Anda di halaman 1dari 6

Tabel Indeks Standar Pencemar Udara

Pencemaran
ISPU Udara Dampak kesehatan
Level
0 - 50 Baik tidak memberikan dampak bagi kesehatan manusia atau hewan.
51 - tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi
Sedang
100 berpengaruh pada tumbuhan yang peka.
bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang
101 -
Tidak Sehat peka atau dapat menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun
199
nilai estetika.
200 - Sangat Tidak kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah
299 Sehat segmen populasi yang terpapar.
kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan
300 -
Berbahaya kesehatan yang serius pada populasi (misalnya iritasi mata, batuk,
500
dahak dan sakit tenggorokan).

SYARAT AIR MINUM

1. Persyaratan Fisik

Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik, diantaranya adalah jernih atau tidak
keruh. Syarat fisik air yang layak dikonsumsi adalah jernih atau tidak keruh, karena air yang
keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat. Sehingga apabila air
tersebut semakin keruh maka kandungan koloid di dalamnya semakin banyak. Kemudian
tidak berwarna, air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum harus
jernih. Karena apabila air tersebut berwarna itu berarti mengandung bahan-bahan lain yang
berbahaya bagi kesehatan.

Syarat fisik air layak konsumsi yang ketiga adalah rasanya tawar. Secara fisika air dapat
dirasakan oleh lidah kita, jika air yang kita minum terasa tawar maka air tersebut baik untuk
dikonsumsi. Namun, apabila air tersebut memiliki rasa seperti asam, pahit, manis, dan asin itu
menunjukkan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang
larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan dari kandungan asam organic maupun
anorganik.

Persyaratan fisik lainnya adalah tidak berbau, air yang baik memiliki ciri tidak berbau saat
dicium baik dari kejauhan maupun dari dekat. Air yang berbau busuk berarti mengandung
bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi atau penguraian oleh mikoorganisme
lain. Kemudian air yang layak dikonsumsi adalah air yang memiliki temperature yang
normal. Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat
kimia yang ada pada saluran atau pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan
menghambat pertumbuhan mikro organisme. Dan syarat fisik yang terakhir supaya air layak
dikonsumsi adalah tidak mengandung zat padatan.
2. Persyaratan Kimia

Syarat kimia yang harus dipenuhi pertama adalah kandungan pH atau derajat keasaman. pH
sangatlah penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya
disebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh menyangkut
aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang lebih
kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah
menjadi racun yang sangat mengganggu kesehatan. Yang kedua adalah kesedahan, ada dua
jenis kesedahan yaitu kesedahan sementara dan kesedahan non karbonat atau permanen.
Kesedahan sementara akibat dari keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat yang
hilang karena memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam air.

Sedangkan kesedahan non karbonat disebabkan oleh sulfat dan karbonat, Chlorida dan Nitrat
dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium. Konsentrasi kalsium dalam
air minum lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan
konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa
air. Syarat kimia yang lainnya adalah kandungan besi dalam air. Air yang mengandung besi
akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air. Batas maksimal yang
terkandung dalam air adalah 0,1 mg/l. Selain besi kandungan alumunium juga tidak boleh
terdapat dalam air, batas maksimal adalah 0,2 mg/l. Masih ada lagi unsur kimia lainnya yang
tidak boleh terkandung dalam air yaitu zat organik, sulfat, nitrat dan nitrit. Karena apabila air
mengandung unsur-unsur kimia di atas sudah dapat dipastikan bahwa air tersebut tidak layak
konsumsi, sedangkan yang layak konsumsi adalah yang tidak mengandung semua itu.

3. Persyaratan Mikrobiologi

Syarat air layak konsumsi berdasarkan mikrobioogi adalah air yang tidak mengandung
kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri pathogen penyebab
penyakit.

Jika kesemua syarat di atas telah dipenuhi maka air tersebut layak dikonsumsi untuk
diminum. Air bersih yang diupayakan oleh pemerintah melalui kerjasama antara BPPSPAM
dan PDAM telah memenuhi syarat-syarat di atas. Jadi anda tidak perlu khawatir untuk
menggunakan air dari PDAM yang anda langgani tersebut untuk diolah dijadikan air minum.
Karena air tersebut sudah memenuhi syarat air minum, sehingga layak dikonsumsi.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Pengertian dan Jenis
Posted on 5 Oktober 2014 by alamendah

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun, dan jenis
macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sering bersinggungan
dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita mengenal pengertian, jenis dan
cara pengelolaannya dengan benar, akan memberikan dampak yang berkepanjangan dan
beruntun terhadap manusia dan lingkungan.

Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational Safety and
Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun
kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan
properti dan atau lingkungan.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia, lingkungan,
kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, pemerintah
melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi pembuatan,
pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.

Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun

Jenis dan Penggolongan Bahan Berbahaya dan Beracun

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan Bahan


Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana pengelolaan B3
dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3
diklasifikasikan menjadi :

1. Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 0C, 760
mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.
2. Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau lebih
pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3. Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan  cairan yang
memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 0C.
4. Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0-21 0C.
5. Mudah menyala (flammable).
6. Amat sangat beracun (extremely toxic);
7. Sangat beracun (highly toxic);
8. Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut.
9. Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi
kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan
sampai tingkat tertentu.
10. Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses
pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35
mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama
atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
11. Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara langsung,
dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat
menyebabkan peradangan.
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang ditimbulkan
oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan
(misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
13. Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.
14. Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
15. Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom (merubah
genetika).

Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3 dikelompokkan dalam 4
klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi I, meliputi :
1. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat menimbulkan
bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung, karena sangat sulit
penanganan dan pengamanannya;
2. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya.
2. Klasifikasi II, meliputi :
1. Bahan radiasi;
2. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik;
3. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat) kurang
dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput lendir;
4. Bahan etilogik/biomedik;
5. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan;
6. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 35 0C;
7. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
3. Klasifikasi III, meliputi :
1. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah meledak
karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II;
2. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi tidak
mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II;
3. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan nyeri;
4. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala
350Csampai 600C;
5. Bahan pengoksidasi organik;
6. Bahan pengoksidasi kuat;
7. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenik;
8. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya lainnya.
4. Klasifikasi IV, yaitu :
1. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara;
2. Bahan pengoksid sedang;
3. Bahan korosif sedang dan lemah;
4. Bahan yang mudah terbakar.

Selain itu penggolongan bahan berbahaya dan beracun dapat dilihat juga pada SK Menteri
Perindustrian No. 148/M/SK/4/1985 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 187/1999.

Untuk mengenali masing-masing jenis Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut biasanya
disertakan gambar atau logo pada kemasannya. Pemberian simbol Bahan Berbahaya dan
Beracun ini, yang terbaru, diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Simbol atau lambang B3 yang digunakan adalah
sebagaimana gambar ilustrasi di atas.

Penggunaan pestisida harus memperhatikan prinsip 5 (lima) tepat, yaitu:

1.    Tepat Sasaran. Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan,
misal ulat grayak pada daun kedelai, hama wereng pada padi.
2.    Tepat Jenis. Tentukan jenis pestisida apa yang harus digunakan, umumnya pestisida
memiliki kekhususan terhadap jenis OPT yang dapat dikendalikan misalnya: bakterisida
(pengendali penyakit yang disebabkan bakteri), fungisida (pengendali jamur), insektisida
(pengendali serangga), akarisida (pengendali tungau), moluskisida (pengendali moluska
seperti keongmas), rodentisida (pengendali tikus), dsb.
3.    Tepat Waktu. Waktu pengendalian ditentukan berdasarkan: a) tahap rentan dari hama
yang menyerang, misalnya ulat yang masih kecil, b) banyaknya hama yang paling tepat
untuk dikendalikan sesuai ambang ekonominya, misal jumlah ulat grayak 8
ekor/tanaman, c) kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi pestisida pada
saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas terik, d) lakukan pengulangan sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan. Waktu aplikasi merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan efektifitas pestisida yang diaplikasikan. Jika dikaitkan dengan tahap
perkembangan hama, maka dikenal waktu aplikasi pestisida yakni 1) Aplikasi Preventif,
dilakukan sebelum ada serangan hama dengan tujuan untuk melindungi tanaman, 2)
Aplikasi dengan Sistem Kalender (aplikasi berjadwal, tetap banyak dilakukan oleh
petani, misalnya seminggu sekali atau bahkan seminggu dua kali), 3) Aplikasi Kuratif,
aplikasi ini dilakukan sesudah ada serangan hama dengan maksud untuk menghentikan
serangan atau menurunkan populasi OPT, dan 4) aplikasi berdasarkan ambang
pengendalian atau ambang ekonomi hama.
4.    Tepat Dosis/Konsentrasi
Supaya pestisida yang diaplikasikan efektif membasmi OPT sasaran, maka
dosis/konsentrasi pestisida harus ditetapkan secara tepat.  Dosis merupakan banyaknya
pestisida yang dibutuhkan untuk setiap satuan luas, misalnya dosis pestisida A sebanyak
2 L/ha, pestisida B sebanyak 250 mL/pohon.  Sedangkan konsentrasi adalah banyaknya
pestisida yang dibutuhkan untuk setiap satuan aplikasi, misalnya 2 mL/L, 0,5 ml/L.
Kurangnya perhatian petani terhadap dosis/konsentrasi pestisida ini sering menyebabkan
aplikasi pestisida yang salah.
5.    Tepat Cara, lakukan aplikasi pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi
pestisida dan anjuran yang ditetapkan. Cara penggunaan pestisida di antaranya cara
penaburan, cara penyemprotan, cara penghembusan, cara pengumpanan, cara fumigasi,
dan cara pengasapan.

Prosedur Pertolongan Pertama saat Kejadian Pestisida


a.    Segera bersihkan pestisida yang tertumpah.
b.    Jika tertumpah sedikit, gunakan sarung tangan saat membersihkannya.
c.    Jangan menyiram tumpahan pestisida karena bisa membahayakan organisme non target,
gunakan bahan yang bisa  menyerap tumpahan seperti serbuk kayu atau bahan lainnya
yang bisa dengan mudah dibuang pada tempat yang aman.
d.    Jika tumpahan pestisida mengenai tubuh, segera bersihkan dengan air dan sabun atau lihat
petunjuk yang ada pada label pestisida.
e.    Jika terkena pakaian segera lepaskan dang anti pakaian yang terkontaminasi.
f.     Jika terkena mata, siramlah mata perlahan-lahan selama sekitar 10-15 menit.

g.  Jika terhirup, segera cari tempat terbuka untuk mendapatkan udara segar.

Anda mungkin juga menyukai