Anda di halaman 1dari 6

BERSAUDARA

DALAM KOMUNITAS KARMEL

A. Dasar-dasar Persaudaraan

Regula tidak mengijinkan seorang saudara hidup menurut tuntutan pribadinya


biarpun hal itu mungkin memiliki suatu nilai absolut. Kesunyian (Reg 6, 8, 10),
meditasi pribadi (Reg 10) silentium (Reg 21), sel terpisah (Reg 6, 8, 9); semuanya itu
mempunyai nilai hanya dalam arti berjalan bersama saudara dalam komunitas.
Konfrater yang tinggal terpisah (Reg 10) adalah saudara. Dia menerima tempatnya
sesuai dengan musayawarah komunitas, dan hal inilah tanda kesetiaan dalam rencana
bersama. Dan ini pula yang menjadi dasar pasal 8 yang melarang menukar tempat atau
saling tukar tempat.

Perwujudan persaudaraan yang ditampilkan dalam Regula tampak juga dalam hal
pantang (Reg 17), kerja (Reg 20), gerakan menuju ruang doa yang berada di tengah-
tengah bilik (Reg 14); semuanya itu mempunyai makna persaudaraan. Demikian pula
pelepasan hak milik (Reg 12), silentium (Reg 21) dan kesediaan untuk pindah (Reg 6)
mempunyai nilai persaudaraan.

B. Arti “Saudara”

Saudara yang benar bukanlah orang yang memanfaatkan kesunyian untuk


melarikan diri dari saudara-saudara lain. Kesendiriannya harus dimengerti dalam relasi
dengan mereka. Dia mengasingkan dirinya bukan pertama-tama untuk menjadi dirinya
tetapi lebih dalam lagi, yaitu menjadi seorang pribadi dalam relasi dengan saudara
lain. Dia hanya menjadi saudara dan murid bila dia lepas dari egoismenya, sikap
memblokir dan munafik. Oleh karena itu, saudara adalah seorang pribadi yang cakap
berbuat untuk persekutuan, untuk komunitas. Dalam Regula Karmel sel (bilik) adalah
sekolah persekutuan dan persaudaraan, dan bukan hanya tempat pertemuan pribadi
dengan Allah..
Jadi, pemeran utama dalam Regula bukanlah pribadi perseorangan, melainkan
collegium para saudara, yaitu kelompok saudara-saudara yang hidup bersama dalam
suatu cara hidup yang tetap dan memiliki hubungan interpersonal yang erat. Nama
baru yang diberikan secara resmi dalam Regula ialah Saudara. St. Albertus selalu
menggunakan kata itu untuk prior (Reg 22) dan para pertapa lainnya (Reg 5, 6, 8, 12,
15, 23). Seluruh bahasa yang dipergunakan menunjukkan bahwa penggunaan kata
saudara bukan hanya soal nama atau gelar tetapi lebih mengungkapkan
spiritualitasnya.

Dari bahasa yang digunakan dapat dilihat bahwa Regula menentang uniformitas
yang mematikan (Reg 12, 15, 16, 17), sebab uniformitas akan membawa orang kepada
kemunafikan dan menyuburkan egoisme. Regula menekankan sikap tulus dari para
saudara. Sikap tulus di antara para saudara membuat mereka berkembang dalam
keadilan dan dalam kesetiaan akan perintah cinta kasih kepada Tuhan dan sesama
(Reg 19).

C. Spiritualitas Communio

Spiritualitas lain yang ditampilkan dalam Regula adalah spiritualitas communio


(koinonia) menurut teladan jemaat kristen awali (Reg 10-15) yang diintegrasikan
dengan teks Paulus (Reg 18-21) dan Injil (Reg 22-24).

 Communio “ad intra” dan “ad extra”


Ada dua macam communion yaitu ad intra dan ad extra. Communio ad
intra diwujudkan dalam hubungan pribadi dengan Kristus Tuhan (Reg 2,
14, 23), di bawah bimbingan SabdaNya (Reg 10, 19, 22, 23), misteri
Paskah (Reg 14, 18) dan Roh (Reg 1, 19). Communio terungkap pula
dalam dialog (Reg 4-6, 8, 12, 15), saling memberi (Reg 12, 15, 20),
menghindarkan milik pribadi (Reg 8, 12), pelayanan (Reg 9, 12, 22) dan
kesetiaan pada ajaran Injil (Reg 22, 23). Communio ad Extra tampak
dalam tradisi asketis dan doa komunitas Gerejani (Reg 11, 12, 16, 21),
dengan orang-orang yang dijumpai di jalan pada waktu berkhotbah (Reg
17). Communio juga terungkap dalam menerima dengan hati penuh
syukur undangan perjamuan dan sajian yang diberikan (Reg 7, 17) dan
menerima tempat dengan tulus hati.
 Hukum cinta kasih dalam communio
Tidak mengherankan bila tidak terdapat hukuman-hukuman dalam
Regula. Semua hukuman diserahkan kepada Tuhan pada Hari Terakhir
(Reg 18, 19, 21, 23, 24). Oleh karena itu para saudara hendaknya saling
mengoreksi dengan penuh rasa cinta (Reg 15), menghormati
keanekaragaman di antara para saudara (Reg 12, 16, 17), menerima satu
sama lain (Reg 4, 6). Lagi pula dalam Regula dihindarkan semangat yang
kaku akan peraturan (Reg 5, 7, 10, 12, 14, 16, 17, 21), pemutlakan hukum
(“hukum tidak berlaku bila keadaan memaksa”, Reg 16) dan uniformalitas
(Reg 4, 6, 11, 12, 16, 17).

D. Ajaran Beato Titus Brandsma tentang Persaudaraan

KASIH merupakan syarat persaudaraan. Persaudaraan tidak mungkin terwujud


tanpa adanya kasih. Kasih Titus bagi sesama bersumber dari hubungannya yang erat
dengan Allah. Titus menyadari bahwa Allah mengasihinya dan bahwa ia mengasihi
Allah dan dari pengalaman kasih itu ia bagikan kepada sesama.
Bagi Titus Brandsma persaudaraan sejati menembus batas cocok dan tidak cocok.
Persaudaraan sejati tidak memandang apakah sesorang itu memiliki pandangan atau
pendapat yang sama atau tidak. Memang tidak mudah membangun persaudaraan,
namun yang lebih sulit adalah menjaga rasa persaudaraan. Menjaga dan merawat
selalu lebih sulit daripada membuat atau membangun. Seringkali persaudaraan yang
sudah terbentuk menjadi hancur karena jarangnya para saudara berkontak satu sama
lain.
Berikut ini adalah beberapa kiat yang diteladankan oleh Beato Titus Brandsma:
1. Melakukan aktifitas bersama merupakan salah satu cara yang baik dalam
menjaga kelestarian persaudaraan, misalnya: makan bersama, beribadat
bersama dan lain-lain. Hal ini juga dilakukan oleh Titus Brandsma. Ia rela
berpartisipasi dalam rekreasi panjang meskipun sebenarnya ia lelah sehabis
mengajar atau melakukan tugas-tugas lain.
2. Saling mengisi dan berbagi merupakan cara yang juga efektif dalam
membina persaudaraan. Titus selalu berdiskusi dan berbagi pemikiran
dengan saudara seordo. Persahabatannya dengan Dr. Hubertus Dierssen
dilandasi oleh sikap saling mengisi dan berbagi. Titus sering membantu
Hubertus dalam melakukan tugas-tugasnya baik sebagai dosen maupun
sebagai Prior Provinsial, sedangkan di pihak lain, Titus sering memminta
pertimbangan, pengarahan dan bimbingan dari Hubertus, saudara tua
seordonya.
3. Kerendahan hati juga merupakan syarat agar tetap terjaganya persaudaraan.
Seringkali mereka yang merasa dirinya ‘lebih’ menganggap sesamanya yang
lain lebih rendah. Kerendahan hati Titus Brandsma telah membuatnya sangat
akrab dengan para mahasiswanya. Ia tidak merasa dirinya lebih tinggi dari
mahasiswanya, walaupun ia adalah seorang Profesor. Kerendahan hati Titus
juga nampak dalam hubungannya dengan pimpinan rumahnya yang lebih
yunior daripadanya.
4. Menghargai segala bentuk perhatian dapat menjadi sarana terjalinnya relasi
di antara dua orang saudara atau lebih. Dalam persaudaraan sejati, perhatian
bukanlah merupakan tuntutan, namun lebih daripada ungkapan persaudaraan.
Apabila ungkapan kasih persaudaraan diberikan, tentulah diperlukan reaksi
untuk menangggapinya.Penghargaan terhadap perhatian yang diberikan
sebenarnya merupakan penghargaan terhadap kasih yang berada di balik
perhatian tersebut. Titus selalu menghargai perhatian yang diberikan orang-
rang kepadanya, namun ia tidak pernah menuntut mereka untuk
memperhatikannya.
5. Sikap mengalah sangat diperlukan agar ketegangan yang terjadi dalam
persaudaraan dapat dilunakkan. Titus yang memiliki pengetahuan yang lebih
tinggi dari pada prokurator saat itu, mau mengalah dan mengorbankan
pendapatnya agar ia tidak mempermalukan saudaranya tersebut.
6. Memberikan kejutan-kejutan kecil merupakan cara yang efektif agar
hubungan persaudaraan tidak berjalan dengan monoton. Segala sesuatu yang
berjalan monoton akan menjadi hambar dan tidak menarik. Agar
persaudaraan berjalan hangat dan langgeng, maka perlu sentuhan hal-hal
yang baru.
7. Pengorbanan merupaka syarat mutlak suatu hubungan. Tanpa pengorbanan,
suatu hubungan tidak akan berhasil. Titus rela bersusah payah mencari
tumpangan agar ia dapat menghadiri perayaan yubileum Dr. Hubertus,
saudara seordonya. Titus juga rela membagi jatah makanannya, yang
sebenarnya tidak cukup baginya, kepada seorang Italia, rekan satu sel di
penjara Kleve yang sering merasa kelaparan.
8. Persaudaraan juga memerlukan sikap tidak menghakimi. Saat Titus diminta
untuk menyerahkan peralatan merokoknya, ia tidak menghakimi tentara yang
mengambilnya. Ia menyadari bahwa tentara tersebut harus melakukan
tugasnya.
9. Saling menjaga perasaan sesama saudara juga diperlukan agar hubungan
persaudaraan tetap lestari. Saat Titus dipenjarakan di Scheveningen, Titus
meminta pendapat rekan satu selnya apakah mereka keberatan apabila ia
berdoa sambil berlutut. Titus tidak ingin mereka merasa tidak nyaman

E. Dari ‘saya’ menjadi ‘kita’: Kesadaran Menjadi Bagian dari yang lain

Bergabung ke sebuah Tarekat sesungguhnya merupakan ungkapan kerinduan dan


dorongan manusia untuk menjawab panggilan Allah. Panggilan Allah meskipun
bersifat pribadi, merupakan panggilan untuk membangun kesatuan hidup bersama
orang lain.

Tumbuh dalam cinta merupakan tujuan terdalam hidup dalam komunitas, yakni
cinta pada diri sendiri, kepada Allah dan kepada sesama sebagai saudara dan saudari.
Keterpaduan antara rasa akan diri, rasa akan Allah, rasa akan sesama sebagai saudara
dan saudari merupakan kematangan hidup, baik sebagai pribadi maupun sebagai
komunitas.

Perlu diingat bahwa komunitas merupakan tempat untuk membangun hidup


bersama (com: bersama, munire : membangun). Dan memahami pemikiran Dari Saya
Menjadi Kita, ada dua hal yang terus berkembang dan sejalan untuk membangun
suatu komitmen yakni, Pertama, menjadi diri sendiri. Langkah ini penting, sebab
untuk dapat menjadi diri sendiri saya harus sungguh mengenal diri, dengan demikian
saya mampu mengenal orang lain. Misalnya, saya dapat mengasihi, mendengarkan dan
menghargai orang lain; kalau saya sendiri biasa mendengarkan, mengasihi dan
menghargai orang lain. Kedua, peran Komunitas. Hidup bersama dalam komunitas
menjadi bagian penting dalam pembentukan tiap pribadi. Tujuannya adalah agar saya
tidak hanya berpikir dan hidup bagi diri sendiri, tetapi bagi orang lain. Suasana
komunitas, tugas kerasulan da kegiatan bersama adalah sumber yang mempererat
ikatan kebersamaan. Ciri persekutuan ini, menumbuhkan dalam diri saya sikap lepas
bebas (iwa kaku ra’u) , ketulusan dan kejujuran untuk mencintai satu sama lain.
Ternyata, menjadi bagian dari yang lain perlu pengosongan diri agar dapat
menjadi satu dengan yang lain. Ingat spiritualitas Tangan Kosong St Theresia Kecil:
Tangan Kosong berarti mau memberi dan menerima. Apa yang harus diberi dan
diterima? KASIH. Tangan kosong berarti lepas bebas, yakni meninggalkan dan
melepaskan diri dari ikatan emosional yang menjerat dan menghalangi kita untuk
mengikuti panggilan batin yang paling mendasar. Bagaimana caranya untuk lepasss
bebassss: TANGAN KOSONG....”Aku datang kepadaMU dengan tangan kosong”....

SUMBER:

Regula Ordo Karmel


Hariawan Adji, Belajar Memahami Persaudaraan Bersama Beato Titus Brandsma (Seri Belajar dari
Orang Kudus Karmel)
Panitia Spiritualitas KOPTARI, Membangun Komunitas Persaudaraan, (Seri Dinamika dan Pergulatan
Hidup Komunitas), Kanisius, 2008
Tangan Kosong di Hadapan Allah (Teresia dari Kanak-Kanak Yesus)

Anda mungkin juga menyukai