Anda di halaman 1dari 104

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR
TINJAUAN MATA KULIAH
PERT I FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN .................
PERT II KEBUTUHAN IBU BERSALIN .....................................................................
PERT III DETEKSI DINI PERSALINAN ......................................................................
PERT IV PROSEDUR KETERAMPILAN ASUHAN PERSALINAN ..........................
PERT V MANAJEMEN PERSALINAN KALA I .........................................................
PERT VI MANAJEMEN PERSALINAN KALA II……………………………………..
PERT VII MANAJEMEN PERSALINAN KALA III……………………………………
KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga modul ini dapat diselesaikan.

Buku ajar ini disusun sesuai dengan silabus Asuhan Kebidanan Persalinan
Akademi Kebidanan Al-Ikhlas, sehingga mudah untuk melengkapi materi
berkaitan dengan Asuhan Kebidanan Persalinan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang


telah mendukung penulis sehingga terciptanya modul ini.

Penulis sadar bahwa penulisan modul Asuhan Kebidanan Persalinan ini


masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan dalam penulisan buku ajar ini di
masa-masa mendatang. Mudah-mudahan penulisan modul yang sederhana ini,
dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pembelajaran Anatomi
Fisiologi Kebidanan khususnya bagi mahasiswa kebidanan.

Bogor, Agustus 2022

Siti Rafika Putri,S.ST.Bdn.M.Kes


PERTEMUAN 1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

1. Passage (Jalan Lahir)


a. Panggul
Tulang Koksigis
1. Tulang Ilium(Tulang Usus)
a. Merupakan tulang terbesar dari panggul yang membentuk bagian atas dan belakang
panggul
b. Bagian atas merupakan penebalan tulang yang disebut krista iliaka
c. Ujung depan dan belakang krista iliaka yang menonjol : spina iliaka anterosuperior
dan spina iliaka postesuperior
d. Terdapat tonjolan tulang memanjang dibagian dalam tulang illium yang membagi
pelvis mayor dan minor, disebut linea inominata (linea terminalis)
e. Linea terminalis merupakan bagian dari pintu atas panggul
2. Tulang Iscium (Tulang Duduk)
a. Terdapat disebelah bawah tulang usus
b. Pinggir belakangnya menonjol : spina ishciadika
c. Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal (tuber ishciadicum), berfungsi menopang
badan saat duduk.
3. Tulang Pubis (Tulang Kemaluan)
a. Terdapat disebelah bawah dan depan tulang ilium
b. Dengan tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatorium
c. Tangkai tulang kemaluan yang berhubungan dengan tulang usus disebut ramus
superior tulang pubis
d. Didepan kedua tulang ini berhubungan melalui artikulasi (sambungan) yang disebut
simfisis (Sulistyawati, dkk, 2012).

Tulang Sakrum (Tulang kelangkang)

Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan mengecil dibagian bawah. Tulang
kelangkang terletak diantara kedua tulang pangkal paha.

1. Terdiri dri 5 ruas tulang yang berhubungan erat


2. Permukaan depan licin dengan lengkung dari atas kebawah dan dari kanan ke kiri
3. Pada sisi kanan dan kiri, digaris tengah terdapat lubang yang dilalui oleh saraf yang disebut
foramen sakralia anterior
4. Tulang kelangkang berhubungan dengan tulang pinggang ruas ke-5
5. Tulang kelangkang yang paling atas mempunyai tonjolan besar kedepan yang disebut
promontorium
6. Bagian samping tulang kelangkang berhubungan dengan tulang pangkal paha melalui
artikulasi sacro-iliaka
7. Kebawah tulang kelangkang berhubungam dengan tulang tungging (tulang koksigis) (Ari
sulistyawati, dkk, 2012).

Tulang Koksigis(Tulang Tungging)

1. Berbentuk segitiga dengan ruas 3-5 buah yang menyatu


2. Terdapat hubungan antara tulang sakrum dengan tulang koksigis yang disebut artikulasi
sacro-koksigis
3. Diluar kehamilan, artikulasi hanya memungkinkan mengalami sedikit pergeseran, tetapi
pada kehamilan dan persalinan dapat mengalami pergeseran yang cukup longgar bahkan
ujung tulang koksigis dapat bergerak kebelakang sampai sejauh 2,5 cm pada proses
persalinan (Sulistyawati, dkk, 2012).

Secara fungsional, diketahui terdapat dua besar bagian panggul


1. Pelvis Mayor
Bagian pelvis yang terletak diantara linea terminalis, disebut juga false pelvic
2. Pelvis Minor
Bagian pelvis yang terletak disebelah bawah linea terminalis yang disebut sebagai true
pelvic (Sulistyawati, dkk, 2012).
Jika dibuat suatu rincian, maka ciri khas dari jalan lahir ini adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari empat bidang
a. Pintu atas panggul (PAP)
b. Bidang terluas panggul
c. Bidang tersempit panggul
d. Pintu bawah panggul (PBP)
2. Jalan lahir merupakan corong yang melengkung kedepan dengan sifat sebagai berikut.
a. Jalan lahir depan panjangnya 4,5 cm
b. Jalan lahir belakang panjangnya 12,5 cm
c. Pintu atas panggul menjadi pintu bawah panggul seolah-olah berputar 90º
d. Bidang putar pintu atas panggul menjadi pintu bawah panggul terjadi pada bidang
tersempit
e. Pintu bawah panggul bukan merupakan satu bidang, tetapi merupakan dua bidang
segitiga (Ari sulistyawati, dkk, 2012)
b. Pintu Atas Panggul (PAP)
Merupakan bagian dari pelvis minor yang terbentuk dari promontorium, tulang sakro,
linea terminalis, dan pinggir atas simfisis. Jarak antara simfisis ke promontorium kurang lebih
11 cm yang disebut konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggung
(PAP) adalah 12,5-13 cm yang disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasi
sakro-iliaka ke titik pertemuan antara diameter transversa dan konjugata kemudian diteruskan
ke linea inominata maka akan ditemukan sebuah diameter obliq dengan ukuran 13 cm (Ari
sulistyawati, dkk, 2012)
Dalam obstetrik dikenal ada 4 macam bentuk panggul menurut caldwell dan Moloy,
dengan masing-masing berciri sebagai berikut.
1. Jenis Ginekoid
Merupakan bentuk panggul yang paling baik, karena dengan bentuk panggul yang hampir
bulat seperti ini memungkinkan kepala bayi mengadakan penyesuaian saat proses persalinan.
Kurang lebih ditemukan pada 45% wanita.
2. Jenis Android
Bentuk pintu atas panggulnya hampir seperti segitiga. Panggul jenis ini umumnya dimiliki
pria, namun ada juga wanita yang mempunyai panggul jenis ini (15%)

3. Jenis Platipeloid
Seperti panggul jenis ginekoid, hanya mengalami penyempitan pada arah muka belakang.
Jenis ini ditemukan pada 5% wanita.
4. Jenis Antropoid
Mempunyai ciri berupa bentuknya yang lonjong seperti telur, panggul jenis ini ditemukan
pada 35% wanita.
c. Kavum Pelvik
Kavum pelvik berada diantara pintu atas panggung (PAP) dan pintu bawah panggung
(PBP), terdiri dari 2 bagian penting.
a. Bidang dengan Ukuran Terbesar (Bidang Terluas Panggul)
1. Merupakan bagian yang terluas dan bentuknya hampir seperti lingkaran
2. Batas-batas
a) Anterior: titik tengah permukaan belakang tulang pubis
b) Lateral: sepertiga bagian atas dan tengah foramen obturatorium
c) Posterior: hubungan antara vertebra sakralis kedua dan ketiga
3. Diameter-diameter penting
a) Diameter anteroposterior adalah jarak antara titik tengah permukaan belakang tulang
pubis dengan hubungan antara vertebra sakralis kedua dan ketiga, panjangnya adalah
12,75 cm
b) Diameter transversa adalah jarak terbesar tepi lateral kanan dan kiri bidang tersebut,
panjangnya 12,5 cm
b. Bidang dengan Ukuran Terkecil (Bidang Tersempit Panggul)
1. Bidang terpenting dalam panggul, memiliki ruang yang paling sempit dan ditempat ini
paling sering terjadi macetnya persalinan.
2. Batas-batas
a) Tepi bawah simfisis pubis
b) Garis putih pada fasia yang menutupi foramen obturatorium
c) Spina ishciadica
d) Ligamentum sacrospinosum
e) Tulang sakrum
3. Diameter-diameter penting
a) Diameter anteposterior
b) Dari tepi bawah simfisis pubis ke perhubungan antara vertebra sakralis ke 4 dan ke 5
memiliki ukuran 12 cm
c) Diameter transversa
d) Antara spina ishciadica kanan dan kiri, memiliki ukuran 10,5 cm
e) Diameter sagitalis
f) Dari distansia interspinarium ke perhubungan antar vertebra sakralis ke 4 dan ke 5,
memiliki ukuran 4,5 sampai 5 cm (Sulistyawati, dkk, 2012).
d. Pintu Bawah Panggul (PBP)
Pintu bawah panggul bukan merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun atas dua
bidang yang masing-masing berbentuk segitiga. Bidang pertama dibentuk oleh garis antara
kedua buah tuber os. Ishcii dengan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk
lengkung kebawah dan merupakan sudut (arcus pubis), dalam keadaan normal sudutnya
sebesar 90 derajat, bila kurang dari itu maka kepala bayi akan sulit untuk dilahirkan (Ari
sulistyawati, dkk, 2012).

e. Bidang Hodge
1. Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas simfisis dan
promontorium
2. Hodge II : bidang yang sejajar Hodge I setinggi bagian bawah simfisis
3. Hodge III : bidang yang sejajar Hodge I setinggi spina ishcidica
4. Hodge IV : bidang yang sejajar Hodge I setinggi tulang Koksigis (Sulistyawati, dkk, 2012).
Ukuran-Ukuran Luar Panggul
1. Distansia Spinarum
Jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra, jaraknya 24-26 cm
2. Distansia Kristarium
Jarak terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka kanan dan kiri, jaraknya
28-30 cm
3. KonjugataEksterna/Boudelogue
Merupakan jarak antara bagian atas simfisis dan prosesus spinosus lumbal 5, jaraknya 18-20
cm
4. DistansiaIntertrokantrika
Merupakan jarak antara kedua trokanter mayor
5. Distansia Tuberum
Jarak antara tuber ishcii kanan dan kiri. Untuk mengukurnya dipakai jangka pangggul
osdeander, jaraknya 10,5 cm (Sulistyawati, dkk, 2012).

f. Dasar Panggul
Dasar panggul adalah diafragma muskolar yang memisahkan antara kavum pelvik
disebelah atas dengan ruang perineum disebelah bawah. Fungsi dasar panggul adalah
menyangga organ-organ dalam panggul (Sulistyawati, dkk, 2012).
Otot-Otot Dasar Panggul
1. Muscullus Levator Ani
a. Mempunyai origi disebelah lateral dan insersio dibagian tengah tempat otot dari salah
satu sisi bertemu dengan otot sisi yang lain
b. Arah serabutnya dari origo ke insersio adalah kebawah dan tengah. Tiap muskulus
levator ani mempunyai origo pada sisi posterior pubis,tendo arcuata fasia pelvina, dan
permukaan dalam spinal ischiadika
c. Musculus levator ani terdiri dari.
1) Muscullus pubococcygeus
Merupakan bagian dari dasar panggul yang paling penting, paling dinamis, dan
khusus. Otot ini terletak digaris tengah ditembus oleh uretra, vagina, dan rektum.
Otot ini seringkali robek pada proses persalinan
2) Muscullus iliococcygeus
Timbul dari garis putih fasia pelvina dibelakang kanalis obturatorius, bersatu
dengan m. Puboccygeus propria dan berinsersi pada tepi lateral tulang koksigis.
Otot-otot tersebut kurang dinamis dibandingkan dengan m. Pubococcygeus
(Sulistyawati, dkk, 2012).
3) Musculus Ischiococcygeus
Otot ini berigo pada spina ischiadica dan berinsersio pada tepi lateral tulang
koksigis serta vertebra sakralis ke-5 (Sulistyawati, dkk, 2012).

2. Power (Kekuatan Ibu)


a. His
Otot rahim terdiri atas 3 lapis, dengan susunan berupa anyaman yang sempurna. Terdiri atas
lapisan otot longitudinal dibagian luar, lapisan otot sirkular dibagian dalam, dan lapisan otot
menyilang diantara keduanya. Dengan susunan demikian, ketika otot rahim berkontraksi maka
pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta lahir akan terjepit oleh otot dan perdarahan dapat
terhenti (Ari sulistyawati, dkk, 2012).
Sifat His :
1. His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan
2. His yang efektif.
a. Kontraksi otot rahim dimulai dari daerah tuba dan ligamentum rotundum kemudian
menjalar keseluruh tubuh
b. Gelombang kontraksi simetris dan terkoordinasi
c. Didominasi oleh fundus kemudian menjalar keseluruh otot rahim
d. Kekuatannya seperti mekanisme memeras isi rahim
e. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali kepanjang semula sehingga terjadi
retraksi dan terjadi pembentukan segmen bawah rahim.
3. Amplitudo
a. Kekuatan his diukur dengan mmHg dan menimbulkan naiknya tekanan intra uterus
sampai 35 mmHg.
b. Cepat mencapai puncak kekuatan dan diikuti relaksasi yang tidak lengkap, sehingga
kekuatannya tidak mencapai 0 mmHg.
4. Setelah berkontraksi otot rahim mengalami retraksi, artinya panjang otot rahim yang telah
berkontraksi tidak akan kembali lagi kepanjang semula.
5. Frekuensi, yaitu jumlah terjadinya his selama 10 menit
6. Durasi his yaitu lamanya his yang terjadi setiap saat diukur dengan detik
7. Interval his, yaitu tenggang waktu antara kedua his.
8. Kekuatan his, yaitu perkalian antara amplitudo dengan frekuensi yang ditetapkan dengan
satuan unit Montevideo (Sulistyawati, dkk, 2012).
3. Passenger (Janin dan Plasenta)
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar
kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan. Kepala janin dapat mengalami cedera pada saat
persalinan sehingga dapat membahayakan kehidupan janin. Pada persalinan, karena tulang-
tulang masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat
menyisip antara tulang satu dengan tulang yang lain (molase), sehingga kepala bayi bertambah
kecil. Biasanya jika kepala janin sudah lahir maka bagian-bagian lain janin akan dengan mudah
menyusul (Kuswanti, 2014).
4. Psikis Ibu Bersalin
Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami dan anggota keluarga yang
lain untuk mendampingi ibu selama bersalin dan kelahiran anjurkan mereka berperan aktif
dalam mendukung dan mendampingi langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu
kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu untuk didampingi, dan membantu kenyamanan, hargai
keinginan ibu untuk didampingi (Rukiyah, 2009).

5. Penolong
Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai legalitas dalam
menolong persalinan antara lain dokter, bidan serta mempunyai kompetensi dalam menolong
persalinan, menangani kegawatdaruratan serta melakukan rujukan jika diperlukan. Penolong
persalinan selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi yang dianjurkan termasuk diantaranya
cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi serta
pendekontaminasian alat bekas pakai (Rukiyah, 2009).
PERTEMUAN II
KEBUTUHAN DASAR IBU BERSALIN

1. Kebutuhan dasar ibu bersalin


Kebutuhan dasar ibu bersalin berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia menurut a. Maslow
yaitu :
a) Kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok/ utama yang bila tidak terpenuhi akan
terjadiketidaksinambungan. Misal kebutuhan o2, makan, minum, seks.
b) Kebutuhan rasa aman.
Kebutuhan rasa aman misalnya perlindungan hukum, perlindungan terhindar dari penyaki
c) Kebutuhan dicintai dan mencintai.
Kebutuhan dicintai dan mencintai misalnya mendambakan kasih sayang dari orang-orang dekat,
ingin dicintai dan diterima oleh keluarga atau orang lain disekitarnya.
d) Kebutuhan harga diri.
Kebutuhan harga diri misal ingin dihargai menghargai, adanya respon dari orang lain, toleransi
dalam hidup berdampingan.
e) Kebutuhan aktualisasi.
Kebutuhan aktualisasi misal ingin diakui atau dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol, atau ingin
lebih dari orang lain.

2. Kebutuhan Dasar Pada Ibu Dalam Proses Persalinan


Kebutuhan dasar bagi ibu bersalin, yaitu:
1. Dukungan Fisik Dan Psikologis
Setiap ibu yang akan memasuki masa persalinan maka akan muncul perasaan takut,
khawatir, ataupun cemas terutama pada ibu primipara. Perasaan takut dapat meningkatkan nyeri,
otot-otot menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah yang pada akhirnya akan menghambat proses
persalinan. Bidan adalah orang yang diharapkan ibu sebagai pendamping persalinan yang dapat
diandalkan serta mampu memeberikan dukungan, bimbingan dan pertolongan persalinan. Asuhan
yang sifatnya mendukung selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan. Asuhan
yang mendukung berarti bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Jika
seorang bidan sedang sibuk, maka ia harus memastikan bahwa ada seorang pendukung yang hadir
dan memantu wanita yang sedang dalam persalinan. Dukungan dapat diberikan oleh orang-orang
terdekat pasien (suami, keluarga, teman, perawat, bidan maupun dokter). Pendamping persalinan
hendaknya orang yang sudah terlibat sejak dalam kelas-kelas antenatal. Mereka dapat membuat
laporan tentang kemajuan ibu dan secara terus menerus memonitor kemajuan persalinan.
Bidan harus mampu memberikan perasaan kehadiran:
✓ Selama bersama pasien, bidan harus konsentrasi penuh untuk mendengarkan dan
melakukan observasi.
✓ Membuat kontak fisik : mencuci muka pasien, menggosok punggung dan memegang
tangan pasien dll.
✓ Menempatkan pasien dalam keadaan yakin (bidan bersikap tenang dan bisa menenangkan
pasien).

Ada lima kebutuhan dasar bagi wanita dalam persalinan menurut Lesser & Keane ialah:
- Asuhan fisik dan psikologis
- Kehadiran seorang pendamping secara terus menerus
- Pengurangan rasa sakit
- Penerimaaan atas sikap dan perilakunya
- Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman.
Hasil penelitian (RCT) telah memperlihatkan efektifnya dukungan fisik, emosional dan psikologis
selama persalinan dan kelahiran. Dalam Cochrane Database, suatu kajian ulang sistematik dari 14
percobaan-percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan bahwa kehadiran seorang
pendamping secara terus menerus selama persalinan dan kelahiran akan menghasilkan:
- Kelahiran dengan tindakan (forceps, vacuum maupun seksio sesaria) menjadi berkurang
- APGAR Score <7 lebih sedikit
- Lamanya persalinan menjadi semakin pendek
- Kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan mereka.
Metode mengurangi rasa sakit yang diberikan secara terus menerus dalam bentuk dukungan
mempunyai keuntungan-keuntungan:
- Sederhana
- Efektif
- Biayanya murah
- Resikonya rendah
- Membantu kemajuan persalinan
- Hasil kelahiran bertambah baik
- Bersifat sayang ibu
2. Kebutuhan Makanan Dan Cairan
3. Kebutuhan EliminasI
4. Posisioning Dan Aktifitas
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal, tanpa disadari dan mau
tidak mau harus berlangsung. Untuk membantu ibu agar tetap tenang dan rileks sedapat mungkin
bidan tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam persalinannya.
Sebaliknya, peranan bidan adalah untuk mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang
dipilihnya, menyarankan alternatif-alternatif hanya apabila tindakan ibu tidak efektif atau
membahayakan bagi dirinya sendiri atau bagi bayinya. Bila ada anggota keluarga yang hadir untuk
melayani sebagai pendamping ibu, maka bidan bisa menawarkan dukungan pada orang yang
mendukung ibu tersebut. Bidan memebritahu ibu bahwa ia tidak perlu terlentang terus menerus
dalam masa persalinanya. Jika ibu sudah semakin putus asa dan merasa tidak nyaman, bidan bisa
mengambil tindakan-tindakan yang positif untuk merubah kebiasaan atau merubah setting tempat
yang sudah ditentukan (seperti misalnya menyarankan agar ibu berdiri atau berjalan-jalan). Bidan
harus memberikan suasana yang nyaman dan tidak menunjukkan ekspresi yang terburu-buru, sambil
memberikan kepastian yang menyenangkan serta pujian lainnya.
Saat bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan, atau membantu
keluarga untuk memberikan dukungan persalinan., bidan tersebut harus melakukan semuanya itu
dengan cara yang bersifat sayang ibu meliputi:
• Aman, sesuai evidence based, dan memberi sumbangan pada keselamatan jiwa ibu.
• Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta merasa didukung dan
didengarkan.
• Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan ibu/keluarganya sebagai
pengambil keputusan.
• Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai teknologi canggih.
- Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami ibu.

POSISI UNTUK PERSALINAN

POSISI ALASAN / RASIONALISASI

Duduk atau setengah duduk - Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala
bayi dan mengamati / mensupport perineum.

Posisi merangkak - Baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit


- Membantu bayi melakukan rotasi
- Peregangan minimal pada perineum

Berjongkok atau berdiri - Membantu penurunan kepala bayi


- Memperbesar ukuran panggul: menambah 28% ruang outletnya
- Memperbesar dorongan untuk meneran (bisa memberi
kontribusi pada laserasi perineum)

Berbaring miring ke kiri - Memberi rasa santai bagi ibu yang letih
- Memberi oksigenasi yang baik bagi bayi
- Membantu mencegah terjadinya laserasi

5. PENGURANGAN RASA NYERI


Penny Simpkin menjelaskan cara-cara untuk mengurangi rasa sakit ini ialah:
- Mengurangi sakit di sumbernya
- Memberikan rangsangan alternatif yang kuat
- Mengurangi reaksi mental yang negatif, emosional, dan reaksi fisik ibu terhadap rasa sakit.

Pendekatan-pendekatan untuk mengurangi rasa sakit, menurut Varney’s Midwifery:


- Adanya sesorang yang dapat mendukung dalam persalinan
- Pengaturan posisi
- Relaksasi dan latihan pernafasan
- Istirahat dan privasi
-Penjelasan mengenai proses/kemajuan/prosedur yang akan dilakukan
- Asuhan diri
- Sentuhan dan masase
-Counterpressure untuk mengurangi tegangan pada ligament sacroiliaka
-Pijatan ganda pada pinggul
- Penekanan pada lutut
- Kompres hangat dan kompres dingin
- Berendam
- Pengeluaran suara
- Visualisasi dan pemusatan perhatian
- Musik

3. Asuhan sayang ibu


Asuhan sayang ibu sebagai kebutuhan dasar dalam persalinan
persalinan adalah proses yang fisiologis dan merupakan kejadian yang menakjubkan bagi seorang ibu
dan keluarga. Penatalaksanaan yang terampil dan handal dari bidan serta dukungan yang terus-menerus
dengan menghasilkan persalinan yang sehat dan memuaskan dapat memberikan pengalaman yang
menyenangkan. Sebagai bidan, ibu akan mengandalkan pengetahuan, keterampilan dan pengambilan
keputusan dari apa yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk :
A. Mendukung ibu dan keluarga baik secara fisik dan emosional selama persalinan dan kelahiran.
B. Mencegah membuat diagnosa yang tidak tepat, deteksi dini dan penanganan
komplikasi selama persalinan dan kelahiran.
C. Merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdeteksi komplikasi.
D. Memberikan asuhan yang akurat dengan meminimalkan intervensi.
E. Pencegahan infeksi yang aman untuk memperkecil resiko.
F. Pemberitahuan kepada ibu dan keluarga bila akan dilakukan tindakan dan
terjadi penyulit.
G. Memberikan asuhan bayi baru lahir secara tepat.
H. Pemberian asi sedini mungkin.

Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan.
Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang
sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran.

1. Konsep asuhan sayang ibu


Konsep asuhan sayang ibu menurut pusdiknakes, 2003 adalah sebagai berikut:
a) Asuhan yang aman berdasarkan evidence based dan ikut meningkatkan kelangsungan
hidup ibu. Pemberian asuhan harus saling menghargai budaya, kepercayaan, menjaga
privasi, memenuhi kebutuhan dan keinginan ibu.
b) asuhan sayang ibu memberikan rasa nyaman dan aman selama proses persalinan,
menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan dengan melibatkan
ibu dan keluarga dalam pengambilan keputusan.
c) asuhan sayang ibu menghormati kenyataan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan
proses alamiah dan tidak perlu intervensi tanpa adanya komplikasi.
d) Asuhan sayang ibu berpusat pada ibu, bukan pada petugas kesehatan.
e) asuhan sayang ibu menjamin ibu dan keluarganya dengan memberitahu tentang apa yang
terjadi dan apa yang bisa diharapkan.
Badan coalition of improving maternity services (cims) melahirkan safe motherhood intiative
pada tahun 1987. Cims merumuskan sepuluh langkah asuhan sayang ibu sebagai berikut:
a) Menawarkan adanya pendampingan saat melahirkan untuk mendapatkan dukungan
emosional dan fisik secara berkesinambungan.
b) Memberi informasi mengenai praktek kebidanan, termasuk intervensi dan hasil asuhan.
c) Memberi asuhan yang peka dan responsif dengan kepercayaan, nilai dan adat istiadat.
d) Memberikan kebebasan bagi ibu yang akan bersalin untuk memilih posisi persalinan yang
nyaman bagi ibu.
e) merumuskan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk pemberian asuhan yang
berkesinambungan.
f) tidak rutin menggunakan praktek dan prosedur yang tidak didukung oleh penelitian
ilmiah tentang manfaatnya, seperti: pencukuran, enema, pemberian cairan intervena,
menunda kebutuhan gizi, merobek selaput ketuban, pemantauan janin secara elektronik.
g) Mengajarkan pada pemberi asuhan dalam metode meringankan rasa nyeri dengan/ tanpa
obat-obatan.
h) Mendorong semua ibu untuk memberi asi dan mengasuh bayinya secara mandiri.
i) Menganjurkan tidak menyunat bayi baru lahir jika bukan karena kewajiban agama.
j) berupaya untuk mempromosikan pemberian asi dengan baik.

2. Prinsip umum sayang ibu prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut:
a) Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis.
b) Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa
ada indikasi.
c) Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada
keselamatan jiwa ibu.
d) Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu.
e) Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
f) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional.
g) Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling yang cukup.
h) mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan.
i) Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama.
j) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/ keluarganya selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
k) Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
3. Asuhan sayang ibu selama persalinan menurut pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang
ibu selama proses persalinan meliputi kegiatan:
a) Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan.
b) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian
asuhan.
c) Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan
keluarga.
d) memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan
proses persalinan.
e) Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses persalinan.
f) Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila terjadi
kegawatdaruratan kebidanan.
g) Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri kepada ibu, serta berusaha
memberi rasa nyaman dan aman.
h) Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana dan prasarana
pertolongan persalinan.
i) Menganjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu selama proses persalinan.
j) Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibuselama
proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti: memberikan makan dan minum, memijit
punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing
relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.
k) Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi.
l) Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan.
m) Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan yang
nyaman dan aman.
n) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi.
o) Menghargai dan memperbolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak
merugikan.
p) Menghindari tindakan yang berlebihan dan membahayakan.
q) Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam waktu 1jam setelah
persalinan.
r) Membantu ibu memulai pemberian asi dalam waktu 1 jam pertama setelah
kelahiran bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara, posisi menyusui
yang benar dan penyuluhan tentang manfaat asi.
4 Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan
Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan
dan keinginan sang ibu (depkes, 2004). Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang
ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita sendiri, “seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?”
Atau “apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?”. Asuhan
sayang ibu seharusnya diberikan pada tiap kala selama persalinan, misalnya :
A). Kala I
Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap.Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1.memberikan dukungan emosional.
2.pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran
bayinya.
3.menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
4.peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara :
A.mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
B.membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
C.melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
D.menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
E.menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
5.mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.
6.memberikan cairan nutrisi dan hidrasi – memberikan kecukupan energi dan mencegah dehidrasi.
Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurangefektif.
7.memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan – kandung
kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat
turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan
pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih pasca persalinan.
8.pencegahan infeksi
–tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi
ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir.

B). Kala II
Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi. Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1.pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dananggota
keluarga yang lain.
2.keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain :
A) membantu ibu untuk berganti posisi.
B) melakukan rangsangan taktil
C) memberikan makanan dan minuman.
D) menjadi teman bicara/ pendengar yang baik.
E) memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.
3.keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran – dengan cara : (a)
memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga.(b) menjelaskan tahapan dan
kemajuan persalinan.(c) melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.
4.membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan – dengan cara
memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.
5.menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran – dengancara
memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.
6.mencukupi asupan makan dan minum selama kala ii.
7.memberikan rasa aman dan nyaman dengan cara :
A. Mengurangi perasaan tegang.
B. Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi.
C. Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong.
D. Menjawab pertanyaan ibu.
E. Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya.
F. Memberitahu hasil pemeriksaan.
8.pencegahan infeksi pada kala ii dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.
9.membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

C. Kala III
Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang dapat
dilakukan pada ibu adalah :
1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.
3. Pencegahan infeksi pada kala iii.
4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).
5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala iii.

D. Kala IV
Adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah
:
1.memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.
2.membantu ibu untuk berkemih.
3.mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan
massase uterus.
4.menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
5.mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti
perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam
menyusui bayinya dan terjadi kontraksi hebat.
6.pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7.pendampingan pada ibu selama kala iv
8.nutrisi dan dukungan emosional.
PERTEMUAN III
DETEKSI DINI DALAM PERSALINAN

1. Deteksi Dini Kala I

Temuan-temuan anamnesis
dan/atau pemeriksaan Rencana untuk asuhan atau perawatan

1. Segara rujuk ke fasilitas yang mempunyai kemampuan


untuk melakukan bedah sesar.
Riwayat bedah sesar
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan, berikan dukungan dan
semangat.
Jangan melakukan pemeriksaan dalam
1. Baringkan ibu ke sisi kiri
2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
Perdarahan pervaginam selain dari (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
lendir bercampur darah (show) cairan garam fisiologis (NS)
3. Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan
untuk melakukan bedah besar.
4. Dampingi ibu ke tempat rujukan.
1. Segara rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
penatalaksanaan kegawatdaruratan obsteri dan bayi
Kurang dari 37 minggu (persalinan
kurang bulan) baru lahir.
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
serta semangat
1. Baringkan ibu miring ke kiri,
2. Dengarkan DJJ.
3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Ketuban pecah disertai dengan pena-talaksanaan untuk melakukan bedah sesar.
keluarnya mekonium kental 4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set,
kateter penghisap lendir DeLee dan handuk/kain untuk
menge-ringkan dan menyelimuti bayi kalau ibu
melahirkan di jalan.
Ketuban pecah bercampur dengan 1. Dengarkan DJJ, jika ada tanda-tanda gawat janin
sedikit mekonium disertai tanda- laksanakan asuhan yang sesuai (lihat di bawah).
tanda gawat janin

Ketuban telah pecah (lebih dari 24 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
jam )atauKetuban pecah pada me- lakukan asuhan kegawat daruratan obstetri.
kehamilan kurang bulan (usia
kehamilan kurang dari 37 minggu)
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
serta semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
Tanda-tanda atau gejala-gejala (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
infeksi:• temperatur tubuh > 38° c• cairan garam fisio logis (NS) dengan tetesan 125
menggigil
ml/jam.
• nyeri abdomen
3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
• cairan ketuban yang berbau pena- talaksanaan kegawat daruratan obstetri.
4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
serta Semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
(ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
cairan garam fisio logis (NS).
3. Jika mungkin berikan dosis awal 4 g MgSO4 20% IV
Tekanan darah lebih dari 160/ 110 selama 20 menit.
dan/atau terdapat protein dalam urin
(preeklampsia berat) 4. Suntikan 10 g MgSO4 50% (5 g IM pada bokong kiri
dan kanan).
5. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas
asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
6. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
untuk melakukan bedah sesar.
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
Tinggi tundus 40 cm atau lebih
(makrosomia, polihidramniosis, dan dukungan.
kehamilan ganda) Alasan: Jika diagnosisnya adalah polihidramnion, mungkin
ada masalah-masalah lain dengan janinnya. Dengan
adanya makrosomia, risiko distosia bahu dan
perdarahan pasca persalinan akan lebih besar

1. Baringkan bu miring ke kiri dan anjurkan untuk


bernapas secara teratur.
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari
180 kali/menit pada dua kali 2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
penilaian dengan jarak 5 menit (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
(gawat janin)
cairan garam fisio logis (NS) dengan tetesan 125
ml/jam.
3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dan semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.

Primipira dalam persalinan fase aktif 2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
dengan palpasi kepala janin masih pembedahan bedah sesar.
5/5
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dan semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Presentasi bukan belakang pena talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
kepala(sungsang, letak lintang, dll) baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dan semangat.
1. Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel ke dada
atau miring ke kiri.
Presentasi ganda (majemuk)(adanya 2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
bagian janin, seperti misalnya lengan
atau tangan, bersamaan dengan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri danbayi
presentasi belakang kepala) baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
1. Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi,
letakkan satu tangan di vagina dan jauhkan kepala janin
dari tali pusat janin. Gunakan tangan yang lain pada
abdomen untuk membantu menggeser bayi dan
menolong hagian terbawah bayi tidak menekan tali
pusatnya (keluarga mungkin dapat membantu).
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Tali pusat menumbung (jika tali
penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetni dan bayi
pusat masih berdenyut)
baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
ATAU
1. Minta ibu untuk mengambil posisi bersujud di mana
posisi bokong tinggi melebihi kepala ibu, hingga tiba ke
tempat rujukan.
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
penn talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
Tanda dan gejala syok: 1. baringkan ibu miring ke kiri.
▪ Nadi cepat, lemah (lebih dari 2. Jika mungkin naikkan kedua kak ibu untuk
110 kali/menit) meningkatkan aliran darah ke jantung.
▪ Tekanan darahnya rendah 3. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
(sistolik kurang dan 90 (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
mmHg) cairan garam fisiologis (NS). Infuskan 1 liter dalam
▪ Pucat waktu 15-20 menit; jika mungkin infuskan 2 liter dalam
▪ Berkeringat atau kulit waktu satu jam pertama, kemudian turunkan tetesan
lembab, dingin menjadi 125 ml/jam.
▪ Napas cepat (lebih dari 30 4. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
kali/ menit) pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
▪ Cemas, bingung atau tidak baru lahir.
sadar 5. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
▪ Produksi urin sedikit (kurang serta dukungan.
dari 30 ml/jam)
Tanda dan gejala persalinan dengan 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas
fase laten yang memanjang: kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
▪ pembukaan serviks kurang 2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dari 4 cm setelah 8 jam serta semangat.
▪ kontraksi teratur (lebih dari 2
dalam 10 menit)
1. Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
2. Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan leluasa.
Tanda dan gejala belum inpartu:
3. Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada perubahan
▪ kurang dari 2 kontraksi
serviks, evatuasi DJJ, jika tidak ada tanda-tanda
dalam 10 menit, berlangsung
kegawatan pada ibu dan janin, persilahkan ibu pulang
kurang dari 20 detik
dengan nasehat untuk:
▪ tidak ada perubahan senviks
▪ Menjaga cukup makan dan minum.
dalam waktu 1 sampai 2 jam
▪ Datang untuk meridapatkan asuhan jika terjadi
peningkatan frekuensi dan lama kontraksi.
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Tanda dan gejala partus lama: pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
▪ pembukaan serviks meng- 2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
arah ke sebelah kanan garis serta semangat.
waspada (partograf)
▪ pembukaan serviks kurang
dari 1 cm per jam
▪ kurang dari 2 kontraksi
dalam wak tu 10 menit,
masing-masing berlangsung
kurang dari 40 detik.

Rujukan pada Kala I persalinan


Rujuk ibu :Apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut :
1. Riwayat bedah sesar
2. Perdarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan)
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Preeklampsia/Hipertensi dalam kehamilan
11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi majemuk
16. Kehamilan gemeli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
2.Deteksi Kala II

1) Dehidrasi
Tanda dan gejala
a) Perubahan nadi (100x/m atau lebih).
b) Urine pekat.
c) Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam).

2) Infeksi Tanda/gejala:
a) Nadi cepat (110x/m atau lebih).
b) Suhu >38ºC.
c) Menggigil.
d) Air ketuban atau cairan vagina berbau.
3) Pre-Eklampsia Ringan
Tanda/gejala:
a) TD diastolik 90-110 mmHg.
b) Protein urin +2.

4) Pre-Eklampsia BeratTanda/gejala:
a) TD diastolik 110 mmHg atau lebih.
b) TD diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang.
c) Nyeri kepala.
d) Gangguan penglihatan.
e) Kejang (eklapsia).

5) Inersia Uteri Tanda/gejala:


Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurangdari 40 detik

6) Gawat janin Tanda/gejala:


a) DJJ <120/>160x/m, mulai waspada tanda awal gawat janin.
b) DJJ <100/>180x/m.

7) Kepala bayi tidak turun.

8) Distosia bahu.

9) Cairan ketuban bercampur mekonium.

10) Tali pusat menumbung.

11) Lilitan tali pusat.

12) Kehamilan kembar (Gemeli) tak terdeteksi.

13) Presentasi muka.

14) Letak lintang.

15) Letak sungsang.

b. Deteksi dini komplikasi kala III persalinan

1) Perdarahan kala III


a) Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas implantasi
plasenta menjadi tidak terkendali.
b) Retensio plasenta
c) Perlukaan jalan lahir

c. Deteksi dini komplikasi kala IV persalinan


1) Demam.
2) Perdarahan aktif.
3) Keluar banyak bekuan darah
4) Bau busuk dari vagina.
5) Pusing.
6) Lemas luar biasa.
7) Nyeri panggul atau abdomen yang luar biasa dari nyeri kontraksi biasa.
PERTEMUAN IV
MANAJEMEN ASUHAN PERSALINAN KALA I

1. Asuhan Sayang Ibu Pada Kala I Persalinan


Adapun asuhan sayang Ibu yang dapat diberikan oleh bidan adalah :
a. Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang aman, berdasarkan temuan (evidence based),
dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu.
b. Asuhan sayang ibu membantu pasien merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan yaitu dengan menghargai kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan
kepercayaan (apabila kepercayaan tersebut aman), serta melibatkan pasien dan
keluarga sebagai pembuat keputusan, secara emosional sifatnya mendukung. Asuhan
sayang ibu melindungi hak-hak pasien untuk mendapatkan privasi dan menggunakan
sentuhan hanya seperlunya.
c. Asuhan sayang ibu menghormati kenyatan bahwa kehamilan dan persalinan
merupakan proses alamiah, maka intervensi dan pengobatan yang tidak perlu untuk
proses alamiah ini harus dihindari.
d. Asuhan sayang ibu berpusat pada pasien dan bukan pada petugas kesehatan. Selalu
melihat dahulu pada cara pengobatan yang sederhana dan non intervensi sebelum
berpaling ke teknologi. Studi yang telah dilakukan dibeberapa pusat kesehatan utama
dan dipusat sarana persalinan telah menunjukan bahwa intervensi tergantung pada
falsafah pengasuhan dan bukan pada risiko medisnya. Intervensi yang meningkat
tidak akan memperbaiki hasil, bahkan bisa memperburuk keadaan.
e. Asuhan sayang ibu menjamin bahwa pasien dan keluarganya diberitahu tentang apa
yang sedang terjadi dan apa yang bisa diharapkan. Sama seperti pada kala I, selama
kala II bidan harus menjelaskan apa yang akan dilakukan serta alasannya sebelum
melakukan tindakan (seperti sebelum melakukan pemeriksaan vagina, mengecek
tekanan darah, denyut jantung janin (DJJ) dan sebagainya), dan menjelaskan hasil
pemeriksaan yang dilakukannya. Bidan bertugas membantu pasien untuk memahami
apa yang sedang dan akan terjadi selama proses kelahiran, menghargai peran pasien,
peran bidan, dokter, atau pemberi asuhan lainnya dalam proses kelahiran tersebut
(Sulistyawati, dkk, 2012).
Kaji prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu pada kala 1 secara khusus :
▪ Sapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak dengan tenang dan berikan
dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran bayi
▪ Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau anggota keluarganya.
▪ Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan dukungannya.
▪ Waspadai tanda penyulit selama persalinan dan lakukan tindakan yang sesuai jika
diperlukan.
▪ Siap dengan rencana rujukan.
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk :
a. Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu Selama
persalinan dan kelahiran. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan
mengenali langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai
keinginan ibu untuk didampingi oleh teman atau saudara yang khusus (Enkiri, et al, 2000).

Bekerjasama dengan anggota keluarga untuk :


▪ Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu.
▪ Membantu ibu bernapas pada saat kontraksi.
▪ Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan bermanfaat lainnya.
▪ Menyeka muka ibu dengan lembut, menggunakan kain yang dibasahi air hangat atau
dingin.
▪ Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

b. Mengatur posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan kelahiran.
Anjurkan pula suami dan pendamping laihnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu
boleh berjalan. berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau rnerangkak. Posisi tegak
seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali
mempersingkat waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan.
Jangan membuat ibu dalam posisi telentang, beritahukan agar ia tidak mengambil posisi
tersebut.

Alasan: Jika ibu berbaring telentang, berat uterus dan isinya ‘janin, cairan ketuban,
plasenta, dli) akan inenekan vena cava inferior Hal iizi inenyebabkan turunnya aliran
darah dan sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia/
kekurangan oksigen pada janin. Posisi telentang juga akan memperlambat kemajuan
persalinan (Enkiri, et aI, 2000).
3. Pemberian cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan rninum air) selama persalinan
dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan, tapi
setelah memasuki fase aktif, mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota
keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selarna persalinan.

Alasan: Makanan ringan dan cairan yang cukup selaina persalinan akan niemberikan le
bih banyak energi dan rnencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa meinperlambat kontraksi
dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif

4. Kamar mandi
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan. Ibu
harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam, atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau
jika kandung kemih dirasakan penuh. Periksa kandung kemih pada saat akan memeriksa
denyut jantung janin (lihat/palpasi tepat di atas simfisis pubis untuk mengetahui apakah
kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkeniih di kamar mandi. Jika
ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, berikan wadah penampung urin.

Alasan: Kandung kernih yang penuh akan :


▪ Memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkin menyebabkan partus
macet.
▪ Menyebabkan ibu tidak nyanlan.
▪ Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan atonia uteri.
▪ Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu.
▪ Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pascapersalinan.

Selama persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan kateterisasi


kandung kemih secara rutin.
Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan jika kandung kemih penuh dan ibu tidak dapat
berkemih sendiri.Alasan: Kateterisasi menimbulkan rasa sakit, meningkatkan risiko infeksi
dan perlukan saluran kemih ibu.

Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu merasa ingin buang air besar saat
persalinan aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu
bukan disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada rektum. Jika ibu belum siap melahirkan,
perbolehkan ibu untuk ke kamar mandi.

Jangan melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek
waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka
pascapersalinan, malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala dua
persalinan (Enkiri, et al, 2000).
5. Pencegahan infeksi
Menjaga lingkungan yang bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan kelahiran yang
bersih dan aman bagi ibu dan bayinya (lihat Bab 1). Hal ini tergolong dalam unsur esensial
asuhan sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktek-praktek pencegahan infeksi
yang baik juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dan infeksi. Ikuti
praktek-praktek pencegahan infeksi yang sudah ditetapkan, ketika mempersiapkan
persalinan dan kelahiran. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan
bahwa ibu memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan sesering mungkin. menggunakan
peralatan stenil atau disinfeksi tingkat tinggi dan sarung tangan pada saat diperlukan (lihat
Bab 1). Anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum dan setelah
melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru lahir.

Alasan: Pencegalian infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan dalam melaksanakan prosedur pencegahan
infeksi yang baik, akan melindungi penolong persalinan terhadap risiko infeksi.

2. Asuhan Pengkajian data awal persalinan

Kegiatan pengkajian data berkaitan dengan pengumpulan data yang meliputi data
Subjektif (S) serta data Objektif (O) terhadap persalinan kala I (Kemenkes RI., 2014).
Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan informasi data yang diperoleh dengan anamnesa terhadap ibu/
keluarganya tentang apa yang dirasakan, dan apa yang telah dialaminya. Data yang dibutuhkan
untuk data subyektif adalah:
✓ Nama, umur, dan alamat
✓ Gravida dan para
✓ HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)
✓ Kapan bayi akan lahir ( menurut taksiran ibu)
✓ Alergi obat-obatan
✓ Riwayat kehamilan sekarang. Yang ditanyakan antara lain: apakah ibu pernah melakukan
pemeriksaan antenatal, adanya masalah selama hamil, kapan mulai terjadi kontraksi, apakah
teratur, apa ibu masih merasakan gerakan janin, apakah ibu sudah mengeluarkan cairan (bila
iya kapan, warna, dan baunya ), apa ibu mengeluarkan lendir dan darah dari vagina, kapan
ibu terakhir makan atau minum dan apakah ibu mengalami kesulitan berkemih).
✓ Riwayat kehamilan sebelumnya ditanyakan, antara lain: apakah ada masalah selama
persalinan atau kelahiran sebelumnya, berapa BB yang telah dilahirkan dan yang paling
besar dan apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan atau persalinan
sebelumnya.
✓ Riwayat medis lainnya (masalah pernafasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih).
✓ Masalah medis saaat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, gangguan jantung,
berkemih).
✓ Selain data di atas, Anda perlu melakukan penapisan dari riwayat kebidanan yang lalu.

Data Objektif (O)

Data objektif merupakan data pemeriksaan fisik untuk menilai kesehatan dan
kenyamanan fisik ibu atau janin. Informasi yang dikumpulkan dari pemeriksaan fisik akan
digunakan bersama dengan informasi hasil anamnesa untuk proses membuat keputusan klinis
untuk menentukan diagnosis serta mengembangkan asuhan yang paling sesuai. Dalam
pemeriksaan fisik ini akan memberikan gambaran tentang:

✓ Keadaan umum ibu.


✓ Tanda-tanda persalinan (pengeluaran lendir darah, pendataran dan pembukaan serviks,
kemungkinan ketuban sudah pecah).
✓ Kondisi janin (letak dan posisi janin, Denyut Jantung Janin/DJJ, gerakan janin).

Prosedur Pemeriksaan Fisik pada ibu Kala I

Tabel 1.1
SOP Pemeriksaan Fisik pada Ibu Kala I
No Langkah-Langkah
Siapkan alat-alat dekat pasien
Beritahu ibu akan dilakukan pemeriksaan dan apa tujuannya
Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan dan keringkan dengan handuk
4 Bersikaplah lemah lembut dan sopan serta bantu pasien agar merasa tenang

No Langkah-Langkah
dengan cara menarik nafas perlahan dan dalam.
5 Minta ibu mengosongkan kandung kemihnya.
6 Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kegelisahannya
atau nyeri, warna konjungtiva, kebersihan, status nutrisi dan kecukupan air tubuh.
7 Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, temperature, nadi dan pernafasan). Agar
nilai hasil tekanan darah dan nadi akurat Anda melakukan pemeriksaan diantara dua
kontraksi.
8 Lakukan pemeriksaan abdomen, dan pastikan tidak ada kontraksi.
9 Ukur TFU dengan pita pengukur dimulai dari tepi atas simfisis pubis, rentangkan
hingga ke puncak (hal 42).
10 Memantau kontraksi uterus dengan menggunakan jarum detik pada jam dinding/jam
tangan , letakkan tangan penolong diatas uterus dan palpasi jumlah kontraksi dalam
kurun 10 menit .
11 Tentukan durasi/lama tiap kontraksi, pada fase aktif minimal terjadi 2 kali kontraksi
dalam 10 menit atau lama kontraksi 40 detik atau lebih.
12 Memantau denyut jantung dengan fetoskop Pinnards atau Douppler untuk
mendengar DJJ per menit.
13 Nilai DJJ setelah dan sebelum kontraksi , adanya gangguan janin bila nilai DJJ <120
atau >160 x/menit, bila menemukan itu maka ulangi lagi setelah 5 menit setelah
pemeriksaan awal (bila tetap segera dirujuk).
14 Menentukan presentasi bayi (bagian bayi) dengan cara berdiri disamping ibu dan
menghadap ke arah kepala ibu (ibu diminta untuk menekuk lututnya).
15 Untuk menentukan presentasi bayi (bagian terbawah) janin kepala atau bokong.
Bila bentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas dan mudah digerakkan (belum masuk
panggul)biasanya yang teraba adalah kepala.
16 Menentukan penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian
terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis dan dapat diukur
dengan lima jari tangan pemeriksa (per limaan).
17 Tentukan hasil perlimaan (Pada Table 1.2).
18 Melakukan kemajuan persalinan dengan periksa dalam pengeluaran pervaginam,
selaput ketuban, pembukaan dan penipisan, bagian keci di sekitar bagian terdahulu,
penurunan kepala (dibandingkan dengan perlimaan), denominator, penyusupan.
19 Lakukan penilaian selaput ketuban, penyusupan kepala (Table 1.3 dan Tabel 1.4).
20 Melakukan dokumentasi di partograf (Contoh Gambar 1.1 dan Gambar 1.2).

✓ Pemeriksaan Perlimaaan
Tabel 1.2
Penggunaan Lambang untuk Pemeriksaan Perlimaaan

Lambang Keterangan
5/5 Jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas symfisis
4/5 Jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas
panggul
3/5 Jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga
panggul
2/5 Jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di atas
symfisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang tengah rongga
panggul (tidak dapat digerakkan)
1/5 Jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan
luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah nmasuk ke dalam
rongga panggul
Sumber: Kemenkes RI. (2014)

✓ Pemeriksaan Dalam Selaput Ketuban

Tabel 1.3
Penggunaan Lambang untuk Selaput Air Ketuban

Keteranga
Lambang n
Selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban tidak mengalir lagi (kering)
Sumber: Kemenkes RI. (2014)
Penyusupan (Molase) Kepala Janin

Tabel 1.4
Penggunaan Lambang Penyusupan pada Partograf

Keteranga
Lambang n
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi
Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih dapat
dipisahkan
Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Sumber: Kemenkes RI. (2014)

Selanjutnya Anda dapat melihat contoh pengisian hasil pembukaan dan penurunan kepala
pada Partograf seperti Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 di bawah ini.

Gambar 1.1
Pengisian Hasil Pembukaan (Sumber: Kemenkes RI., 2014)
Keterangan:
Gambar 1.1 diatas hasil pembukaan dituliskan dengan tanda (X) pada garis waspada

Gambar 1.2

Penulisan Penurunan Kepala (Sumber: Kemenkes RI., 2014)

Keterangan: Gambar 1.2 diatas hasil penurunan kepala ditulis dengan lambing O, Pukul 17.00
penurunan 3/5 dan pada pukul 21.00 penurunan 1/5.

3. Assasement Data Kala I Persalinan


Apabila data subjektif dan objektif telah terkumpul, tugas Anda selanjutnya adalah
melakukan analisa data untuk interpretasi data guna merumuskan diagnosa kebidanan.
Pada ibu dengan persalinan kala I, diagnosa ditegakkan berdasarkan pembukaan dan
pendataran serviks serta kontraksi. Dari data yang didapatkan, dapat diinterprestasikan ibu
berada di fase laten atau fase aktif (Kemenkes RI., 2014).

Fase Laten
Fase laten persalinan dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan secara bertahap, berlangsung +8 jam, dimana pembukaan serviks terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran kurang dari 4. Kontraksi mulai teratur tetapi
lamanya masih diantara 20-30 detik, dan tidak terlalu nyeri.

Fase Aktif
Pada fase aktif terjadi:
o Kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit
o Lamanya 40 detik atau lebih dan lebih nyeri
o Pembukaan 4 cm hingga lengkap 10 cm.
o Kecepatan pembukaan rata-rata 1 cm perjam (nulipara atau primipara) atau lebih
dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
o Penurunan bagian terendah janin

Fase aktif dibagi dalam 3 fase sebagai berikut.


✓ Fase aktif akselerasi terjadi apabila dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
✓ Fase dilatasi maksimal terjadi apabila dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat yaitu dari 4 cm menjadi 9 cm.
✓ Fase deselerasi terjadi apabila embukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam dari
pembukaan 9 cm menjadi 10 cm (lengkap).

DIAGNOSA YANG BISA DIRUMUSKAN DALAM ASUHAN


KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA I NORMAL

G .. P .. A.., umur ... th, hamil ... mg, dalam persalinan kala I fase ....
Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala
4. Penatalaksanaan Asuhan Persalinan Kala I
Asuhan yang diberikan untuk ibu dengan memberikan asuhan sayang ibu, sebagai
upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan dengan
cara:
✓ Memberi dukungan emosional
Dukungan serta anjurkan suami dan anggota keluarga mendampingi ibu selama persalinan
dan minta mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali berbagai upaya
yang mungkin sangat membantu kenyamanan ibu.

✓ Membantu pengaturan posisi ibu


Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan
melahirkan bayi dan anjurkan suami atau keluaga untuk mendampingi, seperti berjalan,
berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring, merangkak. Beri tahu ibu untuk tidak
berbaring telentang lebih 10 menit (posisi ini dapat menimbulkan tekanan uterus dan
isinya menekan vena cava inferior yang berakibat turunnnya aliran darah dari sirkulasi
ibu ke plasenta dan menyebabkan hipoksia).

✓ Memberikan cairan dan nutrisi


Anjurkan ibu mendapatkan asupan (makanan ringan dan minum ) selama persalinan
dan kelahiran bayi, karena hal ini akan memberikan banyak energi dan mencegah
dehidrasi.

✓ Keleluasan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur


Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan,
minimal 2 jam sekali.

✓ Monitoring kemajuan persalinan


Monitoring kemajuan persalinan kala I dilakukan dengan lembar observasi untuk fase
laten, sedangkan untuk fase aktif menggunakan partograf (contoh lembar observasi dan
partograf terdapat pada lampiran). Yang perlu dilakukan pencatatannya adalah:
a) Denyut jantung janin setiap ½ jam.
b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam.
c) Nadi setiap ½ jam.
d) Pembukaan servik setiap 4 jam.
e) Penurunan bagian terbawah janin setiap 4 jam.
f) Tekanan darah dan temperature tubuh setiap 4 jam.
g) Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam.

Persiapan pertolongan (bila ibu sudah masuk fase aktif )


a. Ruang bersalin dan asuhan bayi baru lahir
▪ Ruangan yang hangat dan bersih dengan sirkulasi udara yang baik dan
terlindung dari tiupan angin.
▪ Penerangan yang cukup, baik yang siang maupun malam hari.
▪ Tempat tidur yang bersih untuk ibu.
▪ Tempat yang bersih untuk memberi asuhan bayi baru lahir.
▪ Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan persalinan.
▪ Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir
b. Perlengkapan, bahan, dan obat esensial
▪ Perlengkapan, bahan, dan obat esensial diletakkan pada trolley dengan alasnya.
Bagian atas berisi:
1) Bak instrument yang berisi partus set:
- 2 pasang handscone
- ½ kocher
- Gunting episiotomi
- Benang tali pusat/klem umbilical
- 2 arteri klem
- Gunting tali pusat
- Kassa steril
- Spuit
- Kateter nelaton
2) Kom tertutup berisi de lee
3) Kom kecil berisi:
- Oksitosin 1 ampul
- Lidokain 1% 1 ampul
4) Kom kecil yang berisi kapas DTT
5) Bak instrument yang berisi hecting set:
- Handscone
- Spuit
- Pinset
- Needle holder
- 2 buah nald hecting yang terdiri dari 1 buah nald kulit dan 1 buah nald
otot cut gut (chromic)
6) Tensi meter
7) Stetoskop
8) Thermometer

Bagian bawah berisi:


1) Leanec
2) 2 buah nierbeken
3) 1 buah piring placenta
4) Schort
5) Masker
6) Geogle (kaca mata)
7) Sepatu boot/sandal tertutup
8) 1 buah handuk kecil untuk cuci tangan
9) 3 buah kain bersih
10) 2 buah handuk bersih
11) Pakaian bayi terdiri dari:
- Kain varnel/bedong
- Popok bayi
- Baju bayi
12) Pakaian ibu, yang terdiri dari:
- Pakaian dalam
- Pembalut
- Baju ibu
13) Partograf
14) Baki dengan alasnya berisi peralatan infuse:
- Cairan NaCl 0,9% dan RL
- Abocath
- Kassa
- Plester
- Gunting
15) Bak instrument berisi:
- 1 handscone panjang steril
- 1 handscone pendek steril
- Foley kateter steril
- Kocher
- Suit 5 cc
c. Perlengkapan resusitasi bayi:
o 3 buah kain
o Balon resusitasi, sungkup No 0 dan 1
o Kom bertutup berisi de lee
o Kassa tempat dalam tempatnya
o Kapas DTT
d. Medikamentosa:
• Analgetik (petidin 1-2 mg/kg BB), ketamin HCL 0,5/kg BB
• Sedative (diazepam 10 mg)
• Atropine sulfas 0,25 – 0,50 mg
• Uterotonika (oksitosin, ergometrin, prostaglandin)
e. Oksigen dan regulator
f. Larutan klorin 0,5 % dan tempatnya
g. Tiga buah tempat sampah:
▪ 1 buah berwarna merah untuk tempa sampah kering
▪ 1 buah berwarna kuning untuk tempat sampai infeksi
▪ 1 buah berwarna hitam untuk pakaian kotor
▪ Satu buah ember berisi larutan klorin 0,5%
h. Rujukan (bila diperlukan)
i. Formulir yang disiapkan:
▪ Formulir informed consent
▪ Formulir rujukan
PARTOGRAF

1. Pengertian

Patograf merupakan alat bantu yang digunakan untuk memantau kemajuan kala 1

persalianan dan informasi untuk membuat keputusan klinik (Kuswanti, 2014).

2. Fungsi patograf

Beberapa fungsi patograf antara lain :

a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan memeriksa dilatasi

serviks selama pemeriksaan dalam.

b. Mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan adanya penyulit persalinan sehingga

bidan dapat membuat keputusan tindakan yang tepat.

c. Sebagai alat komunikasi yang unik namun praktis antar bidan atau antar bidan dengan

dokter mengenai perjalanan persalinan pasien.

d. Alat dokumentasi riwayat persalinan pasien beserta data pemberian medikamentosa

yang diberikan selama proses persalinan (Kuswanti, 2014).

3. Patograf digunakan harus pada kondisi sebagai berikut :

a. Semua ibu dalam fase aktif kala 1 persalinan, sebagai elemen penting asuhan

persalinan. Patograf harus digunakan, baik dengan atau tanpa penyulit. Patograf akan

membantu penolong persalinan dan membantu keputusan klinik baik persalinan

normal maupun yang disertai dengan penyulit.

b. Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan

swasta dan rumah sakit).

c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu

selama persalinan dan kelahiran (spesialis kandungan, bidan, dokter umum, residen

dan mahasiswa kedokteran) (Kuswanti, 2014).


Penggunaan patograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya

mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu juga mencegah terjadinya

penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (Kuswanti, 2014).

4. Kriteria pasien yang dapat dipantau menggunakan patograf :

a. Persalinan diperkirakan spontan

b. Janin tunggal

c. Usia kehamilan 36-42 minggu

d. Presentasi kepala

e. Tidak ada penyulit persalinan

f. Persalinan sudah masuk dalam kala I fase aktif (Kuswanti, 2014).

5. Kriteria pasien yang tidak perlu dipantau menggunakan patograf :

a. Tinggi badan pasien kurang dari 145 cm.

b. Ada perdarahan antepartum

c. Mengalami pre-eklampsi dan eklamspi

d. Anemia

e. Adanya kelainan letak janin

f. Persalinan premature

g. Adanya induksi persalinan

h. Gemeli

i. Adanya rencana persalinan SC, misalnya sudah diketahui adanya panggul sempit

(Kuswanti, 2014).

6. Bagian-bagian patograf merupakan grafik yang di isi berdasarkan hasil pemeriksaan

yang dilakukan selama kala I persalinan, meliputi :

1) Kemajuan persalinan

a. Pembukaan serviks

b. Penurunan kepala janin

c. Kontraksi uterus
2) Keadaan janin

a. DJJ

b. Warna dan jumlah air ketuban

c. Molase tulang kepala janin

3) Keadaan ibu

a. Nadi, tekanan darah dan suhu

b. Urine (volume dan protein)

c. Obat-obatan dan cairan IV (Kuswanti, 2014).

2. Cara pengisian patograf :

1) Halaman depan

1. Bagian identitas pasien dan keterangan waktu

a. Diisi berdasarkan informasi yang dibutuhkan

b. Meliputi nomor registrasi, nomor puskesmas, nama, tanggal dan jam datang,

usia dan paritas pasien.

2. Baris untuk menulis waktu

Cara mengisi baris ini adalah dengan menulis jam dilakukannnya pemeriksaan

dalam pertama kali, kemudian kotak berikutnya diisi dengan penambahan satu jam

berikutnya.

3. Grafik denyut jantung janin (DJJ)

a. Hasil pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) yang dihitung selama 1 menit

penuh dituliskan dalam grafik ini dalam bentuk noktah (titik yang agak besar)

b. Penulisan noktah disesuaikan dengan letak skala dalam grafik dan jam

pemeriksaan

c. Catat hasil pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) setiap satu jam

d. Antar noktah satu dengan yang lain dihubungkan dengan garis tegas yang tidak

terputus
e. Kisaran normal denyut jantug janin (DJJ) terpapar pada patograf diantara garis

tebal pada angka 180 dan 100. Penolong harus waspada jika frekuensi denyut

jantung janin (DJJ) mengarah hingga di bawah 120 dan diatas 160.

4. Baris hasil pemeriksaan air ketuban

a. Setiap melakukan pemeriksaan, hasil apa pun yang berkaitan dengan ketuban

harus selalu dituliskan

b. Cara menulis adalah sebagai berikut :

U : kulit ketuban masih Utuh

J : selaput ketuban pecah dan cairan ketuban Jernih

M : air ketuban bercampur Mekonium

D : air ketuban bernoda Darah

K : tidak ada cairan ketuban/ Kering.

c. Hasil dituliskan dikolom sesuai jam pemeriksaan

5. Baris hasil untuk pemeriksaan molase kepala janin/ penyusupan

a. Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala janin dapat

menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul.

b. Setiap melakukan pemeriksaan dalam, ada atau tidaknya molase harus

dilaporkan melalui baris ini

c. Cara menuliskannya melalui lambang-lambang berikut :

0 : sutura terpisah

1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) bersesuaian

2 : sutura tumpang tindih tapi dapat diperbaiki

3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.

6. Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan 4 cm dan berakhir pada titik dimana

pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan serviks 1 cm/jam. jika

pembukaan servik mengarah kesebelah kanan garis waspada, maka harus


dipertimbangkan kemungkinan adanya penyulit persalinan.Jika pembukaan

serviks melampaui dan dan berada disebelah kanan garis tindakan maka hal ini

menunjukan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.

7. Grafik hasil pemeriksaan dalam

Setiap melakukan pemeriksaan dalam harus selalu dituliskan dengan grafik ini,

karena indikator normal atau tidaknya persalinan melalui pemantauan patograf

adalah kemajuan perubahan serviks.Cara menuliskannya dengan memberikan

tanda silang tepat diatas garis waspada (jika pembukaan tepat 4 cm) atau berada

diperpotongan antara garis waspada dan skala pembukaan yang ada disisi paling

pinggir grafik.

8. Grafik hasil pemeriksaan kepala

a. Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba pada pemeriksaan

abdomen luar diatas simfisis pubis.

b. Cara menulisnya dengan menggunakan simbol huruf “O” yang dituliskan di

skala 0-5 dengan pembagian perlimaan untuk setiap penurunan kepala.

9. Grafik hasil observasi kontraksi

a. Kontraksi diperiksa setiap 30 menit dengan mengidentifikasi kualitas

kontraksi dalam 10 menit.

b. Cara menuliskan dengan melakukan arsiran dengan bentuk tertentu (sesuai

dengan durasi kontraksi) di kotak-kotak yang ada di dalam grafik.

10. Baris keterangan pemberian oksitosin

a. Data yang dituliskan adalah berapa unit oksitosin yang diberikan dibaris

pertama

b. Jumlah tetesan/menit dalam baris kedua

11. Baris keterangan pemberian cairan IV dan obat.

Tulis jenis cairan infus dan jenis obat yang telah diberikan.
12. Grafik hasil pemberian tekanan darah dan nadi

a. Tekanan darah diperiksa minimal setiap 4 jam yang dituliskan sesuai skala

yang tersedia. Skala dalam grafik adalah 60-180

b. Nadi diperiksa setiap 30 menit berpedoman dengan skala yang sama dengan

skala tekanan darah.

13. Baris hasil pemberian suhu

a. Hasil pemeriksaan suhu dituliskan dalam baris hasil pemeriksaan suhu dengan

angka nominal sesuai hasil yang didapat

b. Lakukan pencatatan setiap dua jam

14. Baris hasil pemeriksaan urine

a. Setiap melakukan pemeriksaan urin hasil harus selalu ditulis dalam baris ini

b. Keterangan kandungan protein dan aseton dalam urine cukup dilambangkan

dengan tanda (+) atau (-)

c. Volume dituliskan dengan angka nominal sesuai dengan data yang ada catat

setiap kali pasien berkemih.

2) Halaman belakang

Pengisian patograf halaman belakang dilakukan setelah seluruh proses persalinan

selesai. Unsur-unsur yang dicatat dalam bagian ini adalah sebagai berikut :

1. Data dasar

Isikan data pada masing-masing tempat yang telah disediakan atau dengan

memberi tanda cheklist pada kolom disamping jawaban yang sesuai.

2. Kala I

a. Bagian kala 1 pada patograf halaman belakang terdiri atas pertanyaan-

pertanyaan patograf pada saat melewati garis waspada, masalah lain yang

mungkin timbul, penatalaksanaan dan hasilnya.

b. Untuk pertanyaan pilihan, dengan melingkari jawaban yang sesuai.


3. Kala II

a. Data yang diisi pada kala II dari keterangan tindakan episiotomi, pendamping

persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah lain serta penatalaksanaan

masalah dan hasilnya.

b. Beri tanda centang pada kotak yang disamping jawaban yang sesuai.

4. Kala III

a. Data kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, peregangan tali

pusat terkendali, ransangan pada fundus, kelengkapan pada plasenta saat

dilahirkan retensio plasenta>30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah

perdarahan, masalah lain serta penatalaksanaan dan hasilnya.

5. Bayi baru lahir

a. Informasi yang perlu dicatat pada bagian ini antara lain berat dan panjang badan,

jenis kelamin, penilaian BBL, pemberian asi, masalah lain, serta

penatalaksanaan dan hasilnya.

6. Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, temperatur, TFU, kontraksi uterus,
kandung kemih, dan perdarahan (Sulistyawati, 2010).

3. Tehnik relaksasi dalam Kala I


1) Intervensi Pengendalian Nyeri Non Farmakologis
Terdapat beberapa intervensi non-farmakologis yang dapat digunakan sebagai pereda nyeri
dalam persalinan antara lain :

a. Hidroterapi Get
Hidroterapi Get (mandi Whire Pool) ialah metode non-farmakologis yang dipakai untuk
memberikan rasa nyaman dan rasa rileks selama persalinan walaupun metode ini tidak
diterima atau diterapkan secara universal. Beberapa manfaat dapat diperoleh dari teknik
ini. Bebas dari rasa tidak nyaman dan relaksasi tubuh, secara umum membuat
kecemasan ibu berkurang. Berkurangnya rasa cemas akan menurunkan produksi
adrenalin sehingga kadar oksitosin(untuk merangsang persalinan) dan endorphin
meningkat (untuk mengurangi persepsi nyeri). Selin itu, gelombang dan pukulan ringan
air merangsang puting susu (karena hiperstimulasi kontraksi rahim belum terjadi
(Aderhold, perry, 1911) ).
b. Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang
dialami. Cara distraksi dapat mengurangi nyeri dapat dijelaskan dengan teori “(Gate
Control)”. Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral
dihambat oleh stimuli dari serabut-serabut saraf yang lain. Karena pesan-pesan nyeri
menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang
mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang
(Cummings, 1981). Beberapa teknik distraksi antara lain bernafas secara pelan-pelan,
masage sambil bernafas pelan-pelan, atau membayangkan hal-hal yang indah sambil
memejamkan mata.
c. Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon
atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk
meredakan nyeri, merahasiakan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi. Masase
adalah terapi nyeri paling primitive (lele, dkk,199o:1777) dan menggunakan refleks
lembut untuk menahan, dan menggosok atau meremas bagian tubuh yang nyeri.Simkin
(1989) mengamati bahwa efek yang menguntungkan hanya berlangsung selama masase
diteruskan ketika dihentikan
nyeri bertambah. Kerugian ini diakibatkan oleh proses adaptasi, yaitu sistem saraf
menjadi terbiasa dengan rangsangan dan organ perasa berhenti berespon. Dengan
demikian, Simkin menganjurkan masase selama persalinan harus dilakukan secara
intermitten, seperti penghusukkan punggung yang khususnya hanya dilakukan selama
kontraksi, atau bervariasi dalam jenis sentuhan dan lokasi.
d. Stimulasi Saraf Elektronik Per Trankutan
Stimulasi saraf elektronik per transkutansi (Tranicutaneous electrical nerve stimulation
(TENS)) efektif akibat adanya efek plasebu. Implementasi TENS dapat menstimulasi
izekposan apiate endogen (enkephalin) pada tubuh wanita sehingga rasa tidak nyaman
yang dirasakan wanita tersebut mereda (Scott, dkk, 1990).Penggunaan TENS tidak
beresiko, baik bagi ibu maupun bagi janin. TENS digunakan untuk menurunkan atau
menghilangkan penggunaan analgesin dan menaikkan perseposi wanita tentang
kemampuan mengontrol rasa nyeri.
2) Teknik Relaksasi Bernafas
Teknik relaksasi bernafas merupakan tindakan pengendalian nyeri non farmakologis yang
dapat membantu ibu mengendurkan seluruh tubuhnya ketika rahim berkontraksi. Beberapa
jenis pernafasan bisa membantu ibu dalam menghadapi persalinan tahap 1 (Sebelum
diperbolehkan mengedan) :
a. Menarik nafas dalam (untuk membantu ibu rileks) dilakukan pada awal akhir kontraksi.
b. Menarik nafas dangkal dan cepat di dada bagian atas, dilakukan pada saat
kontraksi mencapai puncaknya.
c. Menarik nafas pendek dan cepat diikuti dengan menghembuskan nafas melalui
mulut dan dilakukan untuk menahan keinginan untuk mengedan (sebelum
terjadipembukaan lengkap).
Pada tahap ini, teknik pernafasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot abdomen dan dengan
demikian meningkatkan ukuran rongga abdomen. Keadaaan ini mengurangi friksi (gesekan)
dan rasa tidak nyaman antara rahim dan dinding abdomen karena otot-otot di daerah genitalia
juga menjadi lebih rileks, otot-otot tersebut tidak mengganggu penurunan janin.

Pada tahap II, ibu mulai boleh mengedan dan diselingi dengan manarik nafas cepat dan
pendek. Pada tahap ini, pernafasan dipakai untuk menaikkan tekanan abdomen dan dengan
demikian membantu mengeluarkan janin. Keadaan ini juga dipakai untuk merelaksasikan
otot-otot fundamental untuk mencegah pengeluaran dini kepala janin.

Tujuan Teknik Pernapasan


• Menyediakan oksigen untuk ibu dan bayi. Jika otot-teroksigenisasi dengan
baik,maka otot tersebut dapat berfungsi lebih efektif, sehingga rasa sakit akan
berkurang.Jika bayimemiliki banyak oksigen, denyut jantung nya lebih maksimal.
• Relaksasi: pernapasan yang berirama meningkatkan relaksasi fisik
denganmengurangi ketegangan otot, dan membuat relaksasi emosional dengan
mengurangi kecemasan.
• Distraction: dengan melatih tehnik Pernapasan maka akan mengalihkanfokus
seorang ibu yang sedang mengalami kontraksi sehingga focus ibu teralihkan.

Waktu Menggunakan Teknik Pernapasan.


Tidak ada teknik pernapasan khusus yang diperlukan dalam kala I persalinan, ketika ibu
masih mudah teralihkan fokusnya selain dari kontraksi. Ibu Mulai menggunakan teknik
bila ibu tidak dapat lagi berjalan dan berbicara selama kontraksi. Selalu gunakan dasar
teknik yang paling mungkin, dengan sedikit usaha yang diperlukan untuk mengelola
setiap kontraksi. Ini membantu mencegah kelelahan, dan membantu menghindari
sensasi karena telah menggunakan semua teknik sejak awal.

Metode Relaksasi Bernafas

1. Metode Dick-Read
Bersamaan dengan pendidikan dan latihan pernafasan, relaksasi telah menjadi
landasan persalinan yang disiapkan sejak Dick-Read pertama kali
mempertahankannya (1933) (Rosemary Mander, 2003).Grantiny Dick-Read
dalam dua bukunya, Natural Childbirth (1933) dan Childbirth Without Fear (1944),
menuliskan bahwa rasa nyeri melahirkan merupakan akibat pengaruh sosial dan
sindrom takut tegang-nyeri, untuk mengganti rasa takut maupun nyeri program
Dick-Read meliputi pemberian informasi tentang persalinan dan melahirkan,j
disamping nutrisi, hygienis dan latihan fisik yang diantaranya latihan relaksasi
secara sadar dan latihan pola nafas. Relaksasi secara sadar meliputi relaksasi
progresif kelompok otot seluruh tubuh. Dengan berlatih banyak, wanita mampu
berelaksasi sesuai perintah, baik selama kontraksi maupun diantara kontraksi. Pola
nafas meliputi nafas dalam pada abdomen hampir sepanjang masa bersalin, nafas
pendek menjelang akhir tahap pertama, dan sampai pada waktu terakhir ini,
menahan nafas pada tahap persalinan (Bobak, 2004).
2. Metode Lamaze
Metode Lamaze berasal dari karya Povlov tentang Classical Conditioning. Metode
menurut Lamaze, rasa nyeri merupakan respon bersyarat. Wanita juga dapat
dikondisikan supaya tidak mengalami rasa nyeri pada saat melahirkan. Metode
Lamaze membuat wanita berespon terhadap kontraksi rahim buatan dengan
mengendalikan relaksasi otot dan pernafasan sebagai ganti berteriak dan kehilangan
kendali (Lamaze, 1972).Wanita ini diajar untuk merelaksasikan otot-otot yang tidak
terlihat saat ia mengkontraksikan otot tertentu. Ia akan menerapkan latihan ini pada
saat melahirkan, yakni dengan merelaksasikan semua otot bawah, pernafasan dada
mengangkat diafragman dari rahim yang berkontraksi. Pola pernafasan dada
bervariasi, sesuai intensitas kontraksi dan kemajuan persalinan (Bovak, 2004).

Jenis Jenis Teknik Pernapasan

a) The Cleansing Breath (Latihan Nafas Pembersihan)


Cara: Pada awal setiap kontraksi, ambil napas dalam dalam melalui hidung, lalu
buang napas melalui mulut dengan keras/ menyentak hingga orang lain dapat
mendengar. Ketika kontraksi berakhir, ambil napas dalam, lalu perlahan
hembuskan perlahan untuk melepaskan ketegangan yang dirasakan.
Manfaat: Memberikan ibu dan bayi ekstra oksigen, berfungsi sebagai sinyal
pada tubuh untuk lebih bersantai dan fokus, serta dapat memberitahu secara
tidak langsung kepada pendamping persalinan bahwa kontraksi sudah mulai.
Mengakhiri dengan nafas dalam dan perlahan berfungsi untuk meirilis dan
menginformasikan kepada pendamping ibu bahwa kontraksi telah berlalu, dan
berfungsi sebagai pengingat untuk bersantai antara kontraksi.

b) Light Breathing/ Hee-Hee Breathing (pernapasan ringan)


Cara: Tarik napas panjang melalui hidung dan menghembuskan napas melalui
mulut. Bibir santai, sedikit terbuka, dengan senyum kecil. Pada saat membuang
nafas atau menghembuskan nafas, buat suara “lunak/lembut” “hee….” Untuk
menghindari hiperventilasi, fokus sebagian besar perhatian Anda pada napas ini
– membiarkan Anda menghirup nafas dengan mudah. Nafas dangkal namun
lambat Sekitar satu napas per detik.
Waktu penggunaan: digunakan Ketika pernapasan dalam tampaknya tidak lagi
cukup untuk membantu mengatasi rasa kurang nyaman saat kontraksi.
Manfaat:Membantu ibu lebih rileks menghadapi kontraksi dan mengalihkan
perhatian dari kontraksi.
c) Hee – Hee -Blow Breathing/ Pernapasan Hee – Hee-Blow (pernapasan pukulan)

Cara: caranya hampir saman dengan tehnik hee hee breathing, namun dalam
tehnik ini nafas pendek dengan hee-hee dilakukan sekitar 4 s.d 5 kali lalu nafas
panjang dan dalam kemudian hembuskan dengan perlahan hingga seluruh udara
di paru-paru keluar.
Waktu penggunaan : dilakukan ketika masuk dalam fase transisi atau ketika ibu
merasa pusing saat melakukan pola pernafasan yang ringan saja.
Manfaat: Membantu untuk menghindari hiperventilasi. Nafas pukulan /terakhir
/ blow akan membantu untuk melepaskan ketegangan.

d) Slide Pernapasan
Cara: Ambil napas dalam-dalam. Buang napas dalam empat nafas pendek,
ringan, napas terengah-engah. Jadi,tarik nafas panjang dan dalam, lalu huh-huh-
huh-huh (pendek-pendek).
Waktu penggunaan: kapan saja dalam kala I fase aktif
Manfaat: hampir sama dengan manfaat Hee-Hee- Blow terutama pada ibu
penderita asma.

Keuntungan Teknik Relaksasi Bernafas

a. Keuntungan Emosional
· Memberikan pengalaman positif tentang melahirkan pada ibu
· Mengurangi ketegangan dan ketakukan ibu pada saat persalinan
· Berpartisipasi nyata dalam melahirkan anaknya
· Membantu tumbuhnya hubungan antara orang tua dan anak
· Membantu tumbuhnya hubungan antara ibu dan bapak
b. Keuntungan Fisiologis
·Dapat mengurangi rasa sakit tanpa menggunakan obat-obatan dan dapat mengurangi resiko
terhadap bayi
·Mencegah terjadinya komplikasi seperti nyeri sampai dengan menurunnya oksigen.
·Ibu dapat bekerja sama pada saat pemeriksaan
·Ibu tidak merasa lelah pada saat dan sesudah melahirkan

4.Persiapan Persalinan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin bagi ibu yang sedang bersalin
Asuhan sayang ibu yang baik dan aman selama persalinan memerlukan: anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara seksama. Pertama, sapa ibu dan beritahukan apa yang akan
anda lakukan. Jelaskan pada ibu tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh ibu. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, perhatikan
tanda-tanda penyulit atau gawat darurat dan segera lakukan tindakan yang sesuai
bila diperlukan untuk memastikan persalinan yang aman. Catat semua temuan anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara seksama dan Iengkap. Kemudian jelaskan hasil pemeriksaan
dan kesimpulannya pada ibu dan keluarganya.
Anamnesis
Tujuan dan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan.
Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan
mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.Tanyakan pada ibu :

▪ Nama, umur dan alarnat


▪ Gravida dan para
▪ Hari pertama haid terakhir
▪ Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
▪ Alergi obat-obatan
▪ Riwayat kehamilan yang sekarang:
– Apakah ihu pernah inelakukan peineriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu
asuhan antenatalnya (jika inungkiri).
– Pernahkah ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya perdarahan,
hipertensi, dll)?
– Kapan mulai kontraksi?
– Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering terjadi kontraksi?
– Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi?
– Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban? Apakah
kental atau encer? Kapan selaput ketuban pecah? (Periksa perineum ibu dan lihat! air
ketuban di pakaiannya.)
– Apakah keluar cairan bercampur darah dan vagina ibu? Apakali berupa bercak atau
darah segar pervaginain? (Periksa perineum ibu dan lihat darah di pakaian nya.)
– Kapankah ibu terakhir kali makan atau minum?
– Apakah ibu men galami kesulitan untuk berkeinih?
▪ Riwayat kehamilan sebelumnya :
– Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebeluinnya (bedah sesar
persalinan dengan ekstraksi vakuin atau forseps, induksi oksitosin, hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan, preekiampsia/eklampsia, perdarahan pascapersalinan)?
– Berapa berat badan bayi paling besar pernah ibu lahirkan?
– Apakah ibu mempunyai masalah dengan bayi-bayi sebelumnya?
▪ Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll).
▪ Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium).
Jika ada, periksa tekanan darahnya dan jika mungkin periksa protein dalam urin ibu.
▪ Pertanyaan tentang hal-hal lain yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran
lainnya.
▪ Dokumentasikan semua temuan. Setelah anamnesis Iengkap, lakukan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kesehatan dan kenyamanan fisik ibu dan bayinya.
Informasi yang dikumpulkan dan pemeriksaan fisik akan digunakan bersama dengan informasi dan
hasil anamnesis untuk proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis serta
mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan dan
jelaskan pula aiasannya. Anjurkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan
sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.

Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik :


▪ Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan fisik.
▪ Bersikaplah lemah lembut dan sopan, tenteramkan hati ibu dan bantu ibu agar merasa
nyaman. Jika ibu tegang atau gelisah, anjurkan untuk menarik napas perlahan dan dalam.
▪ Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya. (Jika perlu, periksa jumlah urin, protein
dan aseton dalam urin).
▪ Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kegelisahan atau nyeri,
warna konjungtiva, kebersihan, status nutrisi dan kecukupan air tubuh.
▪ Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, temperatur, nadi dan pernapasan). Agar su paya
bisa menilai tekanan darah dan nadi ibu dengan akurat, lakukan pemeriksaan di antara dua
kontraksi.
▪ Lakukan pemeriksaan abdomen (lihat hal. 2-9).
▪ Lakukan pemeriksaan dalam (lihat hal. 2-12).

Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :

1. Menentukan tinggi fundus


2. Memantau kontraksi uterus
3. Memantau denyut jantung janin
4. Menentukan presentasi
5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin

Sebelum memulai pemeriksaan, pastikan bahwa ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya.
Minta ibu berbaring, tempatkan bantal di bawah kepala dan bahunya kemudian minta ibu untuk
menekukkan lututnya. Jika ibu gugup, bantu untuk santai dan tenang dengan cara meminta ibu
menarik napas dalam.
1. Menentukan tinggi fundus

Pastikan tidak terjadi kontraksi selama penilaian. Ukur tinggi fundus dengan menggunakan pita
pengukur. Mulai dan tepi atas simfisis pubis, rentangkan hingga ke puncak fundus uteri
mengikuti aksis atau linea medialis pada abdomen (lihat Gambar 2 Pita pengukur harus
menempel pada kulit abdomen. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan pun cak fundus uteri
adalah tinggi fundus.

2. Memantau kontraksi uterus


Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan untuk mcmantau kon traksi
uterus. Letakkan tangan (dengan hati-hati) di atas uterus dan rasakan jum]ah kon traksi yang
terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Tentukan durasi atau lama setiap kontraksi berlangsung.
Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi 40 detik
atau lehih. Di antara dua kontraksi. dinding uterus melunak kembali dan mengalami relaksasi.

3. Memantau denyut jantung janin


Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan dan scbuah fetoskop Pinnards
atau Doppler untuk memantau denyut jantung janin (DJJ); Dengan fetoskop dengarkan denyut
jantung janin yang dihantarkan melalui dinding abdomen. Tentukan titik tertentu pada dinding
abdomen di mana DJJ terdengar paling kuat.

Tips :Jika DJJ sulit ditemukan palpasi abdomen dan tentukan dataran punggung bayi. Biasanya
denyut jantung bayi lebih mudah digeser melalui dinding abdomen yang sesuai dengan dataran
punggung bayi.

Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulailah penilaian sebelum atau
selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai
sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih
dan satu kontraksi. Jika DJJ kurang dan 120 atau lebih dan 160, pertimbangkan adanya
gangguan sirkulasi utero-plasenter padajanin. Jika DJJ kurang dan 100 atau lebih dan 180
per menit, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk santai. Lakukan penilaian ulang
denyut jantung 5 menit kemudian untuk menentukan apakah DJJ tetap abnormal., Jika DJJ
tidak mengalami perbaikan, siapkan untuk segera dirujuk.
4. Menentukan presentasi
Untuk menentukan presentasi bayi (apakah presentasi kepala atau bokong/sungsang) :

▪ Berdiri di samping ibu, menghadap ke arah kepalanya (pastikan lutut ihu ditekuk).
▪ Dengan ibu jari dan jari tengah dan satu taugan (hati-hati tapi mantap) pegang bagian
bawah abdomen ibu, tepat di atas simfisis pubis. Bagian terbawah janin atau presentasi
dapat diraba di antara ibu jari dan jari tengah.
▪ Jika bagian terbawah janin belum masuk ke dalam rongga panggul, bagian tersebut
masih bisa digerakkan. Jika bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam panggul maka
bagian tersebut tidak dapat digerakkan lagi.
▪ Untuk menentukan apakah presentasi adalah kepala atau bokong, pertimbangkan
bentuk, ukuran dan kepadatan bagian tersebut. Jika bulat, keras dan mudah digerakkan
mungkin presentasi kepala, atau jika tidak beraturan, lebih besar, tidak keras dan sulit
digerakkan mungkin bokong. Sungsang berarti terbalik dan ini diidentikkan dengan
bokong sebagai kebalikan dan kepala.
·
5. Menentukan penurunan janin
Akan lebih nyaman bagi ibu jika penurunan janin ditentukan melalui pemeriksaan abdomen
dibandingkan dengan pemeriksaan dalam. Menilai penurunan melalui palpasi abdomen juga
memberikan informasi mengenai kemajuan persalinan dan membantu mencegah
pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

Nilai penurunan kepala janin dengan hitungan per lima bagian kepala janin yang bisa di
palpasi di atas simfisis pubis (ditentukan oleh jumlah jan yang bisa ditempatkan di bagian
kepala di atas simfisis pubis, lihat Gambar 2-2).

Kepala janin adalah:

▪ 5/5 (lima per lima) jika keseluruhan kepala janin dapat diraba di atas simfisis pubis.
▪ 4/5 jika sebagian besar kepala janin berada di atas simfisis pubis.
▪ 3/5 jika hanya tiga dan lima jam bagian kepala janin teraba di atas simfisis pubis.
▪ 2/5 jika hanya dua dan lima jan bagian kepala janin berada di atas simfisis pubis. Berarti
hampir seluruh kepala telah turun ke dalam saluran panggul (bulatnya kepala tidak dapat
diraba dan kepala janin tidak dapat digerakkan).
▪ 1/5 jika hanya sebagian kecil kepala dapat diraba di atas simfisis pubis.
▪ 0/5 jika kepalajanin tidak teraba dan luar atau seluruhnya sudah melalui simfisis pubis.
Alasan: Kepala harus sudah mulai masuk ke dalam rongga panggui pada fase aktif kala
satu persalinan. Bila kepala tidak dapat turun, mungkin diameternya lebih besar
dibandingkan dengan rongga panggul ibu. Bila ada dugaan disproporsi kepala panggul
(cefalo pelvic disproportion atau CPD), untuk mendapatkan keluaran yang optimal,
sebaiknya ibu segera dirujuk kefasilitas kesehatan yang dapat melaksanakan tindakan
seksio sesar. Bila kepalajanin tidak dapat turun, risiko untuk terjadi tali pusat menumbung
akan lebih tinggi pada saat selaput ketuban pecah.

Pemeriksaan dalam
Sebelum melakukan pemeriksaan dalam, tangan dicuci dengan sabun dan air bersih yang mengalir,
kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih’. Minta ibu untuk berkemih dan membasuh
regio genitalia dengan sabun dan air bersih (jika ibu belum melakukannya). Jelaskan pada ibu setiap
langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tenteramkan dan anjurkan ibu untuk nicks.
Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.

Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk :


1. Tutupi badan ihu sebanyak mungkin dengan sarung atau selimut.
2. Minta ibu berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin akan
membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakiriya satu sama lain).
3. Menggunakan sarung tangan DTT atau steril pada saat melakukan pemeriksaan.
4. Menggunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT atau larutan
antiseptik. Membasuh labia secara hati-hati, seka dan depan kebelakang untuk
menghindarkan kontarninasi feses (tinja).
5. Memeriksa genitalia eksterna, apakah terdapat luka atau massa (termasuk kon dilornata),
varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di perineum.
6. Nilai cairan vagina dan tentukan apakah terdapat bercak darah, perdarahan pervaginam atau
mekonium:
7. Jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam. Lihat Tabel 2-1.
8. Jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika mekonium ditemukan, lihat
apakah kental atau encer dan periksa DJJ (lihat Tabel 2-1):
A. Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ secara seksama
menurut petunjuk pada partograf. Jika ada tanda-tanda akan terjadinya gawat janin,
lihat Tabel 2-1 dan rujuk segera.
B. Jika mekonium kental, nilai DJJ dan rujuk segera (lihat Tabel 2-1).
C. Jika ban busuk, lihat Tabel 2-1. Ibu mungkin mengalami infeksi.
9. Dengan hati-hati pisahkan labia dengan jari manis dan ibu jari tangan (gunakan sarung
tangan pemeriksa). Masukkan jari telunjuk dengan hati-hati, diikuti oleh jari tengah. Pada
saat kedua jari berada di dalam vagina, jangan mengeluarkannya sebelum pemeriksaan
selesai. Jika ketuban belum pecah, jangan lakukan amniotomi (memecah kannya).
Alasan: Amniotomi ineningkatkan risiko infeksi pada ibu dan bayi, serta gawat janin.
1. Nilai vagina. Luka parut lama di vagina bisa memberikan indikasi luka atau episiotomi
sebelumnya, hal ini mungkin menjadi informasi penting pada saat kelahiran bayi.
2. Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
10. Pastikan tali pusat umbilikus dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki bayi) tidak
teraba pada saat melakukan pemeriksaan per vaginam. Jika teraba, ikuti langkah-Iangkah
kedaruratan di Tabel 2-1 dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.

11. Nilai penurunan janin dan tentukan apakah kepala sudah masuk ke dalam panggul.
Bandingkan penurunan kepala dengan temuan-temuan dan pemeriksaan abdomen Untuk
menentukan kemajuan persalinan.

12. Jika kepala dapat dipalpasi, raba fontanela dan sutura sagitalis untuk menilai
penyusupan tulang kepala dan/atau tumpang tindihnya, dan apakah kepala janin Sesuai
dengan diameter jalan lahir.

13. Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jan pemeriksa dengan hati-hati,
celupkan sarung tangan ke dalam larutan dekontaminasi, lepaskan sarung tangan secara
terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminasi selama 10 menit.

14. Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk bersih dan kering.

15. Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.

16. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan pada ibu dan ke!uarganya.

Setelah melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik


Ketika anamnesis dan pemeriksaan telah lengkap :

1. Catat semua hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap.
2. Gunakan informasi yang terkumpul untuk menentukan apakah ibu sudah dalam persalinan
(inpartu). Jika pembukaan serviks kurang dan 4 cm, berarti ibu masih dalam fase laten
persalinan. Lakuikan penilaian ulang setelah 4 jam sejak pemeriksaan pertama. Jika
pembukaan serviks 4 cm atau lebih, ibu telah masuk dalam fase aktif persalinan; mulailah
mencatat kemajuan persalinan pada partograf (lihat bawah).

3. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus ditatalaksana secara khusus.
4. Setiap kali selesai melakukan penilaian, analisis data yang terkumpul, buat diagnosis
berdasarkan informasi tersebut. Susun rencana penatalaksanaan asuhan bagi ibu.
Penatalaksanaan itu selalu berdasarkan pada hasil temuan penilaian.
Contoh: Jika setelah menyelesaikan penilaian awal diagnosisnya adalah kehamilan
intrauterin, cukup bulan, dalam fase aktif kala satu persalinan dengan DJJ dan tanda tanda
vital normal. Rencana selanjutnya adalah terus mernantau kondisi ibu serta janin menurut
parameter-parameter pada partograf dan memberikan asuhan sayang ibu. Jika hasil
diagnosis menunjukkan suatu ahnormalitas atau komplikasi, maka rencana selan jutnya
mencakup persiapan untuk rujukan segera, memperbaiki kondisi umum ibu, merujuk sambil
terus menerus memantau dan me!akukan pertolongan awal terhadap masalah tersebut dan
tetap memberikan asuhan sayang ibu.
5. Jelaskan semua temuan, diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluar
ganya sehingga mereka memahami asuhan yang akan diberikan.
PERTEMUAN V
MANAJEMEN ASUHAN PERSALINAN KALA II

1 Pengertian Persalinan Kala II (Pengeluaran Bayi )


Kala II adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir Uterus
dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir .Proses
ini biasanya berlangsung 2 Jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosi
prsalina kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan sudah lengkap dan kepala janinsudah tampak pada vulva.
2.Gejala Utama Kala II
1. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit ,dengan durasi 50- 100 detik
2. Menjelang akhir kala I ,Ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara
mendadak.
3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keingina meneran karena
tertekannya fleksus frankenhouser.
4. Dua kekuatan ,yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi sehingga kepala
membuka pintu; suboksiput bertindak sebagai hipomochlion ,berturut-turut lahir ubun-ubun
besar ,dahi,hidung dan muka serta kepala seluruhnya.
5. Kepala lahir seluruhnya dan di ikuti oleh putaran paksi luara,yaitu penyesuaian kepala
pada punggung.
6. Setelah putaran paksi luar berlangsung maka persalinan bayi ditolong dengan jalan berikut
:
1) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian di tarik curam
kebawah untuk melahirkan sisa badan bayi.
2) Setelah kedua bahi bayi lahir ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi
3) Bayi lahir diikuti oleh sisa sisa air ketuban
4) Lamanya kala II persalinan untuk primigarvida 50 menit dan multigravida 30 menit.

3.Asuhan Sayang Ibu


Asuhan sayang Ibu pada kala II persalinan yaitu :
a. Pendampingan keluarga selama proses persalinan berlangsung, ibu membutuhkan
pendamping dari keluarga (suami, orang tua, atau kerabat yang disayangi ibu). Bidan
bertugas memfasilitasi pendampingan keluarga, agar dapat mewujudkan persalinan yang
lancar.
b. Melibatkan keluarga dalam memberikan asuhan kebidanan selama proses persalinan,
keterlibatan keluarga dibutuhkan, misalnya dalam hal: berganti posisi, teman bicara,
melakukan rangsangan, memberi makan dan minum, membantu mengatasi rasa nyeri
(pijat lumbal/pinggang belakang). Bidan bertugas memfasilitasi keterlibatan keluarga
dalam setiap asuhan.
c. KIE proses persalinan dalam asuhan sayang ibu, bidan berkewajiban memberikan
informasi mengenai proses persalinan atau kelahiran janin pada ibu dan keluarga. Hal ini
bertujuan agar ibu dan keluarga kooperatif dan dapat mengurangi tingkat kecemasan. Pada
setiap tindakan yang akan dilakukan, bidan harus selalu menginformasikan pada ibu dan
keluarga, serta memberikan kesempatan bertanya tentang apapun yang dirasa belum jelas,
kemudian bidan wajib memberikan penjelasan dengan baik. Setiap hasil
tindakan/pemeriksaan, bidan menginformasikan kepada ibu dan keluarga.
d. Dukungan psikologis dukungan psikologis dapat diberikan dengan bimbingan persalinan
dan menawarkan bantuan/pertolongan pada ibu dan keluarga. Bidan memberikan
kenyamanan, dan berusaha menenangkan hati ibu dalam menghadapi dan menjkalani
proses persalinan. Bidan juga memberikan perhatian agar dapat mengurangi tingkat
ketegangan/kecemasan, sehingga dapat membantu kelancaran proses persalinan.
e. Membantu ibu memilih posisi persalinan posisi persalinan dibedakan menjadi dua, yaitu
posisi persalinan kala 1 dan posisi persalinan kala 2. Posisi persalinan yang tepat (kala 1
dan kala 2), dapat mengurangi tingkat nyeri dan meningkatkan kenyamanan ibu.
f. Pemberian nutrisi (makan dan minum) bidan perlu memperhatikan pemenuhan kebutuhan
cairan, elektrolit dan nutrisi ibu bersalin. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
dehidrasi dan kala 2 memanjang. Dehidrasi pada ibu bersalin dapat berpengaruh terhadap
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang penting, yang dapat berpengaruh pada
kontraksi uterus dan kemanjuan persalinan.
g. Cara meneran/mengejan, bidan mulai memimpin ibu untuk mengejan saat pembukaan
sudah lengkap dan sudah ada dorongan meneran dari ibu. Memimpin meneran dengan
benar dan memperhatikan respon ibu, merupakan bentuk asuhan sayang ibu. Bidan tidak
diperkenankan meminta ibu untuk secara terus-menerus meneran tanpa mengambil nafas
saat meneran (tidak diperkenankan memimpin meneran sambil menyuruh ibu menahan
nafas). Bidan sebaiknya menyarankan ibu untuk beristirahat dalamwaktu relaksasi
kontraksi (diantara dua his). Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi agar ibu tidak
kelelahan dan menghindari resiko asfiksia karena suply oksigen ke janin melalui placenta
berkurang.
4.Posisi Meneran
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka
bidan sebaiknya tidak mengatur posisi meneran ibu. Bidan harus memfasilitasi ibu
dalam memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi
meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif.

Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses
kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin, menghindari intervensi, meningkatkan
persalinan normal (semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu
sendiri).Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan :
a. Klien/ibu bebas memilih posisi dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan
perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya
secara alamiah.
b. Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
c. Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri ‘bukan posisi berbaring’.
d. posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan
posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan
manusia sampai abad ke-18.

Macam-macam posisi meneran diantaranya :


a) Duduk atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran
kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum
b) Merangkak posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum
berkurang.
c) Jongkok atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya
laserasi (perlukaan) jalan lahir.
d) Berbaring miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava
inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin karena
suply oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami
kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi telentang (dorsal recumbent), posisi ini dapat mengakibatkan : hipotensi
(beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suply oksigen dalam sirkulasi
uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang bertambah,
kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mangalami gangguan untuk bernafas, buang
air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang semangat, dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.
Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan dibagi
menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring.

Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang
paling sesuai untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin berada pada
arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah :

a. Kekuatan daya tarik yaitu meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan


pada leher rahim, dan mengurangi lamanya proses persalinan.
Pada Kala 1
Kontraksi, dengan berdiri, uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu masuk
panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi meningkat.
Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus
Sedangkan pada posisi berbaring, otot uterus lebih banyak bekerja dan proses
persalinan berlangsung lebih lama.

Pada Kala 2
Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih
besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala
2.
Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di
sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang
ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.
Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi
dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran. Sedangkan
pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga meningkatkan
hambatan dalam meneran.
b.Meningkatkan dimensi panggul

Perubahan hormone kehamilan menjadikan struktur panggul dinamis/fleksibel


Pergantian posisi, meningkatkan derajat mobilitas panggul
Posisi jongkok, sudut arkus pubis melebar, mengakibatkan pintu atas panggul
sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.
Sendi sakroiliaka yaitu meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke
belakang)
Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum
Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan, mangakibatkan tulang ekor tertarik
ke belakang
Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi
ke depan (tekanan yang berlawanan).

c. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan


pada pembuluh vena cava inferior

Pada posisi berbaring, berat uterus/ cairan amnion/ janin mengakibatkan adanya
tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta
perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi
Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin
lebih baik.
d. Kesejahteraan secara psikologis
Pada posisi berbaring à ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
Pada posisi tegak à ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih
alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi
lahir dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).

Adapun kerugian dari persalinan dengan posisi tegak adalah :


a. Meningkatkan kehilangan darah
Gaya gravitasi mengakibatkan keluarnya darah sekaligus dari jalan lahir setelah
kelahiran janin, dan kontraksi meningkat sehingga placenta segera lahir.
Meningkatkan terjadinya odema vulva à dapat dicegah dengan mengganti-ganti
posisi.
b. Meningkatkan terjadinya perlukaan/laserasi pada jalan lahir
Odema vulva à dapat dicegah dengan mengganti posisi (darah mengalir ke
bagian tubuh yang lebih rendah).
Luka kecil pada labia meningkat, tetapi luka akan cepat sembuh.
Berat janin mendorong ke arah simfisis, mengakibatkan tekanan pada perineum
meningkat, sehingga resiko rupture perineum meningkat

Gambar 1 : Posisi-Posisi Meneran

A B C

D E
F G

H I

J K

L M
Keterangan :
Posisi duduk pada meja persalinan yang dirancang khusus
Posisi duduk pada kursi berlubang
Posisi duduk dengan bersandar pada pasangan
Posisi telentang / dorsal recumbent
(posisi ini tidak disarankan untuk meneran/selama persalinan)
Posisi setengah duduk kombinasi litothomi
Posisi setengah duduk dengan bersandar pada pasangan
Posisi setengah duduk dengan bersandar pada bantal
Posisi merangkak
Posisi jongkok
Posisi miring
Posisi miring dengan satu kaki diangkat
Posisi berdiri dengan bersandar pada meja khusus
Posisi berdiri dengan bersandar pada pasangan

5.Asuhan Kala II
Kala 2 persalinan merupakan tahapan persalinan dimana janin dilahirkan (dimulai dari
dilatasi cerviks lengkap dan berakhir dengan kelahiran bayi).
Hasil temuan tanda dan gejala kala 2 didapatkan dari hasil pemeriksaan subjektifdan
objektif.

Tanda subjektif kala 2 yaitumuncul keringat tiba-tiba di bibir atas, muntah,ekstrimitas


gemetar, semakin gelisah (ada pernyataan “Saya tidak tahan lagi”), adanya usaha
mengedan yang involunter (ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan kontraksi), dan
ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vaginanya
Tanda objektif kala 2 àkala 2 dipastikan dengan pemeriksaan dalam denganhasil
pembukaan cerviks telah lengkap (cerviks tidak teraba), dan atau terlihatnya kepala
janin melalui introitus vagina. Tanda yang lain : perineum menonjol, vulva-vagina dan
sfingter ani membuka, dan meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Kala 2 persalinan terdiri dari 3 fase, fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan
non verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan
janin.
Fase pertama yaitudimulai ketika ibu menyatakan bahwa ia ingin mengedanbiasanya
pada puncak kontraksi, ibu mungkin mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi diantara
waktu kontraksi ia tenang dan seringkali memejamkan mata.

Fase kedua àibu semakin ingin mengedan dan seringkali mengubah posisiuntuk
mencari posisi mengedan yang lebih nyaman, usaha mengedan menjadi lebih ritmik,
dan ibu seringkali memberi tahu saat awal kontraksi dan semakin bersuara sewaktu
mengedan.

Fase ketiga yaitu bagian presentasi sudah berada di perineum dan usahamengedan
menjadi paling efektif untuk melahirkan, ibu akan lebih banyakmengungkapkan nyeri
yang dirasakan secara verbal dengan menjerit ataubertindak di luar kendali. (Ibu perlu
didorong untuk memperhatikan tubuhnyaseiring ia masuk ke kala 2 persalinan).

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala 2 :


a. Asuhan keseluruhan yang diperlukan selama kala 2:
Meningkatkan perasaan aman pada ibu/klien, dengan memberikan dukungan dan
memupuk rasa kepercayaan dan keyakinan pada diri ibu bahwa dia mampu
untuk melahirkan
Membimbing pernafasan yang adekuat
Membantu posisi meneran yang sesuai dengan pilihan ibu
Meningkatkan peran serta keluarga, menghargai anggota keluarga atau teman
yang mendampingi
Melakukan tindakan-tindakan yang membuat nyaman, seperti mengusap dahi
dan memijat pinggang (libatkan keluarga)
Memperhatikan masukan nutrisi dan cairan ibu (dengan memberi makan dan
minum yang cukup)
Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi dengan benar
Mengusahakan kandung kencing kosong dengan cara membantu dan memacu
ibu mengosongkan kandung kemih secara teratur.
b. Pemantauan terhadap kesejahteraan ibu :
Mengevaluasi kontraksi uterus/his (frekuensi, durasi, intensitas), dan kaitannya
dengan kemajuan persalinan
Mengevaluasi keadaan kandung kemih (anamnesis dan palpasi)
Mengevaluasi upaya meneran ibu
Pengeluaran pervagina, dan penilaian kemajuan persalinan (effacement, dilatasi,
penurunan kepala), dan warna air ketuban (warna, bau, volume).
Pemeriksaan nadi ibu setiap 30 menit (frekuensi, irama, intensitas).
c. Pemantauan kesejahteraan janin
Denyut jantung janin, setiap sesesai meneran/mengejan (kira-kira setiap 5 menit)
à durasi, intensitas, ritme.
Presentasi, sikap, dan putar paksi
Mengobservasi keadaan kepala janin (moulase, caput).
8. Langkah Asuhan Persalinan Normal

I. MENGENALI TANDA GEJALA KALA II


1. Mendengar dan melihat tanda Kala II persalinan
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asuhan bayi
baru lahir atau resusitasi – siapkan:
a. Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
b. 3 handuk/ kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi)
c. Alat penghisap lendir
d. Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
Untuk ibu:
e. Menggelar kain dibawah perut ibu
f. Menyiapkan oksitosin 10 unit
g. Alat suntik steril sekali pakai dalam partus set
3. Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun
dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi
yang bersih dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam
6. Masukan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung
tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP & KEADAAN JANIN
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari anterior (depan)
ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan kebelakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
c. Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam sarung tangan
tersebut dalam larutan klorin 0,5% - langah #9. Pakai sarung tangan DTT/steril
untuk melaksanakan langkah lanjutan.
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap
a. Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi
dengan melakukan pemeriksaan dalam yang akan ditemukan:
1. v/v : .....................
2. Ø : ..................... cm
3. Effisement : ..................... %
4. Ketuban : +/-
5. Hodge : .....................
6. Bagian terdahulu : .....................
7. Denominator : .....................
8. Moulage : .....................
9. Bagian kecil yang menyertai bagian terdahulu : .....................................

9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung
tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda (relaksasi) untuk
memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160x/menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan pemeriksaan
dan asuhan yang diberikan kedalam partograf.
IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES
MENERAN
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin cukup baik,
kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
dan dokumentasikan semua temuan yang ada
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin meneran atau
kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau timbul
kontraksi yang kuat:
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah pembukaan
lengkap dan dipimpin meneran ≥120 menit (2 jam) pada primigravida atau ≥60
menit (1 jam) pada multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang waktu 60 menit.
V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut bawah ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan

VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI


Lahirnya Kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering, tangan yang
lain menahan belakang kepala untuk mempertahankan posisi defleksi dan membantu
lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernapas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan sesuai jika hal itu terjadi)
segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Perhatikan!
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat bagian atas kepala
bayi
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat didua tempat dan potong tali
pusat diantara dua klem tersebut
21. Setelah kepala lahir tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara spontan
Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparental, anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan kearah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelas atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelurusan tangan atas berlanjut kepunggung, bokong,
tungkai, dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukan telunjuk diantara kedua kaki dan
pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada
sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk)
VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR
25. Lakukan penilaian (selintas)
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
c. Apakah bayi bergerak
Bila salah satu jawaban adalah “tidak”, lanjut kelangkah resusitasi pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
Bila semua jawaban adalah “ya”, lanjut ke-26
26. Keringkan bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya (kecuali kedua
tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang
kering. Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi aman diperut bagian bawah ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil tunggal)
dan bukan kehamilan ganda (gemelli)
28. Beritahu ibu bahwa dia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di
1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin)
30. Setelah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat dengan satu tangan
pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan jari tengah tangan lain
menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm proksimal dari pusar bayi. Klem tali pusat
pada titik tersebut tahan klem ini pada posisinyaa, gunakan jari telunjuk dan tengah
tangan lain untuk mendorong isi tali pusat kearah ibu (sekitar 5 cm) dan klem tali pusat
pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan
lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan lagi
benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi. Luruskan bahu bayi
sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan kepala bayi berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting susu atau areola mamae ibu.
a. Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi dikepala bayi.
b. Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu
30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan berlangsung sekitar 10-15 menit.
Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
d. Biarkan bayi berada didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menysusu
PERTEMUAN VI
MANAJEMEN ASUHAN PERSALINAN KALA III

1. Pengertian Kala III Persalinan

a. Kala III adalah dari lahirnya bayi sampai keluarnya placenta. Lamanya 5 sampai 30
menit.(Oxorn, H dan William. (1990). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Andi Offset)
b. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
(Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
Erlangga)
c. Kala III (pelepasan uri) yaitu setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
(Manuaba, I. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC)

2. Fisiologis Pelepasan Plasenta

Menurut Varney (20207:826), pelepasan plasenta adalah hasil penurunan


mendadak ukuran kavum uterus selama dan setelah pelahiran bayi, sewaktu uterus
berkontraksi mengurangi isi uterus. Pengurangan ukuran uterus secara bersamaan
berarti penurunan area perlekatan plasenta. Plasenta, bagaimanapun, ukurannya tetap.
Plasenta pertama mengakomodasi penurunan ukuran uterus ini dengan cara menebal,
tetapi pada sisi perlekatan tidak mampu menahan tekanan dan melengkung. Akibatnya,
terjadi perlepasan plasenta dari dinding uterus, di lapisan spongiosa desidua. Pada saat
plasenta lepas, hematoma terbentuk antara plasenta yang lepas dan desidua yang tersisa
sebagai akibat perdarahan dalam ruang intervili. Hal ini dikenal sebagai hematoma
retroplasenta dan ukurannya sangat bervariasi. Walaupun hematoma ini adalah akibat,
bukan penyebab pelepasan plasenta, hematoma
memfasilitasi pelepasan plasenta lengkap. Setelah lepas, plasenta turun ke segmen
bawah uterus atau ke dalam ruang vagina atas.
Pengeluaran plasenta dimulai dengan penurunan plasenta ke dalam segmen bawah
uterus. Plasenta kemudian keluar melewati serviks ke ruang vagina, dari arah plasenta
keluar. Pengeluaran Schultz jauh lebih umum dari kedua mekanisme tersebut,
meskipun keduanya dianggap normal.
• Pengeluaran plasenta mekanisme Schultz adalah pelahiran plasenta dengan
presentasi sisi janin. Presentasi ini dianggap ketika pelepasan dimulai dari tengah
disertai pembentukan bekuan retroplasma sentral, yang memengaruhi berat plasenta
sehingga bagian sentral turun terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan membran
melepaskan sisa desidua dan tertinggal di belakang plasenta. Mayoritas perdarahan
yang terjadi dengan mekanisme persalinan ini tidak terlihat sampai plasenta dan
membran lahir, karena membran yang terbalik menangkap dan menahan darah.
• Pengeluaran plasenta mekanisme Duncan adalah pelahiran plasenta dengan
presentasi sisi maternal. Presentasi ini diduga terjadi akibat pelepasan pertama kali
terjadi pada bagian pinggir atau perifer plasenta. Darah keluar di antara membran
dan dinding uterus dan terlihat secara eksternal. Plasenta turun ke samping dan
kantong amnion, oleh karena itu, tidak terbalik, tetapi tertinggal di belakang plasenta
untuk pelahiran.
Menurut Sulistyawati (2012: 157), segera setelah bayi dan air ketuban sudah
tidak berada di dalam uterus, kontraksi uterus akan terus berlangsung dan ukuran
rongganya akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran ini akan menyebabkan
pengurangan dalam ukuran situs penyambungan plasenta. Oleh karena situs
sambungan tersebut menjadi lebih kecil, plasenta menjadi lebih tebal dan mengkerut
serta memisahkan diri dari dinding uterus.

Permulaan proses pemisahan diri dar dinding uterus atau pelepasan plasenta:

1. Menurut Duncan
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai dengan adanya tanda darah
yang keluar dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
2. Menurut Schultz
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral) dengan tanda adanya pemanjangan tali
pusat yang terlihat di vagina.

3. Terjadi serempak atau kombinasi dari keduanya


Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta terlepas.
Situs plasenta akan berdarah terus sampai uterus seluruhnya berkontraksi. Setelah
plasenta lahir, seluruh dinding uterus akan berkontraksi dan menekan seluruh pebuluh
darah yang akhirnya akan menghentikan perdarahan dari situs plasenta tersebut. Uterus
tidak dapat sepenuhnya berkontraksi hingga bagian plasenta lahir seluruhnya.

Sedangkan pelepasan plasenta menurut Nurasiah, Rukmawati, Badriah (2012:


155), yaitu :

1. Metode Ekspulsi Schultze


Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah plasenta, disini terjadi hematoma retro
placentair yang selanjutnya mengangkat plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan
hematom diatasnya sekarang jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin. Bagian
plasenta yang nampak dalam vulva adalah permukaan fetal, sedangkan hematoma
terdapat dalam kantong yang terputar balik. Oleh karena itu pada pelepasan schultze
tidak ada perdarahan sebelum plasenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya. Baru setelah plasenta seluruhnya lahir, darah akan mengalir. Pelepasan
schultze ini adalah cara pelepasan plasenta yang sering dijumpai.

2. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan


Pelepasan plasenta secara Duncan dimulai dari pinggir plasenta. Darah mengalir
keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada sejak plasenta
sebagian lahir atau terlepas sehingga tidak terjadi bekuan retroplasenta. Plasenta keluar
menelusuri jalan lahir, permukaan maternal lahir terlebih dahulu. Pelepasan Duncan
terjadi terutama pada plasenta letak rendah. Proses ini memerlukan waktu lama dan
darah yang keluar lebih banyak, serta memungkinkan plasenta dan membran tidak
keluar secara komplit. Ketika pelepasan plasenta terjadi, kontraksi uterus menjadi kuat
kemudian plasenta dan membrannya jatuh dalam segmen bawah rahim, ke dalam
vagina, kemudian ekspulsi.
Gambar 1 (Cara Pelepasan Plasenta)

B. Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi FK UNPAD, sebab – sebab


terlepasnya placenta ialah:

a. Waktu bayi dilahirkan rahim sangat mengecil dan setelah bayi lahir
uterus merupakan alat dengan dinding yang tebal sedangkan rongga rahim
hampir tidak ada.
Fundus uteri terdapat sedikit di bawah pusat. Karena pengecilan rahim
yang sekonyong – konyong ini tempat perlekatan placenta juga sangat
mengecil.
Placenta sendiri harus mengikuti pengecilan ini hingga menjadi 2x
setebal pada permulaan persalinan dan karena pengecilan tempat melekatnya
placenta dengan sangat, maka placenta juga berlipat-lipat malah ada bagian-
bagian yang terlepas dari dinding rahim karena tak dapat mengikuti pengecilan
dari dasarnya.
Pelepasan placenta ini terjadi dalam stratum spongiosum yang sangat
banyak lubang-lubangnya; memang boleh disamakan dengan lubang-lubang
perangko untuk memudahkan pelepasan perangko tersebut.
Jadi secara singkat faktor yang paling penting dalam pelepasan placenta
ialah retraksi dan kontraksi otot-otot rahim setelah anak lahir.
b. Di tempat-tempat yang lepas terjad perdarahan ialah antara placenta dan
decidua basalis dan karena hematoma ini membesar, maka seolah-olah placenta
terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan
meluas.
Placenta biasanya terlepas dalam 4-5 menit setelah anak lahir, malahan
mungkin pelepasan sudah mulai sewaktu anak lahir. Juga selaput janin menebal
dan berlipat-lipat karena pengecilan dinding rahim. Oleh kontraksi dan retraksi
rahim terlepas dan sebagian karena tarikan waktu placenta lahir.
Sedangkan mekanisme pengeluaran plasenta adalah setelah placenta
lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, placenta terdorong ke
ddalam segmen bawah rahim atau ke dalam bagian atas dari vagina. Dari tempat
ini placenta didorong ke luar oleh tenaga mengejan.
Tetapi ternyata bahwa hanya 20% dari ibu-ibu dapat melahirkan
placenta secara spontan, maka lebih baik, lahirnya placenta ini dibantu dengan
sedikit tekanan oleh si penolong pada fundus uteri setelah placenta lepas.

3. Tanda-tanda pelepasan plasenta :


• Semburan darah dengan tiba-tiba
Semburan darah ini disebabkan karena penyumbatan retroplasenter pecah saat
plasenta lepas.
• Pemanjangan tali pusat
Hal ini disebabkan karena pasenta turun ke segmen uterus yang lebih bawah atau
rongga vagina.
• Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular (bulat)
Perubahan bentuk ini disebabkan oleh kontraksi uterus.
• Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam abdomen
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sesaat setelah plasenta lepas TFU akan
naik, hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen uterus yang
lebih bawah.
4. Perubahan Fisiologis Kala III

Banyak perubahan fisiologis normal terjadi selama kala satu dan dua persalinan, yang
berakhir ketika plasenta dikeluarkan, dan tanda-tanda vital wanita kembali ke tingkat
sebelum persalinan selama kala tiga :
• Tekanan Darah
Tekanan sistolik dan tekanan diastolik mulai kembali ke tingkat sebelum persalinan.
• Nadi
Nadi secara bertahap kembali ke tingkat sebelim melahirkan
• Respirasi
Kembali bernapas normal
• Aktivitas Gastrointestinal
Jika tidak terpengaruh obat-obatan, motilitas lambung dan absrobsi kembali mulai ke
aktivitas normal. Wanita mengalami mual dan muntah selama kala tiga adalah tidak wajar

5. Manajemen Aktif kala III


Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala, mencegah perdarahan, dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan kala III fisiologis.
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan di mana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta
yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III.
Keuntungan –keuntungan manajemen aktif kala III adalah sebagai berikut.
1. Persalinan kala III yang lebih singkat
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah
3. Mengurangi kejadian retensio plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri atas tiga langkah utama, yaitu sebagai berikut.
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
3. Masase fundus uteri.
1. Pemberian Suntikan Oksitosin
Oksitosin 10 IU secara IM dapat diberikan dalam 1 menit setelah bayi lahir dan dapat
diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir. Berikan oksitosin 10 IU secara IM
pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.

2.Penegangan Tali Pusat Terkendali


Tempatkan klem pada ujung tali pusat±5 cm dari vulva, memegang tali pusat dari jarak
dekat untuk mencegah avulsi pada tali pusat. Saat terjadi kontraksi yang kuat, plasenta
dilahirkan dengan penegangan tali pusat terkendali kemudian tangan pada dinding
abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan atas (dorso kranial) korpus.
Lahirkan plasenta dengan penegangan yang lembut dan keluarkan plasenta dengan
gerakan ke bawah dan ke atas mengikuti jalan lahir. Ketika plasenta muncul dan keluar
dari dalam vulva, kedua tangan dapat memegang plasenta searah jarum jam untuk
mengeluarkan selaput ketuban.

3.Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri


Segera setelah plasenta dan selaput dilahirkan, dengan perlahan tetapi kukuh lakukan
masase uterus dengan cara menggosok uterus pada abdomen dengan gerakan melingkar
untuk menjaga agar uterus tetap keras dan berkontraksi dengan baik serta untuk
mendorong setiap gumpalan darah agar keluar.
Sementara tangan kiri melakukan massage uterus, periksalah plasenta dengan tangan
kanan untuk memastikan bahwa kotiledon dan membrane sudah lengkap (Seluruh lobus
di bagian maternal harus ada dan bersatu/utuh, tidak boleh ada ketidaketeraturan pada
bagian pinggir-pinggirnya, jik hal tersebut ada, berarti menandakan ada sebagian
fragmen plasenta yang tertinggal).

Memeriksa plasenta, selaput ketuban dan tali pusat


Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai tindakan
antisipasiapabila ada sisa plasenta baik bagian kotiledon ataupun selaputnya. Penolong
haruslah memastikan betul plasenta dan selaputnya betul-betul utuh (lengkap), periksalah sisi
maternal (yang melekat pada dinding uterus) dan sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk
memastikan apakah ada lobus tambahan, serta selaput plasenta dengan cara menyatukan
kembali selaputnya.
Pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perineum, serta tanda-tanda vital
termasuk higine
Periksalah kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi, jika uterus masih belum berkontraksi dengan baik, ulangi masase fundus uteri.
Ajarkan ib dan keluarganya cara melakukan masase uterus hingga mampu untuk segera
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik. Periksa uterus setiap 15 menit pada satu jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
Selain itu, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah mengetahui apakah terjadi
robekan jalan lahir dan perineum dengan cara melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
ibu jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang telah dibalut kasa untuk memeriksa bagian
dalam vagina, bila ada kecurigaan robekan pada serviks dapat dilakukan pemeriksaan dengan
speculum untuk memastikan lokasi robekan serviks. Laserasi perineum dapat diklasifikasikan
menjadi empat yaitu sebagi berikut :

1. Derajat satu : mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit


2. Derajat dua : derajat satu + otot perineum
3. Derajat tiga : Derajat dua + otot sfingter ani
4. Derajat empat : derajat tiga + dinding depan rectum

Observasi yang lain adalah tanda-tanda vital ibu. Pengawasan ini juga dilakukan secara
ketat untuk mengetahui keadaaan umum ibu dan tanda-tanda yang patologis (misalnya syok).
Tindakan ini dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua
pascapersalinan, demikian halnya dengan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh
akan memengaruhi kontraksi uterus yang juga dapat menyebabkan perdarahan. Kebersihan
vulvadan vagina ibu juga harus jadi perhatian penolong untuk mencegah terjadinya infeksi.

Penatalaksanaan dengan menunggu (fisiologis, Pasif)

Penataaksanaan pasif
Penatalaksanaan pasif adalah penatalaksanaan kelahiran plasenta tanpa intervensi-tanpa
obat oksitosin, tanpa pengkleman tali pusat kecuali jika denyutan telah berhenti, tapa
terkendali. Kelahiran plasenta terjadi atas upaya ibu, dibantu gaya gravitasi dan bayi yang
mengisap payudara ibu. Terlihat tanda-tanda pelepasan dan penurunan plasenta. Hal ni
berkaitan dengan kehilangan darah yang lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh
pengukuran darah yag lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh pengukuran dara yang
lebih akurat. Seama darah yang keluar tidak terlalu banyak dan kondisi ibu tidak memburuk,
perdarahan tersebut masih bersifat fisiologis yang masih dapat diatasi oleh tubuh ibu.
Penatalaksanaan fisiologis atau pasif terhadap persalinan kala III memerlukan waktu yang
lebih lama daripada penatalaksanaan kala III yang aktif, yaitu sampai satu jam. Selama kondisi
ibu tetap stabil, tanpa perdarahan yang berlebihan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saat ini
merupakan waktu yang tepat untuk memulai pemberian ASI, yang memberikan manfaat
tambahan berupa peningkatan pelepasan oksitosin yang meningkatkan kontraksi uterus.
Prinsip Penatalaksanaan Pasif
• Bidan masih memakai sarung tangan yang telah dipakai untuk menolong kelahiran bayi
• Catat waktu kelahiran bayi
• Anjurkan ibu untuk menggunakan posisi tubuh tegak
• Letakkan pispot atau wajah lain yang sesuai di bawah ibu untuk menampung plasenta
yang akan keluar
• Observasi kondisi ibu secara menyeluruh, terutama untuk adanya perdarahan per
vaginam, dan ukur nadi ibu setiap 15 menit sekali atau lebih sering sesuai indikasi
• Jangan menyentuh tali pusat, biarkan tali pusat berhenti berdenyut secara lami
• Anjurkan dan bantu ibu untuk menyusui
• Jangan melakukan palpasi pada uterus kecuali jika terjadi perdarahan hebat
• Anjurkan ibu untuk melahirkan plasenta dengan kekuatannya sendiri, mengejan untuk
mengeluarkan plasenta
• Catat waktu plasenta keluar (biasanya dalam satu jam setelah bayi lahir)
• Tali pusat dapat diklem kemudian dipotong bila telah berhenti berdenyut, pasang klem
3-4cm dri dinding perut bayi (lebih jauh bila bayi praterm, karena dapat diperlukan
kateterisasi pada vena umbilikalis ; prosedur tersebut akan lebih berhasil bila tali pusat
lebih panjang)
• Kaji kondisi ibu, catat kondisi uterus, jumlah darah yang keluar, nadi dan tekanan darah
setelah kala III berakhir. Kondisi saluran genitalia juga harus diperiksa, dilakukan
penjahitan bila perlu
• Bantu ibu ke posisi yang nyaman, ganti semua kain yang kotor, bila hasil observasi ibu
semua dalam batas normal, biarkan ibu bersama bayinya (bersama suami atau orang
yang menemaninya selama persalinan) , pastikan bahwa bel panggil terletak ditempat
yang mudah dijangkau ibu.
• Periksa plasenta dan catat jumlah darah yang keluar
• Buang plasenta dan bereskan alat dengan benar
• Dokumentasikan hasil dan lakukan tindakan yang sesuai
PERTEMUAN VII
PROSEDUR KETERAMPILAN ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

1. Prosedur Pengkajian Awal Data Ibu Bersalin


PENILAIAN AWAL IBU BERSALIN
No. Dokumen 026-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru Lahir/SOP/Akbid-
Al ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman 4 Halaman
Pengertian Suatu tindakan yang dilaksanakan untuk melakukan penapisan pada
ibu bersalin.
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan penilaian ibu bersalin.
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.

Prosedur A. Anamnesis
1. Meyambut ibu dan keluarga dengan sopan dan ramah.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menanyakan identitas ibu.
4. Melakukan pengkajian ulang / tanyakan mengenai
▪ Gravida dan para
▪ Usia kehamilan
▪ HPHT
▪ Riwayat alergi obat-obatan tertentu
▪ Gerakan janin pertama kali dirasakan
5. Melakukan pengkajian ulang / tanyakan mengenai masalah-
masalah dengan kehamilan yang sekarang (lengkapi
penapisan)

No Komplikasi Ya Tidak
1. Riwayat seksio sesarea
terdahulu
2. Pendarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan (<37
mgg )
4. Ketuban pecah dengan
mekonium kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari
24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan
kurang bulan (<37 mgg)
7. Anemia berat
8. Ikterus
9. Tanda / gejala infeksi
10. Preeklamsia/hipertensi dalam
kehamilan
11. TFU 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif
persalinan dengan palpasi
kepala janin masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang
kepala
15. Presentasi majemuk
16. Kehamilan gemelli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
19. Riwayat penyakit yang
menyertai
6. Menanyakan pernah melakukan pemeriksaan antenatal (jika
ya, periksa buku KIA)
7. Menanyakan masalah selama kehamilan
8. Menanyakan apa yang dirasakan ibu saat ini
9. Menanyakan mengenai kontraksi :
▪ Kapan mulai terasa
▪ Frekuensi
▪ Durasi
▪ Kekuatannya
10. Menanyakan mengenai adanya cairan vagina :
▪ Pendarahan vagina
▪ Lendir darah
▪ Aliran atau semburan cairan : kapan, Warna dan Bau
11. Menanyakan mengenai gerakan janin
12. Menanyakan mengenai istirahat terakhir dan berapa lama
13. Menanyakan mengenai kapan makan terakhir
14. Menanyakan mengenai terakhir buang air kecil dan buang air
besar
15. Menanyakan riwayat kehamilan sebelumnya :
- Masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya
- Berat badan bayi yang dilahirkan sebelumnya
- Bayi bermasalah pada kehamilan / persalinan sebelumnya
16. Menanyakan riwayat medis lainnya (masalah pernapasan,
hipertensi, gangguan jantung, berkemih, dll)
17. Menanykaan masalah medis saat ini (masalah pernapasan,
hipertensi, gangguan jantung, berkemih, dll)
18. Mencatat temuan pada status pasien
B. Pemeriksaan fisik
1. Mempersiapkan alat
▪ Tensimeter
▪ Stetoskop
▪ Termometer
▪ Reflex hammer
▪ Metlin
▪ Stetoskop monoaural
▪ Jam tangan
▪ Baskom berisi larutan klorin 0.5 %
▪ Saung tangan DTT atau steril dalam bak DTT atau
steril
▪ Kapas DTT dalam kom DTT
▪ Tempat sampah medis
▪ Partograf
▪ Status klien
2. Mencuci tangan sebelum pemeriksaan fisik
3. Menunjukan sikap ramah dan sopan
4. Meminta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya (jika
perlu, periksa jumlah urine, protein dan aseton dalam urine)
5. Menilai keadaan umum ibu, tingkat nyeri kontraksi
6. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk akurasi TD
dan Nadi ibu, pemeriksaann di antara dua kontraksi
7. Melakukan pemeriksaan adanya oedema pada muka
8. Melakukan pemeriksaan adanya warna kuning pada sklera
9. Melakukan pemeriksaan pucat pada mata dan mulut
10. Melakukan pemeriksaan abdomen :
▪ Bekas luka operasi
▪ Tinggi fundus uteri
▪ Pemeriksaan leopold
▪ Penurunan bagian terrendah dengan perlimaan
▪ Kontraksi uterus : frekuensi, durasi, intensitas his
11. Melakukan penilaian detak jantung janin setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan DJJ dalam batas normal (120-160
kali per menit)
C. Pemeriksaan dalam
1. Mencuci tangan dengan sabun dan air serta mengeringkannya
dengan handuk kering dan bersih.
2. Menjelaskan prosedur tindakan kepada ibu dan
memberitahukan kemungkinan ketidaknyamanan.
3. Menggunakan saung tangan DTT atau steril pada kedua
tangan.
4. Menggunakan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT basuh
Labia secara hati-hati, seeka dari depan ke belakang untuk
menghindarkan kontaminasi feses (tinja)
5. Melakukan pemeriksaan genitalia luar. Perhatikan apakah ada
luka atau massa termasuk kondilomata, varikositas vulva atau
rectum atau luka parut di perineum.
6. Menilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah,
perdarahan pervaginam atau meconium.
7. Menilai vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan
adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy
sebelumnya.
8. Dengan hati-hati pisahkan labia mayora dengan jari manis dan
ibu jari. Masukan jari telunjuk yang diikuti jari tengan. Nilai :
▪ Penipisan dan konsistensi serviks
▪ Pembukaan serviks
▪ Penurunan, presentasi dan posisi
▪ Bagian lain yang menumbung
9. Melakukan dekontaminasi sarung tangan dengan cara
mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kotor ke dalam larutan klorin 0,5 % dan kemudian lepaskan
dalam keadaan terbalik serta meredamnya didalam larutan
tersebut selama 10 menit. Cuci kedua tangan.
10. Memberitahu ibu dan keluarganya tentang hasil pemeriksaan.
11. Memberikan asuhan sayang ibu.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan serta asuhan lainnya
pada partograf atau status ibu.
2. Prosedur Tindakan Amniotomi

AMNIOTOMI
No. 028-Asuhan Persalinan Dan
Dokumen Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 2 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pemecahan ketuban yang dilakukan sesuai indikasi
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan amniotomi pada persalinan
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.

Prosedur A. Persiapan Diri


1. Menyiapkan alat
▪ Pemecah ketuban 1 buah
▪ Sarung tangan DTT/steril 1 pasang
▪ Kapas DTT dan air DTT dalam kom secukupnya
▪ Bengkok
▪ Larutan klorin 0.5 %
▪ Partograf
▪ Pena
▪ Pinnard/fetoskop/Doppler
▪ Jam yang mempunyai jarum detik
2. Melakukan informed consent
3. Mencuci kedua tangan
4. Memakai sarung tangan DTT atau steril

B. Pelaksanaan tindakan
5. Melakukan pemeriksaan dalam diatara kontraksi dengan
hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk
memastikan bahwa kepala telah masuk dengan baik dan
bahwa tali pusat dan/atau bagian-bagian tubuh yang kecil
dari bayi tidak bisa dipalpasi. Jika tali pusat atau bagian-
bagian kecil dari bayi bisa dipalpasi, jangan pecahkan
selaput ketuban. Lakukan langkah-langkah
kegawatdaruratan dan rujuk segera.
6. Memecahkan ketuban dengan menggunakan tangan yang
lain, tempatkan pemecah ketuban dengan lembut ke dalam
vagina dan pandu klem dengan jari dari tangan yang
digunakan untuk pemeriksaan hingga mencapai selaput
ketuban
7. Memecahkan selaput ketuban dengan memegang ujung
klem diantara ujung jari pemeriksaan, gerakan jari dengan
lembut untuk menoreh selaput ketuban hingga pecah
8. Mengeluarkan klem dengan tangan yang lain, tempatkan ke
dalam larutan klorin 0.5 % untuk didekontaminasikan.
Biarkan jari tangan pemeriksaan tetap di dalam vagina
utnuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan
bahwa tali pusat atau bagian kecil dari bayi tidak teraba.
Setelah memastikan penurunan kepala dan tidak ada tali
pusat serta bagian-bagian tubuh bayi yang kecil, keluarkan
tangan pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.
9. Menilai estimasi jumlah dan warna caira ketuban, periksa
apakah ada meconium atau darah (lebih banyak dari bercak
bercampur darah yang normal). Jika meconium atau darah
terlihat, lakukan langkah-langkah kegawatdaruratan.

C. Pasca tindakan
10. Mencelupkan sarung tanganke dalam larutan klorin 0.5 %,
lalu lepaskan sarung tangan dan biarkan terendam dilarutan
klorin 0.5 % selama 10 menit
11. Mencuci kedua tangan
12. Melakukan pemantauan ulang DJJ
Mencatat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput,
warna air ketuban dan DJJ
3. Prosedur Tindakan Episiotomi

EPISIOTOMI
No. Dokumen 029-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 2 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan
anus sesuai indikasi
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan episiotomy
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.

Prosedur 1. Persiapan alat :


- Mengecek gunting episiotomy
- Lidokain 1 % tanpa epinefrin, atau lidokain 2% maka
dilarutkan dengan aquadest 1 : 1
- Jarum ukuran 22 cm
2. Memberikan informed choice tentang indikasi episiotomy
3. Menyepakati informed consent
4. Melakukan persiapan diri :
- Gunakan alat pelindung diri
- Cuci tangan 7 langkah efektif
5. Memasang sarung tangan dengan lengkap
6. Memberikan anastesi lokal pada daerah yang akan di episiotomy
7. Menuunda episiotomy sampai perineum menipis dan pucat,
serta kepala bayi sudah terlihat 3 – 4 cm pada saat kontraksi
8. Memasukan dua jari ke dalam vagina diantara kepala bayi dan
perineum. Kedua jari agak diregangkan dan berikan sedikit
tekanan lembut kea rah luar pada perineum
9. Melakukan pengguntingan 2-3 cm ke arah vagina dan 3-4 cm ke
arah perineum dimulai dari tengah fourchett posterior secara
mediolateral dengan mantap.
10. Melakukan tekanan pada luka episiotomy dengan kassa apabila
kepala bayi belum juga lahir
11. Membereskan alat.
4. Prosedur Asuhan Persalinan Normal

ASUHAN PERSALINAN NORMAL


No. Dokumen 027-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 8 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pengeluaran hasil konsepsi (jain dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir secara spontan denga presentasi belakang kepala dan tanpa
komplikasi.
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan asuhan persalinan normal.
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa Barat.

Prosedur A. Persiapan Alat dan Bahan


- Perlindungan Diri : Kacamata, masker dan penutup kepala1 buah
- Baki beralas 1 buah
- Stetoskop1 buah
- Thermometer1 buah
- Tensimeter1 buah
- Monoaural1 buah
- Handuk besar1 buah
- Kain manajemen aktif 1 buah
- Pernel 1 buah
- Kain samping 2 buah
- Celana dalam ibu 1 buah
- Pembalut 1 buah
- Baju bayi 1 buah
- Popok bayi1 buah
- Baskom berisi air DTT 1 buah
- Baskom berisi larutan klorin 1 buah
- Tempat sampah medis 1 buah
- Tempat sampah non medis1 buah
- Spuit dalam kemasan 1 buah
- Celemek 1 buah
- Kom bertutup 2 buah
- Kapas DTTsecukupnya
- Obat-obatan : Betadin secukupnya
- Oksitosin 8 ampul
- Partus set (dalam keadaan steril) :
- Bak instrument 1 buah
- Pemecah ketuban 1 buah
- Gunting episiotomi 1 buah
- Klem tali pusat 2 buah
- Gunting tali pusat 1 buah
- Benang tali pusat 1 buah
- Kom betadin 1 buah
- Kassa secukupnya
- Handscoon5 pasang

B. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua


1. Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
▪ Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
▪ Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada
rectum dan vagina
▪ Perineum tampak menonjol
▪ Vulva dan spingter ani menonjol
C. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana
komplikasi ibu dan BBL.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi siapkan :
▪ Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
▪ 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu
bayi)
▪ Alat penghisap lendir
▪ Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi

Untuk ibu :
▪ Menggelar kain diperut bawah ibu
▪ Menyiapkan oksitosin 10 unit
▪ Alat suntik steril sekali pakai didalam partus set
3. Memakai alat pelindung diri : penutup kepala, kacamata,
masker, celemek, sepau booth.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,
cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang
bersih dan kering.
5. Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan
digunakan untuk periksa dalam
6. Masukan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT atau ateril dan pastikan
tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)

D. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin


7. Membersihkan vulva dan perineum, meyekanya dengna hati-
hati dari anterior (depan) ke posterior (belakang)
menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT.
▪ Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi
tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke
belakang.
▪ Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia.
▪ Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan
dan rendam sarung tangan tersebut ke dalam larutan
klorin 0.5 % langkah #9. Pakai sarung tangan DTT/steril
untuk melaksanakan langkah lanjutan.
8. Melakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap.
▪ Bila selaput ketuban masih utuh saat ketuban sudah
lengkap maka lakukan amniotomi
9. Melakukan dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin
0.5 %, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
rendan dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit). Cuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi
uterus mereda (relaksasi) untuk memastikan bahwa DJJ
masih dalam batas normal (120-160 kali permenit)
▪ Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
▪ Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ
dan semua temuan pemeriksaan dan asuhan yang
diberikan ke dalam partograf

E. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses meneran


11. Memberitahu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang
nyaman dan sesuai dengan keinginannnya.
▪ Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran,
lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan
janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada.
▪ Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada
ibu untuk meneran secara benar.
12. Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran
jika ada rasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada
kondisi ini, ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman.
13. Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa
ingin meneran atau timbul kontaksi yang kuat :
▪ Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
▪ Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan
perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
▪ Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam
waktu yang lama)
▪ Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
▪ Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat
untuk ibu
▪ Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
▪ Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
▪ Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah pembukaan lengkap dan dipimpin meneran 120
menit (2jam) pada primigravida atau 60 menit (1jam)
pada multigravida
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada
dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

F. Persiapan pertolongan kelahiran bayi


15. Meletakkan handuk bersih (unutuk mengeringkan bayi)
diperut bawah ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva
dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas
bokong iu
17. Membuka tutup partus set dan perhatikan kembali
kelengkapan peralatan dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT /steril pada kedua tangan

G. Pertolongan untuk melahirkan bayi


19. Menolong melahirkan bayi setelah tampak kepala bayi
membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala
untuk mempertahankan posisi defleksi dan membantu
lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran secara efektif
atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Melakukan pengecekan adanya lilitan tali pusat (ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan
proses kelahiran bayi. Jika tali pusat melilit leher secara
longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi dan jika tali
pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat
dan potong diantara dua klem tersebut.
21. Menunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara
spontan
Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arcus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
Lahirnya badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk
menopang kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu
sisi dan jari-jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu
dengan jari telinjuk)

H. Asuhan bayi baru lahir


25. Melakukan penilaian (selintas)
▪ Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa
kesulitan ?
▪ Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Bila salah satu jawaban adalah *TIDAK* lanjut ke langkah
resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
Bila semua jawaban adalah *YA* lanjut ke 26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan
verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang
kering. Pastikan bayi dalam kondisi dan posisi aman diperut
bagian bawah ibu.
27. Melakukan pemeriksaan kembali uterus untuk memastikan
hanya satu bayi yang lahir (hamil tunggal) dan bukan
kehamilan ganda (gemelli)
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntikan oksitosin agar
uterus berkontraksi baik. Dalam waktu 1 menit setelah bayi
lahir, suntikan oksitosin 10 Unit (Intramuscular) di 1/3 bagian
distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
oksitosin)
29. Melakukan penjepitan tali pusat setelah 2 menit sejak bayi
(cukup bulan) lahir. Pegang tali pusat dengan satu tangan
pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan
jari tengah tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3
cm proksimal dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik
tersebut tahan klem ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk
dan tengah tangan lain untuk mendorong isi tali pusat kearah
ibu (sekitar 5cm) dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal
dari klem pertama.
30. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
▪ Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali
pusat diantara 2 kelm tersebut.
▪ Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali
pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
▪ Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah
disediakan
31. Meletakan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-
bayi. Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di
dada ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara
ibu dengan posisi lebih rendah dari putting susu atau areola
mame ibu.
▪ Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi
dikepala bayi.
▪ Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit dari dada
ibu paling sedikit 1 jam
▪ Sebagian bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
dini dalam waktu 30 – 60 menit. Menyusu pertama
biasanya berlangsung sekitar 10 -15 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara.
▪ Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun
bayi sudah berhasil menyusu.
I. Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan (MAK III)
32. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm
dari vulva
33. Melakukan pengecekan kontraksi dengan cara satu tangan
diatas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis) untuk
mendeteksi ada tidaknya kontraksi. Tangan lain memgang
klem utnuk menegangkan tali pusat.
34. Melakukan penegangan tali pusat terkendali saat ada
kontraksi kearah bawah sambal tangan yang lain mendorong
uterus kea rah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati
(untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ualngi
prosedur di atas.
▪ Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami
atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting
susu.
35. Mengeluarkan plasenta dengan cara : bila pada penekanan
bagian bawah dinding depan uterus kearah dorsal ternyata
diikuti dengna pergeseran tali pusat kearah distal maka
lanjutkan dorongan kearah cranial hingga plsenta dapat
dilahirkan.
▪ Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan
(jangan ditarik secara kuat terutama jika uterus tak
berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir (kearah
bawah-sejajar-lantai-atas)
▪ Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan
plasenta
▪ Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan
tali pusat:
1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika
kandung kemih penuh
3. Minta keluarga untuk mempersiapkan rujukan
4. Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali
pusat 15 menit berikutnya
5. Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit sejak bayi
lahir atau terjadi perdarahan, maka segera lakukan
plasenta manual
36. Melahirkan kedua plasenta dengan kedua tagan saat plasenta
sudah lahir. Pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta
pada wadah yang telag disediakan.
▪ Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari-jari tangan atau kelm ovum DTT atau steril
untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal
37. Melakukan masase uterus segera setelah plasenta dan selaput
ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan
di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar
dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras)
▪ Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompres Bimanual
Internal, Kompresi Aorta Abdominalis, Tampori
Kondom-Karater) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah rangsangan taktil/masase.

J. Menilai perdarahan
38. Melakukan pemeriksaan pada kedua sisi plasenta (maternal-
fetal) pastiakn plasenta telah dilahirkan lengkap.
Masukan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
39. Melakukan evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi yang luas
dan menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan.

K. Asuhan Pascapersalinan
40. Membersihkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5 % bilas kedua tangan tersebut
dengan air DTT dan keringkan dengan kain yang bersih dan
kering.
41. Memastiakn uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
Evaluasi
42. Memastikan kandung kemih kosong dan uterus berkontraksi
43. Menajarkan ibu keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
44. Melakukan evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
45. Memriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
46. Melakukan pemantauan keadaan bayi dan pastikan bahwa
bayi bernfas dengan baik (40-60x/menit)
▪ Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi,
diresusitasi dan segera rujuk ke rumah sakit
▪ Jika bayi nafas terlalu cepat atau sesal nafas, segera rujuk
ke RS rujukan
▪ Jika kaki bayi teraba dingin, pastiakn ruangan hangat.
Lakukan kembali kontak kulit ke kulit ibu – bayi dan
hangatkan ibu – bayi dalam satu selimut

Kebersihan dan keamanan


47. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0.5 % untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah didekontaminasi.
48. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat
sampah yang sesuai
49. Membersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh
dengan menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban,
lendir dan darah diranjang atau sekitar ibu berbaring. Bantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
50. Memastiakn ibu merasa nyaman. Bantu ibu berikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan
makanan yang diinginkan.
51. Melakukan dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan
klorin 0.5 %
52. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0.5,
balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larytan
klorin 0.5 % selama 10 menit
53. Mencuci kedua tangan dengan sabun di air mengalir,
kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang
kering dan bersih
54. Memakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan
pemeriksaan fisik bayi
55. Melakukan asuhan bayi baru lahir pada 1 jam pertama dengan
: memberikan salep tetes mata profilaksis infeksi, vitamin K1
1 mg IM di paha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi
baru lahir, pernafasan bayi (normal 40-60x/menit) dan
temperature tubuh (normal 36,5° - 37,5° C) setiap 15 menit
sekali
56. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan
bayi didalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat
disusukan
57. Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
rendam dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit
58. Mencuci kedua tangan dengan sabun di air mengalir,
kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang
kering dan bersih
59. Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)periksa
tanda vital dan asuhan kala IV persalinan.
5. Prosedur Tindakan Penjahitan Laserasi

PENJAHITAN LASERASI PERINEUM


No. Dokumen 031-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 3 Halaman
Pengertian Suatu tindakan menyatuakn kembali jaringan luka pada perineum
dengan melakukan penjahitan.
Tujuan Sebagai acuan bidan dalam melakukan penjahitan perineum.
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa Barat.

Prosedur A. Persiapan penjahitan


1. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0.5 %
lepaskan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam klorin
0.5 %
2. Menyiapkan peralatn untuk melakukan penjahitan :
▪ Dalam bak instrument, masukan : sepasang sarung
tangan, pemegang jarum, jarum jahit, chromic catgut atau
catgut no. 2/0 atau 3/0, pinset, kain DTT
▪ Buka alat suntik : sekali pakai 10 ml, masukan ke dalam
bak instrument
▪ Patahkan tabung lidokain (lidokain 1 % tanpa epinefrin),
perkirakan volume lidokain yang akan digunakan,
sesuaikan dengan besar/dalamnya robekan. Bila tidak
tersedia larutan jadi lidokain 1 % dapat digunakan
lidokain 2 % yang diencerkan 1 : 1 dengan menggunakan
aquades steril.
3. Membantu ibu memposisikan bokong pada sudut ujung
tempat tidur, dengan posisi litotomi.
4. Mengatur lampu sorot/senter ke arah vulva/perineum ibu
5. Memakai satu sarung tangan
6. Mengisi tabung suntik 10 ml dengan larutan lidokain 1 %
tanpa epnefrin atau lidokain 2 % dengan di encerkan
aquabides dang anti jarumnya sebelum digunakan pada
pasien
7. Melengkapi pemakaian sarung tangan pada kedua tangan
8. Memasang kain DTT dibawah bokong ibu
9. Membersihkan daerah luka darah atau bekuan darah dan nilai
kembali luas dan dalamnya robekan pada daerah perineum.
Dengan kassa bersih.
B. Anastesi lokal
10. Memberitahu ibu akan disuntik yang akan terasa perih dan
menyengat
11. Menusukan jarum suntik pada ujung luka atau robekan
perineum, masuka jarum suntik secara subcutan sepanjang
tepi luka
12. Melakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang
terhisap. Bila ada darah, Tarik jarum sedikit dan kembali
memasukan. Ulangi lagi aspirasi (cairan lidokain yang masuk
ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan denyut
jantung tidak teratur)
13. Melakukan anastesi dengan suntikan cairan lidokain 1 %
sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
14. Mengarahkan jarum suntik tanpa menarik jarum suntik krluar
dari luka, arahkan jarum suntik sepanjang tepi luka pada
mukosa vagina, lakukan aspirasi, suntikan cairan lidokain 1
% sambal menarik jarum suntik. (bila robekan besar dan
dalam, anastesi daerah bagian dalam robekan dan jalur
suntikan anastesi akan berbentuk seperti kipas : tepi
perineum, dalam luka, tepi mukosa vagina).
15. Melakukan langkah no 11 sampai dengan 14 untuk kedua tepi
robekan
16. Menunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan untuk
mendapatkan jaihtan hasil optimal dari anastesi

C. Penjahitan robekan
17. Melakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat
robekan. Jika ada pendarahan yang terlihat menutupi luka
episiotomy pasang tampon atau kassa dalam vagina.
(sebaiknya menggunkan tampon berekor benang)
18. Menempatkan jarum jahit pada pemegang jarum, kemudian
kunci pemegang jarum
19. Memasang benang jahit (chromic 2-0) pada mata jarum
20. Melihat dengan jelas batas luka episiotomy
21. Melakukan penjahitan pertama ± 1 cm diatas puncak luka
robekan di dalam vagina, ikat jahitan pertama dengan simpul
mati. Potong ujunng benang yang bebas (ujung benang tanpa
jarum) hingga tersisa ± 1 cm
22. Menjahit mukosa vagina dengan menggunakan jahitan
jelujur hingga tepat dibelakang lingkaran hymen. (jarak antar
jahitan ± 1 cm).
Bila menggunakan benang plain catgut, buat simpul mati
pada jahitan jelujur dibelakang lingkaran.
Ket : plain catgut daya serap 7-12 hari, sehingga kekuatannya
perlu dihitungkan sedangkan chromic daya serapnya lebih
lama.
23. Menusukan jarum pada mukosa vagina dari belakang
lingkaran hymen hingga menembus luka robekan bagian
perineum.
Bila robekan yang terjadi sangat dalm :
▪ Lepaskan jarum dari benang
▪ Ambil benang baru dan pasang pada jarum
▪ Buat jahitan terputus pada robekan bagian dalam untuk
menghindari rongga bebas/dead space
▪ Gunting sisa benang
Pasang kembali jarum pada benang jahitan jelujur semula
24. Teruskan jahitan jelujur pada luka perineum sampai kebagian
bawah luka robekan.
Bila menggunakan benang plain catgut, buat simpul mati
pada jahitan jelujur paling bawah.
25. Menjahit jaringan subcutis kanan kiri ke arah atas hingga
tepat dimuka lingkaran hymen
26. Menusukan jarum dari depan lingkaran hymen ke mukosa
vagina di belakang lingkaran hymen. Buat simpul mati
dibelakang lingkaran hymen dan potong benang hingga
tersisa ± 1 cm
27. Melakukan pengecekan anus dengan memasukan jari
telunjuk pada rectum dan rabalah dinding atas rectum. (bila
teraba jahitan, ganti sarung tangan dan lakukan penjahitan
ulang)
28. Memberitahu ibu agar membasuh perineum dengan sabun
dan air, terutama setelah buang air besar. (arah basuhan dari
bagian muka ke belakang)
6. Prosedur Pemeriksaan BBL

PEMERIKSAAN FISIK BAYI BARU LAHIR


No. Dokumen 033-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 3 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pemeriksaan yang dilaksankan untuk mendeteksi
adanya komplikasi pada bayi baru lahir dalam 24 jam pertama
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan pemeriksaan fisik pada bayi
baru lahir.
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012. Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial. Kemenkes RI
1. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa Barat.

Prosedur A. Persiapan Alat


1. Penlight : 1 buah
2. Meteran gulung : 1 buah
3. Stetsokop bayi : 1 buah
4. Thermometer digital (disertai ujung lentur) : 1 buah
5. Kom kecil berisi tissue secukupnya : 1 buah
6. Bengkok : 1 buah
7. Kain pernel : 1 buah
8. Kom tutup berisi air DTT : 1 buah
9. Mikrotoil (alat mengukur tinggi badan) : 1 buah
10. Timbangan bayi : 1 buah
11. Celemek : 1 buah
12. Baskom berisi cairan klorin 0.5 % : 1 buah
13. Baskom berisi air DTT : 1 buah
14. Tempat sampah medis : 1 buah
15. Tempat sampah non medis : 1 buah
16. Handuk tangan pribadi : 1 buah
17. Bak instrument sedang steril : 1 buah, berisi :
18. Sarung tangan (DTT) : 2 pasang
19. Pengikat tali pusat steril/DTT
20. Tongue spatel plastik yang ujungnya sudah dibungkus
kassa : 1 buah
B. Persiapan diri
1. Memakai celemek/barak shot
2. Mencuci tangan 6 langkah dengan sabun dan di aiar
mengalir dan keringkan
3. Memakai sarung tangan DTT

1. Menilai keadaan umum


a. Menilai keseluruhan (perbandingan bagian tubuh bayi
proporsional/tidak)
b. Bagian kepala, badan dan ekstremitas (pemeriksaan
adanya kelainan)
c. Tonus otot, tingkat aktifitas (gerakan bayi aktif atau
tidak)
d. Warna kulit dan bibir (kemerahan/kebiruan)
e. Tangis bayi (melengking,merintih,normal)

2. Tanda-tanda vital
a. Pemeriksaan laju nafas dengan melihat tarikan nafas pada
dada menggunakan petunjuk waktu. Laju nafas normal
40-60 permenit, tidak ada wheezing dan ronchi
b. Periksa laju jantung dengan menggunakan stetoskop dan
penunjuk waktu. Laju jantung normal 100-120 permenit,
tidak terdengar murmur jantung
c. Periksa suhu dengan menggunakan thermometer aksila.
Suhu normal 36,5-37,5°C

3. Melakukan penimbangan berat badan. Sebelum menimbang


bayi, letakkan kain pada timbangan agar bayi tidak
kehilangan panas. Berat badan lahir normal adalah 2500-
4000 gr.
4. Melakukan pengukuran panjang badan. Pengukuran
dilakukan dari ujung kepala sampai ke tumit, panjang badan
ynag normal adalah 45-50 cm
5. Memeriksa bagian kepala bayi
a. Memeriksa fontanel/ubun-ubun : fontanel anterior (ubun-
ubun besar), dan fontanel posterior (ubun-ubun kecil)
b. Memeriksa sutura untuk memastikan adanya molase
c. Penonjolan atau daerah mencekung. Periksa adanya
kelainan baik karena trauma persalinan (caput
succedenum, cephal hematoma) atau adanya cacat
congenital (hydrocephalus)
d. Mengukur lingkar kepala untuk mengukur ukuran fontal
occipitalis kepala bayi.
6. Memeriksa mata akan tanda-tanda infeksi dan kelianan.
Untuk meni,ai ada tidaknya Strabismus (koordinasi gerakan
mata yang belum sempurna), kebutaan seperti jarang
berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang, katarak
kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
7. Memeriksa telinga akan dihubungkan letak dengan mata dan
kepala serta ada tidaknya gangguan pada pendengaran
8. Memriksa hidung dan mulut, langit-langit, bibir dan reflex
hisap dan rooting. Perhatikan adanya kelainan congenital
seperti labiopalatoskizis.
9. Memeriksa leher bayi. Perhatikan adakah pembesaran atau
benjolan dengan mengamati pergerakan leher apabila terjadi
keterbatasan dalam pergerakannya maka kemungkinan
terjadi kelainan pada tulang leher seperti kelainan tiroid
10. Memeriksa dada. Perhatikan bentuk dada dan putting susu
bayi. Jika tidak simetris kemungkinan bayi mengalami
pneumotoraks, hernia diafragma
11. Memeriksa bahu, lengan dan tangan. Perhatikan gerakan dan
kelengkapan jari tangan untuk mengetahui adanya
kelemahan, kelumpuhan dan kelaianan bbentuk jari
12. Mengkaji adanya reflex moro : melakukan rangsangan
dengan suara keras secara tiba-tiba, maka bayi akan
melengkungkan punggungnya, kaki dan tangan akan
melakukan gerakan ekstensi dan lengan akan tersentak
keatas dengan telapak tangan k etas dan ibu jarinya bergerak
fleksi
13. Memeriksa bagian perut. Perhatikan bagaimana bentuk
adakah penonjolan sekitar tali pusat, perdarahan tali pusat
dan benjolan
14. Memeriksa genitalia. Yang perlu diperhatikan :
a. Laki-laki
- Testis berada pada skrotum dan pastikan jumlahnya,
normal : 2 buah
- Penis berlubang dan pastikan lubang ada ditengah dan
diujung penis
b. Perempuan
- Vagina berlubang
- Uretra berlubang
- Terdapat labia minora dan labia mayora
15. Memeriksa tungaki dan kaki. Periksa gerakan dan
kelengkapan jari kaki untuk mengetahui adanya kelemahan,
kelumpuhan dan kelainana bentuk jari.
16. Memeriksa punggung. Observasi dan lakukan perabaan pada
punggung untuk memastikan tidak ada
cekungan/benjolan/sfina bifida
17. Memeriksa anus. Pastikan adanya lubang anus (telah
mengeluarkan meconium)
18. Memeriksa kulit. Perhatikan adanya verniks, pembengkakan
atau bercak hitam serta tanda lahir.
7. Prosedur Imunisasi HB0

PEMBERIAN IMUNISASI HEPAITIS B


No. Dokumen 034-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 3 Halaman
Pengertian Suatu tindakan yang dilaksanakan pemberian kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukan vaksin HBV kedalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit hepatitis B
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan pemberian vaksin HBV
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012. Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial. Kemenkes RI. Jakarta
3. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa Barat.

Prosedur A. Persiapan
1. Meyapa ibu dan bayi dengan ramah, perkenalkan diri.
2. Mengumpulakn data-data pribadi ibu dan bayi :
a. Nama bayi
b. Tanggal lahir
c. Berat badan lahir
d. Usia kehamilan saat bayi dilahirkan
3. Menanyakan tujuan kedatangan ibu (apakah ibu datang
untuk imunisasi/untuk yang lainnya)

B. Konseling Pra Imunisasi


1. Menjelaskan jadwal imunisasi Hepatitis B0
Imunisasi Hepatitis B0 diberikan dalam waktu 12 jam setelah
bayi lahir pada bayi aterm dan berat badan > 2000 gram.
Imunisasi dapat diberikan 1 jam setelah pemberian vit K pada
bayi baru lahir.
2. Menjelaskan cara pemberian imunisasi Hepatitis B :
Imunisasi Hepatitis B diberikan dengan cara menyuntikan 0,5
ml vaksin secara IntraMuscular (IM) pada daerah paha
anterolateral di vastus lateralis.
3. Menjelaskan efek samping imunisasi Hepatitis B : Nyeri,
kemerahan dan pembengkakan pada tempat penyuntikan
yang berkurang setelah 2 hari pasca penyuntikkan.
4. Melakukan Informed consent
C. Persiapan Alat
1. Persiapan alat dan bahan :
a. Cold pack, berisi : Vaksin HB uniject : 1 buah
b. Bak instrument, berisi : sarung tangan bersih : satu
pasang
c. Kom berisi kapas basah DTT : 1 buah
d. Kom berisi kapas kering : 1 buah
e. Bengkok : 1 buah
f. Termometer : 1 buah
g. Timbangan bayi : 1 buah
h. Baskom berisi larutan klorin 0.5 % : 1 buah
i. Sabun antiseptic : 1 buah
j. Handuk pribadi : 1 buah
k. Tempat sampah : medis, non medis, safety box
l. Buku catatan imunisasi bayi
m. Alat tulis
2. Memastikan jenis vaksin, tanggal kadaluwarsa dan VVM
3. Memakai celemek/barak shot
4. Mencuci tangan 6 langkah dengan sabun dan air mengalir
lalu keringkan
5. Memakai sarung tangan
6. Mengamati keadaan umum bayi : tingkat kesadaran
(tangisan,gerakan)
7. Melakukan pengukuran suhu pada daerah aksila. Suhu
norma bayi antara 36,5-37,5°C
8. Mengamati tanda-tanda ikterik (kuning pada sclera dan
kulit)
9. Melakukan penimbangan berat badan bayi.

D. Pelaksanaan imunisasi
1. Mengambil vaksin dari cold pack
2. Memeriksa label jenis vaksin untuk memastikan bahwa
uniject tersebut memasang berisi vaksin Hepatitis B
3. Memeriksa tanggal kadaluwarsa
4. Mengunci HB uniject, kemudian melepas tutup jarum tanpa
menyentuh jarum
5. Menentukan daerah suntikan di paha anterolateral dan
membersihkan daerah suntikan dengan kapas DTT.
6. Menusukkan jarum vaksin secara intramuscular (IM),
membentuk sudut 90°. Tidak perlu dilakukan aspirasi
7. Mencabut needle kemudian usap daerah lokasi penyuntikan
dengan kapas kering tanpa melakukan masase.
8. Buang uniject yang telah dipakai tersebut ke safety box
9. Membereskan alat-alat, buang sampah ke dalam tempatnya
sesuai jenis dan dekontaminasi
10. Mencuci tangan
11. Mendokumentasikan asuhan yang telah dilaksanakan.
8. Prosedur Pemberian Salep Mata

PEMBERIAN SALEP MATA PADA BAYI


No. Dokumen 035-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 1 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pemberian salep mata antibiotik 1 % pada bayi baru
lahir untuk mencegah infeksi
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan pemberian salep mata pada
bayi baru lahir
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012. Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial. Kemenkes RI. Jakarta
3. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa Barat.

Prosedur 1. Persiapan alat :


a. Salep mata
b. Bengkok
c. Kassa
2. Mencuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
kemudian keringkan
3. Menjelaskan pada keluarga tentang maksud dan tujuan
pemberian salep mata.
4. Memposisikan bayi dengan nyaman
5. Tarik kelopak mata bagian bawah kearah bawah
6. Memberikan salep mata pada mata bayi dalam satu garis lurus
dari bagian terdekat hidung menuju bagian luar mata
7. Ujung tabung salep mata tidak boleh menyentuh mata bayi
8. Memberitahu keluarga untuk tidak menghpus salep mata
9. Mencatat hasil asuhan
9. Prosedur Pemberian Vit K
PEMBERIAN SUNTIKAN VITAMIN K
No. Dokumen 036-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 2 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pemberian suntikan vitamin K untuk mencegah
terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru
lahir.
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan pemberian suntikan vitamin K
Referensi 1. JPNKR. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta
2. DIRJEN Direktorat Kesehatan Keluarga. 2012. Modul
Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Pedoman Teknis
Pelayanan Kesehatan Dasar. Kemenkes RI. Jakarta
3. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.
Prosedur A. Persiapan Alat
1. Sarung tangan steril 1 pasang
2. Obat injeksi vitamin K 1 ampul
3. Spuit disposable 1 cc
4. Kapas DTT

B. Pelaksanaan
Pastikan ruangan tertutup dan hangat
1. Menyapa orang tua dengan ramah
2. Menjelaskan pada orang tua tujuan dan maksud tindakan
yang akan dilakukan
3. Mencuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Memotong vial vitamin K
6. Mengisi spuit dengan vitamin K sebanyak 1 mg dosis
tunggal
7. Mempersiapkan posisi bayi (penyuntikan dilakukan di 1/3
bagian atas dan tengah anterolateral paha kiri)
8. Membersihkan tempat penyuntikan dengan kapas DTT
9. Melakukan penyuntikan dengan sudut 90° pada anterolateral
paha kiri
10. Membuat spuit pada safety box
11. Memberitahu orang tua hasil pemberian suntikan
12. Membereskan alat
13. Merapikan bayi
14. Mencuci tangan
15. Mendokumentasikan tindakan dan hasil temuan.

Anda mungkin juga menyukai