Anda di halaman 1dari 23

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Teori

1. Pengembangan Karier

Pekerjaan tidak serta merta merupakan karier, kata pekerjaan

(work, job, employment) menunjukan pada setiap kegiatan yang

menghasilkan barang atau jasa, sedangkan kata karir (career) lebih

menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai

panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan

seseorang, serta diwarnai seluruh gaya hidupnya. Donal Super seorang

penulis yang banyak membahas tentang perkembangan karir membagi

pengembangan karir kedalam lima fase yaitu :

a. Fase pengembangan (growth), pada masa kecil sampai dengan 15

tahun dalam fase ini anak mengembangkan bakat, minat, kebutuhan,

potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-

concept structure).

b. Fase eksplorasi (exploration) antara umur 16 sampai dengan 24 tahun,

di mana saat ini remaja mulai memikirkan beberapa alternatif

pekerjaan tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat.

c. Fase pemantapan (establishment) antara umur 25 sampai dengan 44

tahun, pada fase ini remaja sudah memilih karir tertentu dan

mendapatkan berbagai pengalaman positif maupun negatif dari

9
10

pekerjaannya. dengan pengalaman yang diperolehnya ia lalu bisa

menentukan apakah ia harus terus dengan karir yang telah dijalaninya

atau berubah haluan.

d. Fase pembinaan (maintenance) antara umur 44 sampai dengan 65

tahun, dimana orang sudah mantap dengan pekerjaannya dan

memeliharanya agar dia bertekun sampai akhir.

e. Fase kemunduran (decline) masa sesudah pensiun atau melepaskan

jabatan tertentu, dalam fase ini orang membebaskan diri dari dunia

kerja formal. dari pemaparan diatas, sangat jelas sekali bahwa karir

merupakan permasalahan yang terjadi di sepanjang hidup kita. maka

ada pepatah yang menyatakan bahwa karir itu merupakan persoalan

sejak lahir sampai mati 'from the birth into the death'. menetukan atau

memilih karir bukanlah keputusan yang main-main. memilih karir

tidak semudah memilih barang yang ingin anda beli. memilih karir

adalah salah satu keputusan yang paling penting dalam kehidupan

anda. ketelitian, kecermatan, dan konsistenan menjadi elemen penting

yang berpengaruh dalam pemilihan karir anda.

Karyawan tak semata dituntut bekerja keras, loyal, dan

berkomitmen. Ternyata produktivitas tidak bisa dilepaskan dari perhatian

terhadap pengembangan karir karyawan. Karier memang merupakan

kebutuhan yang harus terus ditumbuhkan dalam diri seseorang tenaga

kerja, sehingga mampu mendorong kemauan kerjanya. Akhirnya prestasi

dapat diraih.
11

Perjalanan karier sering tidak sesuai dengan harapan dan

kenyataan, tidak selalu berjalan beriring. Banyak perusahaan besar

maupun  kecil yang kurang peduli dan agak mengabaikan perjalanan karier

karyawannya. Imbasnya, karyawan hanya diberi pilihan take it or leave it.

Apakah karyawan ingin tetap bertahan atau pindah ke perusahaan lain

yang lebih menjanjikan kariernya.

Dalam pendekatan tradisional, seseorang yang bergabung ke

sebuah perusahaan hanya dituntut bekerja keras, berprestasi baik, loyal,

dan berkomitmen. Hasilnya dia akan mendapatkan kompensasi yang

memuaskan,  rasa aman, sekaligus karier yang baik. Walaupun nyatanya

tidak selalu demikian. Banyak faktor yang mempengaruhi jalan karier dan

pengembangan karier seseorang. Dalam persaingan bisnis yang teramat

ketat, perusahaan memang dituntut untuk memperoleh tenaga kerja atau

sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Namun memperoleh tanpa bisa

mempertahankan dan mengelolanya hanya akan membuat karyawan

kabur.

Karyawan akan mencari tempat yang bukan hanya menjanjikan

gaji yang lebih baik tapi juga karier yang barangkali lebih jelas dan

cemerlang. Karier memang merupakan kebutuhan yang harus terus

ditumbuhkan dalam diri seseorang tenaga kerja, sehingga mampu

mendorong kemauan kerjanya. Akhirnya prestasi dapat diraih. Dan tentu

saja banyak faktor yang mendorong karier seseorang seperti faktor

kecerdasan intelektual, keterampilan kerja, dan kematangan emosi.


12

Pengembangan karier yang mantap sangat penting dalam

meningkatkan kepuasan kerja, meredam keinginan pindah, dan

meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu faktor motivasional dalam

kehidupan berkarya ialah keberhasilan meniti karier, karena seorang

memperoleh kepercayaan menduduki posisi yang lebih tinggi, yang

membuktikan kemampuannya memikul tanggung jawab yang lebih besar

(Siagian, 2003).

Pengembangan Karier PNS

Karier PNS berjalan mandet. Butuh proses bertahun untuk

menduduki posisi strategis. Bisa dimaklumi karena metode reward &

punishment belum berjalan padu. Kultur birokrasi masih diwarnai tarik

menarik kepentingan. Entah politik, hukum, atau ekonomi. Maka tidak

heran jika survei internasional menempatkan birokrasi Indonesia sebagai

yang terburuk di Asia. Ini berurat akar dari pengembangan karier yang

tidak komprehensif. Maka kinerja birokrasi (PNS) berjalan tersendat.

Pengembangan karier yang ideal adalah sebagai berikut :

a. Public sector card. Penilaian kinerja PNS harus dibakukan dalam

sistem yang fair. Bukan berdasar kedekatan atau sogok. Tapi, semata

kinerja di lapangan. Lebih baik jika target diemban para PNS. Lalu,

diberi point penilain tiap aspek. Metode ini akan memacu para PNS

untuk lebih giat berbenah.


13

b. Reward and punishment. Bila berprestasi harus diapresiasi. Tapi, kalau

di bawah perform layak diberi sanksi. Fairness harus terwujud. Ini

bentuk sikap untuk tidak pilih kasih. Tidak adaexecuse untuk

hukuman. Misal ketika bolos kerja, mangkir kerja, dst, wajib diberikan

hukuman setimpal.

c. Meritokrasi. Metode ini berbasis kinerja. Bagi siapa yang perform

bagus layak diangkat ke posisi atas. Sistem ini bekerja dengan

penilaian diatas : public sector card dan reward & punishment.

Karier PNS amat penting untuk terus stabil. Memberi ketenangan

dan kepastian. Maka pengembangan karier PNS harus berbasis

objektivitas.Fair dan transparan. Bentuk ini untuk mendorong PNS

berpacu dalam melayani publik. Bila tidak akan terus terlena.PNS digaji

dari uang rakyat (APBN). Maka metode pengembangan karier PNS tidak

bisa semau sendiri. Perlu untuk mendengar masukan publik. Publik

menaruh harapan lebih besar dalam reformasi birokrasi.

2. Locus of Control

Locus of Control didefinisikan sebagai persepsi seseorang tentang

sumber nasibnya (Robbins, 2003). Locus of Control adalah cara pandang

seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak

dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966 dalam

Alvares, 2008).
14

Beberapa individu meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan

apa yang terjadi pada diri mereka, sedang yang lain meyakini bahwa apa

yang terjadi pada mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti

kemujuran dan peluang (Irwandi, 2002). Tipe pertama merupakan tipe

Locus of Control internal sedang tipe kedua adalah Locus of Control

eksternal (Robert et al., 1997; Rotter, 1966 dalam Brownell, 1978).

Individu dengan Locus of Control internal percaya mereka

mempunyai kemampuan menghadapi tantangan dan ancaman yang

timbul dari lingkungan (Brownell, 1978 dan Pasewark dan Strauser,

1996) dan berusaha memecahkan masalah dengan keyakinan yang

tinggi sehingga strategi penyelesaian atas kelebihan beban kerja dan

konflik antarperan bersifat proaktif. Individu yang memiliki Locus of

Control eksternal sebaliknya lebih mudah merasa terancam dan tidak

berdaya, maka strategi yang dipilih cenderung reaktif.

Internal control mengacu pada persepsi terhadap kejadian baik

positif maupun negatif sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan

diri sendiri dan berada di bawah pengendalian dirinya. External control

mengacu pada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak memiliki

hubungan langsung dengan tindakan yang dilakukan oleh diri sendiri

dan berada diluar kontrol dirinya (Lefcourt, 1982).

Locus of Control berperan dalam motivasi, Locus of Control yang

berbeda bisa mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang

berbeda. Locus of Control internal akan cenderung lebih sukses dalam


15

karir mereka daripada Locus of Control eksternal, mereka cenderung

mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi yang lebih cepat dan

mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, Locus of Control

internal dilaporkan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan

pekerjaan mereka dan terlihat lebih mampu menahan stress daripada

Locus of Control eksternal (Baron dan Greenberg, 1990 dalam Maryanti,

2005). Penelitian yang dilakukan oleh Patten (2005) menjelaskan bahwa

pengaruh pengendalian terhadap manusia bukan hanya sekedar proses

sederhana namun tergantung pada pengendalian itu sendiri dan pada

apakah individu menerima hubungan sebab akibat antara perilaku yang

memerlukan pengendalian.

Reiss dan Mitra (1998) dalam Ayudiati (2010) membagi Locus of

Control menjadi 2 yaitu :

a. Internal Locus of Control adalah cara pandang bahwa segala hasil

yang didapat baik atau buruk adalah karena tindakan kapasitas dan

faktor - faktor dalam diri mereka sendiri. Locus of Control internal

yang dikemukakan Lee (1990) dalam Ayudiati (2010) adalah

keyakinan seseorang bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar

untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya

akan mendukung atau tidak mendukung. Individu seperti ini memiliki

etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan baik

dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya. Meskipun ada

perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut relatif kecil


16

dibanding dengan semangat serta keberaniannya untuk menentang

dirinya sendiri sehingga orang – orang seperti ini tidak pernah ingin

melarikan diri dari tiap – tiap masalah dalam bekerja.

b. Eksternal Locus of Control adalah cara pandang dimana segala hasil

yang didapat baik atau buruk berada diluar kontrol diri mereka tetapi

karena faktor luar seperti keberuntungan, kesempatan, dan takdir

individu yang termasuk dalam kategori ini meletakkan tanggung jawab

diluar kendalinya. Locus Of Control eksternal yang dikemukakan Lee

(1990) dalam Ayudiati (2010) adalah individu yang eksternal locus of

controlnya cukup tinggi akan mudah pasrah dan menyerah jika

sewaktu – waktu terjadi persoalan yang sulit. Individu semacam ini

akan memandang masalah – masalah yang sulit sebagai ancaman bagi

dirinya, bahkan terhadap orang – orang yang berada disekelilingnya

pun dianggap sebagai pihak yang secara diam-diam selalu mengancam

eksistensinya. Bila mengalami kegagalan dalam menyelesaikan

persoalan, maka individu semacam ini akan menilai kegagalan sebagai

semacam nasib dan membuatnya ingin lari dari persoalan. Menurut

Lao yang membandingkan antara internal dan eksternal locus of

control mengatakan bahwa individu dengan locus of control internal

akan memiliki pemikiran yang lebih sehat dan lebih banyak terlibat

dengan lingkungan sekitarnya (dalam Ayudiati, 2010).


17

3. Kepuasan kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut T. Hani Handoko (1985:143) kepuasan kerja adalah

keadaan emosional yang menyenangkan dimana karyawan

memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan

perasaan puas seseorang pada pekerjaannya, ini nampak pada sikap

karyawan dan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi

di lingkungan kerjanya.

Menurut Rasimin dan ancok (1988:138) mengemukakan bahwa

kepuasan kerja murupakan sikap umum yang merupakan hasil dari

beberapa sikap kusus dari faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri

dan hubungan individu diluar kerja. Bambang Kusriono (1993:114)

dalam meninjau masalah kepuasan kerja ini berpendapat bahwa :

Pekerjaan sekarang lebih memperhatikan pekerjaan sebagai sarana

pernyataan diri sepenuhnya (self fulfillment).

Menurut Robin (2006) kepuasan kerja merupakan sikap umum

individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interkasi

dengan rekan kerja dan para atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan

organisasi serta memenuhi standar kerja. Dimensi kepuasan kerja

adalah sebagai berikut :

1) Pekerjaan yang menantang. Pegawai cenderung menyukai

pekerjaan yang menantang, pekerjaan yang memberikan

kesempatan untuk menggunakan keahlian dan ketrampilan,


18

menawarkan berbagai macam tugas, serta kebebasan dan umpan

balik atas pekerjaan mereka. Hal-hal tersebut menjadi pekerjaan

yang menantang secara mental. Tugas-tugas rumit yang

membutuhkan keahlian dan ketrampilan tinggi, akan lebih

menantang dan dapat meningkatkan kepuasan kerja. Pegawai yang

mengendalikan pekerjaannya sendiri akan lebih puas bekerja

daripada pegawai yang dikendalikan oleh mesin.

2) Penghargaan yang sepadan. Salah satu hal yang paling penting

adalah persepsi keadilan. Pegawai mencari keadilan dan praktik

promosi yang adil. Promosi menawarkan kesempatan untuk

pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih besar dan

peningkatan status sosial.

3) Kondisi kerja yang mendukung. Pegawai memperhatikan

lingkungan kerjanya demi kenyamanan pribadi dan dukungan

untuk bekerja dengan baik, tata tertib yang jelas dan jam kerja

sesuai dengan beban kerja.

4) Rekan kerja yang mendukung. Selain bekerja untuk mendapatkan

uang dan prestasi, pegawai juga memenuhi kebutuhan untuk

interaksi sosial. Kepuasan kerja akan meningkat Apabila didukung

oleh rekan kerja yang ramah, perilaku atasan yang penuh perhatian,

memberi pujian atas kinerja yang baik.

Seseorang yang memperoleh kepuasan kerja dari pekerjaannya,

akan mempertahankan prestasi kerja yang tinggi, sekalipun bisa


19

berbangga dengan gaji yang diterimanya, jaminan kerja atau kondisi

lainnya. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa kepuasan kerja menurut Muh As’ad (1978:62-63)

merupakan sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang

sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja, termasuk

didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik, dan kondisi

psikologi.

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang

berbeda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada diri

masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam

pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka

semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya.

Kepuasan kerja merupakan arti penting bagi karyawan maupun bagi

perusahaan.

Pemimpin perusahaan harus mengerti mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja, maka perlu diketahui beberapa

tanda-tanda bahwa seseorang itu mengalami ketidakpuasan kerja

karena akan mempengaruhi produktivitas karyawan dan perusahaan,

jadi departemen personalia harus senantiasa memonitar kepuasan

kerja, karena ini akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran kerja,

semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia yang penting

lainnya.
20

Menurut Strauss dan Syles yang dikutip oleh Handoko

(1985:145) kepuasn penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang

tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan mencapai kematangan

psikologis, pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini

akan sering melamun mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat

lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan

kesibukan yang tidak ada hubungannya dalam pekerjaan. Sedangkan

yang mendapat kepuasan kerja akan berprestasi lebih baik dari

karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja.

4. Kinerja

Menurut Miner (1991), Kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat

kebutuhan tiap indivudu sebagai pengharapan atas pekerjaan yang

dilakukan.

Miner memberikan dua variabel yang menentukan prestasi kerja

seseorang, yaitu:

a. Variabel hasil perilaku organisasi, yang mencakup perilaku dan sikap

individu, keterlibatan dalam pekerjaan dan partisipasi kerja.

b. Variabel hasil yang telah dicapai untuk suatu kinerja, yang mencakup

empat dimensi kinerja yang terdiri atas:

1) Kuantitas output, dengan indikator :

a) Kemampuan menyelesaikan tugas

b) Kemampuan menyelesaikan tugas melebihi yang ditargetkan


21

c) Kemampuan menyelesaikan tugas melebihi kemampuan rutin

2) Kualitas output, dengan indikator :

a) Pemahaman dan penguasaan pekerjaan

b) Kemampuan menemukan dan memecahkan masalah

c) Hasil pekerjaan

d) Ketelitian, efisiensi, ketekunan dan disiplin

3) Waktu kerja, dengan indikator :

a) Menyelesaikan pekerjaan

b) Kehadiran

c) Istirahat dan pulang kantor

4) Kerjasama dengan rekan kerja yang lain, dengan indikator :

a) Mampu bekerjasama

b) Kemampuan menjalin komunikasi

c) Kemampuan memberikan bimbingan

d) Mampu memimpin

Keempat dimensi tersebut saling berkaitan satu sama lain,

misalnya kerjasama rekan kerja dipengaruhi langsung oleh kualitas dan

kuantitas output masing-masing individu.

Steers (1984) mengartikan kinerja sebagai kesuksesan yang dicapai

individu dalam melakukan pekerjaannya, namun ukuran kesuksesan

yang dicapainya harus dapat disamakan dengan individu lain.

Kesuksesan yang dicapai individu adalah berdasarkan ukuran yang

berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaanya. Sementara Mc. Neese


22

Smith (1999) mengartikan kinerja adalah produktifitas yang dihasilkan

oleh individu sebagai kontribusi terhadap organisasi yang dapat diukur

secara kuantitatif dan kualitatif.

Manfaat dari penilaian kinerja Sumber Daya Manusia, menurut

Handoko (1989) adalah sebagai berikut:

a. Perbaikan kinerja

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan Sumber Daya

Manusia, Manajer dan Departemen Sumber Daya Manusia dapat

membetulkan kegiatan- kegiatan untuk memperbaiki kinerja.

b. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi

Evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan dalam

menentukan kenaikan gaji, bonus dan kompensasi bentuk lain.

c. Keputusan-keputusan penempatan

Promosi, transfer dan demosi biasanya didasrkan pada prestasi kerja

pada masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk

penghargaan terhadap kinerja masa lalu.

d. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan

Kinerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan.

Demikian juga kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi

yang harus dikembangkan.

e. Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik kinerja mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu

tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.


23

f. Penyimpangan-penyimpangan proses stfing

Kinerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan dan kelemahan

prosedur stafing Departemen Sumber Daya Manusia.

g. Ketidakakuratan informal

Kinerja yang mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam

informasi analisis jabatan, rencana Sumber Daya Manusia atau

komponen-komponen lain System informasi Sumber Daya Manusia.

Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat

menyebabkan kputusan-keputusan Sumber Daya Manusia yang

diambil tidak tepat.

h. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan

Kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu kesalahan dalam

desain pekerjaan. Penilaian Kinerja membantu diagnosa ksalahan-

kesalahan tersebut.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

No Hubungan Antar Peneiti Terdahulu Hasil Penelitian


Variabel
1 Locus of control (X2) Locus of control berpengaruh
terhadap kepuasan Alvaro Amaral positif signifikan terhadap
Kinerja (Y2) Meneses (2008) kinerja pegawai.

2 Kepuasan kerja (Y1) Abdulloh (2006) Kepuasan Kerja berpengaruh


terhadap Kinerja positif signifikan terhadap
(Y2) Kinerja Karyawan pada Kantor
Pelayanan Pajak Semarang
Barat.

3 Locus of control (X2) John Salazar (2002) Locus of control berpengaruh


24

terhadap kepuasan positif signifikan terhadap


kerja (Y1) kepuasan kerja

4 Pengembangan karier Herman Suherlan Pengembangan Karir


(X1) terhadap (2008) berpengaruh positif signifikan
Kinerja (Y2) terhadap kinerja di STP
Bandung

5 Pengembangan karier Dewi Intan Kumala Pengembangan Karier


(X1) terhadap (2010) berpengaruh positif signifikan
Kepuasan kerja (Y1) terhadap Kepuasan Karyawan
(Studi pada karyawan PT.
Taspen Cabang Malang)

C. Perumusan Model

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tinjauan pustaka, maka

dapat disusun desain grafis antar variabel dan model matematis sebagai

berikut :

1. Desain Grafis antar Variabel

Gambar 2.1
Desain Grafis antar Variabel

b3
Pengembangan
karier ( X1) b1
Kepuasan kerja b5 Kinerja
(Y1) ( Y2 )
b2
Locus of control
( X2)
b4

2. Model Matematis

Y1 = a + b1X1 + b2X2 + e

Y2 = a + b3X1 + b4X2 + b5Y1 +e


25

a1, a2, a3 = Konstanta


ß1, ß2, ß3, = Koefisien regresi variabel bebas
(Koefisien beta)
X1 = Variabel pengembangan karier
X2 = Variabel locus of control
Y1 = Variabel kepuasan kerja
Y2 = Variabel kinerja pegawai
e1, e2 = Disturbance error

D. Hubungan antar Variabel

1. Habungan Pengembangan Karier dengan Kepuasan Kerja

Pengembangan karier yang mantap sangat penting dalam

meningkatkan kepuasan kerja, meredam keinginan pindah, dan

meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu faktor motivasional dalam

kehidupan berkarya ialah keberhasilan meniti karier, karena seorang

memperoleh kepercayaan menduduki posisi yang lebih tinggi, yang

membuktikan kemampuannya memikul tanggung jawab yang lebih

besar (Siagian, 2003).

Pengembangan karier dilakukan secara fair, pengembangan

karier bukan berdasarkan kedekatan, pengembangan karier bukan

berdasarkan menyogok, pengembangan karier dilakukan berdasarkan

kinerja di lapangan, pegawai berprestasi harus diapresiasi, kinerja di

bawah perform layak diberi sanksi, pengembangan karier tidak pilih

kasih, ketika bolos kerja, mangkir kerja, wajib diberikan hukuman

setimpal, pegawai yang mempunyai perform bagus layak diangkat ke


26

posisi atas, dengan pengembangan karier yang baik sesuai dengan

peraturan yang berlaku tidak memihak, tidak nepotisme maka kepuasan

kerja karyawan akan terpenuhi. Semakin baik pengembangan karier yang

diterima oleh karyawan akan memberikan dampak positif suatu

pekerjaan sehingga kepuasan kerja karyawan semakin meningkat.

Penelitian terdahulu oleh Herman Suherlan (2008) diketahui

bahwa ada pengaruh pengembangan karier terhadap kepuasan kerja

karyawan di STP Bandung.

H1 : Pengembangan karier berpengaruh positif signifikan terhadap

kepuasan kerja di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pati.

2. Hubungan Locus of Control dengan Kepuasan Kerja

Locus of Control yang berbeda bisa mencerminkan kinerja yang

berbeda. Locus of Control internal dan eksternal yang ketat akan

cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada Locus of Control

internal dan eksternal yang lebih longgar. Locus of control cenderung

mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi yang lebih cepat dan

mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, Locus of Control

dilaporkan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi dengan pekerjaan

mereka. (Baron dan Greenberg, 1990 dalam Maryanti, 2005). Penelitian

yang dilakukan oleh Patten (2005) menjelaskan bahwa pengaruh

pengendalian atau locus of control terhadap manusia bukan hanya


27

sekedar proses sederhana namun tergantung pada pengendalian itu

sendiri dan pada apakah individu menerima hubungan sebab akibat

antara perilaku yang memerlukan pengendalian.

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh John Salazar (2002)

diketahui bahwa ada pengaruh locus of control terhadap kepuasan kerja.

H2 : Locus of control berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan

kerja di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.

3. Hubungan Pengembangan Karier dengan Kinerja

Pengembangan karier yang mantap sangat penting dalam

meningkatkan produktivitas kerja. Salah satu faktor motivasional dalam

kehidupan berkarya ialah keberhasilan meniti karier, karena seorang

memperoleh kepercayaan menduduki posisi yang lebih tinggi, yang

membuktikan kemampuannya memikul tanggung jawab yang lebih

besar (Siagian, 2003).

Pengembangan karier yang sesuai yaitu pengembangan karier

dilakukan secara fair, pengembangan karier bukan berdasarkan

kedekatan, pengembangan karier bukan berdasarkan menyogok,

pengembangan karier dilakukan berdasarkan kinerja di lapangan,

pegawai berprestasi harus diapresiasi, kinerja di bawah perform layak

diberi sanksi, pengembangan karier tidak pilih kasih akan mendorong

karyawan untuk melalukan usaha lebih besar ketika mengalami kesulitan

dan menyelesaikan tugas sesuai target sehingga kinerja akan meningkat.


28

Penelitian terdahulu oleh Dewi Intan Kumala (2010) diketahui

bahwa ada pengaruh pengembangan karier terhadap kinerja karyawan di

PT Taspen Cabang Malang.

H3 : Pengembangan karier berpengaruh positif signifikan terhadap

kinerja pegawai di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Pati.

4. Hubungan Locus of Control dengan Kinerja

Locus of control internal yang dikemukakan Lee (1990) dalam

Ayudiati (2010) adalah keyakinan seseorang bahwa didalam dirinya

tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli

apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Individu

seperti ini memiliki etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala

macam kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya.

Meskipun ada perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut

relatif kecil dibanding dengan semangat serta keberaniannya, tidak

pernah ingin melarikan diri dari tiap – tiap masalah dalam bekerja

sehingga akan memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan

kinerja. Karyawan yang locus of control baik cenderung mempunyai

level kerja yang lebih tinggi, promosi yang lebih cepat dan mendapatkan

uang yang lebih.


29

Penelitian terdahulu oleh Alvaro Amaral Meneses (2008)

diketahui bahwa ada pengaruh locus of control terhadap kinerja internal

auditor (Penelitian terhadap internal auditor di Jawa Tengah)

H4 : Locus of control berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

pegawai di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.

5. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja

Menurut Strauss dan Syles yang dikutip oleh Handoko

(1985:145) kepuasan penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang

tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan mencapai kematangan

psikologis, pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini

akan sering melamun mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat

lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan

kesibukan yang tidak ada hubungannya dalam pekerjaan. Sedangkan

yang mendapat kepuasan kerja akan berprestasi lebih baik dari karyawan

yang tidak memperoleh kepuasan kerja.

Kepuasan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan akan

menciptakan hasil kerja (output) yang maksimal dalam pencapaian

sasaran kerja dengan mengutamakan, kesempatan dalam mengatasi

berbagai permasalahan dan hubungan antar teman sekerja, bawahan

dengan atasan.

Dengan adanya kepuasan kerja akan meningkatkan kinerja

karyawan, jika didasari selama ini karyawan bekerja dan ia selalu dapat
30

memenuhi segala keperluannya yang ia butuhkan maka akan

mendapatkan suatu kepuasan kerja, sehingga karyawan akan selalu

meningkatkan kinerjanya lebih tinggi lagi.

Penelitian terdahulu oleh Abdulloh (2006) diketahui bahwa ada

pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Kantor

Pelayanan Pajak Semarang Barat.

H5 : Kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja

pegawai di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.


31

Anda mungkin juga menyukai