Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menerangkan bagaimana BKKBN sebagai Lembaga pemerintah melakukan reformasi
birokrasi di era digital governance yang dikaji menggunakan konsep Digital Weberianism Bureaucracy (DWB),
secara spesifik yang berlangsung selama pandemi covid-19. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan media
sosial yang didukung oleh wawancara sebagai sumber informasi untuk mengungkap aktor-aktor yang berperan
dalam program rebranding BKKBN. Dengan Pendekatan mix method diharapkan dapat menghasilkan rumusan
strategi optimalisasi rebranding BKKBN. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis interaktif Miles
and Huberman (1994) dan pemetaan aktor dikaji menggunakan pendekatan Social Network Analysis (SNA) dengan
bantuan software Gephi. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan kontribusi bagi para pembuat kebijakan di era
digital governance serta untuk memberikan kontribusi teoritis maupun praktis terkait konsep DWB di era digital.
Hasil penelitian menunjukan rebranding yang telah dilakukan oleh BKKBN merupakan metamorfosa bentuk kerja
birokrasi dari konvensional menjadi digital. terlebih pada masa pandemic covid-19 ini hampir seluruh kerja
BKKBN dilakukan dengan pemanfaatan internet dalam skala masif.
Abstract
This article aims to explain how the BKKBN as a government agency carried out bureaucratic reform in the era of
digital governance which was studied using the concept of Digital Weberianism Bureaucracy (DWB), specifically
that took place during the Covid-19 pandemic. This research was conducted using social media supported by
interviews as a source of information to reveal the actors who played a role in the BKKBN rebranding program.
With the mix method approach, it is expected to produce a strategy for optimizing the BKKBN rebranding strategy.
The data obtained were analyzed using interactive analysis by Miles and Huberman (1994)) and the mapping
of actors was analyzed using the Social Network Analysis (SNA) approach with the help of Gephi software. This
research was conducted to contribute to policy makers in the era of digital governance and to make theoretical
and practical contributions related to the DWB concept in the digital era. The result of this research show that
the rebranding that has been carried out by BKKBN is a metamorphosis of the form of bureaucratic work from
conventional to digital, especially during this Covid-19 pandemic, almost all of the work of the BKKBN is carried
out using the internet on a massive scale. .
71
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
72
Rebranding Sebagai Manifestasi Reformasi Birokrasi Era New Normal:
Perspektif Digital Era Governance
(Yuliatris)
dan remaja calon pasangan usia subur Rebranding, dalam hal ini tidak terbatas pada
yang akan membentuk keluarga dan calon perubahan logo, tagline maupun jingle tetapi
orangtua bagi anak-anaknya, harus memiliki lebih luas dari itu dapat diartikan sebagai
perencanaan dan kesiapan berkeluarga. Oleh perubahan cara kerja dan pola pikir para
karenanya, karena segmentasi utama atau pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.
sasaran utamanya adalah generasi muda yang Penguasaan TIK bagi Aparatur Sipil Negara
secara relatif mereka melek teknologi, maka (ASN) di BKKBN menjadi penting agar
seluruh program-program kerja di BKKBN dapat mengembangakan dirinya sehingga
hendaknya memanfaatkan berbagai platform mampu memberikan layanan terbaik kepada
digital dan secara simultan menciptakan masyarakat.
iklim digital government. Kedua, Rebranding yang dilakukan
Berdasarakan uraian latar belakang BKKBN bertujuan untuk mencapai tujuan
di atas, maka fokus kajian pada artikel ini organisasi sesuai Program Pembangunan
adalah: Pertama, dalam rangka peningkatan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga
layanan menuju SPBE serta adanya Pandemi Berencana (Bangga Kencana). Sumber
Covid-19, birokrasi pemerintahan dipaksa daya manusia yang dimiliki oleh organisasi
untuk dapat bertransformasi dari birokrasi merupakan bagian yang sangat penting
yang sebelumnya bersifat konvensional bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
menjadi birokrasi digital yang memanfaatkan Rebranding yang dilakukan BKKBN
perkembangan TIK. Rebranding yang seyogyanya dipahami dan dimengerti oleh
dilakukan BKKBN merupakan salah seluruh ASN di BKKBN. Berdasarkan studi
satu bagian dari upaya BKKBN untuk awal dari peneliti, maka didapatkan data;
dapat bertransformasi secara evolusioner.
Survei awal ini dilakukan terhadap 80 bagai mitra mulai dari artis/public figure,
ASN yang dengan komposisi responden 40 perguruan tinggi, toko masyarakat, toko
orang ASN fungsional umum, dan 40 orang agama dan bahkan masyarakat. Hal tersebut
ASN fungsional tertentu. Penulis mengambil sejalan dengan misi BKKBN yang keempat
responden secara random untuk mengisi yaitu “Mengembangkan jejaring kemitraan
kuesioner pada setiap unit kerja eselon II dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga
(direktorat/Biro/Inspektorat/Puslitbang). Berencana dan Pembangunan Keluarga”.
Hasil survei menunjukan 70% ASN Kemitraan menurut kamus besar Bahasa
menganggap rebranding yang dilakukan Indonesia adalah kerjasama dengan
BKKBN membawa manfaat bagi program- sahabat, teman maupun kawan kerja
program BKKBN. Namun, keterlibatan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
ASN dalam mensukseskan rebranding Soekidjo Notoatmojo (2003) kemitraan
masih rendah yakni 40%. adalah kerjasama dalam bentuk formal yang
Ketiga, rebranding dalam perjala- terikat kontrak kerja berlandaskan hukum
nanya membuat BKKBN melibatkan ber- yang dijalankan bersama oleh perorangan,
73
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
komunitas atau sebuah institusi untuk untuk menciptakan identitas yang berbeda
mencapai tujuan tertentu. Rebranding dapat untuk sebuah merek, dari pesaingnya, di
berjalan dengan efektif apabila kita mampu pasar. Konsep rebranding sendiri menurut
mengidentifikasi aktor mana yang paling Muzellec & Lambkin (2006) menyatakan
dominan dalam keberhasilan program bahwa proses rebranding adalah suatu proses
tersebut. menciptakan gambaran baru dan posisi baru
Secara teoritis penelitian ini signi- di pikiran konsumen dari suatu brand yang
fikan untuk dilakukan karena menawarkan sudah ada, untuk membangun positioning
pendekatan yang berbeda dari penelitian- yang berbeda di mata konsumen dan pesaing.
penelitian sebelumnya. Penelitian-pene- Penelitian ini dilakukan bertujuan
litian sebelumnya tidak meneliti birokrasi untuk mengkaji bagaimana organisasi
dengan kacamata DWB, tetapi hanya pemerintahan melakukan reformasi birokrasi
meneliti konektivitas antar birokrasi dalam yang menekankan pada adopsi teknologi
kesiapsiagaan menghadapi bencana. dengan menggunakan teori birokrasi
Sementara penelitian ini bertujuan untuk weberian. Birokrasi merupakan sarana yang
meneliti Reformasi Birokrasi BKKBN Dalam paling rasional untuk pelaksanaan organisasi
Era New Normal dengan menggunakan yang efisiens. Ciri utama birokrasi Weberian
Perspektif Digital Weberianism Bureaucracy klasik yang menekankan pada efisiensi,
dan Digital Era Governance dengan objektivitas, dan rasionalitas. Seiring per-
menggunakan metode Social Network jalanan waktu, ternyata birokrasi pun perlu
Analysis (SNA) dengan bantuan software mengalami metamorfosa. Pada titik tertentu,
Gephi. birokrasi pada akhirnya masuk dalam iklim
Penelitian ini diharapkan mampu reformasi. Reformasi birokrasi menjadi isu
memberikan kontribusi formulasi dan penting awal dekade 90-an.
rekomendasi bagi para pengambil kebijakan Komitmen Pemerintah Indonesia
di BKKBN mengenai organisasi yang tentang SPBE tertuang dalam Perpres No.
dipimpinnya sehingga dapat menjadi bahan 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah
pertimbangan untuk menyusun kebijakan Berbasis Elektronik (SPBE). Peraturan
sebagai upaya mereformasi birokrasi tersebut dapat dimaknai sebagai salah satu
dengan menggunakan Perspektif Digital upaya reformasi birokrasi menuju Digital
Weberianism Bureaucracy dan Digital Era Era Government (DEG). Digital Era
Governance. Government (DEG) yang berbasis teknologi
informasi telah muncul sebagai aliran baru
dalam organisasi di public sector, yang
PEMBAHASAN telah menggeser dan mendominasi beberapa
paradigma sebelumnya, termasuk New
Tinjauan Pustaka Public Manajemen (Dunleavy et al., 2006).
Saat dimana trend dunia terus berputar Meningkatnya penerimaan gagasan bahwa
cepat, mungkin sulit untuk mempertahankan dunia masa depan akan semakin banyak
citra modern bagi sebuah brand. Rebranding berhubungan dengan teknologi dan inovasi,
merupakan opsi yang terkadang dilupangan akan tepat untuk mempromosikan prosedur
oleh para pemilik bisnis atau organisasi, digitalisasi dan layanan pemerintah yang
oleh karenanya tidak heran jika tiba-tiba seharusnya memberikan pengurangan
mendengar sebuah brand besar/terkenal tiba- yang signifikan dalam biaya operasi
tiba gulung tikar atau kolaps. Rebranding karena manajemen yang otomatis di mana
adalah proses mengubah citra perusahaan aliran informasi yang terus menerus dan
dari suatu organisasi. Ini adalah strategi konstan antara manajemen dan populasi,
pasar memberikan nama baru, simbol, atau menghasilkan transparansi yang lebih besar
perubahan desain untuk merek yang sudah (Llc et al., 2020). Konsepsi SPBE ini pada
mapan. Ide di balik rebranding adalah gilirannya adalah sebuah momentum yang
74
Rebranding Sebagai Manifestasi Reformasi Birokrasi Era New Normal:
Perspektif Digital Era Governance
(Yuliatris)
75
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
et al., (2016) dan Gao & Tan (2020). Digital mendominasi kontennya (Schroeder, 2015).
Era Government (DEG) yang berbasis Sementara Gao & Tan (2020) yang mengkaji
teknologi informasi telah muncul sebagai hubungan negara dan masyarakat di era
aliran baru dalam organisasi di sector public, digital China serta gambaran hubungan
yang telah menggeser dan mendominasi pemerintah pusat dengan pemerintah
beberapa paradigma sebelumnya, termasuk provinsi yang dibangun dengan sistem
New Public Manajemen (NPM) (Dunleavy administrasi gaya Weberian yang didukung
et al., 2006). Pendekatan Weberian dapat dengan teknologi digital menemukan bahwa
mengetahui tentang peran teknologi dalam partisipasi warga secara online berfungsi
masyarakat dari perspektif perbandingan- sebagai alat informasi bagi otoritas tingkat
historis dan tidak hanya fokus pada sarana yang lebih tinggi untuk memastikan
dan kemampuan untuk menggunakan implementasi kebijakan yang efektif dari
Internet tetapi jangkauannya dan siapa yang atas ke bawah.
76
Rebranding Sebagai Manifestasi Reformasi Birokrasi Era New Normal:
Perspektif Digital Era Governance
(Yuliatris)
dilapangan untuk memperkaya teori yang birokrasi. DWB dalam hal ini berprinsip
sudah ada. pada pengoptimalisasian aspek efisiensi,
Populasi dalam penelitian ini objektivitas, dan rasionalitas.
adalah seluruh pihak-pihak yang terkait Menurut Muellerleile & Robertson
dalam proses rebranding BKKBN baik (2018) Era digital ditandai dengan beberapa
secara langsung maupun tidak langsung. perubahan dari modern birokrasi menjadi
Sampelnya adalah pihak-pihak yang secara digital birokrasi diantaranya “pergerakan
aktif terlibat dalam proses rebranding kertas” berubah menjadi “pergerakan data”;
BKKBN. Untuk mengelaborasi dan bentuk baru infrastruktur digital codes,
mengeksplorasi peran aktor yang telah algorithms, platforms; dan adanya jejak
dikonfirmasi, maka dilakukan wawancara digital yang menggantikan arsip, serta
jarak jauh untuk mengetahui sejauh mana para pakar yang digantikan dengan data
perannya. Responden dipilih berdasarkan scientists.
purposive sampling dengan mengacu pada Melalui siaran pers nya No. RILIS/155/
tujuan penelitian. B4/BKKBN/XII/2019 tanggal 21 Desember
Untuk menjawab tujuan riset maka 2019 BKKBN menyadari betul arti dan
dilakukan pengumpulan datan melalui peran generasi muda/milenial didalam
wawancara, studi literatur (dari laporan, menunjang seluruh agenda besar reformasi
arsip, jurnal, dan sebagainya), serta observasi birokrasi. Milenial dipersepsikan sebagai
partisipan, karena peneliti terlibat langsung generasi yang akrab dan banyak mendapat
dalam fokus penelitian yang dimaksud. pengaruh dari penggunaan gadget dan
Data yang telah terkumpul dianalisis secara internet, tanpa mengacu secara spesifik pada
kualitatif. Selain itu, penelitian ini juga kelompok umur tertentu. “anak jaman now”
menggunakan pendekatan social network atau “yang kekinian” menjadi julukan yang
analysis untuk menjawab peran serta/ cukup umum melekat padanya. Dari segi
keterlibatan aktor dalam kegiatan rebranding, usia, lebih banyak menganggap kelompok
dimana visualisasi jaringan dimodelkan milenial sebagai generasi muda yang
dengan menggunakan software Gephi untuk berusia sekolah hingga berumur 25 tahun.
mengidentifikasi aktor yang berpengaruh Namun pada kelompok umur remaja sampai
atau memilki nilai interaksi yang tinggi di umur 40 tahunan, selama masih terhubung
dalam jaringan. Data yang digunakan dalam dengan gadget & teknologi informasi, masih
penelitian ini merupakan data sekunder yang dianggap sebagai bagian dari milenial. Pola
berupa dokumen-dokumen yang terkait komunikasi milenial sangat tergantung
dengan pelaksanaan kegiatan rebranding dengan penggunaan internet dan smartphone
Pengumpulan dokumen terkait penelitian yang sangat kuat dan mengandalkan
ini juga akan dilakukan untuk dianalisis dan informasi dan interaksinya lewat media
dielaborasi dengan teori yang digunakan tersebut, hal ini tentu sejalan dengan gagasan
dalam penelitian ini. Muellerleile & Robertson (2018).
Saat ini BKKBN berusaha untuk
Hasil Analisis Dan Pembahasan melakukan berbagai terobosan guna
Fenomema digitaliasi dalam dunia “kembali” memperkenalkan eksistensi
birokrasi tentu sangat menarik jika BKKBN. Sedikit generasi muda yang
kita analisis menggunakan perspektif mengenal BKKBN, tidak merasakan
Digital Weberianism Bureaucracy (DWB) BKKBN itu sesuatu yang “terhubung”
yang diperkenalkan oleh Muellerleile dengan mereka. Sedikit yang tahu BKKBN
& Robertson (2018). Konsep DWB, dan awareness hanya sebatas pada soal
merupakan pengembangan lebih lanjut KB atau pernah mendengar tentang “2
dari teori klasik birokrasi Weberian. DWB anak cukup”. Rebranding pada gilirannya
memiliki penekanan pada digitalisasi dipandang sebagai sebuah cara ampuh
dalam segala aspek pelaksanaan roda untuk membangkitkan kejayaan BKKBN.
77
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
78
Rebranding Sebagai Manifestasi Reformasi Birokrasi Era New Normal:
Perspektif Digital Era Governance
(Yuliatris)
Political
Bureaucratic Means of Digital
Economic
Principle Manifestation/Transformation
Discourse
Austerity,
Routinization,
Efficiency Sustainability,
Financialization, Accountability,
(of means to ends) Logistics,
Smart City
Competition
Big Data,
Objectivity
Transparency, Big Data, Openness,
(procedural neutrality,
Accountability, Crowdsourcing, Algorithm,
autonomy from
Evidencebased Quantification
“politics”)
Policy
79
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
80
Rebranding Sebagai Manifestasi Reformasi Birokrasi Era New Normal:
Perspektif Digital Era Governance
(Yuliatris)
81
Civil Service VOL. 15, No.1, Juni 2021 : 71 - 82
Llc, C., Noticias, C. E., & Nov, M. M. (2020). Sedarmayanti. (2009). Reformasi Administrasi
The pandemic helped overcome digital Publik, Reformasi Birokrasi, dan
bureaucracy. 1–4. Kepemimpinan Masa Depan. Refika
Meilani, N. L., & Hardjosoekarto, S. (2020). Aditama.
Digital weberianism bureaucracy: Styhre,A. (2007).The Innovative Bureaucracy.
Alertness and disaster risk reduction In The Innovative Bureaucracy. https://
(DRR) related to the Sunda Strait doi.org/10.4324/9780203964330
volcanic tsunami. International Tassabehji, R., Hackney, R., & Popovič,
Journal of Disaster Risk Reduction, A. (2016). Emergent digital era
51(September), 101898. https://doi. governance: Enacting the role of
org/10.1016/j.ijdrr.2020.101898 the “institutional entrepreneur” in
Miles Matthew B and Huberman A. Michael. transformational change. Government
(1994). Qualitative Data Analysis. In Information Quarterly, 33(2),
CEUR Workshop Proceedings (Vol. 223–236. https://doi.org/10.1016/j.
1304, pp. 89–92). giq.2016.04.003
Muellerleile, C., & Robertson, S. L. (2018). Yang, L and Zhang, M. (2017). The research
Digital Weberianism: Bureaucracy, of organization optimization and
Information, and the Techno- overall control mechanism in multi-
rationality of Neoliberal Capitalism. projects network. Cluster Computing,
Indiana Journal of Global Legal 20(2), 1411–1423. https://doi.
Studies, 25(1), 187. https://doi. org/10.1007/s10586-017-0856-x
org/10.2979/indjglolegstu.25.1.0187 Zhang, X. (2020). State Structure, Societal
Muzellec, L., & Lambkin, M. (2006). Organisation, and Technology Policy: A
Corporate rebranding: Destroying, Comparison of Three Asian Countries.
transferring or creating brand equity? Journal of Development Studies, 56(1),
European Journal of Marketing, 1–25. https://doi.org/10.1080/0022038
40(7–8), 803–824. https://doi. 8.2018.1563684
org/10.1108/03090560610670007
Notoatmodjo, S. (2003). Pengembangan
Sumber Daya Manusia. PT. Rineka
Cipta.
Osborne, S. P. (2010). The (New) Public
Governance : a suitable case
for treatment ? 1. 1–16. https://
ebookcentral.proquest.com
Ray, L., Reed, M., Ray, L., & Reed, M.
(1994). Organizing modernity : New
weberian perspectives on work,
organization and society. ProQuest
Ebook Central. https://doi.org/https://
ebookcentral.proquest.com
Schroeder, R. (2015). A weberian analysis
of global digital divides. International
Journal of Communication, 9(1),
2819–2837.
Scott, J. (2011). Social network analysis:
developments, advances, and prospects.
SOCNET 1. https://remote-lib.ui.ac.
id:2116/10.1007/s13278-010-0012-6
82