Anda di halaman 1dari 6

PENELITIAN HAK ULAYAT

1. PENDAHULUAN
A. Pengertian Hak Ulayat
Hak Ulayat merupakan hak teringgi atas tanah yang di miliki oleh suatu persekutuan
hukum (desa,suku) untuk menjamin ketertiban pemanfaatan/pendayagunaan tanah. Hak
Ulayat adalah hak yang dimiliki oleh suatu persekutuan hukum, di mana para
masyarakat tersebut mempunyai hak menguasai tanah, yang pelaksanaannya di atur
oleh para ketua adat atau kepala kampong yang bersangkutan.
Konsepsi Hak Ulayat menurut hukum adat terdapat nilai-nilai komunalistik-religius magis
yang memberi peluang penguasaan tanah secara individual, serta hak-hak yang bersifat
pribadi, namun demikian Hak Ulayat bukan hak perseorangan. Sehingga dapat
dikatakan Hak Ulayat bersifat komunalistik karena hak itu milik bersama anggota
masyarakat hukum adat di atas tanah bersangkutan.

B. Subejk Hak Ulayat


1. Masyarakat adat territorial, disebabkan para warga nya hidup berkelompok di
tempat yang sama.
2. Masyarakat adat geneolok, disebabkan para warga nya terikat oleh pertalian
darah.

C. Objek Hak Ulayat


1. Tanah (Daratan)
2. Air (Sungai, Danau, Pantai serta perairan lainnya)
3. Tumbuh-tumbuhan liar yang hidup dalam Hak Ulayat
4. Binatang-binatang liar yang hidup dalam wilayah Hak Ulayat

2. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


A. Biodata daerah objek penelitian
Objek Hak Ulayat : tanah perkampungan
Desa : Langir
Kecamatan : Kangae
Kabupaten : Sikka
Provinsi : Nusa Tenggara Timur
B. Sejarah hukum adat desa Langir
Desa langir adalah sebuah desa yang berada di kecamatan kangae, kabupaten
sikka, yang sejak dahulu kala sudah menggunakan hukum adat sebagai sarana
mengatur kehidupan masyarakat adat di sekitarnya. Hukum adat di desa Langir
muncul sejak dahulu kala, yang ditandai dengan pembentukan beberapa suku (lepo)
yang mempunyai fungsi dan perannya masing-masing, dalam mengatur masyarakat
adat. Suku atau (lepo) tersebut di antaranya :
_ TANAH PUAN : yang berfungsi sebagai pembagi warisan atau hakl atas tanah
_ KALE WAIR : mempunyai fungsi peradilan atau penyelesai masalah
_ GAJON : mengatur hubungan sosial antara masyarakat adat
Ketiga suku atau (lepo) tersebut dikenal dengan nama (wua mahe) yang tugas dan
perannya, diwarisi secara turun temurun. Ketika bangsa colonial masuk ke
kabupaten Sikka, khususnya kecamatan kangae Belanda membentuk sebuah
kerajaan yang bernama kerajaan “Kangae’ yang dipimpin oleh seorang ratu bernama
NAI ROA. Dalam kepemimpinannya, (wua mahe0 atau kerika suku ini menjalankan
tugas di bawah pengawasan ratu yang diwakili oleh seorang kapitan. Tetapi dalam
perjalanannya peran dan fungsi (wua mahe) tetap berjalan sampai saat ini.

C. Pengaturan Hak Ulayat desa Langir


Hak Ulayat desa langir dibagi atas 3 bagian wilayah yaitu :
 Mahe/sare : adalah bagian hak ulayat yang dikermatkan oleh masyarakat adat
sebagai tempat meberi makan leluhur (piong hodor) yang dilakukan saat
seremonial adat.
 Tanah puan : adalah tanah perkampungan yang digukanakan masyarakat
sebagai tempat tinggal, tempat menggarap kebun, dan sebagai tempat
menyimpan hasil kebun.
 Nuba naga : yaitu tempat atau lokasi di pesisir pantai yang digunakan untuk ritual
adat seperti mengusir wabah penyakit, dan meminta hujan.

1. Dasar hukum
Masyarakat adat desa langir mengenal konsep “ ina nian tana wawa, ama
lero wulan reta” yang jika diterjemahkan yaitu “ibu bumi,bapa langit”.
Konsep ini dapat di artikan sebagai dasar hukum yang menjadi tolak ukur
untuk melakukan ritual-ritual adat maupun mengatur hak-hak ulayat. Konsep
diatas merupakan dasar terbentuknya tata cara atau peraturan-peraturan
yang mengatur hak ulayat daerah tersebut.
2. Siapa yang mengolah dan bertanggung jawab atas tanah ulayat
Masyarakat adat desa langir yang tergabung dalam satu kesatuan adat,
mempunyai hak sama untuk mengelolah dan bertanggung jawab atas tanah
ulayat. Tetapi sebelum masuknya Kolonial Belanda, yang lebih dominan
dalam mengolah tanah ulayat adalah perempuan, dengan bahasa adatnya
“napun dadu wolon wole”. Yang dapat kita maknai laki-laki tidak diberi
kuasa atas tanah ulayat karena sering bermain judi dengan menghabiskan
hasil yang didapat dari tanah ulayat. Tetapi ketika kerajaan kangae di bentuk
barulah ratu NAI ROA memerintahkan agar memberikan hak sepenuhnya
kepada laki-lakiuntuk mengatur tanah ulayat tersebut.
3. Kapan tanah ulayat dapat digunakan
Tanah ulayat di desa langir sudah mengalami pembagian hak-hak atas tanah
oleh masing-masing suku (lepo). Oleh karena itu tanah ulayat dapat
digunakan pada saat masing-masing suku (lepo0 ingin membuka kebun,
mengambil hasil panen dan menggunakan tanah ulayat tersebut untuk
keperluan kebutuhan hidup masing-masing suku (lepo), sesuai dengan
pembagian tanah tersebut.
4. Apa kewajiban anggota suku atas tanah ulayat
Msing-masing suku yang suda di bagikan tanah ulayatnya, mempunyai
kewajiban menjaga, melestarikan dan menggunakan sepenuhnya untuk
keberlangsungan hidup anggota suku (lepo) bersama.
5. Sanksi
Sanksi yang diberikan jika salah satu suku melanggar kewajiban atau aturan
adat yang sudah ditetapkan, seperti menjual ytanah ulayat untuk kepentingan
diri sendiri maka akan dilakukan upacara adat, dengan memberi makan satu
kampung dan mengembalikan tanah yang dijual. Jika sanksi itu tidak
dipenuhi maka akan dikeluarkan dari satu kesatuan hukum adat di suku
(lepo) tersebut.

D. Pengaturan mengenai jual beli tanah


Tanah ulayat yang sudah di bagikan di masing-masing suku 9lepo) di desa langir,
hanya boleh di gadai atas kesepakatan bersama dalam suku tersebut. Tidak
diperbolehkan sama sekali menjual tanah ulayat tersebut untuk kepentingan individu,
karena tanah tersebut merupakan milik semua anggota suku 9lepo0. Tetapi jika ada
kesepakatan dalam suku untuk menjula maka harus ada kesepakatan bersama suku
lainnya dalam pertemuan dan seremonial adat.

E. Pembagian atas tanah ulayat


Tanah ulayat yang sudah di bagikan di masing-masing suku di desa langir, dapat
diwarisi oleh semua anggota suku untuk keperluan kehidupan. Yang di atur oleh
masing-masing kepala sukuh kepada seluruh pewaris yang sah. Pada umumnya
masyarakat adat desa langir lebih mengedepankan laki-laki yang mewarisi tanah
ulayat tersebut, tetapi perempuan juga dapat menggunakan tanah ulayat tersebut
untuk keperluan hidup.
3. PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat adat desa langir dalam keberlangsungan hidup sangat menjunjung tinggi
peranan hukum data dalam penggunaan hak ulayat. Konsep yang mereka gunakan
mengandung unsur-unsur religius dan magis yang menjadi nilai tersendiri dalam
pranata social. Upaya-upaya mengatur hubungan social masyarakat adat langir pun
sangat mengedepankan nilai moral dan historis dari leluhur sebelumnya. Semangat
mempertahankan nilai-nilai adat menjadi tantangan besar bagi seluruh suku yang
ada di desa langir. Pada penerapannya saat ini mereka mengalami bentrokan
dengan hukum positif yang berlaku, hal ini yang sebenarnya menjadi perhatian
khusus. Tetapi kelompok kami sangat mengapresiasi bertahannya hukum adat
dalam perannya mengatur hak ulayat dalam kehidupan masyarakat adat langir.

B. Sumber informasi penelitian


Wawancara narasumber : BAPAK WODON SERE
Jabatan : Tokoh Adat Desa Langir
C. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai