Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN DIGITAL GOVERNMENT DI DESA LEGOKHUNI KABUPATEN

PURWAKARTA JAWA BARAT


Thoriq Viza Kamaly1, Muhammad Tazki2, Ahmad Fauzi3, Deden Najmudin4.
Administrasi Publik, Universitas Islam Negeri Bandung, thoriqzamaly22@gmail.com
1
2
Administrasi Publik, Universitas Islam Negeri Bandung, tazkyalamuddin616@gmail.com
3
Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Bandung, fauziasfiya8@gmail.com
4
Dosen Pembimbing Lapangan, Universitas Islam Negeri Bandung, Deden.najmudin@uinsgd.ac.id

Abstrak
Konsep dari adanya Digital-Government sebagai salah satu pemanfaatan dalam pemerintah
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan
pemerintah terhadap informasi menyertakan akses yang lebih simpel dalam memanfaatkan
teknologi baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan Digital
Government di Desa Legokhuni, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat seperti upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik di era 4.0. Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan deskriptif kualitatif, dengan pengumpulan data dan teknik yang digunakan
adalah observasi, wawancara langsung, dan studi literatur termasuk regulasi terkait, konten
media informasi terkait fokus, dan riset masalah juga merujuk pada metode Kuliah Kerja
Nyata Sisdamas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan digital di Desa Legokhuni
adalah masih dalam tahap katalogisasi, dimana tahap ini merupakan hubungan komunikasi
yang dibangun oleh pemerintah dengan masyarakat secara satu arah sebagai proses Digital
Government. Dalam bentuk digital semua gambaran pengumuman informasi diposting.
Artikel penelitian ini menyimpulkan bahwa Desa Legokhuni dalam implementasi digital
government memperhatikan kesiapan pemerintah faktor, termasuk kesiapan sumber daya,
kesiapan TI, kesiapan kognitif, kesiapan inovasi, kesiapan kemitraan, kesiapan budaya, dan
kesiapan struktural.
Kata Kunci : Pemerintahan Daerah, Digital Government, Pelayanan Publik, Desa Digital

Pendahuluan
Penggunaan teknologi dan informasi telah menjadi kebutuhan bagi setiap individu, orang
bisnis, pendidikan dunia dan pemerintah. Hal ini mendorong pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi untuk berkembang dengan sangat cepat. Pendistribusian informasi dan data tidak
mengenal batas waktu, tempat, wilayah dan negara. Semua dapat diakses secara online tanpa dinding
pemisah dan dapat dilakukan oleh semua orang selama mereka terhubung ke internet.
Dari perspektif manajemen publik, Digital Government adalah penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan aktivitas organisasi sektor publik (Irawati &
Munajat, 2018). Penggunaan TIK dalam pemerintahan sebagai konsep digital pemerintah hadir untuk
membantu pemerintah mengoptimalkan kinerja penyampaian layanan secara efektif dan efisien.
Salah satu cara pemerintah memanfaatkan teknologi baru adalah dengan membuat informasi dan
layanan pemerintah lebih mudah diakses oleh publik dan meningkatkan kualitas layanan yang
diberikan (undangar & Solomon, 2020). Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di
Indonesia memberikan peluang bagi pemerintah untuk melakukan inovasi pengembangan perangkat
pemerintah melalui penerapan sistem ini.
Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau Government, lembaga eksekutif
pemerintahan yang memanfaatkan TIK untuk melayani instansi pemerintah, pegawai negeri sipil
nasional, pengusaha, masyarakat dan pihak lain (Perpres No. 95 Tahun 2018). SPBE memberikan
kesempatan untuk mendorong dan memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka,
partisipatif, inovatif dan akuntabel, meningkatkan kerjasama antar instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan urusan dan amanat pemerintahan untuk mencapai tujuan yang sama, meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan publik, serta mencakup masyarakat yang lebih luas. Mengurangi
tingkat penyalahgunaan kekuasaan. Melalui penerapan sistem pengaduan dan pemantauan
masyarakat berbasis elektronik, hal ini terwujud dalam bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Pemerintah setempat menggunakan teknologi digital untuk mengadaptasi struktur organisasi
dan proses yang mendasari pengiriman layanan publik (Pittaway & Montazemi, 2020). Pemerintah
gubernur West Java menerbitkan program layanan DIGITAL pada tahun 2019 yang mencakup
program bendera "desa DIGITAL ", program pemberdayaan dan perbaikan standar hidup masyarakat
pedesaan melalui literatur, IoT, dan berbagai inovasi DIGITAL. Desa Digital bertujuan untuk
menciptakan desa independen Digital di jawa barat sehingga dapat meningkatkan standar hidup
masyarakat. Program desa pintar adalah salah satu inovasi yang diprakarsai oleh departemen
komunikasi dan informasi (Diskominfo) dari indekregensi purwakensi untuk terus berinovasi untuk
beradaptasi dengan percepatan teknologi komunikasi saat ini. Lembaga pemeringkat internasional
internasional indonesia TBK bii berhasil membukukan laba bersih sebesar 7,6 miliar atau 7,6 triliun.
Karena, menurut dia, di era digital ini, daerah desa harus buta internet. Tujuan program ini adalah
untuk membuat segala sesuatu tentang keuntungan dan produktivitas masyarakat pedesaan terlihat
oleh masyarakat yang lebih luas melalui dunia maya. Jadi, produk unggul ini dapat dipublikasikan
secara luas. Situs web indonesia, adalah layanan berbasis digital yang ditujukan untuk semua desa di
jakarta Purwakarta. Situs web khusus ini adalah jendela desa untuk mengembangkan peluang
pembangunan ekonomi melalui digitalisasi, yang di masa depan akan berfokus pada memfasilitasi
desa-desa untuk memperkenalkan produk unggul dari masyarakat di desa. Ini termasuk, antara lain,
untuk meningkatkan informasi tentang desa. Namun, yang lebih penting adalah membuka
kesempatan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan.
Desa Legokhuni merupakan salah satu desa yang terletak di distrik Wanayasa, provinsi
jakarta Purwakarta, jawa barat. Mata pencaharian rata-rata penduduk adalah petani. Desa ini
memiliki produk unggul, yaitu simping dan semprong. Dengan total area 145 hektar, memiliki
populasi 2.701 orang dibagi menjadi 3 dusun, 10 RT dan 3 RW. Di tahun 2019 Pemerintahan Daerah
Kabupaten Purwakarta menerbitkan wacana pembuatan website desaku untuk mewujudkan tata
Kelola yang lebih baik, namun sampai saat ini penduduk Desa Legohkuni Khususnya kesulitan
dalam mengikuti perkembangan informasi desanya, kesulitan berkomunikasi dengan perangkat desa
dan juga kesulitan mendapatkan pelayanan publik. kesulitan berkomunikasi dengan perangkat desa
dan juga kesulitan mendapatkan pelayanan publik. Atas dasar itu maka website Desaku di alamat
Webdesa Kab. Purwakarta (legokhuni.desa.id)) telah dionlinekan secara resmi pada tanggal 24
Februari 2021.
Situs web Desaku dibangun untuk menyampaikan informasi desa, mempromosikan potensi
regional, dan menyediakan interaksi yang mudah dan layanan administrasi antara pemerintah lokal
dan masyarakat menuju tata kelola yang baik. Harapannya adalah bahwa dengan situs web ini,
orang-orang yang berada di luar kota dan luar negeri dapat memantau perkembangan dan kondisi
desa mereka dari informasi yang disajikan, agenda acara desa, dapat berinteraksi dengan desa
melalui obrolan daring dan juga dengan mudah mendapatkan layanan publik lainnya. Tata kelola
yang baik di Indonesia telah diluncurkan sejak masuknya era reformasi.
Pada tahun 1998, sejak saat itu paradigma dalam sistem pemerintah indonesia telah lahir,
yaitu untuk meningkatkan layanan dan partisipasi masyarakat dalam kemajuan bangsa dan negara.
Paradigma ini di Indonesia disebut tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik dalam realisasi yang
berhubungan dengan akuntabilitas publik dan transparansi memerlukan kebijakan yang diarahkan
menuju perubahan sistem.
Penggunaan layanan pemerintah digital secara aktual akan sangat menentukan tingkat
keberhasilan inisiatif tata kelola digital (Layne & A, 2001). Dengan demikian, mengembangkan
layanan tata kelola digital yang baik secara teknis penting, tetapi mencapai penggunaan warga negara
dalam tingkat yang tinggi juga sama pentingnya. Model kematangan pemerintahan digital ini
menggambarkan sejauh mana transformasi pelayanan publik dalam konsep pemerintah digital telah
dilaksanakan atau pada tahap apa. Model ini akan menjelaskan sejauh mana tata kelola digital
diimplementasikan antara pemerintah dan masyarakat.
Adanya transformasi digital menuntut organisasi pemerintah dan masyarakat untuk mau
mengikuti proses perubahan yang dibawa oleh digitalisasi. Dalam konteks ini, konsep "kesiapan"
atau "kesiapan digital" menjadi faktor yang sangat penting. Penerapan tata kelola digital di tingkat
pemerintah pusat dan daerah memerlukan beberapa persiapan dalam proses implementasinya.
Kesiapan digital ini digunakan untuk mendorong implementasi aplikasi digital sebaik mungkin di
tingkat desa. Kehadiran kesiapan digital dalam suatu organisasi mengacu pada persepsi Lokuge
tentang kesiapan digital suatu organisasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian
ini. Untuk menilai kesiapan suatu organisasi dalam proses digitalisasi dapat dilihat beberapa faktor
(Lokuge et al., 2019), yaitu:
1. Resource Readiness, Kesiapan sumber daya Kesiapan sumber daya digunakan untuk
menekankan fleksibilitas, dan organisasi harus mengalokasikan kembali sumber daya untuk
memfasilitasi tuntutan digital. Kesiapan sumber daya didefinisikan sebagai fleksibilitas
kumpulan sumber daya keuangan, teknis, dan manusia yang membentuk dasar untuk
memungkinkan inovasi digital. Intinya di sini adalah fleksibilitas daripada kegunaan. Tiga
langkah yang diambil dari penyiapan sumber daya ini antara lain: sumber daya keuangan
yang fleksibel, sumber daya manusia yang fleksibel, dan sumber daya infrastruktur.
2. IT Readiness, didefinisikan sebagai kekuatan untuk inovasi digital. Tiga langkah
dikembangkan untuk mengukur kesiapan TI, menggunakan stabilitas sistem, ketersediaan
teknologi digital, dan stabilitas infrastruktur.
3. Cognitive Readiness, Kesiapan kognitif didefinisikan sebagai kekuatan basis pengetahuan
dalam suatu organisasi untuk memfasilitasi digitalisasi. Menggunakan alat yang cocok untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan beradaptasi karyawan, tiga ukuran
dikembangkan untuk mengukur kesiapan kognitif.
4. Patnership Readiness, kesiapan kolaboratif didefinisikan sebagai hubungan pemangku
kepentingan eksternal dengan inovasi digital organisasi, dan terkait dengan tiga jenis
kemitraan yang diperlukan untuk inovasi digital. Kesiapan kemitraan mencakup tiga ukuran:
kesiapan hubungan vendor TI dengan konsultan manajemen dan kesiapan untuk bermitra
dengan pelanggan atau pemasok.
5. Innovation valance, Konsep harga inovasi diadaptasi dari konsep perubahan harga.
InnovationNet mengukur antusiasme pemangku kepentingan terhadap inovasi digital. Ini
berkaitan dengan sikap karyawan, motivasi dan pemberdayaan terhadap inovasi digital. Tiga
metrik dikembangkan untuk mengukur perubahan nilai sikap dan pemberdayaan karyawan.
6. Culture readiness, Kesiapan budaya didefinisikan sebagai kekuatan nilai inti organisasi yang
mengedepankan inovasi digital. Budaya organisasi disorot sebagai faktor penting dalam
setiap inovasi. Tiga ukuran digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang budaya: ide
bersama di tempat kerja yang terhubung, budaya pengambilan keputusan yang
terdesentralisasi, dan penghindaran risiko.
7. Strategic Readiness, Kesiapan strategis didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas
manajemen yang dilakukan organisasi untuk mempromosikan inovasi digital. Persiapan
strategis memberikan pengetahuan untuk mengkomunikasikan rencana aksi dan
mengembangkan pedoman kepatuhan inovasi digital. Tiga ukuran dikembangkan dan
dimasukkan ke dalam model apriori: komunikasi yang bertujuan, relevan, dan strategis.

Metode Pengabdian
Dalam mejalankan pengabdian ini serta memberdayakan masyarakat khususnya di bidang
teknologi informasi, maka dalam artikel ini kami akan membahas penggunaan layanan informasi
melalui web yang di sediakan oleh perangkat pemerintahan di era digital. Adapun data yang
diperoleh untuk penyusunan artikel ini berasal dari studi literatur dan wawancara dengan aparatur
desa legokhuni.

Hasil dan Pembahasan


Memahami transformasi digital di Desa Legokhuni, distrik Wanayasa, persyaratan Purwakarta
dengan memperhatikan tiga elemen penting. Pertama, jelaskan bahwa sebagai bentuk upaya yang
dibuat tujuan untuk menyediakan layanan yang lebih efektif dan efisien. Konsep ini dikenal sebagai
pemerintah digital, desa Legokhuni telah mengupayakan proses layanan yang mudah, efektif dan
efisien yang diberikan kepada masyarakat, idealnya website desa harus mampu menyediakan layanan
yang sebelumnya harus selalu datang ke kantor desa, sekarang beberapa layanan berbasis digital
harus mampu menyediakan kenyamanan bagi masyarakat. Masyarakat dalam proses pelayanan
dengan tidak harus datang ke kantor desa. Beberapa layanan yang disediakan mencakup SKCK,
SKTM, informasi bisnis, domisili warga, pindah dan keluar sebagai warga negara. Tidak hanya itu,
beberapa informasi yang disediakan oleh Desa Legokhuni telah melalui situs Web Webdesa Kab.
Purwakarta (legokhuni.desa.id), sehingga desa dengan Web-desa orang-orang akan selalu
mendapatkan informasi yang diperbarui di mana pun dan kapanpun.
Elemen kedua menekankan adanya sebuah budaya baru atau perubahan budaya lama melalui
digitalisasi, Desa Legukhuni sudah mengubah struktur dan budaya organisasi lama dengan
menyesuaikan tuntutan era 4.0. Misalnya, agenda musyawarah yang menjadi rutinitas
penyelenggaraan pemerintah sebagian dilakukan secara virtual, koordinasi RT dan RW di
lingkungan Desa sudah melalui WA Group. Ketiga, adanya trasnformasi digital di Desa Legokhuni
menggeser paradigma baru dimana peran pemerintahan menjembatani kepentingan masyarakat dan
pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta.
Dalam membangun paradigma ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangannya,
termasuk faktor-faktor organisasi (visi, kepemimpinan, dukungan manajemen atas, dan budaya
organisasi). Sementara faktor pengguna kedua adalah pengguna (kemampuan, pelatihan dan
kesadaran) (Watrianthos et al., 2019). Keberadaan situs web Desaku di samping menjadi media
informasi desa, juga merupakan perantara untuk kepentingan masyarakat yang diintegrasikan dengan
beberapa pihak, baik pemerintah maupun sektor swasta. Kolaborasi yang dibangun desa itu sudah
pada tahap implementasi, tetapi masih ada beberapa hambatan yang harus dihadapi. Budaya
organisasi masih perlu beradaptasi melalui pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam
menanggapi banyak tuntutan dalam transformasi digital. Pejabat desa belum menciptakan tata kelola
yang berbasis digital, hal ini karena masih ada banyak sumber daya manusia yang tidak memahami
pola kerja baru.
Untuk melakukan inovasi digital penting sekali mengetahui kesiapan Desa sebagai
penyelenggara pemerintahan. Dalam hal ini perlu dilihat seberapa siap Desa Legohkuni mengikuti
tuntutan perubahan sebagai bentuk konsekuensi dari digitalisasi. Adapun faktor yang mempengaruhi
kesiapan inovasi digital sebagai berikut:
1. Resource Readiness, dibalik teknologi yang sekarang cukup baik dan cukup pesat
kemajuannya dirasanya kurang cukup kalau sumber daya manusianya yang tidak
mendukung. Dari hasil wawancara ternyata sumber daya manusia di Desa Legokhuni kurang
baik karena kesiapan dari aparat desa yang mengeti dengan teknologi dirasa kurang apalagi
tidak ada operator yang ditugaskan secara khusus untuk mengaplikasikan situs web yang
tersedia tetapi dibalik itu teknologi yang ada dan fasilitas di desa legokhuni pun cukup
memadai dan siap membentuk desa berbasis digital. Oleh karena itu untuk membuat inovasi
dan pemahaman tentang digitalisasi ini cukup lambat dalam proses perkembangannya.
2. IT Readiness, desa legokhuni tentang kesiapan teknologi ini sudah cukup terrealisasikan
dengan adanya situs web yang dibuat oleh Desa Legokhuni yang nantinya digunakan bagi
pelayanan pemerintahan Desa Legokhuni yang memberikan kemudahan bagi masyarakatnya.
Tetapi dibalik sudah adanya web yang dibuat sayangnya di Desa Legokhuni tersebut
terhalangi oleh kesediannya jaringan internet karena Sebagian daerah tidak mendapatkan
jaringan internet yang cukup baik dan hanya Sebagian provider saja yang bisa
menjangkaunya. Akan lebih baik lagi ketersediaan wifi atau kabel telephone yang disediakan
dan di programkan di Desa Legohuni tersebut.
3. Cognitive Readiness, Kesiapan kognitif sangat penting karena ini memiliki pengaruh besar
pada proses digitalisasi di Desa Legokhuni ini dan teryata pengetahuan aparat Desa
Legokhuni ini tentang digital cukup baik dan siap untuk memberi pemahaman dan
pengetahuan yang nantinya bisa memberi pemahaman ke masyarakat setempat tetapi di balik
pemahaman aparat desa yang cukup baik terhadap ilmu teknologi nampaknya belum
diaplikasikan sepenuhnya kepada instrument pemerintahan mengingat belum terstrukturnya
dan pengelolaan situs web yang ada di desa kurang baik bahkan cukup buruk, mungkin
karena anggota aparat desa yang terbatas serta penugasan pengelolaan tentang situs web yang
belum terarah.
4. Partnership Readiness, pada kesiapan kemitraan ini sangat mempengaruhi bagi Desa
Legohuni dan sangat berdampak positif, dimana Desa Legokhuni harus bekerja sama dengan
pihak terkait yang berbasis teknologi yang nantinya akan mewadahi Desa Legokhuni dalam
mengembangkan dan penerapannya. Serta pemerintah purwakarta harus mendukung
kebijakan ini dengan masuknya pihak ketiga ke sektor ini maka telkomsel merupakan
perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk kemajuan teknologi dan
pemahaman tentang ilmu teknologi.
5. Innovation valance, Desa Legokhuni yang mencanangkan untuk berinovasi digital mampu
memberikan feedback bagi pengguna digital dan berdampak positif bagi masyarakat yang
berkepentingan dimana yang tadinya masyarakat Desa Legokhuni buta akan teknologi
sekarang mulai melek dengan adanya kemajuan teknologi ini. Dan Kerjasama dengan pihak-
pihak terkait dengan beberapa pihak memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi
pembangunan Desa Legokhuni sendiri.
6. Culture readiness, Kesiapan budaya kerja Desa Legokhuni untuk menerapkan inovasi digital
masih pada tahap sosialisasi, di mana peran masyarakat masih tidak terlihat dalam
beradaptasi untuk layanan digitalisasi. Ini karena Desa Legokhuni belum sepenuhnya
melaksanakan program Transformasi digital secara optimal. Tahap sosialisasi masih terbatas
pada pengenalan bahwa Desa Legokhuni akan menjalankan layanan berbasis online dan
menginformasikan keberadaan situs web ketika ada asosiasi RT atau RW. Secara khusus,
pemerintah desa belum melaksanakan sosialisasi khusus bahkan untuk bimbingan teknis atau
pedoman lebih lanjut untuk menggunakan situs web. Inilah alasan Desa Legokhuni tidak siap
dalam waktu dekat karena beberapa layanan masih tidak bisa dilakukan secara online. Tata
kelola digital harus melibatkan semua aparat desa, tetapi tidak semua aparat desa mampu
beradaptasi. Untuk alasan ini, pelatihan dan bimbingan teknis perlu dilakukan untuk
menciptakan budaya kerja yang siap menerapkan inovasi digital.
7. Strategic Readiness, pada kesiapan strategi digitalisasi Desa Legohuni ini masih dalam proses
pengembangan dan kesipan Desa Legokhuni pun belum maksimal karena acuan kebijakan
untuk mengimplementasikan tentang digitalisasi ini masih berorientasi pada kebijakan yang
di canangkan oleh pemerintah kabupaten purwakarta.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di Desa Legokhuni tentang Digital Government
Desa Legokhuni sendiri masih dalam tahap pengembangan karena ada beberapa faktor pendukung
untuk mewujudkan Digital Government tersebut dengan ketersediannya teknologi yang ada di kantor
pemerintahan dan masyarakatpun mendukung dengan proses digitalisasi tersebut, tetapi ada faktor
yang menghambat dari proses digitaliasasi tersebut ialah terbatasanya aparat pemerintah terhadap
pengaplikasian web yang tersedia serta kurangnya sumberdaya manusia yang paham akan IT selain
itu terbatasnya jaringan internet yang tidak merata di seluruh Desa Legohini.

Referensi
Ahmad, M. (2020). Senantias. Implementasi Transformasi Digital Kementerian Agraria Untuk
Peningkatan Pelayanan Publik, 1–10.
Akbar, M. F., Jaya, F. H., & Putubasai, E. (2019). Implementasi Website Desa Dalam Pemberian
Pelayanan Informasi Pembangunan (Studi Pada Desa Hanura Kecamatan Teluk Pondan
Kabupaten Pesawaran). Jurnal Teknologi Dan Komunikasi Pemerintahan, 1(1), 42–51.
Anggita Doramia Lumbanraja. (2020). Urgensi Transformasi Pelayanan Publik Melalui E-
Government Pada New Normal Dan Reformasi Regulasi Birokrasi. Administrative Law &
Governance Journal, 3(2), 1–12.
Creswell W.John. (2019). Reasearch Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatid Dan
Campuran (Iv). Sage.
Gil-Garcia, J. R., & Flores-Zúñiga, M. Á. (2020). Towards A Comprehensive Understanding Of
Digital Government Success: Integrating Implementation And Adoption Factors. Government
Information Quarterly, 27(4), 1–15.
Hadi Krisnho, Listiano, A., & Taqwa Sihidi Irahad. (2020). Inovasi Dialogis: Menuju Transformasi
Pelayanan Publik Yang Partisipatif (Kajian Sistem Pelayanan Malang Online). Journal Of
Government And Civil Society, 4(1), 114–129.
Hadiono, K., & Chandra, R. (2020). Menyongsong Transformasi Digital (Pp. 81–85). Proceeding
Sendiu.
Ian Mcloughlin, Wilson, R., & Mike Martin. (2013). Digital Government At Work A Social
Informatics Perspective (1st Ed.). Oxford University Press.
Irawati, I., & Munajat, E. (2018). Electronic Government Assessment In West Java Province,
Indonesia Ira. Journal Of Theoretical And Applied Information Technology, 96(2), 1–17.
Layne, K., & A, J. L. (2001). Developing Fully Functional E-Government: A Four Stage Model.
Government Information Quarterly, 18(1), 1–15.
Padjadjaran, U. (2018). Menguatkan Desa Dengan Teknologi Digital.
Https://Www.Unpad.Ac.Id/2018/09/Menguatkan-Desa-Dengan-Teknologi-Digital/.
Peraturan Presiden Nomor 95, 1010 (2018).
Pinggar, H., & Salomo, R. V. (2020). Readiness Of Digitalization Services For Electronic Based
Government Systems In Agency For The Assessment And Application Of Technology
(Bppt). Jurnal Ilmu Administrasi Negara Dan Ilmu Komunikasi Restorika, 6(1), 1–13.
Rokhman, A., & Bahtaruddin. (2019). Model Keberlanjutan Desa Digital Berbasis Kompetensi
Sumber Daya Manusia (Sdm) Di Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas.
Pengembangan Sumber Daya Perdesaan Dan Kearifan Lokal Berkelanjutan Ix, 1–7.
Watrianthos, R., Nasution, A. P., & Saifullah, M. (2019). Model E-Government Pemerintahan Desa.
Majalah Ilmiah Unikom, 17(1).

Anda mungkin juga menyukai