Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar
(25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan di sekitarnya.
2.
Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama
atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3.
Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan
cairan yang memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah
atau sama dengan 35 C.
4.
Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik
nyala 0-21 C.
5.
Mudah menyala (flammable).
6.
Amat sangat beracun (extremely toxic);
7.
Sangat beracun (highly toxic);
8.
Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia
dan akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
9.
Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas
yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
10.
Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit,
menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju
korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang
dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang
bersifat basa.
11.
Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak
secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau
selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.
12.
Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya
yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC),
0
F.
G.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai
sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan
Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan
oleh sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah
tidak terpakai . Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu
proses produksi baik industry maupun domestic (rumah tangga atau yang
lebih dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair.
Sampah (refuse) atau limbah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya
Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui
makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui pernapasan dan
penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat
aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat
menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan
logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus,
muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf
dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan ginjal, dan kelainan jiwa
(Iqbal dkk 1990; Pallar, 1994)
1. 3. Limbah Udang sebagai Material Penyerap Logam Berat
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan
invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969). Kulit
udang mengandung protein (25 % 40%), kalsium karbonat (45% 50%),
dan khitin (15% 20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut
tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit kepiting mengandung
protein (15,60% 23,90%), kalsium karbonat (53,70 78,40%), dan khitin
(18,70% 32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat
hidupnya (Focher et al., 1992). Kandungan khitin dalam kulit udang lebih
sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan
tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama
kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu
senyawa kutikula serangga janis ekstra yang disebut dengan nama khitin
(Neely dan Wiliam, 1969). Khitin merupakan konstituen organik yang
sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, molusca,
corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan protein
dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga
terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit
pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya khitin dapat dideteksi
dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan
I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam
sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat
hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.
berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha
pengolahan udang cukup tinggi (Anonim, 1994). Limbah kulit udang
mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat,
khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim, 1994). Meningkatnya jumlah
limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha
pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang,
1993). Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah
termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan
bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti
Amerika Serikat dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam
industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin dan khitosan. Manfaatnya
di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi,
biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan
kesehatan. Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai
bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu
tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa,
demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium
hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan
tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada
gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz, 1996., dan Fahmi, 1997). Khitin
dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai
absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan
cara dinamis dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang
dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta
tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah didapatkan maka perlu
pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap
terhadap logam-logam berat diperairan.
1. 4. Limbah Deterjen
Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai
berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah
tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat
bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri
atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan
mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau
sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan
bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat.
Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan
mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid
dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji
BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur
menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, bahan
buangan anorganik.
1. D. Cara Pengelolaan Limbah
1.
1. Tekhnologi Pengolahan Air Limbah
1.
a. Trickling filter
Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik
(rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku
mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat Kota Jakarta. Jakarta
merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga letak septic tank,
cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air
tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285
sampel dari 636 titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri
coli. Secara kimiawi, 75% dari sumber tersebut tidak memenuhi baku
mutu air minum yang parameternya dinilai dari unsur nitrat, nitrit, besi,
dan mangan.
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic
media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air
limbah akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa
bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal,
pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan
seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta sanitary wastes. Agar
100 300
BOD
50 150
Minyak nabati
5 10
Minyak mineral
10 50
200 400
pH
6.0 9.0
Temperatur
38 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3)
1.0 5.0
Nitrat (NO3-N)
20 30
5.0 10
Sulfida (H2S)
0.05 0.1
Fenol
0.5 1.0
Sianida (CN)
0.05 0.5
dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu
menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah
yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki
persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan
limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar
dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan
limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per
kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya
dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik
harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit
pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok
dan tiap blok terdiri atas 22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan
dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.
Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak
bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan
maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi
dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif
memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang
mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari
bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki
peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita
dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika
Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa
karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang
harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan
dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah
ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus
memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang
selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi
dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan
pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika
juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya
kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di
setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun
setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di
Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair
(liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam
merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi
yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan
mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk
diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi
serta hidrogeologi wilayah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan sedalam suatu formasi berpori yang berada jauh di
bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut
harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang
cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman
sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena
beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan
pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari
dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi,
memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat
atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan
viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan
limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada
mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu
disebutkah bahwa:
1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi
secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik
temu dengan sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti
disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak
lagi bersifat berbahaya dan beracun.
3. Pengolahan Awal (Pretreatment); Tahap pengolahan ini melibatkan
proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses
pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit
removal, equalization and storage, serta oil separation.
Kayun hingga Monumen Kapal selam seperti yang nampak pada berita
Surabaya news, Senin 7 Juni 2004.
Limbah domestik terbagi dalam dua kategori yaitu pertama, limbah cair
domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen, minyak
dan pestisida.Kedua adalah limbah cair yang berasal dari kakus seperti
sabun, shampo, tinja dan air seni.
Limbah cair domestik menghasilkan senyawa organik berupa protein,
karbohidrat, lemak dan asam nukleat Pada musim kemarau saat debit air
Kali Mas turun hingga 300% maka masukan bahan organik kedalam badan
air akan mengakibatkan penurunan kualitas air.
Pertama, badan air memerlukan oksigen ekstra guna mengurai ikatan
dalam senyawa organik (dekomposisi), akibatnya akan membuat sungai
miskin oksigen, membuat jatah oksigen bagi biota air lainnya berkurang
jumlahnya. Pengurangan kadar Oksigen dalam air ini sering
mengakibatkan peristiwa ikan munggut (ikan mati masal akibat
kekurangan Oksigen).
Kedua, Limbah organik mengandung padatan terlarut yang tinggi
sehingga menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya
matahari bagi biota fotosintetik.
Ketiga, puluhan ton padatan terlarut yang dibuang hampir lebih dari 3 juta
orang di Surabaya akan mengendap dan merubah karakteristik dasar
sungai, akibatnya beberapa biota yang menetap didasar sungai akan
tereleminasi atau bahkan punah.
Dampak limbah organik ini umumnya disebabkan oleh dua jenis limbah
cair yaitu deterjen dan tinja. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan
karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki
kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4
Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan
detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak.
Sedangkan tinja merupakan jenis vektor pembawa berbagai macam
penyakit bagi manusia.
1. F. Indonesia dengan Pencemaran lingkungan dan Limbah
Limbah B3 Sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam peraturan pemerintah No.18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, limbah B3
terbagi atas dua macam yaitu yang spesifik dan yang tidak spesifik. Perbedaan pokok
antara limbah B3 spesifik dan tidak spesifik terletak pada cara penggolongan yaitu
pada limbah spesifik digolongkan kedalam jenis industri, sumber pencemaran, asal
limbah, dan pencemaran utama sedangkan pada limbah tidak spesifik
penggolongannya atas dasar kategori dan bahan pencemar Polusi Udara Polusi udara
adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat yang mengandung partikel
(asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut
fotokimiawi), karbon monoksida dan timah. Limbah Cair Limbah cair adalah sisa dari
suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP 82 thn 2001). Jenis-jenis
limbah cair digolongkan sebagai berikut: a. Fisika dan Sifat Agregat, Keasaman
(Metoda Titrimetrik) b. Parameter Logam, Arsenik (As) Metoda SSA c. Anorganik non
Metalik, Amonia (NH3-N) Metoda Biru Indofenol d. Organik Agregat, Biological Oxygen
Demand (BOD) e. Mikroorganisme, E Coli Metoda MPN f. Khusus, Asam Borat (H3
BO3) Metoda Titrimetrik g. Air Laut, Tembaga (Cu) Metoda SPR-IDA-SSA Beberapa hal
yang berkaitan dengan pengertian dan kegiatan yang berhubungan dengan limbah cair
adalah : Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
kecuali air laut dan fosil. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di
bawah permukaan tanah seperti akuifer, mata air, sungai, rawa, danau. Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukkannya untuk menjamin agar kualitas tetap dalam kondisi
alamiahnya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas
air agar sesuai dengan baku mutu air. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Limbah cair
adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Baku mutu
limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam limbah cair yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air
dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah cair adalah limbah yang berbentuk air, karena
umumnya limbah cair yang dihasilkan oleh voluters baik limbah rumah tangga maupun
industri adalah dalam bentuk air yang dibuang ke sungai. Limbah Beracun Secara
umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di
antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal
sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan
sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan
konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau
mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang
termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang
tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini
termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat
korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk
limbah B3. Macam-Macam Limbah Beracun Limbah mudah meledak adalah limbah yang
melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang
bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah
menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu
lama. Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan
atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut. Limbah penyebab infeksi
adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung
kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh
manusia yang terkena infeksi. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang
menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau
kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang
bersifat basa.
read more~ http://learnmine.blogspot.com/2013/06/jenis-jenis-limbah.html
1. DEFINISI LIMBAH B3
B3 adalah kepanjangan dari bahan beracun dan berbahaya. Bahan
berbahaya dan beracun (B3) didefinisikan sebagai bahan yang karena
sifat dan konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan
hidup, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya.
Berikut ini adalah produk yang mengandung B3.
a. Pengharum ruangan
b. Pemutih pakaian
c. Deterjen Pakaian
d. Pembersih kamar mandi
e. Pembesih kaca/jendela
f. Pembersih lantai
g. Pengkilat kayu
h. Pembersih oven
i. Pembasmi serangga
j. Lem perekat
k. Hair spray
l. Batu baterai
Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan
proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya.
Pengertian
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat diartikan
padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia
serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut. Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih karakteristik
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi dan bersifat
korosif.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
Pengelolaan
limbah
penyimpanan,
B3
adalah
pengumpulan,
rangkaian
kegiatan
pengangkutan,
yang
pemanfaatan,
mencakup
reduksi,
pengolahan,
dan
melalui
makanan
pertama
kali
di
dalam
mulut
akan
diabsorbsi
atau
1. Dapur: pembersih lantai, asap kompor gas, pembersih keramik, pembersih kaca,
plastik, racun tikus, bubuk pembersih, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran
air kotor.
2. Tempat cuci: pemutih, deterjen, pembersih lantai, bahan pencelup, semir sepatu,
pembersih karpet, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran air kotor.
3. Kamar mandi: aerosol, desinfektan, pembuka sumbat saluran pembuangan, saluran
air kotor, pembersih lantai, keramik, dan kaca, hair spray, pewarna rambut, pembersih
toilet, kamper, medicated shampo.
4. Kamar tidur: kamper, pembersih karpet, pembersih mebel, pembersih lantai dan kaca,
semir sepatu, obat anti nyamuk, baterai, aerosol, cat kuku, dan pembersihnya.
5. Garasi dan gudang: oli, aki mobil, minyak rem, car wash, pembersih karburator, cat
and thinner, lem, racun tikus, genteng asbes.
6. Ruang tamu: pengharum ruangan, pembersih karpet, pembersih lantai, kaca dan
pembersih mebel.
7. Taman keluarga: pupuk, insektisida.
8. Ruang makan: obat dan makanan kaleng/kemasan yang kadaluars
Izin Pengelolaan Limbah B3
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
Daerah dan Pusat, pengurusan izin limbah B3 yang semula kewenangan Pemerintah
Pusat sebagian menjadi urusan wajib pemerintah daerah, yakni provinsi, kota, dan
kabupaten. Namun sejak UU 32/2007 dan PP 38/2007 diundangkan hingga 2009,
ketentuan tersebut belum bisa dilaksanakan karena norma, standar, prosedur, dan
kriteria (NSPK) pengelolaan izin limbah B3 tersebut baru keluar November 2009.
Keterlambatan NSPK,
dijalankan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota yang ada di Jawa
Timur. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu
mempersiapkan Draf Pergub tentang Izin Pengelolaan Limbah B3 sebagai payung hukum
untuk dasar untuk menerbitkan izin pengelolaan limbah B3.
Pengertian Limbah B3
Limbah B3 asendiri adalah singkatan dari limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3). Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Banyak kita jumpai barang buangan di tempat
sampah atau pengumpul barang bekas merupakan limbah B3.
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal
yang penting dan mendasar. Prinsip pengelolaan limbah B3 adalah from cradle to
grave, yaitu pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya
limbah B3 sampai dengan ditimbun/dikubur. Fase-fase pengelolaan limbah tersebut
meliputi; dihasilkan, dikemas digudangkan/penyimpanan ditransportasikan, didaur
ulang, diolah dan ditimbun/dikubur. Pada setiap fase pengelolaan limbah
tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan yang
menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha
pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar
dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila
masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada
kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk
limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
Berdasarkan kajian WHO (1999), rata-rata produksi limbah rumah sakit di negara-negara
berkembang sekitar 1-3 kg/TT.hari, sementara di negara-negara maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8
kg/TT.hari. Sedangkan berdasarkan kajian dan perkiraan Depkes RI timbulan limbah medis dalam
satu tahun berkisar 8.132 ton dari 1.686 RS seluruh Indonesia. Pada tahun 2003, timbulan limbah
medis dari Rumah Sakit sekitar 0,14 kg/TT.hari. Komposisi limbah medis ini antara lain terdiri dari:
80% limbah non infeksius, 15% limbah patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3% limbah kimia
& farmasi, >1% tabung & termometer pecah (Ditjen PP & PL, 2011).
Sementara berdasarkan kajian Depkes RI dan WHO, pada tahun 2009 di 6 Rumah sakit di Kota
Medan, Bandung dan Makasar, menunjukkan bahwa 65% Rumah Sakit telah melakukan pemilahan
antara limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering
terjadi salah tempat dan sebesar 65% RS memiliki insinerator dengan suhu pembakaran antara 530
800 C, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu belum dilakukan dengan baik. Selain
itu belum ada informasi akurat timbulan limbah medis karena 98% RS belum melakukan pencatatan
(Ditjen PP & PL, 2011).
Pengertian
Limbah
Medis
dan
Limbah
Bahan
Berbahaya
dan
Beracun
(B3)
Pengertian limbah medis menurut EPA/U.S Environmental Protection Agency (2011), adalah semua
bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank
darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit/klinik hewan, serta fasilitas penelitian medis dan
laboratorium. Sementara Depkes RI (2002) memberikan pengertian limbah medis sebagai limbah
yang berasal dari perawatan gigi, veterinary, farmasi atau sejenis, serta limbah rumah sakit pada saat
dilakukan perawatan/ pengobatan atau penelitian.
Pengertian limbah medis sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 jo 85 Tahun 1999, limbah medis
termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun dengan kode limbah D227. Sedangkan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung B3 yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lainnya. Sedangkan menurut PP No. 74 Tahun 2001, B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. ,
karakteristik limbah berbahaya dan beracun (B3) antara lain:
1.
Mudah meledak (Explosive) adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
2. Mudah terbakar (Ignitable dan Flamable) adalah limbah yang bila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila
telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
3. Bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
4. Beracun (Toxic) adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini
dengan menggunakan bahan baku konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching
Prosedure).
5.
Menyebabkan infeksi (Infectious) adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau
limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi
dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
6. Bersifat Korosif
7.
8. Mempunyai pH 2 untuk limbah bersifat asam dan 12,5 untuk limbah yang bersifat basa.
9.
Limbah B3
10.
A. Pengertian Limbah
11.
12.
13.
14.
15.
Contoh limbah B3 : ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn
serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan
dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri
klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran
bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam
berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah.
16. Limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 apabila setelah melalui pengujian memiliki salah satu
atau lebih karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi,
dan bersifat korosif.
17.
18.
19.
20.
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi.
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari
hasil proses tersebut.
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup
stabil dan banyak mengandung padatan organik.
2. Limbah Logam Berat Beracun di Perairan
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3,
terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7
(Miettinen, 1977). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan
merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. . Logam berat juga
mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan,
1977). Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam
berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut
merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan
kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan
toksisitas logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang
mengkomsumsi ikan adalah sebagai berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+> Pb2+ > As2+ >
Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3
kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb,
Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan
bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat
logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari
konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena
pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
tertentu
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Fungsi kulit udang tersebut
pada hewan udang (hewan golongan invertebrata) yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969).
Kulit udang mengandung protein (25 % 40%), kalsium karbonat (45% 50%), dan khitin (15%
20%), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. sedangkan kulit
kepiting mengandung protein (15,60% 23,90%), kalsium karbonat (53,70 78,40%), dan khitin
(18,70% 32,20%), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Focher et al.,
1992). Kandungan khitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah
didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah.
35. Khitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi, pertama kali diteliti oleh Bracanot
pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakanfungiue. Pada tahun 1823 Odins
mengisolasi suatu senyawa kutikula serangga janis ekstra yang disebut dengan nama khitin (Neely dan
Wiliam, 1969). Khitin merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan
orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Khitin biasanya berkonyugasi dengan
protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea,
insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi (Neely dan Wiliam, 1969). Adanya
khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI
yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi
violet. Perubahan warna dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya khitin.
36. Khitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan melekul
polimer berantai lurus dengan nama lain -(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-DGlukosamin) (Hirano, 1986; Tokura, 1995). Struktur khitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang
terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi -(1-4). Perbedaannya
dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua pada khitin diganti
oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin
(The Merck Indek, 1976).
37. Khitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 (Hirano, 1976) merupakan zat padat yang tak
berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan
pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Khitin kurang larut
dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
38. Khitosan yang disebut juga dengan -1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa merupakan turunan dari khitin
melalui proses deasetilasi. Khitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga
jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini
menyebabkan khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).
39. Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl
dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4. Khitosan tidak beracun, mudah mengalami
biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano, 1986). Disamping itu khitosan dapat dengan mudah
berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih banyak
digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan (Muzzarelli, 1986). Saat ini
budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat, karena udang merupakan komoditi
ekspor yang dapat dihandalkan dalam meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu
jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam
bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
40. Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan
kerupuk udang berkisar antara 30% 75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah bagian yang
terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi (Anonim, 1994). Limbah kulit udang mengandung
konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain (Anonim,
1994). Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan
tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah
bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993). Saat ini di
Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang,
petis, terasi, dan bahan pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan dasar pembuatan khitin
dan khitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia,
bioteknologi, biomedikal, pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Khitin dan khitosan serta
turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi (Lang, 1995).
41. Isolasi khitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap pemisahan protein
(deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap pemutihan (bleancing) dengan aseton dan
natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi khitin menjadi khitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan
basa berkonsentrasi tinggi, seperti terlihat pada gambar 1 (Ferrer et al., 1996; Arreneuz, 1996., dan
Fahmi, 1997). Khitin dan khitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai absorben
untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis dengan mengatur kondisi
penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat.
Mengingat besarnya manfaat dari senyawa khitin dan khitosan serta tersedianya bahan baku yang
banyak dan mudah didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai
bahan penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
42.
4. Limbah Deterjen
43. Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Deterjen umumnya tersusun atas
lima jenis bahan penyusun, yaitu :
44.
45.
46.
47.
48.
49. Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di
Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl
benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Dibandingkan dengan LAS, ABS merupakan
senyawa yang lebih sukar terurai secara alami. Oleh karenanya, pada banyak negara di dunia
penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai
larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk
deterjen, antara lain karena : harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya
melimpah.
50. Penggunaan deterjen dapat mempunyai risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Risiko deterjen yang
paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di
daerah yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk
deterjen yang beredar saat ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka,
penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit
semakin parah.
51. Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai
salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan
sisa benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat
berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum, mengingat
digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses
klorinasi. Saat ini, instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan air limbah industri
belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah deterjen secara sempurna.
52. Penggunaan fosfat sebagai builder dalam deterjen perlu ditinjau kembali, mengingat senyawa ini
dapat menjadi salah satu penyebab proses eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan) pada
sungai/danau yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara tidak
langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa, penggunaan
fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah lingkungan.
53. Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen mempunyai hak untuk memperoleh
informasi suatu produk secara jelas, hak untuk memilih dan hak untuk menuntut/menggugat produsen
apabila produk mereka tidak sesuai dengan klaimnya Berkaitan dengan hak konsumen tersebut,
diperlukan transparansi dari produsen mengenai kandungan produk deterjen yang dihasilkannya dalam
bentuk pelabelan komposisi bahan baku.
54. Persepsi masyarakat bahwa deterjen yang menghasilkan busa melimpah mempunyai daya cuci
yang baik adalah tidak benar. Untuk merubah persepsi tersebut, diperlukan partisipasi baik dari pihak
konsumen maupun produsen. Di satu pihak, konsumenharus tahu bahwa tidak ada kaitan antara daya
cuci dan busa melimpah. Di lain pihak, produsen seharusnya tidak lagi menggunakan busa melimpah
dalam mempromosikan produknya.
55. Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan tingkat
konsumsinya, menurut hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek
pada tahun 2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg.
56.
57. Regulasi yang berkaitan dengan deterjen di Indonesia masih belum sepenuhnya mengakomodasi
aspek lingkungan. Standar, sebagai salah satu produk regulasi, yang berlaku sekarang dan digunakan
sebagai acuan bagi produk deterjen sudah berumur lebih dari 15 tahun dan tidak sesuai lagi dengan
tuntutan produk yang berwawasan lingkungan, sehingga perlu direvisi, seiring dengan perkembangan
teknologi dan perkembangan baku mutu lingkungan.
58.
5. Limbah Tinja
59. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang
terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam
1 gram tinja mengandung 1 milyar partikel virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa
minggu pada suhu dibawah 10 derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung
dalam tinja yaitu : virus, Protozoa, cacing dan bakteri yang umumnya diwakili oleh jenis Escherichia coli
(E-coli). Menurut catatan badan Kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa air limbah domestik yang
belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari
120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja. Sebagian besar virus patogen ini tidak
memberikan gejala yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya.
60. Saat ini E-coli adalah mikroorganisme yang mengancam Kali Mas. Bakteri penghuni usus manusia
dan hewan berdarah panas ini telah mengkontaminasi badan air Kali Mas, dari Kajian Dhani Arnantha
staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah menyebutkan bahwa di Hulu Kali
Mas tepatnya di daerah Ngagel jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas mencapai 350 milyar 1600
milyar padahal dalam baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001 tentang
Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air
minum seperti Kali Mas kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000.
61. Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada kondisi
tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di dalam pelvix
ginjal dan hati.
62. Tingginya tingkat pencemaran domestik Kali Mas memberikan dampak yang signifikan terhadap
kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal disepanjang bantaran Kali Mas, hal ini merujuk pada data
yang dikeluarkan oleh Paguyuban Kanker Anak Jawa Timur RSUD Dr Soetomo Oktober 2003 yang
menyebutkan bahwa 59% penderita kanker anak adalah leukimia dan sebagian besar dari penderita
kanker ini tinggal di Daerah Aliran Sungai Brantas (termasuk Kali Surabaya dan Kali Mas). Jenis Kanker
lainnya yang umum diderita Anak yang tinggal di Bantaran Kali adalah kanker syaraf (neuroblastoma),
Kanker kelenjar getah bening (Limfoma), kanker ginjal (tumor wilms), dan Kanker Mata.
63. Ancaman serius ini harus memicu peran aktif Pemerintah dalam mengendalikan pencemaran
domestik, karena dibandingkan dengan Limbah cair industri, penanganan sumber limbah domestik sulit
untuk dikendalikan karena sumbernya yang tersebar. Upaya yang dimaksudkan bukan penyuluhan
kepada masyarakat untuk tidak membuang tinja atau deterjen kesungai, tetapi lebih kepada
mengarahkan industri-industri kita untuk menerapkan cleaner production (industri yang berwawasan
lingkungan) dengan menerapkan pengolahan limbah dan menghasilkan produk-produk ramah
lingkungan.
64. Sebagai konsumenpun masyarakat pemakai detergen juga harus berani memilih dengan
menggunakan produk-produk yang dihasilkan oleh industri yang telah memiliki predikat hijau, predikat
hijau ini diberikan oleh Kantor kementrian Lingkungan Hidup dalam program Proper (Program Pentaatn
Industri) dalam program ini diberikan predikat emas untuk industri yang menerapkan industri bersih,
predikat Hijau untuk industri yang telah mengelolah limbahnya dan telah mengembangkan community
development bagi masyrakat sekitar, predikat biru, Predikat Merah dan Predikat hitam bagi industri yang
menimbulkan kerusakan lingkungan.
Limbah B3 didefinisikan sebagai suatu limbah yang mempunyai satu atau lebih sifat-sifat sebagai
berikut:
-
Pengoksidasi (oxidizers)
Beracun (toxic)
Limbah ini berbahaya selama penanganannya, baik pada saat pengangkutannya maupun saat
pembuangannya, karena limbah jenis ini dapat menimbulkan rekasi hebat dan dapat melukai
manusia serta dapat merusak lingkungan.
Contoh:
a)
b)
Limbah kimia khusus dari laboratorium seperti asam prikat (picric acid).
Limbah ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan buangan (gas) yang panas dari kendaraan,
rokok atau sumber api lain karena dapat menimbulkan kebakaran yang tidak terkendalikan baik
didalam kendaraan pengangkut maupun dilokasi penanaman limbah (landfill).
Pelarut seperti benzena, toluena atau aseton. Limbah-limbah ini berasal dari pabrik cat, pabrik
tinta dan kegiatan lain yang menggunakan pelarut tersebut; antara lain pembersihan metal dari
lemak/minyak, serta laboratorium kimia.
Limbah jenis ini berbahaya karena dapat melukai, mebakar kulit dan mata terutama pekerja
dilokasi pengelolaan atau dapat terlepas dari limbah B3 lain kelingkungan melalui drum berkarat
yang berisi limbah jenis ini.
Contoh :
a) Sisa-sisa asam/cuka, asam sulfat yang biasa digunakan dalam pembuatan baja terutama
untuk membersihkan kerak dan karat. Sisa-sisa asam ini
memerlukan pembuangan.
b) Limbah pembersih yang bersifat basa (alkaline), limbah ini dihasilkan dari kegiatan
pembersihan seperti sodium hidroksida yang digunakan untuk membersihkan produk metal yang
akan dicat atau dilapisi bahan lain (electroplated).
c) Limbah asam dari baterai. Limbah asam dihasilkan dari kegiatan pendaur ulangan baterai
mobil (accu) bekas.
Limbah ini berbayaha karena dapat menghasilkan oksigen sehingga dapat menyebabkan
kebakaran.
b)
Limbah peroksida (organik) yang tidak stabil dalam keadaan suhu tinggi.
Contoh:
Zat-zat kimia tertentu yang digunakan di laboratorium seperti Magnesium,
Perklorat, dan Metil Etil Keton Peroksida.
Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti Hepatitis dan Kolera yang
ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.
c)
d)
Limbah ini berbahaya karena mengandung zat pencemar kimia yang beracun bagi manusia dan
lingkungan. Pencemar beracun ini dapat tercuci dan masuk kedalam air tanah sehingga dapat
mencemari sumur penduduk disekitarnya dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air
tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup oleh para petugas dan masyarakat
disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.
Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia atau
mahluk hidup lain. salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang mengandung logam
berat atau mengandung gas beracun.
penduduk yang menggunakan air tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup
oleh para petugas dan masyarakat disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat
terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.
Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia
atau mahluk hidup lain. salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang
mengandung logam berat atau mengandung gas beracun.
Limbah beracun ini biasanya didefinisikan sebagai :
Senyawa kimia yang beracun bagi manusia atau lingkungan hidup, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek.
Dibaca: 1590
Komentar: 0
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan
awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah
menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn
lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil
proses tersebut
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested
aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan
banyak mengandung padatan organik.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah
limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima pada umumnya
mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat
akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia
seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari
lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri
klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta
pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan
accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam
konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun
1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
makalah limbah B3
SEPTEMBER 28, 2013 CANDRANING
LIMBAH B3
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
PENYUSUN
NAMA
: DEWI CANDRANINGTYAS
KELAS/ABSENT : X-8/12
Kata pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt. Karena rahmat dan
karunianya-Nya, akhirnya Makalah Limbah B3 ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Malakah limbah B3 merupakan salah satu makalah tugas biologi. Atas
penyusunan makalah ini saya berharap dapat mengupas tetang Limbah
B3 yang ada disekitar kita. Hal ini semata-mata untuk menambah
pengetahuan siswa akan bahaya limabah B3. Sebagaimana dimaklumi
bahwa banyak siswa yang tidak mengetahui apa itu Limbah B3 dan
bagaimana cara pengolahannya.
Saya ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Drs. ANANG SANTOSO
selaku guru biologi saya yang telah membantu saya dalam menyusun
makalah ini.
Meskipun sudah diupayakan dengan maksimal, makalah ini pastilah tidak
lepas dari kekurangan, sebagaimana pepatah tak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak sangat
saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, saya ucapkan semoga makalah ini bermanfaat.
Kediri, juni 2013
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul..
Kata Pengantar.i
Daftar Isi..ii
Bab I pendahuluan
1)
Latar Belakang1
2)
Tujuan Penulisan1
3)
Rumusan Masalah..1
Bab II Isi2
Bab III Penutup
1)
2)
Kesimpulan.8
Daftar Pusaka..9
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupaka hal yang lumrah dalam kehidupan manusia. Taukan
anda berasal dari manakah limbah disekita kita? Limbah berasal dari
berbagai sumber, contohnya : rumah tangga dan industry atau pabrik.
Limbah bisa berupa padatan, cairan ataupun gas. Ketiga limbah tersebut
sama-sama berbahaya. Tidak hanya isinya namun juga wadah atau
kemasannya juga menjadi limbah, seperti : plastic, kertas ataupun kaleng.
Seiring dengan berjalannya waktu, limbah semakin hari semakin
meningkat jumlahnya. Limbah sangatlah berbahaya bagi kehidupan
manusia atau makhluk hidup lainnya. Banyak orang membuang,
menimbun, bahkan menyimpan limbah dengan jumlah yang banyak serta
tidak dikelola dengan baik. Ternyata limbah-limbah tersebut termasuk
limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pada penulisan makalah ini,
b)
c)
d)
b)
c)
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Limbah B3
2.1.1
Pengertian
Limbah adalah bahan sisa dari suatu kegiatan atau prosuksi, baik dalam
skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar (pabrik). Dalam PP
18/1999 Jo. PP 85/1999, Pasal 1 (ayat 2) dijelaskan pengertian Limbah B3.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa
suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau
beracun karena sifat konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkanatau merusak lingkungan
hidup, dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Sumber limbah B3
Limbah b3 ini pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi
berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi
(inhibitor korosi), pelarutan kerak, atau pengemasan. Contohnya adalah
asap kendaraan bermotor dan asap dari cerobong pabrik.
2.1.2.2
Limbah ini berasal dari sisa proses suatau industry atau kegiatan yang
secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Contohnya
mercuri, arsen, dan deterjen.
2.1.2.3
Limbah b3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan,
bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
Limbah ini berasal dari produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali. Limbah ini
memerlukan pengolahan, hal yang sama juga berlaku
2.2 Karakteristik Limbah B3
Sebelum membahas karakteristik limbah B3, kita perlu mengetahui
mengapa limbah tersebut sangat berbahaya. Diantara alasannya adalah
i)
Dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap terjadinya atau
meningkatnya kematian dan sakit yang serius
ii)
Berpotensi menimbulkan bahaya bterhadap kesehatan manusia dan
lingkungan apabila disimpan, diangkut, dimanfaatkan, diolah, ditimbun
dan dibung dengan tidak benar atau tidak dikelola
Adapun karakteristik limbah B3 ada enam, yaitu mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, bersifat beracun, menyebabkan infeksi, dan
bersifat korosif
2.2.1
Mudah meledak
Limbah yang mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar (25oC, 760mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi dengan
cepat dapat merusak lingkungan.
2.2.2
Mudah terbakar
Bersifat reaktif
iii)
Apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilakn gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
iv)
Merupakan limbah sianida, sulfide, atau amoniak yang pada
kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap
beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan
v)
Mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar
o
(25 C, 760mmHg)
vi)
Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organic peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi
2.2.4
Bersifat beracun
Menyebabkan infeksi
Bersifat korosif
ii)
Menyebabkan proses pengaratan pada lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperature
pengujian 55oC
iii)
Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat
asam atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa
2.3 Bahan bahan yang mengandung B3 dalam rumah tangga
Pada mulanya, banyak orang yang menyambut gembira dengan
penemuan bahan-bahan dan senyawa kimia. Dengan berjalannya waktu,
ternyata ditemukan pula dampak negatifnya. Untuk itu, limbah B3 dan B3
perlu dikelola dengan baik dan benar, baik pada saat masih digunakan
maupun setelah tidak digunakan lagi.
Rumah adalam tempat tinggal dan berfungsi sebagai tempat pembinaan
anggota. Segala hal yang berkaitan dengan aktifitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya di rumah tanggga diharapkan dapat
dikelola dengan baik. Dengan demikian, dampak dari limbah B3 di dalam
rumah tangga dapat dikelola dengan baik. Oleh karena itu, setiap orang
mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah setiap limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan
hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah, sampah B3 merupakan sampah spesifik yang meliputi:
1.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
2.
3.
4.
5.
6.
Sampah yang timbul secara periodik.
Berikut ini adalah karakteristik limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.85
Tahun 1999 Limbah B3 antara lain:
1.
Mudah meledak; Adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 derajat
Celcius, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitarnya.
2.
Mudah terbakar; Limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut: Berupa
cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala tidak
lebih dari 60 derajat Celcius akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api
atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Bukan berupa cairan, yang pada
temperatur dan tekanan standar dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan,
penyerapan uap air, atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran yang terus menerus. Merupakan limbah yang bertekanan yang
mudah terbakar. Merupakan limbah pengoksidasi.
3.
Bersifat reaktif; yang dimaksud dengan reaktif adalah yang mempunyai salah satu
sifat sebagai berikut: Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan. Dapat bereaksi hebat dengan air. Apabila bercampur air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah
yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Limbah Sianida, Sulfida,
atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12.5 dapat menghasilkan gas, uap atau
asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
4.
Beracun; Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia
atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut.
5.
Infeksius; Limbah laboratorium medis, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman
penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit
seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan
masyarakat disekitar lokasi pembuangan limbah.
6.
Bersifat korosif; Limbah yang memiliki dari salah satu sifat sebagai berikut:
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. Menyebabkan proses pengkaratan pada
lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 min/tahun dengan temperature 550
C. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan dan sama atau
lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.
Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
1.
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; yaitu B3 yang berasal bukan dari proses
Limbah B3 dari sumber spesifik; yaitu B3 bahan awal, produk atau sisa proses
Pendahuluan
Dalam pengeolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal
yang penting dan mendasar. Didalam pengelolaan limbah B3, prinsip pengelolaan
tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang upaya
pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to
grave. Yang
2.
3.
1.
2.
Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka
harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak,
mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat
infeksius.
3.
apabila kedua tahap telah dijalankan dan tidak termasuk dalam limbah B3,
maka dilakukan uji toksikologi.
Karakteristik Limbah B3
Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah
dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik
limbah B3 meliputi:
Mudah meledak
Mudah terbakar
Bersifat reaktif
Beracun
Menyebabkan infeksi
Bersifat korosif
Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya
apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik
limbah B3.
4.
Pengertian Limbah B3
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian
kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah
B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan
lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan
kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan.
Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan
diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999
yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26
November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
B.
C.
Identifikasi limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1.
Berdasarkan sumber
2.
Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
Limbah B3 dari sumber spesifik;
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
mudah meledak;
pengoksidasi;
mudah menyala;
sangat beracun;
beracun;
berbahaya;
korosif;
bersifat iritasi;
berbahayabagi lingkungan;
karsinogenik;
teratogenik;
mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18
tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
mudah meledak;
mudah terbakar;
bersifat reaktif;
beracun;
menyebabkan infeksi;
bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa
pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan
pengumpulan,
pengangkutan,
2.
1.
2.
jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3.
jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300
m;
4.
5.
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1. sistem kemanan fasilitas;
2.
3.
4.
5.
6.
Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan
limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses
sbb:
1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2.
3.
4.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi
proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan
jenis dan materi limbah.