Anda di halaman 1dari 72

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Pengertian dan Jenis

Posted on 5 Oktober 2014by alamendah

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan


Beracun, dan jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita
sering bersinggungan dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita
mengenal pengertian, jenis dan cara pengelolaannya dengan benar, akan
memberikan dampak yang berkepanjangan dan beruntun terhadap manusia dan
lingkungan.
Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational
Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat
kimia maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan
manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup,
dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia,
lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya, pemerintah melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini
meliputi pembuatan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga
pembuangan limbah B3.

Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun

Jenis dan Penggolongan Bahan Berbahaya dan Beracun


Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana

pengelolaan B3 dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan)


Bahan Berbahaya dan Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam
PP ini, B3 diklasifikasikan menjadi :
1.

Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar
(25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan di sekitarnya.
2.
Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama
atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3.
Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan
cairan yang memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah
atau sama dengan 35 C.
4.
Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik
nyala 0-21 C.
5.
Mudah menyala (flammable).
6.
Amat sangat beracun (extremely toxic);
7.
Sangat beracun (highly toxic);
8.
Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia
dan akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
9.
Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas
yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
10.
Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit,
menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju
korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang
dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang
bersifat basa.
11.
Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak
secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau
selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.
12.
Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya
yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC),
0

persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak


lingkungan.
13.
Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel
kanker.
14.
Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan embrio.
15.
Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan
kromosom (merubah genetika).
Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3
dikelompokkan dalam 4 klasifikasi yaitu :
1.
Klasifikasi I, meliputi :
A.
Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat
menimbulkan bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak
langsung, karena sangat sulit penanganan dan pengamanannya;
B.
Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut
diduga menimbulkan bahaya.
2.
Klasifikasi II, meliputi :
A.
Bahan radiasi;
B.
Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik;
C.
Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50
(rat) kurang dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau
selaput lendir;
D.
Bahan etilogik/biomedik;
E.
Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan;
F.
Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari
35 C;
G.
Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
3.
Klasifikasi III, meliputi :
A.
Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak
mudah meledak karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II;
B.
Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara
tetapi tidak mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II;
C.
Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi,
luka dan nyeri;
D.
Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik
nyala 35 Csampai 60 C;
E.
Bahan pengoksidasi organik;
0

F.
G.

Bahan pengoksidasi kuat;


Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan
mutagenik;
H.
Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau
bahaya lainnya.
4.
Klasifikasi IV, yaitu :
A.
Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara;
B.
Bahan pengoksid sedang;
C.
Bahan korosif sedang dan lemah;
D.
Bahan yang mudah terbakar.
Selain itu penggolongan bahan berbahaya dan beracun dapat dilihat juga pada SK
Menteri Perindustrian No. 148/M/SK/4/1985 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. 187/1999.
Untuk mengenali masing-masing jenis Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut
biasanya disertakan gambar atau logo pada kemasannya. Pemberian simbol Bahan
Berbahaya dan Beracun ini, yang terbaru, diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Simbol atau
lambang B3 yang digunakan adalah sebagaimana gambar ilustrasi di atas.
Macam-macam Limbah
1. A. Pengertian Limbah
Definisi limbah atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berdasarkan
BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses
produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena
sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi
atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan
manusia.
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg,
dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan
sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu
sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan
pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb
dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada
umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar

lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan


Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut
untuk daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari
Pemerintah Indonesia.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
Limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 apabila setelah melalui
pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik mudah meledak,
mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi, dan bersifat
korosif.contoh limbah B3 sebagai berikut:

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai
sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan
Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan
oleh sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah
tidak terpakai . Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi baik industry maupun domestic (rumah tangga atau yang
lebih dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair.
Sampah (refuse) atau limbah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya

berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan


industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk
didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah
bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah tangga, pasar,
warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
1. B. Macam-macam Limbah dan Bahaya Limbah
1.
1. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat
diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi

pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa


organik yang stabil dan mudah menguap.
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses

koagulasi dan flokulasi.


Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses

pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung


padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut.
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan

biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana


padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak
mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total
solids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile
solids (VR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta
karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat
mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa
kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg,
dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan
sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu
sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan
pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb
dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada
umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar
lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut

untuk daftar lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari


Pemerintah Indonesia.
1. 2. Limbah Logam Berat Beracun di Perairan
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari
5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22
sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Sebagian logam
berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat
pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S
menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim,
sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium,
timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat
proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan
senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan,
1977).
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun
logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah)
sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb),
krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut
Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam paling tinggi ke paling
rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai
berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan
menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990)
sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok,
yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb,
Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co,
sedangkan bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung
terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam
berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan
perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan,
dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi
organisme tersebut

3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu


lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen
mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan
melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air,
sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala
waktu tertentu
Kadmium dalam air berasal dari pembuangan industri dan limbah
pertambangan. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada
keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai
alkali. Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan
yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan
darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer pencernaan serta
mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Clarkson, 1988; dan Saeni,
1997).
Tembaga merupakan logam yang ditemukan dialam dalam bentuk
senyawa dengan sulfida (CuS). Tembaga sering digunakan pada pabrikpabrik yang memproduksi peralatan listrik, gelas , dan alloy. Tembaga
masuk keperairan merupakan faktor alamiah seperti terjadinya pengikisan
dari batuan mineral sehingga terdapat debu, partikel-partikel tembaga
yang terdapat dalam lapisan udara akan terbawa oleh hujan. Tembaga
juga berasal dari buangan bahan yang mengandung tembaga seperti dari
industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, dan limbah domestik.
Pada konsentrasi 2,3 2,5 mg/l dapat mematikan ikan dan akan
menimbulkan efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir (Saeni,
1997). Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai sintesa hemoglobin dan
tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat dengan
protein, sebagian dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan
dibuang kefeses, sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga
menyebabkan penyakit anemia dan tuberkulosis.
Logam timbal (Pb) berasal dari buangan industri metalurgi, yang bersifat
racun dalam bentuk Pb-arsenat. Dapat juga berasal dari proses korosi lead
bearing alloys. Kadang-kadang terdapat dalam bentuk kompleks dengan
zat organik seperti hexaetil timbal, dan tetra alkil lead (TAL) (Iqbal dan
Qadir, 1990)

Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui
makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui pernapasan dan
penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat
aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat
menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan
logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus,
muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf
dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa
(Iqbal dkk 1990; Pallar, 1994)
1. 3. Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan
invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969). Kulit
udang mengandung protein (25 % 40%), kalsium karbonat (45% 50%),
dan khitin (15% 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut
tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung
protein (15,60% 23,90%), kalsium karbonat (53,70 78,40%), dan khitin
(18,70% 32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat
hidupnya (Focher et al., 1992). Kandungan khitin dalam kulit udang lebih
sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan
tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama
kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu
senyawa kutikula serangga janis ekstra yang disebut dengan nama khitin
(Neely dan Wiliam, 1969). Khitin merupakan konstituen organik yang
sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, molusca,
corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein
dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga
terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit
pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya khitin dapat dideteksi
dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan
I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam
sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat
hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.

Khitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul


tinggi dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain (1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Hirano,b
1986; Tokura, 1995). Struktur khitin sama dengan selulosa dimana ikatan
yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada (1-4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yangbposisi
terikat pada atom karbon yang kedua pada khitin diganti oleh gugus
asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit Nasetilglukosamin (The Merck Indek, 1976).
Khitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976) merupakan zat
padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam
anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik
lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang
larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang
terdeasetilasi sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang
terdeasetilasi sebanyak mungkin.
-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosabKhitosan yang disebut juga dengan
merupakan turunan dari khitin melalui proses deasetilasi. Khitosan juga
merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis
gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan skunder.
Adanya gugus fungsi ini menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas
kimia yang tinggi (Tokura, 1995).
Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa
kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam
H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan
bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu khitosan dapat
dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti
protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak digunakan pada
berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan (Muzzarelli,
1986). Saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang
dengan pesat, karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat
dihandalkan dalam meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan
salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di
Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk udang beku yang telah
dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan
udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% 75% dari

berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha
pengolahan udang cukup tinggi (Anonim, 1994). Limbah kulit udang
mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat,
khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim, 1994). Meningkatnya jumlah
limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha
pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang,
1993). Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah
termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan
bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti
Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam
industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan. Manfaatnya
di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi,
biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan
kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai
bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu
tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa,
demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium
hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan
tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada
gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz, 1996., dan Fahmi, 1997). Khitin
dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai
absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan
cara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang
dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta
tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu
pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap
terhadap logam-logam berat diperairan.
1. 4. Limbah Deterjen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai

rumah tangga sampai industri. Deterjen umumnya tersusun atas lima


jenis bahan penyusun, yaitu :
1. surfaktan, yang merupakan senyawa Alkyl Bensen Sulfonat (ABS)
yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian. ABS
memiliki sifat tahan terhadap penguraian oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable).
2. senyawa fosfat (bahan pengisi), yang mencegah menempelnya
kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat
digunakan oleh semua merk deterjen memberikan andil yang cukup
besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang
menyebabkan Booming Algae(meledaknya populasi tanaman air)
3. Pemutih dan pewangi (bahan pembantu), zat pemutih umumnya
terdiri dari zat natrium karbonat. Menurut hasil riset organisasi
konsumen Malaysia (CAP) Pemutih dapat menimbulkan kanker pada
manusia. sedangkan untuk penwangi lebih banyak merugikan
konsumen karena bahan ini membuat makin tingginya biaya
produksi, sehingga harga jual produk semakin mahal. Padahal zat
pewangi tidak ada kaitannya dengan kemampuan mencuci.
4. bahan penimbul busa, yang sebenarnya tidak diperlukan dalam
proses pencucian dan tidak ada hubungan antara daya bersih
dengan busa yang melimpah.
5. Fluorescent, berguna untuk membuat pakaian lebih cemerlang.
Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik
yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai
bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus
(LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan senyawa
yang lebih sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak
negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS.
Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan ABS
belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk
deterjen, antara lain karena : harganya murah, kestabilannya dalam
bentuk krim pasta dan busanya melimpah.
Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan
lingkungan. Risiko deterjen yang paling ringan pada manusia berupa
iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah
yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena

kebanyakan produk deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat


keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka, penggunaan produk
penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat
iritasi kulit semakin parah.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah
deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker
(karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa
benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa
klorobenzena yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat
mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat digunakannya
kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman
pada proses klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga
instalasi pengolahan air limbah industri belum mempunyai teknologi yang
mampu mengolah limbah deterjen secara sempurna.
Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali,
mengingat senyawa ini dapat menjadi salah satu penyebab proses
eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada sungai/danau
yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang
secara tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di
beberapa negara Eropa, penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti
dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.
Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai
hak untuk memperoleh informasi suatu produk secara jelas, hak untuk
memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen apabila produk
mereka tidak sesuai dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen
tersebut, diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan
produk deterjen yang dihasilkannya dalam bentuk pelabelan komposisi
bahan baku.
Persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah
mempunyai daya cuci yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah
persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak konsumen
maupun produsen. Di satu pihak, konsumenharus tahu bahwa tidak ada
kaitan antara daya cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen

seharusnya tidak lagi menggunakan busa melimpah dalam


mempromosikan produknya.
Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton.
Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan
oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per
kapita rata-rata sebesar 8,232 kg.
Regulasi yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum
sepenuhnya mengakomodasi aspek lingkungan. Standar, sebagai salah
satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan sebagai
acuan bagi produk deterjen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak
sesuai lagi dengan tuntutan produk yang berwawasan lingkungan,
sehingga perlu direvisi, seiring dengan perkembangan teknologi dan
perkembangan baku mutu lingkungan.
1. 5. Limbah Tinja
Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik
adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena
dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1
gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu
bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10 derajat
Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja
yaitu : virus, Protozoa, cacing dan bakteri yang umumnya diwakili oleh
jenis Escherichia coli (E-coli). Menurut catatan badan Kesehatan dunia
(WHO) melaporkan bahwa air limbah domestik yang belum diolah
memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap
liternya, lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni
dan tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang
jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya.
Saat ini E-coli adalah mikroorganisme yang mengancam Kali Mas. Bakteri
penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah
mengkontaminasi badan air Kali Mas, dari Kajian Dhani Arnantha staf
peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah
menyebutkan bahwa di Hulu Kali Mas tepatnya di daerah Ngagel jumlah Ecoli dalam 100 ml air Kali Mas mencapai 350 milyar 1600 milyar
padahal dalam baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP

82/2001 tentang Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air


yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum seperti Kali Mas
kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000.
Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan,
bahkan pada kondisi tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix ginjal dan hati.
Tingginya tingkat pencemaran domestik Kali Mas memberikan dampak
yang signifikan terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal
disepanjang bantaran Kali Mas, hal ini merujuk pada data yang
dikeluarkan oleh Paguyuban Kanker Anak Jawa Timur RSUD Dr Soetomo
Oktober 2003 yang menyebutkan bahwa 59% penderita kanker anak
adalah leukimia dan sebagian besar dari penderita kanker ini tinggal di
Daerah Aliran Sungai Brantas (termasuk Kali Surabaya dan Kali Mas). Jenis
Kanker lainnya yang umum diderita Anak yang tinggal di Bantaran Kali
adalah kanker syaraf (neuroblastoma), Kanker kelenjar getah bening
(Limfoma), kanker ginjal (tumor wilms), dan Kanker Mata.
Ancaman serius ini harus memicu peran aktif Pemerintah dalam
mengendalikan pencemaran domestik, karena dibandingkan dengan
Limbah cair industri, penanganan sumber limbah domestik sulit untuk
dikendalikan karena sumbernya yang tersebar. Upaya yang dimaksudkan
bukan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak membuang tinja atau
deterjen kesungai, tetapi lebih kepada mengarahkan industri-industri kita
untuk menerapkan cleaner production (industri yang berwawasan
lingkungan) dengan menerapkan pengolahan limbah dan menghasilkan
produk-produk ramah lingkungan.
Sebagai konsumenpun masyarakat pemakai detergen juga harus berani
memilih dengan menggunakan produk-produk yang dihasilkan oleh
industri yang telah memiliki predikat hijau, predikat hijau ini diberikan
oleh Kantor kementrian Lingkungan Hidup dalam program Proper
(Program Pentaatn Industri) dalam program ini diberikan predikat emas
untuk industri yang menerapkan industri bersih, predikat Hijau untuk
industri yang telah mengelolah limbahnya dan telah mengembangkan
community development bagi masyrakat sekitar, predikat biru, Predikat

Merah dan Predikat hitam bagi industri yang menimbulkan kerusakan


lingkungan.
Dengan memilih produk-produk dari industri berpredikat hijau berarti kita
juga ikut serta dalam menjaga kualitas lingkungan.
1. C. Karakteristik Limbah
Karakteristik limbah:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi
4 bagian:
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun
pengujian, yaitu :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal
yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan
kisaran nilai 6.5 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki
pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat
mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin
parahjika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah.
Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan
berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya

berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah
tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat
bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri
atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan
mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan
bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat.
Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan
mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid
dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji
BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur
menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan
buangan anorganik.
1. D. Cara Pengelolaan Limbah
1.
1. Tekhnologi Pengolahan Air Limbah
1.
a. Trickling filter
Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik
(rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku
mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat Kota Jakarta. Jakarta
merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga letak septic tank,
cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air
tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285
sampel dari 636 titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri
coli. Secara kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku
mutu air minum yang parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi,
dan mangan.
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic
media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air
limbah akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa
bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal,
pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan
seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta sanitary wastes. Agar

dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip


pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses
produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (endpipe pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan
untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi
dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses
produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan peencemar
sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah
ditetapkan.
Parameter Konsentrasi (mg/L)
COD

100 300

BOD

50 150

Minyak nabati

5 10

Minyak mineral

10 50

Zat padat tersuspensi (TSS)

200 400

pH

6.0 9.0

Temperatur
38 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3)

1.0 5.0

Nitrat (NO3-N)

20 30

Senyawa aktif biru metilen

5.0 10

Sulfida (H2S)

0.05 0.1

Fenol

0.5 1.0

Sianida (CN)

0.05 0.5

Batasan Air Limbah untuk Industri (Kepmen LH No. KEP51/MENLH/10/1995).


Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang
dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi
yang besar dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air
limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang
teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian
yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter
kualitas yang digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter organik, karakteristik fisik,
dan kontaminan spesifik. Parameter organik merupakan ukuran jumlah zat
organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini terdiri dari total
organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),biochemical
oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari
parameter total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan
potensial reduksi. Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat
berupa senyawa organik atau inorganik.
1. b. Hazardous Material Container

Penanganan atau pengolahan Limbah B3, dengan metode


Hazardous Material Container.
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya
dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke
lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan,
dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan
karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat
dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik,
bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak
bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang
mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian

dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu
menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah
yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki
persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan
limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar
dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan
limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per
kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya
dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik
harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit
pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok
dan tiap blok terdiri atas 22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan
dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.
Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan
maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi
dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif
memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang
mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari
bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki
peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita
dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika
Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa
karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang
harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan
dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah
ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang
selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi
dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan
pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika
juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya
kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di
setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.

Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan


faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak
merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan
untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Pembuangan limbah B3 (Disposal); Strategi yang digunakan dalam
pengelolaan B3 dan limbah B3 adalah melalui pengembangan sistem dan
peningkatan kapasitas pengawasan dan perizinan; mendorong penerapan
prinsip 3R (Reuse, Recycle, Recovery); penguatan kapasitas kelembagaan
daerah dalam pengelolaan B3 dan limbah B3; aliansi strategi dengan
stakeholders tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional.
Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan
teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal).
Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3
ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di
Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug
telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan
(3) landfill clay liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai
dengan limbah B3 yang ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah
setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah
penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan
lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem
pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran.
Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung
penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis
tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus
dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di
sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak.
Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak
beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih
mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif
terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa
pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada

tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun
setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di
Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair
(liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam
merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi
yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan
mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk
diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi
serta hidrogeologi wilayah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan sedalam suatu formasi berpori yang berada jauh di
bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut
harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang
cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman
sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena
beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan
pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari
dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi,
memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat
atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan
viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan
limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada
mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu
disebutkah bahwa:
1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi
secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik
temu dengan sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti
disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak
lagi bersifat berbahaya dan beracun.
3. Pengolahan Awal (Pretreatment); Tahap pengolahan ini melibatkan
proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses

pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit
removal, equalization and storage, serta oil separation.

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai


kandungan bahan pencemar di dalam air terutama
senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen,
dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air
limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
1. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment); Pada dasarnya,
pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses
yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap
pertama ialah neutralization,chemical addition and
coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
1. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment); Pengolahan tahap
kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air
limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa.
Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan
tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking
filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological
contactor, serta anaerobic contactor and filter.
1. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment); Proses-proses yang
terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation
and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion
exchange, membrane separation, serta thickening gravity or
flotation.
2. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment); Lumpur yang terbentuk
sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian
diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion,pressure
filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying
bed, incineration, ataulandfill.
3. c. Sedimentation
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan
karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator
parameter yang sudah ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan
dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail mengenai aspek
ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan
peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi
yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.

Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi


kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan
untuk:
1. 1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari prosesproses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
2. 2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk
menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. 3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan
untuk penerapan skala sebenarnya.
Sedimentation. Sebuah primary sedimentation tank di sebuah unit
pengolahan limbah domestik.Sedimentation tank merupakan salah satu
unit pengolahan limbah yang sangat umum digunakan.
Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi
terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan
limbah itu sendiri. Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan
untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya limbah
langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai
dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi
bersih, serta perubahan mendasar pada sikap dan perilaku
manajemen. Treatment versus Prevention? Mana yang menurut temanteman lebih baik?? Saya yakin kita semua tahu jawabannya. Reduce,
recyle, and reuse.
1. E. Hipotesis
Apakah teman-teman tahu, apakah yang disebut dengan limbah? Sebagai
mahasiswa, teman-teman pasti tahu apa itu limbah. Bagaimanakah
keadaan Indonesia dengan adanya pencemaran limbah yang sangat
membahayakan kehidupan ekosistem dan lingkungan?
Dampak limbah domestik akan semakin terlihat saat memasuki musim
kemarau, hal ini dikarenakan volume debit air limbah tetap sedangkan
volume debit air Kali Mas dan Kali Surabaya mengalami penurunan hingga
3 kali. Pada musim penghujan debit air Kali Surabaya mencapai 60
m3/detik sedangkan pada musim kemarau debit air turun menjadi 20
m3/detik. Hal ini menurunkan kemampuan pengenceran air sungai
terhadap kualitas limbah domestik, akibatnya muncul buih-buih putih
membentuk jajaran pulau busa, dampak seperti ini sering terlihat dipintu
pelepasan saluran pembuangan di Darmo Kali hingga Pasar Keputarn dan

Kayun hingga Monumen Kapal selam seperti yang nampak pada berita
Surabaya news, Senin 7 Juni 2004.
Limbah domestik terbagi dalam dua kategori yaitu pertama, limbah cair
domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen, minyak
dan pestisida.Kedua adalah limbah cair yang berasal dari kakus seperti
sabun, shampo, tinja dan air seni.
Limbah cair domestik menghasilkan senyawa organik berupa protein,
karbohidrat, lemak dan asam nukleat Pada musim kemarau saat debit air
Kali Mas turun hingga 300% maka masukan bahan organik kedalam badan
air akan mengakibatkan penurunan kualitas air.
Pertama, badan air memerlukan oksigen ekstra guna mengurai ikatan
dalam senyawa organik (dekomposisi), akibatnya akan membuat sungai
miskin oksigen, membuat jatah oksigen bagi biota air lainnya berkurang
jumlahnya. Pengurangan kadar Oksigen dalam air ini sering
mengakibatkan peristiwa ikan munggut (ikan mati masal akibat
kekurangan Oksigen).
Kedua, Limbah organik mengandung padatan terlarut yang tinggi
sehingga menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya
matahari bagi biota fotosintetik.
Ketiga, puluhan ton padatan terlarut yang dibuang hampir lebih dari 3 juta
orang di Surabaya akan mengendap dan merubah karakteristik dasar
sungai, akibatnya beberapa biota yang menetap didasar sungai akan
tereleminasi atau bahkan punah.
Dampak limbah organik ini umumnya disebabkan oleh dua jenis limbah
cair yaitu deterjen dan tinja. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan
karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki
kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4
Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan
detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak.
Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam
penyakit bagi manusia.
1. F. Indonesia dengan Pencemaran lingkungan dan Limbah

Kondisi geografis wilayah Indonesia semakin memudahkan pembuangan


dan penyelundupan limbah B3, ditambah pula masih rendahnya
kesadaran para pelaku usaha/kegiatan tentang bahaya dan pentingnya
pengelolaan B3 dan limbah B3. Hal inilah yang mendasari pentingnya
pengelolaan B3 dan limbah B3.
Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan
meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan
kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri
dan rumahtangga. Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya
fasilitas atau peralatan untuk menangani dan mengelola limbah tersebut.
Pembanguan bidang kesehatan Indonesia telah berjalan selama lebih
kurang dua dasawarsa. Peningkatan derajat kesehatan yang optimal
sebagai tujuan dari pembangunan bidang kesehatan telah dilaksanakan,
seperti peningkatan dan pemerataan pembangunan bidan kesehatan.
Untuk mencapai hidup yang sehat, masyarakat selalu berinteraksi dengan
4 faktor, yaitu faktor lingkungan, perilaku individu dan masyarakat,
pelayanan kesehatan, dan faktor bawaan (genetik).
Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan hidup yang
terencana, terorganisasi dinilai dari semua faktor yang ada pada
lingkungan fisik manusia, dikelola sedemikian rupa sehingga derajat
kesehatan dapat ditingkatkan.
Ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat dalam berinteraksi dengan
lingkungan masih banyak sekali masalahmasalah lingkungan yang perlu
segera mendapat perhatian. Kebanyakan masyarakat, terutama terutama
yang hidup didaerah pedesaan belum mengetahui bahwa banyak sekali
masalahmasalah lingkungan disekitarnya mereka yang dapat berakibat
buruk terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Keadaan dan masalah lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat nampak sangat beragam. Berbagai faktor lingkungan yang
merugikan belum dapat diatasi, yang penting artinya dalam peningkatan
masyarakat itu sendiri. Ada juga faktor lingkungan yang bersifat

menguntungkan, belum dapat ditangani dengan baik sebagai karakteristik


kehidupan masyarakat, sifatsifat dan kebiasaan, serta tingkat
pengetahuan masyarakat yang masih rendah.
Menurut organisasi kesehtan dunia (WHO), sanitasi didefinisikan sebagai
pengawasan faktorfaktor dalam lingkungan fisik manusia yang dapat
menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap perkembangan
jasmani, maka berarti pula suatu usaha untuk menurunkan jumlah
penyakit manusia sedemikian rupa sehinga derajat kesehatan yang
optimal dapat dicapai.
1. G. Solusi atau Usaha yang dilakukan untuk Mengatasi
Pencemaran Limbah atau Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengenalan usahausaha sanitasi ditujukan kepada seluruh masyarakat,
diutamakan kepada penduduk yang berpenghasilan rendah dan tingkat
pengetahuan rendah baik dikota maupun di desa. Langkah awal yang
dapat dilakukan adalah mengupayakan perubahan perilaku masyarakat ke
arah yang lebih baik.berikut gambar hirarki pengelolaan limbah B3:

Beberapa cara yang dapat diterapkan sebagai usaha meningkatkan


kesadaran dan peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :
1. 1. Menggalakan Penyuluhan Tentang Hidup Sehat
Kepedulian dari lembagalembaga kesehatan seangat diharapakan
masyarakat. Pemanfaatan tempattempat pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan upaya ideal dlam mewujudkan kesadaran
masyarakat untuk berperilaku sehat. Kepercayaan masyarakat terhadap
petugaspertugas kesehatan dilingkungan adalah merupakan nilai tambah
tersendiri. Masyarakat akan lebih mudah menerima masukanmasukan
yag diberikan.
Gambaran umum menunjukan bahwa lingkungan yang bermasalah bagi
kesehatan didominasi oleh penduduk berpenghasilan rendah dengan
tingkat pengetahuan yang rendah. Adanya asumsi bahwa timbulnya
penyakit karena kutukan adalah tidak relevan sama sekali. Masyarakat
harus diberitahu bahwa terjadinya penyakit adalah karena adanya

interaksi antara 3 faktor, yaitu enviroment, host dan agent. Penyuluhan


peyuluhan dapat diberikan pada saat kegiatankegiatan masyarakat
berlangsung.
Penyuluhan yang cukup efektif dapat dilakukan terhadap ibu rumah
tangga, karena kondisi kesehatan keluarga erat hubungannya dengan
tingkat pengetahuan ibu. Pembinaan terhadap ibuibu dapat dilakukan
posyandu. Ibu rumah tangga dapat dianjurkan untuk memulai perilaku
sehat secara secara dini terhadap balitanya.
Kepada masayrakat yang tinggal di Daerah Aliran Sungai, perlu dilakukan
penyuluhan tentang penyehatan air agar layak konsumsi, dan diajak
untuk mengenal perubahanperubahan yang terjadi disungai, seperti
perubahan warna air, banyaknya ikan yang mati atau gangguan lain,
dimana berarti sumber air yang mereka pakai telah kemasukan benda
asing yang berbahaya bagi kehidupan mereka.
1. 2. Memberi Contoh Lingkungan Sehat bagi masyarakat
Kebanyakan masyarakat tidak akan menerima langsung isi penyuluhan
penyuluhan tentang kesehatan. Masyarakat lebih tertarik dengan halhal
yang peraktis dan kurang sukar memikirkan secara mendalam apa yang
harus dilakukan terhadap lingkungannya agar mereka terhindar dari
penyakit. Sebaiknya masyarakat langsung ditunjukan contohcontoh
lingkungan sehat yang akan dijadikan panutan agar lebih efektif dan
membantu. Contoh lingkungan sehat bagi masyarakat yang cocok adalah
suatu rumah sederhana dengan perkarangan yang bersih, mempunyai
jamban yang cukup syarat kesehatan, air yang cuup tersedia, dan tempat
pembuangan air limbah serta sampah tersedia baik. Dari adanya contoh
contoh seperti ini, masyarakat akan mengerti bahwa dengan
kesederhanaan yang mereka miliki, mereka dapat juga menikmati
lingkungan yang sehat dan terhindar dari penyakitpenyakit yang timbul
karena keadaan lingkungan sekitar mereka.
Posterposter sederhana juga dapat membantu masyarakat mengenal dan
menerapkan sanitasi lingkungan. Saranasarana desa seperti balai desa
dan pusat pelayanan kesehtan tersebut sering dikunjungi masyarakat.

3. Menunjang Kesehatan Mayarakat Dalam Bidang Sanitasi


Lingkungan
Konsep dan teknis sanitasi yang cocok bagi suatu wilayah, kadangkala
dapat timbul dari masyarakat sendiri. Hal ini merupakan sumbangan
besar bagi terlaksananya usaha sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan
yang dilakukan masyarakat kadang-kadang hanya tidak sengaja. Segai
contoh, pemanfaatan sampah rumahtangga oleh masyarakat tani untuk
dijadikan kompos. Tujuan utama mereka adalah untuk menambah bahan
organik pada tanaman yang diusahakan. Secara tidak sadar sebenarnya
mereka telah ikut meniadakan vektorvektor penyakit yang hidup di
sampahsampah.
Kegiatankegiatan sanitasi seperti ini merupakan suatu potensi. Adanya
dukungan dari pihakpihak yang berkompeten akan menumbuhkan peran
serta masyarakat. Masyarakat diberitahu bahwa apa yang mereka lakukan
adalah salah satu cara melepaskan mereka dari gangguan vektor
penyakit.
1. 4. Pemberian Pengahargaan Bagi Lingkungan Sehat
Keinginan untuk dihargai adalah mutlak dalam diri manusia. Penghargaan
dapat dinyatakan melalui dukungan terhadap apa yang telah dilakukan,
pemberian tambahan saranasarana dan hadiah jika memungkinkan.
Adanya penghargaan akan lebih memotivasi masyarakat untuk
meningkatkan kepedulian terhadap keadaan lingkungan yang berkaitan
dengan kesehatan.
1. H. Tujuan yang akan Dicapai
2. Terbentuknya Budaya Hidup Bersih bagi masyarakat yang ada di
lingkungan sekitar;
3. Terciptanya pola hidup bersih secara individu dengan kehidupan
nyata di masingmasing rumah tangga;
4. Terciptanya kepedulian sosial terhadap lingkungan masyarakat
sekitarnya;
5. Terciptanya kesadaran masyarakat akan bahaya yang akan
ditimbulkan dari pembuangan limbah atau sampah secara
sembarangan;
Memupuk kebiasaan masyarakat agar tidak membuang sampah
sembarangan

Limbah B3 Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3
terbagi atas dua macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik. Perbedaan pokok
antara limbah B3 spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara penggolongan yaitu
pada limbah spesifik digolongkan kedalam jenis industri, sumber pencemaran, asal
limbah, dan pencemaran utama sedangkan pada limbah tidak spesifik
penggolongannya atas dasar kategori dan bahan pencemar Polusi Udara Polusi udara
adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat yang mengandung partikel
(asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut
fotokimiawi), karbon monoksida dan timah. Limbah Cair Limbah cair adalah sisa dari
suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82 thn 2001). Jenis-jenis
limbah cair digolongkan sebagai berikut: a. Fisika dan Sifat Agregat, Keasaman
(Metoda Titrimetrik) b. Parameter Logam, Arsenik (As) Metoda SSA c. Anorganik non
Metalik, Amonia (NH3-N) Metoda Biru Indofenol d. Organik Agregat, Biological Oxygen
Demand (BOD) e. Mikroorganisme, E Coli Metoda MPN f. Khusus, Asam Borat (H3
BO3) Metoda Titrimetrik g. Air Laut, Tembaga (Cu) Metoda SPR-IDA-SSA Beberapa hal
yang berkaitan dengan pengertian dan kegiatan yang berhubungan dengan limbah cair
adalah : Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
kecuali air laut dan fosil. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan tanah seperti akuifer, mata air, sungai, rawa, danau. Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukkannya untuk menjamin agar kualitas tetap dalam kondisi
alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas
air agar sesuai dengan baku mutu air. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Limbah cair
adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Baku mutu
limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam limbah cair yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air
dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah cair adalah limbah yang berbentuk air, karena
umumnya limbah cair yang dihasilkan oleh voluters baik limbah rumah tangga maupun
industri adalah dalam bentuk air yang dibuang ke sungai. Limbah Beracun Secara
umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di
antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal
sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan
sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan
konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau
mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang
termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang
tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini
termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat
korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk
limbah B3. Macam-Macam Limbah Beracun Limbah mudah meledak adalah limbah yang
melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang
bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah
menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu

lama. Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan
atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut. Limbah penyebab infeksi
adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung
kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh
manusia yang terkena infeksi. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang
menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau
kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang
bersifat basa.
read more~ http://learnmine.blogspot.com/2013/06/jenis-jenis-limbah.html

LIMBAH B3 (BAHAN BERACUN


DAN BERBAHAYA)
PUBLISHED JULI 5, 2013 BY NOVIAEKASAPUTRII

1. DEFINISI LIMBAH B3
B3 adalah kepanjangan dari bahan beracun dan berbahaya. Bahan
berbahaya dan beracun (B3) didefinisikan sebagai bahan yang karena
sifat dan konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan
hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya.
Berikut ini adalah produk yang mengandung B3.
a. Pengharum ruangan
b. Pemutih pakaian
c. Deterjen Pakaian
d. Pembersih kamar mandi
e. Pembesih kaca/jendela
f. Pembersih lantai
g. Pengkilat kayu
h. Pembersih oven
i. Pembasmi serangga
j. Lem perekat
k. Hair spray
l. Batu baterai
Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, disingkat Limbah B3 adalah


sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau
merusakkan lingkungan hidup, serta dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain.
2. JENIS LIMBAH B3
1) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Limbah B3 yang berasal bukan dari proses utamanya, Tetapi berasal
dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor korosi, pelarutan
kerak, pengemasan, dll.
2) Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan tertentu.
3) Limbah B3 dari sumber lain
kedaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifikasi.
3. KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI LIMBAH B3
a. Mudah meledak (explosive)
Pada suhu dan tekanan standar (25 derajat Celcius, 760 mmHg) dapat
meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan
gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya. Limbah ini berbahaya selama
penanganannya, baik pada saat pengangkutannya maupun saat
pembuangannya, karena limbah jenis ini dapat menimbulkan rekasi
hebat dan dapat melukai manusia serta dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah meledak dapat didefinisikan sebagai : Limbah yang
melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu dan
tekanan yang tinggi yang mampu merusak lingkungan
sekitarnya.Contoh:
1) Limbah dari pabrik yang menghasilkan bahan eksplosif.
2) Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat (picric
acid).
b. Pengoksidasi (oxidizing)
Suatu bahan yang dapat melepaskan banyak panas atau menimbulkan
api ketika bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama bahanbahan

yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.


Misalnya kaporit.
c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
Suatu bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Dapat menjadi panas atau meningkat suhunya dan terbakar karena
kontak dengan udara pada temperatur ambien;
b) Padatan yang mudah terbakar karena kontak dengan sumber nyala
api;
c) Gas yang mudah terbakar pada suhu dan tekanan normal;
d) Mengeluarkan gas yang sangat mudah terbakar dalam jumlah yang
berbahaya, jika bercampur atau kontak dengan air atau udara lembab.
d. Mudah menyala (flammable)
Limbah ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan buangan (gas)
yang panas dari kendaraan, rokok atau sumber api lain karena dapat
menimbulkan kebakaran yang tidak terkendalikan baik didalam
kendaraan pengangkut maupun dilokasi penanaman limbah (landfill).
Limbah mudah menyala/terbakar ini didefinisikan sebagai: Limbah
yang apabila didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau
sumber nyala lain akan mudah menyala/terbakar dan apabila telah
menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu yang lama. Contoh
umum dari limbah ini adalah : Pelarut seperti benzena, toluena atau
aseton. Limbah-limbah ini berasal dari pabrik cat, pabrik tinta dan
kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut; antara lain
pembersihan metal dari lemak/minyak, serta laboratorium kimia.
Contoh lainyang bisa mudah kita ketahui adal;ah bensin.
e. Beracun (moderately toxic)
Suatu bahan yang memiliki karakteristik seperti, sifat racun bagi
manusia, yang dapat menyebabkan keracunan atau sakit yang cukup
serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau
mulut. Serta sifat bahaya toksisitas akut. Contonya misalkan pestisida
f. Berbahaya (harmful)
Suatu bahan baik berupa padatan, cairan ataupun gas yang jika terjadi
kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya
terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu
g. Korosif (corrosive)

Suatu bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:


a) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit;
b) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020
dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian
55oC;
c) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan
sama atau lebih besar dari 12,5 untuk B3 yang bersifat basa.
Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, mebakar kulit dan
mata terutama pekerja dilokasi pengelolaan atau dapat terlepas dari
limbah B3 lain kelingkungan melalui drum berkarat yang berisi limbah
jenis ini. Limbah yang menimbulkan korosi/ karat didefinisikan sebagai:
Sebagai limbah yang dalam kondisi asam atau basa (ph 12.5) dapat
menyebabkan nekrosis (terbakar) pada kulit atau dapat megkaratkan
(mengkorosikan) baja.
Contoh :
1) Sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam
pembuatan baja terutama untuk membersihkan kerak dan karat. Sisasisa asam ini memerlukan pembuangan.
2) Limbah pembersih yang bersifat basa (alkaline), limbah ini
dihasilkan dari kegiatan pembersihan seperti sodium hidroksida yang
digunakan untuk membersihkan produk metal yang akan dicat atau
dilapisi bahan lain (electroplated).
3) Limbah asam dari baterai. Limbah asam dihasilkan dari kegiatan
pendaur ulangan baterai mobil (accu) bekas.
h. Bersifat iritasi (irritant)
Suatu bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung
dan/atau terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat
menyebabkan iritasi atau peradangan;
b) Toksisitas sistemik pada organ target spesifik karena paparan
tunggal dapat menyebabkan iritasi pernafasan, mengantuk atau
pusing;
c) Sensitasi pada kulit yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada
kulit;
d) Iritasi/kerusakan parah pada mata yang dapat menyebabkan iritasi
serius pada mata.
e) Contohnya misalkan asam format.
i. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)

Suatu bahan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan.


Bahan kimia ini dapat merusak atau menyebabkan kematian pada ikan
atau organisme aquatic lainnya atau bahaya lain yang dapat
ditimbulkan, seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC =
Chlorofluorocarbon), persistent di lingkungan (misalnya PCBs =
Polychlorinated Biphenyls). Misalkan contohnya pelumas atau sering
disebut Oli motor
j. Karsinogenik (carcinogenic), Teratogenik (teratogenic), Mutagenik
(mutagenic)
Menunjukkan paparan jangka pendek, jangka panjang atau berulang
dengan bahan ini dapat menyebabkan efek kesehatan sebagai berikut:
a) karsinogenik yaitu penyebab sel kanker;
b) teratogenik yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan embrio;
c) mutagenic yaitu sifat bahan yang menyebabkan perubahan
kromosom yang berarti dapat merubah gentica;
d) toksisitas sistemik terhadap organ sasaran spesifik;
e) toksisitas terhadap sistem reproduksi;
f) gangguan saluran pernafasan.
4. IDENTIFIKASI LIMBAH B3
Alasan diperlukannya identifikasi limbah B3 adalah:
1. Mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut
merupakan limbah B3 atau bukan.
2. Menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode
penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau
penimbunan.
3. Menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan
tehadap lingkungan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya
Tahapan yang dilakukan dalam identifikas limbah B3 adalah
1. Mencocokan limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana
Lampiran I (Tabel 1, 2 & 3) PP No. 85 tahun 1999
2. Apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana
Lampiran I, diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik :
mudah terbakar, mudah meledak, bersifat reaktif, bersifat korosif,
infeksius, beracun.
3. Apabila kedua tahapan tersebut diatas telah di lakukan dan tidak
memenuhi ketentuan Limbah B3 dilakukan uji toksikologi.

Pengertian
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat diartikan

Semua bahan/ senyawa baik

padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia
serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi dan bersifat
korosif.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.

Pengelolaan

limbah

penyimpanan,

B3

adalah

pengumpulan,

rangkaian

kegiatan

pengangkutan,

yang

pemanfaatan,

mencakup

reduksi,

pengolahan,

dan

penimbunan limbah B3. Pemanfaatan Limbah B3 sebagai kegiatan utama adalah


kegiatan usaha yang mempergunakan limbah B3 sebagai bahan material utama dalam
proses kegiatan yang menghasilkan suatu produk.
Toksikologi lingkungan menjadi sangat penting, karena kenyataanya adalah bahwa yang
paling merasakan dampak suatu kegiatan adalah manusia, bagian dari makhluk hidup.
Kata racun (toksin, toksikan) memang berhubungan dengan sistem kehidupan sistem
biologi. Toksisitas suatu bahan kimia ditentukan dengan LD 50 atau LC 50, yaitu dosis
atau konsentrasi suatu bahan uji yang menimbulkan kematian 50 % hewan uji. Pada
manusia, sasaran toksikan pertama-tama adalah saluran pencernaan, Toksikan yang
masuk

melalui

makanan

pertama

kali

di

dalam

mulut

akan

diabsorbsi

atau

mengkontaminasi kelenjar ludah (saliva) yang kemudian dapat meracuni alat-alat


pencernaan, dan selanjutnya menyebar keorgan vital lainnya. Limbah B3 dari kegiatan
industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan
manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air
yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah
menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang
tercemar.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Rumah Kita
Ciri-ciri limbah yang termasuk B3 adalah: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat
reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, apabila diuji dengan metode
toksilogi dapat diketahui termasuk jenis limbah B3.
Inilah limbah B3 yang bersumber dari kegiatan sehari-hari di rumah kita:

1. Dapur: pembersih lantai, asap kompor gas, pembersih keramik, pembersih kaca,
plastik, racun tikus, bubuk pembersih, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran
air kotor.
2. Tempat cuci: pemutih, deterjen, pembersih lantai, bahan pencelup, semir sepatu,
pembersih karpet, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran air kotor.
3. Kamar mandi: aerosol, desinfektan, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran
air kotor, pembersih lantai, keramik, dan kaca, hair spray, pewarna rambut, pembersih
toilet, kamper, medicated shampo.
4. Kamar tidur: kamper, pembersih karpet, pembersih mebel, pembersih lantai dan kaca,
semir sepatu, obat anti nyamuk, baterai, aerosol, cat kuku, dan pembersihnya.
5. Garasi dan gudang: oli, aki mobil, minyak rem, car wash, pembersih karburator, cat
and thinner, lem, racun tikus, genteng asbes.
6. Ruang tamu: pengharum ruangan, pembersih karpet, pembersih lantai, kaca dan
pembersih mebel.
7. Taman keluarga: pupuk, insektisida.
8. Ruang makan: obat dan makanan kaleng/kemasan yang kadaluars
Izin Pengelolaan Limbah B3
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
Daerah dan Pusat, pengurusan izin limbah B3 yang semula kewenangan Pemerintah
Pusat sebagian menjadi urusan wajib pemerintah daerah, yakni provinsi, kota, dan
kabupaten. Namun sejak UU 32/2007 dan PP 38/2007 diundangkan hingga 2009,
ketentuan tersebut belum bisa dilaksanakan karena norma, standar, prosedur, dan
kriteria (NSPK) pengelolaan izin limbah B3 tersebut baru keluar November 2009.
Keterlambatan NSPK,

ini menjadikan pelimpahan kewenangan tersebut belum bisa

dijalankan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota yang ada di Jawa
Timur. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu
mempersiapkan Draf Pergub tentang Izin Pengelolaan Limbah B3 sebagai payung hukum
untuk dasar untuk menerbitkan izin pengelolaan limbah B3.

Pengertian Limbah B3
Limbah B3 asendiri adalah singkatan dari limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3). Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Banyak kita jumpai barang buangan di tempat
sampah atau pengumpul barang bekas merupakan limbah B3.

Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal
yang penting dan mendasar. Prinsip pengelolaan limbah B3 adalah from cradle to
grave, yaitu pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya
limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur. Fase-fase pengelolaan limbah tersebut
meliputi; dihasilkan, dikemas digudangkan/penyimpanan ditransportasikan, didaur
ulang, diolah dan ditimbun/dikubur. Pada setiap fase pengelolaan limbah
tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan yang
menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha
pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.

Gambar: contoh sumber limbah B3 (foto: waspada.co.id)


Advertisement
Karakteristik Limbah B3
Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah
dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik
limbah B3 meliputi:
- mudah meledak
- mudah terbakar
- bersifat reaktif
- beracun
- menyebabkan infeksi
- bersifat korosif
Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya
apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik
limbah B3.
Macam Limbah Beracun

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan.

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar
dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena


melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak
stabil dalam suhu tinggi.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi


penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh
manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada
kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk
limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Berdasarkan kajian WHO (1999), rata-rata produksi limbah rumah sakit di negara-negara
berkembang sekitar 1-3 kg/TT.hari, sementara di negara-negara maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8
kg/TT.hari. Sedangkan berdasarkan kajian dan perkiraan Depkes RI timbulan limbah medis dalam
satu tahun berkisar 8.132 ton dari 1.686 RS seluruh Indonesia. Pada tahun 2003, timbulan limbah
medis dari Rumah Sakit sekitar 0,14 kg/TT.hari. Komposisi limbah medis ini antara lain terdiri dari:
80% limbah non infeksius, 15% limbah patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3% limbah kimia
& farmasi, >1% tabung & termometer pecah (Ditjen PP & PL, 2011).
Sementara berdasarkan kajian Depkes RI dan WHO, pada tahun 2009 di 6 Rumah sakit di Kota
Medan, Bandung dan Makasar, menunjukkan bahwa 65% Rumah Sakit telah melakukan pemilahan
antara limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering
terjadi salah tempat dan sebesar 65% RS memiliki insinerator dengan suhu pembakaran antara 530
800 C, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu belum dilakukan dengan baik. Selain
itu belum ada informasi akurat timbulan limbah medis karena 98% RS belum melakukan pencatatan
(Ditjen PP & PL, 2011).
Pengertian
Limbah
Medis
dan
Limbah
Bahan
Berbahaya
dan
Beracun
(B3)
Pengertian limbah medis menurut EPA/U.S Environmental Protection Agency (2011), adalah semua
bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank
darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit/klinik hewan, serta fasilitas penelitian medis dan
laboratorium. Sementara Depkes RI (2002) memberikan pengertian limbah medis sebagai limbah
yang berasal dari perawatan gigi, veterinary, farmasi atau sejenis, serta limbah rumah sakit pada saat
dilakukan perawatan/ pengobatan atau penelitian.
Pengertian limbah medis sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 jo 85 Tahun 1999, limbah medis
termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun dengan kode limbah D227. Sedangkan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung B3 yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup

lainnya. Sedangkan menurut PP No. 74 Tahun 2001, B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. ,
karakteristik limbah berbahaya dan beracun (B3) antara lain:
1.

Mudah meledak (Explosive) adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

2. Mudah terbakar (Ignitable dan Flamable) adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila
telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
3. Bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
4. Beracun (Toxic) adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini
dengan menggunakan bahan baku konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching
Prosedure).
5.

Menyebabkan infeksi (Infectious) adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau
limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi
dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

6. Bersifat Korosif
7.

Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit

8. Mempunyai pH 2 untuk limbah bersifat asam dan 12,5 untuk limbah yang bersifat basa.

9.

Limbah B3

10.

A. Pengertian Limbah

11.

1. Menurut PP No. 18 Tahun 1999, yang dimaksud


dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Intinya adalah setiap
materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3
dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa
bahannya.

12.
13.

2. Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa


(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta
konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.Jadi
limbah B3 dapat di artikan sebagai adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain.

14.
15.

Contoh limbah B3 : ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn
serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan
dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri
klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran
bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam
berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah.

16. Limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 apabila setelah melalui pengujian memiliki salah satu
atau lebih karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi,
dan bersifat korosif.
17.
18.
19.

20.

B. Macam-macam Limbah dan Bahaya Limbah


1. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi


pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil
dan mudah menguap.

Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi.

Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari
hasil proses tersebut.

Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup
stabil dan banyak mengandung padatan organik.
2. Limbah Logam Berat Beracun di Perairan
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3,
terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7
(Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan
merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. . Logam berat juga
mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan,
1977). Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam
berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut
merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan
kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan
toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang
mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+> Pb2+ > As2+ >
Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3
kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb,
Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan
bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat
logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari
konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena
pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
tertentu

21.

22.

23.
24.

25.
26.
27.

28.
29.
30.
31.
32.
33.

3. Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat

34. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut
pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).
Kulit udang mengandung protein (25 % 40%), kalsium karbonat (45% 50%), dan khitin (15%
20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit
kepiting mengandung protein (15,60% 23,90%), kalsium karbonat (53,70 78,40%), dan khitin
(18,70% 32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Focher et al.,

1992). Kandungan khitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah
didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
35. Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot
pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakanfungiue. Pada tahun 1823 Odins
mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga janis ekstra yang disebut dengan nama khitin (Neely dan
Wiliam, 1969). Khitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan
orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan
protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea,
insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya
khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI
yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi
violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.
36. Khitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan melekul
polimer berantai lurus dengan nama lain -(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-DGlukosamin) (Hirano, 1986; Tokura, 1995). Struktur khitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang
terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi -(1-4). Perbedaannya
dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua pada khitin diganti
oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin
(The Merck Indek, 1976).
37. Khitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976) merupakan zat padat yang tak
berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan
pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang larut
dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
38. Khitosan yang disebut juga dengan -1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin
melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga
jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini
menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).
39. Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl
dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami
biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu khitosan dapat dengan mudah
berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak
digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan (Muzzarelli, 1986). Saat ini
budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang merupakan komoditi
ekspor yang dapat dihandalkan dalam meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu
jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam
bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
40. Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan
kerupuk udang berkisar antara 30% 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang
terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi (Anonim, 1994). Limbah kulit udang mengandung
konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim,
1994). Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan
tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah
bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993). Saat ini di
Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang,

petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin
dan khitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia,
bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin dan khitosan serta
turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
41. Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein
(deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan
natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan
basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz, 1996., dan
Fahmi, 1997). Khitin dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben
untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur kondisi
penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta tersedianya bahan baku yang
banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai
bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
42.

4. Limbah Deterjen

43. Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Deterjen umumnya tersusun atas
lima jenis bahan penyusun, yaitu :
44.

45.

46.

47.
48.

1. surfaktan, yang merupakan senyawa Alkyl Bensen Sulfonat(ABS) yang


berfungsi untuk mengangkat kotoran pada pakaian. ABS memiliki sifat tahan terhadap
penguraian oleh mikroorganisme (nonbiodegradable).
2. senyawa fosfat (bahan pengisi), yang mencegah menempelnya kembali kotoran
pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat digunakan oleh semua merk deterjen
memberikan andil yang cukup besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi yang
menyebabkan Booming Algae (meledaknya populasi tanaman air)
3. Pemutih dan pewangi (bahan pembantu), zat pemutih umumnya terdiri dari zat
natrium karbonat. Menurut hasil riset organisasi konsumen Malaysia (CAP) Pemutih
dapat menimbulkan kanker pada manusia. sedangkan untuk penwangi lebih banyak
merugikan konsumen karena bahan ini membuat makin tingginya biaya produksi,
sehingga harga jual produk semakin mahal. Padahal zat pewangi tidak ada kaitannya
dengan kemampuan mencuci.
4. bahan penimbul busa, yang sebenarnya tidak diperlukan dalam proses
pencucian dan tidak ada hubungan antara daya bersih dengan busa yang melimpah.
5. Fluorescent, berguna untuk membuat pakaian lebih cemerlang.

49. Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di
Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl
benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan
senyawa yang lebih sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di dunia
penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai
larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk
deterjen, antara lain karena : harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya
melimpah.
50. Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Risiko deterjen yang
paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di
daerah yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk

deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka,
penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit
semakin parah.
51. Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai
salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan
sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat
berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat
digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses
klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan air limbah industri
belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah deterjen secara sempurna.
52. Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali, mengingat senyawa ini
dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada
sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak
langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan
fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.
53. Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh
informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen
apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen tersebut,
diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang dihasilkannya dalam
bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
54. Persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci
yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak
konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumenharus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya
cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan busa melimpah
dalam mempromosikan produknya.
55. Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat
konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek
pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg.
56.
57. Regulasi yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum sepenuhnya mengakomodasi
aspek lingkungan. Standar, sebagai salah satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan
sebagai acuan bagi produk deterjen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak sesuai lagi dengan
tuntutan produk yang berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi, seiring dengan perkembangan
teknologi dan perkembangan baku mutu lingkungan.
58.

5. Limbah Tinja

59. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang
terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam
1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa
minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung
dalam tinja yaitu : virus, Protozoa, cacing dan bakteri yang umumnya diwakili oleh jenis Escherichia coli
(E-coli). Menurut catatan badan Kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa air limbah domestik yang
belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari
120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak
memberikan gejala yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya.
60. Saat ini E-coli adalah mikroorganisme yang mengancam Kali Mas. Bakteri penghuni usus manusia
dan hewan berdarah panas ini telah mengkontaminasi badan air Kali Mas, dari Kajian Dhani Arnantha

staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah menyebutkan bahwa di Hulu Kali
Mas tepatnya di daerah Ngagel jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas mencapai 350 milyar 1600
milyar padahal dalam baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001 tentang
Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air
minum seperti Kali Mas kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000.
61. Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi
tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix
ginjal dan hati.
62. Tingginya tingkat pencemaran domestik Kali Mas memberikan dampak yang signifikan terhadap
kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal disepanjang bantaran Kali Mas, hal ini merujuk pada data
yang dikeluarkan oleh Paguyuban Kanker Anak Jawa Timur RSUD Dr Soetomo Oktober 2003 yang
menyebutkan bahwa 59% penderita kanker anak adalah leukimia dan sebagian besar dari penderita
kanker ini tinggal di Daerah Aliran Sungai Brantas (termasuk Kali Surabaya dan Kali Mas). Jenis Kanker
lainnya yang umum diderita Anak yang tinggal di Bantaran Kali adalah kanker syaraf (neuroblastoma),
Kanker kelenjar getah bening (Limfoma), kanker ginjal (tumor wilms), dan Kanker Mata.
63. Ancaman serius ini harus memicu peran aktif Pemerintah dalam mengendalikan pencemaran
domestik, karena dibandingkan dengan Limbah cair industri, penanganan sumber limbah domestik sulit
untuk dikendalikan karena sumbernya yang tersebar. Upaya yang dimaksudkan bukan penyuluhan
kepada masyarakat untuk tidak membuang tinja atau deterjen kesungai, tetapi lebih kepada
mengarahkan industri-industri kita untuk menerapkan cleaner production (industri yang berwawasan
lingkungan) dengan menerapkan pengolahan limbah dan menghasilkan produk-produk ramah
lingkungan.
64. Sebagai konsumenpun masyarakat pemakai detergen juga harus berani memilih dengan
menggunakan produk-produk yang dihasilkan oleh industri yang telah memiliki predikat hijau, predikat
hijau ini diberikan oleh Kantor kementrian Lingkungan Hidup dalam program Proper (Program Pentaatn
Industri) dalam program ini diberikan predikat emas untuk industri yang menerapkan industri bersih,
predikat Hijau untuk industri yang telah mengelolah limbahnya dan telah mengembangkan community
development bagi masyrakat sekitar, predikat biru, Predikat Merah dan Predikat hitam bagi industri yang
menimbulkan kerusakan lingkungan.

Limbah B3 didefinisikan sebagai suatu limbah yang mempunyai satu atau lebih sifat-sifat sebagai
berikut:
-

Mudah meledak (explosive)

Mudah terbakar (flammable)

Menimbulkan korosi (korosif)

Pengoksidasi (oxidizers)

Menimbulkan penyakit (infections)

Beracun (toxic)

Limbah Mudah Meledak ( Eksplosive Waste)

Limbah ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya maupun saat
pembuangannya, karena limbah jenis ini dapat menimbulkan rekasi hebat dan dapat melukai
manusia serta dapat merusak lingkungan.

Limbah mudah meledak dapat didefinisikan sebagai :


Limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu dan tekanan
yang tinggi yang mampu merusak lingkungan sekitarnya.

Contoh:
a)

Limbah dari pabrik yang menghasilkan bahan eksplosif.

b)

Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat (picric acid).

Limbah Mudah Menyala/Terbakar (Flammable Waste)

Limbah ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan buangan (gas) yang panas dari kendaraan,
rokok atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak terkendalikan baik
didalam kendaraan pengangkut maupun dilokasi penanaman limbah (landfill).

Limbah mudah menyala/terbakar ini didefinisikan sebagai:


Limbah yang apabila didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan
mudah menyala/terbakar dan apabila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu yang
lama.

Contoh umum dari limbah ini adalah :

Pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal dari pabrik cat, pabrik
tinta dan kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut; antara lain pembersihan metal dari
lemak/minyak, serta laboratorium kimia.

Limbah Yang Menimbulkan Korosi/Karat (corrosive waste)

Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, mebakar kulit dan mata terutama pekerja
dilokasi pengelolaan atau dapat terlepas dari limbah B3 lain kelingkungan melalui drum berkarat
yang berisi limbah jenis ini.

Limbah yang menimbulkan korosi/ karat didefinisikan sebagai:


Sebagai limbah yang dalam kondisi asam atau basa (ph < 2 atau ph > 12.5) dapat menyebabkan
nekrosis (terbakar) pada kulit atau dapat megkaratkan (mengkorosikan) baja.

Contoh :
a) Sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam pembuatan baja terutama
untuk membersihkan kerak dan karat. Sisa-sisa asam ini
memerlukan pembuangan.
b) Limbah pembersih yang bersifat basa (alkaline), limbah ini dihasilkan dari kegiatan
pembersihan seperti sodium hidroksida yang digunakan untuk membersihkan produk metal yang
akan dicat atau dilapisi bahan lain (electroplated).
c) Limbah asam dari baterai. Limbah asam dihasilkan dari kegiatan pendaur ulangan baterai
mobil (accu) bekas.

Limbah Pengoksidasi (oxidizing waste)

Limbah ini berbayaha karena dapat menghasilkan oksigen sehingga dapat menyebabkan
kebakaran.

Limbah pengoksidasi didefinisikan sebagai :


a)

Limbah yang menyebabkan / menimbulkan kebakaran karena melepaskan oksigen.

b)

Limbah peroksida (organik) yang tidak stabil dalam keadaan suhu tinggi.

Contoh:
Zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti Magnesium,
Perklorat, dan Metil Etil Keton Peroksida.

Limbah Yang Dapat Menimbulkan Penyakit (Infectious Waste)

Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti Hepatitis dan Kolera yang
ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.

Limbah ini didefinisikan sebagai :


Bagian tubuh manusia, cairan dari tubuh orang yang terkena infeksi dan limbah dari laboratorium
yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.

Contoh limbah jenis ini :


a) Bagian tubuh manusia seperti anggota badan yang diamputasi dan organ tubuh manusia
yang dibuang dari rumah sakit/klinik.
b)

Cairan tubuh manusia seperti darah dari rumah sakit/klinik.

c)

Bangkai hewan yang ditemukan (dinyatakan resmi) terinfeksi.

d)

Darah dan jaringan sebagai contoh dari laboratorium.

Limbah Beracun (toxic waste)

Limbah ini berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia yang beracun bagi manusia dan
lingkungan. Pencemar beracun ini dapat tercuci dan masuk kedalam air tanah sehingga dapat
mencemari sumur penduduk disekitarnya dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air
tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup oleh para petugas dan masyarakat
disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.

Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia atau
mahluk hidup lain. salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang mengandung logam
berat atau mengandung gas beracun.

Limbah beracun ini biasanya didefinisikan sebagai :


Senyawa kimia yang beracun bagi manusia atau lingkungan hidup, baik untuk jangka panjang
maupun jangka pendek.

Contoh limbah beracun:


a) Pestisida, sebagian besar pestisida yang sudah tidak diijinkan untuk digunakan bersifat
beracun seperti DDT, Aldrin dan Parathion.
b) Bahan farmasi, sebagian bahan-bahan farmasi yang sudah tidak memenuhi spesifikasi atau
tidak terpakai dapat bersifat beracun seperti obat anti kanker atau narkotika.
c) Pelarut Halogen, pelarut seperti Perchloroethylene dan Methylene Chloride yang digunakan
untuk pembersihan lemak dan kegiatan lain.
d) Sludge/lumpur dari pengolahan limbah dari kegiatan electroplating dan sludge/lumpur dari
pengolahan air limbah dari kegiatan yang menggunakan logam berat dan sianida.

Sifat - Sifat Limbah B3

Limbah Mudah Meledak ( Eksplosive Waste)


Limbah ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya maupun
saat pembuangannya, karena limbah jenis ini dapat menimbulkan rekasi hebat dan dapat
melukai manusia serta dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah meledak dapat didefinisikan sebagai :
Limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan cepat, suhu dan
tekanan yang tinggi yang mampu merusak lingkungan sekitarnya.
Contoh: a)Limbah dari pabrik yang menghasilkan bahan eksplosif.
b)Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat (picric acid).
Limbah Mudah Menyala/Terbakar (Flammable Waste)
Limbah ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan buangan (gas) yang panas dari
kendaraan, rokok atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak
terkendalikan baik didalam kendaraan pengangkut maupun dilokasi penanaman limbah
(landfill).
Limbah mudah menyala/terbakar ini didefinisikan sebagai:
Limbah yang apabila didekatkan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala
lain akan muda menyala/terbakar dan apabila telah menyala akan terus terbakar hebat
dalam waktu yang lama.
Contoh umum dari limbah ini adalah :
Pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal dari pabrik cat,
pabrik tinta dan kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut; antara lain
pembersihan metal dari lemak/minyak, serta laboratorium kimia.

Limbah Yang Menimbulkan Korosi/Karat (corrosive waste)


Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, mebakar kulit dan mata terutama
pekerja dilokasi pengelolaan atau dapat terlepas dari limbah B3 lain kelingkungan
melalui drum berkarat yang berisi limbah jenis ini.

Limbah yang menimbulkan korosi/ karat didefinisikan sebagai:


Sebagai limbah yang dalam kondisi asam atau basa (ph < 2 atau ph > 12.5) dapat
menyebabkan nekrosis (terbakar) pada kulit atau dapat megkaratkan (mengkorosikan)
baja.
Contoh : a)Sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam pembuatan
baja terutama untuk membersihkan kerak dan karat. Sisa-sisa asam ini memerlukan
pembuangan.
b)Limbah pembersih yang bersifat basa (alkaline), limbah ini dihasilkan dari kegiatan
pemebrsihan sepereti sodium hidroksida yang digunakan untuk membersihkan produk
metal yang akan dicat atau dilapisi bahan lain (electroplated).
c)Limbah asam dari baterai. Limbah asam dihasilkan dari kegiatan pendaur ulangan
bateraei mobil (accu) bekas.

Limbah Pengoksidasi (oxidizing waste)


Limbah ini berbayaha karena dapat menghasilkan oksigen sehingga dapat menyebabkan
kebakaran.
Limbah pengoksidasi didefinisikan sebagai :
a) Limbah yang menyebabkan / menimbulkan kebakaran karena melepaskan oksigen.
b) Limbah peroksida (organik) yang tidak stabil dalam keadaan suhu tinggi.
Contoh: Zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti Magnesium,
Perklorat, dan Metil Etil Keton Peroksida.

Limbah Yang Dapat Menimbulkan Penyakit (Infectious Waste)


Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti Hepatitis dan Kolera
yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi
pembuangan limbah.
Limbah ini didefinisikan sebagai :
Bagian tubuh manusia, cairan dari tubuh orang yang terkena infeksi dan limbah dari
laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.
Contoh limbah jenis ini :
a) Bagian tubuh manusia seperti anggota badan yang diamputasi dan organ tubuh
manusia yang dibuang dari rumah sakit/klinik.
b) Cairan tubuh manusia seperti darah dari rumah sakit/klinik.
c) Bangkai hewan yang ditemukan (dinyatakan resmi) terinfeksi.
d) Darah dan jaringan sebagai contoh dari laboratorium.

Limbah Beracun (toxic waste)


Limbah ini berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia yang beracun bagi
manusia dan lingkungan. Pencemar beracun ini dapat tercuci dan masuk kedalam air
tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk disekitarnya dan berbahaya bagi

penduduk yang menggunakan air tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup
oleh para petugas dan masyarakat disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat
terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.
Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia
atau mahluk hidup lain. salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang
mengandung logam berat atau mengandung gas beracun.
Limbah beracun ini biasanya didefinisikan sebagai :
Senyawa kimia yang beracun bagi manusia atau lingkungan hidup, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek.

Pencemaran Limbah B3 Rumah Sakit


OPINI | 09 May 2013 | 12:29

Dibaca: 1590

Komentar: 0

Limbah diartikan sebagai kotoran hasil pengolahan pabrik ataupun


manusia yang mengandung zat kimia berupa sampah dan dapat menimbulkan
polusi serta menganggu kesehatan. Pada umunya sebagian besar orang
mengatakan bahwa limbah adalah sampah yang sama sekali tidak berguna dan
harus dibuang, namun jika pembuangan dilakukan secara terus-menerus maka
akan menimbulkan penumpukan sampah. Limbah bukanlah suatu hal yang harus
dibuang tanpa guna, karena dengan pengolahan dan pemanfaat secara baik
limbah akan menjadi barang yang lebih berguna dari sebelumya.
Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan
sisa atau limbah suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan
corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat merusak dan mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah
B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan
konsentrasinya baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau
mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan
awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah
menguap

Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn
lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil
proses tersebut

Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested
aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan
banyak mengandung padatan organik.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah
limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya
mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat
akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia
seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari
lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri
klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan
accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam
konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun
1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

makalah limbah B3
SEPTEMBER 28, 2013 CANDRANING

LIMBAH B3
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENYUSUN
NAMA

: DEWI CANDRANINGTYAS

KELAS/ABSENT : X-8/12

Kata pengantar
Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt. Karena rahmat dan
karunianya-Nya, akhirnya Makalah Limbah B3 ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Malakah limbah B3 merupakan salah satu makalah tugas biologi. Atas
penyusunan makalah ini saya berharap dapat mengupas tetang Limbah
B3 yang ada disekitar kita. Hal ini semata-mata untuk menambah
pengetahuan siswa akan bahaya limabah B3. Sebagaimana dimaklumi
bahwa banyak siswa yang tidak mengetahui apa itu Limbah B3 dan
bagaimana cara pengolahannya.
Saya ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Drs. ANANG SANTOSO
selaku guru biologi saya yang telah membantu saya dalam menyusun
makalah ini.
Meskipun sudah diupayakan dengan maksimal, makalah ini pastilah tidak
lepas dari kekurangan, sebagaimana pepatah tak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak sangat
saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, saya ucapkan semoga makalah ini bermanfaat.
Kediri, juni 2013
Penyusun

Daftar Isi
Halaman Judul..
Kata Pengantar.i
Daftar Isi..ii
Bab I pendahuluan
1)

Latar Belakang1

2)

Tujuan Penulisan1

3)

Rumusan Masalah..1

Bab II Isi2
Bab III Penutup
1)

Kritik dan Saran..8

2)

Kesimpulan.8

Daftar Pusaka..9

ii

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupaka hal yang lumrah dalam kehidupan manusia. Taukan
anda berasal dari manakah limbah disekita kita? Limbah berasal dari
berbagai sumber, contohnya : rumah tangga dan industry atau pabrik.
Limbah bisa berupa padatan, cairan ataupun gas. Ketiga limbah tersebut
sama-sama berbahaya. Tidak hanya isinya namun juga wadah atau
kemasannya juga menjadi limbah, seperti : plastic, kertas ataupun kaleng.
Seiring dengan berjalannya waktu, limbah semakin hari semakin
meningkat jumlahnya. Limbah sangatlah berbahaya bagi kehidupan
manusia atau makhluk hidup lainnya. Banyak orang membuang,
menimbun, bahkan menyimpan limbah dengan jumlah yang banyak serta
tidak dikelola dengan baik. Ternyata limbah-limbah tersebut termasuk
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pada penulisan makalah ini,

akan mengupas semua tentang limbah B3 dan bagaimana system


pembuangannya yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
a)

Apa yang dimaksud Limbah B3?

b)

Apa saja karakteristik Limbah B3?

c)

Bahan-bahan apa saja yang mengandung limbah B3?

d)

Bagaimana system pembuangan Limbah B3?

1.3 Tujuan penulisan


a)

Untuk mengetahui karakteristik Limbah B3

b)

Untuk memberitahukan bahan apa saja yang mengandung limbah B3

c)

Memberikan informasi system pembuangan limbah B3

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Limbah B3
2.1.1

Pengertian

Limbah adalah bahan sisa dari suatu kegiatan atau prosuksi, baik dalam
skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar (pabrik). Dalam PP
18/1999 Jo. PP 85/1999, Pasal 1 (ayat 2) dijelaskan pengertian Limbah B3.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa
suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau
beracun karena sifat konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkanatau merusak lingkungan
hidup, dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu


total solids residu (TSR), kandungan fixed residu (FR), kandungan volatile
solids residue (VSR), kadar air (sludge moisture content), volume padatan,
dan karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar,
sifat mudah meledak, beracun, dan sifat kimia serta kandungan senyawa
kimia).
Contoh limbah B3 adalah logam berat, spt Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pd, Mn, Hg,
danZn serta zat kimia, seperti pestisida, sianida, sulfide dan
fenol. Cddihasilkan dari lumpur dan limbah industry kimia
tertentu. Hg dihasilkan dari industry klor-alkali, industry cat, kegiatan
pertambangan, industry kertas, dan pembakaran bahan bakar
fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam
berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah.
Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber, uji karakteristik, dan uji
toksikologi.
2.1.2

Sumber limbah B3

Limbah b3 dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dari rumah


tangga, pasar, apotik, pabrik, rumah sakit, dan laboratorium. Menurut PP
85/1999, jenis limbah b3 dapat dibedakan berdasarkan sumbernya. Dalam
lampiran PP 85/1999, dijelakan jenis limbah b3 menurut sumbernya
sebagai berikut
2.1.2.1

Limbah b3 dari sumber tidak spesifik

Limbah b3 ini pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi
(inhibitor korosi), pelarutan kerak, atau pengemasan. Contohnya adalah
asap kendaraan bermotor dan asap dari cerobong pabrik.
2.1.2.2

Limbah b3 dari sumber spesifik

Limbah ini berasal dari sisa proses suatau industry atau kegiatan yang
secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Contohnya
mercuri, arsen, dan deterjen.
2.1.2.3
Limbah b3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan,
bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
Limbah ini berasal dari produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali. Limbah ini
memerlukan pengolahan, hal yang sama juga berlaku
2.2 Karakteristik Limbah B3
Sebelum membahas karakteristik limbah B3, kita perlu mengetahui
mengapa limbah tersebut sangat berbahaya. Diantara alasannya adalah
i)
Dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap terjadinya atau
meningkatnya kematian dan sakit yang serius
ii)
Berpotensi menimbulkan bahaya bterhadap kesehatan manusia dan
lingkungan apabila disimpan, diangkut, dimanfaatkan, diolah, ditimbun
dan dibung dengan tidak benar atau tidak dikelola
Adapun karakteristik limbah B3 ada enam, yaitu mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, bersifat beracun, menyebabkan infeksi, dan
bersifat korosif
2.2.1

Mudah meledak

Limbah yang mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar (25oC, 760mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi dengan
cepat dapat merusak lingkungan.
2.2.2

Mudah terbakar

Limbah yang mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai


salah satu sifat-sifat sebagai berikut
(a)

Limbah yang berupa cairan

Limbah yang berupa cairan akan mudah terbakar apabila


(i)
Mengandung alcohol kurang dari 24% volume dan mempunyai titik
nyala kurang dari 60oC
(ii) Terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lain pada
tekanan udara 760mmHg
(b) Limbah berupa padatan

Limbah pada termperatur dan terkanan standar (25oC, 760mmHg) mudah


menyebabkan kebakaran, seperti melalui gesekan, penyerapan uap air,
atau perubahan kimia secara spontan. Limbah padat apabila terbakar
dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam waktu lama.
Apabila nilai titik nyala limbah < 40oC, berarti karakteristik mudah
terbakar
(c)

Limbah yang bertekanan mudah terbakar

(d) Limbah pengoksidasi


Apabila waktu pembakaran limbah sama atau lebih pendek dari waktu
pembakaran senyawa standar, berarti karakteristik mudah terbakar.
2.2.3

Bersifat reaktif

Limbah rektif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena


melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organic peroksida yang
tidak stabil dalam suhu tinggi. Limbah ini mempunyai sifat-sifat berikut:
i)
Pada keadaan normal, tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan
ii)

Dapat bereaksi hebat dengan air

iii)
Apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilakn gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
iv)
Merupakan limbah sianida, sulfide, atau amoniak yang pada
kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap
beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan
v)
Mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar
o
(25 C, 760mmHg)
vi)
Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organic peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi
2.2.4

Bersifat beracun

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemaran dan


bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan. Limbah B3 dapat
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam
tubuh, baik melalui pernafasan, kulit, maupun mulut
2.2.5

Menyebabkan infeksi

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang


terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit,
seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia
yang terkena infeksi
2.2.6

Bersifat korosif

Limbah korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat


berikut:
i)

Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit

ii)
Menyebabkan proses pengaratan pada lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperature
pengujian 55oC
iii)
Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat
asam atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa
2.3 Bahan bahan yang mengandung B3 dalam rumah tangga
Pada mulanya, banyak orang yang menyambut gembira dengan
penemuan bahan-bahan dan senyawa kimia. Dengan berjalannya waktu,
ternyata ditemukan pula dampak negatifnya. Untuk itu, limbah B3 dan B3
perlu dikelola dengan baik dan benar, baik pada saat masih digunakan
maupun setelah tidak digunakan lagi.
Rumah adalam tempat tinggal dan berfungsi sebagai tempat pembinaan
anggota. Segala hal yang berkaitan dengan aktifitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya di rumah tanggga diharapkan dapat
dikelola dengan baik. Dengan demikian, dampak dari limbah B3 di dalam
rumah tangga dapat dikelola dengan baik. Oleh karena itu, setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Sumber sampah di dalam rumah tangga


Kamar mandi/cuci: pembungkus
Kamar tidur: kaleng hairspray,
sabun, wadah sabun cair,
kaleng obat nyamuk, lampu TL,
pembungkus shampoo, wadah
tisu, kapas, botol/wadah kosmetik, pasta gigi, wadah deterjen, dan
abu, dan debu
wadah pemutih pakaian
Ruang keluarga: bekas beterai,
spidol/tinta bekas, kaleng obat
nyamuk, lampu TL, abu, debu, sisa Ruang tamu: lampu TL, abu, debu,
dan pembungkus makanan, kertas, sisa dan pembungkus makanan
serta obat kadaluarsa
serta kertas
Dapur: sisa dan pembungkus
makanan, lampu TL, botol/wadah
sabun cuci, wadah minyak tanah
dan debu

Garasi: oli bekas, kaleng/wadah


pembersih mobil, debu, aki bekas

Ruang makan: sisa dan


pembungkus makanan dan debu

Taman/kebun: daun-daun, kertas,


plastic, dan pembungkus makanan

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah setiap limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan
hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah, sampah B3 merupakan sampah spesifik yang meliputi:
1.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
2.

Sampah yang mengandung limbah B3.

3.

Sampah yang timbul akibat bencana.

4.

Bongkaran puing bangunan.

5.

Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.

6.
Sampah yang timbul secara periodik.
Berikut ini adalah karakteristik limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.85
Tahun 1999 Limbah B3 antara lain:
1.
Mudah meledak; Adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 derajat
Celcius, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitarnya.
2.
Mudah terbakar; Limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut: Berupa
cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala tidak
lebih dari 60 derajat Celcius akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api
atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Bukan berupa cairan, yang pada
temperatur dan tekanan standar dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air, atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus. Merupakan limbah yang bertekanan yang
mudah terbakar. Merupakan limbah pengoksidasi.
3.
Bersifat reaktif; yang dimaksud dengan reaktif adalah yang mempunyai salah satu
sifat sebagai berikut: Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan. Dapat bereaksi hebat dengan air. Apabila bercampur air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah
yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Limbah Sianida, Sulfida,
atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12.5 dapat menghasilkan gas, uap atau
asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
4.
Beracun; Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia
atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut.

5.
Infeksius; Limbah laboratorium medis, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman
penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit
seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan
masyarakat disekitar lokasi pembuangan limbah.
6.
Bersifat korosif; Limbah yang memiliki dari salah satu sifat sebagai berikut:
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. Menyebabkan proses pengkaratan pada
lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 min/tahun dengan temperature 550
C. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan dan sama atau
lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.
Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
1.

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; yaitu B3 yang berasal bukan dari proses

utamanya tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor


korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dll.
2.

Limbah B3 dari sumber spesifik; yaitu B3 bahan awal, produk atau sisa proses

suatu industri atau kegiatan tertentu.


3.
Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Aktivitas sehari-hari yang kita lakukan, khususnya di lingkungan rumah, menghasilkan sisa
buangan atau biasa disebut dengan limbah. Limbah rumah tangga tidak hanya terbatas
pada sampah bekas makanan saja, tetapi juga menghasilkan limbah yang termasuk
katagori B3, yang tentunya memerlukan penanganan khusus. Jenis sampah ini antara lain
adalah batu baterai bekas, neon dan bohlam bekas, kemasan cat, kosmetik atau pelumas
kendaraan yang umumnya mengandung bahan-bahan yang menyebabkan iritasi atau
gangguan kesehatan lainnya seperti logam merkuri yang terkandung di dalam batu baterai
pada umumnya.
Sampah B3 Rumah Tangga dikelompokkan berdasarkan jenis aktifitas rumah tangga, yaitu
bahan dan/atau bekas kemasan produk dari :

Pendahuluan
Dalam pengeolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal
yang penting dan mendasar. Didalam pengelolaan limbah B3, prinsip pengelolaan
tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang upaya
pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to

grave. Yang

dimaksud dengan from cradle to grave adalah

pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai


dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan,
ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur). Pada setiap fase
pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap
lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini
karena setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan
karakteristiknya.
Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan
/ atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya,
baik secara langsung dapat mencemarkan dan / atau merusak lingkungan hidup,
dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, keangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas, semua limbah yang sesuai dengan definisi tersebut dapat
dikatakan sebagai limbah B3 kecuali bila limbah tersebut dapat mentaati peraturan
tentang pengendalian air dan atau pencemaran udara. Misalnya limbah cair yang
mengandung logam berat tetapi dapat diolah dengan water treatment dan dapat
memenuhi standateffluent limbah yang dimaksud maka, limbah tersebut tidak
dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang pengawasannya
diatur oleh Pemerintah.
Identifikasi Limbah B3
Alasan diperlukannya identifikasi limbah B3 adalah:
1.

mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut merupakan


limbah B3 atau bukan.

2.

menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan,


penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.

3.

menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan tehadap


lingkngan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Tahapan yang dilakuka dalam identifikas limbah B3 adalah sebagai berikut:

1.

Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana


ditetapkan pada lampiran 1 (Tabel 1,2, dan 3) PP 85/1999.

2.

Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka
harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak,
mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat
infeksius.

3.

apabila kedua tahap telah dijalankan dan tidak termasuk dalam limbah B3,
maka dilakukan uji toksikologi.
Karakteristik Limbah B3
Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah
dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik
limbah B3 meliputi:

Mudah meledak

Mudah terbakar

Bersifat reaktif

Beracun

Menyebabkan infeksi

Bersifat korosif
Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya
apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik
limbah B3.

4.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).


A.

Pengertian Limbah B3

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian
kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah
B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan
lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan
kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan
diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999
yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26
November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
B.

Tujuan pengelolaan limbah B3


Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai
dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3,
baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun
B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan
tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas
lingkungan kembali kepada fungsi semula.

C.

Identifikasi limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

1.
Berdasarkan sumber
2.
Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
Limbah B3 dari sumber spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan


buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan
dengan:

mudah meledak;

pengoksidasi;

sangat mudah sekali menyala;

sangat mudah menyala;

mudah menyala;

amat sangat beracun;

sangat beracun;

beracun;

berbahaya;

korosif;

bersifat iritasi;

berbahayabagi lingkungan;

karsinogenik;

teratogenik;

mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18
tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:

mudah meledak;

mudah terbakar;

bersifat reaktif;

beracun;

menyebabkan infeksi;

bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa
pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan

lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa


implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini.
Limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
* Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil
dan mudah menguap
* Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi
* Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengan lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
lumpur dari hasil proses tersebut
* Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan
cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
D.

Pengelolaan dan pengolahan limbah B3


Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan
pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.

pengumpulan,

pengangkutan,

Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari


Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan
limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di
daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga
ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5
September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar
lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1. daerah bebas banjir;

2.

jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;


Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:

1.

daerah bebas banjir;

2.

jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;

3.

jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300
m;

4.
5.

jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;


dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum
300 m.

Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;

2.

sistem pencegahan terhadap kebakaran;

3.

sistem pencegahan terhadap kebakaran;

4.

sistem penanggulangan keadaan darurat;

5.

sistem pengujian peralatan;

6.

dan pelatihan karyawan.


Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani
adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap
lingkungan.

Penanganan limbah B3 sebelum diolah


Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat
guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan
limbah.

Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses
sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.

2.

proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan


penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa,
osmosis balik, dll.

3.

proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun


dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan
daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir

4.

proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah


menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar
(insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh
melebihi 0,01 kg atau 10 gr

Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi
proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan
jenis dan materi limbah.

Anda mungkin juga menyukai