Anda di halaman 1dari 2

Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah?

oleh: Purwaningsih Ramadhani


Pranata Keuangan APBN Penyelia

Meskipun pajak memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, tetap saja masih ada
sebagian masyarakat yang resisten. Sempat pula mencuat gagasan untuk stop bayar pajak. Isu ini
menjadi salah satu hal penting untuk dibahas sekaligus perlu dibantah. Sangat ringkas sebetulnya
menjelaskan bagaimana negara ini tanpa pajak.

Dunia telah melihat bagaimana Sri Langka mengalami kebangkrutan dan resesi. Ini terjadi akibat
ketidakmampuan negara membiayai pengeluarannya sehingga menimbulkan efek domino di
berbagai sektor. Boleh dikatakan ini adalah bentuk lain imbas ketidakmandirian negara tersebut
dalam membiayai anggarannya. Lalu apa indikator suatu negara dianggap mandiri dalam memenuhi
kebutuhannya? Salah satunya adalah memiliki sumber pendapatan negara, contohnya pajak.
Bagaimana tidak? Dibandingkan sumber penerimaan negara lainnya pajak adalah bentuk paling ideal
karena merupakan bentuk nyata partisipasi rakyat menyokong urat nadi negaranya sebagai suatu
rumah.

Bayangkan bagaimana jika masyarakat berhenti membayar pajak. Dengan berhenti membayar pajak
masyarakat tidak dapat lagi menikmati jalan raya yang halus karena negara sudah tidak dapat lagi
memperbaikinya. Berhentinya kontribusi yang berasal dari pajak bisa menyebabkan kekacauan
seperti yang terjadi di Sri Lanka akibat negara tidak dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya. Selain
hal tersebut, banyak kemungkinan buruk bisa terjadi.

Dilansir dari APBN KITA Kinerja dan Fakta dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia Edisi
September 2022, 70 persen penerimaan negara disokong oleh pajak. Pada tahun 2022 saja dalam
APBN Perpres Nomor 98 Tahun 2022 dari total Rp2.266 triliun, sejumlah Rp1.784 triliun ditopang
penerimaan perpajakan.

Akhir kuartal ketiga tahun 2022, penerimaan pajak mencatatkan capaian yang menggembirakan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhasil menghimpun penerimaan pajak sebesar Rp1.310,50 triliun.
Capaian tersebut setara dengan 88,25 persen dari target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022. Capaian yang kuat tersebut merupakan buah dari
peningkatan harga komoditas, pemulihan ekonomi, penyesuaian insentif perpajakan, serta
implementasi kebijakan pajak yang diantaranya mencakup Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
dan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan September 2022 mencapai Rp1.361,19 triliun
atau 59,14 persen dari pagu APBN Perpres 98/2022. Realisasi tersebut utamanya untuk pembayaran
kewajiban Pemerintah seperti gaji dan tunjangan, manfaat pensiun, pembayaran subsidi dan
kompensasi, serta penyaluran bansos.

Sebagian besar penggunaan APBN ditujukan kembali untuk rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas,
sarana dan infrastruktur yang biasa dikenal sebagai manfaat pajak. Artinya negara membutuhkan
partisipasi rakyatnya untuk dapat menyediakan kebutuhan masyarakat. Jalan raya yang berlubang
tetap membutuhkan pajak rakyat untuk perbaikannya. Pendidikan anak-anak yang sudah semakin
membaik membutuhkan uluran tangan rakyat melalui pajak. Keamanan dan stabilitas pun tidak
luput pembiayaannya dari sokongan rakyat melalui pajak.

Pada dasarnya setiap hari seluruh masyarakat Indonesia merasakan manfaat pajak. Dengan itu tidak
ada alasan untuk tidak membayar pajak karena setiap sendi kehidupan masyarakat Indonesia dari
mulai sekolah hingga makan pasti ada unsur peranan pajak. Pada akhirnya membayar pajak
merupakan bukti kontribusi kepada negeri dan cinta tanah air.

Anda mungkin juga menyukai