Anda di halaman 1dari 25

A.

Pengertian Miomi uteri


Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa
juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid.
Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan
pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif
(menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia
produktif tetapi kerusakan reproduksidapat berdampak karena mioma
uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan prematur dan malpresentasi (Aspiani, 2017).
B. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif
dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma
uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan
haid).
2. Hormone endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari
pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunanpenderita mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma
uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi
ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek
estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan
1 kali atau 2 kali
Faktor terbentuknya tumor :
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat
sel-sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan
kesalahan genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan
ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang
ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak
gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang
mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan
terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara
internal, tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat
dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh
faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal
(Apiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi
udara, makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik
bahan kimia yang ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan
makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang
ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna
makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Kuman yang hidup
dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin
besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses
detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya
sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik.
Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

C. Tanda dan gejala


1. Perdarahan abnormal: Hipermenore, menoragia, metroragia.
Disebabkan oleh :
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.
b. Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
c. Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2. Nyeri
Nyeri panggul karena tekanan, muncul karena sebagian besar
miom menekan struktur di daerah panggul. Pada mioma
submukosum yang dilahirkan dapat menyempitkan canalis
servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3. Gejala penekanan
Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan poliuri, pada uretra
menyebabkan retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter
dan hidronefrosis, pada rectum menyebabkan obstipasi dan
tenesmia, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul.
4. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih
belum jelas, 27- 40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas.

D. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau
sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat
satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma
yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak
bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus
mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong
kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi
(Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu
putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan
memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin
hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang
jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam
didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan
kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma
“parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus
nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan
setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan
mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).
E. Patway
F. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada tubuh karena
mioma uteri.
1. Degenerasi hialin, merupakan perubahan degeneratif yang paling
umum ditemukan
a. Jaringan ikat bertambah
b. Berwarna putih dan keras
c. Sering disebut “mioma durum.
2. Degenerasi kistik
a. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair.
b. Menjadi poket kistik.
3. Degenerasi membantu (calcareous degeneration)
a. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
b. Padat dan keras
c. Berwarna putih.
4. Degenerasi merah (carneus degeneration )
a. Paling sering terjadi pada masa kehamilan.
b. Estrogen merangsang perkembangan mioma.
c. Aliran darah tidak seimbang karena terjadi edema sekitar
tungkai dan tekanan hamil.
d. Terjadi kekurangan darah yang menimbulkan nekrosis,
pembentukan trombus, bendungan darah dalam mioma, warna
merah hemosiderosis atau hemofusin.
e. Biasanya disertai rasa nyeri, tetapi dapat hilang dengan
sendirinya. Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi
kelahiran prematur, ruptur tumor dengan perdarahan
peritoneal, dan shock.
5. Degenerasi mukoid
Daerah hyalin digantikan dengan bahan gelatinosa yang lembut
dan biasa terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial
yang tergangu.
6. Degenerasi lemak
Lemak ditemukan dalam serat otot polos.
7. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontraversi yang ada saat ini
adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif
ataukah sebuah neoplasma spontan. Leimiosarkoma merupakan
sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang
mempunyai diferensiasi otot polos.
G. Gambaran Klinis Mioma
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak
mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang
mengalami penyakit mioma uteri dalam rahim.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi
hal-hal berikut.
a. Besarnya mioma uteri.
b. Lokalisasi mioma uteri.
c. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
d. Gejala klinik terjadi hanya sekitar 35%-50% dari pasien yang
terkena.
2. Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri adalah
sebagai berikut.
a. Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering
ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa
menoragia, metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini
dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya areah permukaan
dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot
rahim, distorsi, dan kongesti dari pembuluh darah disekitarnya
dan ulserasi dari lapisan endometrium.
b. Penekanan rahim yang membesar.
c. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
d. Terjadi gejalah traktus urinarius: urine freqency, retensi urine,
obstruksi ureter, dan hidronefrosis.
e. Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
f. Terasa nyeri karena saraf tertekan
3. Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh
beberapa hal berikut.
a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai.
c. Submukosa mioma terlahir.
d. Infeksi pada mioma.
4. Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
berakibat pada hal-hal berikut.
a. Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi
dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural
dan submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor
yang menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid,
nyeri, dan dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan
pertumbuhan dan perkembangan kelahiran.
b. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses
saling mempengaruhi.
c. Keguguran dapat terjadi.
d. Persalinan prematuritas.
e. Gangguan proses persalinan.
f. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
g. Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
h. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.
H. Komplikasi
Menurut (Manuaba, 2010:325) Komplikasi mioma uteri terbagi
menjadi 3 yaitu :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia
2. Degenerasi ganas mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma
ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan
50- 75% dari semua sarkoma uterus.
3. Torsi atau putaran tangkai mioma bertangkai dapat terjadi torsi
atau terputarnya tumor 24 (Prawirohardjo, 2011). Hal itu dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami
nekrosis.
I. Penanganan Mioma Uteri
Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas,
lokasi, dan ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri
terbagi atas kelompok-kelompok berikut.
1. Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul
pada pra dan postmenopause tanpa adanya gejala. Cara
penanganan konsevatif adalah sebagai berikut.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-
6 bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone)
leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga
menstruasi setiap minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini
mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala.
Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan menciptakan
keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran
tumor diobsevasi dalam 12 minggu.

2. Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.


a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.
3. Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat
berupa langkah-langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang
masih menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi
kelangsungan fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma
uterus dan dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor yang
dengan mudah dijepit dan diikat. Bila miomektomi
menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
4. Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG),
kriteria preoperasi adalah sebagai berikut.
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas
tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang tidak ditemukan.
5. Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi
dan pada pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau
yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah
sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang
dapat teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-
ulang selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah
6. Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-
hal berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut
bagian bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-
ulangdan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
7. Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Langkah ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai
berikut.
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma
uteri meliputi :
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat
disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya
kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukan adanya kehilangan
darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang
simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersamaan dengan
kehamilan.
3. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat
membantu.
4. Pielogram intravena
a. Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks
sebelum histerektomi.
b. Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari
untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan
tuba falopi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwaya Penyakit Keluarga
e. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah
1. Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami
atrofi pada masa menopause.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah
yang besar.
3. Faktor Psikososial
4. Pola Kebiasaan sehari-hari
5. Pola eliminasi
6. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
7. Pola Istirahat dan Tidur
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
c. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2. Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3. Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
4. Telinga : lihat kebersihan telinga.
5. Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6. Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7. Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8. Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
9. Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
10. Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps
rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit)

C. Rencana keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien
mioma uteri mampu mengontrol nyeri dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Mengenali kapan nyeri terjadi
b. Menggambarkan faktor penyebab nyeri
c. Menggunakan tindakan pencegahan nyeri
d. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (nyeri) tanpa analgesik
e. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan
f. Melaporkan perubahan terhadap gejalah nyeri pada profesional
kesehatan
g. Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pada profesional kesehatan
h. Menggunakan sumber daya yang tersedia untuk menangani nyeri
i. Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
j. Melaporkan nyeri yang terkontrol
NIC:
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensip yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
b. Observasi adanya pentunjuk nonverbal mengenai ketidak
nyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif
c. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
d. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap
nyeri
e. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
f. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup
pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
performa kerja dan tanggung jawab peran)
h. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
i. Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi riwayat
nyeri kronik individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan
disability/ ketidak mampuan/kecatatan, dengan tepat
j. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai
efektifitas, pengontrolan nyeri yang pernah digunakan sebelumnya
k. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan
l. Gunakan metode penelitian yang sesuai dengan tahapan
perkembangan yang memungkinkan untuk memonitor perubahan
nyeri dan akan dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus
aktual dan potensial (misalnya, catatan perkembangan, catatan
harian)
m. Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
ketidak nyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana
monitor
n. Tentukan lokasi, karakteris, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
o. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuesi obat
analgesik yang diresepkan
p. Cek adanya riwayat alergi obat
q. Pilih analgesik atau kombinasi analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian

2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan


NOC:
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tidak terjadi
syok hipovolemik dengan kriteria:
a. Tanda vital dalam batas normal.
b. Tugor kulit baik.
c. Tidak ada sianosis.
d. Suhu kulit hangat.
e. Tidak ada diaporesis.
f. Membran mukosa kemerahan.
NIC:
a. Monitor adanya respon konpensasi terhadap syok (misalnya,
tekanan darah normal, tekanan nadi melemah, perlambatan
pengisian kapiler, pucat/ dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
takipnea ringan, mual dan munta, peningkatan rasa haus, dan
kelemahan)
b. Monitor adanya tanda-tanda respon sindroma inflamasi sistemik
(misalnya, peningkatan suhu, takikardi, takipnea, hipokarbia,
leukositosis, leukopenia)
c. Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi alergi (misalnya,
rinitis, mengi, stridor, dipnea, gatal-gatal disertai kemerahan,
gangguan saluran pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan gelisa)
d. Monitor terhadap adanya tanda ketidak adekuatan perfusi oksigen
kejaringann(misalnya, peningkatan stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan status mental, egitasi, oliguria dan akral
teraba dingin dan warna kulit tidak merata)
e. Monitor suhu dan status respirasi
f. Periksa urin terhadap adanya darah dan protein sesuai kebutuhan
g. Monitor terhadap tanda/gejalah asites dan nyeri abdomen atau
punggung.
h. Lakukan skin-test untuk mengetahui agen yang menyebabkan
anaphiylaxis atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
i. Berikan saran kepada pasien yang beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi medis
j. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
k. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai langkah-langkah
timbulnya gejala syok

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder


akibat gangguan hematologis (perdarahan)
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien
mioma uteri menunjukkan pasien mampu melakukan pencegahan infeksi
secara mandiri, ditandai dengan kriteria hasil:
a. Kemerahan tidak ditemukan pada tubuh
b. Vesikel yang tidak mengeras permukaannya
c. Cairan tidak berbauk busuk
d. Piuria/nanah tidak ada dalam urin
e. Demam berkurang
f. Nyeri berkurang
g. Nafsu makan meningkat
NIC:
a. Kaji ulang riwayat kontraindikasih pemasangan alat pervaginam
pada pasien (misalnya, infeksi pelvis, laserasi, atau adanya massa
sekitar vagina)
b. Diskusikan mengenai aktivitas- aktivitas seksual yang sesuai
sebelum memilih alat yang dimasukan
c. Lakukan pemeriksaan pelvis
d. Intruksikan pasien untuk melaporkan ketidaknyamanan, disuria,
perubahan warna, konsistensi, dan frekuensi cairan vagina
e. Berikan obat-obat berdasarkan resep dokter untuk mengurangi
iritasi
f. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan perawatan secara
mandiri
g. Observasi ada tidaknya cairan vagina yang tidak normal dan
berbau
h. Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi pada vagina

4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan


neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
NOC:
setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam diharapkan
eliminasi urin kembali normal dengan kriteria hasil:
a. Pola eliminasi kembali normal
b. Bau urin tidak ada
c. Jumlah urin dalam batas normal
d. Warna urin normal
e. Intake cairan dalam batas normal
f. Nyeri saat kencing tidak ditemukan
NIC:
a. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna urin sesuai kebutuhan.
b. Monitor tanda dan gejala retensio urin.
c. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
d. Anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan urin uotput
sesuai kebutuhan.
e. Anjurkan pasien untuk banyak minum saat makan dan waktu pagi
hari.
f. Bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas toileting sesuai
kebutuhan.
g. Anjurkan pasien untuk memonitor tanda dan gejalah infeksi
saluran kemih

5. Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)


NOC:
setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam pasien diharapkan
konstipasi tidak ada dengan kriteria hasil:
a. Tidak ada irita bilitas
b. Mual tidak ada
c. Tekanan darah dalam batas normal
d. Berkeringat
NIC:
a. Monitor bising usus
b. Lapor peningkatan frekuensi dan bising usus bernada tinggi
c. Lapor berkurangnya bising usus
d. Monitor adanya tanda dan gejalah diare, konstipasi dan impaksi
e. Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin, dan
penggunaan laksatif
f. Masukan supositorial rektal, sesuai dengan kebutuhan
g. Intruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara yang
tepat
h. Evaluasi profil medikasi terkait dengan efek samping gastrointestinal
Daftar pustaka

Apriyani, Yosi.(2013) Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal
Kebidanan. Vol. 2 No. 5
Aspiani, Y, R. (2017 ). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas.
Jakarta: TIM
Aimee, et al. (2010 ). Association of Intrauterine and Early-Life
Exposures with Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years
of Age in the Sister Study. Environmental Health Perpectives.
Volume 118. No 3 pages 375-380
Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan
Lengkap menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi
Pustaka.
Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur).
Volume 102. No. 2. Romanian
Dinas kesehatan sumaterah barat. (2012). Kumpulan hasil pelaporan dan
pengamatan. Websiitte:httttp:////www.diinkes.sumbarprov.go.iid
Hidayat, A Aziz Alimul. (2013). Metode penelitian keperawatan dan
teknik analisis data. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba. ( 2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.
Jakarta: EGC
NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017edisi (Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai