Anda di halaman 1dari 139

DAFTAR PUSTAKA

Fitrianti, R., dkk. 2012. Ekonomi Kreatif. Jakarta. Universitas Indonesia


(UIPress).

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi I. Jakarta: PT Rineka Cipta.


---------------------. 2009. Pengantar Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Muka, Ketut, I Made Berata. 2009. Gerabah Bayumelek Satu Tinjauan Budaya.
Denpasar: Fakultas Seni Rupa dan Desain Jurusan Kriya Seni Institut
Seni indonesia Denpasar.

Nasuation, Nelpi Gusliana. 2014. Pekerjaan Perempuan di PT. Agincourt


Resources Martabe, Batangtoru ( Studi Etnografi Strategi Adaptasi
Pekerja Perempuan di PT. Agincourt Resources Martabe, Kecamatan
Batangtoru) Medan .

Sairin, S., P. Semedi, dan B. Hudayana. 2002. Pengantara Antropologi Ekonomi.


Yogyakarta: Puataka Pelajar Offset.

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.


Suharyanto, Andik. Gerabah Mambang-Jombang Tradisi Prasejarah yang Masih
Berlangsung Sampai Sekarang Sebagai Wujud Enkulturasi. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Emita, Zusmelia, dan Marleni. Peran Perantau Terhadap Pembangunan Nagari


(Studi Kasus: Jorong Galogandang Nagari III Koto Kecamatan
Rambatan Kabupaten Tanah Datar). Sumatera Barat: Program Studi
Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI.

Sumber lain:

Ermansyah. 2015. Diktat Kuliah Pengantar Antropologi di Program Studi Ilmu


Kesejahteraan Sosial dalam bentuk soft copy. Medan: Universitas
Sumatera Utara.

http://harianhaluan.com/news/detail/54224/tradisi-dari-generasi-ke-generasi
(Diakses pada: 25 Agustus 2016, 14:00 Wib)

http://www.kompasiana.com/dodichandra/gerabah galogandang_55e0a7f6ea8341f
278b45be ( Diakses pada: 25 Agustus 2016, 14:00 Wib)

http://core.ac.uk/download/files/461/461/12238109.pdf (Diakses pada:25 Agustus


2016, 14:00 Wib)

121
Universitas Sumatera Utara
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39802/3/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada23 Agustus 2016, 12:10)

https://min.wikipedia.org/wiki/Galogandang,_Tigo_Koto,_Rambatan,_Tanah_Dat
ar (Diakses pada: 22 Agustus 2016, 12:12)

https://id-id.facebook.com/notes/kunjungi-sumatera-barat/urang-sumando
kedudukan-ipar-laki-laki-dalam-adat-minangkabau/212400685415/
(Diakses pada: 25 Agustus 2016, 14:00)

122
Universitas Sumatera Utara
BAB III

PERALATAN, PROSES PEMBUATAN DAN PERKEMBANGAN

GERABAH DI JORONG GALOGANDANG

3.1. Peralatan yang Digunakan

Hari kedua melakukan penelitian penulis datang sekitar jam 10.00 pagi

dimana udara Galogandang sangat sejuk, karena sangat terasa keasrian dari

kampung Galogandang. Penulis datang kesana dengan teman penulis yang

bernama Delia. Diperjalanan menuju Galogandang Delia sangat cerewet karena

Delia belum Pernah ke Galogandang, dan menurutnya daerah yang sangat jauh,

Delia bertanya mengapa penulis bisa melakukan penelitian di daerah yang jauh

ini, selain jauh daerah yang mendaki serta menurun membuat perjalanan terasa

agak kelelahan. Delia tidak kecewa untuk melakukan perjalanan tersebut setelah

penulis menjelaskan bahwa pelajaran yang akan menyenangkan sekaligus akan

mendapatkan pelajaran dari kegiatan ini.

Gerabah-gerabah berjejer di depan sebuah rumah yang sederhana. Di

dalam rumah itu terdapat ibu yang sedang bekerja membuat gerabah, dari

kejauhan penulis melihat ibu tersebut menikmati pekerjaan yang dilakukannya.

Tangannya terlihat lincah mengayunkan sebuah pemukul dari kayu. Dengan bunyi

yang keras maka penulis mendekati ibu tersebut, kemudian meminta izin untuk

melakukan penelitian disini. Perasaan yang senang sekaligus takut penulis

rasakan pada saat itu. Maka dengan berani penulis menanyakan kepada ibu

tersebut untuk mengizinkannya melakukan penelitian. Awal melihat ibu itu

penulis berfikir bahwa penulis datang kepada orang yang baik dan mau berbagi

informasi tentang gerabah. Setelah penulis menceritakan semua maksud dan

47
Universitas Sumatera Utara
tujuan penulis datang kesini maka ibu tersebut bersedia. Perasaan yang senang

penulis mengucapakan terima kasih banyak kepada ibu tersebut.

Ibu Rina panggilannya, penulis memanggil Etek, yaitu sebuah panggilan

di Minangkabau kepada orang yang lebih tua dari pada kita. Etek Rina

menjelaskan banyak informasi tentang gerabah, Etek ini melakukan pekerjaan

tersebut sudah lama, karena sebagai pengrajin sudah merupakan pekerjaan yang

turun-temurun dari orang tuanya. Menurut cerita dari Etek Rina bahwa

masyarakat Galogandang sudah membuat gerabah sejak lama, rata-rata disetiap

rumah disini pada zaman dahulunya merupakan pengrajin gerabah tetapi seiring

perkembangan zaman banyaknya masyarakat yang sudah merantau dan beralih

kepada pekerjaan yang lain, karena menurutnya pekerjaan sebagai pengrajin

kurang menjanjikan. Galogandang memang tersebut sebagai daerah pembuat

gerabah yaitu kerajinan dari tanah liat yang memproduksi peralatan rumah tangga

terutama peralatan untuk memasak seperti periuk (balango), kuali, dan dandang.

Dalam waktu yang singkat Etek Rina dapat menyelesaikan satu buah

gerabah yang siap untuk dijemur. Penulis kagum dengan kecepatan tangan Etek

Rina untuk membuatnya. Etek Rina menjelaskan bahwa pekerjaan ini dilakukan

dengan cepat karena sudah terbiasa, tetapi apabila sekilas dilihat oleh orang lain

pekerjaan ini sangat mudah untuk dilakukan sesungguhnya pekerjaan yang tidak

terbiasa seperti Etek Rina sangat sulit untuk melakukannya. Pengrajin-pengrajin

disini pasti belajar terlebih dahulu sebelum bisa membuatnya.

Pada saat melakukan wawancara dengan Etek Rina penulis meminta izin

untuk mengambil foto dari proses serta peralatan yang digunakan pada gerabah.

Senang hati Etek memberikan izin untuk mengambil fotonya, jika prosesnya tidak

48
Universitas Sumatera Utara
bisa semua hari ini karena proses pembakaran dilakukan pada esok hari. Etek

menawarkan untuk datang besok hari karena ada proses pembakaran, jika cuaca

bagus maka pembakaran akan dilakukan. Penulis mendengarkan itu sangat

senang, dalam hati penulis bahwa penerimaan dari informan sangat baik.

Asyik bercerita dengan Etek Rina tiba-tiba penulis bertanya mengenai

peralatan serta fungsi dari masing alat tersebut. Etek Rina menjelaskan sebagai

berikut, Peralatan adalah suatu alat penunjang untuk melakukan proses pembuatan

kerajinan tanah liat, peralatan yang digunakan merupakan peralatan tradisional

yang mudah didapatkan, kemudian peralatan yang sudah ada secara turun

temurun atau disebut dengan peralatan yang ditinggalkan oleh nenek moyang dari

pengrajin sebelumnya. Semua peralatan yang digunakan bisa didapatkan dari

turun-temurun dan ada juga yang tidak. Etek Rina menjelaskan dengan senang

hati tentang semua peralatan secara satu-persatu, peralatan tersebut antara lain :

Peralatan adalah suatu alat penunjang untuk proses pembuatan kerajinan

tanah liat, peralatan yang digunakan merupakan peralatan tradisional yang mudah

didapat dan peralatan yang sudah turun temurun atau peralatan yang ditinggalkan

oleh nenek moyang dari pengrajin sebelumnya. Peralatan yang digunakan untuk

membuat salah satu jenis gerabah di Galogandang, adalah sebagai berikut:

49
Universitas Sumatera Utara
3.1.1. Rotan ( Bambu)

Foto 6
Rotan

Sumber : Pemilik Pengrajin Gerabah

“Rotan ko baguno untuak mancetak awal mambuek


pariuk, etek punyo sado ukuran mulai dari nan
gadang, sadang dan yang ketek. Kalau indak ado
iko payah mambantuaknyo. Ukuran dari rotan ko
babeda-beda. Kalau nio mambuek yang gadang
berarti pakai ukuran yang gadang, baitu juo jo nan
sadang dan yang ketek. Bia rancak bantuaknyo.
Ambiak bisa di bukik-bukik sakitar Galogandang
ko. Kiro-kiro ukuran nan ketek tu 15 cm, nan
sadang tu 30 cm dan nan gadang 30 cm”.
“Rotan ini berguna untuk mencetak awal gerabah.
Etek memliki semua ukuran mulai yang besar,
sedang dan kecil, kalau tidak ada maka akan payah
untuk membuatnya. Ukuran setiap rotan ini
berbeda-beda. Jika mau membuat yang besar maka
menggunkan ukuran yang besar begitu juga dengan
yang sedang dan kecil. Biar kelihatan lebih bagus.
Mengambilnya bisa di bukit-bukit sekitar daerah
Galogandang. Kira-kira ukuran yang kecil 15 cm,
yang sedang 30 cm dan besar 60 cm”.

Wawancara dari etek Rina menjelaskan bahwa, Rotan ini merupakan

bagian dari peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan gerabah khususnya

untuk membuat berbagai kerajinan dari tanah liat. Rotan digunakan dalam proses

mencetak awal gerabah. Rotan yang digunakan berbentuk lingkaran yang terdiri

dari dua, yaitu yang berdiameter 30 cm dan 60 cm. Ukuran 30 cm digunakan

untuk cetakan yang kecil sedangkan jenis periuk (belango) besar mempunyai

50
Universitas Sumatera Utara
ukuran 60 cm. Rotan diambil disekitar bukit-bukit yang terdapat di daerah

Galogandang.

3.1.2. Kayu

Foto 7
Kayu

Sumber : Pemilik Pengrajin Gerabah

Ketika penulis melanjutkan wawancara mengenai alat selanjutnya, Etek

Rina ternyata sedang menggunakan peralatan kayu untuk memukul-mukul

gerabah, penulis tercengang dengan keahilan Etek Rina, sangat mudah baginya

untuk membuat gerabah tersebut, lalu Etek menjelaskan peralatan yang

selanjutnya. Kayu dalam pembuatan gerabah digunakan untuk memukul-mukul.

Pengrajin biasanya menyebut proses ini dengan melangiah (memukul-mukul),

pukulan dilakukan pada bagian luar dan bagian dalam, dibagian luar dipukul

dengan kayu dan dibagian dalamnya dialasi menggunakan batu. Pukulan kayu

dengan batu harus sejajar, jika tidak hasilnya akan berlubang dan cetakan akan

rusak. Kayu biasanya mempunyai ukuran panjang sekitar 40 cm dan lebar sekitar

20 cm. Kayu biasanya di lengkapi dengan gagang yang berukuran panjang 20 cm

51
Universitas Sumatera Utara
dan lebar 5 cm. Gagang berfungsi sebagai pemegang bagi pengrajin supaya

mudah dalam proses memukul gerabah yang sedang dibentuk. Kayu didapatkan

di bukit-bukit di sekitar daerah Galogandang. Buk Rina mengatakan bahwa:

“Kayu ko yang tiok pengrajin pariuak (balango) pasti


ado, karano kayu ko sebuah alat yang paralu, kalau indak
ado kayu ko susah untuk dibuek dan indak lo rancak.
Kayu bisa dibuek surang dan bisa juo dipasan kaurang
tukang kayu lain untuk mambueknyo”.
“Kayu ini dimiliki oleh semua pengrajin periuk (belango),
karena kayu ini merupakan sebuah alat yang sangat
diperlukan, seandainya kayu ini tidak ada proses
pembuatannya akan susah dan tidak akan bagus. Kayu ini
bisa dibuat sendiri dan bisa juga dipesan kepada tukang
kayu.Kayu dimiliki rata-rata 2 (dua) oleh pengrajin tanah
liat di Galogandang, karena fungsi disetiap kayu sama”.
Tiba-tiba secara mendadak hari hujan, Etek Rina berlari keluar dari

pondok untuk mangangkat gerabah yang sedang dijemur. Etek Rina tidak hanya

sendiri mengangkat gerabah dibantu juga oleh anaknya. Setelah semua gerabah

selesai diangkat Etek Rina meneruskan membuat gerabah. Etek Rina

menceritakan kembali mengenai peralatan gerabah selanjutnya sambil

mengerjakan gerabah.

52
Universitas Sumatera Utara
3.1.3. Batu

Foto 8
Batu

Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah

“Batu ko iyo turun-temurun dari urang tuo Etek,


masalahnyo ndak urang nan manjua batu ko do,
urang tuo Etek dulu mambuek pariuk ko pulo, tapi
kini indak ado lai do. Urang tuo etek tu lai pai
marantau samo saudara etek. Jikok urang nan kan
mambuek makonyo berarti nyo lai ado batu ko.
Biaso pinjam-maminjam indak lo ado do. Baa kan
maminjamkannyo masalahnyo alat nan paguno”.
“Batu ini merupakan turun-temurun dari orang tua
Etek, masalahnya tidak ada orang yang menjualnya,
orang tua Etek dulu juga membuat gerabah ini. Tapi
sekarang tidak lagi, orang tuanya sudah pergi
merantau dibawa oleh saudaranya. Jika orang yang
membuat gerabah berarti dia pasti memiliki batu itu.
Biasanya pinjam-meminjam batu itu tidak terjadi,
karena orang menggunakan alat tersebut”.
Batu juga termasuk alat dalam proses pembuatan gerabah. Batu ini

berbentuk bulat yang dibaliknya berbentuk pipih. Batu ini merupakan peralatan

yang turun-temurun dari pengrajin sebelumnya karena batu tersebut tidak didapat

disembarang tempat ataupun dicetak ditempat tukang batu. Fungsi dari batu juga

sama dengan kayu yaitu untuk melangiah (memukul-mukul) supaya rata.

53
Universitas Sumatera Utara
3.1.4. Bambu Kecil (Pirih batuang ketek)

Foto 9
Bambu kecil

Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah

Bambu kecil yang berukuran panjang 20 cm, berfungsi untuk mangusuak

(menggosok) supaya permukaan gerabah lebih licin sekaligus untuk melihat

batu-batu kecil yang terdapat dicetakan gerabah. Proses mangusuak juga disebut

sebagai proses untuk merapikan permukaan gerabah. Jika tidak lakukan maka

dalam proses pembakaran nanti, batu-batu kecil yang tersisa bisa membuat

gerabah pecah serta berlubang-lubang, maka hal itu membuat pengrajin selalu

memeriksa gerabah menggunakan bambu kecil, sebelum proses akhir dari

pembuatan gerabah ini.

54
Universitas Sumatera Utara
3.1.5. Batu kecil

Foto 10
Batu Kecil

Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah

Etek menceritakan semua peralatan tersebut, Etek senang bisa berbagi

untuk menceritakan semuanya. Teringat kepada anaknya nanti seandainya bila

anaknya sekolah perguruan tinggi kemudian juga akan melakukan penelitian,

maka akan seperti yang dilakukan oleh penulis. Suatu saat pasti apa yang

dilakukan ini akan mendapatkan balasan jadi sebagai manusia tidak boleh pelit

untuk memberikan suatu informasi. Kemudian Etek mengambil batu kecil yang

merupakan peralatan dari pembuatan gerabah, karena berukuran kecil Etek

mencari-cari batu tersebut menceritakannya.

Batu kecil yang berukuran panjang 6 cm dan lebar 5 cm, yang berfungsi

untuk mangusuak (menggosok) supaya terlihat licin, kebetulan batu dan bambu

memiliki fungsi yang sama sehingga pengrajin tanah liat ada yang memiliki satu

alat saja tetapi ada juga yang memiliki kedua alat tersebut

55
Universitas Sumatera Utara
3.1.6. Seng Tipis (Pisau Gerabah)

Foto 11
Seng Tipis

Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah

Penulisberfikir bahwa peralatan yang digunakan sangat unik, sehingga

seng tipis ini juga dibutuhkan sebagai peralatan dari gerabah. Seperti seng tipis

ini. Bagi sebagaian orang itu tidak memiliki fungsi tetapi tidak bagi pengrajin

gerabah di daerah Galogandang. Etek menjelaskan peralatan yang dipakai tidak

semua susah didapatkan, tetapi ada juga yang mudah untuk mendapatkannya.

Seng tipis ini salah satunya. Etek memang bisa menjadikan ini sebagai suatu alat

yang bisa secara tidak langsung memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Demi anak-anaknya, maka Etek bisa melakukan pekerjaan sebagai

pengrajin supaya kebutuhannya tercukupi, meskipun keluhan sakit terjadi sekali-

sekali. Seng tipis memiliki panjang 10 cm yang diatasnya terdapat lekukan seperti

alat pemotong yang berguna untuk merapikan bibir-bibir bagian atas gerabah.

Seng ini pengganti pisaunya gerabah, seng yang menjadikan gerabah terlihat rapi

atau cantik.

56
Universitas Sumatera Utara
3.1.7. Lapiak Pandan (Tikar)

Foto 12
Lapiak Pandan (Tikar)

Sumber: Pemilik Pengrajin Gerabah

Lapiak pandan (Tikar) ini memiliki ukuran lebih kurang panjang 20 cm

dan lebar 10 cm, mempunyai fungsi untuk mambibia (membibir) supaya halus

atau licin, sehingga gerabah kelihatan lebih cantik dan indah. lapiak atau tikar

tidak harus yang baru, ada juga pengrajin yang bisa menggunakan lapiak atau

tikar yang bekas.

“ lapiak ko indak ado dibali do, bisa dari


barang-barang nan bekas ajo. Lapiak go ketek
tapi fungsi nyo gadang, bisa manjadian bibia
pariuk ko licin. Lapiak nan Etek punyo ko lah
lamo”. Lapiak pandan ko di latak an dibibia
sudah itu diputa se dibibia sampai nyo licin”.
“ Tikar ini tidak dibeli, bisa dari barang-barang
yang bekas saja. Tikar ini kecil tapi memiliki
fungsi yang besar, bisa menjadikan bibir
gerabah menjadi licin. Tikar yang Etek punya
sudah lama”. Tikar dari pandan ini diletak kan
dibibir gerabah kemudian dipur sampai terlihat
licin”.
Setelah banyak cerita lapiak pandan ini merupakan peralatan yang terakhir

dari pembuatan gerabah. Etek sungguh baik untuk mau menceritakan semua

peralatan tersebut. Penulis mendapatkan informasi dan data yang lengkap dari

57
Universitas Sumatera Utara
Etek Rina, dengan berat hati penulis berpamitan untuk pulang karena hari sudah

sore dan hari pun sudah kelihatan mau hujan. Penulis mengatakan kepada Etek

Rina bahwa terima kasih untuk informasinya, jika besok penulis kembali apakah

Etek mengizinkannya, dengan senang hati Etek menjawab boleh, kapan pun kalau

memang belum lengkap dengan data serta informasi bisa kembali lagi.

3.2. Proses Pembuatan Gerabah di Galogandang

Hari selanjutnya penulis melakukan penelitian, penulis pergi ke

Galogandang dengan orang tua perempuan penulis. Dipanggil mama oleh

penulis, beliau menemani penulis untuk penelitian, alasannya tidak mungkin jika

untuk pergi ke daerah Galogandang itu sendirian. Menurut orang tua penulis jika

daerah tersebut terlalu jauh, maka seharusnya harus ada teman untuk kesana ,

supaya nanti dijalan jika terjadi apa-apa maka ada yang menolongnya. Gerabah

yang terdapat di Galogandang merupakan gerabah tradisional. Hal ini dikarenakan

cara pembuatan serta alat yang digunakan masih tradisional dan turun-temurun.

Proses pembuatan gerabah sangat unik yaitu mengandalkan alat seadanya serta

kelincahan tangan pengrajin itu sendiri. Proses pembuatan gerabah diawali dengan

pengolahan bahan baku sebagai berikut:

58
Universitas Sumatera Utara
3.2.1. Pengolahan Bahan Baku

Foto 13
Bahan Baku yang ditumpuk

Sumber: Dokumen Pribadi 2016

Sebelum melakukan pengolahan tanah yang dalam bahasa Minang disebut

mahinja tanah. Tanah sudah ditumpuk didepan lokasi pembuatan, supaya

persediaan dari bahan baku untuk membuat gerabah banyak. Sesuai dengan

pengamatan dan wawancara dilakukan penulis dalam penelitian ini, bahwa

gerabah di Galogandang umumnya memanfaatkan tanah liat, pasir dan air. Tanah

liat yang dipakai merupakan tanah liat yang terdapat di sawah setelah panen padi

dan tanah liat yang terdapat dipinggir perbukitan yang ada disekitar daerah

tersebut. Tanah liat jenis ini memiliki warna kecoklatan. Pengrajin yang bernama

Bu Rina mengatakan bahwa:

“Tanah liek yang banyak ko iyo di Galogandang, tanah


yang rancak adolah tanah sawah dan tanah yang ado di
tapi bukik. Tanah biasonyo diambiak sakali 6 (anam)
bulan, yaitu pado maso panen padi urang disiko. Tanah
disawah di ambiak kedalaman sekitar 1 meter sampai
1,5 meter atau sampai labiah dari ukuran itu, istilahnyo
sampai tanah ko dapek yang lieknyo. Biasonyo babuek
galian dalam bantuak petak. Biasonyo etek mambiak
tanah ko disawah urang, dikaranokan etek indak punyo
sawah. Masa panen urang disiko pun kan babeda-beda
jadi bisa mambiak tanah di tampek sawah urang yang
babeda panennyo, tu jadinyo ndak akan kurang tanah.

59
Universitas Sumatera Utara
Tanah yang etek ambiak di sawah lah banyak, rato-rato
disawah tu kadang lah sadonyo tampek yang samo
diambiak gai, tapi jarak waktunyo lah lamo. Kalau pun
mambiak tanah urang yang punyo sawah pun indak ado
masalah untuk tanah yang etek ambiak, malah kadang
disuruahnyo karano sawah yang sudah diambiak tanah
liek ko padi ditanam sasudahnyo akan rancak atau
banyak penghasilannyo. Jadi indak sembarang tanah
yang akan diambiak harus tanah liek yang rancak.
Tanah selain tanah liek indak bisa dibantuak dan
sahinggo indak akan manjadi pariuk”.
“Tanah liat memang banyak terdapat di daerah
Galogandang, tanah yang bagus untuk membuat gerabah
adalah tanah yang terdapat disawah. Biasanya tanah
diambil sekali 6 (enam ) bulan yaitu pada masa setelah
panen padi. Pengambilan tanah disawah dilakukan
dengan cara penggalian dengan kedalaman sekitar 1
meter samapai 1,5 meter atau sampai lebih dari ukuran
tersebut yang penting sampai menemukan tanah yang
liat. Biasanya dibuat galian dengan bentuk petak
(persegi). Etek ini mengambil tanah liat di sawah orang
lain, lantaran dia tidak memilki sawah. Masa panen
masyarakat Galogandang juga berebeda-beda jadi etek
ini tidak mengalami kekurangan tanah selalu
mendapatkan tanah apabila persedian tanah di rumah
sudah habis maka tanah akan diambil lagi di sawah
tersebut. Tanah yang diambilnya sudah banyak, rata-rata
sawah yang ada disana sudah pernah dia ambil kadang
pada satu tempat yang sama tapi sudah memiliki jarak
waktu yang lama”
Pasir yang digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat gerabah

yaitu pasir yang terdapat di sungai, tetapi pengrajin di Galogandang tidak

mengambil di daerah mereka karena tidak adanya pasir. Pada zaman dahulu

masyarakat disana mengambil kesungai di sekitar daerahnya tetapi sekarang

membelinya dari tukang bangunan dengan harga Rp 800.000 per truk kecil. Pasir

yang digunakan untuk campuran gerabah ini yaitu pasir halus jadi sebelum

melakukan pengolahan maka Pasir tersebut terlebih dahulu harus disaring untuk

memisahkan pasir halus dengan yang kasar serta batu-batu yang terdapat didalam

pasir.

60
Universitas Sumatera Utara
Tanah liat dan pasir halus di aduk merata dengan cara memijak/memasak,

dalam bahasa minang biasa disebut pengrajin dengan mahinja-hinjatanah, agar

tanah dan pasir tercampur rata maka diberi sedikit air. Percampuran antara tanah

dan pasir harus sesuai. Menurut informan penulis pekerjaan ini agak sulit, karena

harus memiliki tenaga yang kuat. Pencampuran tanah dengan pasir membutuhkan

waktu kurang lebih satu jam, supaya bahan tersebut tercampur dengan rata. Oleh

sebab itu hal ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, jika tidak sesuai maka

bahan baku yang dihasilkan tidak bisa dibentuk. Salah satu informan mengatakan

bahwa :

“Karajo paliang susah mahinja tanah ko, tu karajonyo


barek lo, namonyo se mamijak-mijak sampai sadonyo
tacampua, karajo bisa sampai satangah jam. Tekadang
panek kaki etek dek nyo, tapi baa lah kalau indak
dikarajoan beko ndak bisa mambuek pariuk ko. Awak
harus tau takaran antara tanah, pasia jo aie kalau indak
nyo indak bisa dibentuk, tu pas dibuek ratak-ratak atau
bisa jadi pacahnyo, biasonyo tanah ko dimasak banyak-
banyak dan beko lai tingga mancetak se lai”.
“Kerja yang paling susah itu adalah mahinjak (memasak)
tanah liat. Pekerjaan yang berat, dikerjakan sampai semua
tercampur rata dan pekerjaan tersebut bisa sampai
setengah jam. Terkadang kaki etek terasa capek untuk
melakukan pekerjaan ini. Tetapi gimana lagi pekerjaan ini
harus dilakukan kalau tidak maka tidak akan bisa
membuat gerabah. Kita harus mengetahui takaran antara
tanah dana pasir serta air yang akan dicampur, kalau tidak
maka akan susah dibentuk atau cetakan mudah pecah.
Biasanya tanah dimasak sekali banyak agar tanah
tertumpuk dan tinggal mencetaknya saja”.

Setelah bahan tersebut tercampur maka didapatlah bahan baku yang siap

untuk dicetak, maka tahap selanjutnya adalah pembentukan bahan baku yang

sudah tercampur rata menjadi bahan baku yang sudah jadi.

61
Universitas Sumatera Utara
Foto 14
Bahan baku yang sudah di masak

Sumber: Dokumen Pribadi 2016

3.2.2. Proses Pembentukan Bahan Baku yang Sudah Jadi

Penulis melakukan penelitian selanjutnya dengan teman penulis yaitu

Windy, Windy mau menemani penulis karena Windy juga belum pernah ke

daerah Galogandang, maka ada perasaan tertarik untuk pergi ke daerah tersebut,

dimana Windy hanya pernah mendengar tentang daerah itu, jika Galogandang

sebagai tempat pengrajin gerabah, jika melihat secara langsung windy belum

pernah sama sekali. Perjalanan penulis lakukan pada jam 08.00 WIB, karena

selain melakukan wawancara tentang proses pembuatannya juga akan melihat

Pacu Jawi yang pada hari itu akan dilaksanakan penutupan dari acara tersebut.

Jika tidak cepat maka waktu tidak akan cukup.

Penulis pergi menuju Galogandang menggunkan kendaraan beroda dua,

sampai disana ternyata banyaknya masyarakat setempat dan masyarakat luar

daerah Galogandang untuk melihat Pacu Jawi penulis melihat suasana pada pagi

itu semua orang terlihat gembira. Didalam perjalanan menuju rumah informan

62
Universitas Sumatera Utara
penulis melihat sekelompok orang sedang memainkan alat musik tradisional

Minangkabau yaitu Talempong pacik, sejenak penulis berhenti untuk

menyaksikannya serta mengambil foto-foto dari pemain musik tersebut. Setelah

itu barulah penulis mendatangi rumah ibu Yurnalis yang merupakan informan

penulis. Tampak dari kejauhan kalau ibu Yurnalis sedang membuat gerabah dan

dilihat oleh tetangganya, tidak ada rasa malu-malu penulis menghampirinya

kemudian dengan mengucapkan salam penulis duduk dekat ibu Yurnalis sambil

melakukan wawancara dan mengambil foto-foto.

Penulis memperhatikan tempat serta bahan-bahan yang berada di sekitar

ibu Yurnalis, tempat untuk ibu Yurnalis bekerja disekelilingnya dipenuhi dengan

tanah dan pasir. Ibu Yurnalis bekerja didepan rumahnya, jika bekerja didepan

rumah dapat terlihat oleh pembeli atau peminat dari gerabah ini. Bahan-bahan

yang terdapat disekelilingnya satu ember air yang berwarna coklat dan satu

onggok tanah yang terbungkus dengan plastik. Menurut ibu Yurnalis jika tanah ini

tidak ditutup maka tanah akan cepat kering, hal itu akan susah untuk dibentuk jika

sudah terjadi maka ibu Yurnalis akan memberi sedikit air supaya akan lebih

lunak. Selain tanah dan pasir juga terdapat papan yang panjang ternyata papan

tersebut berguna untuk duduk ibu Yurnalis untuk membuat gerabah, posisi duduk

yang kakinya memanjang dan dialasi dengan karung goni diatas paha sampai kaki

berfungsi untuk menutupi supaya pakaian yang digunakan tidak kotor oleh tanah

liat. Tidak ada terlihat rasa capek diwajahnya, dengan penuh ketekunan beliau

menyelesaikannya. Ibu Yurnalis hanya berkata untuk bagaimana untuk cepat siap

menyelesaikan pesan dari pelanggannya. Wawancara dilakukan penulis, sambil

melihat-lihat suasana sekitar:

63
Universitas Sumatera Utara
Proses pembuatan gerabah di daerah Galogandang dilakukan berbagai

bentuk, salah satunya proses yang akan penulis paparkan. Penulis memaparkan

sesuai dengan proses yang dilakukan oleh informan penulis. Dari setiap proses

pembuatan penulis melihat adanya hal yang berbeda yang dilakukan oleh para

pengrajin, karena setiap pengrajin memiliki caranya masing-masing meskipun

bentuk yang akan dibuat sama. Setelah bahan sudah jadi maka tahap selanjutnya

adalah mencetak. Pencetakan bahan ini menggunakan alat-alat pembuat gerabah.

Pada tahap awal dalam mencetak gerabah digunakan rotan yang berbentuk

lingkaran

3.2.2.1. Menempelkan Tanah Liat pada Rotan yang Berbentuk Lingkaran

Foto 15
Proses Awal dari Pembentukan Gerabah

Sumber: Dokumentasi pribadi 2016

Sambil bekerja informan menjelaskan tahap-tahap pembuatan gerabah,

dengan perasaan yang senang beliau menjelaskannya.

“Karajo mambuek pariuk ko dilakukan sajak pagi


sampai sanjo, malam harinyo ambo pai ka masajik,
pagi-pagi sabalum mambuek pariuk ko maagiah
motif dulu sambia minum teh. Iko lah karajo ambo
satiok hari, dari pado duduak-duduak rancak
mambuek pariuk ko”.

64
Universitas Sumatera Utara
“Pekerjaan membuat gerabah ini dilakukan pada
pagi hari sampai sore, malam harinya pergi ke
mesjid. Pagi-pagi sebelum membuat gerabah ibu
Yurnalis memberi motif sambil minum teh”.
Pekerjaan inilah yang dilakukan oleh ibu Yurnalis
setiap hari. Dari pada duduk-duduk lebih baik
membuat gerabah.”
Tangan yang sudah mulai keriput ibu Yurnalis masih tetap semangat untuk

membuat gerabah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kekaguman penulis

kepada ibu Yurnalis dengan umur yang tidak muda lain, dapat menyelesaikan

gerabah dengan waktu yang cepat. Sambil membuat gerabah ibu Yurnalis

menceritakan prosesnya secara satu pesatu.

Cara ini merupakan bagian awal dari pembentukan tanah liat menjadi

sebuah gerabah. Tanah liat diambil sesuai besar gerabah yang akan dibuat setelah

itu dibulatkan kemudian dipipihkan dan ditempelkan pada rotan yang berbentuk

lingkaran tersebut, yang nantinya dibentuk menjadi mulut wadah gerabah tersebut.

Jika tidak menggunakan rotan maka gerabah tidak sama, maka terlihat tidak

bagus.

65
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.2. Membentuk Gerabah

Foto 16
Proses Pembentukan Gerabah

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Tangan yang sangat lincah dapat menghasilkan gerabah yang cantik,

lekukan-lekukan dalam membentuk hanya dengan tangan ini membuat gerabah

yang awalnya datar kemudian lama-lama diperdalam dengan tangan sehingga

membentuk cekungan. Ibu Yurnalis tahu betul berapa ukuran kedalaman dari

gerabah tersebut, beliau tidak perlu terlalu banyak untuk melakukan pengulangan

dalam mengerjakannya.

66
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.3. Melicinkan Gerabah

Foto 17
Proses Melicinkan Gerabah

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Memasuki tahap selanjutnya ibu Yurnalis tiba-tiba masuk ke dalam

rumahnya untuk menunjukkan bahwa ada gerabah yang nanti pulang bisa penulis

bawa pulang, dengan cepat ibu Yurnalis mencari gerabah tersebut, setelah lama

mencari ternyata gerabahnya tidak ketemu. Padahal beliau tahu persis jika gerabah

itu masih ada, gerabah tersebut merupakan sisa penjualan kepada pelanggan

kemaren, ditanyakan kepada anaknya ternyata tidak ada menujalnya. Entah

kemana gerabah tersebut menghilang. Gerabah yang sudah dibentuk kemudian

bagian dalamnya akan dilicinkan menggunakan batu kecil, supaya gerabah

tersebut terlihat licin serta bagus. Batu secara perlahan-lahan digosokkan ke dalam

gerabah, kalau tidak gerabah akan pecah.

67
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.4. Memotong Pinggir Gerabah

Foto 18
Proses Melicinkan Bibir Atas Gerabah

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Pekerjaan selanjutnya yaitu memotong pinggir gerabah, sedang enak

memotong beliau dipanggil oleh seorang ibu, apakah beliau akan pergi tempat

Pacu Jawi. Beliau menjawabnya dengan senyuman sambil mengatakan kalau

acara tersebut tidak membuat beliau tertarik. Setelah ibu itu pergi beliau berkata

kepada penulis lebih bagus menyelesaikan gerabah ini ada untungnya dari pada itu

tidak ada untung, karena yang dilihat hanya sapi yang berlari. Pekerjaan ini harus

diselesaikan dengan sesegera mungkin karena merupakan pesanan dari

langgananya, dan pekerjaan ini sudah memiliki janji kepada pelanggan untuk

cepat selesai. Supaya pelanggan tidak kecewa beliau berusaha cepat untuk

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Memotong pinggir atas bagian gerabah dengan

menggunakan besi kecil atau bisa sekilas dilihat pisau gerabah. Hal ini dilakukan

agar bagian pinggir atas rata, sehingga tidak terlihat tonjolan-tonjolan, yang akan

memudahkan untuk memberi bibir.

68
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.3. Malangiah (memukul-mukul)

Foto 19
Malangiah

Sumber: Dokumentasi pribadi 2016

Waktu tahap ini penulis sedikit terkejut dengan ibu Yurnalis yang sangat

bisa memainkan papan, sehingga papan yang dipukul ke permukaan gerabah tidak

menyebabkan gerabah hancur. Seolah-olah pukulannya menjadikan gerabah lentur

dan mengikuti tangan serta pukulan kayu. Ibu Yurnalis menjelaskan bahwa karena

kayu inilah yang mempercantik gerabah.

Melangiah atau memukul-mukul merupakan tahap kedua dari proses

pembuatan gerabah. Melangiah dilakukan dengan menggunakan tangan yang

terampil sehingga gerabah dapat dibentuk sesuai dengan keinginan pengrajin.

69
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.4. Mangusuak ( Mengusuk)

Foto 20
Mangusuak Gerabah

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Penulis melihat proses mangisa ini seperti memainkan musik rabab yang

dilihat dari cara ibu Yurnalis menggunakan benda tersebut. Mengusuk proses

selanjutnya, setelah gerabah sudah mulai terbentuk maka gerabah tersebut akan

dilicinkan menggunakan bambu kecil (pangisa). Setelah gerabah terbentuk maka

gerabah tersebut akan dilicinkan menggunakan bambu kecil (pangisa) agar licin

dan membuang batu-batu yang terdapat di gerabah agar gerabah mempunyai

kualitas yang baik serta tidak mudah pecah.

3.2.2.4. Mambibia/ Maupam (membibir)

Proses memberi bibir ini dilakukan setelah semua gerabah dicetak dan

dijemur dibawah panas matahari kemudian proses selanjutnya gerabah diberi bibir

agar gerabah kelihatan lebih sempurna. Menurut saya memberi bibir ini

merupakan proses yang hebat karena pengrajin bisa mengetahui berapa besar

ukuran serta bentuk gerabah yang akan diberi bibir. Semua ukuran bibir dari

gerabah yang dibuatnya sama, sehingga terlihat indah dari semua gerabah yang

ada.

70
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.5 Pemberian motif atau ragi Gerabah

Saat informan sedang istirahat untuk sholat dan makan, penulis berfikir

sebaiknya setelah beliau selesai maka penulis akan menanyakan tentang

pemberian motif pada gerabah. Tiba-tiba ibu Yurnalis keluar dari rumah,

kemudian beliau menjelaskan mengenai motif pada gerabah.

“Ukiran yang ado di pariuk tu ambo karajoaan satelah


sholat shubuah biasonyo, kalau malam ambo indak
bakarajo do, pai ka masajid samo istirahat gai. ukiran tu
pakai batu senyo juo indak lo karajo yang sulik do.
Baagiah motif du nyak rancak, urang nan mambali tatarik
lo jadi nyo”.
“ukiran yang ada pada gerabah dikerjakan setelah
sholat shubuh biasanya, jika malam ibu Yurnalis tidak
bekerja, pergi ke Masjid sama istirahat. Ukiran itu
menggunakan batu, tidak merupakan pekerjaan yang sulit.
Memberi motif membuat cantik, sehingga orang yang
membeli akan tertarik”.
Pemberian motif atau ragi untuk menambahkan nilai seni pada gerabah.

Terdapat berbagai macam bentuk dalam pemberian motif pada gerabah, ada yang

berbentuk bunga, garisan-garisan dan lain-lain, kebanyakan dari motif yang dibuat

berupa garisan-garisan atau sesuai dengan produk gerabah yang dibuat. Memberi

motif atau ragi biasanya menggunakan batu kecil. Pemberiannya dilakukan

setelah semua sudah selesai dijemur dan siap untuk dibakar. Biasanya dilakukan

pada pagi atau malam hari sesuai dengan keinginan pengrajin itu sendiri. Hal

tersebut merupakan kreativitas dari pengrajin gerabah.

Sebagaimana diketahui menurut Home Affairs (dalam Suryana 2013:46)

menjelaskan bahwamodal budaya dimiliki oleh setiap bangsa bahkan perusahaan

secara turun-temurun. Modal itu terdiri dari nilai-nilai, orientasi, kebiasaan, adat-

istiadat, dan bentuk lain dari budaya. Modal budaya juga bisa berupa kesenian,

pertunjukkan, film, drama, lukisan, dan bisa dalam bentuk hasil karya atau dalam

71
Universitas Sumatera Utara
bentuk cagar budaya-heritage. Modal budaya adalah modal dasar yang sudah

dimiliki oleh industri, terutama industri kecil dan industri lokal yang tersebar di

seluruh pelosok tanah air.

Keanekaragaman-kebinekaan, seperti etnis, suku, adat, nilai-nilai, warisan

budaya, dan bahasa yang tersebar diberbagai daerah merupakan dasar ekonomi

kreatif. Semua modal budaya dan kebinekaan ini masih perlu dikelola (manage)

secara kreatif sehingga dapat menciptakan kakayaan batu, seperti kesempatan

kerja, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakatnya. Supaya bernilai ekonomi

tinggi, modal dasar budaya dan kebinekaan perlu dikolaborasikan,

dikombinasikan, dipelihara, dan dikembangkan. Untuk mengelola dan

mengembangkannya, selain diperlukan pendidikan, kecakapan, dan pengalaman,

juga diperlukan pemahaman tentang pentingnya kebinekaan sebagai modal

sebagai modal dasar ekonomi kreatif yang bernilai ekonomi tinggi, bernilai

nasionalisme, dan bernilai kesejahteraan.

Modal budaya yang digunakan oleh pengrajin gerabah adalah kretivitas.

Menurut salah seorang informan penulis, kreatifitas itu merupakan kemampuan

seseorang dalam membuat suatu karya baru atau dengan kata lain, kreativitas

adalah kemampuan seseorang dalam membuat suatu karya yang berbeda dari yang

pernah ada sebelumnya sehingga menjadi terlihat lebih baru. Dalam hal ini beliau

membuat berbagai macam bentuk kerajinan gerabah dari tanah liat dengan ide

yang beliau miliki agar lebih lebih menarik konsumen.

Berbagai bentuk kerajinan pariuk (balango), tagendang ameh, kuali,

menggu, dulang api, pariuk barasan, gucci, ceret, gelas, tempat serabi, carano,

asbak, dan lainnya. Pengrajin juga berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru.

72
Universitas Sumatera Utara
Selain dapat mengasah kreatifitasnya, hal tersebut juga dilakukan agar para

pelanggannya tidak jenuh dengan produk-produk yang dihasilkan. Oleh karena

itu, dalam beberapa bulan mereka berusaha untuk memunculkan design-design

baru, tampilan baru, bentuk baru, dan lain sebagainya.

3.2.3 Proses Penjemuran Gerabah

Foto 21
Proses penjemuran gerabah

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Hari sangat cerah, penulis sampai di Galogandang sekitar jam 12.00 WIB.

Penulis melihat di tempat lahan yang kosong hanya terdapat banyak tumpukan

kayu, tumpukan jerami dan bekas-bekas pembakaran. Disana terdapat seorang ibu

yang sedang menjemur gerabah, penulis menghampirinya, dengan rasa agak takut

datang kesana karena terlihat wajahnya yang sedikit agak merengut, penulis

berfikir jika wajah ibu tersebut merengut mungkin karena hari panas atau karena

malas untuk ditanya-tanya.

Penulis mengucapkan salam kemudian meminta izin kepadanya untuk

melihat proses pembakaran dari gerabah ini. Senyuman yang lebar kemudian ibu

73
Universitas Sumatera Utara
tersebut mengizinkan dan mulai bertanya-tanya mengenai sekolah dan kegunaan

dari melihat proses penjemuran dan pembakaran gerabah ini. Secara tiba-tiba

keluar dari pondok didekat penjemuran itu tiga orang ibu-ibu, dua orang masih

belum tua, dan satu orang sudah memasuki usia tua. Penulis bertanya kepada ibu

tersebut mengapa orang menjadi ramai datang ke sini, ibu-ibu menjelaskan jika

semua ibu-ibu disini bersaudara dengan hubungan adik dan kakak, kemudian yang

lebih tua itu merupakan orang tuanya.

Didalam kegiatan ini terlihat kekompakan dari adik-kakak ini, mereka

saling membantu, tidak membiarkan untuk mengerjakan dengan sendiri. Penulis

sangat memperhatikan mulai dari penjemuran sampai proses pembakaran gerabah.

Semua yang penulis lihat bahwa setiap hubungan tali darah pasti saling tolong-

menolong. Penulis melihat dari masing-masing adik-kakak itu memiliki karakter

yang berbeda, ada yang lembut dan ada juga yang keras. Tapi hal itu tidak

membuat mereka mengabaikan perasaan tolong-menolong. Ibu-ibu tersebut

memberikan informasi yang banyak kepada penulis. Setelah selesai menunggu

penjemuran gerabah selesai, kemudian gerabah siap untuk diangkat ketempat

tungku pembakaran. Penulis ikut membantu untuk mengangkat gerabah tersebut

ke atas tungku. Panas matahari sangat terik tidak menyurutkan penulis untuk

berdiam diri.

Gerabah yang siap dicetak memasuki tahap selanjutnya yaitu proses

penjemuran. Penjemuran dilakukan dalam jumlah yang banyak supaya bisa

dibakar dalam jumlah yang banyak juga. Masyarakat Galogandang biasanya

menjemur gerabah pada saat hari cerah atau panas matahari yang terik supaya

penjemuran gerabah bisa kering secara sempurna. Masyarakat menjemurnya yaitu

74
Universitas Sumatera Utara
pada tempat lahan yang kosong, seperti depan rumah dan dipinggir jalan, biasanya

pengrajin menggunkan tempat yang besar untuk melakukan penjemuran, mengapa

demikian karena gerabah yang akan dibakar dalam jumlah yang banyak, sehingga

gerabah dapat ditata satu persatu bukan dengan berhimpitan.

Proses penjemuran ini bisa dilakukan sehari sebelum pembakaran dan jika

matahari terik bisa juga dilakukan sebelum mulai pembakaran pada hari itu.

Kebanyakan pengrajin melakukan pembakaran pada siang hari. Proses

penjemuran termasuk proses yang penting karena gerabah yang tidak kering

dengan sempurna, maka akan dikeringkan dalam proses pembakaran. Menurut

salah satu informan penulis mengatakan bahwa :

“Jikok hari acok hujan, manjamua nyo akan taganggu


otomatis ndak bisa manjua pariuk-pariuk yang lah disiap
dicetak. Awak akan taruih hiduik, dan akhirnyo ndak ado
pitih untuak balanjo jadi e pai maminjam pitih urang”.
“Jika hari sering hujan maka proses penjemuran akan
terganggu, sedangkan kita masih tetap menjalankan
kehidupan, dia meminjam uang kepada masyarakat yang
lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”.
Selama proses penjemuran memang banyak yang diceritakan oleh

pengrajin, seputar kehidupan dan gerabah itu sendiri. Informan mengatakan

kepada informan lebih baik bekerja dikantor dari pada berpanas-panas seperti ini.

Memang dahulunya kami pergi merantau, tetapi karena nasib kami semua pulang

kampung, untungnya orang tua kami sudah memberi ilmu tentang bagaimana cara

membuat gerabah, sehingga saat pulang dari kampung, dan menetap disini

perasaan canggung tidak ada lagi. Sekarang kami semua sudah pandai membuat

gerabah. Keasyikan bercerita hari sudah jam 13.00 WIB, ibu tersebut membawa

penulis untuk istirahat, kemudian mengajak kedalam pondoknya, yang ternyata

didalam pondok tersebut terdapat banyak gerabah. Disetiap sudut ditemukan

75
Universitas Sumatera Utara
berbagai jenis gerabah mulai dari kecil sampai yang besar. Penulis ikut

beristirahat disana, tiba-tiba nenek Rasina makanan dan air minum. Penulis

berfikir jika penyambutan dari pengrajin ini sangat baik, sehingga pengrajin

merasa malu, belum apa-apa sudah ditawarkan makanan.

3.2.4 Proses Pembakaran Gerabah

Proses pembakaran merupakan proses akhir dari pembuatan gerabah.

Proses ini membutuhkan waktu lebih kurang sekitar empat jam, pada saat

dilakukan pembakaran biasanya pengrajin tidak membuat gerabah. Satu hari

hanya dilakukan untuk proses penjemuran dan pembakaran. Pembakaran

dilakukan pada tempat yang luas, jika luas maka pembakaran akan lebih muda

untuk dilakukan dan mengurangi bahaya dari pembakaran itu sendiri. Memang

dari proses awal yaitu mengumpulkan bahan-bahan untuk dibakar. Pengrajin

memakai kayu dan bambu yang diperoleh di hutan sekitar Galogandang.

Pekerjaan mencari bahan-bahan untuk dibakar ada sebagian pengrajin dibantu

oleh suaminya dan ada juga pengrajin hanya melakukan pekerjaan itu sendiri. Ada

juga pengrajin Galogandang yang melakukan proses pembakaran saling

membantu dengan pengrajin gerabah yang lain, yaitu pada saat pengangkatan

gerabah, penulis melihat meskipun sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tetapi

pada saat kesulitan mereka biasa saling membantu. Tahap-tahap dari proses

Pembakaran dilakukan dengan cara sebagai berikut :

3.2.4.1. Mengumpulkan Bahan-Bahan untuk Proses Pembakaran

Foto 22
Proses Mengumpulkan Bahan Pembakaran Gerabah

76
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Keesokan harinyapenulis melakukan penelitian melihat pembakaran dari

awal sampai akhir, kemaren tidak melihat sampai akhir dan memiliki kendala

karena penulis tidak membawa alat perekam. Hari ini melakukan penulis

membawa lengkapa dari alat yang dibutuhkan sebagai penelitian, supaya tidak

berhalangan dari mengambil gambar serta wawancara. Beruntung pada hari ini

penulis menemukan pengrajin yang akan melakukan proses pembakaran gerabah,

penulis berfikir bahwa susah untuk mencari pengrajin yang akan membakar

gerabah. Menurut pengrajin yang ada disana proses pembakaran dilakukan jika

77
Universitas Sumatera Utara
gerabah-gerabah sudah banyak, maka pembakaran akan dilakukan. Hati yang

cemas penulis menelusuri perkampungan di Galogandang.

Sekitar jam 12.00 siang penulis berjalan terus sehingga dari kejauhan

penulis melihat dipinggir jalan terdapat tutup gerabah yang berjejer di tengah

panas terik matahari, penulis mendekati gerabah tersebut, tiba-tiba dibelakang

terdapat seorang pengrajin yang sedang membolak-balikkan gerabah supaya

gerabah kering dengan sempurna. Penulis menghampiri ibu tersebut dan bertanya

apakah disini nantinya akan melakukan proses pembakaran. Ibu tersebut

menjawab iya, dengan banyak pertanyaan kepada saya ibu itu mengizinkan saya

untuk melihatnya. Di dalam hati penulis sangat senang karena mendapatkan

informan pengrajin gerabah yang sedang melakukan proses pembakaran sekaligus

bisa mendapatkan informasi seputar gerabah. Ternyata ibu itu tidak sendirian,

beliau berdua dengan ibu Ras, yang merupakan tetangganya. Mereka memang

saling bekerja sama karena tenaga dari ibu Sabai tidak terlalu kuat lagi maka kerja

sama dengan ibu Ras sangat membantu, sehingga menjadikan mereka saling

bekerja sama. Kemudian memiliki aturan-aturan dan pembagian dari masing-

masing hubungan kerjasama ini.

Kesepakatan dari mereka berdua ibu Sabai yang banyak memiliki tanah

serta tempat yang luas untuk membuat gerabah, maka ibu Ras sebagai mahinja

tanah pekerjaan yang agak susuah sehingga pekerjaan tersenut dikerjakan oleh ibu

Ras selain faktor itu faktor lainnya adalah umur dari ibu Sabai lebih tua dari pada

ibu Ras, maka dari itu tenaga dari ibu Sabagai mahinja tanah tidak kuat lagi,

pekerjaan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada ibu Ras. Pekerjaan yang

78
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh ibu Sabai membuat gerabah serta menolong untuk menjemur dan

membakar gerabah. Selain itu semuanya dilakukan oleh ibu Ras.

Menjelang penataan gerabah di atas tungku pembakaran, Ibu Ras

mengumpulkan bahan untuk dibakar seperti kayu, jerami dan sabut. Bahan ini

digunakan dalam jumlah yang banyak. Semua pekerjaan tersebut dikerjakan oleh

ibu Ras. Beliau merupakan seorang perempuan yang gigih. Bahan-bahan untuk

pembakaran didapatkan di belakang rumah ibu Ras. Pada gambar terlihat ibu Ras

sedang membelah sabut menjadi bagian-bagian kecil. Jerami basah dengan jerami

kering dipisahkan agar ketika menata di atas tungku tidak susah. Disini terjadi

wawancara penulis dengan ibu Ras mengenai cerita lahan pembakaran

Pembakaran dilakukan dengan cara tradisional yang dilakukan dalam satu

hari. Sekali proses pembakaran menghabiskan waktu selama 4 jam. Bahan-bahan

untuk pembakaran tersebut adalah kayu, bambu, jerami, sabut, minyak tanah,

sekam (kulit padi), pelepah pohon kelapa dan korek api. Setelah bahan

dikumpulkan proses awal dimulai dari persiapan tungku yang terbuat dari kayu

atau bambu Proses menata kayu dan bambu menjadi bentuk persegi. Kemudian

sabut kelapa yang sudah dibelah menjadi kecil akan diletakkan diatas tungku.

79
Universitas Sumatera Utara
3.2.4.2. Penataan Gerabah Diatas Tungku Pembakaran

Foto 23

Proses Penataan Gerabah Diatas Tungku Tradisional

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Penulis membantu pengarajin tersebut mengangkat gerabah ke atas tungku

pembakaran, karena penulis berpikir untuk mendapatkan sesuatu maka harus ada

yang diberikan. Penulis hanya mengambil gerabah dari penjemuran dan

mengangkat ke pembakaran, karena penulis belum pandai menata gerabah di atas

pembakaran. Penulis khawatir tidak pas dalam penataan gerabah sehingga dapat

mengakibatkan gerabah pecah. Menurut informan penulis sebagai berikut:

“Maotok gerabah ko iyo harus bapandai-pandai, karajo


nyo harus baelok-elok an, kalau indak beko nyo mudah
ratak, kalau lah ratak jadinyo rugi. Salain itu malatakan
nyo harus taiisi sado tungku nyo tu, indak ado yang tasiso,
supayo api yang mambakanyo marato pulo.
“Menata gerabah ini harus mahir., pengerjaannya harus
dengan hati-hati, jika tidak gerabah akan mudah retak, jika
sudah retak dapat menimbulkan kerugian. Selain itu
meletakkan gerabah di atas pembakaran harus terisi penuh
semua tungkunya, tidak boleh ada yang kosong atau
tersisa, agar api yang membakarnya juga merata”.
Menata gerabah diatas pembakaran dengan hati-hati, disusun serapi

mungkin supaya dalam proses pembakaran dia tidak hancur, sehingga gerabah

80
Universitas Sumatera Utara
yang dibakar masih tetap utuh dan terbakar secara sempurna, jika hancur maka

akan mengakibatkan kerugian, karena kalau sudah retak atau pecah maka gerabah

tidak bisa digunakan lagi.

3.2.4.3. Penyusunan Jerami

Foto 24
Pemberian Jerami Pembakaran

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Jerami yang sebelumnya sudah ditumpuk dan dipisahkan antara yang

basah dan yang kering akan ditutupkan ke tungku pembakaran. Jerami kering

diletakkan terlebih dahulu agar api cepat membakar, kemudian ditambahkan

jerami lembab agar api yang membakar tahan. Hal ini dilakukan dalam beberapa

lapis, dan yang terakhir diletakkan jerami kering. Jerami ini diletakkan di

sekeliling tungku. Setelah itu di tambahkan kayu di atas tumpukan jerami agar

tidak diterbangkan angin.

Tahap selanjutnya jerami akan disusun disekeliling tungku pembakaran

gerabah, jerami yang digunakan jerami kering dan jerami yang agak lembab.

Jerami kering digunakan untuk lapisan dalam dan jerami basah digunakan untuk

lapisan luar dalam proses pembakaran. Jerami digunakan sampai tertutupi semua

keliling tungku pembakaran. Jerami tidak hanya untuk menutupi disekeling tapi

81
Universitas Sumatera Utara
juga sebagai penutup diatas gerabah. Mengapa jerami yang digunakan supaya api

yang bertahan lama dalam proses pembakaran.

3.2.4.4. Menyalakan Api

Foto 25
Menyalakan Api Pembakaran Gerabah

Sumber: Dokumentasi pribadi 2016

Setelah penataan dan menutup gerabah dengan jerami sehingga terlihat

seperti tumpukan sampah yang besar maka dibawahnya akan disisakan sedikit

lubang untuk tempat menyalakan api dengan menggunakan daun kelapa kering

ditambah sedikit minyak tanah. Setelah api dinyalakan dan membakar sabut dan

jerami, maka akan timbul banyak asap. Sementara itu penulis dan pengrajin

tersebut pindah tempat. Disaat penulis melakukan penelitian, cuaca dalam

keadaan yang tidak menentu, terkadang angin sehingga api tidak stabil, kadang

membesar. Selama proses pembakaran api harus selalu diperhatikan dan jerami

juga harus ditambah agar panas yang berasal dari api tetap merata.

Menyalakan api menggunakan sedikit minyak tanah yang disiram di daun

kelapa yang sudah kering. Api dipastikan tetap hidup tidak besar dan tidak juga

82
Universitas Sumatera Utara
kecil atau mati. Sementara sedang menunggu pembakaran ibu-ibu bercerita-cerita

bisa juga melakukan kegiatan yang lain.

3.2.4.5. Mengangkat Gerabah dari Pembakara

Foto 26
Pengangkatan Gerabah Setelah Dibakar

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Sambil menunggu pembakaran selesai, pengrajin dan penulis bertukar

informasi tentang gerabah tersebut. Pengrajin menjelaskan bahwa, memang

Galogandang dari dulu penghasil gerabah, namun ada juga penghasilan yang dari

daerah ini, seperti hasil tani padi, cengkeh, kayu manis. Banyak juga masyarakat

Galogandang yang bertani, namun semenjak musim kemarau dan kekurangan air

banyak petani yang gagal panen.

Setelah menunggu lama yaitu sekitar empat jam, maka akhirnya semua

bahan-bahan pembakaran habis terbakar, kemudian pengangkatan gerabah akan

dikeluarkan dari bara api sisa pembakaran. Pengangkatan bisa dilakukan dengan

menggunakan kayu panjang supaya tidak terkena tangan karena masih dalam

keadaan sedikit panas. Gerabah dipisahkan satu persatu, diusahakan

83
Universitas Sumatera Utara
melakukannya dengan hati-hati supaya tidak pecah atau retak. Didalam proses

pembakaran tahap akhir ini biasanya pengrajin ada yang menaburkan dedak dan

ada juga yang tidak menaburkannya, sesuai dengan jenis gerabah yang dibuat.

Jika gerabahnya berwarna merah maka itu ditaburkan dedak padi halus, begitu

juga sebaliknya jika berwarna hitam maka tidak ditaburkan dedak padi halus.

3.3. Perkembangan Produk Gerabah di Jorong Galogandang

Galogandang merupakan daerah penghasil gerabah dari tanah liat.

Pembuatan gerabah menggunakan peralatan yang sederhana dan menghasilkan

produk yang memiliki nilai seni serta nilai guna bagi masyarakat. Gerabah yang

dihasilkan sudah dari zaman nenek moyang (turun-temurun). Zaman dahulunya

sebagian besar perempuan-perempuan di Galogandang bekerja membuat gerabah.

Sebenarnya perkembangan gerabah di Galogandang sekilas terlihat memamg

berkembang, tetapi dilihat dari segi produk serta cara pemasarannya masih belum

terlalu ada inovasi baru. Dari segi yang lain yaitu pada pengrajin itu sendiri

semakin sedikit peminat dari perempuan-perempuan di Galogandang yang bisa

meneruskan usaha ini. Ada beberapa faktor yang mengakibatkannya. Menurut

salah seorang informan penulis menjelaskan bahwa:

“ Dahulu urang disiko satiok rumah mambuek pariuk ko,


tapi pada zaman kini banyak urang siko pai marantau,
contohnyo se padusi yang indak tamat sakolah, tu nyo pai
marantau dan padusi yang lah siap baralek tu nyo dibaok
lo dek suaminyo pai marantau, jadi yang karajo
dikampuang ko inda ado. Itu lah salah satu faktor
pengrajin disiko ko kan habis lai”
“ Dahulunya orang disini disetiap rumah membuat
gerabah ini, tetapi pada zaman sekarang banyak orang
disini yang pergi merantau, contohnya saja perempuan
yang tidak tamat sekolah pergi merantau dan perempuan
yang sudah bersuami juga dibawa oleh suaminya
merantau, kemudian yang kerja dikampung tidak ada.

84
Universitas Sumatera Utara
Itulah salah satu faktor pengrajin di Galogandang akan
habis”
Zaman dimana masih belum berkembang seperti sekarang ini, bentuk yang

dihasilkan masih belum banyak, dari segi penjualan yang masih sederhana. Salah

seorang informan penulis menjelaskan bahwa:

“ Ambo iyo dari ketek bisa mambuek ko, masalahnyo


amak ambo dahulunyo bakarajo iko pulo, tu waktu amak
sangkek gadih pai lah bajajo pariuk kaderah urang,
painyo tu basamo-samo kawan nan samo gadang, pai
kami malam sampai shubuah, pai kasinan bajalan disinan
lah ado yang manunggu kami untuak mambiak barang,
jadi kami kasinan pai maantaan galeh sajo nyo “
“Saya dari kecil bisa membuat periuk, masalahnya ibu
saya bekerja ini juga, waktu amak remaja amak pergi
berjualan gerabah kedaerah lain. Perginya secara bersama-
sama dengan teman sebaya. Perginya malam hari sampai
shubuh, pergi kesana dengan berjalan kaki dan disana
sudah ada yang menunggu kami untuk mengambil barang
dagangan. Kasana itu hanya pergi mengantarkan saja”
Zaman sekarang banyak yang sudah berkembang. Penjualan yang

menjajakan dengan menggunakan rotan yang dibawa dengan kepala sudah tidak

banyak lagi yang melakukannya. Mereka beralih menggunakan kendaraan

bermotor. Dahulunya perempuan yang berjualan, sekarang sudah banyak yang

laki-laki.

Perubahan teknologi semakin canggih, kebutuhan manusia juga semakin

beragam, sehingga berbagai jenis atau bentuk dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh

sebab itu mulai banyaklah permintaan yang dipesan kepada pengrajin gerabah,

kemudian cara penjualannya juga sudah semakin diperluas oleh penjual gerabah

di Galogandang. Dijelaskan oleh informan penulis, bahwa:

“Kini jan ditanyo banyak amak yang mambuek jenis


gerabah ko, dicaliak an contoh nyo dek urang yang nio
mamasan, tu amak baraja mambuek nyo, tu baraja dan
baraja alah bisa se tu, kalau dulu yo ndak banyak pesanan
bantuak yang kini ko, hanyo pariuk itu ka itu se yang
babueknyo. Dan amak wakatu dahulu pai bajajo ka

85
Universitas Sumatera Utara
daerah urang, painyo salamo saminggu, ado namo
daeranyo Lintau kasinan kami pai bajajo, amak samo
kawan amak ciek lai taruih kami pai tu, lah siap kami
mambuek tu takumpuan pai kami manjajo, amak baok lah
pariuk tu sakaruang, bajujuang samo kapalo kalau lah
tibo disinan dan ado lo yang balatak an dilapau urang
disinan. Itu lah kapayahannyo manjua pariuk ko, kalau
kini amak lah banyak pasanan, jadi indak ado manjajo
tapi mambuek se lai, dan urang-urang kini alah banyak
pakai ojek honda tu mambaok pariuk, dilatak kannyo
dalam karanjang tu pai manjua kakampuang-kampuang
urang, alah samakin maju”
“Sekarang jangan ditanya banyak amak membuat jenis
gerabah, dilihat kan contoh oleh orang yang mau
memesan, terus amak belajar membuatnya, setelah itu
dengan belajar dan belajar kemudian bisa.kalau dahulu
pesanan tidak banyak seperti sekarang. Waktu dahulu
amak pergi berjualan dengan menjajakan, dibawa satu
karung. Dibawa dengan cara diletakkan diatas kepala,
selain itu ada juga yang diletakkan di warung-warung
orang disana. Itulah susuahnya menjual periuk ini. Kalau
sekarang Amak sekarang sudah banyak pesanan, jadi
sekarang tidak berjualan keliling kampung, tetapi hanya
membuat saja. sekarang ojek yang pakai motor membawa
periuk untuk dijual. diletakkan dalam keranjang, pergi
menjual keliling kampung”.
Perubahan teknologi yang semakin canggih memberikan dampak yang

positif pada usaha Ibu Yurnalis. Ibu Yurnalis dapat membuat berbagai macam

gerabah. Proses pemasaran pun mengalami perubahan, dahulunya menjual

gerabah dengan cara berjalan kaki menjajakan gerabah keliling kampung namun

sekarang sudah banyak yang menggunakan sepeda motor.

Hal yang sama dikemukakan oleh Florida, R (2001) bahwa akhir-akhir ini

kehadiran teknologi memiliki peranan yang sangat strategis dalam mempercepat,

meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan ekonomi dan bisnis. Hal ini

dapat dilihat dari semakin banyaknya pekerjaan manusia yang dapat digantikan

oleh teknologi, sehingga manusia sebagai pembuat dan operatornya memiliki

lebih banyak waktu untuk mengkreasikan ide dan gagasan-gagasannya menjadi

86
Universitas Sumatera Utara
sebuah inovasi baru. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli

teknologi, transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi

kreatif.

Kemudian perkembangan untuk penjualannya yaitu ke pasar-pasar di luar

daerah Galogandang, dilakukan oleh ibu-ibu masyarakat Galogandang. Dahulunya

banyak tetapi sekarang sudah tidak lagi. Salah seorang ibu mengatakan kalau dia

masih berjualan di pasar, tetapi teman-temannya tidak ada lagi, sudah banyak

yang merantau dibawa oleh anaknya. Informan penulis mengtakan bahwa:

“Amak manjua pariuk ko lah dari lamo, manjuanyo ka


balai-balai dilua Galogandang ko, jauh-jauh pai
manjuanyo. Biasonyo amak manjua ka balai sanayan di
Sungayang, balai Ju’mat di Tanjuang, amak labiah suko
manjuanyo dari pado mambuek sambia manjua pulo.
Bialah amak mambali ka urang habis itu pai manjuanyo
karano kalau mambuek sambia manjua lamo karajonyo,
karano proses mambueknyo tu lamo, jadi indak dapek-
dapek pitih jadinyo. Amak manggaleh di Balai Sanayan
tu dakek urang manjua pisang, pariuk tu amak baok ado
banyak macam, jumlahnyo sakaruang lah ,beko
dapeklah amak jual bali Rp 200.000, kadang sakaruang
tu lai abih kadang ado lo balabiah”.
“Amak menjual periuk ini sudah lama, menjual ke pasar-
pasar di luar Galogandang, ke tempat yang jauh-jauh.
Biasanya Amak menjual ke pasar Sanayan di Sungayang,
pasr Ju’mat di Tanjuang, Amak lebih suka menjual dari
pada membuat sambil menjualnya. Biarlah Amak
membeli kepada orang lain setelah itu pergi menjualnya,
karena kalau membuat sambil menjual akan
membutuhkan waktu yang lama. Karena prosesnya
membuatnya itu lama, jadi tidak memperoleh uang.
Amak berjualan di pasar senayang dekat orang menjual
pisang, Periuk itu Amak ada beberapa macam,
jumlahnya satu karung, nanti dapatlah uang Rp 200.000,
kadang satu karung habis, terkadang ada juga tidak
habis”.
Begitulah perkembangan gerabah di daerah Galogandang, dahulu sampai

sekarang masih tetap bertahan, hanya saja pengrajin yang ada di Galogandang

87
Universitas Sumatera Utara
semakin sedikit, jika ditinjau dari produknya semakin banyak yang baru dan

semakin banyak pemesan dari daerah-daerah lain di luar Galogandang.

88
Universitas Sumatera Utara
3.4. Jenis-jenis gerabah yang di produksi di Galogandang

Foto 27

Jenis-jenis Gerabah di Galogandang

89
Universitas Sumatera Utara
Jenis-jenis gerabah yang diproduksi di Galogandang sangat banyak, bahkan

menurut informan penulis beliau pernah membuat gerabah dengan berbagai jenis

yaitu sebanyak 20 jenis. Tetapi gambar yang diatas merupakan sebagian contoh

dari gerabah. Waktu penulis melakukan penelitian disana tidak semua jenis

gerabah tersebut dilihat, karena biasanya jika adanya pemesan dari orang barulah

pengrajin membuat gerabah tersebut dan jika tidak, maka pengrajin tidak

membuatnya. Maksudnya disini pesanan khusus dari seseorang untuk membuat

berbagai macam bentuk gerabah.

Zaman dahulu

1. Pariuk ( Balango)

2. Tagendang ameh (tambika)

3. Kuali

4. Menggu (tempat kuah sate)

5. Dulang api

6. Pariuk barasan

7. Gucci

8. Ceret

9. Gelas

Zaman sekarang ( dalam waktu sepuluh tahun ini)

1) Tempat serabi

2) Carano

3) Asbak

4) Ka

90
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1
Daftar Harga Rata-rata Gerabah di Galogandang
Harga
Jenis Ukuran
Pelanggan Bukan Pelanggan
Periuk (Belango) Besar Rp 50.000 Rp 100.000
Sedang Rp 10.000 Rp 40.000
Kecil Rp 7.500 Rp 10.000

Sedang Rp 10.000 Rp 15.000


Tutup
Kecil Rp 5.000 Rp 7.500

Tempat Serabi - Rp 10.000 Rp 20.000

Tagendang Ameh - - Rp 30.000


(Tambika)

Pambaka - Rp 10.000 Rp 20.000


Kumayan
(Dulang Api)

Guci Besar - Rp 100.000


Sedang - Rp 75.000
Kecil - Rp 50.000

Carano - - Rp 100.000

Asbak - - Rp 25.000

Kacio - - Rp 30.000

Menggu (Tempat - Rp 100.000 Rp 150.000


Kuah Sate)

Gantungan - - Rp 10.000
Bunga

Kesimpulan dari tabel diatas, jenis gerabah yang paling Mahal yaitu

Menggu ( Tempat Kuah Sate), dan harga gerabah yang paling murah adalah tutup.

Harga ditentukan oleh pengrajin itu sendiri, setiap pengrajin di Galogandang

menetapkan harga gerabah berbeda-beda. Terlihat dari harga penjualan kepada

pelanggan dengan yang bukan pelang

91
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

STRATEGI PEMASARAN GERABAH DI GALOGANDANG

Penulis mendatangi daerah Jorong Galogandang yang kemudian mendatangi

salah seorang pengrajin gerabah. Penulis mendatangi rumah ibu Yurnalis, pada

saat itu ibu Yurnalis sedang melakukan pembuatan gerabah. Wawancara kali ini

penulis bertanya mengenai srategi pemasaran gerabah yang dilakukan oleh ibu

Yurnalis dan pengrajin lainnya. Pada saat melakukan wawancara dengan penulis

ibu Yurnalis tidak meninggalkan pekerjaannya, tetapi menjawab sambil bekerja.

Adapun hasil wawancara pengrajin dengan ibu Yurnalis tentang strategi

pemasaran gerabah sebagai berikut:

4.1. Nilai Seni dalam Pengembangan Design Gerabah

Nilai seni adalah kualitas yang terdapat dalam karya seni, baik kualitas yang

bersifat kasat mata, maupun yang tidak kasat mata. Nilai yang dimiliki oleh karya

seni merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang dihayati oleh seniman atau

seniwati dalam lingkungan sosial budaya masyarakat, kemudian di ekspresikan

dalam wujud karya seni dan dikomunikasikan kepada penikmatnya atau publik

seni. Nilai seni yang tinggi berkaitan dengan pengembangan design gerabah,

untuk mendapatkan barang tersebut bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.

Masyarakat Galogandang mengolah tanah liat menjadi sebuah produk yang

memiliki nilai seni serta nilai guna untuk digunakan oleh ibu-ibu rumah tangga

sebagai tempat memasak. Sentuhan dari setiap gerabah yang dihasilkan

menciptakan kreatifitas yang memiliki nilai seni.

92
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana menurut Suryana (2013:77) menjelaskan bahwa, kreasi dan

gagasan untuk mengembangkan desain, ukuran, kualitas, kemasan, corak,

keistimewaan barang dan jasa serta pelayanan yang akan diberikan. Produk baru

mengandung kualitas baru dan nilai tambah baru. Demikian dengan Para

pengrajin menciptakan berbagai macam gerabah yang diminati oleh masyarakat

setempat dan masyarakat luar. Terlihat dari design-design baru yang dihasilkan.

Seiiring perkembangan zaman, maka semakin banyak juga bentuk yang baru dari

gerabah yang dihasilkan.

Pemesanan gerabah motif bunga disesuaikan dengan permintaan

konsumen. Diberi motif bunga agar kelihatan lebih cantik dan menarik. Motif

bunga ini berdasarkan ide atau kreativitas pengrajin, tidak ada mengandung unsur

alam atau makna lain. Motif bunga tersebut hanya ada pada gerabah yang

berbentuk teko (ceret). Hal tersebut menandakan bahwa kreativitas yang dimiliki

oleh pengrajin sangat menunjang perkembangan usaha gerabah tersebut.

93
Universitas Sumatera Utara
Foto 28

Teko dengan Menggunakan Motif Bunga

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menghasilkan suatu

karya baru. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam membuat suatu

karya yang berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Dalam hal ini pengrajin

gerabah menciptakan berbagai macam bentuk kerajinan gerabah dengan ide-ide

baru yang dimilikinya maupun yang mendapatkan bentuk contoh dari tempat lain.

Ide yang tercipta akan membuat suatu bentuk kerajinan, sehingga dapat menarik

minat dan kemampuan konsumen untuk membelinya.

Hasil dari kreativitas adalah produk kreatif yang didefenisikan sebagai

barang-barang dan jasa-jasa yang memiliki nilai ekonomi yang dihasilkan dari

kreativitas (Howkins, 2001: X). Hasil dari kreativitas bisa diamati dari segi

produk, proses, strategi, metode, usaha, modal, dan desain baru yang dihasilkan.

Hal ini sesuai dengan gerabah yang terdapat di Galogandang, dimana

gerabah dapat dikatakan memiliki nilai ekonomi yang dihasilkan dari kreativitas

94
Universitas Sumatera Utara
oleh perempuan-perempuan masyarakat setempat. Gerabah yang dihasilkan

sebagai bentuk kreativitas yang dilakukan oleh pengrajin gerabah, seperti terdapat

pada motif-motif.

Sebagaimana diketahui menurut Home Affairs, Suryana (2013:46)

menjelaskan bahwamodal budaya dimiliki oleh setiap bangsa bahkan perusahaan

secara turun-temurun. Modal itu terdiri dari nilai-nilai, orientasi, kebiasaan, adat-

istiadat, dan bentuk lain dari budaya. Modal budaya juga bisa berupa kesenian,

pertunjukkan, film, drama, lukisan, dan bisa dalam bentuk hasil karya atau dalam

bentuk cagar budaya-heritage. Modal budaya adalah modal dasar yang sudah

dimiliki oleh industri, terutama industri kecil dan industri lokal yang tersebar di

seluruh pelosok tanah air.

Keanekaragaman-kebinekaan, seperti etnis, suku, adat, nilai-nilai, warisan

budaya, dan bahasa yang tersebar diberbagai daerah merupakan dasar ekonomi

kreatif. Semua modal budaya dan kebinekaan ini masih perlu dikelola (manage)

secara kreatif sehingga dapat menciptakan kakayaan batu, seperti kesempatan

kerja, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakatnya. Supaya bernilai ekonomi

tinggi, modal dasar budaya dan kebinekaan perlu dikolaborasikan,

dikombinasikan, dipelihara, dan dikembangkan. Untuk mengelola dan

mengembangkannya, selain diperlukan pendidikan, kecakapan, dan pengalaman,

juga diperlukan pemahaman tentang pentingnya kebinekaan sebagai modal dasar

ekonomi kreatif yang bernilai ekonomi tinggi, bernilai nasionalisme, dan bernilai

kesejahteraan.

Modal budaya yang digunakan oleh pengrajin gerabah adalah kretivitas.

Menurut salah seorang informan penulis, kreativitas itu merupakan kemampuan

95
Universitas Sumatera Utara
seseorang dalam membuat suatu karya baru atau dengan kata lain, kreativitas

adalah kemampuan seseorang dalam membuat suatu karya yang berbeda dari yang

pernah ada sebelumnya sehingga menjadi terlihat lebih baru. Dalam hal ini beliau

membuat berbagai macam bentuk kerajinan gerabah dari tanah liat dengan ide

yang beliau miliki agar lebih lebih menarik konsumen 4.

4.2. Nilai keuntungan

berdasarkan nilai seni, usaha gerabah yang dibuat dengan menggunakan

pasir dan tanah liat yang sebagian tanah liat tersebut dapat diminta dari

masyarakat setempat, modalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha

lainnya yang dibuat dari bahan yang dibeli di toko. Prinsip ekonomi yang

mengatakan bahwa “dengan modal yang sekecil-kecinya, menghasilkan untung

yang sebesar-besarnya”. Menurut ibu Rina, yakni:

“Tanah yang digunoan untuk mambuek pariuk ko


tanah sawah dan tanah bukit, untuak mandapek an
tanah sawah bis, jadi Etek indak paralu mambalinyo
do. Urang tu buliah mambiak tanah ko, karano sawah
yang lah diambiak tanah liat akan rancak tumbuah
padi sasudahnyo”, modal yang Etek kaluan lai indak
terlalu banyak, cuman untuak mambali pasia nyo se
lain”.

“Tanah yang digunakan untuk membuat gerabah


merupakan tanah liat yang ada di sawah dan di bukit,
tanah liat yang ada di sawah tersebut bisa langsung
didapatkan dengan tidak menggunakan uang. Tanah
tersebut bisa diminta saja kepada masyarakat setempat.
Karena keuntungan pada orang punya sawah, yakni
bisa membuat padi di sawah tersebut tumbuh subur,
karena tanah liatnya tidak ada lagi. Jadi modal yang
dikeluarkan tidak terlalu banyak untuk pembuatan
gerabah ini.

4
Ibid hal 74

96
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama juga dijelaskan oleh ibu Yurnalis yang mengatakan bahwa

nilai keuntungan gerabah terdapat pada modal yang dikeluarkan yang tidak

terlalu banyak, hasil wawancara penulis dengan beliua sebagai berikut:

“Pasia nyo memang dibali , saharogo Rp 270.000, pasia


dibali ka urang Padang Panjang, beko inyo yang mantaan
ka siko. Kalau tanah lai indak mambali do masalahnyo
tanah ado yang baminta samo urang punyo sawah yang
sawah alah manyabik, tapi kini ado lo tanah ko yang
babali tapi haragonyo lai murah. Kalau yang indak babali
tu, dek lataknyo jauh palingan hargo sewa ojeknyo se
babayia”.

“Pasirnya memang dibeli, seharga Rp 270.000, pasir dibeli


pada orang Padang Panjang, nanti orang itu yang
mengantarkan kesini. Kalau tanah tidak dibeli masalahnya
tanah ada yang diminta dengan orang yang punya sawah
yang padi sudah panen. Tapi kini sudah ada tanah yang
dibeli tetapi harga murah. Kalau yang tidak dibeli,
terkadang letaknya jauh maka harga sewa ojek yang
membawa yang dibayar”.

Nilai keuntungan dalam strategi pemasaran gerabah terdapat pada modal

yang sedikit. Dengan demikian, nilai keuntungan yang diperoleh dari pengrajin

gerabah yakni modal yang kecil mereka masih bisa memproduksi gerabah setiap

hari. Sehingga usaha kerajinan gerabah semakin berkembang dengan seiiring

waktu

97
Universitas Sumatera Utara
4.3. Penjualan Kepada Distributor

Gudang balango sebagai salah satu wadah untuk menyalurkan gerabah

dari sebagian pengrajin di Galogandang, dahulunya gerabah hanya dijual di

sekitar daerah Galogandang saja, tetapi seiringnya waktu bagi pemasaran gerabah

semakin luas sehingga gudang balango sebagai distributor untuk menjual gerabah

ke luar daerah. Pemasaran yang lain yaitu dengan cara pelanggan yang membeli

gerabah langsung ke tempat gudang balango.

Foto 29

Gerabah yang Sudah Terkempul

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

98
Universitas Sumatera Utara
Menurut cerita seorang pemilik gudang balango yaitu nenek Rasina.

Nenek yang berumur sekitar 60 tahun ini memiliki empat orang anak satu laki-laki

dan tiga anak perempuan, dahulu tiga anak perempuannya merantau tetapi karena

sekarang sudah pulang kekampung, dan beliau memilih untuk membuat gerabah.

Nenek Rasina bisa dikatan sebagai pengrajin yang sudah lama membuat gerabah,

sudah dari turun-temurun, pekerjaan serta bakat yang dimilikinya sudah menurun

kepada anak dan cucunya.

Anak-anak dari nenek Rasina sekarang sudah menjadi perempuan-

perempuan yang mahir dalam membuat gerabah. Nenek Rasina dan ketiga

anaknya tidak hanya sebagai pembuat gerabah tetapi juga sebagai penjual Salah

seorang informan penulis menceritakan bahwa gudang balango sudah ada

Pemasaran gerabah ini dilakukan keluarga besar nenek Rasina, mereka tidak

hanya membuat gerabah tetapi juga sebagai pengumpul gerabah. Di tempat ini

gerabah dikumpulkan, yang sebagian dibeli dari pengrajin sekitar daerah

Galogandang dan sebagian lagi nenek dan ketiga anaknya yang membuat gerabah

tersebut. Jadi, rumah nenek Rasina dijadikan sebagai luarga nenek Rasina

membutuhkan Modal yang besar untuk membeli gerabah kepengrajin sekitar,

sehingga keluarga nenek Rasina membutuhkan pinjaman modal dari PNPM

Mandiri. Sebagai pengumpul mereka harus memiliki uang tunai untuk membeli

gerabah kepada pengrajin-pengrajin gerabah yang lain disekitar daerah

Galogandang.

Sebagaimana diketahui Menurut Home Affairs (dalam Suryana 2013:46)

menjelaskan bahwa, Modal kelembagaan dan struktural merupakan modal yang

diperlukan oleh industri kreatif yang berasal dari pemerintah dalam bentuk

99
Universitas Sumatera Utara
kebijakan yang dapat mengakomodasi dan melindungi industri kreatif. Oleh

karena itu, diperlukan departemen khusus yang membina industri kreatif di bawah

kementrian yang membina perindustrian dan/atau perdagangan, yang mendorong,

mengadvokasi, mematenkan, dan mempromosikan produk budaya (dalam

Suryana 2013:46). Modal struktural atau kadang dikenal dengan modal

infrastruktur oleh Howkins (dalam Suryana 2013:51) didefenisikan sebagai alat

yang diperlukan dan dipandang sebagai modal sumber daya manusia bagi

organisasi. Modal infrastruktur ini meliputi:

a. Kebijakan rekrutmen organisasi,

b. Pelatihan dan remunerasi,

c. Sistem informasi manajemen dan sistem manajemen ilmu pengetahuan,

d. Arahan kerja tim,

e. Sikap dalam pekerjaan,

f. Memanajemen hak kekayaan intelektual,

g. Nama,

h. Perlindungan merek dagang,

i. Lisensi,

j. Hak paten, dan

k. Perlindungan hak cipta.

Untuk menciptakan modal infrastruktur diperlukan modal institusional

(kelembagaan) yang dapat melindungi, membina, mengarahkan, dan

mengakomodasi, serta menciptakan iklim ekonomi kreatif. Kelembagaan ini

merupakan domain pemerintah yang harus proaktif menciptakan program dan

iklim usaha kreatif melalui kebijakan yang kondusif.

100
Universitas Sumatera Utara
Dari bentuan PNPM mandiri tersebut Gerabah dapat dibeli dari pengrajin-

pengrajin disekitar daerah tersebut, setelah gerabah tersebut dibeli kemudian

dikumpulkan di Gudang balango dengan jumlah yang tidak sedikit, terkadang

bisa mencapai ribuan, karena biasanya satu kali penjualan gerabah ke daerah luar

Galogandang, harus mencapai satu truk besar dengan muatan 1200 sampai dengan

1500 gerabah. Penjualan ke daerah luar Galogandang ini dilakukan sebanyak dua

kali dalam satu tahun. Daerah tersebut adalah Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang,

Pariaman, Bengkulu, Lubuk Alung dan lain-lain di luar Galogandang.

Selain dengan pemasaran yang dijual langsung ke daerahnya ada juga

dengan cara mendatangi langsung daerah Galogandang. Penulis bercerita kepada

tetangga penulis tentang penelitian di Galogandang ternyata beliau berminat untuk

membeli gerabah dan akan dibawa ke Jakarta. Didalam perjalanan, penulis pergi

secara terpisah dengan tetangga penulis, dan ia pun tersesat dikarenakan beliau

tidak begitu mengetahui jalan menuju daerah Galogandang. Susah payah penulis

pun mengarahkan jalan menuju ke Daerah Galogandang tersebut. Penulis sudah

sampai di tempat gudang balango, lama menunggu kemudian beliau sampai di

lokasi.

Penulis sangat beruntung dalam situasi tersebut karena bisa memperhatikan

langsung cara penjualan antara pengrajin dengan pembeli gerabah. Terjadi tawar-

menawar antara keduanya, wawancara penulis kepada pembeli gerabah, menurut

pembeli sebagai berikut:

“Ambo nio manjapuik ka siko dek alasan supayo


mandapek harago yang murah, dek lah pai ka tampek
gudang balango. Tu haragonyo pasti lai murah
dibandiang di bali di daerah ambo”.

101
Universitas Sumatera Utara
“saya menjemput kesini dengan alasan supaya
mendapatkan harga yang murah, karena langsung
mendatangi pergi gudang balango ini. Harganya lebih
murah dibandingkan beli di daerah saya”.

Pemilihan dilakukan oleh pembeli. Pemilihan dilakukan supaya

mendapatkan gerabah yang bagus. Pengrajin membantu memilihkan gerabah yang

bagus, yaitu jika gerabah dipukul maka akan menghasilkan bunyi yang berdering,

jika tidak berdering maka gerabah tersebut tidak bagus. Sebagai pengrajin beliau

juga tidak mau jika pembeli kecewa dengan gerabahnya, makanya beliau

membantu memilihkan gerabah yang bagus. Suasana semakin menegang saat

penentuan harga, penawaran terus terjadi. Menurut pengrajin sebagai berikut:

“Uni kalau ambo nan mambuek, ambo agiah senyo tapi


pariuk yang ado disiko banyak nan mambali ka urang
lain disiko. Harago iyo indak bisa agak murah do, kami
disiko tu ingin mandepek untuang pulo”.

“Uni jika saya yang membuatnya maka akan dikasih


saja. Karena gerabah yang ada disini dibeli kepada
pengrajin-pengrajin yang ada di daerah ini. Harga tidak
bisa murah. Kami disini ingin mendapatkan untung
juga”.

102
Universitas Sumatera Utara
Foto 30

Pembeli dengan Penjual Gerabah di Gudang Balango

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Selain pemasaran ke gudang Balongo, gerabah di Galogandang juga cara

memeliki cara pemasaran yang lain. Pemasaran gerabah di Galogandang berbeda-

beda, berbagai macam pemasaran dilakukan di daerah tersebut. Sebagaimana

menurut Suryana (2013:77) menjelaskan bahwa Kreasi dan gagasan untuk

mengembangkan dan memperluas saluran, lembaga distribusi, dan wilayah

pemasaran baru. Misalnya, dengan membuka jaringan pemasaran baru ( seperti

Alfamart, Yomart, Circle K) dan mengembangkan agen-agen di beberapa daerah

pemasaran. Demikian juga dengan pengrajin gerabah di Galogandang dimana

mereka juga mengembangkan dan memperluas penujualan gerabah tersebut

dengan menjual kepada pedagang-pedagang yang ada di daerah luar

Galogandang. Menurut wawancara penulis dengan salah satu informan, adalah

sebagai berikut:

“Manjua pariuk ko indak disekitar daerah Galogandang,


tapi akan ado urang nan mambali untuak ka dijua di
daerahnyo yaitu pariaman, urang pariaman ko punyo took

103
Universitas Sumatera Utara
selain inyo punyo toko surang, urang ko malatak an
gerabah ko ka toko-toko yang lain ado disitu. Jadi
istilahnyo urang nan manjapuik ka siko agennyo, karano
inyo manjapuik ka Galogandang.
“Menjual gerabah tidak hanya di daerah Galogandang,
tetapi ada juga pembeli di luar daerah Galogandang,
dimana kemudian gerabah tersebut dijual didaerahnya,
yaitu Pariaman. Orang Pariaman ini memiliki toko,
kemudian dia menjual di tokonya dan menjual kepada
toko-toko yang lain. Jadi istilahnya orang Pariaman
sebagai agennya, karena dia yang menjemput gerabah ke
Galogandang”.

Cara pemasaran gerabah bagi pengrajin sangat beragam, dengan semakin

berkembangnya zaman maka semakin banyak juga gerabah yang dipasarkan.

Keesokan harinya penulis melakukan penelitian lagi, hari yang sangat cerah

sehingga mendukung untuk melakukan penelitian pada saat itu. Setibanya disana

penulis ternyata bertemu dengan sekumpulan ibu-ibu yang sedang duduk-duduk

didepan rumah, ternyata diantara kumpulan ibu-ibu tersebut ada seorang ibu yang

sedang mempersiapkan dagangannya. Ibu ini berasal dari daerah Turawan, yaitu

daerah yang berada diluar Galogandang. Beliau membeli gerabah ke pengrajin

gerabah di Galogandang, kemudian menjualnya menggunakan rotan yang

diletakkan diatas kepala.

Rotan tersebut diikat menggunakan tali dan meletakkan daun pisang yang

kering, supaya gerabah bisa dibawa dengan baik sehingga tidak membuat gerabah

tersebut retak. Jika diberi daun pisang kering hal tersebut bisa terhindar. Setelah

itu baru gerabah diletakkan di atas rotan tersebut. Gerabah yang ditata ada sekitar

20 mulai dari yang kecil sampai yang besar. Gerabah tersebut di jual ke daerah

Solok, dengan menjajakan keliling kampung. Ibu tersebut membawanya ke

daerah Solok sudah sejak lama, meskipun masih banyak saingan dari orang lain

beliau masih tetap berjualan sampai sekarang.

104
Universitas Sumatera Utara
Foto 31

Penjual Gerabah Menggunakan Rotan

Sumber: Dokumentasi Pribadi 2016

Berbagai cara dilakukan dalam proses penjualannya, dilakukan didalam

daerah maupun ke luar daerah Galogandang. Keluar daerah Galogandang biasa

dilakukan yaitu ke Medan, Pekanbaru, Payakumbuh, Padang, Jambi dan lain-lain.

Penjualan gerabah dijual ke daerah Medan biasanya dengan jumlah yang sangat

banyak, menurut informan penulis bahwa sebagai berikut:

“ kalau yang ada di gudang balango ko tampek


mangumpuaan balango yang ado didaerah galogandang,
beko dari siko banyak dijua ka daerah Medan, dibaok
pakai oto truk gadang, yang muatannyo sebanyak 1500
pasang, biasonya dilakuan sakali 6 bulan , kemudian oto
yang dibaok kasinan beko disewa Rp 3.000.000, pai
manggalehnyo indak lamo-lamo, cuman sabanta, yo lamo
mangumpuan barang yang akan dibaok ka medan ko.

“Kalau yang ada di gudang balango yaitu tempat untuk


mengumpulkan gerabah yang ada di galogandang, dari sini
banyak di jual ke daerah Medan, dibawa menggunakan
mobil truk besar yang muatannya sebanyak 1500 pasang.
Biasanya dilakukan sekali 6 bulan, kemudian mobil yang
dibawa yaitu mobil yang disewa Rp 3.000.000, pergi
menjualnya tidak perlu lama, yang lama yaitu
mengumpulkan gerabah yang akan dibawa ke Medan.”

105
Universitas Sumatera Utara
Pemasaran ke tempat-tempat yang lain, selain Medan yaitu ke daerah

Pekanbaru, untuk rumah sakit yang ada disana, gerabah tersebut berguna untuk

meletakkan ari-ari bayi dari ibu-ibu yang melahirkan, dimana ari-ari tersebut akan

dikuburkan.

Selain itu cara pemasaran yang lain dari pengrajin gerabah yang ada di

Galogandang yakni yang dilakukan oleh seorang informan penulis, beliau juga

sebagai pembuat dan sebagai penjual gerabah. Beliau memasarkan gerabahnya

yaitu ke daerah Padang dan Lubuk Alung, beliau membawa gerabah dalam jumlah

yang banyak mencapai 1000 pasang gerabah. Gerabah tersebut dimasukkan ke

dalam karung kemudian dibawa menggunakan truk, dengan sewa sekitar Rp

500.000. Penjualan dilakukan sekali dalam dua bulan, memang penjualan

dilakukan agak lama karena beliau harus mengumpulkan gerabah terlebih dahulu,

apalagi pada zaman sekarang gerabah sudah sedikit ditemukan karena tidak

banyak lagi pengrajin gerabah di Galogandang. Menurut wawancara penulis

dengan informan, sebagai berikut:

“Etek mambuek gerabah dan manjua iyo pulo, pariuk


ko dibuek , dikumpuan sampai banyak, lah banyak
beko baru di baok ka Padang. Di Padang manjuanyo
indak di encer tapi dimasuak an ka toko-toko yang ado
disinan”.

“Etek membuat dan menjual gerabah. Gerabah dibuat


kemudian dikumpulkan sampai dalam jumlah yang
banyak, setelah itu dijual ke Padang. Menjual di
Padang tidak secara ecer tapi memasukkan ke toko-
toko yang ada disana.

Pemasaran gerabah di Galogandang yang beragam bisa membuat gerabah

bisa dikenal serta bisa menghasilkan uang kepada pengrajin, sehingga pengrajin

106
Universitas Sumatera Utara
mendapat keuntungan yang lebih dari hasil penjualan tersebut. Penjualan yang

dibawa ke daerah luar Galogandang biasanya bisa mahal ketimbang di jual di

daerah Galogandang sendiri.

Keesokan hari penulis melakukan penelitian dengan tidak sengaja bertemu

dengan ibu penjual gerabah. Beliau mengatakan kalau dia masih berjualan di

pasar, tetapi teman-temannya tidak ada lagi, sudah banyak yang merantau dibawa

oleh anak, menurut informan penulis mengatakan bahwa:

“Amak manjua pariuk ko lah dari lamo, manjuanyo ka


balai-balai dilua Galogandang ko, jauh-jauh pai
manjuanyo. Biasonyo amak manjua ka balai sanayan di
Sungayang, balai Ju’mat di Tanjuang, amak labiah suko
manjuanyo dari pado mambuek sambia manjua pulo.
Bialah amak mambali ka urang habis itu pai manjuanyo
karano kalau mambuek sambia manjua lamo karajonyo,
karano proses mambueknyo tu lamo, jadi indak dapek-
dapek pitih jadinyo. Amak manggaleh di Balai Sanayan
tu dakek urang manjua pisang, pariuk tu amak baok ado
banyak macam, jumlahnyo sakaruang lah ,beko
dapeklah amak jubali Rp 200.000, kadang sakaruang tu
lai abih kadang ado lo balabiah”.
“Amak menjual periuk ini sudah lama, menjual ke pasar-
pasar di luar Galogandang, ke tempat yang jauh-jauh.
Biasanya Amak menjual ke pasar Sanayan di Sungayang,
pasar Ju’mat di Tanjuang, Amak lebih suka menjual dari
pada membuat sambil menjualnya. Biarlah Amak
membeli kepada orang lain setelah itu pergi menjualnya,
karena kalau membuat sambil menjual akan
membutuhkan waktu yang lama. Karena proses
membuatnya itu lama, jadi tidak memperoleh uang.
Amak berjualan di pasar senin dekat orang menjual
pisang, Periuk itu Amak ada beberapa macam,
jumlahnya satu karung, nanti dapatlah uang Rp 200.000,
kadang satu karung habis, terkadang ada juga tidak
habis”. 5
Beliau seorang penjual gerabah yang memasarkan gerabah ke pasar-pasar

tradisional, beliau melakukan pekerjaan ini sudah lama. Beliau lebih suka menjual

dari pada membuat gerabah, alsannya jika membuat gerabah bakal lama untuk

5
Ibid hal 93

107
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan uang, karena kalau membuat gerabah harus dikumpulkan baru bisa

dijual. Sebagai penjual bisa membeli gerabah kepada pengrajin yang lain,

kemudian membawanya ke pasar-pasar tradisional, sehingga uangnya bisa di

dapatkan dengan cepat.

4.4. Penjualan Berdasarkan Pesan dan Permintaan

Cara penjualan kepada pelanggan dilakukan oleh pengrajin dengan pesanan

dan permintaan.

4.4.1. Pesan

Keesokan harinya penulis pergi melakukan penelitian ke Galogandang.

Penulis pergi dengan teman, penulis mengajak teman karena dalam melakukan

penelitian penulis tidak bisa sendiri. Alasannya supaya penulis bisa mendapatkan

bantuan untuk mendokumentasikan penulis diwaktu melakukan wawancara.

Perjalanan yang jauh menuju lokasi penelitian membuat penulis dengan teman

sangat menikmati perjalanan tersebut, karena pemandangan yang indah serta

suasana pedesaan yang sejuk sangat mendukung untuk melakukan penelitian di

daerah tersebut. Mata pencaharian yang beragam menjadikan suasana

Galogandang pada pagi itu terlihat sibuk. Diperjalanan penulis banyak melihat

petani yang sedang menggarap sawah, ada juga masyarakat yang sedang

menjemur cengkeh. Kekayaan alam Galogandang membuat daerah tersebut

memiliki berbagai macam mata pencaharian. Setibanya di lokasi tersebut penulis

langsung menghampiri pengrajin gerabah, ternyata beliau sedang membuat

gerabah. Dengan perasaan yang senang penulis melakukan wawancara dengan

beliau. Penulis melakukan wawancara dengan beliau, karena hari kemaren penulis

sudah datang ke tempat beliau, jadi pada hari ini penulis langsung saja bertanya

108
Universitas Sumatera Utara
mengenai tentang pemesanan gerabah di Galogandang. Beliau mengungkapkan

bahwa:

“Urang mamasan ka Amak tu banyak, ado yang dari


daerah-daerah lua. Iko se Amak mambuek pasanan untuak
ka Pakanbaru, urang mamasan pariuk untuak rumah sakik
yang ado disinan. Rumah sakik ko mamakai pariuk untuk
malatak an ari-ari anak bayi, bilo ado anak bayi yang
lahia tu ari-ari lah disadion samo suster disinan. Jadi
amak mambuek sakitar 1000 pariuk untuk ka sinan”.
“Orang memesan kepada Amak sangat banyak, ada dari
daerah-daerah luar Galogandang. Pemesanan ini untuk
daerah Pekanbaru. Orang memesan gerabah ini untuk
Rumah sakit yang ada disana. Rumah sakit ini
menggunakan gerabah untuk meletakkan ari-ari dari anak
bayi, bila ada anak bayi yang lahir maka ari-arinya akan
diletakkan di dalam gerabah kemudian dikuburkan. Jadi
Amak membuat gerabah sekitar 1000 gerabah”.
Banyaknya pemesanan yang dibuat oleh Ibu Yurnalis membuat beliau

setiap hari untuk membuat gerabah. Ibu Yurnalis membuat gerabah dalam

berbagai macam jenis, sehingga beliau bisa membuat pesanan gerabah asalkan

ada contoh barang atau gambar yang diberikan. Pemesanan selanjutnya

dilakukan untuk pelanggan yang ada di luar daerah, yaitu dari Pariaman dan

Padang. Salah seorang informan menjelaskan bahwa:

“amak mambuek pasanan ko lah lamo, urang ko


mintak banyak sahinggo agak lmao amak
mambueknyo, mintak sabanyak 1000 akan dibaok
ka daerah Pariaman, urang ko lah lamo jadi
langganan amak, nyo mamasan ka amak untuk di
jua dikadainyo di Pariaman, habis itu urang kadai
disinan banyak lo ka inyo yang mambali. Kadang
banyaknyo pasanan jadi indak tabuek-buek an,
mako mambueknyo harus dikaja-kajaan. Karano
pasanan dilakuan sakali banyak”.

“Amak membuat pesanan ini sudah lama, orang


tersebut meminta dalam jumlah yang banyak, yaitu
sebanyak 1000 di bawa ke daerah Pariaman, orang ini
sudah menjadi langganan amak, dia memasan kepada
amak untuk dijual kembali di tokonya, setelah itu
orang toko-toko yang lain juga ada mengambil

109
Universitas Sumatera Utara
gerabah kepadanya. Kadang karena banyaknya
pesanan sehingga tidak terbuatkan lagi. Membuatnya
harus dikejarkan, karena pesanan dilakukan sekali
banyak”.

Pemesanan dilakukan berbagai daerah dari Pariaman, Medan, Padang

daerah-daerah tersebut selalu memesan gerabah. Seperti kota Pariaman untuk

pemasaran gerabah, pemesan gerabah dari daerah tersebut sudah menjadi

langganan tetap bagi Ibu Yurnalis. beliau selalu mendapat pesanan dari daerah

tersebut, karena pelanggan disana menjual gerabah ke toko-toko yang ada di

Pariaman. Beliau membuat gerabah sebanyak 500 gerabah. Selain daerah di luar

Galogandang beliau juga ada pesanan dari sekitar tempat tinggal beliau. Hasil

wawancara penulis dengan Ibu Yurnalis menjelaskan bahwa:

“Urang ko mamasan saketeknyo, sabanyak 10 buah.


pasanan nyo tu tampek panggantuang bungo. Jadi satiok
pamasanan saketek atau banyak amak tetap manarimo.
rasaki indak ditolak, yang pasti satiok harinyo ado
pasanan”.
“Orang ini memesan sedikit, yaitu sebanyak 10 buah
gerabah. pesanannya adalah pot gantungan bunga. Jadi
setiap pemesanan sedikit atau banyak Amak tetap
menerima pesanan. rezeki tidak boleh ditolak, yang pasti
setiap harinya ada pesanan”.
Kemudian selanjutnya penulis melanjutkan penelitian ke lokasi tempat Pacu

jawi. Waktu menunjukkan jam 13.00 wib, penulis sementara menunggu acara

pacu jawi dimulai kemudian dari kejauahan penulis melihat ibu Rasina yaitu

seorang pengrajin gerabah. Beliau berada disana untuk menolong anaknya yang

sedang berjualan nasi. Penulis mendekatinya, meminta izin untuk cerita-cerita

mengenai gerabah, dengan senang hati beliau menceritakan kepada penulis

tentang cara pemesan gerabah. Menurutnya bahwa:

“Di Galogandang ko amak tamasuak lamo manjadi


pangrajin, pariuk ko lah lamo ado disiko, sajak zaman
dahulu lah dari turun-temurun pulo. Caro manjuanyo

110
Universitas Sumatera Utara
bakandk dari urang senyo, ado ka Medan, Pakanbaru,
Padang, Solok dan lain-lain. Tampek ambo gudang
balango dimano tampek mangumpuan pariuk-pariuk di
daerah Galogandang ko. Kalau pangiriman ka Medan jo
ka Pakanbaru dua kali dalam satu Tahun mambaoknyo
pakai oto prah , muatannyo sabanyak 1500 pasang. Oto
prah nyo disewa pulo tu. Patang ko ado lo urang nan
bakandak, untuak anak sakolah tu ambo buek an . nyo
mamas an baki, galeh dan tada. Ado lo urang nan lain
mamasan, untuk mambuek pangek lapuak, urang tu
bakandak tampek balango nan paliang gadang, yang
kisaran harago Rp 75.000, urang tu manjuanyo
manjalang daerah payakumbuah. Pas urang tu mambali
ambo agiah inyo bonus, kironyo pas mambali kasiko
baliak dibaok an nyo ambo pangek lapuak tu”.

“Di Galogandang ini Amak termasuk orang yang sudah


lama menjadi pengrajin, gerabah ini sudah lama ada disini.
Sejak zaman dahulu dari turun-temurun. Cara menjualnya
dari orang yang memesan saja. Ada yang ke Medan,
Pekanbaru, Padang, Solok dan lain-lain. Tempat Amak
adalah gudang balango dimana tampat mengumpulkan
gerabah yang ada di daerah Galogandang. kalau
pengiriman ke Medan dan Pekanbaru dua kali dalam satu
tahun yang menggunakan mobil truk dengan muatan 1500
pasang, mobil truk tersebut juga disewa. kemaren ada
orang yang memesan gerabah, yang memsan adalah anak
sekolah. Anak itu memesan baki, gelas, dan tada.
Pemesanan selanjutnya yaitu orang yang membuat pangek
lapuak, orangnya meminta gerabah yang paling besar
dengan kisaran harga Rp 75.000, orang menjual pangek
lapuak jalan menuju Payakumbuh. Pas orangnya beliau
member bonus kepadanya. Ternyata pas pembelian
selanjutnya ternyata orang pangek lapuak membawakan
pangek lapuaknya untuak Amak”.

Pemesanan dilakukan oleh pembeli gerabah, cara tersebut bisa

meningkatkan penjualan gerabah di Galogandang. Pemesanan yang dilakukan

yaitu dalam jumlah yang sedikit dan jumlah yang banyak. Pemesanan biasanya

dibawa ke daerah di luar Galogandang. Pemesanan tidak hanya dilakukan oleh

orang yang berjualan di toko-toko tetapi juga masyarakat biasa yang memakai

gerabah untuk peralatan rumah tangga sehari-hari.

111
Universitas Sumatera Utara
4.4.2. Permintaan

Salah satu sifat dari sebuah kerajinan tangan tradisional adalah

kefleksibelannya. Artinya bentuk dan designnya tidak terpatok harus seperti itu-

itu saja, dimana hasilnya bisa disesuikan dengan kreasi yang diinginkan. Hal

inilah yang menjadi salah satu pelayanan yang diberikan oleh usaha pengrajin

gerabah kepada pelanggannya. Mereka bisa memesan barang dan merequest

bagaimana bentuk dan hal-hal lainnya sesuai dengan mereka inginkan.

Wawancara penulis dengan salah satu informan mengungkapkan.

“ Ado ciek langganan amak nyo, maminta ka amak


kalau amak harus mambuek an gerabah , tampek
mambuek serabi sabanyak 50 buah, disinan lah amak
baraja mambueknyo, tampek serabi ko nyo baok dari
Jawa, kini inyo kana mambukak usaha sarabi di
daerah Bukittinggi, mangkonyo di pasan kasiko, kalau
ka Jawa kan jauh pulo”.

“Ada satu langganan amak, meminta amak untuk


membuat tempat sarabi yaitu sebanyak 50 buah, disana
amak belajar membuat tempat serabi tersebut.
Sebelumnya tempat serabi di bawa dari Jawa, sekarang
dia akan membuka usaha serabi di daerah Bukittinggi,
makanya di pesan disini, kalau ke Jawa jauh”.

Dengan demikian permintaan dari pelanggan selalu ada, karena permintaan

itu timbul dari pelanggan sesuai dengan kemauannya masing-masing. Banyaknya

permintaan dari pelanggan maka bisa meningkatkan penjualan gerabah di daerah

Galogandang. Pengrajin Galogandang bisa membuat gerabah sesuai dengan

pesanan pelanggan, asalkan ada contoh atau gambar dari gerabah yang akan

dibuat.

Hal yang sama dikatakan oleh Suryana (2013:78) bahwa pengembangan

produk yang fleksibel dan beradaptasi dengan kebutuhan konsumen dan

112
Universitas Sumatera Utara
perekembangan teknologi. Produk-produk yang dihasilkan dapat disesuikan

dengan kebutuhan konsumen dan perekembangan teknologi.

Sebagaimana diketahui harga penjualan gerabah di Galogandang berbeda-

beda, tergantung besar dan kecil gerabah dan tergantung pada jenis dari gerabah

tersebut. Harganya ditetapka oleh pengrajin itu sendiri. Wawancara penulis

dengan pengrajin gerabah, sebagai berikut:

“malatak an harago ka urang nan mambali


tagantuang bantuak jo gadang keteknyo pariuk tu, tu
biaso nyo mancaliak tingkek kapayahan mambueknyo.
Jikok nan gadang bisa harago sampai Rp 100.000 nan
ketek haragonyo Rp 20.000, haragotu itu pun babeda
untuak ka toke jo ka urang biaso yag mambali ciek-
ciek”.

“meletak kan harga kepada orang yang membeli


tergantung dengan besar dan kecil gerabah tersebut,
dan ada juga dilihat dari tingkat kepayahan dari
pembuatan gerabah tersebut. Jika yang besar
berkisaran Rp 100.000 dan yang kecil Rp 20.000 harga
tersebut berbeda antar toke dengan orang biasa yang
membeli satu saja”.

Permintaan yang dilakukan oleh pelanggan bisa dilakukan juga dalam

bentuk jangka waktu dari pembuatan gerabah. Dengan kata lain, pembuatan

gerabah harus siap sesuai dengan permintaan pelanggan. Sebagaimana yang

diungkapkan informan:

“ Biasonyo Amak mambuek pariuk ko sesuai


permintaan urang, waktunyo ditantuan harus siap
salamo satu bulan, mambuek pariuk yang dipasan dek
urang Pariaman, jadi Amak harus manyiapan salamo
sabulan tu, bia palanggan Amak indak kecewa”.

“Biasanya Amak membuat gerabah ini sesuai dengan


permintaan orang, waktunya ditentukan yaitu harus
siap selama satu bulan. Membuat gerabah yang dipesan
oleh orang Pariaman, jadi Amak harus menyiapkan
selama satu bulan biar pelanggan Amak tidak kecewa”.

113
Universitas Sumatera Utara
Pemasaran yang dilakukan oleh pengrajin gerabah di Galogandang yang

beragam, ada yang dijemput langsung ke lokasi tempat pembuatan gerabah.

Gerabah tersebut akan dibawa ke daerah di luar Galogandang yaitu Jambi,

Pekanbaru, Pariaman, dan Batam. Terbukti dari pengrajin tersebut bisa

menciptakan inovasi serta kreativitas dari sebuah produk yang dibuat dengan

tangan serta peralatan yang sederhana.

Inovasi dan kreativitas yang dimiliki oleh pengrajin gerabah dapat membuat

produk kerajinan rumah tangga dari tanah liat. Gerabah yang dibuat dari tanah liat

memiliki kualitas yang baik yang tidak kalah bagus dengan barang baru buatan

mesin lainnya. Sebagian orang bahkan lebih menyukai memasak menggunakan

gerabah dari tanah liat Keunggulan dari produk bisa dirasakan oleh para pencinta

produk dari tanah liat ini. Menganggap bahwa gerabah memberi kesan yang etnik

sehingga memiliki nilai seni. Sehingga pemasaran gerabah di Galondang semakin

hari semakin banyak terjual.

114
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari

III Koto, kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Jorong Galogandang

sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan persawahan, sehingga menuju

daerah tersebut melewati daerah lembah dan perbukitan. Daerah tersebut

menjadikan Galogandang mempunyai banyak bahan baku untuk membuat

gerabah. Mata pencaharian membuat gerabah tersebut dijadikan oleh sebagian

masyarakat untuk mata pencaharian tetap, bukan sampingan. Gerabah di

Galogandang sudah ada dari zaman nenek moyang dikembangkan secara turun

temurun, pengrajin menghasilkan berbagai macam bentuk gerabah yang dapat

digunakan oleh masyarakat sekitar maupun di luar daerah tersebut.

Seiiring perkembangan zaman dan teknologi, timbul berbagai macam

peralatan yang lebih canggih, yang menghasilkan peralatan rumah tangga yang

terbuat dari stainless, logam, aluminium dan tembaga. Namun di daerah

Galogandang masyarakat mengembangkan peralatan rumah tangga dari tanah liat.

Menyikapi persaingan antara teknologi yang berkembang di zaman sekarang ini,

maka pengrajin gerabah mencari cara untuk tetap bertahan supaya tetap

memproduksi gerabah. Sehingga menimbulkan strategi-strategi dalam membuat

gerabah dengan melakukan modifikasi-modifikasi pada bentuk-bentuk gerabah

yang dihasilkan, tidak hanya itu tetapi juga segi pemasaran yang dahulu masih

berjalan kaki tetapi sekarang sudah menggunakan kendaraan bermotor.

Penelitian ini telah menjawab lima pertanyaan penelitian yang dituangkan

di dalam rumusan masalah, pertanyaan pertama dijelaskan bahwa kemunculan

115
Universitas Sumatera Utara
dari gerabah itu sendiri di daerah Galogandang yaitu dari sejak zaman dahulu,

dimana secara turun-temurun berkembang di daerah tersebut. Menurut masyarakat

setempat yang merupakan salah satu pengrajin gerabah, bahwasannya keberadaan

pengrajin gerabah di Galogandang ini sudah dari lama, terlihat dari peralatan batu

yang digunakan pengrajin untuk membuat gerabah, batu tersebut didapatkan dari

turun-temurun sampai saat sekarang ini, sehingga pengrajin menyakini batu itu

sudah ada sejak lama dari nenek moyang mereka masing-masing. Alasannya

mereka mengatakan tersebut bahwa batu tersebut hanya saja ada oleh pengrajin

gerabah, selain tidak pengrajin tidak memiliki batu tersebut.

Pertanyaan kedua dapat dijawab bahwa masyarakat Galogandang memiliki

banyak mata pencaharian seperti petani dan berdagang, mereka sebagai petani

yaitu menjadi petani sawah, sementara yang sebagai pedagang yaitu merantau ke

berbagai pelosok tanah air. Mata pencaharian yang lain yaitu sebagai pengrajin

gerabah yang terbuat dari tanah liat yang memproduksi peralatan rumah tangga.

Pekerjaan ini dilakukan oleh para perempuan-perempuan Galogandang yang

kebanyakan dilakukan oleh ibu-ibu. Laki-laki disana tidak ada yang membuat

gerabah mereka hanya melakukan pekerjaan yang lain seperti petani, pedagang

dan lain-lain. Berbagai alasan mengapa kaum perempuan yang melakukan hal

tersebut yaitu bagi ibu-ibu yang masih memiliki suami, pekerjaan ini dilakukan

sebagai usaha tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak

mau duduk berdiam diri tidak melakukan apapun, sambil mengisi waktu lebih

baik membuat gerabah. Sambil menjaga anak juga dapat menghasilkan uang.

Lagian pekerjaan ini tidak terlalu susah, sehingga tidak menggunakan tenaga yang

banyak karena pekerjaannya hanya duduk saja.

116
Universitas Sumatera Utara
Pertanyaan ketiga dapat dijelaskan bahwa pembuatan gerabah memilki

keahlian serta kelihaian tangan pengrajin itu sendiri, karena membuat gerabah

tersebut membutuhkan suatu keahlian yang khusus, tidak mudah dilakukan oleh

orang biasa yang belum terbiasa dengan pekerjaan tersebut. Supaya menghasilkan

bentuk produk gerabah yang bagus maka pengrajin gerabah memiliki tahap

pembuatan yang panjang, sampai dengan menjadi satu buah gerabah yang siap

digunakan atau dipakai.

Proses pembuatan diawali dengan mahinja tanah (memijak-mijak tanah)

proses ini bisa disebut sebagai proses percampuran bahan-bahan gerabah antara

tanah, pasir dan sedikit air. Setelah semuanya tercampur dan mendapatkan bahan

baku yang sudah siap untuk dicetak, maka memiliki tahap selanjutnya

menganakkan (mencetak tanah pada bingkai yang sudah tersedia) proses ini

disebut proses awal pembuatan gerabah. Selanjutnya yaitu melangiah (memukul-

mukul) gerabah untuk membentuknya menggunakan papan dan batu. Tahap

selanjutnya mangusuak ( mengusuk) gerabah yang sudah terbentuk tersebut maka

di bagian dalamnya di kusuk menggunakan batu kecil dan yang bagian luar

menggunakan bambu kecil sekaligus mencari batu-batu kecil yang berada di

gerabah, jika tidak dibuang maka batu tersebut akan membuat pecah pada saat

pembakaran. Proses selanjutnya maupam atau mambibia dimana gerabah tersebut

diberi bibir menggunakan lapiak pandan, supaya bibir gerabah terlihat licin dan

indah.

Setelah proses pemberian bibir, gerabah siap untuk dijemur, gerabah yang

bagus juga tergantung penjemuran yang matang, penjemuran dilakukan dibawah

matahari yang terik, jika hari panas maka proses penjemuran gerabah akan cepat

117
Universitas Sumatera Utara
kering. Proses selanjutnya yaitu proses pembakaran gerabah, pembakaran gerabah

dilakukan diatas tungku tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu dibentuk

seperti persegi, setelah itu gerabah ditata diatasnya. Pembakaran menggunakan

jerami, sabut dan kayu-kayu kecil, lama pembakaran tersebut dilakukan selama

kurang lebih lima jam. Proses akhir dari gerabah yaitu memberi motif pada

gerabah menggunkan batu. Setelah itu gerabah sudah siap untuk dipasarkan atau

digunakan oleh masyarakat.

Pertanyaan keempat dapat dijawab yaitu perkembangan gerabah di

Galogandang semakin berkembang dari zaman dahulu sampai sekarang, terlihat

dari produk-produk yang dihasilkan serta pemasaran yang semakin luas ke

berbagai daerah. Semakin banyaknya pemesanan yang dilakukan oleh masyarakat

luar kepada pengrajin gerabah maka perbedaan sangat terlihat dari pada zaman

dahulu hanya sedikit tetapi zaman sekarang sudah semakin meningkat.

Pertanyaan kelima dapat dijelaskan dengan adanya perkembangan

teknologi baru, maka persaingan yang semakin tinggi, pengrajin gerabah

melakukan berbagai strategi-strategi yaitu memodifikasi gerabah seperti pada

zaman dahulu tempat serabi itu tidak memakai telinga, tetapi dengan seiring

perkembangan zaman maka sekarang permintaan dari tempat serabi sudah di beri

telinga, agar lebih mudah dan efektif. Dalam segi penjualan para pengrajin

gerabah saat ini sudah mulai berkembang, terlihat dari para penjual gerabah sudah

ada yang menggunakan motor untuk berkeliling kampung agar penjualan akan

mudah.

Berdasarkan jawaban di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan

geografis di daerah Galogandang yang terdiri dari perbukitan dan persawahan

118
Universitas Sumatera Utara
sangat mendukung untuk mendapatkan bahan baku untuk pengrajin gerabah.

Keberadaan pengrajin gerabah yang turun-temurun yang diwariskan kepada anak

dan cucu pada masyarakat di Galogandang. Hal tersebut membuat masyarakat

Galogandang memiliki penghasilan tambahan selain petani dan pedagang.

Pekerjaan ini dilakukan kebanyakan oleh kaum ibu-ibu, dengan kelihaian tangan

serta kretivitasnya dapat menghasilkan produk-produk gerabah yang indah

sehingga dapat dipasarkan ke berbagai daerah di luar Galogandang. Bagi sebagian

ibu-ibu pekerjaan membuat gerabah sudah menjadi pekerjaan tetap, yang mana

dapat menambah pengahasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Perkembangan

teknologi membawa pengaruh, tetapi itu tidak untuk dijadikan sebuah

kemunduran untuk tidak memproduksi gerabah, akan tetapi itu dijadikan sebagai

motifasi untuk pengrajain membuat gerabah yang lebih kreatif lagi, serta

memperkenalkan ke berbagai daerah lain, apalagi zaman sekarang banyaknya

pemesanan dari luar daerah dapat menjadikan gerabah dikenal oleh masyarakat

luas dan dapat menambah penghasilan.

5.2. Saran

Berdasarkan penjelasan dari bab-bab yang ada, hasil penelitian dan

kesimpulan, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada pengrajin gerabah, agar lebih giat lagi untuk memberi

tahu kepada keluarga maupun orang lain, bahwa gerabah tersebut

merupakan warisan leluhur yang harus dijaga agar tidak punah dengan

sendirinya, karena pekerjaan ini bisa sebagai pekerjaan sampingan, tetapi

bahkan bisa juga sebagai pekerjaan yang utama.

119
Universitas Sumatera Utara
2. Kepada pemerintah hendaknya agar dapat memberikan harapan yang lebih

cerah kepada pengrajin gerabah dengan memberikan bantuan berupa dana,

supaya kehidupan pengrajin lebih baik.

3. Kepada mahasiswa dan peneliti diharapkan dapat melakukan kajian-kajian

yang lebih mendalam mengenai ekonomi kreatif dimana pun berada. Hal

ini sangat berguna untuk memperkaya sumber-sumber bacaan ilmiah yang

bisa dikaji ulang oleh peneliti selanjutnya. Karena melakukan peneltian di

daerah-daerah yang memiliki suatu warisaan leluhur memerlukan banyak

aspek kehidupan yang dapat dilihat tergantung cara sipeneliti dalam

melakukan penelitian tersebut.

120
Universitas Sumatera Utara
BAB II

DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT SETEMPAT

2.1. Gambaran Umum Jorong Galogandang

2.1.1. Sejarah Jorong Galogandang

Masyarakat Galogandang menganggap bahwa nenek moyang mereka

berasal dari daerah pusat perkembangan adat Minangkabau yaitu Pariangan.

Bahkan, mereka merasa bagian dari daerah Pariangan. Hal ini sejalan dengan

kenyataan bahwa Jorong Galogandang dan Pariangan menganut laras yang sama

yaitu Laras Nan Panjang. Laras atau Lareh (yang disebut dalam bahasa Minang)

di Minangkabau digunakan untuk menentukan sistem adat dan pemerintahan. Ada

tiga kelarasan yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau, yaitu Koto Piliang,

Bodi Caniago dan Laras Nan Panjang.

Daerah Laras nan Panjang adalah seiliran batang Bangkaweh yang

dimulai dari daerah Guguak dikaki gunung Marapi Utara sampai dengan Bukit

Tambasi Selatan yang meliputi Guguak, Pariangan, Sialahan, Batu Basa,

Galogandang, Turawan dan Balimbiang. Kelarasan Nan Panjang adalah Kelarasan

tertua. Oleh karena itu mereka menjadi daerah istimewa yang ditandai dengan

masyarakat yang ada di daerah ini bisa memakai adat atau tata cara yang di anut

oleh laras Koto Piliang dan Bodi Caniago. Jorong Galogandang dahulunya

ditemukan oleh sekelompok masyarakat dari Pariangan sewaktu mereka

memperluas wilayahnya. Tempat pertama yang didatangi di daerah Galogandang

adalah daerah disebelah barat Galogandang yang sekarang merupakan daerah

persawahan, dan berbatasan langsung dengan nagari Batu Basa. Masyarakat dari

19
Universitas Sumatera Utara
Pariangan tersebut hidup dan berkembang sampai jumlahnya banyak sehingga

lama kelamaan tempatnya tidak cukup lagi, kemudian beberapa orang dari

kelompok tersebut pergi mencari tempat pemukiman yang baru. Mereka

berpencar-pencar membentuk kelompok sendiri sehingga pengelompokan ini

membentuk Nagari tigo (tiga) koto.

Foto 1
Foto Lambang Jorong Galogandang

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tahun 2016

Daerah III Koto itu dalam perkembangannya merupakan sebuah nagari

yang terdiri dari tigo koto (perkampungan) yakni Padang Luar, Turawan dan

Galogandang. Penamaan dari ketiga daerah tersebut memiliki cerita tersendiri.

Disaat terbentuknya Tiga Koto, timbul permasalahan tentang apa nama dari setiap

kelompok kemudian dibawa ke dalam rapat kepala suku/penghulu pucuk untuk

20
Universitas Sumatera Utara
diadakan permusyawaratan bersama anak nagari. Pada saat munsyawarah

berlansung dimeriahkan oleh atraksi kesenian dengan mengirim perwakilan dari

masing-masing daerah. Pada saat acara berlangsung semua masyarakat ketakutan

dan berlari meninggalkan arena keramaian terjadi karena ada seekor kerbau yang

lepas dari tangan pembantainya, dia menyeruduk kesana kemari sehingga

membuat cemas semua masyarakat. Kerbau diusir beramai-ramai dengan berbagai

macam cara sehingga lama kelamaan kerbau kepayahan.

Pada suatu tempat, seorang pemimpin rombongan menyerukan “hentakkan

padang kalua” (hentakkan pedang keluar), baru kerbau tersebut bisa dibunuh.

Kemudian kerbau tersebut dikuliti, diambil dagingnya dan dimasak ditempat

permusyawaratan. Mengingat banyak masyarakat yang hadir, pimpinan menyuruh

kumpulkan seluruh daging kerbau yang ada dan menyerukan “atuah tulang

rawan” terjadi peristiwa kerbau mengamuk memberikan inspirasi untuk

mengabadikan peristiwa tersebut. Tempat diadakan acara berdendang anak nagari

yang diiringi dengan bunyi gendang yang “digalo” (ditabuh) diberi nama

Galogandang. Sementara itu tempat kejar mengejar kerbau dengan

menghentakkan “padang kalua” dinamakan dengan Padang Lua (Padang Luar)

yang berarti pedang yang dikeluarkan dari sarungnya. Tempat kerbau dikuliti dan

diambil dagingnya serta “diatuah tulang rawannya” (mengumpulkan tulang

rawan dengan cara mengikatnya pada seutas tali atau lidi) daerah tersebut

dinamakan Turawan. Daerah Galogandang pertama kali ditempati oleh sebuah

rombongan yang dipimpin oleh Datuak Kali Bandaro bersama tiga orang Datuak

lainnya yaitu Datuak Tanmalik dan Datuak Bijo Kayo. Mereka bersama

membangun daerah ini kemudian dianggap sebagai “inyiak” (orang tua nagari)

21
Universitas Sumatera Utara
yang dihormati oleh masyarakat sampai sekarang. Masyarakat Galogandang

merupakan keturunan langsung dari keempat orang datuak tersebut. Gelar

tersebut masih dipakai secara turun temurun sampai sekarang.

2.1.2. Kondisi Geografis Jorong Galogandang

Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari III

Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Sebelumnya, Galogandang

merupakan sebuah desa, namun sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang

sistem pemerintahan Desa di Propinsi Sumatera Barat yaitu desa kembali ke

Nagari maka Galogandang kembali menjadi sebuah Jorong dari Nagari III Koto.

Galogandang terdiri dari empat Dusun, yaitu Dusun Guguak Raya, Dusun Tanah

Liek, Dusun Mesjid Tuo, dan Dusun Parak Laweh.

Jorong Galogandang terletak di bagian Barat Daya dari Kecamatan

Rambatan, berbatasan langsung dengan kecamatan Pariangan dan kecamatan

Batipuah. Sebelah barat berbatasan dengan Pariangan, sebelah utara berbatasan

dengan Nagari Padang Magek, sebelah selatan berbatasan dengan Padang Luar

dan sebelah timur berbatasan dengan Jorong Turawan. Jorong Galogandang

berjarak 5 kilometer dari pusat kecamatan dengan jarak tempuh waktu sekitar 15

menit. Jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar yaitu di Batusangkar

berjarak 10 kilometer yang bisa ditempuh dengan waktu lebih kurang 30 menit.

Hubungan dengan pusat pemerintahan bisa dikatakan lancar dengan sarana jalan

yang sudah diaspal.

Jorong Galogandang memiliki tiga ruas jalan yang menghubungkannya

dengan daerah sekitar, yaitu dari Padang Magek, Turawan dan Batu Basa.

22
Universitas Sumatera Utara
Lancarnya hubungan ke Jorong Galogandang terutama dirasakan sejak tahun

1976. Daerah galogandang sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan

lembah sehingga jalan menuju daerah tersebut melewati daerah perbukitan dan

lembah seperti jalan dari Padang Magek yang memiliki belokan dan tikungan

yang tajam, melewati sungai (Batang) Bangkaweh dengan penurunan dan

pendakian yang tinggi sehingga harus dilewati dengan hati-hati.

2.1.3. Kondisi Demografi Jorong Galogandang

Luas wilayah Jorong Galogandang 6,23 Km2 sehingga memiliki

persentase 21.49 % dari keseluruhan wilayah Nagari III Koto, dengan jumlah

penduduk keseluruhan sebanyak 1.890 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki

976 jiwa dan perempuan 914 jiwa. Sebagian besar penduduk Galogandang

bermata pencaharian petani, pedagang dan merantau. Selain itu, masyarakat

Galogandang juga dikenal dengan daerah pembuat kerajinan tanah liat

(Gerabah) yang memproduksi peralatan memasak seperti periuk, kuali dan

berbagai macam bentuk lainnya yang terbuat dari tanah

2.1.4. Mata Pencaharian Utama Mayarakat Galogandang

Mata pencaharian penduduk Galogandang antara lain sebagai petani dan

pedagang. Mereka menjadi petani sawah. Sementara sebagia pedagang mereka

merantau ke berbagai pelosok Tanah Air. Namun yang paling banyak merantau ke

ibu kota Jakarta. Nagari Galogandang juga dikenal sebagai daerah pembuat

kerajinan gerabah dari tanah liat yang memproduksi peralatan memasak seperti

periuk, kuali dan produk dari tanah liat lainnya.

23
Universitas Sumatera Utara
Jorong Galogandang teletak pada ketinggian 540 meter diatas permukaan

laut dengan luas wilayah sekitar 350 hektar. Jorong Galogandang sebagian besar

merupakan daerah perbukitan dan ladang-ladang persawahan. Daerah pemukiman

hanya sekitar 5 hektar, empang atau kolom ikan sekitar 20 hektar, lahan

persawahan 150 hektar dan selebihnya sekitar 185 hektar merupakan daerah

perbukitan, lembah padang ilalang dan area perladangan.

Mata pencaharian sebagai pengrajin di Galogandang yang dilakukan oleh

kaum perempuan. Kaum laki-laki dalam Minagkabau sebagai pendatang di

keluarga perempuan, sehingga mereka hanya membantu dalam pekerjaan dalam

mengembangkan usaha gerabah, seperti mengambil tanah di sawah, membantu

mengambil kayu untuk pembakaran gerabah. Status suami dalam lingkungan

kekerabatan istrinya adalah dianggap sebagai "tamu terhormat", tetap dianggap

sebagai pendatang. Sebagai pendatang kedudukannya sering digambarkan secara

dramatis bagaikan "abu diatas tunggul", dalam arti kata sangat lemah, sangat

mudah disingkirkan. Namun sebaliknya dapat juga diartikan bahwa suami

haruslah sangat berhati-hati dalam menempatkan dirinya dilingkungan kerabat

istrinya. Pepatah Minang mengatur upacara yakni Sigai mancari anau, Anau tatap

sigai baranjak, Datang dek bajapuik, Pai jo baanta Ayam putieh tabang siang.

Basuluah matoari Bagalanggang mato rang banyak (Tangga mencari enau) Enau

tetap tangga berpindah datang karena dijemput Pergi dengan diantar (Bagaikan)

Ayam putih terbang siang bersuluh matahari Bergelanggang (disaksikan) mata

orang banyak.

Maksud dari pepatah diatas adalah bahwa dalam setiap perkawinan adat

Minang "semua laki-laki yang diantar ke rumah istrinya, dengan dijemput oleh

24
Universitas Sumatera Utara
keluarga istrinya secara adat dan diantar pula bersama-sama oleh keluarga pihak

laki-laki secara adat pula. Mulai sejak itu suami menetap di rumah atau

dikampung halaman istrinya."

2.2. PNPM Mandiri sebagai bantuan dari pemerintah

PNPM Mandiri Pedesaan adalah Program Masyarakat Mandiri Pedesaan

yang merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang

digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan

kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri

Pedesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program

Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dilaksanakan sejak tahun 1998. PNPM

Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh presiden RI pada tanggal 30 April

2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. PNPM Mandiri pedesaan melibatkan

seluruh anggota masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif,

mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan

pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada

pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

PNPM Mandiri pedesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN)

dan daerah (APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan.

Masyarakat desa dapat menggunakan dana tersebut sebagai hibah untuk

membangun sarana/prasarana penunjang produktifitas desa, pinjaman bagi

kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti

kesehatan dan pendidikan. Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat

harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan

25
Universitas Sumatera Utara
penelusuran. Warga desa, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan di

tingkat kecamatan mendapatkan peningkatan kapasitas dalam pembukuan,

manajemen, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang/dana secara umum serta

peningkatan kapasitas lainnya terkait upaya pembangunan manusia dan

pengelolaan pembangunan wilayah pedesaan.

Di Desa Galogandang, masyarakat setempat juga mendapatkan PNPM

Mandiri dari pemerintah. Pemberdayaan PNPM mandiri dilakukan dalam sistem

kelompok. Satu kelompok PNPM Mandiri terdiri dari 25 orang anggota.

Kelompok ini diketuai oleh salah satu dari anggota tersebut yang berfungsi untuk

mengatur semua kegiatan dalan PNPM Mandiri. Ketua kelompok ini menerima

honor sebesar Rp 500.000 per tahun. Kegiatan ini mengadakan pertemuan satu

kali dalam satu bulan. Setiap anggota membayar simpanan wajib yaitu sebesar

Rp 10.000 per bulan sesuai dengan kesepakatan kelompok tersebut. Simpanan ini

berguna untuk membeli makanan dan minuman saat mengadakan rapat. Jika lebih,

pada akhir tahun simpanan tersebut akan dibagikan kepada masing-masing

anggota.

Sebagaimana diketahui dari salah satu informan penulis Amak Yuharnis

yang mendapat pinjaman dana dari PNPM Mandiri. Amak Yuharnis mengikuti

PNPM Mandiri untuk menambah pemasukkan dari keluarganya. Jika diandalkan

dari membuat gerabah saja, tidak akan mencukupi kebutuhan hidup jangka

panjang. Amak ini mengambil pinjaman sebesar Rp 1.000.000 dalam satu tahun

dan membayar iuran sebesar Rp 115.000 per bulan. Setelah selesai pembayaran

selama satu tahun, maka Amak ini menghentikan peminjamannya, karena

menurut beliau hal ini memakai sistem bunga yang mengandung unsur riba, hal

26
Universitas Sumatera Utara
ini bertentangan dengan paham agama yang beliau anut. Jadi beliau keluar dari

PNPM Mandiri dan kemudian beliau mengikuti kegiatan jula-jula yang dalam

bahasa Galogandang disebut “julo-julo bakuncang” yang diikuti oleh 21 orang.

Setiap bulan Amak Yuharnis membayar Rp 100.000. Dalam satu bulan akan

keluar satu nama sebagai penerima jula-jula dengan jumlah Rp 2.100.000.

Foto 2
PNPM Sekretariat Kelompok Spp Binaan Upk Gudang Balango

Sumber : Dokumentasi Pribadi tahun 2016

2.3. Tradisi Pulang Basamo

Masyarakat Minangkabau pada umumnya memiliki tradisi yang dikenal

dengan merantau. Merantau pada masyarakat Minangkabau banyak dilakukan

oleh kaum laki-laki, dimana pepatah Minangkabau mengatakan “Karantau

madang dihulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu dirumah paguno

balun“, maksud dari pepatah ini adalah anak laki-laki di Minangkabau lebih baik

pergi merantau meninggalkan kampung halaman karena merasa belum diperlukan

27
Universitas Sumatera Utara
di rumahnya. Selain itu ada faktor lain yang mendorong suatu masyarakat

merantau yaitu faktor ekonomi yang cenderung semakin banyak pengeluaran yang

lebih dari sekedar untuk makan sehari-hari. Tradisi merantau ini juga dilakukan

oleh masyarakat Galogandang. Sebagaimana diketahui menurut salah satu

informan penulis bahwa :

“Disiko masyarakatnyo banyak yang marantau, dari


sabanyak 1.800 jiwa panduduak asli, ado sakitar 25%
yang tingga dikampuang salabiahnyo 75% pai ka nagari
urang. Umumnyo marantau ka pulau Jawa, yang biasonyo
banyak di Ibu Kota Jakarta. Sahinggo masyarakat di
kampuang tingga nan tuo-tuo se lai, yang mudo lah pai ka
nagari urang alasannyo pai marantau untuak marubah
nasib, nyo manganggap kalau dirantau banyak mandapek
rasaki babeda jo dikampuang indak tau apo yang ka
dikarajoan. Misalnyo kalau nan padusi nan alah basuami
tu suaminyo marantau dan otomatis nyo dibaok dek
suaminyo. Jadi itulah alasannyo kiniko banyak urang di
Galogandang ko marantau dari pado dikampuang. Tapi
disiko urang padusi yang alah tuo-tuo yang masih tingga
di kampuang karajonyo mambuek pariuk dari tanah liek
sabagai mato pencaharian dari daerah Galogandang ko”.
“Disini masyarakatnya banyak yang merantau dari
sebanyak 1.800 jiwa yang merupakan penduduk asli ada
sekitar persentase 25% yang tinggal dikampung
selebihnya 75% pergi merantau pergi ke negeri orang,
umumnya masyarakat merantau ke Pulau Jawa yang
biasanya banyak di Ibu Kota Jakarta. Sehingga
masyarakat tinggal di kampung itu yang tua dan yang
mudah sudah pergi ke negeri orang dengan alasan pergi
merantau itu bisa merubah nasib dengan menganggap
kalau dirantau banyak mendapatkan rezeki, berbeda
dengan dikampung tidak tahu apa yang akan dikerjakan.
Misalnya kalau yang perempuan sudah bersuami terus
suaminya merantau dan otomatis anak perempuan tersebut
akan dibawa merantau. Tetapi disini orang perempuan
yang sudah tua-tua yang masih tinggal dikampung
kerjanya membuat gerabah dari tanah liat sebagai mata
pencaharian dari daerah Galogandang”.

Saat penulis melakukan penelitian di daerah Galogandang, penulis melihat

disepanjang perjalanan mulai dari gapura masuk Jorong Galogandang sampai ke

28
Universitas Sumatera Utara
pertigaan didepan kantor Jorong Galogandang dipenuhi oleh bendera-bendera

yang bertuliskan IKAPGA (Ikatan Perantau Galogandang). Penulis berfikir begitu

semaraknya acara pulang basamo (pulang bersama) di daerah ini. Sesampainya

ditempat informan kemudian penulis menanyakan bagaimana tradisi pulang

basamo (pulang bersama) pada masyarakat Galogandang, informan tersebut

menjelaskan bahwa Lebaran merupakan momen bagi perantau Galogandang

untuk pulang ke kampong halaman. Masyarakat Galogandang menyebutnya

pulang basomo (pulang bersama).

Perantau Galogandang memiliki suatu ikatan bersama di daerah rantau

dengan nama IKAPGA ( Ikatan Perantau Galogandang). IKAPGA ini memiliki

persatuan yang bersifat persaudaran yang kuat di daerah rantau. Ikatan ini

memiliki struktur organisasi yang jelas yang berguna untuk mengkoordinasi

masyarakat yang ada di rantau. Lebaran tahun 2016 kemarin para perantau

pulang basamo (pulang bersama). Ada sekitar 1000 lebih perantau yang pulang,

sebagian menggunakan umum seperti pesawat, bus, dll. Pulang basamo ini

biasanya diadakan satu kali dalam empat tahun.

Kegiatan pulang basamo (pulang bersama) tidak hanya momen berkumpul

dengan keluarga tetapi juga untuk mengadakan berbagai macam kegiatan di

nagari, yang berguna untuk hiburan pada saat pulang bersama. Partisipasi

perantau yang pulang basamo (pulang bersama) kemarin yaitu memberikan

bantuan dana untuk pembangunan masjid lebih kurang Rp 150 juta. Selain itu

juga ada dana bantuan untuk anak yatim, risma (remaja masjid), dan lembaga

pendidikan yang ada di Galogandang. Biasanya kegiatan hiburan yang dilakukan

adalah lomba membuat gerabah dan pacu jawi (garapan sapi).

29
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Lomba Membuat Gerabah

Lomba membuat gerabah merupakan acara hiburan pada masyarakat

Galogandang saat pulang basamo (pulang barsama) yang diadakan oleh IKAPGA

(Ikatan Perantau Galogandang). Kegiatan ini secara tidak langsung memberikan

manfaat untuk melestarikan serta mempertahankan tradisi membuat gerabah

supaya tidak hilang. Acara tersebut dibuat seperti perlombaan yang sebagaimana

biasanya. Dari lomba tersebut akan diberi hadiah bagi pemenang yaitu juara 1

(pertama) mendapatkan Rp 750.000, juara kedua mendapatkan Rp 500.000 dan

juara ketiga mendapatkan Rp 250.000. Perlombaan diikuti oleh pengrajin-

pengrajin tanah liat di daerah tersebut, dengan kriteria penilaian cepat, tepat dan

indah. Siapa yang cepat, tepat dan paling bagus dalam membuat gerabah maka

dia berhak mendapatkan juara. Bahan serta alat disediakan oleh peserta yang

mengikuti lomba.

2.3.2. Pacu Jawi ( Garapan Sapi).

Acara ini juga diadakan oleh perantau Galogandang yang pulang basamo

(pulang bersama). Lomba ini merupakan serangkaian hiburan bagi masyarakat

perantau maupun masyarakat yang berada di kampung. Pada saat penulis

mengadakan penelitian ternyata disana sedang diadakan lomba Pacu Jawi, yang

sebelumnya penulis belum pernah menyaksikan secara langsung lomba pacu jawi

tersebut. Pacu jawi di Galogandang.

30
Universitas Sumatera Utara
Foto 3
Upacara adat saat Pacu Jawi

Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2016

Pacu jawi diadakan dihari keempat yaitu pada acara penutupan. Kegiatan

ini merupakan perhelatan yang besar di daerah itu. Sebelum diadakan pacu jawi

dimulai biasanya ada prosesi adat yang akan dilakukan. Jawi-jawi akan dihias

dengan menggunakan aksesoris suntiang (Aksesoris kepala). Kemudian jawi-jawi

di arak menuju arena perlombaan dengan adanya iringan musik talempong dan

ibu-ibu memakai pakaian adat warna-warni yang membawa bakul di atas kepala

masing-masing yang bisanya berisikan panganan (Baban). Itu dilakukan pada hari

pertama saat akan diadakan pacu jawi. Penulis datang pada hari keempat pacu

jawi. Pada saat itu juga diadakan perhelatan adat oleh para tetua adat serta

berbagai permainan seni budaya tradisional. Masyarakat setempat membawa

talam yang berisikan berbagai macam makanan untuk disajikan pada saat acara

tersebut. Sambil menyaksikan acaranya hidangan dinikmati oleh para tetua adat.

31
Universitas Sumatera Utara
Foto 4

Pedagang yang berjualan saat acara Pacu Jawi

Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2016

Tepat pukul 12.00 WIB masyarakat ramai menuju arena sawah tempat

diadakan acara. Di arena pacu jawi juga bermunculan warung nasi, penjual kopi,

para pedang kaki lima yang berbagai macam serta tempat permainan anak-anak,

seketika tempat tersebut berubah menjadi pasar. Salah satu informan yang

bernama nenek Rasina dia sebagai pengrajin tanah liat tetapi saat momen pacu

jawi dia dan anaknya berjualan disekitar acara tersebut, mengatakan bahwa :

“Disiko kami lah acok manggaleh nasi, pas acara pacu


jawi ko kesempatan anak ambo untuk manggaleh, dulu
ambo iyo yang manggaleh tapi kini lah turun ka anak dan
ambo hanyo manolong saketek-saketek se, jua bali pas
acara ko lai lumayan karano urang yang akan ikuik pacu
jawi biasonyo makan dan mangopi talabiah dahulu
sabalum acara ko dimulai. Jadi sia yang manggaleh pasti
lai banyak mandapek rasaki. Dahulu ambo manggaleh
pical samo lontong waktu suami ambo lai iduik juo tapi
kini nyo lah maningga tu anak-anak yang manolong se
yang manggalehnyo lai dan anak ko pindah manggaleh
nasi, minuman samo goreng-gorengan“.
“Disini kami sudah sering berjualan, saat acara pacu jawi
ini kesempatan yang bagus untuk mendapatkan rezeki
yang lebih. Dahulu yang berjualan saya tetapi sekarang
tidak lagi hanya membantu sedikit-sedikit. Berjualan pada

32
Universitas Sumatera Utara
saat acara ini lumayan menguntungkan dikarenakan orang
yang akan mengikuti lomba pacu jawi biasanya makan
dan mengopi terlebih dahulu sebelum acaranya dimulai.
Jadi siapa yang berjualan pasti mendapatkan banyak
rezeki. Dahulu saya berjualan pecal dan lontong waktu
suami masih hidup tetapi sekarang dia sudah meninggal
dan kemudian digantikan oleh anak-anak saya tetapi
mereka pindah berjualan nasi, minuman dan goreng-
gorengan”.
Warga berbondong-bondong untuk menyaksikan acara tersebut tidak

hanya dari daerah Galogandang tetapi juga berasal dari luar daerah Galogandang.

Disana juga terlihat wisatawan mancanegara yang menyaksikan momen tersebut

sekaligus untuk mengambil foto-foto yang bagus dalam pacu jawi. Lomba pacu

jawi sendiri merupakan tradisi pada masyarakat Galogandang yang sudah ada dari

sejak zaman dahulu. Di Kabupaten Tanah Datar hanya ada empat kecamatan yang

mengadakan pacu jawi, yaitu Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan,

Kecamatan Limo Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab.

33
Universitas Sumatera Utara
Foto 5

Pacu Jawi di Galogandang

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun2016

Kegiatan pacu jawi ada sejak ratusan tahun yang lalu dan menjadi hiburan

yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat setempat. Pacu Jawi tidak sama dengan

karapan sapi yang ada di daerah Madura, perbedaannya pada lahan yang

digunakan. Karapan sapi menggunakan tanah yang datar, sedangkan pacu jawi

menggunakan area sawah yang berisi air. Pacu jawi menggunakan sepasang sapi

yang telah terpasang alat bajak kemudian pacunya terbuat dari bamboo sebagai

alat untuk berpijak bagi sang joki. Setelah sang joki dan sapinya siap berada di

dalam sawah, maka sapi dikagetkan dengan berbagai cara ada yang berteriak dan

ada pula yang memukul bagian belakang sapi supaya sapi berlari dengan kencang.

Ketika sapi berlari di dalam sawah yang basah tersebut, cipratan lumpur

berterbangan, para penoton bersorak sorai dan banyak fotografer dengan senang

hati mengambil momen tersebut. Meski pacu berarti lomba kecepatan namun

yang menjadi pemenang didalam perlombaan ini adalah sapi yang harus berjalan

34
Universitas Sumatera Utara
lurus bukan sapi yang tercepat. Informan penulis yang bernama amak Sabai

menyebutkan bahwa:

“Pacu Jawi ko lomba yang sero, mancaliak jawi balari


dan jokinyo banyak nan tajatuah, nyo jatuah ka sawah
yang banyak aie jo tanah tu lah bakubang sadonyo.
Mancaliak muko urang nan mode itu makonyo sero. Nyo
lomba ko karajo samo antaro joki atau urang yang
mangandaliannyo samo jawi yang akan bapacu, jawi tu
ado duo, diateh jawi tu beko dilatak an alat bajak pacu
yang tabuek dari batuang untuak alat pamijak si joki,
salasai alat dipasang joki tagak dikayu dan jawi ditapuak
atau dilacuik, pas nyo lah takajuik jawi balari, si joki
mamacik buntuik jawi, siaptu lari lah jawiko, jawi yang
lari nyo kancang dan luruih mako itu bisa jadi
pamanangnyo. Biasonyo jawi yang rancak akan banyak
peminat untuak mambali jawi, tu jawi tu baharago maha
bukan gadang ketek jawi yang dicaliak tapi kancang atau
indaknyo jawi tu balari”.
“Pacu Jawi merupakan acara yang seru, karena melihat
sapi yang berlari dan joki yang terjatuh. Joki tersebut
jatuh ke sawah yang banyak air dan tanah sehingga itu
yang membuat tertawa dengan wajah yang terkena
lumpur. Pacu Jawi ini merupakan kerja sama antara joki
(orang mengendaliakan) dengan sapi yang akan berpacu.
Sapi yang akan berpacu ada dua, diatas sapi itu diletakkan
alat bajak yang terbuat dari bambu sebagai alat pemijak
joki. Selesai alat itu dipasang joki berdiri diatas alat
pemijak tersebut sapi itu dipukul bagian belakangnya
supaya sapi terkejut sehingga berlari dengan kencang.
Pada saat itu joki memegang ekornya sapi. Sapi yang
menang yaitu sapi yang memiliki lari kencang serta
keadaan lurus dalam berlari. Biasanya sapi yang kencang
berlari tersebut banyak orang yang minat untuk
membelinya. Bukan dilihat dari besar atau kecil sapi tetapi
dilihat dari kencang sapi tersebut berlari”.

2.4. Life Story dari Pengrajin Gerabah

Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari

III Koto, kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Jorong Galogandang

sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan persawahan, sehingga menuju

daerah tersebut melewati daerah lembah dan perbukitan. Daerah tersebut

35
Universitas Sumatera Utara
menjadikan Galogandang mempunyai banyak bahan baku untuk membuat

gerabah. Mata pencaharian membuat gerabah dijadikan oleh sebagian masyarakat

sebagai mata pencaharian tetap. Gerabah di Galogandang sudah ada dari zaman

nenek moyang dikembangkan secara turun temurun, pengrajin menghasilkan

berbagai macam bentuk gerabah yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar

maupun di luar daerah tersebut. Adapun pengrajin gerabah di Galogandang

sebagai berikut:

A. Ibu Rina

Bu Rina seorang pengrajin gerabah yang berusia 38 tahun, pekerjaan

membuat gerabah sudah dilakukan ibu Rina sejak lama, yaitu dari sejak dia gadis

dikarenakan ibunya juga seorang pengrajin gerabah. Saudara ibu Rina tidak ada

yang membuat gerabah, melainkan saudaranya pergi merantau. Pekerjaan ini

merupakan pekerjaan yang dilakukan ibu Rina sehari-hari, rutinitasnya dimulai

dari pagi hari. Selesai sholat shubuh setelah itu ibu Rina memasak untuk keluarga

dan anak-anaknya, selesai itu membereskan anak-anaknya untuk pergi ke sekolah.

Pada jam 08.00 dia mulai bekerja sampai jam 17.00 selama waktu tersebut ibu

Rina bisa membuat gerabah sebanyak 20-25 buah, gerabah tersebut siap untuk

dijemur.

Alasan ibu Rina bekerja di rumahnya yaitu dibagian samping rumahnya,

disana juga sekalian tempat dapur ibu Rina, di depan rumahnya terdapat tempat

gudang balango, menurutnya siapa yang mau membuat gerabah diperbolehkan,

tetapi dia tidak memilih untuk bekerja disana, dia lebih memilih mengerjakan di

rumahnya alasannya dia bisa membuat gerabah yang banyak, karena bekerja tidak

36
Universitas Sumatera Utara
ada berhenti-henti kecuali istirahat sholat dan makan, jika disana pekerjaan

banyak berhenti-henti karena bekerja bersama-sama itu membuat pekerjaan tidak

konsentrasi. Penghasilan dari gerabah bisa didapat setelah waktu sepuluh hari,

baru setelah itu bisa mendapatkan uang yaitu Rp 800.000 bisa juga lebih atau

kurang dari segitu tergantung banyaknya yang dibakar. Jika hari musim hujan

maka proses penjemuran akan tertunda kemudian dia tidak bisa menjual sehingga

kebutuan sehari-hari masih tetap berjalan dengan mau tidak mau dia meminjam

uang kepada tetangganya. Memang pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang dapat

membantu keuangan keluarganya, tetapi jika mengandalkan itu tidak akan

tercukupi. Maka hal itu ibu Rina dan suaminya sama-sama bekerja.

Bu Rina memilki tiga orang anak perempuan, tetapi dari ketiga anaknya

tidak dibiarkan oleh bu Rina untuk meneruskan membuat gerabah, dia lebih

mendukung anaknya untuk sekolah, meskipun hal demikian anaknya pun bisa

membuat gerabah meskipun hanya bantu-bantu ketika tidak ada kegiatan sekolah.

Anaknya yang masih sekolah sehingga bu Rina untuk menambah penghasilan

untuk kebutuhan sekolah dan biaya sehari-hari. Pekerjaan dari suami ibu Rina

adalah seorang petani mereka saling membantu untuk memenuhi kebutuhan

hidup.

Sekolah bagi ibu Rina merupakan hal yang penting, karena dia tidak mau

kalau anaknya seperti anak-anak gadis lain yang putus sekolah karena hal-hal

yang tidak diinginkan. Karena banyaknya perempuan-perempuan Galogandang

yang salah pergaulan, sehingga dia cepat menikah otomatis membuat mereka akan

putus sekolah. Anak pertamanya duduk di bangku SMP ( Sekolah Menengah

pertama), yaitu kelas 3 SMP. Dia sekolah di SMP Rambatan yang berada di luar

37
Universitas Sumatera Utara
daerah Galogandang, anaknya termasuk siswa yang aktif baik dalam kegiatan

maupun kegiatan diluar kegiatan belajar.

Anak keduanya duduk di kelas 1 SMP, dia merupakan anak yang sangat

gigih untuk sekolah diluar daerahnya, dimana dia ingin memasuki sekolah unggul

yang berada jauh dari Galogandang, dengan semangat yang tinggi serta kemauan

yang keras ibu Rina selalu mendukung kemaun dari anak-anaknya. Ternyata apa

yang diinginkan oleh anaknya tidak tercapai yaitu masuk sekolah unggul tetapi

masih memasuki SMP yang bagus di Batusangkar. Memang anak ibu Rina yang

kedua lebih pintar dari yang pertama, sehingga dia untuk sekolah selalu hal yang

terbaik. Dia menggunakan kacamata sekilas penulis melihatnya yaitu seorang

yang lemah dan tidak memilki semangat yang tinggi untuk sekolah tetapi hal

tersebut tidak sebagai hambatan baginya demi mencapai cita-cita. Terkadang dia

juga merasa terganggu dengan penglihatannya yaitu merasakan sakit kepala dan

agak susah melihat. Ibu Rina mengatakan kalau anaknya itu terkena oleh batu-

bata, dimana orang yang sedang menurunkan batu-bata kemudian dia berlari-lari

menuju tempat tersebut tanpa sengaja batu tersebut terjatuh kemudian mengenai

matanya, semenjak itulah dia menggunakan kaca mata. Sudah kesana-kemari

untuk berobat tetapi matanya masih belum bisa sembuh sehingga harus

menggunakan kacamata jika dia melepasnya maka akan sakit kepala. Anak ketiga

masih duduk di SD ( Sekolah Dasar), dia juga anak yang rajin dan suka membantu

ibu Rina untuk membuat gerabah jika tidak sedang sekolah atau dalam waktu

libur.

Ibu Rina membiasakan ketiga anaknya untuk disiplin, terlihat dari setiap

anak sudah memiliki tugas atau pekerjaan masing-masing khusunya dalam

38
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan rumah, sehingga mereka tahu apa yang dilakukan sebagai seorang anak

dan kewajibannya masing-masing, maka ketiga anak-anaknya tidak boleh

keluyuran atau bermain-main sampai lupa waktu. Alasan ibu Rina memilih

pekerjaan membuat gerabah dari pada pergi ke sawah atau ladang yaitu bisa

menjaga dan memperhatikan anaknya, seperti sekolah, mengaji dan hal-hal yang

lainnya. Jika memilih pekerjaan ke sawah atau ke ladang maka dia khawatir jika

anaknya tidak ada yang memperhatikan, alasan yang lain kalau ini pekerjaan yang

tidak panas-panasan seperti bertani atau berladang.

B. Ibu Yurnalis

Hari kedua peneliti mencari informan ternyata bertemu dengan ibu Yurnalis

yang sedang duduk sambil memukul-mukul gerabah, peneliti mendekatinya

kemudia berkenalan dengan ibu Yurnalis. Wanita ini berusia 60 tahun beliau

seorang janda yang ditinggalkan suaminya. Beliau memiliki dua orang suami

yang pertama suaminya meninggal dunia, dan yang kedua mereka cerai hidup. Ibu

Yurnalis memiliki 5 orang anak. Anak dari ibu Yurnalis yaitu laki-laki semua

tidak ada yang perempuan. Anak yang hidup hanya 4 (empat) orang, dan yang

satunya lagi meninggal, ibu Yurnalis sangat sedih dengan kematian anaknya,

karena anaknya meninggal waktu masih kecil dikarenakan sakit. Anaknya ada

yang merantau di pulau Jawa dan ada pula yang tinggal dirumah. Ibu Yurnalis

memiliki 4 (empat) Orang cucu, 2 (dua) orang laki-laki dan 2 (dua) orang

perempuan.

Pekerjaan ini dilakukan setiap hari, sudah menjadi pekerjaan yang tetap.

Melakukan ini sudah sejak lama, semenjak beliau putus sekolah maka beliau

39
Universitas Sumatera Utara
disuruh oleh ibunya untuk membuat gerabah, maka beliau sudah tidak asing lagi

dengan tanah liat. Pekerjaan lain selain membuat gerabah sudah pernah dia

lakukan yaitu membuat batu-bata. Menurutnya lebih enak bekerja membuat

gerabah dari pada batu-bata. Makanya sampai sekarang beliau membuat gerabah

dan meninggalkan pekerjaan membuat batu-bata. Dahulu beliau pernah juga

menjual gerabah. Menurut ibu Yurnalis bahwa:

“manjua pariuk ko alah amak lakuan ka berbagai daerah


di lua Galogandang, amak manjua pariuk ko lah lamo
bana, waktu anak amak masih sakolah. Amak mambuek
sambia manjua, pai manjua ka lintau, manjua pariuk ka
lintau salamo duo hari, manjua pakai rotan yang
dijujuang dan diatehnyo disusun pariuk-pariuk yang akan
dijua. Amak pai hari sabtu tu pulangnyo hari senin, zaman
dahulu urang alun banyak yang manjajoan pariuk ko, tu
amak pai manjuanyo lai agak lamak, pitihnyo lai banyak,
karano saingan dan umua lah tuo pulo tu ndak pai lah
manggaleh lai.

“ menjual gerabah Amak melakukan keluar daerah


Galogandang, Amak menjual gerabah sudah sejak lama.
Waktu Anaknya masih sekolah, Amak membuat dan juga
menjual gerabah. Pergi menjual ke daerah Lintau, menjual
gerabah yaitu selama dua hari. Menjual menggunkan rotan
yang dijujung diatas kepala yang diatas rotan tersebut
disusun gerabah yang akan dijual. Amak pergi hari sabtu
terus pulangnya senin. Zaman dahulu orang belum banyak
yang menjual gerabah sehingga Amak lebih banyak
mendapatkan uang, tetapi seiring berjalannya waktu
adanya saingan yang semakin banyak dan umur yang
semakin tua menjadikan Amak tidak berjualan lagi”.

Pekerjaan membuat gerabah merupakan pekerjaan yang dapat memenuhi

kebutuhan ibu Yurnalis, karena beliau hanya bisa melakukan pekerjaan tersebut,

ibu Yurnalis dengan umur yang tidak muda lagi bisa membuat gerabah sebanyak

20 buah dalam satu hari. Beliau membuat gerabah dimulai dari pagi hari sampai

sore hari, ibu Yurnalis mendapatkan penghasilan kira-kira Rp 1.000.000 setiap

40
Universitas Sumatera Utara
bulannya atau sesuai dengan banyaknya pesanan. Memang ibu Yurnalis selalu

banyak pesanan hanya saja tenaga dan waktunya yang tidak banyak. Diwaktu

peneliti, pergi ke tempat ibu Yurnalis yang sedang mengerjakan pesanan dari

pelanggannya yaitu sebanyak 1000 gerabah. Menurut penjelasan informan sebagai

berikut:

“ Amak sadang mambuek pasanan dari urang Pariaman,


urang tu mamasan sabanyak 1000, tapi alah siap 600
buah, yang 150 ko lah siap untuak dibaka, Amak samo
urang ko lah lamo jadi langganan. Urang ko nyo maisi
untuak kadai-kadai yang ado di daerah Pariaman,
makonyo pasanannyo salalu banyak. Nyo mambiak ka
Amak saharago Rp 7.500 yang ketek dan 10.000 yang
gadang nyo”.
“ Amak sedang membuat pesanan dari orang Pariaman,
orang itu memesan sebanyak 1000, tapi yang sudah siap
600 buah, yang 150 buah ini siap untuk dibakar, Amak
dengan orang itu sudah lama menjadi langganan. Orang
ini mengisi untuk toko-toko yang ada di Pariaman,
makanya pesanannya selalu banyak. Dia mengambil
dengan seharga Rp 7.500 yang kecil dan yang besarnya
seharga Rp 10.000”.
Membuat gerabah dilakukan oleh ibu Yurnalis sendiri saja, karena beliau

tidak memiliki anak perempuan, beliau memilih pekerjaan tersebut dari pada pergi

merantau dengan anaknya. Beliau beralasan kalau pergi sama anaknya maka suatu

beban juga oleh anaknya, karena anaknya masih belum memiliki banyak uang,

makanya beliau lebih baik di kampung membuat gerabah dan dapat penghasilan

sendiri. Pekerjaan ini memang dilakukan sendiri oleh ibu Yurnalis mulai dari

mengambil tanah sampai membakarnya menjadi sebuah gerabah yang siap untuk

dijual. Anak dari ibu Yurnalis berada dirumah dia membantu ibu Yurnalis hanya

untuk membawa tanah dengan motor dari tempat pengambilan tanah sampai di

rumah.

41
Universitas Sumatera Utara
C. Ibu Sabai

Hari selanjutnya peneliti melakukan perjalanan menuju kedalam kampung,

ternyata melihat ibu yang sedang membakar gerabah. Peneliti mendekati ibu

tersebut dan mulai bertanya-tanya tentang gerabah. Ibu Sabai adalah seorang

janda yang ditinggalkan meninggal oleh suaminya. Beliau berumur 60 tahun tetapi

masih kuat untuk bekerja. Pekerjaan ini dilakukan sudah sejak lama, pada saat ini

bekerja tidak terlalu dipaksa. Ibu Sabai tinggal dengan seorang cucunya, yang

bernama Adi, ibu Sabai tinggal bersama cucunya dikarenakan cucunya tidak

memilki ibu lagi, kemudian Adi tinggal dengan ibu tirinya. Karena hal tersebut

ibu Sabai merasa kasian jika Adi hidup dengan ibu tiri kemudian ibu Sabai

membawa Adi untuk tinggal di kampung bersama dengannya.

Pekerjaan membuat gerabah ini dilakukan dengan temannya, hasilnya bagi

dua, dia tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan yang berat seperti mahinja

tanah. Adanya kerjasama dengan temannya tersebut maka dia masih bisa

membuat gerabah. Membuat gerabah dilakukan sebagai pekerjaan untuk mengisi

waktunya, dari pada duduk-duduk lebih bagus bekerja. Pekerjaan ini sudah

ditekuni sejak lama, tetapi karena beliau sudah mulai tua dan anak-anaknya sudah

ada yang merantau maka kadang-kadang beliua ikut bersama anaknya. Mulai

bekerja dari pagi hari dan selesai sampai sore hari. Gerabah yang dapat beliau

hasilkan yaitu sebanyak 15 buah. Tergantung macam atau bentuk yang dibuat. Ibu

Sabai mengatakan jika membuat gerabah merupakan pekerjaan yang tidak susah,

karena kebiasaan serta kemahiran seseorang, maka dapat menghasilkan gerabah.

Kemuadian tradisi ini yang selalu dikembangkan oleh masyarakat Galogandang

42
Universitas Sumatera Utara
sampai saat sekarang ini.Begitulah waktu yang dihabiskan sehari-hari oleh ibu

Sabai memnuat gerabah dan merawat cucunya.

Menurut Home Affairs (dalam Suryana 2013:46) menjelaskan bahwa,

Modal Insani (Human Capital) Salah satu modal insani dalam ekonomi kreatif

yang terpenting adalah modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan,

keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti

paten, merek barang, royalti, dan desain. Menurut David Parrish (dalam Suryana

2013:47), “Kekayaan intelektual merupakan modal pokok industri kreatif yang

menciptakan aktivitas-aktivitas, keterampilan, bakat individual, yang berpotensi

untuk menciptakan lapangan kerja dan kekayaan secara turun temurun melalui

kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual merupakan aset yang tak terlihat dan

merupakan tiang penyangga perusahaan”. Modal intelektual merupakan perkalian

antara kompetensi dengan komitmen. Artinya, seseorang yang memiliki

kompetensi saja tidak cukup, bila tidak dibarengi dengan komitmennya.

Seseorang yang memiliki kompetensi, tetapi kurang komitmen maka ia memiliki

modal intelektual yang rendah. Sementara itu, kompetensi itu sendiri merupakan

perkalian antara kapabilitas (kemampuan) dengan tanggung jawab dan

kewenangan (autority). Memiliki kemampuan saja tidak cukup apabila tidak

didukung oleh tanggung jawab dalam menggunakan kemampuannya.

Selanjutnya, kapabilitas merupakan perkalian antara keterampilan dan

pengetahuan. Seseorang yang cakap saja tidak cukup, tetapi harus cakap dan

cukup ilmu pengetahuan.

Sebagaimana diketahui bahwa para pengrajin gerabah merupakan orang-

orang yang memiliki modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan,

43
Universitas Sumatera Utara
keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti

paten, merek barang, royalti, dan desain. Dengan demikian, Pengrajin gerabah

memiliki intelektual, komitmen, kompetensi, dan kapabilitas yang baik dalam

menjalankan usaha mereka sehingga bisa maju dan berkembang (dalam Suryana

2013:46-49).

2.5. Usaha Gerabah bagi Generasi Muda

Galogandang merupakan daerah penghasil gerabah yang melimpah di

Sumatera Barat. Gerabah ini dibuat oleh kaum perempuan di desa tersebut.

Namun saat ini cenderung generasi muda kurang berminat untuk mengeluti usaha

kerajinan gerabah, dikarekan pemuda setempat lebih memilih pendidikan dan

pergi merantau. Sebagaimana diketahui merantau pada masyarakat Minangkabau

dilakukan oleh kaum laki-laki, tetapi karena perkembangan zaman sehingga kaum

perempuan juga banyak yang merantau. Maka dari itu cenderung tidak ada

generasi muda yang membuat gerabah di Galogandang. Menurut salah seorang

informan penulis sebagai berikut:

“Disiko masyarakatnyo banyak yang marantau, dari


sabanyak 1.800 jiwa panduduak asli, ado sakitar 25%
yang tingga dikampuang salabiahnyo 75% pai ka nagari
urang. Umumnyo marantau ka pulau Jawa, yang biasonyo
banyak di Ibu Kota Jakarta. Sahinggo masyarakat di
kampuang tingga nan tuo-tuo se lai, yang mudo lah pai ka
nagari urang alasannyo pai marantau untuak marubah
nasib, nyo manganggap kalau dirantau banyak mandapek
rasaki babeda jo dikampuang indak tau apo yang ka
dikarajoan. Misalnyo kalau nan padusi nan alah basuami
tu suaminyo marantau dan otomatis nyo dibaok dek
suaminyo. Jadi itulah alasannyo kiniko banyak urang di
Galogandang ko marantau dari pado dikampuang. Tapi
disiko urang padusi yang alah tuo-tuo yang masih tingga
di kampuang karajonyo mambuek pariuk dari tanah liek
sabagai mato pencaharian dari daerah Galogandang ko”.

44
Universitas Sumatera Utara
“Disini masyarakatnya banyak yang merantau dari
sebanyak 1.800 jiwa yang merupakan penduduk asli ada
sekitar persentase 25% yang tinggal dikampung
selebihnya 75% pergi merantau pergi ke negeri orang,
umumnya masyarakat merantau ke Pulau Jawa yang
biasanya banyak di Ibu Kota Jakarta. Sehingga
masyarakat tinggal di kampung itu yang tua dan yang
mudah sudah pergi kenegeri orang dengan alasannya pergi
merantau itu bisa merubah nasib dengan menganggap
kalau dirantau banyak mendapatkan rezeki, berbeda
dengan dikampung tidak tau apa yang akan dikerjakan.
Misalnya kalau yang perempuan sudah bersuami terus
suaminya merantau dan otomatis anak perempuan tersebut
akan dibawa merantau. Tetapi disini orang perempuan
yang sudah tua-tua yang masih tinggal dikampung
kerjanya membuat gerabah dari tanah liat sebagai mata
pencaharian dari daerah Galogandang”. 3
Berbagai macam alasan bagi generasi muda untuk tidak membuat gerabah,

selain alasan merantau ada juga dengan alasan lebih memilih pendidikan dari pada

sebagai pengrajin gerabah. Pendidikan pada generasi muda di Galogandang

cenderung sudah semakin maju. Dikarenakan pemikiran dari orang tua di

Galogandang juga sudah semakin maju, beliau tidak mau bahwa anaknya seperti

beliau sebagai pengrajin, kalau bisa anaknya bisa melanjutkan pendidikan

kejenjang yang lebih tinggi, sehingga bisa merubah nasib. Menurut salah seorang

informan penulis, sebagai berikut:

“Etek iyo labiah suko anak-anak etek untuak sakolah dari


pado inyo indak sakolah, bia inyo indak bantuak etek
mambuek pariuk, karano mambuek pariuk ko, karajo nyo
ndak sebandiang lo jo piti yang di dapek jadi, hanyo bisa
untuak sahari-hari sajo. Kalau anak etek sakolah inyo kan
lai bisa karajo bisuak,karajo tu lamak, istilahnyo lai
bagaji, jadi rancak inyo sakolah dari pado indak”.
“Etek lebih suka anak-anaknya untuk sekolah dari pada
tidak sekolah. Biar dia tidak seperti Etek sebagai pembuat
gerabah, karena membuat gerabah kerjanya tidak
sebanding dengan uang yang didapat. Uangnya hanya bisa
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Kalau anak
Etek sekolah maka dia bisa bekerja besok, kerja itu enak.

3
Ibid hal 31

45
Universitas Sumatera Utara
Istilahnya dia bisa memiliki gaji, jadi lebih baik dia
bekerja dari pada tidak”.
Generasi muda di daerah Galogandang memang lebih banyak yang

memilih pendidikan. Dengan demikian adanya pendidikan maka generasi muda

di Galogandang cenderung memiliki pekerjaan yang lebih enak dari pada sebagai

pengrajin. Memilih pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti

Guru, Dokter, dan propesi lainnya. Banyak faktor yang membuat generasi muda

untuk tidak membuat gerabah diantaranya pendidikan dan merantau.

46
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian ini mengkaji tentang strategi bertahan hidup pengrajin gerabah

di Jorong Galogandang Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah

Datar, Provinsi Sumatera Barat. Pemilihan tema penelitian ini berdasarkan

ketertarikan peneliti terhadap pengrajin yang dilihat dari segi cara-cara yang

dikembangkan para pengrajin gerabah dalam bertahan hidup pada zaman modern,

sehingga pengrajin masih bisa memproduksi gerabah dengan cara tradisional.

Gerabah merupakan suatu hasil karya seni ciptaan manusia yang

menghasilkan suatu benda yang memiliki kegunaan atau nilai yang tinggi,

sehingga dapat digunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Kerajinan gerabah di

Galogandang menghasilkan alat-alat kebutuhan rumah tangga seperti periuk,

wajan, dan piring yang terbuat dari olahan tanah liat.

Usaha gerabah di Galogandang merupakan usaha turun-temurun dari

nenek moyang mereka. Penduduk di Galogandang sebagian besar bermata

pencaharian bertani, berdagang dan memiliki tradisi seperti merantau. Biasanya

para laki-laki atau kepala rumah tangga yang bekerja, namun untuk memproduksi

kerajinan gerabah sendiri dilakukan oleh para perempuan-perempuan atau ibu-ibu

rumah tangga di daerah tersebut. Awalnya pekerjaan ini dijadikan sebagai

aktivitas sampingan atau pengisi waktu luang, tetapi seiring berjalannya waktu

produksi kerajinan gerabah dijadikan sebagai mata pencaharian tetap oleh

masyarakat untuk menambah penghasilan di keluarganya.

1
Universitas Sumatera Utara
Proses pembuatan gerabah membutuhkan waktu yang lumayan lama.

Untuk menghasilkan satu produk gerabah siap pakai dibutuhkan waktu minimal

sepuluh hari. Hal ini dikarenakan untuk memproduksi gerabah mulai dari

pengolahan tanah liat, mencetak, menjemur sampai dengan membakar

menggunakan teknik dan alat yang sangat sederhana atau tradisional. Walaupun

demikian, kerajinan yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus untuk

dipasarkan. Hasil kerajinan ini akan dipasarkan ke masyarakat luas, tidak hanya di

wilayah Kabupaten Tanah Datar tetapi juga di wilayah Sumatera lainnya seperti

Jambi, Bengkulu, Riau, dan Medan.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, timbullah berbagai macam

peralatan yang lebih canggih dari gerabah. Banyak perusahaan-perusahan atau

pabrik-pabrik yang mengolah bahan-bahan seperti stainless, logam, aluminium

dan tembaga menjadi alat-alat kebutuhan rumah tangga yang lebih berkualitas dari

pada gerabah, sehingga menghimpit perkembangan dan pemasaran gerabah di

masyarakat. Sebagian masyarakat berpindah menggunakan alat-alat yang lebih

modern dan meninggalkan gerabah. Masyarakat beralasan bahwa penggunaan alat

yang modern lebih berkualitas, praktis, bersih dan memiliki tren tersendiri.

Perubahan ini tentunya sangat berpengaruh pada pengrajin gerabah di

Galogandang. Perubahan yang terjadi kurang menguntungkan bagi pengrajin,

karena berkurangnya minat masyarakat untuk memakai kerajinan tradisional ini.

Hal ini berdampak pada proses produksi gerabah. Kerajinan gerabah yang

dihasilkan semakin sedikit dari hari ke hari. Selain itu dari segi pemasaran pun

berpengaruh, biasanya gerabah ini dipasarkan ke pemesan, serta pasar dan

masyarakat luas dengan cara menjajakan keliling kampung, namun sekarang

2
Universitas Sumatera Utara
hanya kepada pemesan gerabah saja. Banyak di antara penjual gerabah yang

sudah tidak berjualan lagi di pasar-pasar.

Masyarakat pengrajin gerabah mulai berpikir bagaimana cara menyikapi

perubahan teknologi tersebut. Pengrajin melakukan modifikasi-modifikasi untuk

hasil kerajinan mereka, seperti pengrajin mulai memikirkan dan memproduksi

alat-alat baru selain dari hasil kerajinan mereka yang biasanya. Selain itu, untuk

pemasaran keliling kampung biasanya dengan berjalan kaki namun sekarang

sudah mulai menggunakan kendaraan bermotor. Dari segi pemasaran lainnya

masyarakat menjual hasil kerajinannya ke tengkulak-tengkulak atau agen. Hal ini

akan membutuhkan modal yang cukup besar untuk biaya akomodasi dalam bidang

pemasaran.

1.2. Tinjauan Pustaka

Berbagai kajian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai

kerajinan gerabah. Kajiansebelumnya oleh Azmi (2012), menjelaskan bahwa

produk kerajinan gerabah Maron Jaya Art Shop berjenis keramik gerabah benda

hias/souvenir. Produk kerajinan gerabah ini mempunyai karakter yang dapat

memenuhi keinginan konsumen dan harganya relatif murah sehingga dapat

bertahan lama. Menariknya bentuk dan antiknya keramik gerabah masih dilirik

masyarakat sebagai souvenir. Bapak Ngadiono sebagai pengrajin dapat melihat

hal ini dan memberikan hal tersebut pada produk keramik gerabah yang

dihasilkannya.

Hasil kajian yang dilakukan oleh I Ketut Muka dan Imade Berata (2010),

mengenai studi Gerabah Bayumelek sebagai tinjauan budaya menjelaskan bahwa

3
Universitas Sumatera Utara
kerajinan gerabah yang berkembang di Desa Banyumulek memiliki rentetan

sejarah cukup panjang, serta dapat memberikan andil terhadap perekonomian

masyarakat. Berkat adanya pembinaan dan pelatihan dalam pengembangan desain

baik struktur maupun dekoratif, pengolahan bahan, serta manajemen produksi

yang dilakukan Desperindag setempat, tenaga ahli baik dalam maupun luar negeri

membawa produksi gerabah Banyumulek makin dikenal. Selain itu, dengan

berkembangnya pariwisata di daerah Senggigi dan Gilitrawangan Lombok Barat

membawa dampak sangat positif terhadap perkembangan gerabah Banyumulek.

Walaupun dengan sistem produksi yang dikelola secara kelompok dan individu

dibawah naungan kelompok pengrajin partikelir, kerajinan ini tetap eksis hingga

kini.

Demikian juga halnya oleh Suharyanto (2014), yang mengkaji gerabah

Mambang-Jombang, beliau menjelaskan bahwa tradisi prasejarah yang

berlangsung sampai sekarang sebagai wujud enkulturasi. Tujuan dari penilitian ini

antara lain adalah untuk mengetahui teknik pembuatan gerabah tradisional

Mambang-Jombang, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gerabah

tradisional Mambang-Jombang masih dapat bertahan sampai sekarang, dan

menjelaskan proses enkulturasi pada pembuatan gerabah tradisional Mambang-

Jombang. Hasil dari penelitian ini adalah teknik pembuatan gerabah di Mambang

menggunakan metode roda putar. Alat-alat yang digunakan, yaitu perbot, tetep,

watu, kerik, dan dalim. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerabah Mambang

masih dapat bertahan sampai sekarang, yaitu; perubahan fungsi gerabah, tidak

boleh kerja jauh, tingkat pendidikan rendah dan tidak ada pekerjaan lain, satu-

satunya keahlian yang dimiliki, petani dan buruh tani yang memiliki banyak

4
Universitas Sumatera Utara
waktu luang, dan respon pasar yang baik. Sedangkan proses enkulturasi terlihat

ketika anak dikenalkan bahan-bahan, alat pembuatan dan pewarnaan, proses

penjemuran, dan proses pembakaran.

Penelitian yang akan saya lakukan mengenai studi tentang strategi

bertahan hidup pengrajin gerabah dalam menghadapi perubahan teknologi di

Jorong Galogandang Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah

Datar, Provinsi Sumatera Barat. Adanya perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya membahas tentang produk

kerajinan gerabah, tinjauan budaya mengenai gerabah, teknik pembuatan gerabah

dan faktor-faktor yang mempengaruhi gerabah yang masih bertahan sampai

sekarang. Penelitian sebelumnya juga menjelaskan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi gerabah masih bertahan sampai sekarang adalah karena perubahan

fungsi gerabah, tidak boleh kerja jauh, tingkat pendidikan rendah dan tidak ada

pekerjaan lain. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai

strategi atau cara-cara bertahan usaha pengrajin gerabah dalam perubahan

teknologi. Strategi ini mengacu pada, bagaimana cara pengrajin menghadapi

perubahan teknologi di era modern, sehingga pengrajin masih bisa menjadikan

gerabah sebagai sumber mata pencaharian mereka untuk bertahan hidup.

Yumarta (1986:10) menyatakan bahwa gerabah adalah benda yang dibuat

dari tanah liat, kemudian dikeringkan dan setelah kering lalu dibakar hingga pijar

sampai suhu pembakaran tertentu, setelah itu didinginkan sampai mengeras.

Gerabah atau tembikar merupakan peninggalan budaya tradisional yang tergolong

sangat tua. Yumarta (1986:9) juga menyebutkan bahwa gerabah mulai dikenal

5
Universitas Sumatera Utara
manusia sejak zaman neolitikum ketika manusia purba mulai hidup menetap,

bercocok tanam dan mengenal api.

Kerajianan gerabah menghasilkan berbagai macam peralatan rumah

tangga, seperti periuk, wajan, dan piring. Sejak zaman dahulu sampai sekarang

kerajinan gerabah masih ada. Proses pembuatan gerabah di Galogandang dimulai

dari pengambilan tanah liat di sawah, tanah liat yang terletak dibagian bawah.

Kemudian tanah tersebut dicampur dengan pasir sungai agar hasil yang diperoleh

lebih padat dan memiliki tekstur yang bagus. Setelah itu campuran tanah liat

dengan pasir yang dipijak-pijak sambil ditambahkan air supaya campuran tersebut

lebih mudah untuk dicetak. Setelah proses tersebut bahan dicetak dengan

menggunakan tangan. Proses selanjutnya hasil cetakan dijemur telebih dahulu

menggunakan sinar matahari sampai kering. Pada proses akhir gerabah dibakar

kemudian gerabah siap untuk dipasarkan. Sebagaimana diketahui bahwa gerabah

merupakan suatu wujud kebudayaan. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144) 1. Hal ini

membuktikan bahwa semua sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

sebagai pandangan yang nyata. Sebagaimana diketahui bahwa gerabah merupakan

wujud kebudayaan yang ketiga yaitu dari wujud kebudayaan fisik yang

merupakan hasil karya tangan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu

kebudayaan tersebut bisa berubah, sesuai dengan perkembangan zaman.

1
Koentjaningrat, 2009:144.

6
Universitas Sumatera Utara
Salah satu perubahan budaya yang terjadi yaitu perubahan teknologi yang

semakin canggih. Sebagai hasil dan penerapan ilmu, teknologi adalah cara kerja

manusia. Teknonologi manusia secara intensif berhubungan dengan alam dan

membangun kebudayaan dunia sekunder yang berbeda dengan dunia primer

(alam). Dewasa ini teknologi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

manusia, tidak hanya terhadap cara hidup manusia tetapi juga menentukan

teknologi berikutnya. Hal ini dapat dilihat bahwa teknologi merupakan perubahan

budaya yang terjadi pada masyarakat sedikit atau banyak pasti memberikan

pengaruh pada masyarakat Galogandang itu sendiri dalam memproduksi kerajinan

gerabah, karena teknologi yang berkembang dapat mengurangi minat konsumen

untuk memakai alat-alat memasak dari gerabah. Oleh karena itu dibutuhkan

strategi-strategi dan pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif untuk tetap bertahan

hidup dan mempertahankan hasil karya kerajinan geraba

Mengutip Marzali, Nasution (2014) mengatakan bahwa strategi adaptasi

merupakan perilaku manusia dalam mengalokasikan sumber daya yang mereka

miliki dalam menghadapi masalah-masalah sebagai pilihan-pilihan tindakan yang

tepat guna sebagai lingkungan sosial, kultural, ekonomi, dan ekologis di tempat

dimana mereka hidup. Cara beradaptasi dan berstrategi dalam berprilaku, anggota-

anggota kultur membentuk dan menciptakan kultur baru secara kontiniu.

Mengutip Soekanto, ada beberapa batasan pengertian dari strategi adaptasi sosial,

yakni :

a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.

c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.

7
Universitas Sumatera Utara
d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan

lingkungan dan sistem.

f. Penyesuian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

Begitu juga dengan gerabah hasil kerajinan masyarakat Galogandang,

dalam proses produksi gerabah mereka terdapat berbagai masalah yang mereka

hadapi, salah satunya yaitu perubahan budaya yang ada pada saat sekarang ini,

apakah masyarakat tersebut akan tetap bertahan untuk melakukan usaha mereka

atau hanya menjadikan sebagai usaha sampingan atau bisa juga memilih usaha

yang lain selain membuat gerabah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-

hari. Oleh karena itu, diperlukan strategi masyarakat Galogandang dalam

mempertahankan hasil kerajinan yang asli dari daerah tersebut di tengah-tengah

perubahan saat ini.

Perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk menciptakan strategi-

strategi bertahan hidup bagi pengrajin gerabah. Pemanfaatan teknologi erat

kaitannya dengan sebuah inovasi untuk menghasilkan suatu produk yang

baru. Menurut Koentjaranigrat (2002:256), inovasi adalah suatu proses pembaruan

dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari

tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan

adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk yang baru, dijelaskan juga

bahwa inovasi berkenaan dengan pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai

unsur teknologi dan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan proses produksi kerajian

gerabah yang merupakan suatu proses pembaharuan dari alat memasak yang

8
Universitas Sumatera Utara
diproduksi sejak dahulu yaitu zaman nenek moyang hingga sekarang yang sudah

menciptakan inovasi-inovasi yang baru.

Inovasi-inovasi baru yang diciptakan oleh pengrajin dapat meningkatkan

produksi gerabah. Peningkatan produksi gerabah akan sejalan dengan peningkatan

sistem ekonomi kreatif. Istilah ekonomi kreatif di dengungkan oleh John Howkins

(dalam Badaruddin, Ibnu Hajar, dkk 2009:500) penulis buku “Creative Economy,

How People Make Money from Ideas”. Menurutnya, ekonomi kreatif disebut

ketika input dan output adalah gagasan. Fenomena yang ada dalam masyarakat

dapat menjadi sebuah peluang usaha dalam ekonomi kreatif, dengan

memanfaatkan situasi dan mengembangkan kreatifitas, ide dan inovasi yang

dimiliki seseorang. Menurut Suryana (2013:76) menjelaskan bahwa, terdapat

model-model penciptaan nilai tambah dalam ekonomi kreatif, untuk

mengembangkan kreasi dan gagasan dapat dilakukan dengan mengadaptasi dan

mengembangkan sesuatu untuk menghasilkan nilai tambah baru diatas rata-rata.

Ada beberapa macam cara berkreasi dan menghasilkan gagasan untuk

meningkatkan nilai tambah, yaitu mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan usaha dan peluang usaha baru.

Dapat dilakukan dengan cara menciptakan relung-relung usaha yang

belum digarap oleh orang lain atau menciptakan sendiri relung-relung

pasar dengan menciptakan kegunaan dan kemudahan-kemudahan produk-

produk baru.

2. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan output baru (produk baru),

yaitu dengan cara menciptakan karakter produk, seperti keistimewaan

9
Universitas Sumatera Utara
produk, standar produk, kualitas produk, dan kegunaan produk sehingga

muncul kebaruan dari produk-produk tersebut.

3. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan dan mengombinasikan input

(bahan baku). Pada bagian sebelumnya, sudah dikemukakan bahwa nilai

tambah bisa diciptakan pada input (bahan baku) dengan cara

mengombinasikan, menambahkan, dan menyintesiskan sehingga muncul

bahan baku baru dengan nama baru.

4. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan sumber permodalan baru.

Ingat bahwa modal pada ekonomi kreatif bukan hanya modal uang

(material) sebagai modal dasar, tetapi juga modal intelektual.

5. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan teknologi atau metode atau

cara baru. Barang boleh yang lama, tetapi dengan cara-cara baru yang

lebih efisien dan efektif.

6. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan desain, ukuran, kualitas,

kemasan, corak, keistimewaan barang dan jasa serta pelayanan yang akan

diberikan. Produk baru mengandung kualitas baru dan nilai tambah baru.

7. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan dan memperluas saluran,

lembaga distribusi, dan wilayah pemasaran baru. Misalnya, dengan

membuka jaringan pemasaran baru (seperti Alfamart, Yomart, Circle K)

dan mengembangkan agen-agen di beberapa daerah pemasaran.

8. Kreasi dan gagasan untuk mencitrakan produk, melalui proses perbaikan

yang terus-menerus (proses Kaizen). Ini pertama kali dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan Jepang.

10
Universitas Sumatera Utara
Sistem ekonomi kreatif merupakan serangkaian kegiatan produksi dan

distribusi barang maupun jasa yang dikembangkan melalui penguasaan di bidang

informasi, pengetahuan dan kreativitas. Sistem ekonomi kreatif dapat dikatakan

sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan

ekonomi dari industri kreatif. Gerabah juga bisa disebut sebagai ekonomi kreatif,

karena proses produksi gerabah mencakup bidang pengetahuan dan kreativitas

yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Galogandang. Hasil kreativitas

tersebut, berupa kerajinan gerabah yang merupakan suatu karya seni yang dapat

bernilai tinggi dan unik serta hanya dapat kita temui di daerah-daerah tertentu.

Selain itu gerabah juga dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat sekitar

yang bisa meningkatkan status ekonominya. Dalam menjalankan usahanya, para

pengrajin gerabah memasarkan produk-produknya kepada para pelanggan.

Menurut Sunarto, pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan

kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan

menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan

pihak lain 2.

Dalam hal produksi, produksi gerabah dapat meningkatkan nilai ekonomi

di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam kajian ilmu ekonomi moderen. Firth

menjelaskan bahwa kegiatan ekonomi pada intinya berpusat pada kegiatan

produksi barang, distribusi (menyalurkan barang pada konsumen) dan

akhirnya pada proses konsumsi (menghabiskan atau memakai barang dan jasa).

Semua ini juga terjadi dalam kehidupan ekonomi masyarakat tradisional,

walaupun tidak mendapatkan perhatian dari ahli ekonomi karena lebih

2
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39802/3/Chapter%20II.pdf.

11
Universitas Sumatera Utara
memusatkan pada perekonomian global. Sistem ekonomi ini berkaitan dengan

teknologi dalam sistem produksi, sistem distribusi pasar, dan proses konsumsinya.

Keterlibatan pihak lain atau anggota keluarga dalam menghasilkan atau dalam

proses produksi dan distribusi sangat dibutuhkan. Hal ini dapat meringankan

pekerjaan pengrajin. Begitu juga dengan proses produksi kerajinan gerabah oleh

pengrajin di Galogandang. Proses produksi dan distribusi ada juga yang dibantu

oleh kaum lelaki contohnya dalam mengambil tanah, proses pembakaran gerabah

dan proses pemasarannya. Hal ini mencerminkan sistem kekeluargaan dan saling

bekerjasama dalam melakukan proses pembuatan gerabah.

Menurut Cook (dalam Sjafri Sairin, Pujo Semedi, Bambang Hudayana

2002: 84-103). Pengrajin gerabah dapat dipahami dari pendekatan substantif dan

formalis. Pendekatan subtantif cenderung melihat gejala ekonomi sebagai proses

dari gejala sebelumnya dan gejala yang terjadi pada masa sekarang akan

mempengaruhi gejala-gejala yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Pendekatan subtantif menganut budaya primitif, masyarakat belum mengenal

uang dan pasar. Hasil produksi digunakan untuk konsumsi produsen, tidak

didistribusikan, namun apabila membutuhkan produk lain maka masyarakat

memakai sistem barter.

Pendekatan formalis cenderung melihat gejala ekonomi dari tinjauan

formal, yaitu dari pengertian yang relatif bagi disiplin ilmu ekonomi yang

mendefinisikan ekonomi sebagai suatu tindakan memilih antara tujuan-tujuan

yang tidak terbatas dengan sarana-sarana yang terbatas. Pendekatan ini

menjelaskan bahwa masyarakat formalis sudah mengenal uang, mengenal pasar,

12
Universitas Sumatera Utara
dan mengetahui tentang sistem laba dan memaksimalisasi keuntungan.

Pendekatan formalis juga sudah mengenal sistem permintaan dan penawaran.

Penelitian mengenai gerabah yang akan peneliti lakukan dapat mencakup

semua aspek dari pendekatan ekonomi subtantif dan formalis karena gerabah yang

di produksi oleh pengrajin di Galogandang, selain untuk dipakai oleh pengrajin,

gerabah juga didistribusikan ke pasar.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan pustaka sebelumnya, maka

rumusan masalah yang dijabarkan dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi-

strategi yang dilakukan pengrajin gerabah di Galogandang dalam menghadapi

perubahan teknologi dan peralatan hidup? Rumusan masalah tersebut dijabarkan

ke dalam 5 (lima) pertanyaan penelitian yakni:

1. Bagaimana sejarah awal mula munculnya kerajinan gerabah di Jorong

Galogandang?

2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pembuatan gerabah di Jorong

Galogandang?

3. Bagaimana proses pembuatan gerabah di Jorong Galogandang?

4. Bagaimana perkembangan produk gerabah di Jorong Gelogandang?

5. Hal-hal apa saja yang dilakukan untuk mempertahankan usahanya sebagai

pengrajin gerabah?

13
Universitas Sumatera Utara
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam

mengenai strategi-strategi yang dilakukan pengrajin gerabah di Galogandang

dalam menghadapi perubahan teknologi dan peralatan hidup saat ini. Adapun

manfaat penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam menambah wawasan keilmuan, khususnya dalam ilmu Antropologi Budaya

dan Antropologi Ekonomi, serta dapat menambah pengetahuan pengrajin gerabah

mengenai strategi-strategi untuk bertahan hidup dalam perubahan budaya. Secara

praktis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan

masalah, khususnya yang berkenaan dengan pengrajin gerabah.

1.5. Metode Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan

kegiatan pra survey lapangan, kegiatan ini dimaksudkan penulis untuk mencari

data ataupun informasi-informasi tentang Gerabah di Jorong Galogandang,

Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian di daerah ini karena penulis merasa bagaimana cara

bertahan usaha pengrajin gerabah di zaman sekarang ini, zaman yang mana

berteknologi canggih. Alasan lain ketertarikan penulis yaitu bagaimana cara

proses pembuatan gerabah dilakukan, karena masih menggunakan peralatan

tradisional. Penulis mencari informasi tentang daerah Galogandang yaitu kepada

tetangga serta teman-teman yang ada di daerah penulis. Keesokan harinya penulis

pergi ke Galogandang dengan salah satu teman yang bernama Delia Yulanda sari,

14
Universitas Sumatera Utara
perasaan penulis sangat khawatir karena penulis belum tahu pasti alamat serta

apakah bisa untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.

Tanggal 20 Februari 2016 sekitar jam 08.00 WIB, penulis bersama Delia

menuju lokasi tempat penelitian yaitu Daerah Galogandang, survey ini dilakukan

untuk mengetahui keberadaan pengrajin. Didalam melakukan survey dilapangan

penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data yang diperoleh dalam

penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan

wawancara mendalam sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh

dari penelitian kepustakaan. Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi

partisipasi. Tujuan dari observasi partisipasi ini adalah untuk melihat dan

merasakan apa yang dialami pengrajin secara langsung sebagai bentuk kegiatan

atau konsep pemikiran informan dalam melakukan suatu pekerajaan. Seorang

penulis ikut terjun langsung ke tempat lokasi penelitian serta ikut membantu

dalam melakukan tugas yang dilakukan informan, sehingga data dan informasi

yang didapat lebih akurat dan tanpa rekayasa.

Observasi partisipasi yang dilakukan dilengkapi dengan menggunakan alat

perekam atau media visual yaitu kamera dan perekam audio untuk

mendokumentasikan perilaku dan informasi dari para informan, sehingga

mempermudah penulis dalam mengingat peristiwa atau kejadian yang penting

yang terjadi selama penulis melakukan penelitian. Selain dari observasi

partisipasi, pada penelitian ini penulis juga melakukan wawancara mendalam

supaya data yang diperoleh lebih luas dan mendalam serta mendapatkan informasi

yang tidak setengah-setengah tetapi lebih mendalam lagi. Wawancara mendalam

15
Universitas Sumatera Utara
ini ditujukan kepada informan pangkal, informan kunci, dan informan biasa.

Beberapa pertanyaan yang diobservasi dan di wawancara secara mendalam oleh

penulis yakni, bagaimana sejarah Nagari Galogandang, bagaimana proses

pembuatannya gerabah di Galogandang, bagaimana perkembangan pengrajin

gerabah di Galogandang, bagaimana cara pemasaran gerabah di Galogandang.

Pertanyaan tersebut penulis menemui berbagai informan dilapangan.

Informan-informan tersebut adalah informan pangkal, informan kunci dan

informan biasa. Perasaan yang khawatir kami melangkah menuju daerah

Galogandang. Keyakinan yang kuat untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan,

dengan mencari-cari alamat daerah Galogandang tersebut. Sepanjang perjalanan

menuju daerah tersebut kami beberapa kali berhenti untuk menanyakan daerah

Galogandang. Perjalanan menuju Galogandang yang melawati perbukitan serta

persawahan dan melewati banyak perkampungan sebelum sampai ke daerah

tersebut. Penulis dan teman penulis sangat menikmati perjalanan tersebut

meskipun untuk menuju kesana sangat sulit diakibatkan belum mengetahui

dengan alamatnya.

Sampainya di daerah tersebut penulis merasa senang sekaligus lelah

karena perjalanan yang jauh untuk menuju ke sana. Penulis memasuki daerah

tersebut dengan membawa sepada motor secara perlahan dan perasaan yang pada

saat itu masih bingung, karena belum mendapatkan pengrajin gerabah. Penulis

tidak putus asa penulis terus memasuki daerah tersebut hingga ke bagian-bagian

dalamnya, dengan bertanya kepada salah seorang ibu-ibu kemudian dia

mengatakan bahwa didalam sana terdapat masyarakat yang sedang membuat

16
Universitas Sumatera Utara
gerabah. Hati mulai terasa gembira, kemudian saya langsung menuju tempat

tersebut.

Dengan melaju secara perlahan penulis kemudian melihat seorang ibu

yang sedang duduk didalam pondok sedang memukul-mukul gerabah.

Mengucapkan salam penulis masuk kedalam pondok tersebut dan bertanya kepada

ibu tersebut, banyak wawancara yang penulis lakukan dengan ibu tersebut, dengan

yang senang hati ibu tersebut menerima punulis. Setelah penulis menjelaskan

semua tujuan dan maksud penulis untuk datang ke daerah ini ibu tersebut sangat

senang untuk membantu, dia berfikir bahwa jika kita berbuat kebaikan makanya

Allah pasti akan membalasnya. Ibu tersebut memiliki tiga anak perempuan yang

membuat dia selalu semangat untuk bekerja sebagai pengrajin, jika anaknya nanti

menjadi seperti penulis maka kebaikan yang dia berikan maka suatu saat akan

diterima juga oleh anak-anaknya. Alasan tersebut yang membuat informan mau

memberikan informasi serta pengalaman-pengalaman hidup informan kepada

penulis.

Pada saat itulah penulis melihat langsung pengrajin gerabah sedang

membuat gerabah tersebut. Ibu tersebut dengan senang hati memberika informasi

sambil bekerja. Beliau juga tidak keberatan melihatkan kepada penulis untuk

dalam proses pembuatan gerabah dari awal sampai akhir. Penulis bertanya

kepada informan itu kapan adanya proses pembakaran, ternyata waktu yang

sangat tepat, dimana beliau akan melakukan proses pembakaran pada esok hari.

Kemudian ibu tersebut menawarkan kepada penulis untuk datang pada hari esok,

tetapi penulis menjawab dengan berat hati dikarenakan besok penulis akan pulang

17
Universitas Sumatera Utara
ke Medan. Penulis menjanjikan untuk segera pulang, kemudian datang untuk

kembali melakukan penelitian disini.

1.6. Analisis Data

Penelitian ini mengunakan analisis data interpretatif kualitatif yaitu

menganalisa tentang strategi bertahan hidup pengrajin Gerabah dalam perubahan

teknologi di Jorong Galogandang Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan,

Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Analisis data dilakukan

dengan mengklasifikasikan data-data yang diperoleh dari lapangan ke dalam

tema-tema atau kategori-kategori tertentu . Keseluruhan data yang diperoleh dari

lapangan kemudian diolah secara sistematis, sehingga peneliti kemudian

menemukan tema-tema atau kategori-kategori yang saling berkaitan.

18
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Ida Ramadiani, 2016, judul skripsi : PENGRAJIN GERABAH (Studi


Etnografi Usaha Pengrajin Gerabah dalam Menghadapi Perubahan
Teknologi). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 28 daftar foto.

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan SDA (Sumber Daya


Alam) yang dapat dimanfaatkan, dengan adanya SDA dapat membantu
perekonomian masyarakat, Seiring perkembangan zaman dan teknologi, timbullah
berbagai macam peralatan yang lebih canggih dari gerabah. Banyak perusahaan-
perusahan atau pabrik-pabrik yang mengolah bahan-bahan seperti stainless,
logam, aluminium dan tembaga menjadi alat-alat kebutuhan rumah tangga yang
lebih berkualitas dari pada gerabah, sehingga menghimpit perkembangan dan
pemasaran gerabah di masyarakat. Sebagian masyarakat berpindah menggunakan
alat-alat yang lebih modern dan meninggalkan gerabah. Masyarakat beralasan
bahwa penggunaan alat yang modern lebih berkualitas, praktis, bersih dan
memiliki tren tersendiri. Hal ini berpengaruh pada pengrajin gerabah di
Galogandang.
Penelitian bertujuan ini untuk mendeskripsikan secara mendalam
mengenai strategi-strategi yang dilakukan pengrajin gerabah di Galogandang
dalam menghadapi perubahan teknologi dan peralatan hidup saat ini? Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif sebagai bagian dari
kajian etnografis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
observasi partisipasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan kategorisasi dan evaluasi data.
Dari hasil penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa nilai seni yang
tinggi berkaitan dengan pengembangan design gerabah, untuk mendapatkan
barang tersebut bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Masyarakat
Galogandang mengolah tanah liat menjadi sebuah produk yang memiliki nilai seni
serta nilai guna untuk dipakai oleh ibu-ibu rumah tangga sebagai tempat
memasak. Nilai keuntungan dari usaha gerabah dibuat dengan menggunakan
pasir dan tanah liat yang sebagian tanah liat tersebut dapat diminta dari
masyarakat setempat, modalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha
lainnya yang dibuat dari bahan yang dibeli di toko. Gudang balango sebagai salah
satu wadah untuk menyalurkan gerabah dari sebagian pengrajin di Galogandang,
dahulunya gerabah hanya dijual di sekitar daerah Galogandang saja, tetapi
seiringnya waktu bagi pemasaran gerabah semakin luas sehingga gudang balango
sebagai distributor untuk menjual gerabah ke luar daerah, seperti Medan,
Pekanbaru, Jambi, Padang, dan Pariaman. Pemesanan yang dilakukan oleh
pelanggan kepada pengrajin dalam jumlah yang sedikit dan jumlah yang banyak.
Bentuk pelayanan kepada pelanggan yang lain yaitu permintaan dari gerabah pada
bentuk dan designya tidak terpatok harus seperti itu-itu saja, dimana hasilnya bisa
disesuikan dengan kreasi yang diinginkan oleh pelanggan itu sendiri.

Kata-kata Kunci :Pengrajin Gerabah, Perubahan Teknologi, Strategi Usaha

ii
Universitas Sumatera Utara
PENGRAJIN GERABAH

(Studi Etnografi Usaha Pengrajin Gerabah dalam Menghadapi


Perubahan Teknologi di Jorong Galogandang, Nagari III Koto,
Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera
Barat)

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana


Ilmu Sosial dalam Bidang Antropologi

Oleh :
Ida Ramadiani
120905001

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UATARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

PENGRAJIN GERABAH (Studi Etnografi Usaha Pengrajin Gerabah dalam

Menghadapi Perubahan Teknologi) Jorong Galogandang, Nagari III Koto,

kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera barat

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya
nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan
gelar kesarjanaan saya.

Medan, Oktober 2016

Ida Ramadiani

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Ida Ramadiani, 2016, judul skripsi : PENGRAJIN GERABAH (Studi


Etnografi Usaha Pengrajin Gerabah dalam Menghadapi Perubahan
Teknologi). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 28 daftar foto.

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan SDA (Sumber Daya


Alam) yang dapat dimanfaatkan, dengan adanya SDA dapat membantu
perekonomian masyarakat, Seiring perkembangan zaman dan teknologi, timbullah
berbagai macam peralatan yang lebih canggih dari gerabah. Banyak perusahaan-
perusahan atau pabrik-pabrik yang mengolah bahan-bahan seperti stainless,
logam, aluminium dan tembaga menjadi alat-alat kebutuhan rumah tangga yang
lebih berkualitas dari pada gerabah, sehingga menghimpit perkembangan dan
pemasaran gerabah di masyarakat. Sebagian masyarakat berpindah menggunakan
alat-alat yang lebih modern dan meninggalkan gerabah. Masyarakat beralasan
bahwa penggunaan alat yang modern lebih berkualitas, praktis, bersih dan
memiliki tren tersendiri. Hal ini berpengaruh pada pengrajin gerabah di
Galogandang.
Penelitian bertujuan ini untuk mendeskripsikan secara mendalam
mengenai strategi-strategi yang dilakukan pengrajin gerabah di Galogandang
dalam menghadapi perubahan teknologi dan peralatan hidup saat ini? Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif sebagai bagian dari
kajian etnografis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
observasi partisipasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan kategorisasi dan evaluasi data.
Dari hasil penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa nilai seni yang
tinggi berkaitan dengan pengembangan design gerabah, untuk mendapatkan
barang tersebut bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Masyarakat
Galogandang mengolah tanah liat menjadi sebuah produk yang memiliki nilai seni
serta nilai guna untuk dipakai oleh ibu-ibu rumah tangga sebagai tempat
memasak. Nilai keuntungan dari usaha gerabah dibuat dengan menggunakan
pasir dan tanah liat yang sebagian tanah liat tersebut dapat diminta dari
masyarakat setempat, modalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha
lainnya yang dibuat dari bahan yang dibeli di toko. Gudang balango sebagai salah
satu wadah untuk menyalurkan gerabah dari sebagian pengrajin di Galogandang,
dahulunya gerabah hanya dijual di sekitar daerah Galogandang saja, tetapi
seiringnya waktu bagi pemasaran gerabah semakin luas sehingga gudang balango
sebagai distributor untuk menjual gerabah ke luar daerah, seperti Medan,
Pekanbaru, Jambi, Padang, dan Pariaman. Pemesanan yang dilakukan oleh
pelanggan kepada pengrajin dalam jumlah yang sedikit dan jumlah yang banyak.
Bentuk pelayanan kepada pelanggan yang lain yaitu permintaan dari gerabah pada
bentuk dan designya tidak terpatok harus seperti itu-itu saja, dimana hasilnya bisa
disesuikan dengan kreasi yang diinginkan oleh pelanggan itu sendiri.

Kata-kata Kunci :Pengrajin Gerabah, Perubahan Teknologi, Strategi Usaha

ii
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT,

karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi dengan judul PENGRAJIN GERABAH (Studi Etnografi

Usaha Pengrajin Gerabah dalam Menghadapi Perubahan Teknologi) di

Jorong Galogandang, Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah

datar, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat

untuk mencapai Serjana S1 Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat diselesaikan

dengan adanya bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Tanpa bantuan dari bimbingan tersebut, sangatlah

sulit bagi penulis menyampaikan ucapan terima kasih. Terkhusus diucapkan

terima kasih kepada keluarga besar penulis yakni almarhum Ayahanda Jasri dan

Ibunda Asmanidar yang telah membuktikan rasa kasih sayangnya kepada penulis

melalui perhatian, dukungan, motivasi, ajaran moral yang tidak henti-hentinya

diberikan. Kalian berdua adalah sosok yang luar bisa, menginspirasi dan menjadi

panutan bagi anak-anakmu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak

dan abang penulis Almarhumah Leni Mardalena, Atillah Hendrian, Yoyon

Hendra dan Ria Fitrian Tika, karena telah menjadi bagian dari hidup penulis, baik

di dalam susah maupun senang, dan juga telah memberikan banyak dukungan-

dukungan baik moril maupun materil selama hidup penulis dari dahulu sampai

saat sekarang ini.

iii
Universitas Sumatera Utara
Ucapan terima kasih yang tulus kepada segenap pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini yaitu kepada Bapak Dr. Muryanto Amin,

M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara. Selanjutnya kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen

Antropologi Sosial FISIP USU yang telah banyak berbagi Pengetahuan dan

motivasi kepada penulis untuk mendalami Ilmu Antropologi Sosial mulai dari

awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Agustrisno, MSP.,

selaku Sekretaris Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah memberi

banyak ilmu pengetahuan serta motivasi kepada penulis. Penulis juga

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Bapak Drs Ermansyah M.hum,

sebagai Penasehat Akademik, Dosen di masa perkuliahan dan Dosen Pembimbing

bagi penulis, yang senantiasa telah memberikan waktu untuk mendidik serta

membimbing selama masa perkuliahan dan selama skripsi ini. Terima kasih juga

penulis ucapkan kepada penguji yaitu Dra Nita Savitri, M.Hum yang telah

menguji penulis mengenai skripsi ini.

Selanjutnya kepada Bapak dan Ibu Staf pengajar Departemen Antropologi

Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang

telah mendidik dan membekali penulis dengan begitu banyak ilmu, wawasan serta

pengetahuan baru bagi penulis selama proses belajar dan mengajar. Demikian

juga kepada kak Nurhayati dan Kak Sofiana selaku Administrasi Departemen

Antropologi sosial yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam

mengurus kelancaran admistrasi selama perkuliahan.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

rekan-rekan kerabat mahasiswa Antropologi Sosial FISIP USU, kerabat-kerabat

iv
Universitas Sumatera Utara
seangkatan stambuk 2012 “relation antro2”. Sahabat penulis Fitri Anggina

Siregar dan Sarah Mutia Hasibuan, yang telah menjadi teman dekat dari awal

perkuliahan sampai sekarang ini, penulis berharap supaya persahabatan ini akan

tetap terjalin selamanya. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat Deswira SE,

Ega Frima Anjani SE yang berawal dari organisasi IMIB USU Sampai Sekarang

ini, telah menjadi teman yang baik dan memberikan banyak motivasi. Selanjutnya

ucapan terima kasih kepada teman-teman dari SMA sampai sekarang Irfania

Mardhatilla, Satriani A.md, Delia Yulanda Sari S.Sos, Rati Handayani, Afifah

Nabila, Rahmi Nofita, yang telah memberikan banyak suka dan duka serta

berbagai macam kenangan yang telah dilalui bersama-sama.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak Nursallyana Ritonga SE

yang telah menjadi kakak yang baik serta memberikan banyak kenangan kepada

penulis. Selanjutnya terima kasih kepada kakak serta teman kecil penulis yaitu

Indri Yulia Rahmi S.Kep., yang telah menjadi kakak yang baik di dalam

kehidupan sehari-hari serta membimbing dengan memberikan banyak masukan

kepada penulis untuk menyelasaikan skripsi ini. Terima kasih kepada kakak Liza

Rahma Fijri S.Ikom., yang telah menjadi teman sekaligus sebagai kakak yang baik

. Terima kasih juga kepada kakak-kakak dan abang-abang dari daerah dan sekolah

yang sama penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih

kepada teman-teman Kos Sarmin 83 A dan Samin 85 A yaitu Fauziah Hasanah,

Vonny Intania dan Yulia Astria S.Km yang telah menghabiskan banyak waktu

serta kenangan-kenangan hidup bersama di Medan ini.

Terima Kasih kepada abang-abang, kakak-kakak, teman-teman dan adik-

adik di Organisasi IMIB (Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol) USU, yang telah

v
Universitas Sumatera Utara
banyak kenangan serta pelajaran dalam berorganisasi. Terima kasih kepada

teman-teman arisan jeng-jong yang telah mengisi waktu penulis setiap harinya

dengan berbagi canda dan tawa secara bersama-sama. Ucapan terima kasih kepada

sahabat-sahabat dari SMA sampai sekarang Atikah Juliani Putri A.Md, Windy

Hilsabrina A.Md, Yessi Aulia Fitri, Try Indah Nomita, Triza Windira dan Delia

Yulanda Sari S.Sos yang telah menjadi teman yang baik dan membantu penulis

untuk melakukan penelitian pada skripsi ini. Terima kasih penulis ucapan kepada

Dina Rajabiah Siregas yang telah menjadi teman setia pembimbing penulis dan

seterusnya kepada kerabat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Begitu banyak kenangan yang telah kita lewati bersama. Kenangan yang tidak

mungkin terlupakan begitu saja. Kalian telah membuatku kuat, sedih dan tertawa

bersama. Terima kasih kepada KESBANGPOL (Kantor Kesatuan Bangsa dan

Politik) Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah Jorong Galogandang.

Terima kasih kepada Wali Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten

Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada masyarakat Pengrajin gerabah

di Jorong Galogandang, yaitu Ibu Rina, Ibu Sabai, Ibu Yurnalis sebagi informan

penulis yang telah memberikan informasi mengenai gerabah. Seterusnya kepada

pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu per satu. Semoga budi baik yang

telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Menyadari

akan keterbatasan yang penulis miliki, maka skripsi atau hasil penelitian lapangan

ini masih terdapat berbagai kekeurangan dan kelemahan. Untuk itu, penulis sangat

mengharapkan koreksi dan masukan dari berbagai pihak, guna untuk

vi
Universitas Sumatera Utara
penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi pihak-

pihak yang memerlukannya.

Medan, Oktober 2016

Penulis

Ida Ramadiani

vii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Ida Ramadiani atau biasa dipanggil dengan nama Ida,

lahir pada tanggal 27 September 1993 di Sungayang,

Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

Anak bungsu dari lima bersaudara yaitu pasangan Jasri

dan Asmanidar. Penulis telah menyelesaikan

pendidikan Sekolah Dasar Negeri 82 Wiroto Agung,

Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Provinsi

Jambi pada tahun 2006 dan Sekolah Madrasah

Tsanawiah Negeri 1 Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar,

Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2009. Lalu penulis melanjutkan pendidikan

Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sungayang, Kecamatan Sungayang,

Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2012 yang

kemudian meneruskan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas

Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Antropologi

Sosial. E-mail: Ramadianiida@gmail.com.

Pengalaman organisasi yang pernah penulis ikuti adalah sebagai anggota

IMIB (Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol) USU, yaitu anggota HUMAS (Hubungan

Masyarakat) pada tahun 2014-2015. Adapun seminar/pelatihan yang pernah

penulis ikuti selama masa perkuliahan diantaranya: Training Of Fasilitator (TOF)

Pengembangan Masyarakat Angkatan-5 Departemen Antropologi Sosial FISIP

USU Pda tanggal 18 Januari tahun 2015 di Hotel Candhi, Jl. Darussalam No. 124

Medan, sebagai panitia Seminar Nasional “Islam dan Stigma Teoritis” pada

viii
Universitas Sumatera Utara
tanggal 28 Mei 2015, sebagai peserta Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB)

Departemen Antropologi Sosial tanggal 12-14 Oktober 2012, Seminar

Entrepreneur pada tanggal 8 April 2015.

ix
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul PENGRAJIN GERABAH (Studi Etnografi Usaha Pengrajin

Gerabah dalam Menghadapi Perubahan Teknologi) di Jorong Galogandang,

Nagari III Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah datar, Provinsi

Sumatera Barat dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan shalawat beserta

salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’at

kepada kita semua. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Jurusan Antropologi Sosial Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berisi kajian

analisis yang didasarkan pada observasi partisipasi dan wawancara mengenai

Pengrajin gerabah di Jorong Galogandang, Nagari III Koto, Kecamatan

Rambatan, Kabupaten Tanah datar, Provinsi Sumatera Barat.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa keadaan geografis di daerah

Galogandang yang terdiri dari perbukitan dan persawahan sangat mendukung

untuk mendapatkan bahan baku untuk pengrajin gerabah. Keberadaan pengrajin

gerabah yang turun-temurun yang diwariskan kepada anak dan cucu pada

masyarakat di Galogandang. Hal tersebut membuat masyarakat Galogandang

memiliki penghasilan tambahan selain petani dan pedagang. Pekerjaan ini

dilakukan kebanyakan oleh kaum ibu-ibu, dengan kelihaian tangan serta

kreativitasnya dapat menghasilkan produk-produk gerabah yang indah sehingga

dapat dipasarkan ke berbagai daerah di luar Galogandang.

x
Universitas Sumatera Utara
Bagi sebagaian ibu-ibu pekerjaan membuat gerabah sudah menjadi

pekerjaan tetap, yang mana dapat menambah penghasilan untuk kebutuhan sehari-

hari. Perkembangan teknologi membawa pengaruh, tetapi itu tidak untuk

dijadikan sebuah kemunduran untuk tidak memproduksi gerabah, akan tetapi itu

dijadikan sebagai motifasi untuk pengrajin membuat gerabah yang lebih kreatif

lagi, serta memperkenalkan ke berbagai daerah lain, apalagi zaman sekarang

banyaknya pemesanan dari luar daerah dapat menjadikan gerabah dikenal oleh

masyarakat luas dan dapat menambah penghasilan.

Dalam tulisan ini, penulis ingin menunjukkan bahwa sudah seharusnya

pemerintah setempat untuk memperhatikan lagi pengrajin gerabah. Penulis

melihat bahwa pengrajin gerabah dapat meningkatkan nilai pariwisata budaya di

daerah Tanah Datar, menjadikan gerabah sebagai barang yang unik sehingga

dapat meningkatkan pengunjung untuk datang ke daerah tersebut. Maka hal

tersebut dapat memperkenalkan kreatifitas anak daerah. Akhir kata “tak ada

gading yang tak retak”, demikian juga dengan skripsi ini. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, yang disebabkan adanya

keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan penulis baik mengenai

materi, teknik penyusunan maupun analisisnya. Oleh karena itu, dengan hati

terbuka penulis menerima setiap saran dan kritik dari pembaca untuk

penyempurnaan pada masa yang akan datang.

Medan, Oktober 2016


Penulis

Ida Ramadiani

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... i
PERNYATAAN ORIGINALITAS ............................................................. ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR FOTO ............................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 3
1.3. Rumusan Masalah ................................................................... 13
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 14
1.5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 15
1.6. Analisis Data ........................................................................... 18

BAB II. DESA GALOGANDANG DAN AKTIFITAS


MASYARAKAT SETEMPAT ................................................... 20
2.1. Gambaran Umum Jorong Galogandang ................................... 20
2.1.1. Sejarah Jorong Galogandang ......................................... 20
2.1.2. Kondisi Geografis Jorong Galogandang ....................... 23
2.1.3. Kondisi Demografis Jorong Galogandang .................... 24
2.1.4. Mata Pencaharian Utama Masyarakat Galogandang ...... 25
2.2. PNPM Sebagai Bantuan dari Pemerintah ................................ 26
2.3. Tradisi Pulang Basamo ............................................................ 29
2.3.1. Lomba Membuat Gerabah ............................................. 32
2.3.2. Pacu Jawi ...................................................................... 32
2.4. Life Story ................................................................................. 38
2.4.1. Ibu Rina ......................................................................... 38
2.4.2. Ibu Yurnalis ................................................................... 41
2.4.3. Ibu Sabai ........................................................................ 44
2.5. Usaha Gerabah Bagi Generasi Muda ....................................... 46

BAB III. PERALATAN, PROSES PEMBUATAN DAN


PERKEMBANGAN GERABAH DI JORONG
GALOGANDANG ......................................................................... 49
3.1. Peralatan yang Digunakan ....................................................... 49
3.1.1. Rotan (Bambu) ............................................................. 52
3.1.2. Kayu ............................................................................. 53
3.1.3. Batu .............................................................................. 55
3.1.4. Bambu Kecil ................................................................ 56
3.1.5. Batu Kecil .................................................................... 57

xii
Universitas Sumatera Utara
3.1.6. Seng Tipis .................................................................... 58
3.1.7. Lapiak Pandan (Tikar) ................................................ 59
3.2. Proses Pembuatan Gerabah di Jorong Galogandang ............... 61
3.2.1. Pengelolaan Bahan Baku ............................................. 61
3.2.2. Proses Pembuatan Bahan Baku yang Sudah Jadi ........ 65
3.2.2.1. Menempelkan Tanah Liat pada Rotan ............ 68
3.2.2.2. Membentuk Gerabah ...................................... 69
3.2.2.3. Melicinkan Gerabah ........................................ 70
3.2.2.4. Memotong Pinggir Atas Gerabah ................... 71
3.2.2.5. Malangiah (Memukul-mukul) ........................ 72
3.2.2.6. Mangusuak (Mengusuk) ................................. 73
3.2.2.7. Mambibia atau Maupam .................................. 74
3.2.2.8. Pemberian Motif atau Ragi Gerabah .............. 74
3.2.3. Proses Penjemuran Gerabah ........................................ 77
3.2.4. Proses Pembakaran Gerabah ........................................ 80
3.2.4.1. Mengumpulkan bahan-bahan Pembakaran ...... 81
3.2.4.2. Penataan Gerabah di Atas Tungku
Pembakaran .................................................... 84
3.2.4.3. Penyusunan Jerami .......................................... 85
3.2.4.4. Menyalakan Api............................................... 86
3.2.4.5. Mengangkat Gerabah dari Pembakaran ........... 88
3.3. Perkembangan Produk Gerabah di Jorong Galogandang ........ 89
3.4. Jenis Gerabah di Jorong Galogandang .................................... 94

BAB IV. STRATEGI PEMASARAN GERABAH GALOGANDANG ... 98


4.1. Nilai Seni dalam Design Gerabah ........................................... 98
4.2. Nilai Keuntungan ..................................................................... 102
4.3. Penjualan Kepada Distributor .................................................. 104
4.4. Penjualan Berdasarkan Pesan dan Permintaan ........................ .. 114
4.4.1. Pesan ............................................................................ 114
4.4.2. Permintaan .................................................................... 118

BAB V. PENUTUP ..................................................................................... 122


5.1. Kesimpulan .............................................................................. 122
5.2. Saran ........................................................................................ 127

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 128

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR FOTO

Halaman
Foto 1. Lambang Jorong Galogandang ................................................. 21
Foto 2. PNPMSekretariat Kelompok Spp Binaan Upk Gudang
Balango ..................................................................................... 29
Foto 3. Upacara adat saat Pacu Jawi ..................................................... 33
Foto 4. Pedagang yang berjualan saat acara Pacu Jawi ....................... 34
Foto 5. Pacu Jawi di Galogandang ........................................................ 36
Foto 6. Rotan ......................................................................................... 52
Foto 7. Kayu .......................................................................................... 53
Foto 8. Batu ........................................................................................... 55
Foto 9. Bambu Kecil.............................................................................. 56
Foto 10. Batu Kecil ................................................................................. 57
Foto 11. Seng Tipis ................................................................................. 58
Foto 12. Lapiak Pandan ( Tikar) ............................................................. 59
Foto 13. Bahan baku yang ditumpuk....................................................... 61
Foto 14. Bahan baku yang sudah dimasak .............................................. 65
Foto 15. Proses awal dari pembentukan gerabah ................................... 68
Foto 16. Proses membentuk gerabah ...................................................... 69
Foto 17. Proses melicinkam gerabah ...................................................... 70
Foto 18. Proses melicinkan bibir atas gerabah ....................................... 71
Foto 19. Malangiah ................................................................................ 72
Foto 20. Mangusuak gerabah ................................................................. 73
Foto 21. Proses penjemuran gerabah ...................................................... 77
Foto 22. Proses mengumpulkan bahan pembakar gerabah .................... 81
Foto 23. Proses penataan gerabah di atas tungku tradisonal .................. 84
Foto 24. Pemberian jerami pembakaran ................................................. 85
Foto 25. Menyalakan api pembakaran gerabah ...................................... 86
Foto 26. Pengangkatan gerabah setelah dibakar ..................................... 88
Foto 27. Jenis-jenis gerabah di Galogandang ......................................... 94
Foto 28. Teko dengan Menggunakan Motif Bunga ................................ 100
Foto 29. Gerabah yang Terkumpul ......................................................... 104
Foto 30. Pembeli dan Penjual di Gudang Balango ................................. 109
Foto 31. Penjual Gerabah Menggunakan Rotan ..................................... 111

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Daftar Harga Rata-Rata di Galogandang ....................................... 28

xv
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai