PENDAHULUAN
b) Metabolisme Lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak,
antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol,
fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan
karbohidrat. 6
c) Metabolisme Protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi
asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi
beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam
amino.6
d) Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam
bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk
koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.6
2.2 Definisi
Hepatitis B akut mengacu pada infeksi jangka pendek yang terjadi
dalam 6 bulan pertama setelah seseorang terinfeksi virus. Infeksi dapat
berkisar dalam keparahan dari penyakit ringan dengan sedikit atau tidak
ada gejala sampai kondisi serius yang membutuhkan rawat inap. Beberapa
orang, terutama orang dewasa, mampu membersihkan, atau
menyingkirkan, virus tanpa pengobatan. Orang yang membersihkan virus
menjadi kebal dan tidak dapat terinfeksi virus Hepatitis B lagi. 7
Hepatitis B kronis mengacu pada infeksi seumur hidup dengan
virus Hepatitis B. Kemungkinan bahwa seseorang mengalami infeksi
kronis tergantung pada usia di mana seseorang terinfeksi. Hingga 90%
bayi yang terinfeksi virus Hepatitis B akan mengalami infeksi kronis.
Sebaliknya, sekitar 5% orang dewasa akan mengalami hepatitis B kronis.
Seiring waktu, Hepatitis B kronis dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius, termasuk kerusakan hati, sirosis, kanker hati, dan bahkan
kematian.7
2.3 Epidemiologi
Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia,
sekitar 240 juta orang di antaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik,
sedangkan untuk penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170
juta orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya
karena Hepatitis. Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR)
setelah Myanmar. Berdasarkan hasil Riskesdas, studi dan uji saring darah
donor PMI maka diperkirakan di antara 100 orang Indonesia, 10
diantaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Riskesdas 2013
menemukan bahwa prevalensi HBsAg adalah 7,2%. Diperkirakan terdapat
18 juta orang memiliki Hepatitis B dan 3 juta orang menderita Hepatitis C.
Sekitar 50% dari orang-orang ini memiliki penyakit hati yang berpotensi
kronis dan 10% berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat menyebabkan
kanker hati. Besaran masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat
besar terhadap masalah kesehatan masyarakat, produktifitas, umur harapan
hidup, dan dampak sosial ekonomi Iainnya. 8
2.4 Etiologi
1) Hepatitis B akut
a. Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik)
Gejala konstitusional seperti anoreksia, mual, muntah, malaise,
keletihan, artralgia, mialgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis,
dan batuk. Dapat disertai dengan demam yang tidak tinggi.1
b. Fase ikterik : gejala prodromal berkurang namun ditemukan
sklera ikterik dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan hepatomegali yang disertai nyeri tekan di area
kuadran kanan atas abdomen. Dapat ditemukan splenomegali,
gambaran kolestatik, hingga adenopati servikal. Hanya kurang
dari 1% kasus hepatitis B akut yang menjadi gagal hati akut. 1
c. Fase perbaikan (konvalenses): gejala konstitusional
menghilang, namun masih ditemukan hepatomegali dan
abnormalitas pemeriksaan kimia hati. 1
2) Hepatitis B kronis
Memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi mulai dari
asimptomatik, gejala hepatitis akut, hingga tanda gejala sirosis dan
gagal hati. 1
Viral Load HBV: Tes viral load, yang serupa dengan tes yangdilakukan
untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapatmengetahui apakah
HBV menggandakan diri dalam hati. Viralload HBV di atas 100.000
menunjukkan bahwa virus adalah aktifdan mempunyai potensi besar untuk
menyebabkan kerusakanpada hati. Bila viral load di atas 100.000, terutama
jika enzim hatijuga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila
viralload di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe
positif, ini menunjukkan bahwa virus dikendalikan olehsistem kekebalan
tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masihdapat menular pada orang
lain.11
Tes Enzim Hati: Tingkat enzim hati yang disebut SGPT danSGOT (atau
ALT dan AST di daerah lain) diukur dengan tesenzim hati, yang sering
disebut sebagai tes fungsi hati. Tingkatenzim hati yang tinggi
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsisemestinya, dan mungkin ada
risiko kerusakan permanen padahati. Selama infeksi hepatitis B akut,
tingkat enzim hati dapattinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang
menimbulkanmasalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis,
enzimini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkalaatau
terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakanhati jangka
panjang.11
Biopsi Hati: Tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang
keadaan hati seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan
AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila
ada, tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati
hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas
100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.11
2.8 Penatalaksanaan
1. Hepatitis B Akut
Umumnya bersifat suportif. meliputi tirah baring serta menjaga
agar asupan nutrisi dan cairan tetap adekuat . Sekitar 95 % kasus hepatitis
B akut akan mengalami resolusi dan serokonversi spontan tanpa terapi
antiviral. Bila terjadi komplikasi hepatitis fulminan, maka dapat diberikan
lamivudin 100-150 mg/ hari hingga 3 bulan setelah serokonversi atau
setelah muncul anti-HBe pada pasien HBsAg positif. 1
2. Hepatitis B Kronis
a. Tujuan Terapi
Hingga saat ini, pengobatan hepatitis B hanya bersifat penekanan
dan stimulasi sistem imunitas, namun tidak menghilangkan (eradikasi)
VHB sehingga pasien membutuhkan pengobatan jangka panjang, bahkan
seumur hidup. Oleh sebab itu, tujuan terapi jangka panjang ialah
meningkatkan kualitas hidup dan survival, mencegah progresi penyakit
sirosis, sirosis dekompesanta, dan karsinoma hepatoseluler (KHS)
Sementara, tujuan terapi jangka pendek ialah menekan replikasi virus,
menurunkan jumlah DNA VHB, serta serokoversi HBeAg menjadi anti
HBe. 1
b. Inisiasi Terapi.
Pengobatan harus segera dimulai pada pasien dengan penyakit hati
yang aktif (ditandai dengan peningkatan ALT >2 nilai batas atas normal,
dałam dua pengukuran yang berbeda dengan selang waktu minimal 1
bulan), atau bila biopsi hati menunjukkan kerusakan yang signifikan ( skor
inflamasi: sedang-berat, skor fibrosis METAVIR >F2). Sebaliknya
pengobatan dapat ditunda pada fase Imunotoleransi, serta diduga memiliki
risko kecil untuk menjadi strosis dan KHS1
Peneliti Berdasarkan konsensus Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia (PPHD) tahun 2012, algoritme terapi hepatitis B kronis dibagi
menjadi dua: kelompok pasien dengan HBeAg positif dan HBeAg negatif.
Keduanya memiliki perbedaan dalam hal perjalanan penyakit. prognosis,
dan respon terapi. Pada kelompok HBeAg positif, terapi ditujukan agar
terjadi serokonversi menjadi HbeAg negatif.1
2.9 Komplikasi
Dalam jangka lama dan apabila tidak diobati dengan baik, maka
Hepatitis akan menyebabkan komplikasi serius seperti sirosis hepatis
(terjadinya jaringan parut pada hati, sehingga hati tidak dapat berfungsi
dengan baik), kanker hati, gangguan darah, bendungan cairan di perut,
gagal ginjal hingga kematian. 12
Komplikasi hepatitis virus yang jarang termasuk pankreatitis,
miokarditis, pneumonia atipik, anemia aplastik, mielitis tranversa, dan
neuropati perifer: Pembawa HBsAg, terutama yang terinfeksi pada masa
bayi atau masa kanak-kanak dini, memiliki risiko karsinoma hepatoseluler
yang meningkat. Risiko karsinoma hepatoseluler meningkatkan seperti
pada pasien dengan sirosis kaerena hepatitis kronik. Pada anak, hepatitis B
mungkin jarang terdapat bersama hepatitis anikterik, ruam papular
nonpruritus dari muka, bokong, dan tungkai, lengan, anggota badan dan
limfadenopati akrodermatitis papular masa kanak-kanak atau sindroma
Gianotti- Crosti)13
2.10 Prognosis
Insidens kumulatif 5 tahun dari saat terdiagnosis hepatitis B kronis
menjadi sirosis hati ialah 8-20 % dan insidens kumulatif 5 tahun dari
sirosis kompensata menjadi sirosis dekompensata pada hepatitis B kronis
yang tidak diobati ialah 20 %. Pada kondisi sirosis dekompensata tersebut,
angka survival dalam 5 tahun hanya berkisar 14-35 % . Di lain sisi setelah
terjadi sirosis hati, angka kejadian KHS pada hepatitis B kronis ialah
2,5%. 1
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Kasus
a) Idenditas pasien
Nama : Tn. R
Umur : 37 Tahun
Alamat : Desa kabobona, pelolo
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 27juli 2018
Ruangan : Bogenvile
b) Anamnesis
Keluhan Utama : BAB berwarna hitam
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB warna hitam
dengan konsistensi lunak yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu,
Pasien juga merasakan nyeri dibagian perut kanan atas hingga
tembus ke belakang dan mual, muntah 2 hari yang lalu, muntah
berisi makanan kadang cairan. Karena mual dan muntah pasien
mengatakan bahwa ia mengalami penurunan nafsu makan dan rasa
lemas. Pasien juga mengeluhkan adanya demam yang dirasakan 3
hari yang lalu, demam yang dirasakan naik turun. Riwayat BAK
pasien tidak lancar dengan urin berwarna kuning pekat kecoklatan
seperti teh.
Riwayat Penyakit terdahulu :
Pasien memiliki riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-), riwayat
stroke (-), riwayat hepatitis (+) di ketahui 3 bulan yang
lalu ,riwayat obat-obatan (-), dan riwayat alkohol (-)
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
c) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
- SP : Sakit Sedang/ Compos mentis(GCS E4V5M6)/ Gizi baik
- BB : 68 kg
- TB : 170cm
- IMT: 23 kg/m2
Vital sign :
- TD : 110/80 mmHg
- N :80x/menit
- RR :24x/menit
- S : 36,7ºC
Pemeriksaan kepala :
- Wajah : Simetris, edema (-), ruam (-) tampak lemas
- Bentuk : Normochepal
- Rambut : Warna hitam, distribusi normal
- Deformitas : (-)
- Mata :
o Konjungtiva : Anemis(+/+)
o Sklera : Ikterik(+/+)
o Pupil : (bentuk bulat,isokor diameter 2mm/2mm)
- Mulut
o Bibir : Sianosis(-)
o Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah
muda,termor(-), lidah kotor(-)
o Mukosa mulut : Kesan Normal, lesi(-), stomatitis(-)
- Faring : Hiperemis(-)
- Tonsil : Ukuran T1/T1
Pemeriksaan Leher
- Kelenjar Getah Bening : Pembesaran(-) nyeri tekan(-)
- Kelenjar Tiroid : Pembesaran(-)
- JVP : Peningkatan (-)
- Massa : Tidak ada
Pemeriksaan Paru-paru
- Inspeksi : Ekspensi paru simetris bilateral,retraksi(-),jejas(-)
- Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris
kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara pernafasan Vesikuler (+/+), Rhonki(-/-),
Wheezing(-/-)
Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba
- Perkusi :
o Batas Atas : SIC II lineaparasternalissinistra
o Batas Kanan : SIV IV lineaparasternalisdextra
o Batas Kanan : SIC V lineamidclavicularissinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni Reguler, murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Tampak perut membesar
- Auskultasi : Bunyi peristaltik usus (+)
- Perkusi : Tympani (+) Shifting dullness (+)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+),palpasi hepar tidak
teraba, lien teraba,nyeri ketok ginjal(-)
Pemeriksaan Anggota Gerak
- Ekstermitas Atas
o Kulit : edema(-/-),akral hangat(+/+), tampak pucat pada
kedua tangan
o Otot : Bentu dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
o Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal.
- Ekstermitas Bawah
o Kulit : edema(-/-),akral hangat(+/+), tampak pucat pada
kedua tangan
o Otot : Bentuk dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
o Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal
d) Resume
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB warna hitam
dengan konsistensi lunak yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu, Pasien
juga merasakan nyeri epigastricum (+) hingga tembus ke belakang dan
nausea (+), vomitus (+) 2 hari yang lalu. Pasien juga mengalami
anoreksia (+) malaise (+) dan disertai febris (+) sejak 3 hari yang lalu
Riwayat BAK pasien tidak lancar dengan urin berwarna kuning pekat
kecoklatan seperti teh. Pasien memiliki riwayat hepatitis di ketahui 3
bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24 x/menit dan suhu 36,7 °C
Pada pemeriksaan fisik pada mata didapatkan konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (+/+). Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi
didapatkan perut tampak membesar,auskultasi didapatkan peristaltik
normal, perkusi didapatkan shifting dullness (+), palpasi didapatkan
nyeri tekan epigastricum (+), splenomegali (+).
e) Diagnosis Kerja
- Hepatitis B
f) Diagnosis Banding
- Sirosis Hati
g) Usulan pemeriksaan lanjutan
- Darah lengkap
- HBsAg
- Fungsi hati
- Fungsi Ginjal
- USG
h) Penatalaksanaan
- Non medikamentosa :
o Tirah baring
o Perbaikan nutrisi
- Medikamentosa:
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Inj.Omeprazole 2ml / 24 jam
- Inj Ketorolac 1 amp / 12 jam/IV
- Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam
- Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0
- Curcuma 3x 1tab
i) Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap
o RBC : 2,88x 103/mm3 (4,5-6,5)
o HGB : 8,7g/dl (13-17)
o WBC : 4,6x 103/mm3 (4– 10)
o PLT : 652 x103/mm3(150 – 400)
o HCT : 27,8 % (40-54)
- Faal Ginjal
o Creatinin : 0,80 mg/dl (0,70 – 1,30)
o Ureum : 33,1 mg/dl (18,0 – 55,0)
- Kimia Darah
o GDS : 92 mg/dl (74-100)
o SGOT : 59 U/L (0 – 35)
o SGPT : 47 U/L (0 – 45)
o Albumin : 3,2 g/dl
o Anti HCV : Non reaktif
o HbsAg : Positif
j) Diagnosis Akhir
Sirosis hati ec Hepatitis B kronik
k) Prognosis
Ad Vitam : Malam.
Ad Fungsionam : Malam.
Ad Sanationam : Malam.
BAB IV
PEMBAHASAN
Saat hilangnya HBsAg setelah perbaikan klinis yang nyata dari hepatitis B
akut adalah hal yang penting untuk dicatat. Sebelum di temukan cara laboratorium
yang dapat membedakan antara hepatitis akut dengan eksaserbasi hepatitis B
kronik yang menyerupai hepatitis akut (reaktivasi spontan), observasi
menunjukkan bahwa sekitar 10 persen pasien tetap menderita HBSAg lebih dari 6
bulan setelah awitan hepatitis B yang tampak secara klinis. Setengah dari individu
ini tidak ditemukan antigen sama sekali dalam sirkulasi darah mereka selama
beberapa tahun berikutnya, tetapi 5 persen di antaranya tetap kronik dengan
HBsAg yang positif. Pada pengamatan akhir-akhir memberi kesan bahwa angka
infeksi kronik yang sebenarnya setelah hepatitis B akut yang nyata secara klinis
adalah serendah 1 sampai 2 persen pada individu normal, orang dewasa muda
dengan kemampuan mengembangkan tanggap imun. 13
Apakah angka kronisitas adalah 10 persen atau persen, pasien seperti itu
memiliki anti-HBc dalam seru dapat tidak terdeteksi atau terdeteksi pada titer
rendah terhadap spesifisitas subtipe yang berlawanan dari antigen tersebut (lihat
"Ciri Laboratorium", di atas). Pasien ini dapat (1) menjadi karier asimtomatik. (2)
menderita hepatitis persisten kronik derajat rendah atau (3) menderita hepatitis
kronik aktif dengan atau tanpa sirosis Kemungkinan menjadi seorang karier
HBsAg setelah infeksi HBV akut sangat tinggi terutama pada neonatus, individu
yang menderita sindroma Down, pasien yang menjalani hemodialisis dan secara
kronik pasien dengan penekanan imun, termasuk individu yang menderita infeksi
virus HIV Hepatitis kronik aktif adalah komplikasi major yang lambat dari
hepatitis B akut yang ditemukan pada sejumlah kecil kasus akut tetapi lebih sering
pada mereka yang menderita infeksi kronik tanpa pernah menderita penyakit akut.
13
Gambaran klinis dan laboratorium tertentu memperlihatkan gambaran
perkembangan hepatitis akut menjadi hepatitis kronik aktif:
(1) tidak adanya resolusi lengkap gejala klinis seperti anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelelahan serta adanya hepatomegali.
(2) Terdapatnya nekrosis hati jenis bridging atau multilobularis pada biopsi hati
selama hepatitis virus akut yang lama dan berat;
(4) tetap adanya HBsAg dan HBeAg'selama 6 bulan atau lebih setelah hepatitis
akut, yang menyatakan infeksi virus yang kronik dan replikatif pada hati pasien.13
Dalam jangka lama dan apabila tidak diobati dengan baik, maka Hepatitis
B akan menyebabkan komplikasi serius seperti sirosis hepatis (terjadinya jaringan
parut pada hati, sehingga hati tidak dapat berfungsi dengan baik) seperti yang
terjadi pada kasus pasien dalam refarat ini.
Pada pemeriksan fisik, inspeksi mata didapatkan sklera Ikterik (+), hal ini
dapat terjadi akibat peningkatan bilirubin yang di jelaskan dalam Price, Sylvia A,
(2006), warna kuning pada mata dan tubuh pasien didapatkan karena peningkatan
kadar bilirubin >3mg/dL (tergantung warna kulit) 14, Ikterus jenis ini terjadi di
dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga
gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya
sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh
terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat
disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator14.
Dari hasil pemerikaan fisik ini juga telah mengarah ke tanda dari suatu
penyakit sirosis heper ec hepatitis B. Pada hepatitis B, faktor-faktor resiko seperti
rokok, alcohol, serta infeksi virus hepatitis B yang mengakibatkan sel-sel pada
hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik yang menyebapkan neoplastik
hepatoma yang mematikan sel-sel hepar dan mengakibatkan pembesaran hati.
Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru,
sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang
yang merangsang nyeri. Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala.
Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut
atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri
bila diraba15.
Dan hasil pemeriksaan serologi mendapatkan hasil HbsAG positif hal ini
menandakan terpaparnya seseorang terhadap virus hepatitis B akut ataupun
kronis. HBsAg merupakan material permukaan/kulit virus hepatitis B berisi
protein yang dibuat sitoplasma sel hati yang terkena infeksi dan beredar dalam
darah sebelum dan selama infeksi akut, karier dan hepatitis B kronik. HBsAg
tidak infeksius tapi justru merangsang tubuh untuk membentuk
antibodi.Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk menentukan adanya virus hepatitis
B di dalam darah baik dalam kondisi aktif maupun sebagai carrier. Kira-kira 5%
orang dengan penyakit hepatitis B (serum hepatitis) akan ditemukan hasil
pemeriksaan positif. Pada hepatitis B, antigen dalam serum dapat di deteksi 2
sampai 24 minggu (rata-rata 4 sampai 8 minggu) setelah inkubasi virus. HBsAg
positif dapat terjadi 2 sampai 6 minggu setelah terpajan pada penyakit ini16
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini teridi dari non-
medikamentosa, meliputi tirah baring dan perbaikan nutrisi, medikamentosa
meliputi , futrolit 20 tmp, Inj.Omeprazole 2ml / 24 jam, Inj Ketorolac 1 amp / 12
jam/IV, Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam, Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0,
Curcuma 3x 1 tab.
BAB V
KESIMPULAN
1) Hepatitis B merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus yang dikenal
sebagai hepatitis B. ‘Hepatitis’ berarti ‘radang atau bengkak hati’. Setelah
terinfeksi, penderita akan menghapuskan infeksi dan tidak mengalami masalah
lebih lanjut; atau akan terinfeksi secara kronis
2) Hepatitis B akut
Virus hepatitis B umumnya tinggal dalam tubuh selama kira-kira 30-
90 hari. Inilah yang dikenal sebagai hepatitis B akut. Infeksi akut ini
umumnya dialami orang dewasa. Jika mengalami hepatitis B akut, sistem
kekebalan tubuh Anda biasanya dapat melenyapkan virus dari tubuh dan Anda
akan sembuh dalam beberapa bulan.
3) Hepatitis B Kronis
Sedangkan hepatitis B kronis terjadi saat virus tinggal dalam tubuh
selama lebih dari enam bulan. Jenis hepatitis B ini lebih sering terjadi pada
bayi dan anak-anak. Anak-anak yang terinfeksi virus pada saat lahir berisiko
empat sampai lima kali lebih besar untuk menderita hepatitis B kronis
dibanding anak-anak yang terinfeksi pada masa balita. Sementara untuk orang
dewasa, 20% dari mereka yang terpapar virus ini akan berujung pada
diagnosis hepatitis B kronis.
4) Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas.
Pembatasanaktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa
lebih baik.Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama
diberikanpada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika
malam hari
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, M. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
2014
2. Hadi, moch irfan.Skrining Hepatitis B Surface Antibody (HBsAb) pada
Remaja di Surabaya dengan Menggunakan Rapid Test. From
http://jurnalfpk.uinsby.ac.id. 2017
3. Anandhara. Pencegahan Transmisi Vertikal Hepatitis B: Fokus pada
Penggunaan Antivirus Antenatal. From http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id.
2016
4. Lydia Aswati. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Anti-Hbs pada
Anak Sekolah Dasar Setelah 10-12 Tahun Imunisasi Hepatitis B Di Kota
Padang. Vol. 14, No. 5, Februari 2013 From https://saripediatri.org.2013
5. Bratanata. Proporsi Infeksi Virus Hepatitis B Tersamar pada Pasien yang
Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia |
Vol. 2, No. 3 Oktober 2015. From http://id.portalgaruda.org. 2015
6. Guyton and hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12EGC: jakarta. 2007
7. Center for disease control and prevention. Hepatitis B. From
www.cdc.gov/hepatitis.2016
8. Kajian ilmiah hepatitis diakses dari http://bapin.ismki.org/wp-content /
uploads/2016/05/Kajian-ilmiah-hepatitis.pdf pada 31 juli 2016
9. Amtarina. Faktor resiko hepatitis B pada tenaga keshatan kota pekan baru.
From journal.fk.unpad.ac.id. 2015
10. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilis II edisi VI. Jakarta : interna
publishing . 2015
11. Green, chris W. Hepatitis dan Virus HIV. http://spiritia.or.id .2016)
12. Integra. BI-Monthly News letter : Hepatitis B. https://www.integra.co.id .
2017
13. Isselbacher., dkk. Harison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13.
EGC. Jakarta . 2014
14. Price, Sylvia A, ,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2006
15. Sudoyo. A.W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Interna
publishing : Jakarta. 2009
16. Dwi. A.I. Hubungan Peningkatana SGPT dengan Hasil HbsAg Pada Pasien
Hepatitis B di Rumah Sakit Marsudi Waluyo Pada Tahun 2011, Vol.2, No.1,
2012. From <http;//www.http://jurnalhealthyscience.com//>
17. Bakti Husada. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus ,Kementerian
Kesehatan RI : Jakarta. 2012