sebagai pisau analisis yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan sebagai sumber acuan . persamaan dalam pernelitian ini

terletak pada pembatalan perkawinan dan pemalsuan data atau identitas diri.

yang membedakan dengan penelitian saudara Khoirul Anam menggunakan

sumber data wawancara sedangkan peneliti terfokus pada studi kepustakaan

3. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara Muhammad Rizki (2018) dengan

berjudul “Pembatalan Pernikahan dan Status Anak Dalam Pernikahan”

dalam penelitian yang dilakukan oleh Saudara Muhammad Rizki ialah

tentang pembatalan nikah yang status istrinya dalam keadaan hamil, yang

mana kehamilannya tersebut bukan dari hasi suaminya. Yang mana dari
16

penelitiannya berfokus pada perbandingan madzhab fiqih Dan dari kasus

tersebut Saudara Muhammad Rizki ini meproblemkan pada rumusan

masalah pada 2 tumpu, yakni : kaifahaqiqiah yangsebenarnya dalam status

anak yang ditijau dari hukum Islam dan bagaimana sudut pandang fiqih

dalam memandangnya akibat pembatalan pernikahan, dan bagaimana

pandangan Majelis Hakim menanggapi dan menyelesaikan masalah

diatas.Dan batasan masalah yang digunakan oleh si peneliti ini agar

penelitiannya tidak meluas, penulis memfokuskan dalam penelitian ini

hanya pada kasus status anak akibat batalnya pernikahan wanitatersebut

dihamili oleh pria lain dan bukan oleh suaminya apabila mengacu pada

keputusan No. 579/Pdt. G/2014 berkonsentrasi di PA Bogor. Dan dari hasil

analisis penulis maka penulis menghasilkan bahwasanya putusnya suatu

pernikahan dapat disebut juga dengan Fasakh, yang tak lain ialah gagalnya

suatu pernikahan. lalu status anak menurut hukum pernikahan, KHI, dan

hukum perlindungan anak, dan dari pertimbangan hakim pengadilan agama

Bogor, menyatakan bahwa status anak yang lahir di pernikahan yang sah

maka status anak tersebut pergi dengan ayah dan ibunya, sebaliknya anak

yang berzina atau anak luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata dan

juga hubungan leluhur dengan ibu dan keluarganya. Berbeda dengan

putusan (MK) bahwa anak haram lahir diluar nikah maka nasab status anak

ikut dari ibu dan dari ayah. perbedaan dari penelitian ini menggunakan studi

kasus dengan studi kepustakaan ,penelitian tersebut menggunakan hukum

islam sedangkan penelitian ini menggunakan prespektik Undang Undang


17

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan persamaanya membahas tentang

perkawinan dan status anak

B. Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan

1. Pengertian Pembatalan Perkawinan

Pengertian penjelasan pembatalan perkawinan dimaksud adalah

sebuah ikatan keluarga yang menyatukan pria dengan Wanita dengan tujuan

menjadi suami istri untuk menjadikan berdasar ketuhanan yang maha esa

yaitu keluarga yang bahagia dijelaskan dalam Pasal 1 UUP.

Penggunaan kalimat batalnya sebuah perkawinan dalam

pembahasan ini kurang tepat. Lebih tepatnya menggunakan

kalimatpembatalan perkawinan tersebut, Karena ketika sebuah perkawinan

saratnya tidak dapat terpenuhi karena tersebut barulah dapat batal setelah

adanya putusan dari pengadilan. Dari pernyataan tersebut, maka istilah yang

tepat adalah dapat dibatalkan, bukan batal. (Anam,2017 : 78).

Secara teorotis, prinsip yang diatur dalam UUP adalah demi hukum

perkawinan tidak dapat batal dengan sendirinya. Sesuai Pasal 37 PP No.9

tahun 1975 yang menyebutkan pembatalan perkawinan karena hanya dapat

diputuskan oleh pihak pengadilan. tesebut sangat wajar terjadi karena

perkawinan telah terlaksana secara yuridis formal, karena hal tersebut dalam

hal menghapus legalitas yuridis tersebut harus melalui pihak pengadilan.

(Khofify dan Rahmatillah, 2017 : 163).


18

Batalnya suatu perkawinan tertera dalam UUP Pasal 22 menyatakan

bahwa : “Perkawinan tersebut bisa dibatalkan, apabila syarat perkawinan

bukan dipenuhi oleh para pihak dalam kelangsungan perkawinan”.

Perbuatan pembatalan perkawinan tersebut hasil dari putusan sebuah

pengadilan dan menyatakan bahwa tidak sah atas perbuatan perkawinan

yang telah terjadi, yang berakibat tidak pernah ada perkawinan tersebut.

(Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974).

Kalimat “dapat dibatalkan” dalam UU ini bermakna dapat

difasidkan menjadi relative nietig, oleh karena itu perkawinan dapat

dibatalkan memiliki perkawinan yang telah terjadi kemudian dibatalkan

terdapat dilanggarnya dalam hukum. Adanya pembatalan perkawinan dapat

terjadi sebab pengawasan dari pihak penjabat serta piak keluarga yang

mempunyai kewenangan tidak berfungsi dengan baik, yang mana

perkawinan tersebut sudah terlanjur dilaksanakan kemudian ditemukan

pelanggaran terhadap hukum. Jika hal tersebut terjadi, Maka perkawinan

tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan Agama atas permohonan pihak-

pihak yang berpekepentingan. (Kartika, 2020:52).

2. Pihak yang bisa Mengajukan Pembatalan Perkawinan

Perbuatan Pembatalan perkawinan juga dijelaskan oleh Pasal 23

UUP menyebutkan bahwa perbuatan pembatalan perkawinan tersebut bisa

diajukan oleh : (Anam,2017 : 78).

a. Para keluarga suami atau isteri keturunan keatas dalam garisnya;

b. Pihak Suami atau pihak isteri;


19

c. Para pihak Pejabat yang telah berwenang selama perkawinan tersebut

belum diputus;

d. Pihak Pejabat yang telah ditunjuk dalam ayat (2) dengan pasal 16 UU

dan setiap seseorang maupun pihak yang memiliki telah mendapatkan

hukum dengan cara eksklusif tetapi hanya setelah perkawinan tersebut

diputus;

3. Alasan-alasan dalam Pembatalan Perkawinan

Dijelaskan dalam Alasan-alasan yang bisa dapat diajukan dalam

pembatalan perkawinan dapat diatur dalam pasal 26 serta 27 UUP: (Rusli,

2013 : 160).

a. Dalam perkawinan dengan masih adanya ikatan perkawinan salah satu

dari kedua pihak ;

b. Tidak memiliki kewenangan pegawai pencatatan atas perkawinan yang

dilangsungkan;

c. Tidak sahnya perwalian dalam perkawinan tersebut;

d. tidak dihadiri oleh 2 orang pihak saksi atas perkawinan tersebut

e. ancaman dengan melanggar hukum terhadap perkawinan yang telah

dilakukan

dalam bebrapa pasal juga disebutkan:

f. Terjadi salah sangkaan terhadap diri suami ataupun pihak isteri setelah

perkawinan tersebut telah berlangsung;


20

4. Prosedur Pembatalan Perkawinan

Dalam Pasal 25 UUP menyebutkan “setiap pihak yang akan

mengajukan pembatalan terhadap perkawinan dapat mengajukan dalam

permohonan terhadap PA dimana daerah dilangsungkanya perkawinan

tersebut dilakukan ataupun di tempat daerah tinggal isteri maupun suami

tersebut

Pengertian pembatalan perkawinan tidak ditemukan dalam UUP,

pengertian secara terminologis dengan ditemukan ada rumusan yang dengan

bersamaan maksud. Salah satu diantaranya dalam kamus besar Bahasa

Indonesia, dijelaskan bahwa:” sebuah pembatalan dalam ikatan perkawinan

oleh Pengadilan Agama berlandaskan dalam tuntutan pihak isteri ataupun

suami yang dibenarkan oleh pengadilan Agama ataupun dikarenakan

perkawinan yang telah terjadi menyalahi hukum perkawinan”.

(Poerwadarmina.wjs,2004:176).

A. Pemalsuan Data

1. Penjelasan Pengertian Pemalsuan Data

Pemahaman dengan kata pemalsuan dalam di KBBI yaitu berawal

dari palsu kemudian berarti memiliki arti tiruan . bukan menjadi hal sahnya

seperti Ijazah, surat keterangan, uang, atau lainya. Jadi pemalsuan

merupakan kegiatan , tata cara hal perbuatan memalsukan, pelaku pemalsu

yaitu pihak yang memalsu. Kegiatan pemalsuan sepertinya sudah dikenal di

dalam masyarakat. Ketika data data digunakan agar memudahkan proses


21

pada umumnya.kebenaran serta kepercayaan merupakan yang dilanggar

norma tersebut karena perbuatan pemalsuan yang digunakan.

(Poewardaminto,WJS, 2004:622).

Akibat pemalsuan data yang terjadi ketika pelaku melakukan

kegiatan pemalsuan data administrasi perkawinan adalah, perkawinan dapat

di batalkan KUA, melewati proses PA. Pembatalan perkawinan proses pasti

memperoleh jaminan oleh hukum tersebut. Pada Pasal 22 UUP menjelaskan

apabila pihak yang bersangkutan tidak bisa memenuhi syarat agar bisa

melaksanakan perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.

permohonan diajukan oleh isteri maupun suami.

Menurut Drs. Lukman Hakim tentang pemalsuan data kerap terjadi

pada setiap kua berdasarkan pengalamanya di setiap daerah selama

menjabat kepala kua. Pemalsuan data sering terjadi karena dilakukan oleh

oknum petugas yang tidak bertanggung jawab yang membantu dalam

melakukan beberapa perbuatan termasuk melakukan tindakan pemalsuan

data. (Arijulmanan, 2018 : 84).

Bukan hanya pada pemalsuan usia dan status pemalsauan dalam

perkawinan. Tetapi juga pemalsuan akta nikah. ataupun surat-surat dan lain.

Perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada orang lain karena

merupakan suatu pelanggaran yang berakibat dijatuhkanya saksi.

Dalam pasal 27 UUP menjelaskan bahwa salah pelaku bisa berbuat

dipalsukan identitasnya sendiri , identitas tersebut palsu di sebutkan seperti

tentang umur maupun Agamnya. (Fauzan hakim, 2019:8).


22

Pada prakteknya ketika terjadi permasalahan di KUA yaitu

permasalahan ketidak akuratan data data identitas diri seseorang yang akan

pihak suami maupun isteri karena pemalsuan data menyebabkan menjadi

rugi pada pihak masing-masing dan pihak pemerintahan itu sendiri.karena

itu akan ada kesan adanya permasalahan pemalsuan data data identitas ini

terjadi tidak bisa fungsinya dari pengawasan petugas pencatatan maupun

dari pihak keluarga.

Kegiatan pemalsuan dalam masyarakat maju baru dikenal, dalam

menggunakan data tertentu agar bisa memudahkan berhubungan pada

masyarakat. Sebuah kegiatan pemalsuan tersebut yaitu pelanggaran norma-

norma tentang kebenaran , percaya maupun tertib dalam kalayak umum.

Dalam memperjelas mengenai apa yang dipalsukan, dibawah ini

menyebutkan bentuk-bentuk surat autentik yang sering kali dipalsukan oleh

pihak antara lain:

a. Surat Kartu Tanda Penduduk (KTP)

b. Surat Kartu Keluarga

c. Keterangan Akta kelahiran

d. Ijazah

e. Paspor

2. Jenis-jenis Pemalsuan Data

Dalam penjelasan pemalsuan data pada Perundang-Undangan

konvensional, dengan demikian perbuatan yang dilakukan pada pidana

termasuk penipuan, kecurangan, pencurian serta pemalsuan data yang


23

dilakukan oleh pihak pelaku kejahatan. Perbuatan kejahatan pemalsuan

merupakan perbuatan yang memiliki unsur tidak baik ataupun objek yang

seolah olah benar. Kegiatan pemalsuan dapat digolongkan pihak yang

memiliki perbuatan tidak baik ataupun pihak memberi sebuah ungkapan

tertentu tentang kenyataan ataupun bukti nyata, keaslian ataupun suatu

keadaan tersebut tidak terbukti. Sedangkan tindakan palsu di uraikan

tersebut yaitu : (Fikriyah,2011:56).

a. Sumpah palsu

b. Pemalsuan uang

c. Dalam memalsukan materi dan merek

d. Memalsukan surat

3. Akibat Hukum Pemalsuan Data

ketika pihak maupun pelaku menggunakan pemalsuan data

perkawinan yaitu perkawinan harus di batalkan oleh pihak KUA, prosesnya

melalui PA. Dalam isi Pasal 22 UUP menjelaskan dengan tegas apabila para

pihak tidak bisa mendapatkan sarat dalam melaksanakan perkawinan

tersebut maka perkawinan tersebut harus dibatalkan. (Dailami, 2018:85).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Bahwa penelitian ini mempunyai sifat Kajian Pustaka (Library

Research). Penelitian Pustaka merupakan penelitin yang dilakukan bahan

bahan seperti jurnal , buku, catatan penelitian sebelumnya digunakan sebagai

literatur. Penelitian kepustakaan berarti penelitian yang menggunakan dengan

membaca buku-buku, majalah, jurnal maupun sumber lainya. Kegiatan

penelitian ini menggunakan sumber-sumber data dari buku, jurnal ilmiah dan

lain sebagainya. (Maharani, 2017:11).

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yang berfokus dalam

sebuah proses menjelaskan dengan cara sistematis tentang sebuah fakta yang

telah di dapatkan saat penelitian yang dilakukan, terlihat dari sifatnya maka

dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis..

B. Sumber Data

Dalam penelitian ini Sumber data yang digunakan adalah sumber data

yang didapatkan dari Pustaka dengan bahan yang dikategorikan sebagai

berikut : (Maharani, 2017:12).

1. Sumber data primer: sebagai data rujukan utama dalam penelitian .maka

peneliti menggunakan : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

2. Sumber data sekunder adalah sumber data untuk penelitian ini. Rujukan

yang digunakan sebagai sumber sekunder yaitu : skripsi , jurnal ilmiah,

24
25

hasil penulisan karya ilmiah terdahulu dan skrispi terdahulu sebagai sumber

dan data acuan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini termasuk penelitian tentang kepustakaan (library

research). Maka peneliti menggunakan data-data yang ada dalam kepustakaan

diolah dengan menggunakan cara dokumentasi. Menurut sugiono dokumentasi

adalah catatan sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut dapat

dalam bentuk tulisan seperti catatan harian, cerita biografi, maupun seketsa.

Sedangkan menurut Herdianyah dokumentasi adalah salah satu cara

pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis. (Sugiono,

2011 : 329-330).

D. Teknik Analisis Data

Data merupakan sebuah hasil pada suatu pengamatan serta secara

empiris guna mengungkapkan fakta tentang hal karateristik tertentu dari suatu

fenomena yang di teliti. Analisis data menjadi salah satu tahapan yang

terpenting dalam penelitian dengan datadi uraikan dengan benar serta

membentuk kalimat yang baik sehingga menjadi mudah dibaca ,dipahami dan

di beri pengertian atau arti. (Muhaimin,2020:126).

Dalam menggunakan Teknik Analisa data ini peneliti menggunakan

beberapa proses tahapan : (Sugiono, 2019:322-325).


26

1. Reduksi Data

Sesudah bahan-bahan terkumpul , peneliti bisa memilah bab dan

pokok masalah dari berbagai sumber data yang sesuai fokus dalam

penelitian serta disusun dengan cara sistematis di jadikan beberapa sub bab

dan pokok yang dibahas seputar akibat hukum pembtalan perkawinan

dengan mendeskripsikan dalam bentuk paragraph agar bisa mudah di

pahami.

2. Penyajian Data

Setelah melakukan proses reduksi data, kemudian data dapat

disajikan dengan bentuk paragraph dengan teks naratif dengan menyertakan

dasar sumber hukumnya.

3. Analisis Data

Setelah seluruh data terkumpul maka selanjutnya peneliti

menganalisa data sehingga ditarik kesimpulan .agar memperoleh hasil data

yang tepat dalam menganalisa data, peneliti menggunkan cara Teknik

analisis isi merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam

dengan isi suatu informasi yang tertulis. Kaitanya dalam pembahasan

tersebut sebagai upaya peneliti memudahkan pemahaman dengan

menganalisa kebenaranya.

4. Penarikan Kesimpulan

Langkah-Langkah yang paling terakhir dalam analisis data yaitu

kesimpulan. Kesimpulan merupakan cara serta upaya guna mencari arti,


27

makna, penjelasan yang dilakukan dengan data yang sudah dianalisis

dengan pencarian hal yang penting. (Burhan, 2003:70).

Data yang akan dianalisis diambil intisari atau isi sesuai dengan

fakta yang sudah ditemukan serta dirangkai dengan subuah kalimat jawaban

dari peneliti yang tersaji dalam rumusan masalah yang diteliti.


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Data Prespektif UUP

1. Pembatalan Perkawinan

Perkawinan diatur di dalam UUP , Sebelum diperlakukan UUP di

Indonesia telah berlaku hukum perkawinan pada setiap golongan

masyarakat warga negara dari berbagai daerah. dikarenakan negara

Indonesia mempunyai banyak suku bangsa serta agama. Oleh sebab itu

Negara mempunyai keinginan untuk dapat mengatasi dan pengatur di

bidang hukum perkawinan dengan UU yang dimaksud berlaku bagi semua

warga Negara Indonesia dengan dibuatnya UUP , yang bisa diharapkan bisa

menciptakan unifikasi hukum dalam bidang hukum keluarga atau hukum

perkawinan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 66 UUP menyatakan

bahwa dalam perkawinan dan segala sesuatu yang dapat berhubungan

dengan perkawinan berlandaskan Undang-Undang maka dengan

berlakunya Undang-Undang ini , ketentuan yang diatur dalam kitab

Undang-Undang hukum perdata dan lain-lain maka tidak berlaku. Adanya

UUP menandakan terciptanya kepastian hukum dalam perkawinan

masyarakat Indonesia, sehingga dapat menjadikan keluarga yang Bahagia.

Tetapi dalam kenyataanya, hubungan antara pihak pria atau wanita

yang terikat pada perkawinan belum tentu berjalan sesuai dengan

keinginan dari Undang-Undang , yaitu membentuk sebuah keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa salah satu

28
29

contohnya dikarenakan pembatalan perkawinan. (Hardhani vika mega

,2016:3)

Menurut Umar Haris Sanjaya dalam bukunya menjelaskan bahwa

pihak yang akan melaksanakan permohonan pembatalan perkawinan

kepada pengadilan agama dimana perkawinan tersebut berlangsung atau

sesuai tempat tinggal keduanya . Permohonan pembatalan perkawinan

tersebut akan diuji oleh hakim Pengadilan Agama agar dapat diputuskan

apakah bisa diterima (dibatalkan) ataupun ditolak. putusan Pengadilan

terhadap pembatalan tersebut sangat penting bagi pihak yang

bersangkutan . Oleh sebab itu pembatalan perkawinan menjadi sah dan

berlaku mengikat setelah putusan pengadilan mempunyai hukum tetap .

(Sanjaya umar haris,2017:73)

pembatalan perkawinan menurut Bakri A. Rahman dan Ahmad

Sukardja adalah pembatalan perkawinan yang sudah terjadi dapat

dibatalkan, apabila para pihak tidak dapat memenuhi syarat syarat untuk

melangsungkan perkawinan , dan suatu pembatalan perkawinan tersebut

hanya dapat diputuskan oleh pihak Pengadilan (Bakri A.Rahman,1971:36)

Pada Pasal 22 UUP menjelaskan bahwa dalam permasalahan

perkawinan tersebut bisa dibatalkan, apabila para pihak tidak bisa

memenuhi syarat-syarat untuk dapat melaksanakan perkawinan.

Penjelasan kata “ dapat” bisa diartikan bisa batal atau bisa tidak batal

dalam pembahasan Pasal tersebut. Istilah dapat dibatalkan di UUP berarti

bisa dibatalkan dan batal demi hukum. Dengan demikian perkawinan


30

tersebut bisa dibatalkan dengan pengertian saat, sebelum, sesudah, atau

telah terjadinya perkawinan, dan perkawinan tersebut bisa dibatalkan

karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan tertentu.

Perkawinan bisa batal demi hukum dan pengadilan mempunyai

kewenangan untuk membatalkan. Dijelaskan dua sebab terjadinya

pembatalan. Pertama, pelanggaran procedural perkawinan . Kedua,

pelanggaran terhadap materi dalam perkawinan . Contohnya yang pertama

tidak terpenuhinya syarat- syarat wali nikah , tidak dihadiri para saksi dan

alasan prosedur lainya. Kemudian alasan contoh yang kedua adalah

perkawinan tersebut terjadi ancaman , dan salah sangka terhadap calon

suami atau istri.( Armon, Anton, 2010:)

Sebenarnya dalam istilah “batalnya perkawinan” bukan merupakan

istilah yang tepat. Lebih tepatnya dikatakan “dibatalkanya perkawinan”,

karena perkawinan tersebut tidak bisa memenuhi sarat-sarat. Dengan

permasalan tersebut barulah perkawinan itu dibatalkan setelah diajukan ke

muka Hakim .

Sedangkan menurut UUP Pasal 22 juga dijelaskan bahwa

perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat

untuk melangsungkan perkawinan . Pembatalan perkawinan merupakan

putusan pengadilan yang memberikan pernyataan bahwa ikatan

perkawinan yang sudah dilakukan tidak sah, mengakibatkan perkawinan

tersebut tidak pernah dianggap. Pembatalan itu sendiri dapat dan berasal

dari kata “batal” yang berarti menganggap tidak sah, tidak pernah ada .
31

Jadi pembatalan perkawinan menganggap bahwa perkawinan yang telah

dilakukan sebagai peristiwa yang tidak dapat sah ataupun tidak pernah

dianggap ada. (Anam, Khoirul.2017:10)

Batalnya perkawinan diatur dalam Pasal 22 - Pasal28 UUP ,

sedangkan yang dapat mengajukan pembatalan , dijelaskan sebagaimana

dalam Pasal 23 yaitu sebagai berikut:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatasa dari suami maupun

isteri

b. Pihak suami ataupun isteri

c. Penjabat yang berwenang hanya selama perkawinan tersebut belum

diputuskan

d. Penjabat yang sudah ditujuk tersebut diatas ayat 2 pasal 16 UUP dan

setiap orang yang sudah mempunyai kepentingan hukum secara

langsung terhadap perkawinan itu, tapi hanya dalam sesudah

perkawinan tersebut putus. (Anam, Khoirul.2017 :10)

Batalnya perkawinan dimulai sesudah keputusan hukum tetap dan

berlaku sejak berlangsungnya perkawinan (pasal 28 ayat 1) jadi keputusan

pengadilan tersebut, tidak berlaku surut terhadap:

a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

b. Suami maupun iteri yang bertindak dengan I’tikad baik , kecuali

terhadap harta bersama , bila pembatalan perkawinan tersebut

berdasarkan dalam adanya perkawinan lain yang terlebih dahulu.


32

c. Orang ketiga lainya tidak terdapat anak anak dan suami maupun isteri

tersebut , diatas sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan

I’tikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan, mempunyai

kekuatan hukum yang sudah tetap. (alimuddin,2012:91)

Dalam pembahasan pembatalan perkawinan juga dijelaskan pada

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UUP dalam

mengawal atau menjabarkan pelaksanakan UUP tersebut karena

dipandang perlu untuk dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang

mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari UUP tersebut khususnya,

Pasal-Pasal yang menjelaskan tentang pembatalan perkawinan ,yaitu:

a. Pasal 37

Batalnya suatu perkawinan hanya bisa atau dapat diputuskan oleh

pengadilan

b. Pasal 38

(1) Permohonan suatu pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh

pihak yang berhak mengajukan kepada pengadilan yang daerah

hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan , maupun di

tempat tinggal keduanya,suami ataupun isteri

(2) Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan sesuai

dengan tatacara pengajuan gugatan perceraian

(3) Hal yang ada hubunganya dengan pemeriksaan dalam pembatalan

perkawinan dan putusan pengadilan , dilakukan sesuai dengan tatacara


33

tersebut dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan

Pemerintah. (pp no.9 th.1975 tentang perkawinan)

Sedangkan dalam prosedur pembatalan perkawinan dalam UUP

menjelaskan bahwa setiap orang yang akan mengajukan pembatalan

perkawinan, dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan pada

daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan ataupun tempat

tinggal keduanya .

Mengenai tata cara mengajukan pembatalan perkawinan dan

pemanggilan untuk pemeriksaan pembatalan perkawinan diatur pada bab

VI Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

perkawinan, bahwa tata cara pengajuan pembatalan perkawinan dilakukan

sama dengan pengajuan perceraian. cara mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan adalah sebagai berikut;

a. Pihak pemohon ataupun kuasa hukum mendatangi pengadilan Agama

bagi yang memeluk Agama Islam dan ke pengadilan negeri bagi pihak

yang beragama non muslim (UU No.7/1989 Pasal 73).

b. Selanjutnya pemohon dapat mengajukan permohonan secara tertulis

ataupun lisan kepada ketua pengadilan, sekaligus membayar uang

muka biaya perkara kepada Bendaharawan khusus.

c. Pihak pemohon sebagai termohon dan sebaliknya, harus datang

menghadiri persidangan Pengadilan berdasarkan surat panggilan

Pengadilan maupun juga dapat diwakili oleh kuasa hukum yang

ditunjuk.
34

d. Pihak pemohon serta termohon secara pribadi melalui kuasa

hukumnya harus wajib bisa membuktikan kebenaran dari isi . Dan

permohonan pembatalan perkawinan maupun tuntutan di muka

sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-

saksi, atau pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim ataupun

sumpah salah satu pihak

e. Pihak pemohon maupun termohon secara pribadi dan masing masing

menerima salinan putusan pengadilan negeri ataupun Pengadilan

Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

f. Pemohon atau termohon menerima Akta pembatalan perkawinan dari

pihak Pengadilan

g. Sesudah penerima Akta pembatalan , kemudian pemohon meminta

penghapusan pentatatan perkawinan di buku registrasi KUA atau KCP

(Anam, Khoirul. 2017:11)

Proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan para

hakim dalam memutus perkara dijelaskan pada pasal 27 ayat 2 UUP

menjelaskan : pihak suami atau isteri bisa mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan, ketika pada waktu berlangsungnya perkawinan

tersebut telah terjadi salah sangka mengenai diri ataupun isteri. Sedangkan

pada Pasal 23UUP, menjelaskan pihak-pihak yang bisa mengajukan

pembatalan perkawinan tersebut;

a. Para pihak keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari pihak

suami maupun isteri


35

b. Suami atau isteri

c. Para penjabat yang telah berwenang hanya dalam selama perkawinan

tersebut belum diputuskan. Para penjabat yang diberi mandat tersebut

dalam ayat 2 Pasal 16 UUP dan setiap orang mempunyai kepentingan

hukum secara langsung dalam perkawinan tersebut, namun hanya

setelah perkawinan tersebut telah putus.

Batalnya perkawinan setelah mendapat putusan dari pengadilan

Agama dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut telah

dilangsungkanya, baik itu ditempat tinggal suami atau pihak isteri. Sesuai

dalam pasal 25 UUP yang menjelaskan “ permohonan pembatalan

perkawinan dapat diajukan kepada pengadilan Agama dalam daerah

hukum dimana perkawinan dilangsungkan ditempat tinggal suami

,ataupun isteri”. Dalam hal ini penggugat mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan di pengadilan tersebut adalah tepat. Dengan latar

belakang adanya unsur penipuan ataupun salah sangka terhadap tergugat

tersebut, maka pihak penggugat mengajukan pembatalan perkawinan di

pengadilan Agama yang telah di daftarkan Kepanitraan dengan perkara

dari Pengadilan Agama tersebut.

Pengadilan Agama yang telah disebutkan dalam memeriksa sebuah

perkara tersebut tidak terlepas dalam prosedur beracara. Apabila pihak

tergugat tidak menghadiri sidang walaupun telah dipanggil secara patut

maupun layak, maka dalam pemeriksaan dapat dilanjutkan proses

pembuktian para penggugat . Hal tersebut untuk menghindari adanya


36

rekayasa atau kebohongan pihak penggugat sehingga dijadikan untuk

membuktikan. (anam,khoirul.2017 :13)

Dalam praktek peradilan para hakim dituntut mencari kebenaran

materil maupun terhadap perkara yang diperiksanya. Dikarenakan sebuah

tujuan dalam pembuktian tersebut adalah meyakinkan hakim maupun

memberikan kepastian kepada para hakim tentang adanya peristiwa

tertentu, sehingga hakim dalam permasalahan mengambil keputusan

berdasarkan pada pembuktian tersebut. peristiwa yang harus dibuktikan

pada dalam muka persidangan harus menjadi syarat tersebut:

a. Peristiwa tersebut maupun kejadian tersebut harus mejadi peristiwa

atau kejadian yang diperkarakan, disebabkan pembuktian merupakan

cara agar dapat menyelesaikan suatu perkara. kasus pembatalan

perkawinan di pengadilan Agama yang berawal dari adanya salah satu

yang tidak terpenuhi yaitu unsur rukun perkawinanya yang dilakukan

oleh tergugat dengan cara memalsukan data identitas diri berupa KTP.

b. Peristiwa maupun kejadian tersebut harus bisa diukur. Gugatan

pembatalan sebuah perkawinan tersebut dapat diajukan pada tenggang

waktu satu bulan dari sejak diketahuinya adanya sebuah penipuan

ataupun salah sangka

c. Peristiwa ataupun kejadian tersebut harus berkaitan dengan hak yang

akan disengketakan. Dalam penjelasan hal ini penggugat sudah

mendapatkan , yaitu dikabulkanya gugatan penggugat dimana dalam

perkawinan tersebut . Dinyatakan batal karena adanya cacat hukum


37

d. Kejadian ataupun peristiwa tersebut efektif untuk dibuktikan

pembuktian yang diajukan oleh pihak penggugat yaitu berupa alat

barang bukti berupa surat dan para saksi untuk menguatkan dalil dalil

gugatan penggugat.

Untuk menguatkan dalil gugatanya, penggugat sudah mengajukan

beberapa alat bukti yang berupa bukti surat serta mendatangkan para saksi

dalam persidangan untuk mendukung dan membenarkan sebuah

hubungan hukum dan dalam peristiwa yang di dalilkan agar Pengadilan

Agama menjatuhkan amar putusan yang berisi mengabulkan permohonan

penggugat. Adapun bukti yang telah di penggugat untuk menguatkan dalil

gugatanya berupa:

a. Bukti surat: foto copy sah yang sudah diberi materai cukup serta

kutipan akta nikah asli dari kua ,fotocopy kutipan akta nikah tergugat

dengan saksi yang dikeluarkan oleh KUA.

b. Saksi-saksi terlampir

Berdasarkan bukti yang sudah diajukan penggugat pada dasarnya

beban pembuktian pada pihak hakim, melainkan pada masing masing

pihak yang berperkara baik pengguggat maupun tergugat.

Sebelum hakim memutuskan perkara permohonan pembatalan

perkawinan, maka hakim harus mendapatkan dasar yang kuat agar sebuah

keputusanya dapat dipertanggungjawabkan termasuk pada dalam

pertimbangan hukum. Adapun dasar hukum yang digunakan untuk

memutuskan sebuah perkara perkawinan yaitu:


38

a. Pasal 22 menyebutan bahwa perkawinan bisa dibatalkan , apabila

pihak tidak memberikan atau memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan.

b. Pasal 23 menjelaskan bahwa bahwa yang dapat mengajukan sebuah

pembatalan perkawinan.

c. Pasal 24 menyebutkan bahwa barang siapa karena sebuah perkawinan

masih memiliki ikatan dengan salah satu dari kedua belah pihak serta

atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan

perkawinan

d. Pasal 25 menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa pembatalan

perkawinan bisa diajukan kapada pengadilan daerah hukum di mana

perkawinan tersebut dilangsungkan di tempat keduanya

e. Pasal 27 ayat 2 dan 3 menjelaskan seorang suami maupun pihak isteri

bisa mengajukan sebuah proses permohonan pembatalan perkawinan

apabila pada saat waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah

sangka mengenai diri suami atau isteri. (khoirul,anam.2017:13)

2. Pemalsuan Data

Perbuatan pemalsuan data sesungguhnya baru ada atau dikenal

dalam sebuah masyarakat yang telah maju, dimana data-data tertentu

digunakan dapat mempermudah hubungan di dalam masyarakat.

Perbuatan pemalsuan tersebut merupakan suatu jenis pelanggaran

beberapa norma yaitu kebenaran, kepercayaan dan ketertiban pada

masyarakat.
39

Jenis-jenis mengenai surat autentik yang biasanya dipalsukan demi

memperlancar niat jahat dalam pemalsuan , penjelasan bentuk surat

autentik yang sering di palsukan meliputi yaitu;

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP)

b. Kartu Keluarga

c. Akta Kelahiran

d. Ijazah

e. Paspor

Dalam pasal 279 KUHP dan beberapa pasal lain yang digunakan

untuk menjerat suami maupun pihak isteri . Dan untuk para petugas yang

mengeluarkan surat perkawinan yang berisi data data palsu tersebut juga

terancam pasal 263 KUHP tentang membuat surat-surat palsu atau

memalsukan surat ancaman hukuman penjara selama enam tahun.

(khoirul,anam.2017:13)

Akibat pemalsuan data yang terjadi ketika pelaku melakukan

kegiatan pemalsuan data administrasi perkawinan adalah perkawinan dapat

di batalkan KUA, melewati proses Pengadilan Agama. Dalam proses

Pembatalan perkawinan memperoleh jaminan oleh hukum .

Pada Pasal 22 UUP menjelaskan apabila pihak yang bersangkutan

tidak bisa memenuhi syarat agar bisa melaksanakan perkawinan maka

perkawinan tersebut dapat dibatalkan. permohonan diajukan oleh isteri

maupun suami.
40

Menurut Drs. Lukman Hakim tentang pemalsuan data kerap terjadi

pada setiap kua berdasarkan pengalamanya di setiap daerah selama

menjabat Kepala KUA. Pemalsuan data sering terjadi karena dilakukan oleh

oknum petugas yang tidak bertanggung jawab, yang membantu dalam

melakukan beberapa perbuatan termasuk melakukan tindakan pemalsuan

data. (Arijulmanan, 2018 : 84).

Bukan hanya pada pemalsuan usia dan status pemalsuan dalam

perkawinan. Tetapi juga didalamnya pemalsuan Akta nikah. ataupun surat-

surat dan lain. Perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kerugian pada orang

lain karena merupakan suatu pelanggaran yang berakibat dijatuhkanya

saksi.

Dalam Pasal 27 UUP menjelaskan bahwa pelaku bisa berbuat

memalsukan identitasnya sendiri, identitas palsu di sebutkan seperti tentang

umur maupun Agamanya. (Fauzan Hakim, 2019:8).

Pada prakteknya ketika terjadi permasalahan di KUA yaitu

permasalahan ketidak akuratan data data identitas diri seseorang yang akan

melakukan perkawinan seperti pihak suami maupun isteri, karena

pemalsuan data menyebabkan menjadi rugi pada pihak masing-masing dan

pihak Pemerintahan itu sendiri. Karena itu akan ada kesan adanya

permasalahan pemalsuan data identitas ini terjadi, tidak bisa fungsinya dari

pengawasan petugas pencatatan maupun dari pihak keluarga.

Perbuatan pemalsuan data dalam masyarakat maju baru dikenal,

dalam menggunakan data tertentu agar bisa memudahkan berhubungan


41

pada masyarakat. Sebuah kegiatan pemalsuan tersebut yaitu pelanggaran

norma-norma tentang kebenaran, percaya maupun tertib dalam khalayak

umum.

Identitas dalam pencatatan perkawinan bisa terdiri dari nama, tempat

serta identitas diri, pada kenyataanya sering banyak masyarakat yang

melakukan kecurangan dan memalsukan dokumen identitasnya dikarenakan

hal-hal tertentu yang dapat menghalangi pencatatan perkawinan.

Diantaranya berkaitan dengan status perkawinan seseorang dari duda

ataupun janda harus melampirkan surat keterangan, atau akta cerai atau

Salinan putusan pengadilan. Petugas pencatatan juga akan memeriksa

kelengkapan dengan tanggal lahir serta usia calon. Pada pelaksanaannya

apabila calon pengantin belum mencapai usia yang dijelaskan maka banyak

masyarakat yang memanipulasi atau memalsukan data tersebut dan

merubahnya (Arijumanan.2018:87)

Permasalahan pembatalan perkawinan yang terjadi akibat

pemalsuan data dijelaskan dalam pasal 27 ayat (3) UUP bahwa kata ”salah

sangka “ sebagai dasar pemalsuan karena ketidak jujuran salah satu

pasangan dalam memberi dokumen atau berkas data kepada petugas

pencatatan KUA. terjadinya pemalsuan dengan sengaja karena motif

tertentu sehingga perkawinan tersebut dapat dilaksanakan . permasalahanya

adalah apabila dikemudian hari ternyata ditemukan data yang tidak sesuai

seperti KTP atau data lainya maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
42

dengan permasalahan yang biasa terjadi agar salah satu pihak dapat

melangsungkan perkawinan lagi . atau kegiatan kejahatan lain

B. Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Data

Adapun setelah dimulainya pembatalan perkawinan, maka akan ada

akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya pembatalan perkawinan oleh

pengadilan Agama. Ditentukan pada Pasal 28 ayat 1 UUP menjelaskan bahwa

batalnya perkawinan di mulai dari setelah keputusan pengadilan mempunyai

kekuatan hukum tetap, serta berlaku sejak saat perkawinan tersebut

berlangsung.

Selanjutnya di jelaskan dalam Pasal 28 ayat 2 UUP, menyatakan bahwa

keputusan batalnya perkawinan tersebut tidak berlaku surut terhadap:

1. Anak yang terlahir dari perkawinan tersebut.

2. Suami maupun isteri yang bertindak dengan I’tikad baik kecuali terhadap

harta bersama, apabila pembatalan perkawinan di daarkan atas adanya

perkawinan lain terlebih dahulu

3. Orang-orang ketiga lainya tidak termasuk dalam 1 maupun 2 sepanjang

mereka memperoleh hal hak dengan I’tikad baik sebelum keputusan

tentang pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila perkawinan tidak terpenuhi syarat syaratnya, tidak sesuai

dengan UUP maka perkawinan tersebut harus dapat dibatalkan. Karena

perkawinan merupakan perbuatan dari hukum. Batalnya perkawinan dimulai

saat berlangsungnya perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan memiliki


43

akibat hukum terhadap pihak yang berkaitan dengan adanya perkawinan

tersebut.

Dalam hal ini akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap putusan

pembatalan perkawinan di pengadilan Agama mencakup dari 3 hal yang sangat

penting yaitu: (Rusli,tamli.2013:163)

Akibat hukum pembatalan perkawinan menyebabkan yang sudah

dibatalkan tidak mendapatkan Akta cerai, hanya mendapatkan surat putusan

bahwa perkawinan nya dibatalkan. Dan Akta kelahiran anak tidak dibatalkan,

walaupun antara bapak serta ibu perkawinanya dibatalkan.

Pembatalan perkawinan karena pemalsuan data identitas, dimana

pemalsuan adalah bentuk pelanggaran formil bukan materiil, maka

mengakibatkan juga formil. Yang telah dimaksud formil ialah hanya surat

pernyataan bahwa perkawinan tersebut dibatalkan, dan pembatalalan tersebut

tidak berlaku surut. (Khoirul, Anam.2017:13)

Adapun akibat hukum pembatalan perkawinan karena pemalsuan data

adalah:

1. Terhadap hubungan suami isteri

Akibat hukum yang terjadi terhadap suami isteri ialah putusnya

terhadap hubungan suami isteri tersebut. Dikarenakan setelah putusan

pengadilan mempunyai hukum tetap maka sejak saat berlangsungnya

perkawinan tersebut, karena itu perkawinan dianggap tidak pernah ada.

Hal tersebut sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUP yang menjelaskan bahwa

batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan


44

mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan akan berlaku sejak saat

berlangsungnya perkawinan. pasangan suami serta isteri yang sudah

dibatalkanya perkawinan oleh putusan pengadilan yang mendapatkan

kekuatan hukum tetap, dapat serta tidaknya dilakukan perkawinan.

Kembali pada UUP tidak ada aturan secara tegas. Akan tetapi untuk

menjadi sebuah perkawinan harus dapat memenuhi syarat syaratnya yang

ada pada UUP. Boleh tidaknya suatu perkawinan Kembali, di dasarkan

pada 3 hal yaitu: dilihat dari penyebab batalnya perkawinan, ketika

perkawinan tersebut melanggar syarat-syarat perkawinan. Kedua, pihak

yang perkawinanya dinyatakan batal, bisa menikah Kembali, tentunya

harus secara sah menurut UUP ketiga meskipun mereka bisa menikah

Kembali dikarenakan menyangkut larangan menikah dalam waktu

sementara, tetapi apabila keduanya tidak berkeinginan, maka tidak dapat

menikah Kembali. Terhadap pihak-pihak yang kemungkinan akan

melangsungkan perkawinan Kembali, pembatalan perkawinan tidak akan

membawa akibat apapun. (Rusli,Tamli.2013:164)

2. Terhadap kedudukan anak

Pembatalan perkawinan juga membawa akibat hukum terhadap

kedudukan anak, maka akan dijelaskan dalam 42 UUP yang menyatakan

bahwa anak yang sah merupakan anak yang telah dilahirkan sebagai akibat

dari perkawinan yang sah. (Rusli,Tamli.2013:165)

Pada pasal 42 UUP tentang perkawinan diatas mempunyai dua

penafsiran masing-masing, pertama Pasal tersebut mempunyai pengertian


45

anak yang sah merupakan anak yang lahir dari perkawinan sah menurut

UU. Walaupun adanya anak tersebut terjadi sebelum atau sesudah

perkawinan, asalkan anak tersebut terlahir setelah sah dari perkawinan

antara pria dan wanita, maka anak tersebut tetap sebagai anak yang

dihukumi sah. (Rusli,Tamli.2013:165)

Kemudian pada makna kedua dijelaskan anak yang sah adalah anak

yang sebagai akibat sebuah perkawinan yang sah. Dengan penjelasan

bahwa anak yang terjadi sungguh-sungguh akibat dari hubungan

perkawinan yang sah. Dijelaskan bahwa anak tersebut terlahir setelah

adanya perkawinan dari seorang pria dan Wanita. Dengan demikian kata

“atau” pada pasal 42 UUP mempunyai pengertian makna yang berbeda

satu dengan lain. Pada uraian mengenai maksud UUP, bisa diketahui

perkawinan yang sah merupakan penentu dari sah ataupun tidaknya

seorang anak. Maka dengan itu akan diuraikan terdahulu dengan syarat

perkawinan. (Rusli,tamli.2013:166)

Berdasarkan pada pasal 42 UUP, memberi penegasan bahwa

perkawinan tersebut sah ketika dilakukan menurut hukum masing masing

agama serta kepercayaanya. Dengan penjelasan demikian bag yang

beragama islam maka dilaksanakan menggunakan hukum agama islam,

maka perkawinan tersebut tidak sah. Selanjutnya, dengan demikian dasar

dari sahnya pada UUP adalah menurut agama masing masing. Sebaliknya

apabila perkawinan tersebut dilaksanakan tidak memenuhi syarat-

syaratnya dalam UUP maka perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah.


46

Dalam hukum positif yaitu UUP tidak menghendaki anak yang tidak

berbuat dosa menjadi korban perbuatan kedua orang tuanya, maka

memberikan pengecualian anak yang lahir sebagai akibat dari perkawinan

yang tidak sah karena telah dibatalkan. terhadap anak yang terlahir akibat

perkawinan yang tidak sah tetap memiliki hubungan hukum terhadap

orang tuanya. (Rusli,Tamli.2013:166)

Mengenai kedudukan anak karena akibat dari sebuah pembatalan

perkawinan Pasal 28 ayat 2 huruf a UU menjelaskan, bahwa keputusan

pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak. Batalnya

perkawinan tidak akan memutuskan hukum dengan kedua orang tuanya

meskipun hubungan kedua orang tuanya telah dibatalkan. Anak tersebut

juga berhak untuk mewaris terhadap orang tuanya dan orang tuanya

memiliki kewajiban untuk mendidik serta memelihara anak tersebut.

Penjelasan tersebut yang selama ini dipergunakan sebagai pertimbangan

dalam hal-hal yang akan berkaitan dengan kedudukan anak, dimana dalam

perkawinan orang tuanya dibatalkan oleh putusan pengadilan. Hal tersebut

mengacu pada pasal 28 ayat 2 UUP. Yang menyatakan bahwa sebuah

keputusan pembatalan perkawinan tersebut tidak berlaku surut terhadap

anak-anak yang terlahir dalam perkawinan orang tuanya.

(Rusli,Tamli.2013: 165)

3. Terhadap harta bersama

Penjelasan akibat hukum dari batalnya perkawinan terhadap harta

bersama terdapat pada Pasal 28 ayat 2 huruf b UUP yang menjelaskan


47

bahwa suami dan isteri yang bertidak dengan iktikad baik, terkecuali

terhadap harta bersama, apabila pembatalan perkawinan tersebut di

dasarkan adanya perkawinan terlebih dahulu . Pada Pasal 28 huruf b UUP

dapat ditafsirkan bahwa suami ataupun isteri yang bertidak iktikad baik

maka karena tidak ada unsur kesengajaan untuk melangsungkan

perkawinan dengan melanggar hukum yang berlaku, walaupun

perkawinan itu dibatalkan oleh pengadilan karena tidak memenuhi syarat

syarat , maka tetap ada pembagian harta bersama. (Rusli,Tamli.2013: 166)

Mengenai harta bersama sesuai dengan pembagian harta seperti

pembagian harta perceraian. Mengenai pengaturan harta bersama akibat

dari batalnya perkawinan, diatur pada pasal 37 UUP yang menyatakan

bahwa apabila perkawinan terputus karena perceraian, Harta bersama

tersebut menurut hukumnya masing-masing. Berdasarkan penjelasan pasal

37 UUP yang menjelaskan pengertian dengan “hukumnya” adalah hukum

agama, hukum adat serta hukum lainya. Mengingat Pengadilan Agama

menangani perkara bagi para orang yang memeluk islam, maka pengaturan

harta tersebut menggunakan hukum islam. (Rusli,Tamli.2013:166)

Pembahasan mengenai harta yang ada saat dan sebelum perkawinan

kemudian, setelah pembatalan perkawinan merupakan masalah yang perlu

mendapatkan pemahaman, dikarenakan hal tersebut menyangkut

perlindungan hak serta kewajiban dari para pihak. Terlihat dari beberapa

asal harta suami atau isteri menurut bisa digolongkan menjadi beberapa

yaitu:
48

a. Harta masing masing antara suami maupun isteri yang sudah

dimilikinya sebelum perkawinan baik dari warisan, hibah ataupun

usaha mereka sendiri-sendiri atau bisa disebut harta bawaan.

b. Harta masing masing antara pihak suami atau isteri yang sudah

dimiliki sesudah mereka dalam hubungan perkawinan, tetapi diperoleh

bukan tidak berasal dari usaha mereka baik seorang seorang ataupun

bersama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan masing masing.

c. Harta yang diperoleh sesudah setelah mereka berada pada hubungan

perkawinan atas usaha mereka berdua ataupun salah seorang dari

mereka dalam mempunyai usaha atau di sebutkan harta pencarian.

(khoirul,anam.2017:11)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Mengenai akibat hukum Pembatalan perkawinan karena pemalsuan

data prespektif UUP maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan dari

kajian diatas yaitu. ;

1. Pembatalan perkawinan karena pemalsuan data pespektif UUP

Banyak dijumpai pada masyarakat tentang pelanggaran tentang

pemalsuan data atau identitas karena agar memanipulasi atau memalsukan

dengan tujuan tertentu. pemalsuan data meliputi Akta nikah, KTP, status

perkawinan dan lainya. Padahal akan menimbulkan permasalahan yaitu

pemalsuan yang berakibat perkawinannya dibatalkan. Ketika pelaku

melakukan kegiatan pemalsuan data administrasi perkawinan maka

perkawinan tersebut dapat di batalkan di pengadilan. Proses Pembatalan

perkawinan pasti memperoleh jaminan hukum yang diatur dalam UUP.

Pada Pasal 22 UUP menjelaskan apabila pihak yang bersangkutan tidak

bisa memenuhi syarat agar bisa melaksanakan perkawinan, maka

perkawinan tersebut agar dapat dibatalkan. Permohonan pembatalan

perkawinan diajukan oleh pihak isteri maupun suami. Pada Pasal 28 ayat 1

UUP menjelaskan bahwa batalnya perkawinan di mulai dari setelah

keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Akibat hukum pembatalan perkawinan

Akibat hukum pembatalan perkawinan yang terjadi terhadap suami

isteri adalah putusnya hubungan suami isteri. Mengenai kedudukan anak

49
50

akibat dari adanya sebuah pembatalan perkawinan Pasal 28 ayat 2 huruf (a)

UUP menjelaskan bahwa keputusan pembatalan perkawinan bukan atau

tidak berlaku surut terhadap anak-anak, terputusnya terhadap status

perkawinan, dan pembagian harta bersama.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran

sebagai berikut:

1. Pembatalan perkawinan kerap terjadi karena banyak kepentingan.

seharusnya petugas KUA harus lebih teliti dalam memasukan data

administrasi. Karena apabila terjadi pemalsuan maka perkawinan tersebut

harus dibatalkan oleh pengadilan. Dalam UUP dijelaskan dalam poin

Pasalnya yang menjelaskan dalam sangka diri. Untuk kedepanya ada

penambahan atau pembaharuan mengenai kejelasan dari Pasal tersebut agar

di perjelas dengan kata bohong. Pada UUP sebagai kitab hukum para hakim

harus benar-benar sebagai petunjuk agar tercapai tujuan perkawinan yang

baik.

2. Akibat hukum yang terjadi terhadap pembatalan perkawinan benar -benar

dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan yang baik dikarenakan sangat

berdampak dalam kehidupan setelah akibat Pembatalan perkawinan

tersebut.

3. terhadap pernikahan status perkawinan, tehadap anak-anak yang sebagai

korban dan status pembagian harta. Sampai kapanpun status anak harus
51

sebagai anak sah kedua orang tua walaupun perkawinan tersebut dianggap

tidak pernah ada.


DAFTAR PUSTAKA
Anam,khoirul.2017.”pembatalan perkawinan karena adanya pemalsuan identitas
suami dalam berpoligami”.jurnal yustitiabelen vol.3(1):11
Arijulmanan, Arijulmanan, Ahmad Dailami, Rumba Triana.2018.”dampak
pemalsun data identitas administrasi pernikahan terhadap status hukum
pernikahan dan perspektif hukum islam”.jurnal hukum islam dan pranata
sosial islam . Vol 6, No 01 hal.

Aulia,tim redaksi nuansa, 2012).kompilasi hukum islam .jakarta. edisi revisi 2012
Burhan,B(2003).analisis data penelitian kualitatif. Jakarta :raja grafindo persada.
Fikriyah,huriatul.2011 “tindak pidana pemalsuan data dalam undang undang
no.11 tahun 2008 tentang ITE dan kajian hukum islam” UIN syarif
hidayatullah 56

Imas,2016.”Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Identitas Serta Akibat


Hukumnya Di Pengadilan Agama Pandeglang (Analisis Putusan Perkara
Nomor:421/Pdt.g/2014/pa.pdlg)”.jurnal Hukum Keluarga Islam vol.1 (1)
:hal.66
Maharani,dyah ayu.2017. pemikiran muhammad quraish shihab mengenai tujuan
penidikan ilsam dan relevansinya dengan tujuan pendidikan nasional.
ponorogo pps.Institut Agama Islam Negeri (Iain) Ponorogo

Meikalyan, rizzal (2016)studi komparasi standar pelayanan minimal (spm) bus


trans jogja. S2 thesis, UAJY.
Novera,Arfianna Sri Turatmiyah, M. Syaifuddin.2015.” Akibat Hukum Pembatalan
Perkawinan dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak dan Perempuan
di Pengadilan Agama Sumatera Selatan”. Jurnal Hukum ius quia iustum.
1 VOL. 22 . 163 – 179

Patampari,ahmad supandi.2020.”Konsekuensi hukum pembatalan perkawinan


menurut hukum islam “. Jurnal hukum keluarga islam dan kemanusiaan
vol.2 no.2 .13
Rahmatillah,eny dan khofifyA.N.2017. “Konsep Pembatalan Perkawinan Dalam
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum
Islam”.hukum islam vol.XVII(2);163
Rusli,tamli.2013.”pembatalan perkawinan berdasarkan undang-undang nomor 1
tahun 1974 tentang perkawinan”. pranata hukum .vol8(2):159

Sanjaya,umar haris.2017 hukum perkawinan islam .yogyakarta.gama media


Siwi,mettarini,2021. Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan Identitas Oleh
Suami Dan Akibat Hukumnya (Analisis Putusan Pengadilan Agama
Bantul Nomor : 925/Pdt.G/2018/PA.Btl), purwokerto pps. IAIN
Purwokerto.
Sugiono.2019.Metode penelitian kuantitatif kualitatif. bandung :ALFABETA, cv.
WJS. Poewadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 2004, 622.
Permana,penerbit Undang-undang perkawinan dan undang -undang
kewarganegaraan .2007.permana bandung
LAMPIRAN
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

SALINAN PU TU SAN

Nomor 0152/Pdt.G/2017/PA.Mr.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA PENGADILAN AGAMA
MOJOKERTO
Memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama
dalam
sidang Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam perkara permohonan Pembatalan Perkawinan yang diajukan
oleh :
XXXXXX, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan Kepala
KUA Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto,
tempat tinggal di Jl. PB Sudirman I Dusun Kupang
Desa Kupang Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto, selanjutnya disebut Pemohon ;
melawan
XXXXXX, umur 31 tahun, agama Islam, pekerjaan
Karyawan Bank, tempat tinggal di Dusun Tumapel
RT 005 RW 002 Desa Jolotundo Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto, selanjutnya disebut
Termohon I ;
XXXXXX, umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan SPG,
tempat tinggal di Dusun Penompo RT 016 RW 003
Desa Penompo Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto, selanjutnya disebut Termohon II ;
Termohon I dan Termohon II, selanjutnya disebut
para Termohon ; Pengadilan Agama tersebut ;

54
55

Telah membaca dan mempelajari berkasa perkara ;


Telah mendengar keterangan Pemohon, Termohon II dan para
saksi di depan sidang ;
TENTANG DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa Pemohon dalam surat permohonannya
tertanggal 06 Januari 2017 yang didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Mojokerto di bawah register Nomor
0152/Pdt.G/2017/PA.Mr. pada tanggal 06 Januari 2017, telah
mengajukan hal-hal sebagai berikut (setelah

diperbaiki) :
DireDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

1. Bahwa pada tanggal 22 Desember 2016, para Termohon telah

melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di hadapan


Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto, sebagaimana Kutipan Akta Nikah tanggal
22 Desember 2016 ;
2. Bahwa setelah pernikahan tersebut, para Termohon bertempat

tinggal di rumah orangtua Termohon II di Dusun Penompo RT


016 RW 003 Desa Penompo Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto selama 7 hari, dan telah hidup rukun sebagaimana
layaknya suami isteri (ba’daddukhul), namun belum dikaruniai
keturunan ;
3. Bahwa dalam masa pernikahan para Termohon tersebut, ada

seorang perempuan bernama XXXXXX, umur 30 tahun, agama


Islam, pekerjaan Buruh pabrik, bertempat tinggal di Dusun
Tumapel RT 005 RW 002 Desa Jolotundo Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto, yang memberikan informasi kepada
Kepala KUA Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto dan
mengaku sebagai isteri Termohon I ;
56

4. Bahwa setelah diadakan pengecekan administrasi bundel Akta

Nikah, ternyata perempuan yang bernama XXXXXX adalah isteri


sah Termohon I sebagaimana Akta Nikah yang dikeluarkan oleh
Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto tanggal 17 Oktober 2007 ;
5. Bahwa pada saat para Temohon melaksanakan pernikahan,

Termohon I mengaku berstatus duda cerai mati, padahal status


yang sebenarnya masih suami orang lain (XXXXXX), sehingga
Termohon I dinilai berdusta dan melanggar undang-undang,
melakukan poligami tidak sehat, yakni Termohon I melakukan
pernikahan dengan isteri kedua, Termohon II (XXXXXX) tanpa
seizin isteri pertama (XXXXXX) ;
6. Bahwa berdasarkan hal tersebut, terdapat alasan bagi Pemohon

untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan para


Termohon tersebut, dan Pemohon sanggup membayar biaya
perkara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku ;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon agar
Ketua Pengadilan Agama Mojokerto segera memeriksa dan
mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan yang
amarnya sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
2

DireDirektori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

2. Membatalkan perkawinan seorang laki-laki yang bernama


XXXXXX dengan seorang perempuan yang bernama XXXXXX
;
3. Menyatakan Akta Nikah beserta Kutipan Akta Nikah Nomor
0579/038/XII/2016 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto tanggal 22 Desember 2016, tidak mempunyai
57

kekuatan hukum ;
4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum ;
5. Atau jika Pengadilan berpendapat lain, Pemohon mohon

putusan yang seadil-adilnya ;


Menimbang, bahwa pada hari dan tanggal sidang yang telah
ditetapkan, Pemohon dan Termohon II datang menghadap di depan
sidang, sedangkan Termohon I tidak datang menghadap ke depan
sidang, walaupun sudah dipanggil secara resmi dan patut ;
Menimbang, bahwa permohonan Pemohon telah dibacakan
dan Pemohon menyatakan tetap pada isi permohonannya, tanpa
adanya perubahan ataupun tambahan ;
Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut,
Termohon II menjawab secara lisan yang pada pokoknya sebagai
berikut :
- Bahwa benar pada tanggal 22 Desember 2016, para Termohon telah
melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di hadapan
Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto ;
- Bahwa benar setelah pernikahan tersebut, para Termohon
bertempat tinggal di rumah orangtua Termohon II di Dusun
Penompo RT 016 RW 003 Desa Penompo Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto selama 7 hari, dan telah hidup rukun
sebagaimana layaknya suami isteri (ba’daddukhul), namun
belum
dikaruniai keturunan ;
- Bahwa benar dalam masa pernikahan para Termohon

tersebut, ada seorang perempuan bernama XXXXXX, yang


memberikan informasi kepada Kepala KUA Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto dan mengaku sebagai isteri
Termohon I ;
- Bahwa pada saat para Temohon melaksanakan pernikahan,

Termohon I mengaku berstatus duda cerai mati, sedangkan


Termohon II tidak mengetahui
58

hal tersebut yang sebenarnya, sehingga merasa tertipu ;


- Bahwa Termohon II tidak terima dengan keadaan ini dan

mendukung permohonan pembatalan perkawinan ini ;


Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa untuk menguatkan alasan


permohonannya, Pemohon telah mengajukan alat-alat bukti berupa :
Surat-surat :
1. Surat Permohonan Fasid Nikah Nomor yang dikeluarkan oleh
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto tanggal 4 Januari 2017, beserta lampirannya,
kemudian ditandai sebagai bukti (P.1) ;
2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto,
tanggal 22 Desember 2016, telah dinazegelen dan dilegalisir oleh
Panitera serta telah dicocokkan dan
sesuai dengan aslinya, kemudian ditandai sebagai bukti (P.2) ;
3. Fotokopi Kutipan Akta Nikah yang dikeluarkan oleh Kepala

Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto,


tanggal 17 Oktober 2007, telah dinazegelen dan dilegalisir oleh
Panitera serta telah dicocokkan dan sesuai
dengan aslinya, kemudian ditandai sebagai bukti (P.3) ;
4. Fotokopi Kartu Keluarga an. Termohon I, , yang dikeluarkan

oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten


Mojokerto, tanggal 23 Agustus 2010, telah dinazegelen dan
dilegalisir oleh Panitera serta telah dicocokkan dan sesuai dengan
aslinya, kemudian ditandai sebagai bukti (P.4) ;
Saksi-saksi ;
1. Nama XXXXXX, umur 30 tahun, agama Islam, pekerjaan

Buruh pabrik, tempat tinggal di Dusun Tumapel RT 005 RW 002


Desa Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto, sebagai
saksi I ;
2. Nama SAKSI II umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan Kaur
59

Kesra, tempat tinggal di Dusun Jolotundo RT 003 RW 002 Desa


Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto, sebagai saksi
II ;
Menimbang, bahwa setelah para saksi bersumpah menurut
agamanya, lalu memberikan keterangan secara terpisah dan sendiri-
sendiri yang pada pokoknya bahwa :
- Saksi I adalah isteri pertama Termohon I sedangkan saksi II

adalah tetangga Termohon II ;


- Para saksi kenal dengan Pemohon dan para Termohon ;
- Pada tanggal 22 Desember 2016, para Termohon telah
melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di hadapan
Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto, namun para


saksi baru mengetahuinya ;
- Dalam masa pernikahan para Termohon tersebut, saksi I telah
memberikan
informasi kepada Kepala KUA Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto dan mengaku sebagai isteri Termohon I ;
- Pada saat para Temohon melaksanakan pernikahan, Termohon
I mengaku berstatus duda cerai mati, padahal saksi I adalah masih
isteri sah Termohon I ;
- Bahwa saksi I tidak terima dengan keadaan ini dan
mendukung permohonan pembatalan perkawinan ini ;
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon II membenarkan
alat bukti surat dan keterangan para saksi tersebut ;
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon II tidak lagi
mengajukan tanggapan dan hanya mohon putusan ;
Menimbang, bahwa untuk meringkas uraian dalam putusan,
Majelis Hakim perlu menunjuk Berita Acara Sidang dan surat-surat
yang berkaitan dengan perkara ini ;
60

TE
MeNniTmAbN
anGg,PE RhTwIaMBm
AaNkG
ba
Pemohon suAdN dHaU
n KU
tuM
juan permohonan
sebagaimana telah tersebut ;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti surat P.1, dikuatkan
lagi bahwa Pemohon mengajukan perkara permohonan Pembatalan
Perkawinan, maka perkara ini menjadi kewenangan mutlak
Pengadilan Agama (Pasal 49 huruf a dan penjelasannya angka 6
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006) ;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti P.1 pula, dan sesuai
kenyataan tempat tinggal Pemohon dan para Termohon, maka
Pemohon mempunyai kapasitas dan kedudukan hukum (legal
standing) untuk mengajukkan perkara ini ke Pengadilan Agama
(Pasal 73 Kompilasi Hukum Islam) serta perkara ini menjadi
kewenagan relatif Pengadilan Agama Mojokerto ;
Menimbang, bahwa ternyata perkara ini telah memenuhi
syarat formal lainnya dan syarat meterial suatu permohonan
(berdasar hukum) sehingga dapat diterima untuk diperiksa dan
diadili ;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti surat P.2, maka
benar bahwa pada tanggal 22 Desember 2016, para Termohon telah
melangsungkan
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

pernikahan menurut agama Islam di hadapan Pegawai Pencatat


Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto, dengan status masing- masing duda cerai mati dan janda
cerai mati ;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti surat P.3, maka
benar pula bahwa XXXXXX (saksi I) adalah isteri sah Termohon I
yang menikah di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan
Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto tanggal 17 Oktober
2007 ;
61

Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti surat P.4, maka


benar pula bahwa dari pernikahan Termohon I dengan XXXXXX
(saksi I) telah dikaruniai seorang anak yang bernama XXXXX, umur
6 tahun 7 bulan ;
Menimbang, bahwa keterangan para saksi di depan sidang,
bersesuaian antara yang satu dengan lainnya, sehingga menguatkan
dalil dan alasan permohonan Pemohon ;
Menimbang, bahwa dari keterangan Pemohon yang dikuatkan
dengan alat bukti surat-surat dan para saksi, maka Majelis Hakim
menemukan fakta hukum, bahwa :
- Pada tanggal 22 Desember 2016, para Termohon telah

melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di hadapan


Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto ;
- Namun, pada tanggal 17 Oktober 2007, Termohon I pernah

melangsungkan pernikahan menurut agama Islam di hadapan


Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto dengan XXXXXX, bahkan telah
dikaruniai seorang anak yang bernama XXXXX, umur 6 tahun
7
bulan ;
- Pada saat para Temohon melaksanakan pernikahan, Termohon

I mengaku berstatus duda cerai mati, padahal XXXXXX adalah


masih isteri sah Termohon I ;
sehingga fakta hukum tersebut, mendukung dan menguatkan alasan
permohonan Pemohon ;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut,
Termohon I dinilai telah melanggar hukum dengan melakukan
poligami tidak sehat, yakni poligami tanpa izin (putusan) Pengadilan
Agama setempat, sehingga patut untuk dibatalkan (Pasal 71 huruf a
Kompilasi Hukum Islam) ;
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
62

4. putusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majelis


Hakim perlu mengemukakan dalil syar’i sebagai berikut :
Sebagaimana doktrin qaidah fiqhiyyah yang berbunyi :
‫درء ال مف ا سد مقدم على ج لب المص ا ل ح‬

Artinya :“Menolak kemafsadahan adalah lebih utama daripada mena


rik kemaslahatan” ;

‫ﺔﺤلصمﻻﺑ ﻄﻮﻨم ﺔﻴعﺮلل ىلع م امﻻا فﺮص ﺘ‬

Artinya :“Kebijakan Pemimpin (Pemerintah) terhadap rakyatnya semata-


mata demi kemaslahatan rakyatnya” ;

Menimbang, bahwa dengan adanya alasan dan dalil tersebut,


permohonan Pemohon patut dikabulkan dengan membatalkan
perkawinan seorang laki-laki yang bernama XXXXXX dengan
seorang perempuan yang bernama XXXXXX ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.2 dan untuk
efektifitas dalam putusan ini, maka Majelis Hakim perlu menyatakan
Akta Nikah beserta Kutipan Akta Nikah Nomor 0579/038/XII/2016
yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan
Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto tanggal 22 Desember
2016, tidak mempunyai kekuatan hukum ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 dan untuk
efektifitas dalam putusan ini, maka Majelis Hakim perlu pula
memerintahkan Panitera untuk menyampaikan salinan putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama setempat ;
Menimbang, bahwa biaya perkara dalam bidang perkawinan
dibebankan kepada Pemohon (pasal 89 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989), sehingga Majelis Hakim membebankan
kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini ;
Memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
63

ME NGADI LI
1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
2. Membatalkan perkawinan seorang laki-laki yang bernama
XXXXXX dengan
seorang perempuan yang bernama XXXXXX ;
3. Menyatakan Akta Nikah beserta Kutipan Akta Nikah No

mor 0579/038/XII/2016 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat


Nikah Kantor
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id

Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto tanggal


22 Desember 2016, tidak mempunyai kekuatan hukum ;
4. Memerintahkan Panitera untuk menyampaikan salinan putusan
yang telah
berkekuatan hukum tetap kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto ;
5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya
perkara ini sejumlah Rp 491.000,- (empat ratus sembilan puluh
satu ribu rupiah) ;
Demikian putusan ini dijatuhkan berdasarkan hasil
musyawarah Majelis Hakim kemudian diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 08 Pebruari 2017
Masehi bertepatan dengan tanggal 11 Jumadil Awal 1438 Hijriyah
oleh kami Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto yang terdiri
dari, Drs. H. WACHID RIDWAN, M.H. sebagai Hakim Ketua, ENY
RIANING TARO, S.Ag., M.Sy. dan H. SOFYAN ZEFRI, SHI,
MSI, masing-masing sebagai Hakim Anggota, dan dibantu oleh
SUPARDI, S.H., M.H. sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri
pihak Pemohon, Termohon II, dan tanpa hadirnya Termohon I ;
64

HAKIM ANGGOTA, KETUA MAJELIS,

ttd ttd
ENY RIANING TARO, S.Ag., M.Sy. Drs. H. WACHID RIDWAN,
M.H.

ttd ttd
H. SOFYAN ZEFRI, SHI, MSI SUPARDI, S.H., M.H.

PANITERA PENGGANTI,
ttd
DAFTAR PERINCIAN BIAYA PERKARA Untuk salinan yang sama
bunyinya
1. Biaya Pendaftaran Rp 30.000,-
2. Biaya Proses
Rp 50.000,-
Penyelesaian Perkara
Oleh
65

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. putusan.mahkamahagung.go.id
3. Biaya Panggilan Pemohon Rp 100.000,-
4. Biaya Panggilan Termohon Rp 300.000,-
5. Redaksi Rp 5.000,-
6. Meterai Rp 6.000,-
Jumlah Rp 491.000,-
(empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah)

Panitera Pengadilan
Agama Mojokerto

AS’AD, S.Ag.
(wan)

Anda mungkin juga menyukai