Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis B merupakan infeksi virus hepatitis B (VHB) pada hati yang


dapat bersifat akut atau kronis. Menurut Data WHO 2014, lebih dari 240 juta pen
duduk di dunia mengalami infeksi VHB kronis, dan lebih dari 780.000 orang per
tahun meninggal akibat komplikasi infeksi VHB akut maupun kronis. Indonesia
sendiri termasuk negara endemis VHB dengan seroprevalensi HBsAg sebesar 9.4
% (kisaran 25-361 % dan pengidap karier 5-10 % dari populasi umum. 1
Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2
terbesar sesudah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (South
East Asian Region). Sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis
B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C. Virus Hepatitis B (HBV) pada populasi
tertentu termasuk Asia Tenggara, Alaska, dan Afrika merupakan endemik dan
prevalensi kronis mencapai angka 20%. Pada populasi tersebut, penyebaran utama
melalui jalur penurunan dari ibu ke anak, dan infeksi biasanya berkembang pada
saat bayi atau balita. 2
Setelah terkena infeksi HBV akut, risiko berkembang menjadi penyakit
kronis sangat bervariasi tergantung umur. Infeksi HBV kronis 90% terjadi pada
bayi baru lahir yang terinfeksi HBV, 25-50% pada anak kecil usia 1-5 tahun yang
terinfeksi HBV. Infeksi tersebut sangat sering terjadi pada penderita penurunan
sistem kekebalan tubuh.2
Hepatitis B merupakan penyebab utama penyakit hati kronik dan dapat
menyebabkan sirosis, gagal hati dan karsinoma hepatoselular pada 15-40%
populasi. Terhitung sebanyak dua miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis B.
Sebanyak 240 juta diantaranya mengidap hepatitis B kronik dan 780.000 jiwa
meninggal karena komplikasi akut dan kronik hepatitis B. 3
Imunisasi adalah cara efektif mengontrol infeksi VHB sampai saat ini.
Prevalensi infeksi hepatitis B kronik, hepatitis B fulminan, dan karsinoma
hepatoseluler menunjukkan penurunan bermakna setelah vaksinasi hepatitis B.
Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan hepatitis B surface antibody (anti
Hbs), yang seiring dengan waktu mengalami penurunan. 4
Pemeriksaan profil serologis dari VHB merupakan suatu keharusan dalam
diagnosis hepatitis B. Deteksi dari anti-HBc (antibody to HBcAg) dan anti-HBs
(antibody to HBsAg) menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi VHB
sebelumnya. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati

Gambar 1. Anatomi hati


1) Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan
atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 %
dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna
merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi
lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan
mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus,
dan lobus quadratus.6
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a) Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral. 6
b) Arteri hepatica, cabang dari arteri coeliaca yang kaya akan
oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan
arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit
menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di
dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan
ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan
disekresikan ke peredaran darah tubuh. 6
2) Fisiologi hati
Menurut Guyton & Hall, hati mempunyai beberapa fungsi
yaitu:
a) Metabolisme Karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah
menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa
dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk
banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara
metabolisme karbohidrat.6

b) Metabolisme Lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak,
antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol,
fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan
karbohidrat. 6

c) Metabolisme Protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi
asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi
beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam
amino.6

d) Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam
bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk
koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.6

2.2 Definisi
Hepatitis B akut mengacu pada infeksi jangka pendek yang terjadi
dalam 6 bulan pertama setelah seseorang terinfeksi virus. Infeksi dapat
berkisar dalam keparahan dari penyakit ringan dengan sedikit atau tidak
ada gejala sampai kondisi serius yang membutuhkan rawat inap. Beberapa
orang, terutama orang dewasa, mampu membersihkan, atau
menyingkirkan, virus tanpa pengobatan. Orang yang membersihkan virus
menjadi kebal dan tidak dapat terinfeksi virus Hepatitis B lagi. 7
Hepatitis B kronis mengacu pada infeksi seumur hidup dengan
virus Hepatitis B. Kemungkinan bahwa seseorang mengalami infeksi
kronis tergantung pada usia di mana seseorang terinfeksi. Hingga 90%
bayi yang terinfeksi virus Hepatitis B akan mengalami infeksi kronis.
Sebaliknya, sekitar 5% orang dewasa akan mengalami hepatitis B kronis.
Seiring waktu, Hepatitis B kronis dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius, termasuk kerusakan hati, sirosis, kanker hati, dan bahkan
kematian.7

2.3 Epidemiologi
Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia,
sekitar 240 juta orang di antaranya menjadi pengidap Hepatitis B kronik,
sedangkan untuk penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170
juta orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya
karena Hepatitis. Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR)
setelah Myanmar. Berdasarkan hasil Riskesdas, studi dan uji saring darah
donor PMI maka diperkirakan di antara 100 orang Indonesia, 10
diantaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Riskesdas 2013
menemukan bahwa prevalensi HBsAg adalah 7,2%. Diperkirakan terdapat
18 juta orang memiliki Hepatitis B dan 3 juta orang menderita Hepatitis C.
Sekitar 50% dari orang-orang ini memiliki penyakit hati yang berpotensi
kronis dan 10% berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat menyebabkan
kanker hati. Besaran masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat
besar terhadap masalah kesehatan masyarakat, produktifitas, umur harapan
hidup, dan dampak sosial ekonomi Iainnya. 8

2.4 Etiologi

Gambar 2.Struktur Virus Hepatiti B


Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang
merupakan virus DNA termasuk dalam famili virus Hepadnaviridae. Virus
ini secara spesifik menyerang sel hati, namun sebagian kecil DNA
hepatitis juga dapat ditemukan di ginjal pankreas, dan sel mononuklear.
Melalui pengamatan dengan mikroskop elektron dalam serum penderita
yang terinfeksi VHB, dapat ditemukan beberapa macam partikel VHB.
Virion VHB yang utuh disebut partikel Dane, merupakan partikel
berukuran 40-42 nm dengan selubung rangkap (double shelled) yang
mengandung antigen permukaan. Di bagian tengahnya terdapat
nukleokapsid yang dikelilingi oleh suatu selubung protein dan terdiri atas:
hepatitis B core antigen (HBcAG), hepatitis Be antigen (HBeAg), genom
VHB, dan DNA polymerase. 9
Penularan VHB sama seperti penularan human immunodeficiency
virus (HIV) yaitu melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh dari
orang yang terinfeksi VHB. Namun berpotensi 50-100 kali lebih infeksius
dibanding HIV Cara penularan VHB juga bisa melalui transfusi darah
yang terkontaminasi VHB sering mendapat hemodialisis. 9
Dapat masuk kedalam tubuh melalui luka/lecet pada kulit dan
selaput lendir misalnya tertusuk jarum/luka menindik telinga, pembuatan
tatoo pengobatan tusuk jarum (akupuntur), kebiasaan menyuntik diri
sendiri, dan menggunakan suntik yang kotor/kurang steril. 9
Penularan dapat juga terjadi melalui penggunaan alat cukur
bersama, sirkumsisi, dan kontak seksual dengan VHB. Penularan dapat
melalui saliva/air ludah berciuman dengan penderita hepatitis. Hal ini
kemungkinan disebabkan selaput lendir tubuh yang melapisinya terjadi
diskontinutas sehingga virus hepatitis B mudah menembusnya. Penularan
infeksi VHB dari seorang ibu pengidap VHB kepada bayinya.9
2.5 Patogenesis

Gambar 3. Patogenesis VHB


Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil
masuk ke dalamhepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke
dalam inti sel hati dankode genetik tersebut akan “memerintahkan” sel hati
untuk membentukprotein-protein komponen VHB. Patogenesis penyakit
ini dimulai denganmasuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral.
Terdapat 6 tahap dalamsiklus replikasi VHB dalam hati, yaitu2,3,8:
a. Attachment
Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan
terjadidengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-
HSA(polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan
SHBs(small hepatitis B antigen surface).
b. Penetration
Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran
virusmenyatu dengan membran sel pejamu (host) dan
kemudianmemasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim
polimerasedan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu. Partikel
coreselanjutnya ditransportasikan menuju nukleus hepatosit.
c. Uncoating
VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk
partiallydouble stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double
strandedDNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently closed
circular DNA(cccDNA). cccDNA inilah yang akan menjadi template
transkripsiuntuk empat mRNA.
d. Replication
Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi
akanmenggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik
danmenghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase.
TranslasimRNA lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.
e. Assembly
Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase
menjadipartikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-
virion akanterbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus.
f. Release
DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase.
Kemudianterjadi proses coating partikel core yang telah mengalami
prosesmaturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum
endoplasmik.Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian
dilepaskan darimembran sel.

2.6 Gejala klinis

Gambar 4. Perjalanan infeksi HBV

1) Hepatitis B akut
a. Fase pre-ikterik (1-2 minggu sebelum fase ikterik)
Gejala konstitusional seperti anoreksia, mual, muntah, malaise,
keletihan, artralgia, mialgia, sakit kepala, fotofobia, faringitis,
dan batuk. Dapat disertai dengan demam yang tidak tinggi.1
b. Fase ikterik : gejala prodromal berkurang namun ditemukan
sklera ikterik dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan hepatomegali yang disertai nyeri tekan di area
kuadran kanan atas abdomen. Dapat ditemukan splenomegali,
gambaran kolestatik, hingga adenopati servikal. Hanya kurang
dari 1% kasus hepatitis B akut yang menjadi gagal hati akut. 1
c. Fase perbaikan (konvalenses): gejala konstitusional
menghilang, namun masih ditemukan hepatomegali dan
abnormalitas pemeriksaan kimia hati. 1
2) Hepatitis B kronis
Memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi mulai dari
asimptomatik, gejala hepatitis akut, hingga tanda gejala sirosis dan
gagal hati. 1

2.7 Pemeriksaan penunjang


Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen
(pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem
kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk
diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen – HbsAg (antigen permukaan
hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs (antibodi terhadap antigen
permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti
HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi anti-HBc yang dibuat: antibodi
IgM dan antibodi IgG.11
Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat
membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi
yang berbeda, dan masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri.
Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi:
Tergantung pada hasil ini, tes tambahan mungkin dibutuhkan. Bila
kita tidak pernah terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap
HBV, kita tidak membutuhkan tes tambahan. Bila kita baru-baru ini
terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut, sebaiknya kita tes ulang setelah
enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang
dibutuhkan. Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes tambahan.
Untuk mengetahui apakah infeksinya aktif dan seberapa luas kerusakan
pada hati:11

HBeAg dan Anti-HBe: HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan


anti-Hbe adalah antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut.
Bila HBeAg dapat terdeteksi dalam contoh darah, ini berarti bahwa virus
masih aktif dalam hati (dan dapat ditularkan pada orang lain). Bila HBeAg
adalah negatif dan anti- HBe positif, umumnya in berarti virus tidak aktif.
Namun hal ini tidak selalu benar. Beberapa orang dengan hepatitis B
kronis terinfeksi dengan apa yang disebut sebagai “precore mutant”(terjadi
karena mutasi) HBV. Hal ini dapat menyebabkan HbeAgtetap negatif dan
anti-HBe menjadi positif, walaupun virus tetapaktif dalam hati.11

Viral Load HBV: Tes viral load, yang serupa dengan tes yangdilakukan
untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapatmengetahui apakah
HBV menggandakan diri dalam hati. Viralload HBV di atas 100.000
menunjukkan bahwa virus adalah aktifdan mempunyai potensi besar untuk
menyebabkan kerusakanpada hati. Bila viral load di atas 100.000, terutama
jika enzim hatijuga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila
viralload di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe
positif, ini menunjukkan bahwa virus dikendalikan olehsistem kekebalan
tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masihdapat menular pada orang
lain.11

Tes Enzim Hati: Tingkat enzim hati yang disebut SGPT danSGOT (atau
ALT dan AST di daerah lain) diukur dengan tesenzim hati, yang sering
disebut sebagai tes fungsi hati. Tingkatenzim hati yang tinggi
menunjukkan bahwa hati tidak berfungsisemestinya, dan mungkin ada
risiko kerusakan permanen padahati. Selama infeksi hepatitis B akut,
tingkat enzim hati dapattinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang
menimbulkanmasalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis,
enzimini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkalaatau
terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakanhati jangka
panjang.11

Alfa-fetoprotein (AFP): Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu


sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker. Karena orang
dengan hepatitis B kronis berisiko lebih tinggi terhadap kanker hati, tes ini
sering diminta oleh dokter setiap 6 sampai 12 bulan. Memakai tingkat AFP
untuk mengetahui keberadaan tumor dapat disalah tafsirkan, jadi tes ini
mungkin paling berguna untuk orang dengan sirosis, karena mereka
mempunyai kemungkinan lebih tinggi mendapatkan kanker hati.11

Ultrasound: Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan


ultrasound atau “gema” untuk mengetahui timbulnya kanker hati pada
orang dengan hepatitis B kronis, karena tes ini lebih peka dalam
mendeteksi tumor dibandingkan AFP. Tes ini memang lebih mahal.
Ultrasound menggunakan alat, yang disebut sebagai transducer, yang
digeser-geserkan pada perut atas untuk mengetahui bentuk, ukuran dan
struktur hati. Pemeriksaan dengan ultrasound tidak menimbulkan rasa
sakit dan hanya membutuhkan 10-15 menit. Beberapa ahli mengusulkan
melakukan tes ultrasound setiap 6-12 bulan, walaupun, seperti dengan
pemeriksaan AFP, tes ini paling berguna untuk orang dengan sirosis.11

Biopsi Hati: Tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang
keadaan hati seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan
AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila
ada, tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati
hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas
100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.11

2.8 Penatalaksanaan
1. Hepatitis B Akut
Umumnya bersifat suportif. meliputi tirah baring serta menjaga
agar asupan nutrisi dan cairan tetap adekuat . Sekitar 95 % kasus hepatitis
B akut akan mengalami resolusi dan serokonversi spontan tanpa terapi
antiviral. Bila terjadi komplikasi hepatitis fulminan, maka dapat diberikan
lamivudin 100-150 mg/ hari hingga 3 bulan setelah serokonversi atau
setelah muncul anti-HBe pada pasien HBsAg positif. 1

2. Hepatitis B Kronis
a. Tujuan Terapi
Hingga saat ini, pengobatan hepatitis B hanya bersifat penekanan
dan stimulasi sistem imunitas, namun tidak menghilangkan (eradikasi)
VHB sehingga pasien membutuhkan pengobatan jangka panjang, bahkan
seumur hidup. Oleh sebab itu, tujuan terapi jangka panjang ialah
meningkatkan kualitas hidup dan survival, mencegah progresi penyakit
sirosis, sirosis dekompesanta, dan karsinoma hepatoseluler (KHS)
Sementara, tujuan terapi jangka pendek ialah menekan replikasi virus,
menurunkan jumlah DNA VHB, serta serokoversi HBeAg menjadi anti
HBe. 1

b. Inisiasi Terapi.
Pengobatan harus segera dimulai pada pasien dengan penyakit hati
yang aktif (ditandai dengan peningkatan ALT >2 nilai batas atas normal,
dałam dua pengukuran yang berbeda dengan selang waktu minimal 1
bulan), atau bila biopsi hati menunjukkan kerusakan yang signifikan ( skor
inflamasi: sedang-berat, skor fibrosis METAVIR >F2). Sebaliknya
pengobatan dapat ditunda pada fase Imunotoleransi, serta diduga memiliki
risko kecil untuk menjadi strosis dan KHS1
Peneliti Berdasarkan konsensus Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia (PPHD) tahun 2012, algoritme terapi hepatitis B kronis dibagi
menjadi dua: kelompok pasien dengan HBeAg positif dan HBeAg negatif.
Keduanya memiliki perbedaan dalam hal perjalanan penyakit. prognosis,
dan respon terapi. Pada kelompok HBeAg positif, terapi ditujukan agar
terjadi serokonversi menjadi HbeAg negatif.1

2.9 Komplikasi
Dalam jangka lama dan apabila tidak diobati dengan baik, maka
Hepatitis akan menyebabkan komplikasi serius seperti sirosis hepatis
(terjadinya jaringan parut pada hati, sehingga hati tidak dapat berfungsi
dengan baik), kanker hati, gangguan darah, bendungan cairan di perut,
gagal ginjal hingga kematian. 12
Komplikasi hepatitis virus yang jarang termasuk pankreatitis,
miokarditis, pneumonia atipik, anemia aplastik, mielitis tranversa, dan
neuropati perifer: Pembawa HBsAg, terutama yang terinfeksi pada masa
bayi atau masa kanak-kanak dini, memiliki risiko karsinoma hepatoseluler
yang meningkat. Risiko karsinoma hepatoseluler meningkatkan seperti
pada pasien dengan sirosis kaerena hepatitis kronik. Pada anak, hepatitis B
mungkin jarang terdapat bersama hepatitis anikterik, ruam papular
nonpruritus dari muka, bokong, dan tungkai, lengan, anggota badan dan
limfadenopati akrodermatitis papular masa kanak-kanak atau sindroma
Gianotti- Crosti)13
2.10 Prognosis
Insidens kumulatif 5 tahun dari saat terdiagnosis hepatitis B kronis
menjadi sirosis hati ialah 8-20 % dan insidens kumulatif 5 tahun dari
sirosis kompensata menjadi sirosis dekompensata pada hepatitis B kronis
yang tidak diobati ialah 20 %. Pada kondisi sirosis dekompensata tersebut,
angka survival dalam 5 tahun hanya berkisar 14-35 % . Di lain sisi setelah
terjadi sirosis hati, angka kejadian KHS pada hepatitis B kronis ialah
2,5%. 1
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Kasus
a) Idenditas pasien
 Nama : Tn. R
 Umur : 37 Tahun
 Alamat : Desa kabobona, pelolo
 Status Pernikahan : Menikah
 Tanggal Pemeriksaan : 27juli 2018
 Ruangan : Bogenvile

b) Anamnesis
 Keluhan Utama : BAB berwarna hitam
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB warna hitam
dengan konsistensi lunak yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu,
Pasien juga merasakan nyeri dibagian perut kanan atas hingga
tembus ke belakang dan mual, muntah 2 hari yang lalu, muntah
berisi makanan kadang cairan. Karena mual dan muntah pasien
mengatakan bahwa ia mengalami penurunan nafsu makan dan rasa
lemas. Pasien juga mengeluhkan adanya demam yang dirasakan 3
hari yang lalu, demam yang dirasakan naik turun. Riwayat BAK
pasien tidak lancar dengan urin berwarna kuning pekat kecoklatan
seperti teh.
 Riwayat Penyakit terdahulu :
Pasien memiliki riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-), riwayat
stroke (-), riwayat hepatitis (+) di ketahui 3 bulan yang
lalu ,riwayat obat-obatan (-), dan riwayat alkohol (-)
 Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

c) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum:
- SP : Sakit Sedang/ Compos mentis(GCS E4V5M6)/ Gizi baik
- BB : 68 kg
- TB : 170cm
- IMT: 23 kg/m2

 Vital sign :
- TD : 110/80 mmHg
- N :80x/menit
- RR :24x/menit
- S : 36,7ºC

 Pemeriksaan kepala :
- Wajah : Simetris, edema (-), ruam (-) tampak lemas
- Bentuk : Normochepal
- Rambut : Warna hitam, distribusi normal
- Deformitas : (-)
- Mata :
o Konjungtiva : Anemis(+/+)
o Sklera : Ikterik(+/+)
o Pupil : (bentuk bulat,isokor diameter 2mm/2mm)
- Mulut
o Bibir : Sianosis(-)
o Lidah : Bentuk kesan normal, warna merah
muda,termor(-), lidah kotor(-)
o Mukosa mulut : Kesan Normal, lesi(-), stomatitis(-)
- Faring : Hiperemis(-)
- Tonsil : Ukuran T1/T1
 Pemeriksaan Leher
- Kelenjar Getah Bening : Pembesaran(-) nyeri tekan(-)
- Kelenjar Tiroid : Pembesaran(-)
- JVP : Peningkatan (-)
- Massa : Tidak ada

 Pemeriksaan Paru-paru
- Inspeksi : Ekspensi paru simetris bilateral,retraksi(-),jejas(-)
- Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris
kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara pernafasan Vesikuler (+/+), Rhonki(-/-),
Wheezing(-/-)

 Pemeriksaan Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba
- Perkusi :
o Batas Atas : SIC II lineaparasternalissinistra
o Batas Kanan : SIV IV lineaparasternalisdextra
o Batas Kanan : SIC V lineamidclavicularissinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni Reguler, murmur (-)

 Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Tampak perut membesar
- Auskultasi : Bunyi peristaltik usus (+)
- Perkusi : Tympani (+) Shifting dullness (+)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+),palpasi hepar tidak
teraba, lien teraba,nyeri ketok ginjal(-)
 Pemeriksaan Anggota Gerak
- Ekstermitas Atas
o Kulit : edema(-/-),akral hangat(+/+), tampak pucat pada
kedua tangan
o Otot : Bentu dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
o Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal.

- Ekstermitas Bawah
o Kulit : edema(-/-),akral hangat(+/+), tampak pucat pada
kedua tangan
o Otot : Bentuk dan tonus normal, kekuatan otot 5/5
o Sendi : Luas pergerakan dalam batas normal

d) Resume
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan BAB warna hitam
dengan konsistensi lunak yang di rasakan sejak 5 hari yang lalu, Pasien
juga merasakan nyeri epigastricum (+) hingga tembus ke belakang dan
nausea (+), vomitus (+) 2 hari yang lalu. Pasien juga mengalami
anoreksia (+) malaise (+) dan disertai febris (+) sejak 3 hari yang lalu
Riwayat BAK pasien tidak lancar dengan urin berwarna kuning pekat
kecoklatan seperti teh. Pasien memiliki riwayat hepatitis di ketahui 3
bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 24 x/menit dan suhu 36,7 °C
Pada pemeriksaan fisik pada mata didapatkan konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (+/+). Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi
didapatkan perut tampak membesar,auskultasi didapatkan peristaltik
normal, perkusi didapatkan shifting dullness (+), palpasi didapatkan
nyeri tekan epigastricum (+), splenomegali (+).
e) Diagnosis Kerja
- Hepatitis B
f) Diagnosis Banding
- Sirosis Hati
g) Usulan pemeriksaan lanjutan
- Darah lengkap
- HBsAg
- Fungsi hati
- Fungsi Ginjal
- USG
h) Penatalaksanaan
- Non medikamentosa :
o Tirah baring
o Perbaikan nutrisi
- Medikamentosa:
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Inj.Omeprazole 2ml / 24 jam
- Inj Ketorolac 1 amp / 12 jam/IV
- Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam
- Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0
- Curcuma 3x 1tab

i) Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap
o RBC : 2,88x 103/mm3 (4,5-6,5)
o HGB : 8,7g/dl (13-17)
o WBC : 4,6x 103/mm3 (4– 10)
o PLT : 652 x103/mm3(150 – 400)
o HCT : 27,8 % (40-54)
- Faal Ginjal
o Creatinin : 0,80 mg/dl (0,70 – 1,30)
o Ureum : 33,1 mg/dl (18,0 – 55,0)

- Kimia Darah
o GDS : 92 mg/dl (74-100)
o SGOT : 59 U/L (0 – 35)
o SGPT : 47 U/L (0 – 45)
o Albumin : 3,2 g/dl
o Anti HCV : Non reaktif
o HbsAg : Positif

- Radiologi : Sirosis hepatis, splenomegali


- EKG : (-)
- Pemeriksaan penujang lainnya : (-)

j) Diagnosis Akhir
Sirosis hati ec Hepatitis B kronik
k) Prognosis
Ad Vitam : Malam.
Ad Fungsionam : Malam.
Ad Sanationam : Malam.
BAB IV

PEMBAHASAN

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang merupakan


virus DNA termasuk dalam famili virus Hepadnaviridae. Virus ini secara spesifik
menyerang sel hati, namun sebagian kecil DNA hepatitis juga dapat ditemukan di
ginjal pankreas, dan sel mononuklear.9

Pada pembahasan ini berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang di atas telah mengarahkan bahwa pasien ini telah
mengalami tanda dan gejala dari penyakit sirosis hepatis et causa hepatitis B
kronik. Dimana kali ini pembahasan hanya akan dibatasi mengenai hepatitis yang
mana sesuai dengan judul refarat yang akan di bahas.

Penularan VHB sama seperti penularan human immunodeficiency virus


(HIV) yaitu melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi VHB. Namun berpotensi 50-100 kali lebih infeksius dibanding HIV
Cara penularan VHB juga bisa melalui transfusi darah yang terkontaminasi VHB
sering mendapat hemodialisis.9

Penularan dapat juga terjadi melalui penggunaan alat cukur bersama,


sirkumsisi, dan kontak seksual dengan VHB. Penularan dapat melalui saliva/air
ludah berciuman dengan penderita hepatitis. Hal ini kemungkinan disebabkan
selaput lendir tubuh yang melapisinya terjadi diskontinutas sehingga virus
hepatitis B mudah menembusnya. Penularan infeksi VHB dari seorang ibu
pengidap VHB kepada bayinya.9 Pada pasien tidak dikatahui atau tidak ada data
yang mendukung apakah ada riwayat kontak dengan pengidap hepatitis B
sebelumnya atau riwayat dalam keluarga pasien yang pernah mengidap penyakit
yang sama.
Prevalensi hepatitis B akut dapat menjadi kronik pada pasien yang
terinfeksi VHB yang dilahirkarn oleh ibu HBsAg di bandingkan terinfeksi pada
usia dewasa. Virus hepatitis B dapat menembus placenta, sehingga terjadi
hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode
neonatal. virus hepatitis dapat menembus placenta, dengan ditemukannya hepatitis
antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru lahir. Angka kejadian
penularan virus hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang
waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi
didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III.
Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil, tidak
memberi gejala-gejala icterus pada bayinya yang baru lahir, namun hal ini tidak
berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus tersebut. Ibu hamil
yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan
menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-
Ibu hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.3

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk VHB dalam


persistensi VHB adalah mekanisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang
dilahirkarn oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut
disebabkan adanya imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh
janin mendahului invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.
Persistensi infeksi VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari
DNA yang HBeAg Tidak adanya HBeAg pada mutan tersebut akan menghambat
eliminasi sel yang terinfeksi VHB menyebabkan tidak dapat diproduksinya.10

Selama fase prodromal dari hepatitis B akut, sindroma yang menyerupai


serum sickness yang dicirikan oleh artralgia atau artritis, ruam, angioedema,
namun hematuria dan proteinuria jarang ditemui, berkembang pada beberapa
pasien. Sindroma ini terjadi sebelum mula timbul ikterus klinis, dan pasien ini
sering salah terdiagnosis sebagai pasien artritis rematoid atau penyakit
rematologik lain seperti lupus eritematosus sistemik. Sindroma ini muncul pada
kira-kira 5 hingga 10 persen pasien yang menderita hepatitis B akut. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan pengukuran kadar aminotransferase serum. Yang hampir
selalu meningkat, dan HbsAg serum.13

Saat hilangnya HBsAg setelah perbaikan klinis yang nyata dari hepatitis B
akut adalah hal yang penting untuk dicatat. Sebelum di temukan cara laboratorium
yang dapat membedakan antara hepatitis akut dengan eksaserbasi hepatitis B
kronik yang menyerupai hepatitis akut (reaktivasi spontan), observasi
menunjukkan bahwa sekitar 10 persen pasien tetap menderita HBSAg lebih dari 6
bulan setelah awitan hepatitis B yang tampak secara klinis. Setengah dari individu
ini tidak ditemukan antigen sama sekali dalam sirkulasi darah mereka selama
beberapa tahun berikutnya, tetapi 5 persen di antaranya tetap kronik dengan
HBsAg yang positif. Pada pengamatan akhir-akhir memberi kesan bahwa angka
infeksi kronik yang sebenarnya setelah hepatitis B akut yang nyata secara klinis
adalah serendah 1 sampai 2 persen pada individu normal, orang dewasa muda
dengan kemampuan mengembangkan tanggap imun. 13

Apakah angka kronisitas adalah 10 persen atau persen, pasien seperti itu
memiliki anti-HBc dalam seru dapat tidak terdeteksi atau terdeteksi pada titer
rendah terhadap spesifisitas subtipe yang berlawanan dari antigen tersebut (lihat
"Ciri Laboratorium", di atas). Pasien ini dapat (1) menjadi karier asimtomatik. (2)
menderita hepatitis persisten kronik derajat rendah atau (3) menderita hepatitis
kronik aktif dengan atau tanpa sirosis Kemungkinan menjadi seorang karier
HBsAg setelah infeksi HBV akut sangat tinggi terutama pada neonatus, individu
yang menderita sindroma Down, pasien yang menjalani hemodialisis dan secara
kronik pasien dengan penekanan imun, termasuk individu yang menderita infeksi
virus HIV Hepatitis kronik aktif adalah komplikasi major yang lambat dari
hepatitis B akut yang ditemukan pada sejumlah kecil kasus akut tetapi lebih sering
pada mereka yang menderita infeksi kronik tanpa pernah menderita penyakit akut.
13
Gambaran klinis dan laboratorium tertentu memperlihatkan gambaran
perkembangan hepatitis akut menjadi hepatitis kronik aktif:

(1) tidak adanya resolusi lengkap gejala klinis seperti anoreksia, penurunan berat
badan, dan kelelahan serta adanya hepatomegali.

(2) Terdapatnya nekrosis hati jenis bridging atau multilobularis pada biopsi hati
selama hepatitis virus akut yang lama dan berat;

(3) kegagalan aminotransferase, bilirubin, dan globulin serum menurun ke kadar


normal dalam 6 sampai 12 bulan perjalanan penyakit yang akut;

(4) tetap adanya HBsAg dan HBeAg'selama 6 bulan atau lebih setelah hepatitis
akut, yang menyatakan infeksi virus yang kronik dan replikatif pada hati pasien.13

Dalam jangka lama dan apabila tidak diobati dengan baik, maka Hepatitis
B akan menyebabkan komplikasi serius seperti sirosis hepatis (terjadinya jaringan
parut pada hati, sehingga hati tidak dapat berfungsi dengan baik) seperti yang
terjadi pada kasus pasien dalam refarat ini.

Pada pemeriksan fisik, inspeksi mata didapatkan sklera Ikterik (+), hal ini
dapat terjadi akibat peningkatan bilirubin yang di jelaskan dalam Price, Sylvia A,
(2006), warna kuning pada mata dan tubuh pasien didapatkan karena peningkatan
kadar bilirubin >3mg/dL (tergantung warna kulit) 14, Ikterus jenis ini terjadi di
dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga
gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya
sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh
terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat
disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator14.

Dari hasil pemerikaan fisik ini juga telah mengarah ke tanda dari suatu
penyakit sirosis heper ec hepatitis B. Pada hepatitis B, faktor-faktor resiko seperti
rokok, alcohol, serta infeksi virus hepatitis B yang mengakibatkan sel-sel pada
hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik yang menyebapkan neoplastik
hepatoma yang mematikan sel-sel hepar dan mengakibatkan pembesaran hati.
Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru,
sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang
yang merangsang nyeri. Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala.
Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut
atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri
bila diraba15.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah rutih, di dapatkan


hasil, RBC : 2,88 x 103/mm3, HGB : 8,7 g/dl , WBC : 4,6 x 103/mm3 , PLT : 652
x 103/mm3, HCT : 27,8 %, dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan
penurunan hemoglobin yaitu 8,7 g/dl diamana hal ini terjadi dikarenakan adanya
pendarah yang terjadi pada pasien yaitu melena. Selain itu juga terdapat
peningkatan thrombosit yang menandakan terjadinya inflamasi dan peradangan.
Dari hasil pemeriksaan biokima hati didapatkan SGOT : 59 U/L dan SGPT: 47
U/L (0 – 45) hal ini di karenakan perjalanan penyakit hepatitis B menuju sirosis
terjadi rasio yang terbalik, pada hepatitis B umumnya dari hasil pemeriksaan
biokimia hati didapatkan ALT yang lebih tingi dari AST. 1

Dan hasil pemeriksaan serologi mendapatkan hasil HbsAG positif hal ini
menandakan terpaparnya seseorang terhadap virus hepatitis B akut ataupun
kronis. HBsAg merupakan material permukaan/kulit virus hepatitis B berisi
protein yang dibuat sitoplasma sel hati yang terkena infeksi dan beredar dalam
darah sebelum dan selama infeksi akut, karier dan hepatitis B kronik. HBsAg
tidak infeksius tapi justru merangsang tubuh untuk membentuk
antibodi.Pemeriksaan HBsAg dilakukan untuk menentukan adanya virus hepatitis
B di dalam darah baik dalam kondisi aktif maupun sebagai carrier. Kira-kira 5%
orang dengan penyakit hepatitis B (serum hepatitis) akan ditemukan hasil
pemeriksaan positif. Pada hepatitis B, antigen dalam serum dapat di deteksi 2
sampai 24 minggu (rata-rata 4 sampai 8 minggu) setelah inkubasi virus. HBsAg
positif dapat terjadi 2 sampai 6 minggu setelah terpajan pada penyakit ini16
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini teridi dari non-
medikamentosa, meliputi tirah baring dan perbaikan nutrisi, medikamentosa
meliputi , futrolit 20 tmp, Inj.Omeprazole 2ml / 24 jam, Inj Ketorolac 1 amp / 12
jam/IV, Inj. Furosemid 40 mg 1 amp/ 24 jam, Spironolacton Tab 100 mg 1-0-0,
Curcuma 3x 1 tab.

Bakti Husada (2012), untuk pengobatan hepatitis B akut sendiri bersifat


asimptomatis yaitu meredakan gejala17. pemberian futrolit sendiri adalah
perbaikan kebutuhan karbohidrat, cairan dan elektrolit pada tahap pre, intra dan
paska operasi, dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan ekstraselluler. Pemberian
omeprazole digunakan untuk menangani gejala akibat produksi asam lambung
yang berlebihan, curcuma sendiri bertujuan untuk memelihara kesehatan fungsi
hati, ketorolac sendiri merupakan obat golongan antiinflamasi non-steroid obat ini
umumnya digunakan untuk meredakan pembengkakan dan rasa nyeri, diberikan
kombinasi diuretik Furosemid 40 mg dan Spironolacton Tab 100 mg untuk
mengurangi asites yang terjadi, pada pasien hepatitis B akut diharapkan
melakukan pemeriksaan hepatitis bsetiap 6 bulan agar dapat diketahuai
perkembangan penyakitnya12.

BAB V
KESIMPULAN
1) Hepatitis B merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus yang dikenal
sebagai hepatitis B. ‘Hepatitis’ berarti ‘radang atau bengkak hati’. Setelah
terinfeksi, penderita akan menghapuskan infeksi dan tidak mengalami masalah
lebih lanjut; atau akan terinfeksi secara kronis

2) Hepatitis B akut
Virus hepatitis B umumnya tinggal dalam tubuh selama kira-kira 30-
90 hari. Inilah yang dikenal sebagai hepatitis B akut. Infeksi akut ini
umumnya dialami orang dewasa. Jika mengalami hepatitis B akut, sistem
kekebalan tubuh Anda biasanya dapat melenyapkan virus dari tubuh dan Anda
akan sembuh dalam beberapa bulan.

3) Hepatitis B Kronis
Sedangkan hepatitis B kronis terjadi saat virus tinggal dalam tubuh
selama lebih dari enam bulan. Jenis hepatitis B ini lebih sering terjadi pada
bayi dan anak-anak. Anak-anak yang terinfeksi virus pada saat lahir berisiko
empat sampai lima kali lebih besar untuk menderita hepatitis B kronis
dibanding anak-anak yang terinfeksi pada masa balita. Sementara untuk orang
dewasa, 20% dari mereka yang terpapar virus ini akan berujung pada
diagnosis hepatitis B kronis.

4) Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas.
Pembatasanaktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa
lebih baik.Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama
diberikanpada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika
malam hari

5) Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik adalah untukmengeliminasi


atau menekan secara permanen VHB. Pengobatan dapatmengurangi
patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan ataumengurangi inflamasi
hati, mencegah terjadinya dekompensasi hati,menghilangkan DNA VHB
(dengan serokonvers HBeAg ke anti-Hbe padapasien HBeAg positif) dan
normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulansetelah akhir pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, M. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
2014
2. Hadi, moch irfan.Skrining Hepatitis B Surface Antibody (HBsAb) pada
Remaja di Surabaya dengan Menggunakan Rapid Test. From
http://jurnalfpk.uinsby.ac.id. 2017
3. Anandhara. Pencegahan Transmisi Vertikal Hepatitis B: Fokus pada
Penggunaan Antivirus Antenatal. From http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id.
2016
4. Lydia Aswati. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Anti-Hbs pada
Anak Sekolah Dasar Setelah 10-12 Tahun Imunisasi Hepatitis B Di Kota
Padang. Vol. 14, No. 5, Februari 2013 From https://saripediatri.org.2013
5. Bratanata. Proporsi Infeksi Virus Hepatitis B Tersamar pada Pasien yang
Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia |
Vol. 2, No. 3 Oktober 2015. From http://id.portalgaruda.org. 2015
6. Guyton and hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12EGC: jakarta. 2007
7. Center for disease control and prevention. Hepatitis B. From
www.cdc.gov/hepatitis.2016
8. Kajian ilmiah hepatitis diakses dari http://bapin.ismki.org/wp-content /
uploads/2016/05/Kajian-ilmiah-hepatitis.pdf pada 31 juli 2016
9. Amtarina. Faktor resiko hepatitis B pada tenaga keshatan kota pekan baru.
From journal.fk.unpad.ac.id. 2015
10. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilis II edisi VI. Jakarta : interna
publishing . 2015
11. Green, chris W. Hepatitis dan Virus HIV. http://spiritia.or.id .2016)
12. Integra. BI-Monthly News letter : Hepatitis B. https://www.integra.co.id .
2017
13. Isselbacher., dkk. Harison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13.
EGC. Jakarta . 2014
14. Price, Sylvia A, ,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 2006
15. Sudoyo. A.W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Interna
publishing : Jakarta. 2009
16. Dwi. A.I. Hubungan Peningkatana SGPT dengan Hasil HbsAg Pada Pasien
Hepatitis B di Rumah Sakit Marsudi Waluyo Pada Tahun 2011, Vol.2, No.1,
2012. From <http;//www.http://jurnalhealthyscience.com//>
17. Bakti Husada. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus ,Kementerian
Kesehatan RI : Jakarta. 2012

Anda mungkin juga menyukai