Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Atas Rahmat dan HidayahNya, kami dapat menyelesaian Pedoman


Penyelenggaraan Program Gizi UPTD Puskesmas Bentot Kabupaten Barito Timur. Pedoman
ini kami susun sebagai salah satu upaya memberikan acuan dan kemudahan dalam
pelaksanaan pelayanan Program Gizi di Puskesmas Bentot kabupaten Barito Timur.

Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi didalam gedung dan diluar
gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung umumnya bersifat individual, dapat berupa
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan pelayanan gizi diluar
gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat dalam bentuk promotif dan
preventif.

Akhirnya perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terimakasih atas bimbingan, bantuan,


kerjasama dan partisipasinya kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan
Pedoman Penyelenggaraan Program Gizi di Puskesmas Bentot.

Nutrisionis

UPTD Puskesmas Bentot


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita
di Indonesia yaitu 19,6 % gizi kurang diantaranya 5,7 % gizi buruk; gizi lebih 11,9 %,
Stanting ( Pendek ) 37,2 %. Data masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
berdasarkan hasil survey nasional tahun 2003 sebesar 11,1 % dan menurut hasil Riskesdes
2013, Anemia pada ibu hamil sebesar 37,1 %

Undang-undang nomor36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan tujuan


perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Mutu gizi
akan tercapai antara lain melalui penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
profesional di semua institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang
penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas baik puskesmas rawat inap maupun puskesmas
non rawat inap. Puskesmas dan jejaringnya harus membina Upaya Kesehatan yang Berbasis
Masyarakat

Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat


pertama. Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi didalam gedung
dan diluar gedung. Pelayanan gizi didalam gedung umumnya bersifat individual, dapat
berupa pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan pelayanan gizi
diluar gedung umumnya pelayanan gizi pada kelompok dan masyarakat dalam bentuk
promotif dan preventif.

Dalam pelaksanaanya pelayanan gizi di Puskesmas Bentot berperan strategis


mendukung peningkatan pencapaian target lintas program dan diharapkan berdampak pada
peningkatan kinerja puskesmas. Kegiatan pelayanan gizi dilakukan sesuai visi puskesmas
yaitu menjadi Puskesmas andalan yang mampu mewujutkan Masyarakat Bentot Hidup Sehat
secara mandiri serta misi yaitu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, sarana dan
prasarana yang lengkap, meningkatnya peran serta masyarakat dan masyarakat berpeilaku
hidup bersih dan sehat. Juga dilakukan dengan membudayakan CAKAP yaitu Cepat dalam
merespon masalah gizi yang muncul, Akurat:dalam menangani masalah gizi, Kualitas:dalam
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, Aman:
dalam memberikan pelayanan tidak menimbulakan resiko terhadap sasaran dan petugas gizi,
Profesional: petugas yang memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi. Pelayanan gizi
yang bermutu dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan gizi
yang bermutu sesuai dengan 4 pilar dalam pedoman Gizi seimbang (PGS).

B. Tujuan
1.Tujuan Umum :
Tersedianya acuan dalam melaksanakan pelayanan gizi di Puskesmas dan jejaringnya.
2.Tujuan Khusus:
a. Tersedianya acuan tentang jenis pelayanan gizi, peran dan fungsi ketenagaan, sarana
dan prasarana di Puskesmas
b. Tersedianya acuan untuk melaksanakanpelayanan gizi yang bermutu di Puskesmas
c. Tersedianya acuan bagi tenaga gizi puskesmas untuk bekerja secara profesional
memberikan pelayanan gizi yang bermutu kepada pasien/ klien di Puskesmas
d. Tersedianya acuan monitoring dan evaluasi pelayanan gizi di puskesmas

C. Sasaran Pedoman
1. Tenaga gizi Puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas
2. Pengelola program kesehatan dan lintas sektor terkait
3. Pengambil kebijakan tingkat Kabupaten

D. Ruang Lingkup
1. Kebijakan Pelayanan gizi di Puskesmas
2. Pelayanan Gizi di dalam gedung
3. Pelayanan gizi di luar gedung
4. Pencatatan dan pelaporan
5. Monitoring dan Evaluasi

E. Batasan Operasional
1. Di dalam Gedung
- Konseling gizi terkait penyakit dan faktor resikonya
- Konseling ASI eklusif
- Konseling Bayi dan Anak
2. Di luar Gedung
- Edukasi Gizi/Penyuluhan
- Edukasi Stunting
- Konseling ASI Eklusif
- Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu
- Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A
- Pengelolaan MP-ASI dan PMT Pemulihan
- Survailans Gizi
- Kerja sama Lintas Sektor dan Lintas Program
Beberapa ketentuan perundang- undangan yang digunakan sebagai dasar
Penyelenggaraan pelayanan gizi di Puskesmas adalah sebagai berikut:
1.Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
2. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang kesehatan
3. Peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang Asi Eklusif
4. Peraturan presiden nomer 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional percepatan
Perbaikan Gizi
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Tenaga Gizi


Berikut ini kualifikasi SDM dan realisasi Tenaga Gizi yang ada di Puskesmas Bentot :

Kegiatan Kualifikasi SDM Realisasi


Pelayanan kesehatan Gizi -Pendidikan minimal Diampu oleh 2 orang
- Dalam gedung DIII Gizi dengan latar belakang
- Luar Gedung -Pendidikan S I Gizi pendidikan DIII Gizi dan S
I Gizi

Penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Gizi dibagi menjadi dalam gedung puskesmas
dan pelayanan kesehatan Gizi Luar gedung. Adapun petugasnya adalah sebagai berikut :

Kegiatan Petugas Unit terkait


Pelayanan kesehatan Gizi -Zahratunnisa, AMG Kepala Puskesmas
- Dalam Gedung -Elisabet UKP
- Luar Gedung Prinahandayati, S.Gz UKM

B. Jadwal Kegiatan
Pengaturan kegiatan program gizi dilakukan bersama oleh para pemegang program
dalam kegiatan lokakarya mini bulanan maupun tiga bulanan/lintas sektor, dengan
persetujuan kepala puskesmas. Jadwal kegiatan program gizi dibuat untuk jangka waktu satu
tahun, dan di break down dalam jadwal kegiatan bulanan dandikoordinasikan pada awal
bulan sebelum pelaksanaan jadwal. Secara keseluruhan jadwal dan perencanaan kegiatan
program gizi di koordinasikan oleh Kepala Puskesmas Bentot.
BAB III

STANDAR FASILITAS

Untuk menunjang tercapainya tujuan kegiatan pelayanan gizi Puskesmas Bentot


memiliki penunjang yang harus dipenuhi
Kegiatan pelayanan kesehatan Gizi Sarana Prasana
- Meja, Kursi
- Alat tulis
- Buku Register, Buku Pencatatan Kegiatan
- Tmbangan Dewasa dan Bayi
Dalam Gedung - Microtoice/ Pengukur tinggi badan
- Leaflet
- Buku panduan gizi
- Leaflet, Materi Penyuluhan
- Tabel Antropometri
- Timbangan : Dacin, Timbanan Injak,
Timbangan bayi
- Microtoice/ Pengukur Tinggi badan
Luar Gedung - meja, Kursi, ATK, dan laporan
- Vit. A, Tablet Fe
- Pita Lila
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN GIZI

A. Lingkup Kegiatan
1. Kegiatan pelayanan gizi dilakukan di dalam gedung, antara lain :
- Konseling Gizi di ruang konsultasi gizi
- Pelayanan MTBS
2. Kegiatan pelayanan gizi luar gedung, antara lain :
- Pelacakan stunting dan SDDITK anak Pra sekolah
- Surveland dan pelacakan gigi buruk dan gizi kurang
- Pembinaan dan penyegaran kader posyandu
- Pembentukan kelas gizi dan edukasi stunting
- Pemberian PMT penyuluhan/pemulihan bagi balita gizi buruk dan gizi kurang
- Distribusi PMT
- Pemantauan status gizi dan kunjungan rumah balita gizi kurang, gizi buruk &
stunting
1. Kegiatan di Dalam Gedung
a. Persiapan Ruangan
b. Pelayanan dengan alur
1) Pasien datang sendiri atau dirujuk dari strukturral Puskesmas ( Pustu, Posbindu
atau sarana kesehatan lain).
2) Pasien mendaftar diloket pendaftaran Puskesmas
Pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan masalah kesehatannya Di
poli umum, Poli KIA, poli Gizi oleh petugas medis atau para medis.
3) Pasien Rawat jalan yang beresiko/ tidak resiko mengalami masalah gizi akan
mendapatkan konseling gizi atas permintaan pasien atau dari tenaga Medis yang
sudah disertai dengan pemeriksaan penunjang ( Laboratorium)
c. Melakukan tindakan yang diperlukan sesuai permasalahan yang dihadapi pasien :
1) Klinik Gizi (Pojok gizi)
2) Konsultasi Gizi
3) Melaksanakan program kesehatan gizi masyarakat dengan sasaran ibu hamil, Ibu
nifas, bayi dan balita
4) Pengukuran LILA ibu hamil
5) Pemberian kapsul VIT A untuk bayi, Balita dan Bufas
6) Perawatan Gizi buruk yang ditemukan
7) Perawatan Gizi stunting
2. Kegiatan di luar gedung
a. Persiapan
Penjadwalan kegiatan penyuluhan, pembinaan kader kesehatan
b. Pelaksanaan
1) Pelacakan stunting dan SDDITK anak Pra Sekolah
2) Surveland dan Pelacakan Gizi Buruk dan Gizi Kurang
3) Pembinaan dan penyegaran kader posyandu
4) Pembentukan Kelas Gizi dan Edukasi Stunting
5) Pemberian PMT penyuluhan/pemulihan bagi balita gizi buruk dan gizi kurang
6) Distribusi PMT

B. Strategi / Metode
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan upaya kesehatan
lingkungan. Ada dua strategi yaitu :
1. Strategi advokasi
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau mendukung
pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada pengambil keputusan dari
berbagai tingkat dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa program
kesehatan yang akan dilaksanakan tersebut sangat penting oleh sebab itu perlu dukungan
kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut. Dukungan dari pejabat pembuat keputusan
dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dana atau fasilitas lain.

2. Strategi kemitraan.

Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila ada dukungan
dari berbagai elemen yang ada di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berasal dari
unsur informal (tokoh agama dan tokoh adat) yang mempunyai pengaruh dimasyarakat.
Tujuannnya adalah agar para tokoh masyarakat menjadi jembatan antara sektor kesehatan
sebagai pelaksana program dengan masyarakat sebagai penerima program kesehatan. Strategi
ini dapat dikatanan sebagai upaya membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan.
Bentuk kegiatan dapat berupa pelatihan tokoh masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan
kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.

C. Langkah Kegiatan
1. Perencanaan ( P1)
Petugas merencanakan kegiatan gizi pada RUK yang bersumber dari dana DAK atau
melalui POA yang bersumber dari dana DAK
2. Penggerakan dan Pelaksanaan (P2)
Pada kegiatan P2 petugas melakukan :
a. Membuat jadwal kegiatan
b. Mengkoordinasikan dengan bendahara
c. Mengkoordinasikan dengan linats program tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
d. Melaksanakan kegiatan.
3. Pengawasan, Pengendalian Penilaian ( P3 )
a. Petugas mencatat hasil kegiatan dan melaporkan hasil kegiatan
b. Petugas menganalisa hasil kegiatan
c. Petugas membuat kajian pencapaian dan menindaklanjuti
Perencanaan logistik adalah merencanakan kebutuhan logistik yang pelaksanannya
dilakukan oleh semua petugas penanggungjawab program kemudian diajukan sesuai dengan
alur yang berlaku di masing-masing organisasi.

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan program gizi direncanakan
dalam pertemuan lokakarya mini lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tahapan
kegiatan dan metode pemberdayaan yang akan dilaksanakan.

Prosedur pengadaan barang dilakukan oleh koordinator program gizi berkoordinasi


dengan petugas pengelola barang dan dibahas dalam pertemuan mini lokakarya Puskesmas
untuk mendapatkan persetujuan Kepala Puskesmas. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kegiatan direncanakan oleh koordinator program gizi berkoordinasi dengan
bendahara puskesmas dan dibahas dalam kegiatan mini lokakarya puskesmas untuk
selanjutnya dibuat perencanaan kegiatan ( POA – Plan Of Action ).
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN

Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi
pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan
karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi sasaran
banyak program kesehatan lainnya.

Penanggung jawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi


resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan.
Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak membuat
perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-
tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak
dari pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.

Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah


menentukan rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko ataudampak
yang mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan resiko
yang mungkin terjadi.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini perlu
dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi resiko atau dampak yang
terjadi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang
berjalan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah berjalan sesuai
dengan perencanaan, apakah ada kesenjangan atau ketidaksesuaian pelaksanaan dengan
perencanaan. sehingga dengan segera dapat direncanakan tindak lanjutnya. Tahap yang
terakhir adalah melakukan Evaluasi kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
tujuan sudah tercapai.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut
Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan hasil kegiatannya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan.

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang
aman, kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan serta penurunan
kesehatan akibat dampak dari pekerjaan yang dilakukan, bagi petugas pelaksana dan petugas
terkait. Keselamatan kerja disini lebih terkait pada perlindungan fisik petugas terhadap resiko
pekerjaan.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah


mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja,
agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.

Seiring dengan kemajuan Ilmu dan Teknologi, khususnya sarana dan prasarana
kesehatan, maka resiko yang dihadapi petugas kesehatan semakin meningkat. Petugas
kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan, untuk
itu`semua petugas kesehatan harus mendapat pelatihan tentang kebersihan, epidemiologi dan
desinfeksi. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi
tubuh yang sehat. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan dengan cara yang benar,
mengelola limbah infeksius dengan benar dan harus menggunakan alat pelindung diri yang
benar.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan
aktifitas pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk menjaga
agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai


berikut:
- Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
- Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
- Ketepatan metoda yang digunakan
- Tercapainya indikator
- Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang
ditemukan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.
BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelaksanaan program gizi ini dibuat untuk memberikan petunjuk dalam
pelaksanaan kegiatanprogram gizi di Puskesmas Bentot penyusunan pedoman disesuaikan
dengan kondisi riil yang ada di puskesmas, tentu saja masih memerlukan inovasi-inovasi
yang sesuai dengan pedoman yang berlaku secara nasional. Perubahan perbaikan,
kesempurnaan masih diperlukan sesuai dengan kebijakan, kesepakatan yang menuju pada
hasil yang optimal.

Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas dalam melaksanakan pelayanan
program gizi di puskesmas agar tidak terjadi penyimpangan atau pengurangan dari kebijakan
yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai