Anda di halaman 1dari 7

CIGARETTE BUTT AS 4R PRINCIPLES IMPLEMENTATION; SIGMUND FREUD

AND PAULO FREIRE CRITIQUE PARADIGMS AS THE INDONESIA ISLAMIC


STUDENT MOVEMENT ORGANIZATION (PMII) REFLECTION

Indonesia dikenal dengan sebutan Negara Zamrud Khatulistiwa; hal ini menunjukkan
Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis berada di tengah garis khatulistiwa,
bernapaskan alam hijau bagaikan zamrud. Tidak hanya itu Indonesia juga dikenal dengan
julukan Tanah Surga sebab beraneka macam tanaman yang bisa tumbuh di tanah Indonesia.

Kendati demikian, justru menjadi momok tersendiri dengan kondisi Indonesia jika
dilihat dari aspek ekologi saat ini. Lingkungan yang seharusnya menjadi mutualism symbiosis
malah menjadi parasitisme symbiosis, akibat ekosistem yang tidak tahan terhadap terpaan-
terpaan eksternal umumnya dan internal khususnya.

Hal ini dikutip oleh Sambas Basuni selaku Departemen Konverensi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB bahwasanya “Untuk sistem-sistem ekologi,
keberlanjutan ditentukan oleh resiliensi, kekuatan (vigour), dan organisasi (yang bersifat
komprehensif, multiskala, dinamika, hierarki). Resiliensi adalah kemampuan ekosistem untuk
bertahan dari terpaan-terpaan eksternal; sejumlah gangguan yang akan menyebabkan suatu
ekosistem berubah dari status sistem satu ke status sistem lainnya”. 1

Statement di atas membuktikan kondisi Indonesia saat ini, permasalah yang muncul
tidak hanya monoskala saja tetapi juga multiskala. Ekologi sendiri sudah menjadi bukti

1
Sambas Basuni, Konsepsi Pengolahan Lestari (Merevolusi Revolusi Hijau), (Bogor: PT. Penerbit IPB
Press, 2012), h. 483.
konkrit permasalah multiskala, lingkungan dengan lingkungan yang melibatkan Sumber Daya
Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) sehingga kehilangan biodiversitas.2

Sebagai bentuk refleksi awal, ada beberapa pandangan berupa paradoks yang menjadi
pembeda antara mereka yang menjadi pelakon dalam ekologi itu sendiri dan mereka yang
hanya sebagai buruh kerja tanpa sadar mereka bekerja rodi kepada tuan tanah.

Senada dengan perspektif Marxis yang menyatakan bahwa “For the real battle lines
are drawn, to put the matter simply, between the “haves” and the “have nots,” between the
bourgeoisie those who control the world’s natural, economic, and human resources and the
proletariat, the majority of the global population who live in substandard conditions and who
have always performed the manual labor the mining, the factory work, the ditch digging, the
railroad building that fills the coffers of the rich”. 3

Kembali kepada permasalahan awal, salah satu hal yang terspelekan terkait limbah
putung rokok dengan resiko besar. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Universitas
Georgia Jenna Jembeck pada 2015 lalu, Indonesia sebagai negara kedua penyumbang sampah
terbesar di laut setelah China.

The Ocean Conservency menyatakan bahwa sampah terbanyak yang didapatkan setiap
kali ICC melakukan kerja bhakti massal adalah sampah putung rokok sebanyak 53 juta putung
rokok setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) juga memperkuat pendapatnya
mengenai jumlah putung rokok yang ditemukan kurang lebih dua pertiga di selokan, dan
akhirnya berujung di laut.

Dari sini, aib Indonesia mulai terlihat, pencegahan pencemaran putung rokok ini tidak
hanya tertuju kepada skala kecil, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Dimulai dari
kebijakan pemerintah sebagai mobilator kepada rakyat. Namun, kembali kepada fithrah awal,
semua hal atas inisiatif individu yang menggerakkan organ untuk melakukan suatu hal.

4R Principles as One of Mitigation Solution

Melihat realita yang sedemikian rupa maka perlu kiranya ada bahan refleksi dan acuan
dalam mengimplemetasikan mitigasi sebagai solusi dalam menanggulagi problematika
sampah ekologi.

2
Sambas Basuni, Konsepsi Pengolahan Lestari (Merevolusi Revolusi Hijau), (Bogor: PT. Penerbit IPB
Press, 2012), h. 483.

3
Lois Tyason, Critical Theory Today, (New York; Routledge, 2006), h. 53.
4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace) adalah bentuk mitigasi dalam mencari solusi
pemanfaatan sampah baik sampah organic atau pun non organic. Pemanfaatan ini bisa
dilakukan dalam 4 hal. Pertama, Reduce yaitu dengan mengurangi penggunaan sampah yang
dianggap mencemari lingkungan sehingga minimnya sampah merupakan salah satu mitigasi
dalam penanggulangannya.

Kedua, Reuse yaitu memanfaatkan sampah dengan mengolah menjadi sesuatu yang
bisa dipakai dalam wujud yang berbeda serta manfaat yang berbeda pula. Ketiga, Recycle
yaitu mendaur ulang sampah yang dianggap masih layak sehingga mampu menjadi sesuatu
yang bisa dipakai dalam pemanfaatan yang berbeda namun dengan bahan dasar yang sama.

Keempat, replace yaitu menggantikan sampah yang dinggap memiliki fungsi dan
manfaat yang sama tetapi lebih ramah lingungan. 4 prinsip tersebut merupakan mitigasi awal
dalam mencegah adanya pemcemaran lingkungan serta mengurangi resiko bahaya terhadap
daerah yang terdampak.

Local Wisdom by Indonesia Islamic Student Movement Organization (PMII)

Mengapa harus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjadi


pendongkrak?, ada beberapa hal yang mendasari hal tersebut. Pertama, berdasarkan Nilai
Dasar Pergerakan (NDP) dalam ber-PMII ada istilahnya Hablum Min ‘Alam; ketika kita
mampu berinteraksi baik dengan alam, serta memberikan impact positive kepada lingkungan
sekitar.

Kedua, dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) juga terdapat istilah Hablum Min An-
naas; kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mampu menjadi motif bagi
lingkungan sekitar dalam rangka pemulihan pencemaran lingkungan, salah satunya dengan
adanya limbah putung rokok.

Kearifan lokal yang dimiliki oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
sangat relevan dengan keadaan Indonesia saat ini. Mengingat setiap hal berawal dari suatu
kebiasaan yang sukar diubah. Miniatur ini sering kita lihat ketika kader-kader pengguna rokok
yang tidak memperhatikan attitude secara normatif, dan tidak melihat benefit dari putung
rokok yang dianggap spele.

Sigmund Freud Psycoanalytic as the Critique Paradigms

Ketika kita menjadikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai


objektifikasi dalam problematika lingkungan atau pun ekologi seperti ini, maka kita juga
harus mampu memberikan basis psikologi yang sesuai dengan konstruk masyarakat, sehingga
keasadaran masyarakat mampu dibongkar dengan sistematis.

Sigmund Freud adalah salah satu Austrian yang diterima pemikirannya oleh kalangan
Madzhab Fankfrut. Salah satu analisis yang dipakai adalah bahwa orang bisa melakukan
sesuatu karena didorong oleh keinginan untuk hidupnya sehingga manusia melakukan
perubahan dalam dirinya.4

Namun, di sisi lain konteks ini mengandung hal kontroversial dengan teori Marxism
karena satu konteks esensial dalam teori Sigmund Freud yang menyatakan bahwa kesadaran
tersebut atas dasar konflik psikis yang menuntut setiap pribadi bergerak taking action.

Jika kita korelasikan dengan problematika lingkungan yang kita kaji; limbah putung
rokok serta kebiasaan kader-kader Wabil Khusus kader Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) adalah sebagai motif bahwa kesadaran ini tumbuh murni dari diri setiap
personal dan setiap individu sendiri yang menggerakkan untuk melakukan perubahan.

Secara tidak langsung, teori di atas mampu dijadikan sebagai problem solving; jika
diidentifikasi lebih detail dengan struktural yang berada di bawah naungan Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi besar, maka senior sebagai tenaga
pendidik, dan junior sebagai tenaga terdidik, hal ini merupakan corak berupa regeneration
culture dan sudah menjadi mata rantai di dalamnya.

Berbicara masalah kader Pergerkan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang identik
dengan putung rokok, seharusnya kesadaran ini tumbuh dari setiap psikis kader. Namun, tidak
menutup kemungkinan jika kembali kepada regeneration culture maka dalam hal ini senior
bertanggung jawab penuh atas segala hal di dalam lembaga Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) sekalipun melibatkan habitual action dari masing-masing kader.

Maka senada dengan teori di atas, konteks konflik psikis yang dimaksus adalah
environment crisis. Ekologi yang tidak bisa berproses dengan baik, dan kesadaran yang
minim teradap resiko serta pemikiran yang masih dangkal terkait benefit putung rokok yang
sebenarnya mampu dijadikan sebagai climate change for contribute to Sustainable
Development Goals (SDG’s) International.

Paulo Freire Psycoanalytic as the Critique Paradigms


4
Nur Sayyid Santoso, Manifesto Wacana Kiri, (Jogjakarta; Eye on the Revolution, 2007), h. 143.
Tidak jauh beda Sigmund Freud, Paulo Freire seorang pendidik radikal berkebangsaan
Brasil yang juga memiliki doktrinasi kuat sehingga ia diklaim oleh banyak praktisi barat
sebagai pendidik yang misteri terhadap pemikiran pendidikannya..5

Pemikirannya lebih dititikberatkan kepada pendidikan untuk membangun kesadaran


kritis sebagai persyaratan humanisasi. Baginya key word dari pendidikan adalah
“Konsientisasi” atau proses untuk membangkitkan kesadaran kritis. Menurutnya ada tiga
tahapan perubahan, kesadaran magis (magical conseciouness), kesadaran naïf (naival
conseciouness), kesadaran kritis (critical conseciouness).

Jika dipraktikkan sesuai dengan problem yang kita kaji terkait putung rokok maka
dapat ditarik benang merah sesuai dengan kesadaran masing-masing. Pertama, kesadaran
magis (magical conseciouness) adalah kesadaran secara kausalitas, menganggap bahwa segala
hal berasal dari luar diri manusia.

Anggaplah spesifik terhadap kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)


sebagai objektifikasi, maka mereka melakukan kefatalan berupa kesalahan membuang putung
rokok semata-mata kerena perspektif mereka dalam melihat lingkungan mereka yang sudah
kotor dan tidak terawat sama sekali. Mereka akan cenderung membuang sampah putung
rokok sembarangan.

Kedua, kesadaran naïf (naival conseciouness) adalah kesadaran yang menganggap


suatu kejadian berasal dari dalam diri manusia. Manusia sendiri sebagai pelakon utama
perusak lingkungan dengan masalah putung rokok yang terus bertambah setiap tahunnya. Hal
ini jauh dari objektifikasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) secara spesifik,
karena sifatnya lebih global.

Ketiga, kesadaran kritis (critical conseciouness), kesadaran ini lebih kepada


bengkoknya sistem secara normative; tidak adanya aturan yang mengikat untuk pembuangan
sampah putung rokok sembarangan yang tidak dikenakan sanski jelas. Walaupun hal
demikian merupakan hal spele namun,negative impact terhadap lingkungan sangatlah besar,
dilihat dari resiko skala besar yang akan berakibat fatal terhadap lingkungan seperti halnya
banjir.

Dari ketiga pemetaan kesadaran tersebut bukan berarti teori ini lebih menekankan
kepada pemikiran secara pendidikan, tetapi orientasinya tetap dalam haluan Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjadi bentuk konkrit dari regeneration culture.
5
Nur Sayyid Santoso, Manifesto Wacana Kiri, (Jogjakarta; Eye on the Revolution, 2007), h. 176.
Kesadaran yang harus pertama kali ditekankan adalah kesadaran secara personality,
setiap kader harus mampu improve diri mereka dengan diri mereka sendiri. Selanjutnya
berbicara regeneration culture maka senior juga ikut andil dalam hal ini.

Pemulihan lingkungan dari sampah putung rokok, serta pemanfaatannya seharusnya


menjadi Pekerjaan Rumah (PR) tersendiri bagi para senior. Selain status yang disandangnya ia
juga harus mampu menguasai hal-hal di luar ranah kadernya.

Konklusi dari pemetaan ketiga kesadaran tersebut bertitik tumpu kepada kesadaran
kritis (critical conseciouness), senior harus mampu mengeksplor segala bentuk pengetahuan
terkait ekologi, pemulihan lingkungan, dan revitalisasi alam secara meluas kepada kader-
kadernya, tidak cukup stagnan dan berhenti di dalam dirinya saja.

Utilization Cigarette Butt as the Substitution of Bio-Pesticide

Satu kesalahan besar dari pengguna rokok sekalian adalah ketika mereka mampu
membeli rokok dengan uang, dan mereka tidak mau mengambil benefit dari sisa rokok
tersebut. Mereka tidak memiliki pandangan bagaimana putung rokok ini adalah sampah
organik yang mudah terurai.

Manfaat dari putung rokok sendiri lebih bersifat nature substitution dari pupuk biasa,
karena selain bebas bahan kimia, ramah lingkungan, juga alami penggunaannya. Maka dari
sini bisa dilihat minimalisir sampah putung rokok dengan pemanfaatan yang masih bersifat
traditional.

Menurut pakar medis, ternyata, salah satu faktor mengapa nikotin sangat berbahaya
bagi tubuh dan sangat berbahaya bagi hewan adalah kandungannya yang mematikan, itulah
alasan mengapa putung rokok sangat bermanfaat bagi tumbuhan. Selain ramah lingkungan,
putung rokok juga mampu mengusir jenis hama yang menghalangi proses pertumbuhan
tanaman, seperti halnya kutu putih.

Pembuatan pupuk alami atau bisa disebut bio-pestisida ini cukup simpel. First step,
kumpulkan putung rokok dengan jumlah yang cukup banyak. Selanjutnya, bersihkan putung
rokok dengan memisahkan bagian ujung putung rokok dan bagian bawah rokok berupa gabus.
Campurkan putung rokok dengan air sebanyak 1 liter. Fermentasi kurang lebih selama satu
hari. Setelah itu, saring putung rokok dan campurkan dengan 2 liter air biasa.

Hasil akhir dari fermentasi berupa cairan yang sangat keruh. Penggunaan bio-pestisida
ini hanya cukup disemprotkan kepada tanaman yang berdaun, namun berbeda untuk tanaman
yang berbuah; setelah penyemprotan bio-pestisida kepada buah maka buah perlu disemprot
lagi dengan air biasa.

Konklusinya, Freudian dan juga Freirean seakan-akan mempersuasi kita agar


senantiasa melindungi diri dimulai dari hal kecil dan juga kebiasaan diri. Intropeksi a dengan
memperhatikan segala resiko. Teori ini sebenarnya juga merupakan sindiran keras bagi
organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu sendiri, menindak lanjuti
kepasifan senior dalam merangkul setiap kadernya.

Selain itu teori ini juga merukan teori pembelajaran bagi setiap kader agar tetap
berorientasi sesuai dengan regeneration culture; bukan berarti harus diawali dengan doktrin
senioritas, tetapi siapapun berhak memberikan sumbangsih pemikiran sesuai dengan
kemampuan tanpa memandang strata, structural, dan juga jabatan.

Semua perubahan bisa dilakukan secara kolektif yang dimulai dari diri kita sendiri.
Seperti kutipan dari salah satu servent UNICEF “The eshtabilishment of Sustainable
Development Goals (SDG’s) will not be attended or happened if there is still group or same of
us only becoming the witness of injustice an inequality without taking action to take it”.

Sustainable Development Goals (SDG’s) memiliki program climate change yaitu


perubahan iklim yang bisa dimulai dengan merawat lingkungan dari sampah putung rokok.
Hal ini menjadi tanggung jawab bersama untuk menciptakan kondisi Indonesia yang rama
lingkungan, dan mengangkat posisi terpuruk Indonesia saat ini.

Sebagai organisasi berbasis pergerakan, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia


(PMII) seharusnya mampu merefleksi problematika ini, dan peka terhadap indikasi-indikasi
perusak lingungan.

Tidak hanya cukup refleksi, kritis transformatif memberikan doktrin bahwa segala hal
harus didasarai niat, dan berujung tindakan yang konkrit sesuai norma yang berlaku. Sehingga
hasil akhir yang diperoleh adalah last but not least.

Wallahu A’lam Bi As-Showab

Anda mungkin juga menyukai