Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR
TINJAUAN MATA KULIAH
PERT I FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN .................
PERT II KEBUTUHAN IBU BERSALIN .....................................................................
PERT III DETEKSI DINI PERSALINAN ......................................................................
PERT IV PROSEDUR KETERAMPILAN ASUHAN PERSALINAN ..........................
PERT V MANAJEMEN PERSALINAN KALA I .........................................................
PERT VI MANAJEMEN PERSALINAN KALA II……………………………………..
PERT VII MANAJEMEN PERSALINAN KALA III……………………………………
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga modul ini dapat diselesaikan.
Buku ajar ini disusun sesuai dengan silabus Asuhan Kebidanan Persalinan
Akademi Kebidanan Al-Ikhlas, sehingga mudah untuk melengkapi materi
berkaitan dengan Asuhan Kebidanan Persalinan.
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan mengecil dibagian bawah. Tulang
kelangkang terletak diantara kedua tulang pangkal paha.
3. Jenis Platipeloid
Seperti panggul jenis ginekoid, hanya mengalami penyempitan pada arah muka belakang.
Jenis ini ditemukan pada 5% wanita.
4. Jenis Antropoid
Mempunyai ciri berupa bentuknya yang lonjong seperti telur, panggul jenis ini ditemukan
pada 35% wanita.
c. Kavum Pelvik
Kavum pelvik berada diantara pintu atas panggung (PAP) dan pintu bawah panggung
(PBP), terdiri dari 2 bagian penting.
a. Bidang dengan Ukuran Terbesar (Bidang Terluas Panggul)
1. Merupakan bagian yang terluas dan bentuknya hampir seperti lingkaran
2. Batas-batas
a) Anterior: titik tengah permukaan belakang tulang pubis
b) Lateral: sepertiga bagian atas dan tengah foramen obturatorium
c) Posterior: hubungan antara vertebra sakralis kedua dan ketiga
3. Diameter-diameter penting
a) Diameter anteroposterior adalah jarak antara titik tengah permukaan belakang tulang
pubis dengan hubungan antara vertebra sakralis kedua dan ketiga, panjangnya adalah
12,75 cm
b) Diameter transversa adalah jarak terbesar tepi lateral kanan dan kiri bidang tersebut,
panjangnya 12,5 cm
b. Bidang dengan Ukuran Terkecil (Bidang Tersempit Panggul)
1. Bidang terpenting dalam panggul, memiliki ruang yang paling sempit dan ditempat ini
paling sering terjadi macetnya persalinan.
2. Batas-batas
a) Tepi bawah simfisis pubis
b) Garis putih pada fasia yang menutupi foramen obturatorium
c) Spina ishciadica
d) Ligamentum sacrospinosum
e) Tulang sakrum
3. Diameter-diameter penting
a) Diameter anteposterior
b) Dari tepi bawah simfisis pubis ke perhubungan antara vertebra sakralis ke 4 dan ke 5
memiliki ukuran 12 cm
c) Diameter transversa
d) Antara spina ishciadica kanan dan kiri, memiliki ukuran 10,5 cm
e) Diameter sagitalis
f) Dari distansia interspinarium ke perhubungan antar vertebra sakralis ke 4 dan ke 5,
memiliki ukuran 4,5 sampai 5 cm (Sulistyawati, dkk, 2012).
d. Pintu Bawah Panggul (PBP)
Pintu bawah panggul bukan merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun atas dua
bidang yang masing-masing berbentuk segitiga. Bidang pertama dibentuk oleh garis antara
kedua buah tuber os. Ishcii dengan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk
lengkung kebawah dan merupakan sudut (arcus pubis), dalam keadaan normal sudutnya
sebesar 90 derajat, bila kurang dari itu maka kepala bayi akan sulit untuk dilahirkan (Ari
sulistyawati, dkk, 2012).
e. Bidang Hodge
1. Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas simfisis dan
promontorium
2. Hodge II : bidang yang sejajar Hodge I setinggi bagian bawah simfisis
3. Hodge III : bidang yang sejajar Hodge I setinggi spina ishcidica
4. Hodge IV : bidang yang sejajar Hodge I setinggi tulang Koksigis (Sulistyawati, dkk, 2012).
Ukuran-Ukuran Luar Panggul
1. Distansia Spinarum
Jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dekstra, jaraknya 24-26 cm
2. Distansia Kristarium
Jarak terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka kanan dan kiri, jaraknya
28-30 cm
3. KonjugataEksterna/Boudelogue
Merupakan jarak antara bagian atas simfisis dan prosesus spinosus lumbal 5, jaraknya 18-20
cm
4. DistansiaIntertrokantrika
Merupakan jarak antara kedua trokanter mayor
5. Distansia Tuberum
Jarak antara tuber ishcii kanan dan kiri. Untuk mengukurnya dipakai jangka pangggul
osdeander, jaraknya 10,5 cm (Sulistyawati, dkk, 2012).
f. Dasar Panggul
Dasar panggul adalah diafragma muskolar yang memisahkan antara kavum pelvik
disebelah atas dengan ruang perineum disebelah bawah. Fungsi dasar panggul adalah
menyangga organ-organ dalam panggul (Sulistyawati, dkk, 2012).
Otot-Otot Dasar Panggul
1. Muscullus Levator Ani
a. Mempunyai origi disebelah lateral dan insersio dibagian tengah tempat otot dari salah
satu sisi bertemu dengan otot sisi yang lain
b. Arah serabutnya dari origo ke insersio adalah kebawah dan tengah. Tiap muskulus
levator ani mempunyai origo pada sisi posterior pubis,tendo arcuata fasia pelvina, dan
permukaan dalam spinal ischiadika
c. Musculus levator ani terdiri dari.
1) Muscullus pubococcygeus
Merupakan bagian dari dasar panggul yang paling penting, paling dinamis, dan
khusus. Otot ini terletak digaris tengah ditembus oleh uretra, vagina, dan rektum.
Otot ini seringkali robek pada proses persalinan
2) Muscullus iliococcygeus
Timbul dari garis putih fasia pelvina dibelakang kanalis obturatorius, bersatu
dengan m. Puboccygeus propria dan berinsersi pada tepi lateral tulang koksigis.
Otot-otot tersebut kurang dinamis dibandingkan dengan m. Pubococcygeus
(Sulistyawati, dkk, 2012).
3) Musculus Ischiococcygeus
Otot ini berigo pada spina ischiadica dan berinsersio pada tepi lateral tulang
koksigis serta vertebra sakralis ke-5 (Sulistyawati, dkk, 2012).
5. Penolong
Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai legalitas dalam
menolong persalinan antara lain dokter, bidan serta mempunyai kompetensi dalam menolong
persalinan, menangani kegawatdaruratan serta melakukan rujukan jika diperlukan. Penolong
persalinan selalu menerapkan upaya pencegahan infeksi yang dianjurkan termasuk diantaranya
cuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung pribadi serta
pendekontaminasian alat bekas pakai (Rukiyah, 2009).
PERTEMUAN II
KEBUTUHAN DASAR IBU BERSALIN
Ada lima kebutuhan dasar bagi wanita dalam persalinan menurut Lesser & Keane ialah:
- Asuhan fisik dan psikologis
- Kehadiran seorang pendamping secara terus menerus
- Pengurangan rasa sakit
- Penerimaaan atas sikap dan perilakunya
- Informasi dan kepastian tentang hasil persalinan yang aman.
Hasil penelitian (RCT) telah memperlihatkan efektifnya dukungan fisik, emosional dan psikologis
selama persalinan dan kelahiran. Dalam Cochrane Database, suatu kajian ulang sistematik dari 14
percobaan-percobaan yang melibatkan 5000 wanita memperlihatkan bahwa kehadiran seorang
pendamping secara terus menerus selama persalinan dan kelahiran akan menghasilkan:
- Kelahiran dengan tindakan (forceps, vacuum maupun seksio sesaria) menjadi berkurang
- APGAR Score <7 lebih sedikit
- Lamanya persalinan menjadi semakin pendek
- Kepuasan ibu yang semakin besar dalam pengalaman melahirkan mereka.
Metode mengurangi rasa sakit yang diberikan secara terus menerus dalam bentuk dukungan
mempunyai keuntungan-keuntungan:
- Sederhana
- Efektif
- Biayanya murah
- Resikonya rendah
- Membantu kemajuan persalinan
- Hasil kelahiran bertambah baik
- Bersifat sayang ibu
2. Kebutuhan Makanan Dan Cairan
3. Kebutuhan EliminasI
4. Posisioning Dan Aktifitas
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal, tanpa disadari dan mau
tidak mau harus berlangsung. Untuk membantu ibu agar tetap tenang dan rileks sedapat mungkin
bidan tidak boleh memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam persalinannya.
Sebaliknya, peranan bidan adalah untuk mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang
dipilihnya, menyarankan alternatif-alternatif hanya apabila tindakan ibu tidak efektif atau
membahayakan bagi dirinya sendiri atau bagi bayinya. Bila ada anggota keluarga yang hadir untuk
melayani sebagai pendamping ibu, maka bidan bisa menawarkan dukungan pada orang yang
mendukung ibu tersebut. Bidan memebritahu ibu bahwa ia tidak perlu terlentang terus menerus
dalam masa persalinanya. Jika ibu sudah semakin putus asa dan merasa tidak nyaman, bidan bisa
mengambil tindakan-tindakan yang positif untuk merubah kebiasaan atau merubah setting tempat
yang sudah ditentukan (seperti misalnya menyarankan agar ibu berdiri atau berjalan-jalan). Bidan
harus memberikan suasana yang nyaman dan tidak menunjukkan ekspresi yang terburu-buru, sambil
memberikan kepastian yang menyenangkan serta pujian lainnya.
Saat bidan memberikan dukungan fisik dan emosional dalam persalinan, atau membantu
keluarga untuk memberikan dukungan persalinan., bidan tersebut harus melakukan semuanya itu
dengan cara yang bersifat sayang ibu meliputi:
• Aman, sesuai evidence based, dan memberi sumbangan pada keselamatan jiwa ibu.
• Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, secara emosional serta merasa didukung dan
didengarkan.
• Menghormati praktek-praktek budaya, keyakinan agama, dan ibu/keluarganya sebagai
pengambil keputusan.
• Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai teknologi canggih.
- Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami ibu.
Duduk atau setengah duduk - Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran kepala
bayi dan mengamati / mensupport perineum.
Berbaring miring ke kiri - Memberi rasa santai bagi ibu yang letih
- Memberi oksigenasi yang baik bagi bayi
- Membantu mencegah terjadinya laserasi
Kebutuhan dasar selama persalinan tidak terlepas dengan asuhan yang diberikan bidan.
Asuhan kebidanan yang diberikan, hendaknya asuhan yang sayang ibu dan bayi. Asuhan yang
sayang ibu ini akan memberikan perasaan aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran.
2. Prinsip umum sayang ibu prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut:
a) Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis.
b) Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa
ada indikasi.
c) Memberikan rasa aman, berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada
keselamatan jiwa ibu.
d) Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu.
e) Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu.
f) Membantu ibu agar merasa aman, nyaman dan didukung secara emosional.
g) Memastikan ibu mendapat informasi, penjelasan dan konseling yang cukup.
h) mendukung ibu dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan.
i) Menghormati praktek-praktek adat dan keyakinan agama.
j) Memantau kesejahteraan fisik, psikologis, spiritual dan sosial ibu/ keluarganya selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
k) Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
3. Asuhan sayang ibu selama persalinan menurut pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang
ibu selama proses persalinan meliputi kegiatan:
a) Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan.
b) Meminta ijin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian
asuhan.
c) Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan
keluarga.
d) memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan
proses persalinan.
e) Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses persalinan.
f) Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila terjadi
kegawatdaruratan kebidanan.
g) Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri kepada ibu, serta berusaha
memberi rasa nyaman dan aman.
h) Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana dan prasarana
pertolongan persalinan.
i) Menganjurkan suami dan keluarga untuk mendampingi ibu selama proses persalinan.
j) Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibuselama
proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti: memberikan makan dan minum, memijit
punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing
relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa.
k) Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi.
l) Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan.
m) Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan yang
nyaman dan aman.
n) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi.
o) Menghargai dan memperbolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak
merugikan.
p) Menghindari tindakan yang berlebihan dan membahayakan.
q) Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam waktu 1jam setelah
persalinan.
r) Membantu ibu memulai pemberian asi dalam waktu 1 jam pertama setelah
kelahiran bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara, posisi menyusui
yang benar dan penyuluhan tentang manfaat asi.
4 Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan
Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan nyaman selama proses
persalinan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan
dan keinginan sang ibu (depkes, 2004). Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang
ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita sendiri, “seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?”
Atau “apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?”. Asuhan
sayang ibu seharusnya diberikan pada tiap kala selama persalinan, misalnya :
A). Kala I
Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap.Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1.memberikan dukungan emosional.
2.pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran
bayinya.
3.menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
4.peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara :
A.mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
B.membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
C.melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
D.menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
E.menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
5.mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.
6.memberikan cairan nutrisi dan hidrasi – memberikan kecukupan energi dan mencegah dehidrasi.
Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurangefektif.
7.memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan – kandung
kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat
turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan
pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih pasca persalinan.
8.pencegahan infeksi
–tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi
ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir.
B). Kala II
Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi. Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1.pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dananggota
keluarga yang lain.
2.keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain :
A) membantu ibu untuk berganti posisi.
B) melakukan rangsangan taktil
C) memberikan makanan dan minuman.
D) menjadi teman bicara/ pendengar yang baik.
E) memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.
3.keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran – dengan cara : (a)
memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga.(b) menjelaskan tahapan dan
kemajuan persalinan.(c) melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.
4.membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan – dengan cara
memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.
5.menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran – dengancara
memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.
6.mencukupi asupan makan dan minum selama kala ii.
7.memberikan rasa aman dan nyaman dengan cara :
A. Mengurangi perasaan tegang.
B. Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi.
C. Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong.
D. Menjawab pertanyaan ibu.
E. Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya.
F. Memberitahu hasil pemeriksaan.
8.pencegahan infeksi pada kala ii dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.
9.membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.
C. Kala III
Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang dapat
dilakukan pada ibu adalah :
1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.
3. Pencegahan infeksi pada kala iii.
4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).
5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala iii.
D. Kala IV
Adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah
:
1.memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.
2.membantu ibu untuk berkemih.
3.mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan
massase uterus.
4.menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
5.mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti
perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam
menyusui bayinya dan terjadi kontraksi hebat.
6.pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7.pendampingan pada ibu selama kala iv
8.nutrisi dan dukungan emosional.
PERTEMUAN III
DETEKSI DINI DALAM PERSALINAN
Temuan-temuan anamnesis
dan/atau pemeriksaan Rencana untuk asuhan atau perawatan
Ketuban telah pecah (lebih dari 24 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
jam )atauKetuban pecah pada me- lakukan asuhan kegawat daruratan obstetri.
kehamilan kurang bulan (usia
kehamilan kurang dari 37 minggu)
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
serta semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
Tanda-tanda atau gejala-gejala (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
infeksi:• temperatur tubuh > 38° c• cairan garam fisio logis (NS) dengan tetesan 125
menggigil
ml/jam.
• nyeri abdomen
3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
• cairan ketuban yang berbau pena- talaksanaan kegawat daruratan obstetri.
4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
serta Semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
(ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
cairan garam fisio logis (NS).
3. Jika mungkin berikan dosis awal 4 g MgSO4 20% IV
Tekanan darah lebih dari 160/ 110 selama 20 menit.
dan/atau terdapat protein dalam urin
(preeklampsia berat) 4. Suntikan 10 g MgSO4 50% (5 g IM pada bokong kiri
dan kanan).
5. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas
asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
6. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
untuk melakukan bedah sesar.
2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
Tinggi tundus 40 cm atau lebih
(makrosomia, polihidramniosis, dan dukungan.
kehamilan ganda) Alasan: Jika diagnosisnya adalah polihidramnion, mungkin
ada masalah-masalah lain dengan janinnya. Dengan
adanya makrosomia, risiko distosia bahu dan
perdarahan pasca persalinan akan lebih besar
Primipira dalam persalinan fase aktif 2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
dengan palpasi kepala janin masih pembedahan bedah sesar.
5/5
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dan semangat.
1. Baringkan ibu miring ke kiri.
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Presentasi bukan belakang pena talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
kepala(sungsang, letak lintang, dll) baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dan semangat.
1. Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel ke dada
atau miring ke kiri.
Presentasi ganda (majemuk)(adanya 2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
bagian janin, seperti misalnya lengan
atau tangan, bersamaan dengan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri danbayi
presentasi belakang kepala) baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
1. Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi,
letakkan satu tangan di vagina dan jauhkan kepala janin
dari tali pusat janin. Gunakan tangan yang lain pada
abdomen untuk membantu menggeser bayi dan
menolong hagian terbawah bayi tidak menekan tali
pusatnya (keluarga mungkin dapat membantu).
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Tali pusat menumbung (jika tali
penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetni dan bayi
pusat masih berdenyut)
baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
ATAU
1. Minta ibu untuk mengambil posisi bersujud di mana
posisi bokong tinggi melebihi kepala ibu, hingga tiba ke
tempat rujukan.
2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
penn talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
serta dukungan.
Tanda dan gejala syok: 1. baringkan ibu miring ke kiri.
▪ Nadi cepat, lemah (lebih dari 2. Jika mungkin naikkan kedua kak ibu untuk
110 kali/menit) meningkatkan aliran darah ke jantung.
▪ Tekanan darahnya rendah 3. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar
(sistolik kurang dan 90 (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau
mmHg) cairan garam fisiologis (NS). Infuskan 1 liter dalam
▪ Pucat waktu 15-20 menit; jika mungkin infuskan 2 liter dalam
▪ Berkeringat atau kulit waktu satu jam pertama, kemudian turunkan tetesan
lembab, dingin menjadi 125 ml/jam.
▪ Napas cepat (lebih dari 30 4. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
kali/ menit) pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
▪ Cemas, bingung atau tidak baru lahir.
sadar 5. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat
▪ Produksi urin sedikit (kurang serta dukungan.
dari 30 ml/jam)
Tanda dan gejala persalinan dengan 1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas
fase laten yang memanjang: kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
▪ pembukaan serviks kurang 2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
dari 4 cm setelah 8 jam serta semangat.
▪ kontraksi teratur (lebih dari 2
dalam 10 menit)
1. Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
2. Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan leluasa.
Tanda dan gejala belum inpartu:
3. Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada perubahan
▪ kurang dari 2 kontraksi
serviks, evatuasi DJJ, jika tidak ada tanda-tanda
dalam 10 menit, berlangsung
kegawatan pada ibu dan janin, persilahkan ibu pulang
kurang dari 20 detik
dengan nasehat untuk:
▪ tidak ada perubahan senviks
▪ Menjaga cukup makan dan minum.
dalam waktu 1 sampai 2 jam
▪ Datang untuk meridapatkan asuhan jika terjadi
peningkatan frekuensi dan lama kontraksi.
1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan
Tanda dan gejala partus lama: pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi
baru lahir.
▪ pembukaan serviks meng- 2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan
arah ke sebelah kanan garis serta semangat.
waspada (partograf)
▪ pembukaan serviks kurang
dari 1 cm per jam
▪ kurang dari 2 kontraksi
dalam wak tu 10 menit,
masing-masing berlangsung
kurang dari 40 detik.
1) Dehidrasi
Tanda dan gejala
a) Perubahan nadi (100x/m atau lebih).
b) Urine pekat.
c) Produksi urin sedikit (kurang dari 30 cc/jam).
2) Infeksi Tanda/gejala:
a) Nadi cepat (110x/m atau lebih).
b) Suhu >38ºC.
c) Menggigil.
d) Air ketuban atau cairan vagina berbau.
3) Pre-Eklampsia Ringan
Tanda/gejala:
a) TD diastolik 90-110 mmHg.
b) Protein urin +2.
4) Pre-Eklampsia BeratTanda/gejala:
a) TD diastolik 110 mmHg atau lebih.
b) TD diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang.
c) Nyeri kepala.
d) Gangguan penglihatan.
e) Kejang (eklapsia).
8) Distosia bahu.
b. Mengatur posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan kelahiran.
Anjurkan pula suami dan pendamping laihnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu
boleh berjalan. berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau rnerangkak. Posisi tegak
seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali
mempersingkat waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan.
Jangan membuat ibu dalam posisi telentang, beritahukan agar ia tidak mengambil posisi
tersebut.
Alasan: Jika ibu berbaring telentang, berat uterus dan isinya ‘janin, cairan ketuban,
plasenta, dli) akan inenekan vena cava inferior Hal iizi inenyebabkan turunnya aliran
darah dan sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia/
kekurangan oksigen pada janin. Posisi telentang juga akan memperlambat kemajuan
persalinan (Enkiri, et aI, 2000).
3. Pemberian cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan rninum air) selama persalinan
dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan, tapi
setelah memasuki fase aktif, mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota
keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selarna persalinan.
Alasan: Makanan ringan dan cairan yang cukup selaina persalinan akan niemberikan le
bih banyak energi dan rnencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa meinperlambat kontraksi
dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif
4. Kamar mandi
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan. Ibu
harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam, atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau
jika kandung kemih dirasakan penuh. Periksa kandung kemih pada saat akan memeriksa
denyut jantung janin (lihat/palpasi tepat di atas simfisis pubis untuk mengetahui apakah
kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkeniih di kamar mandi. Jika
ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, berikan wadah penampung urin.
Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu merasa ingin buang air besar saat
persalinan aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu
bukan disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada rektum. Jika ibu belum siap melahirkan,
perbolehkan ibu untuk ke kamar mandi.
Jangan melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek
waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka
pascapersalinan, malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala dua
persalinan (Enkiri, et al, 2000).
5. Pencegahan infeksi
Menjaga lingkungan yang bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan kelahiran yang
bersih dan aman bagi ibu dan bayinya (lihat Bab 1). Hal ini tergolong dalam unsur esensial
asuhan sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktek-praktek pencegahan infeksi
yang baik juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dan infeksi. Ikuti
praktek-praktek pencegahan infeksi yang sudah ditetapkan, ketika mempersiapkan
persalinan dan kelahiran. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan
bahwa ibu memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan sesering mungkin. menggunakan
peralatan stenil atau disinfeksi tingkat tinggi dan sarung tangan pada saat diperlukan (lihat
Bab 1). Anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum dan setelah
melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru lahir.
Alasan: Pencegalian infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan dalam melaksanakan prosedur pencegahan
infeksi yang baik, akan melindungi penolong persalinan terhadap risiko infeksi.
Kegiatan pengkajian data berkaitan dengan pengumpulan data yang meliputi data
Subjektif (S) serta data Objektif (O) terhadap persalinan kala I (Kemenkes RI., 2014).
Data Subjektif (S)
Data subjektif merupakan informasi data yang diperoleh dengan anamnesa terhadap ibu/
keluarganya tentang apa yang dirasakan, dan apa yang telah dialaminya. Data yang dibutuhkan
untuk data subyektif adalah:
✓ Nama, umur, dan alamat
✓ Gravida dan para
✓ HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir)
✓ Kapan bayi akan lahir ( menurut taksiran ibu)
✓ Alergi obat-obatan
✓ Riwayat kehamilan sekarang. Yang ditanyakan antara lain: apakah ibu pernah melakukan
pemeriksaan antenatal, adanya masalah selama hamil, kapan mulai terjadi kontraksi, apakah
teratur, apa ibu masih merasakan gerakan janin, apakah ibu sudah mengeluarkan cairan (bila
iya kapan, warna, dan baunya ), apa ibu mengeluarkan lendir dan darah dari vagina, kapan
ibu terakhir makan atau minum dan apakah ibu mengalami kesulitan berkemih).
✓ Riwayat kehamilan sebelumnya ditanyakan, antara lain: apakah ada masalah selama
persalinan atau kelahiran sebelumnya, berapa BB yang telah dilahirkan dan yang paling
besar dan apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan atau persalinan
sebelumnya.
✓ Riwayat medis lainnya (masalah pernafasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih).
✓ Masalah medis saaat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, gangguan jantung,
berkemih).
✓ Selain data di atas, Anda perlu melakukan penapisan dari riwayat kebidanan yang lalu.
Data objektif merupakan data pemeriksaan fisik untuk menilai kesehatan dan
kenyamanan fisik ibu atau janin. Informasi yang dikumpulkan dari pemeriksaan fisik akan
digunakan bersama dengan informasi hasil anamnesa untuk proses membuat keputusan klinis
untuk menentukan diagnosis serta mengembangkan asuhan yang paling sesuai. Dalam
pemeriksaan fisik ini akan memberikan gambaran tentang:
Tabel 1.1
SOP Pemeriksaan Fisik pada Ibu Kala I
No Langkah-Langkah
Siapkan alat-alat dekat pasien
Beritahu ibu akan dilakukan pemeriksaan dan apa tujuannya
Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan dan keringkan dengan handuk
4 Bersikaplah lemah lembut dan sopan serta bantu pasien agar merasa tenang
No Langkah-Langkah
dengan cara menarik nafas perlahan dan dalam.
5 Minta ibu mengosongkan kandung kemihnya.
6 Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kegelisahannya
atau nyeri, warna konjungtiva, kebersihan, status nutrisi dan kecukupan air tubuh.
7 Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, temperature, nadi dan pernafasan). Agar
nilai hasil tekanan darah dan nadi akurat Anda melakukan pemeriksaan diantara dua
kontraksi.
8 Lakukan pemeriksaan abdomen, dan pastikan tidak ada kontraksi.
9 Ukur TFU dengan pita pengukur dimulai dari tepi atas simfisis pubis, rentangkan
hingga ke puncak (hal 42).
10 Memantau kontraksi uterus dengan menggunakan jarum detik pada jam dinding/jam
tangan , letakkan tangan penolong diatas uterus dan palpasi jumlah kontraksi dalam
kurun 10 menit .
11 Tentukan durasi/lama tiap kontraksi, pada fase aktif minimal terjadi 2 kali kontraksi
dalam 10 menit atau lama kontraksi 40 detik atau lebih.
12 Memantau denyut jantung dengan fetoskop Pinnards atau Douppler untuk
mendengar DJJ per menit.
13 Nilai DJJ setelah dan sebelum kontraksi , adanya gangguan janin bila nilai DJJ <120
atau >160 x/menit, bila menemukan itu maka ulangi lagi setelah 5 menit setelah
pemeriksaan awal (bila tetap segera dirujuk).
14 Menentukan presentasi bayi (bagian bayi) dengan cara berdiri disamping ibu dan
menghadap ke arah kepala ibu (ibu diminta untuk menekuk lututnya).
15 Untuk menentukan presentasi bayi (bagian terbawah) janin kepala atau bokong.
Bila bentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas dan mudah digerakkan (belum masuk
panggul)biasanya yang teraba adalah kepala.
16 Menentukan penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian
terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis dan dapat diukur
dengan lima jari tangan pemeriksa (per limaan).
17 Tentukan hasil perlimaan (Pada Table 1.2).
18 Melakukan kemajuan persalinan dengan periksa dalam pengeluaran pervaginam,
selaput ketuban, pembukaan dan penipisan, bagian keci di sekitar bagian terdahulu,
penurunan kepala (dibandingkan dengan perlimaan), denominator, penyusupan.
19 Lakukan penilaian selaput ketuban, penyusupan kepala (Table 1.3 dan Tabel 1.4).
20 Melakukan dokumentasi di partograf (Contoh Gambar 1.1 dan Gambar 1.2).
✓ Pemeriksaan Perlimaaan
Tabel 1.2
Penggunaan Lambang untuk Pemeriksaan Perlimaaan
Lambang Keterangan
5/5 Jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas symfisis
4/5 Jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas
panggul
3/5 Jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga
panggul
2/5 Jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di atas
symfisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang tengah rongga
panggul (tidak dapat digerakkan)
1/5 Jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan
luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah nmasuk ke dalam
rongga panggul
Sumber: Kemenkes RI. (2014)
Tabel 1.3
Penggunaan Lambang untuk Selaput Air Ketuban
Keteranga
Lambang n
Selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban tidak mengalir lagi (kering)
Sumber: Kemenkes RI. (2014)
Penyusupan (Molase) Kepala Janin
Tabel 1.4
Penggunaan Lambang Penyusupan pada Partograf
Keteranga
Lambang n
Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi
Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih dapat
dipisahkan
Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Sumber: Kemenkes RI. (2014)
Selanjutnya Anda dapat melihat contoh pengisian hasil pembukaan dan penurunan kepala
pada Partograf seperti Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 di bawah ini.
Gambar 1.1
Pengisian Hasil Pembukaan (Sumber: Kemenkes RI., 2014)
Keterangan:
Gambar 1.1 diatas hasil pembukaan dituliskan dengan tanda (X) pada garis waspada
Gambar 1.2
Keterangan: Gambar 1.2 diatas hasil penurunan kepala ditulis dengan lambing O, Pukul 17.00
penurunan 3/5 dan pada pukul 21.00 penurunan 1/5.
Fase Laten
Fase laten persalinan dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan secara bertahap, berlangsung +8 jam, dimana pembukaan serviks terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran kurang dari 4. Kontraksi mulai teratur tetapi
lamanya masih diantara 20-30 detik, dan tidak terlalu nyeri.
Fase Aktif
Pada fase aktif terjadi:
o Kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit
o Lamanya 40 detik atau lebih dan lebih nyeri
o Pembukaan 4 cm hingga lengkap 10 cm.
o Kecepatan pembukaan rata-rata 1 cm perjam (nulipara atau primipara) atau lebih
dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
o Penurunan bagian terendah janin
G .. P .. A.., umur ... th, hamil ... mg, dalam persalinan kala I fase ....
Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala
4. Penatalaksanaan Asuhan Persalinan Kala I
Asuhan yang diberikan untuk ibu dengan memberikan asuhan sayang ibu, sebagai
upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan dengan
cara:
✓ Memberi dukungan emosional
Dukungan serta anjurkan suami dan anggota keluarga mendampingi ibu selama persalinan
dan minta mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali berbagai upaya
yang mungkin sangat membantu kenyamanan ibu.
1. Pengertian
Patograf merupakan alat bantu yang digunakan untuk memantau kemajuan kala 1
2. Fungsi patograf
c. Sebagai alat komunikasi yang unik namun praktis antar bidan atau antar bidan dengan
a. Semua ibu dalam fase aktif kala 1 persalinan, sebagai elemen penting asuhan
persalinan. Patograf harus digunakan, baik dengan atau tanpa penyulit. Patograf akan
b. Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu
selama persalinan dan kelahiran (spesialis kandungan, bidan, dokter umum, residen
mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu juga mencegah terjadinya
b. Janin tunggal
d. Presentasi kepala
d. Anemia
f. Persalinan premature
h. Gemeli
i. Adanya rencana persalinan SC, misalnya sudah diketahui adanya panggul sempit
(Kuswanti, 2014).
1) Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
c. Kontraksi uterus
2) Keadaan janin
a. DJJ
3) Keadaan ibu
1) Halaman depan
b. Meliputi nomor registrasi, nomor puskesmas, nama, tanggal dan jam datang,
Cara mengisi baris ini adalah dengan menulis jam dilakukannnya pemeriksaan
dalam pertama kali, kemudian kotak berikutnya diisi dengan penambahan satu jam
berikutnya.
a. Hasil pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) yang dihitung selama 1 menit
penuh dituliskan dalam grafik ini dalam bentuk noktah (titik yang agak besar)
b. Penulisan noktah disesuaikan dengan letak skala dalam grafik dan jam
pemeriksaan
c. Catat hasil pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) setiap satu jam
d. Antar noktah satu dengan yang lain dihubungkan dengan garis tegas yang tidak
terputus
e. Kisaran normal denyut jantug janin (DJJ) terpapar pada patograf diantara garis
tebal pada angka 180 dan 100. Penolong harus waspada jika frekuensi denyut
jantung janin (DJJ) mengarah hingga di bawah 120 dan diatas 160.
a. Setiap melakukan pemeriksaan, hasil apa pun yang berkaitan dengan ketuban
a. Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala janin dapat
0 : sutura terpisah
Garis waspada dimulai pada pembukaan 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan serviks 1 cm/jam. jika
serviks melampaui dan dan berada disebelah kanan garis tindakan maka hal ini
Setiap melakukan pemeriksaan dalam harus selalu dituliskan dengan grafik ini,
tanda silang tepat diatas garis waspada (jika pembukaan tepat 4 cm) atau berada
diperpotongan antara garis waspada dan skala pembukaan yang ada disisi paling
pinggir grafik.
a. Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba pada pemeriksaan
a. Data yang dituliskan adalah berapa unit oksitosin yang diberikan dibaris
pertama
Tulis jenis cairan infus dan jenis obat yang telah diberikan.
12. Grafik hasil pemberian tekanan darah dan nadi
a. Tekanan darah diperiksa minimal setiap 4 jam yang dituliskan sesuai skala
b. Nadi diperiksa setiap 30 menit berpedoman dengan skala yang sama dengan
a. Hasil pemeriksaan suhu dituliskan dalam baris hasil pemeriksaan suhu dengan
a. Setiap melakukan pemeriksaan urin hasil harus selalu ditulis dalam baris ini
c. Volume dituliskan dengan angka nominal sesuai dengan data yang ada catat
2) Halaman belakang
selesai. Unsur-unsur yang dicatat dalam bagian ini adalah sebagai berikut :
1. Data dasar
Isikan data pada masing-masing tempat yang telah disediakan atau dengan
2. Kala I
pertanyaan patograf pada saat melewati garis waspada, masalah lain yang
a. Data yang diisi pada kala II dari keterangan tindakan episiotomi, pendamping
b. Beri tanda centang pada kotak yang disamping jawaban yang sesuai.
4. Kala III
a. Data kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian oksitosin, peregangan tali
a. Informasi yang perlu dicatat pada bagian ini antara lain berat dan panjang badan,
6. Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, temperatur, TFU, kontraksi uterus,
kandung kemih, dan perdarahan (Sulistyawati, 2010).
a. Hidroterapi Get
Hidroterapi Get (mandi Whire Pool) ialah metode non-farmakologis yang dipakai untuk
memberikan rasa nyaman dan rasa rileks selama persalinan walaupun metode ini tidak
diterima atau diterapkan secara universal. Beberapa manfaat dapat diperoleh dari teknik
ini. Bebas dari rasa tidak nyaman dan relaksasi tubuh, secara umum membuat
kecemasan ibu berkurang. Berkurangnya rasa cemas akan menurunkan produksi
adrenalin sehingga kadar oksitosin(untuk merangsang persalinan) dan endorphin
meningkat (untuk mengurangi persepsi nyeri). Selin itu, gelombang dan pukulan ringan
air merangsang puting susu (karena hiperstimulasi kontraksi rahim belum terjadi
(Aderhold, perry, 1911) ).
b. Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang
dialami. Cara distraksi dapat mengurangi nyeri dapat dijelaskan dengan teori “(Gate
Control)”. Pada spina cord, sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral
dihambat oleh stimuli dari serabut-serabut saraf yang lain. Karena pesan-pesan nyeri
menjadi lebih lambat daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang
mengontrol jumlah input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang
(Cummings, 1981). Beberapa teknik distraksi antara lain bernafas secara pelan-pelan,
masage sambil bernafas pelan-pelan, atau membayangkan hal-hal yang indah sambil
memejamkan mata.
c. Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon
atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk
meredakan nyeri, merahasiakan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi. Masase
adalah terapi nyeri paling primitive (lele, dkk,199o:1777) dan menggunakan refleks
lembut untuk menahan, dan menggosok atau meremas bagian tubuh yang nyeri.Simkin
(1989) mengamati bahwa efek yang menguntungkan hanya berlangsung selama masase
diteruskan ketika dihentikan
nyeri bertambah. Kerugian ini diakibatkan oleh proses adaptasi, yaitu sistem saraf
menjadi terbiasa dengan rangsangan dan organ perasa berhenti berespon. Dengan
demikian, Simkin menganjurkan masase selama persalinan harus dilakukan secara
intermitten, seperti penghusukkan punggung yang khususnya hanya dilakukan selama
kontraksi, atau bervariasi dalam jenis sentuhan dan lokasi.
d. Stimulasi Saraf Elektronik Per Trankutan
Stimulasi saraf elektronik per transkutansi (Tranicutaneous electrical nerve stimulation
(TENS)) efektif akibat adanya efek plasebu. Implementasi TENS dapat menstimulasi
izekposan apiate endogen (enkephalin) pada tubuh wanita sehingga rasa tidak nyaman
yang dirasakan wanita tersebut mereda (Scott, dkk, 1990).Penggunaan TENS tidak
beresiko, baik bagi ibu maupun bagi janin. TENS digunakan untuk menurunkan atau
menghilangkan penggunaan analgesin dan menaikkan perseposi wanita tentang
kemampuan mengontrol rasa nyeri.
2) Teknik Relaksasi Bernafas
Teknik relaksasi bernafas merupakan tindakan pengendalian nyeri non farmakologis yang
dapat membantu ibu mengendurkan seluruh tubuhnya ketika rahim berkontraksi. Beberapa
jenis pernafasan bisa membantu ibu dalam menghadapi persalinan tahap 1 (Sebelum
diperbolehkan mengedan) :
a. Menarik nafas dalam (untuk membantu ibu rileks) dilakukan pada awal akhir kontraksi.
b. Menarik nafas dangkal dan cepat di dada bagian atas, dilakukan pada saat
kontraksi mencapai puncaknya.
c. Menarik nafas pendek dan cepat diikuti dengan menghembuskan nafas melalui
mulut dan dilakukan untuk menahan keinginan untuk mengedan (sebelum
terjadipembukaan lengkap).
Pada tahap ini, teknik pernafasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot abdomen dan dengan
demikian meningkatkan ukuran rongga abdomen. Keadaaan ini mengurangi friksi (gesekan)
dan rasa tidak nyaman antara rahim dan dinding abdomen karena otot-otot di daerah genitalia
juga menjadi lebih rileks, otot-otot tersebut tidak mengganggu penurunan janin.
Pada tahap II, ibu mulai boleh mengedan dan diselingi dengan manarik nafas cepat dan
pendek. Pada tahap ini, pernafasan dipakai untuk menaikkan tekanan abdomen dan dengan
demikian membantu mengeluarkan janin. Keadaan ini juga dipakai untuk merelaksasikan
otot-otot fundamental untuk mencegah pengeluaran dini kepala janin.
1. Metode Dick-Read
Bersamaan dengan pendidikan dan latihan pernafasan, relaksasi telah menjadi
landasan persalinan yang disiapkan sejak Dick-Read pertama kali
mempertahankannya (1933) (Rosemary Mander, 2003).Grantiny Dick-Read
dalam dua bukunya, Natural Childbirth (1933) dan Childbirth Without Fear (1944),
menuliskan bahwa rasa nyeri melahirkan merupakan akibat pengaruh sosial dan
sindrom takut tegang-nyeri, untuk mengganti rasa takut maupun nyeri program
Dick-Read meliputi pemberian informasi tentang persalinan dan melahirkan,j
disamping nutrisi, hygienis dan latihan fisik yang diantaranya latihan relaksasi
secara sadar dan latihan pola nafas. Relaksasi secara sadar meliputi relaksasi
progresif kelompok otot seluruh tubuh. Dengan berlatih banyak, wanita mampu
berelaksasi sesuai perintah, baik selama kontraksi maupun diantara kontraksi. Pola
nafas meliputi nafas dalam pada abdomen hampir sepanjang masa bersalin, nafas
pendek menjelang akhir tahap pertama, dan sampai pada waktu terakhir ini,
menahan nafas pada tahap persalinan (Bobak, 2004).
2. Metode Lamaze
Metode Lamaze berasal dari karya Povlov tentang Classical Conditioning. Metode
menurut Lamaze, rasa nyeri merupakan respon bersyarat. Wanita juga dapat
dikondisikan supaya tidak mengalami rasa nyeri pada saat melahirkan. Metode
Lamaze membuat wanita berespon terhadap kontraksi rahim buatan dengan
mengendalikan relaksasi otot dan pernafasan sebagai ganti berteriak dan kehilangan
kendali (Lamaze, 1972).Wanita ini diajar untuk merelaksasikan otot-otot yang tidak
terlihat saat ia mengkontraksikan otot tertentu. Ia akan menerapkan latihan ini pada
saat melahirkan, yakni dengan merelaksasikan semua otot bawah, pernafasan dada
mengangkat diafragman dari rahim yang berkontraksi. Pola pernafasan dada
bervariasi, sesuai intensitas kontraksi dan kemajuan persalinan (Bovak, 2004).
Cara: caranya hampir saman dengan tehnik hee hee breathing, namun dalam
tehnik ini nafas pendek dengan hee-hee dilakukan sekitar 4 s.d 5 kali lalu nafas
panjang dan dalam kemudian hembuskan dengan perlahan hingga seluruh udara
di paru-paru keluar.
Waktu penggunaan : dilakukan ketika masuk dalam fase transisi atau ketika ibu
merasa pusing saat melakukan pola pernafasan yang ringan saja.
Manfaat: Membantu untuk menghindari hiperventilasi. Nafas pukulan /terakhir
/ blow akan membantu untuk melepaskan ketegangan.
d) Slide Pernapasan
Cara: Ambil napas dalam-dalam. Buang napas dalam empat nafas pendek,
ringan, napas terengah-engah. Jadi,tarik nafas panjang dan dalam, lalu huh-huh-
huh-huh (pendek-pendek).
Waktu penggunaan: kapan saja dalam kala I fase aktif
Manfaat: hampir sama dengan manfaat Hee-Hee- Blow terutama pada ibu
penderita asma.
a. Keuntungan Emosional
· Memberikan pengalaman positif tentang melahirkan pada ibu
· Mengurangi ketegangan dan ketakukan ibu pada saat persalinan
· Berpartisipasi nyata dalam melahirkan anaknya
· Membantu tumbuhnya hubungan antara orang tua dan anak
· Membantu tumbuhnya hubungan antara ibu dan bapak
b. Keuntungan Fisiologis
·Dapat mengurangi rasa sakit tanpa menggunakan obat-obatan dan dapat mengurangi resiko
terhadap bayi
·Mencegah terjadinya komplikasi seperti nyeri sampai dengan menurunnya oksigen.
·Ibu dapat bekerja sama pada saat pemeriksaan
·Ibu tidak merasa lelah pada saat dan sesudah melahirkan
4.Persiapan Persalinan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin bagi ibu yang sedang bersalin
Asuhan sayang ibu yang baik dan aman selama persalinan memerlukan: anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara seksama. Pertama, sapa ibu dan beritahukan apa yang akan
anda lakukan. Jelaskan pada ibu tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh ibu. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, perhatikan
tanda-tanda penyulit atau gawat darurat dan segera lakukan tindakan yang sesuai
bila diperlukan untuk memastikan persalinan yang aman. Catat semua temuan anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara seksama dan Iengkap. Kemudian jelaskan hasil pemeriksaan
dan kesimpulannya pada ibu dan keluarganya.
Anamnesis
Tujuan dan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan.
Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan
mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.Tanyakan pada ibu :
Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kesehatan dan kenyamanan fisik ibu dan bayinya.
Informasi yang dikumpulkan dan pemeriksaan fisik akan digunakan bersama dengan informasi dan
hasil anamnesis untuk proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis serta
mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan dan
jelaskan pula aiasannya. Anjurkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan
sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
Sebelum memulai pemeriksaan, pastikan bahwa ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya.
Minta ibu berbaring, tempatkan bantal di bawah kepala dan bahunya kemudian minta ibu untuk
menekukkan lututnya. Jika ibu gugup, bantu untuk santai dan tenang dengan cara meminta ibu
menarik napas dalam.
1. Menentukan tinggi fundus
Pastikan tidak terjadi kontraksi selama penilaian. Ukur tinggi fundus dengan menggunakan pita
pengukur. Mulai dan tepi atas simfisis pubis, rentangkan hingga ke puncak fundus uteri
mengikuti aksis atau linea medialis pada abdomen (lihat Gambar 2 Pita pengukur harus
menempel pada kulit abdomen. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan pun cak fundus uteri
adalah tinggi fundus.
Tips :Jika DJJ sulit ditemukan palpasi abdomen dan tentukan dataran punggung bayi. Biasanya
denyut jantung bayi lebih mudah digeser melalui dinding abdomen yang sesuai dengan dataran
punggung bayi.
Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulailah penilaian sebelum atau
selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai
sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih
dan satu kontraksi. Jika DJJ kurang dan 120 atau lebih dan 160, pertimbangkan adanya
gangguan sirkulasi utero-plasenter padajanin. Jika DJJ kurang dan 100 atau lebih dan 180
per menit, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk santai. Lakukan penilaian ulang
denyut jantung 5 menit kemudian untuk menentukan apakah DJJ tetap abnormal., Jika DJJ
tidak mengalami perbaikan, siapkan untuk segera dirujuk.
4. Menentukan presentasi
Untuk menentukan presentasi bayi (apakah presentasi kepala atau bokong/sungsang) :
▪ Berdiri di samping ibu, menghadap ke arah kepalanya (pastikan lutut ihu ditekuk).
▪ Dengan ibu jari dan jari tengah dan satu taugan (hati-hati tapi mantap) pegang bagian
bawah abdomen ibu, tepat di atas simfisis pubis. Bagian terbawah janin atau presentasi
dapat diraba di antara ibu jari dan jari tengah.
▪ Jika bagian terbawah janin belum masuk ke dalam rongga panggul, bagian tersebut
masih bisa digerakkan. Jika bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam panggul maka
bagian tersebut tidak dapat digerakkan lagi.
▪ Untuk menentukan apakah presentasi adalah kepala atau bokong, pertimbangkan
bentuk, ukuran dan kepadatan bagian tersebut. Jika bulat, keras dan mudah digerakkan
mungkin presentasi kepala, atau jika tidak beraturan, lebih besar, tidak keras dan sulit
digerakkan mungkin bokong. Sungsang berarti terbalik dan ini diidentikkan dengan
bokong sebagai kebalikan dan kepala.
·
5. Menentukan penurunan janin
Akan lebih nyaman bagi ibu jika penurunan janin ditentukan melalui pemeriksaan abdomen
dibandingkan dengan pemeriksaan dalam. Menilai penurunan melalui palpasi abdomen juga
memberikan informasi mengenai kemajuan persalinan dan membantu mencegah
pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
Nilai penurunan kepala janin dengan hitungan per lima bagian kepala janin yang bisa di
palpasi di atas simfisis pubis (ditentukan oleh jumlah jan yang bisa ditempatkan di bagian
kepala di atas simfisis pubis, lihat Gambar 2-2).
▪ 5/5 (lima per lima) jika keseluruhan kepala janin dapat diraba di atas simfisis pubis.
▪ 4/5 jika sebagian besar kepala janin berada di atas simfisis pubis.
▪ 3/5 jika hanya tiga dan lima jam bagian kepala janin teraba di atas simfisis pubis.
▪ 2/5 jika hanya dua dan lima jan bagian kepala janin berada di atas simfisis pubis. Berarti
hampir seluruh kepala telah turun ke dalam saluran panggul (bulatnya kepala tidak dapat
diraba dan kepala janin tidak dapat digerakkan).
▪ 1/5 jika hanya sebagian kecil kepala dapat diraba di atas simfisis pubis.
▪ 0/5 jika kepalajanin tidak teraba dan luar atau seluruhnya sudah melalui simfisis pubis.
Alasan: Kepala harus sudah mulai masuk ke dalam rongga panggui pada fase aktif kala
satu persalinan. Bila kepala tidak dapat turun, mungkin diameternya lebih besar
dibandingkan dengan rongga panggul ibu. Bila ada dugaan disproporsi kepala panggul
(cefalo pelvic disproportion atau CPD), untuk mendapatkan keluaran yang optimal,
sebaiknya ibu segera dirujuk kefasilitas kesehatan yang dapat melaksanakan tindakan
seksio sesar. Bila kepalajanin tidak dapat turun, risiko untuk terjadi tali pusat menumbung
akan lebih tinggi pada saat selaput ketuban pecah.
Pemeriksaan dalam
Sebelum melakukan pemeriksaan dalam, tangan dicuci dengan sabun dan air bersih yang mengalir,
kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih’. Minta ibu untuk berkemih dan membasuh
regio genitalia dengan sabun dan air bersih (jika ibu belum melakukannya). Jelaskan pada ibu setiap
langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tenteramkan dan anjurkan ibu untuk nicks.
Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
11. Nilai penurunan janin dan tentukan apakah kepala sudah masuk ke dalam panggul.
Bandingkan penurunan kepala dengan temuan-temuan dan pemeriksaan abdomen Untuk
menentukan kemajuan persalinan.
12. Jika kepala dapat dipalpasi, raba fontanela dan sutura sagitalis untuk menilai
penyusupan tulang kepala dan/atau tumpang tindihnya, dan apakah kepala janin Sesuai
dengan diameter jalan lahir.
13. Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jan pemeriksa dengan hati-hati,
celupkan sarung tangan ke dalam larutan dekontaminasi, lepaskan sarung tangan secara
terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminasi selama 10 menit.
14. Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk bersih dan kering.
1. Catat semua hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap.
2. Gunakan informasi yang terkumpul untuk menentukan apakah ibu sudah dalam persalinan
(inpartu). Jika pembukaan serviks kurang dan 4 cm, berarti ibu masih dalam fase laten
persalinan. Lakuikan penilaian ulang setelah 4 jam sejak pemeriksaan pertama. Jika
pembukaan serviks 4 cm atau lebih, ibu telah masuk dalam fase aktif persalinan; mulailah
mencatat kemajuan persalinan pada partograf (lihat bawah).
3. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus ditatalaksana secara khusus.
4. Setiap kali selesai melakukan penilaian, analisis data yang terkumpul, buat diagnosis
berdasarkan informasi tersebut. Susun rencana penatalaksanaan asuhan bagi ibu.
Penatalaksanaan itu selalu berdasarkan pada hasil temuan penilaian.
Contoh: Jika setelah menyelesaikan penilaian awal diagnosisnya adalah kehamilan
intrauterin, cukup bulan, dalam fase aktif kala satu persalinan dengan DJJ dan tanda tanda
vital normal. Rencana selanjutnya adalah terus mernantau kondisi ibu serta janin menurut
parameter-parameter pada partograf dan memberikan asuhan sayang ibu. Jika hasil
diagnosis menunjukkan suatu ahnormalitas atau komplikasi, maka rencana selan jutnya
mencakup persiapan untuk rujukan segera, memperbaiki kondisi umum ibu, merujuk sambil
terus menerus memantau dan me!akukan pertolongan awal terhadap masalah tersebut dan
tetap memberikan asuhan sayang ibu.
5. Jelaskan semua temuan, diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluar
ganya sehingga mereka memahami asuhan yang akan diberikan.
PERTEMUAN V
MANAJEMEN ASUHAN PERSALINAN KALA II
Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses
kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin, menghindari intervensi, meningkatkan
persalinan normal (semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu
sendiri).Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan :
a. Klien/ibu bebas memilih posisi dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan
perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya
secara alamiah.
b. Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
c. Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri ‘bukan posisi berbaring’.
d. posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan
posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan
manusia sampai abad ke-18.
Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang
paling sesuai untuk melahirkan, kerena sumbu panggul dan posisi janin berada pada
arah gravitasi. Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah :
Pada Kala 2
Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih
besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala
2.
Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di
sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang
ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.
Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi
dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran. Sedangkan
pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga meningkatkan
hambatan dalam meneran.
b.Meningkatkan dimensi panggul
Pada posisi berbaring, berat uterus/ cairan amnion/ janin mengakibatkan adanya
tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta
perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi
Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke janin
lebih baik.
d. Kesejahteraan secara psikologis
Pada posisi berbaring à ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
Pada posisi tegak à ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih
alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan ‘bounding’ (setelah bayi
lahir dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).
A B C
D E
F G
H I
J K
L M
Keterangan :
Posisi duduk pada meja persalinan yang dirancang khusus
Posisi duduk pada kursi berlubang
Posisi duduk dengan bersandar pada pasangan
Posisi telentang / dorsal recumbent
(posisi ini tidak disarankan untuk meneran/selama persalinan)
Posisi setengah duduk kombinasi litothomi
Posisi setengah duduk dengan bersandar pada pasangan
Posisi setengah duduk dengan bersandar pada bantal
Posisi merangkak
Posisi jongkok
Posisi miring
Posisi miring dengan satu kaki diangkat
Posisi berdiri dengan bersandar pada meja khusus
Posisi berdiri dengan bersandar pada pasangan
5.Asuhan Kala II
Kala 2 persalinan merupakan tahapan persalinan dimana janin dilahirkan (dimulai dari
dilatasi cerviks lengkap dan berakhir dengan kelahiran bayi).
Hasil temuan tanda dan gejala kala 2 didapatkan dari hasil pemeriksaan subjektifdan
objektif.
Kala 2 persalinan terdiri dari 3 fase, fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan
non verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan
janin.
Fase pertama yaitudimulai ketika ibu menyatakan bahwa ia ingin mengedanbiasanya
pada puncak kontraksi, ibu mungkin mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi diantara
waktu kontraksi ia tenang dan seringkali memejamkan mata.
Fase kedua àibu semakin ingin mengedan dan seringkali mengubah posisiuntuk
mencari posisi mengedan yang lebih nyaman, usaha mengedan menjadi lebih ritmik,
dan ibu seringkali memberi tahu saat awal kontraksi dan semakin bersuara sewaktu
mengedan.
Fase ketiga yaitu bagian presentasi sudah berada di perineum dan usahamengedan
menjadi paling efektif untuk melahirkan, ibu akan lebih banyakmengungkapkan nyeri
yang dirasakan secara verbal dengan menjerit ataubertindak di luar kendali. (Ibu perlu
didorong untuk memperhatikan tubuhnyaseiring ia masuk ke kala 2 persalinan).
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung
tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda (relaksasi) untuk
memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160x/menit)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan pemeriksaan
dan asuhan yang diberikan kedalam partograf.
IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES
MENERAN
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin cukup baik,
kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif)
dan dokumentasikan semua temuan yang ada
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin meneran atau
kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau timbul
kontraksi yang kuat:
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah pembukaan
lengkap dan dipimpin meneran ≥120 menit (2 jam) pada primigravida atau ≥60
menit (1 jam) pada multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang waktu 60 menit.
V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut bawah ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan
a. Kala III adalah dari lahirnya bayi sampai keluarnya placenta. Lamanya 5 sampai 30
menit.(Oxorn, H dan William. (1990). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Andi Offset)
b. Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
(Sondakh, J. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :
Erlangga)
c. Kala III (pelepasan uri) yaitu setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim.
(Manuaba, I. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC)
Permulaan proses pemisahan diri dar dinding uterus atau pelepasan plasenta:
1. Menurut Duncan
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) disertai dengan adanya tanda darah
yang keluar dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
2. Menurut Schultz
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral) dengan tanda adanya pemanjangan tali
pusat yang terlihat di vagina.
a. Waktu bayi dilahirkan rahim sangat mengecil dan setelah bayi lahir
uterus merupakan alat dengan dinding yang tebal sedangkan rongga rahim
hampir tidak ada.
Fundus uteri terdapat sedikit di bawah pusat. Karena pengecilan rahim
yang sekonyong – konyong ini tempat perlekatan placenta juga sangat
mengecil.
Placenta sendiri harus mengikuti pengecilan ini hingga menjadi 2x
setebal pada permulaan persalinan dan karena pengecilan tempat melekatnya
placenta dengan sangat, maka placenta juga berlipat-lipat malah ada bagian-
bagian yang terlepas dari dinding rahim karena tak dapat mengikuti pengecilan
dari dasarnya.
Pelepasan placenta ini terjadi dalam stratum spongiosum yang sangat
banyak lubang-lubangnya; memang boleh disamakan dengan lubang-lubang
perangko untuk memudahkan pelepasan perangko tersebut.
Jadi secara singkat faktor yang paling penting dalam pelepasan placenta
ialah retraksi dan kontraksi otot-otot rahim setelah anak lahir.
b. Di tempat-tempat yang lepas terjad perdarahan ialah antara placenta dan
decidua basalis dan karena hematoma ini membesar, maka seolah-olah placenta
terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga daerah pelepasan
meluas.
Placenta biasanya terlepas dalam 4-5 menit setelah anak lahir, malahan
mungkin pelepasan sudah mulai sewaktu anak lahir. Juga selaput janin menebal
dan berlipat-lipat karena pengecilan dinding rahim. Oleh kontraksi dan retraksi
rahim terlepas dan sebagian karena tarikan waktu placenta lahir.
Sedangkan mekanisme pengeluaran plasenta adalah setelah placenta
lepas, maka karena kontraksi dan retraksi otot rahim, placenta terdorong ke
ddalam segmen bawah rahim atau ke dalam bagian atas dari vagina. Dari tempat
ini placenta didorong ke luar oleh tenaga mengejan.
Tetapi ternyata bahwa hanya 20% dari ibu-ibu dapat melahirkan
placenta secara spontan, maka lebih baik, lahirnya placenta ini dibantu dengan
sedikit tekanan oleh si penolong pada fundus uteri setelah placenta lepas.
Banyak perubahan fisiologis normal terjadi selama kala satu dan dua persalinan, yang
berakhir ketika plasenta dikeluarkan, dan tanda-tanda vital wanita kembali ke tingkat
sebelum persalinan selama kala tiga :
• Tekanan Darah
Tekanan sistolik dan tekanan diastolik mulai kembali ke tingkat sebelum persalinan.
• Nadi
Nadi secara bertahap kembali ke tingkat sebelim melahirkan
• Respirasi
Kembali bernapas normal
• Aktivitas Gastrointestinal
Jika tidak terpengaruh obat-obatan, motilitas lambung dan absrobsi kembali mulai ke
aktivitas normal. Wanita mengalami mual dan muntah selama kala tiga adalah tidak wajar
Observasi yang lain adalah tanda-tanda vital ibu. Pengawasan ini juga dilakukan secara
ketat untuk mengetahui keadaaan umum ibu dan tanda-tanda yang patologis (misalnya syok).
Tindakan ini dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua
pascapersalinan, demikian halnya dengan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh
akan memengaruhi kontraksi uterus yang juga dapat menyebabkan perdarahan. Kebersihan
vulvadan vagina ibu juga harus jadi perhatian penolong untuk mencegah terjadinya infeksi.
Penataaksanaan pasif
Penatalaksanaan pasif adalah penatalaksanaan kelahiran plasenta tanpa intervensi-tanpa
obat oksitosin, tanpa pengkleman tali pusat kecuali jika denyutan telah berhenti, tapa
terkendali. Kelahiran plasenta terjadi atas upaya ibu, dibantu gaya gravitasi dan bayi yang
mengisap payudara ibu. Terlihat tanda-tanda pelepasan dan penurunan plasenta. Hal ni
berkaitan dengan kehilangan darah yang lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh
pengukuran darah yag lebih banyak, yang sebagian disebabkan oleh pengukuran dara yang
lebih akurat. Seama darah yang keluar tidak terlalu banyak dan kondisi ibu tidak memburuk,
perdarahan tersebut masih bersifat fisiologis yang masih dapat diatasi oleh tubuh ibu.
Penatalaksanaan fisiologis atau pasif terhadap persalinan kala III memerlukan waktu yang
lebih lama daripada penatalaksanaan kala III yang aktif, yaitu sampai satu jam. Selama kondisi
ibu tetap stabil, tanpa perdarahan yang berlebihan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saat ini
merupakan waktu yang tepat untuk memulai pemberian ASI, yang memberikan manfaat
tambahan berupa peningkatan pelepasan oksitosin yang meningkatkan kontraksi uterus.
Prinsip Penatalaksanaan Pasif
• Bidan masih memakai sarung tangan yang telah dipakai untuk menolong kelahiran bayi
• Catat waktu kelahiran bayi
• Anjurkan ibu untuk menggunakan posisi tubuh tegak
• Letakkan pispot atau wajah lain yang sesuai di bawah ibu untuk menampung plasenta
yang akan keluar
• Observasi kondisi ibu secara menyeluruh, terutama untuk adanya perdarahan per
vaginam, dan ukur nadi ibu setiap 15 menit sekali atau lebih sering sesuai indikasi
• Jangan menyentuh tali pusat, biarkan tali pusat berhenti berdenyut secara lami
• Anjurkan dan bantu ibu untuk menyusui
• Jangan melakukan palpasi pada uterus kecuali jika terjadi perdarahan hebat
• Anjurkan ibu untuk melahirkan plasenta dengan kekuatannya sendiri, mengejan untuk
mengeluarkan plasenta
• Catat waktu plasenta keluar (biasanya dalam satu jam setelah bayi lahir)
• Tali pusat dapat diklem kemudian dipotong bila telah berhenti berdenyut, pasang klem
3-4cm dri dinding perut bayi (lebih jauh bila bayi praterm, karena dapat diperlukan
kateterisasi pada vena umbilikalis ; prosedur tersebut akan lebih berhasil bila tali pusat
lebih panjang)
• Kaji kondisi ibu, catat kondisi uterus, jumlah darah yang keluar, nadi dan tekanan darah
setelah kala III berakhir. Kondisi saluran genitalia juga harus diperiksa, dilakukan
penjahitan bila perlu
• Bantu ibu ke posisi yang nyaman, ganti semua kain yang kotor, bila hasil observasi ibu
semua dalam batas normal, biarkan ibu bersama bayinya (bersama suami atau orang
yang menemaninya selama persalinan) , pastikan bahwa bel panggil terletak ditempat
yang mudah dijangkau ibu.
• Periksa plasenta dan catat jumlah darah yang keluar
• Buang plasenta dan bereskan alat dengan benar
• Dokumentasikan hasil dan lakukan tindakan yang sesuai
PERTEMUAN VII
PROSEDUR KETERAMPILAN ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN
Prosedur A. Anamnesis
1. Meyambut ibu dan keluarga dengan sopan dan ramah.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menanyakan identitas ibu.
4. Melakukan pengkajian ulang / tanyakan mengenai
▪ Gravida dan para
▪ Usia kehamilan
▪ HPHT
▪ Riwayat alergi obat-obatan tertentu
▪ Gerakan janin pertama kali dirasakan
5. Melakukan pengkajian ulang / tanyakan mengenai masalah-
masalah dengan kehamilan yang sekarang (lengkapi
penapisan)
No Komplikasi Ya Tidak
1. Riwayat seksio sesarea
terdahulu
2. Pendarahan pervaginam
3. Persalinan kurang bulan (<37
mgg )
4. Ketuban pecah dengan
mekonium kental
5. Ketuban pecah lama (lebih dari
24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan
kurang bulan (<37 mgg)
7. Anemia berat
8. Ikterus
9. Tanda / gejala infeksi
10. Preeklamsia/hipertensi dalam
kehamilan
11. TFU 40 cm atau lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif
persalinan dengan palpasi
kepala janin masih 5/5
14. Presentasi bukan belakang
kepala
15. Presentasi majemuk
16. Kehamilan gemelli
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
19. Riwayat penyakit yang
menyertai
6. Menanyakan pernah melakukan pemeriksaan antenatal (jika
ya, periksa buku KIA)
7. Menanyakan masalah selama kehamilan
8. Menanyakan apa yang dirasakan ibu saat ini
9. Menanyakan mengenai kontraksi :
▪ Kapan mulai terasa
▪ Frekuensi
▪ Durasi
▪ Kekuatannya
10. Menanyakan mengenai adanya cairan vagina :
▪ Pendarahan vagina
▪ Lendir darah
▪ Aliran atau semburan cairan : kapan, Warna dan Bau
11. Menanyakan mengenai gerakan janin
12. Menanyakan mengenai istirahat terakhir dan berapa lama
13. Menanyakan mengenai kapan makan terakhir
14. Menanyakan mengenai terakhir buang air kecil dan buang air
besar
15. Menanyakan riwayat kehamilan sebelumnya :
- Masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnya
- Berat badan bayi yang dilahirkan sebelumnya
- Bayi bermasalah pada kehamilan / persalinan sebelumnya
16. Menanyakan riwayat medis lainnya (masalah pernapasan,
hipertensi, gangguan jantung, berkemih, dll)
17. Menanykaan masalah medis saat ini (masalah pernapasan,
hipertensi, gangguan jantung, berkemih, dll)
18. Mencatat temuan pada status pasien
B. Pemeriksaan fisik
1. Mempersiapkan alat
▪ Tensimeter
▪ Stetoskop
▪ Termometer
▪ Reflex hammer
▪ Metlin
▪ Stetoskop monoaural
▪ Jam tangan
▪ Baskom berisi larutan klorin 0.5 %
▪ Saung tangan DTT atau steril dalam bak DTT atau
steril
▪ Kapas DTT dalam kom DTT
▪ Tempat sampah medis
▪ Partograf
▪ Status klien
2. Mencuci tangan sebelum pemeriksaan fisik
3. Menunjukan sikap ramah dan sopan
4. Meminta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya (jika
perlu, periksa jumlah urine, protein dan aseton dalam urine)
5. Menilai keadaan umum ibu, tingkat nyeri kontraksi
6. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk akurasi TD
dan Nadi ibu, pemeriksaann di antara dua kontraksi
7. Melakukan pemeriksaan adanya oedema pada muka
8. Melakukan pemeriksaan adanya warna kuning pada sklera
9. Melakukan pemeriksaan pucat pada mata dan mulut
10. Melakukan pemeriksaan abdomen :
▪ Bekas luka operasi
▪ Tinggi fundus uteri
▪ Pemeriksaan leopold
▪ Penurunan bagian terrendah dengan perlimaan
▪ Kontraksi uterus : frekuensi, durasi, intensitas his
11. Melakukan penilaian detak jantung janin setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan DJJ dalam batas normal (120-160
kali per menit)
C. Pemeriksaan dalam
1. Mencuci tangan dengan sabun dan air serta mengeringkannya
dengan handuk kering dan bersih.
2. Menjelaskan prosedur tindakan kepada ibu dan
memberitahukan kemungkinan ketidaknyamanan.
3. Menggunakan saung tangan DTT atau steril pada kedua
tangan.
4. Menggunakan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT basuh
Labia secara hati-hati, seeka dari depan ke belakang untuk
menghindarkan kontaminasi feses (tinja)
5. Melakukan pemeriksaan genitalia luar. Perhatikan apakah ada
luka atau massa termasuk kondilomata, varikositas vulva atau
rectum atau luka parut di perineum.
6. Menilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah,
perdarahan pervaginam atau meconium.
7. Menilai vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan
adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy
sebelumnya.
8. Dengan hati-hati pisahkan labia mayora dengan jari manis dan
ibu jari. Masukan jari telunjuk yang diikuti jari tengan. Nilai :
▪ Penipisan dan konsistensi serviks
▪ Pembukaan serviks
▪ Penurunan, presentasi dan posisi
▪ Bagian lain yang menumbung
9. Melakukan dekontaminasi sarung tangan dengan cara
mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kotor ke dalam larutan klorin 0,5 % dan kemudian lepaskan
dalam keadaan terbalik serta meredamnya didalam larutan
tersebut selama 10 menit. Cuci kedua tangan.
10. Memberitahu ibu dan keluarganya tentang hasil pemeriksaan.
11. Memberikan asuhan sayang ibu.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan serta asuhan lainnya
pada partograf atau status ibu.
2. Prosedur Tindakan Amniotomi
AMNIOTOMI
No. 028-Asuhan Persalinan Dan
Dokumen Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 2 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pemecahan ketuban yang dilakukan sesuai indikasi
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan amniotomi pada persalinan
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.
B. Pelaksanaan tindakan
5. Melakukan pemeriksaan dalam diatara kontraksi dengan
hati-hati. Raba dengan hati-hati selaput ketuban untuk
memastikan bahwa kepala telah masuk dengan baik dan
bahwa tali pusat dan/atau bagian-bagian tubuh yang kecil
dari bayi tidak bisa dipalpasi. Jika tali pusat atau bagian-
bagian kecil dari bayi bisa dipalpasi, jangan pecahkan
selaput ketuban. Lakukan langkah-langkah
kegawatdaruratan dan rujuk segera.
6. Memecahkan ketuban dengan menggunakan tangan yang
lain, tempatkan pemecah ketuban dengan lembut ke dalam
vagina dan pandu klem dengan jari dari tangan yang
digunakan untuk pemeriksaan hingga mencapai selaput
ketuban
7. Memecahkan selaput ketuban dengan memegang ujung
klem diantara ujung jari pemeriksaan, gerakan jari dengan
lembut untuk menoreh selaput ketuban hingga pecah
8. Mengeluarkan klem dengan tangan yang lain, tempatkan ke
dalam larutan klorin 0.5 % untuk didekontaminasikan.
Biarkan jari tangan pemeriksaan tetap di dalam vagina
utnuk mengetahui penurunan kepala janin dan memastikan
bahwa tali pusat atau bagian kecil dari bayi tidak teraba.
Setelah memastikan penurunan kepala dan tidak ada tali
pusat serta bagian-bagian tubuh bayi yang kecil, keluarkan
tangan pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.
9. Menilai estimasi jumlah dan warna caira ketuban, periksa
apakah ada meconium atau darah (lebih banyak dari bercak
bercampur darah yang normal). Jika meconium atau darah
terlihat, lakukan langkah-langkah kegawatdaruratan.
C. Pasca tindakan
10. Mencelupkan sarung tanganke dalam larutan klorin 0.5 %,
lalu lepaskan sarung tangan dan biarkan terendam dilarutan
klorin 0.5 % selama 10 menit
11. Mencuci kedua tangan
12. Melakukan pemantauan ulang DJJ
Mencatat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput,
warna air ketuban dan DJJ
3. Prosedur Tindakan Episiotomi
EPISIOTOMI
No. Dokumen 029-Asuhan Persalinan Dan
Bayi Baru
Lahir/SOP/Akbid-Al
ikhlas/2019
SOP No. Revisi
Tanggal
Terbit
Halaman 2 Halaman
Pengertian Suatu tindakan pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan
anus sesuai indikasi
Tujuan Sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan episiotomy
Referensi 1. JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiai
Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja Sama Save The Children
Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
2. Pengurus daerah ikatan bidan Indonesia, 2019, Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan, Jawa
Barat.
Untuk ibu :
▪ Menggelar kain diperut bawah ibu
▪ Menyiapkan oksitosin 10 unit
▪ Alat suntik steril sekali pakai didalam partus set
3. Memakai alat pelindung diri : penutup kepala, kacamata,
masker, celemek, sepau booth.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,
cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang
bersih dan kering.
5. Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan
digunakan untuk periksa dalam
6. Masukan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT atau ateril dan pastikan
tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
J. Menilai perdarahan
38. Melakukan pemeriksaan pada kedua sisi plasenta (maternal-
fetal) pastiakn plasenta telah dilahirkan lengkap.
Masukan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
39. Melakukan evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi yang luas
dan menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan.
K. Asuhan Pascapersalinan
40. Membersihkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5 % bilas kedua tangan tersebut
dengan air DTT dan keringkan dengan kain yang bersih dan
kering.
41. Memastiakn uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
Evaluasi
42. Memastikan kandung kemih kosong dan uterus berkontraksi
43. Menajarkan ibu keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi
44. Melakukan evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
45. Memriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
46. Melakukan pemantauan keadaan bayi dan pastikan bahwa
bayi bernfas dengan baik (40-60x/menit)
▪ Jika bayi sulit bernafas, merintih atau retraksi,
diresusitasi dan segera rujuk ke rumah sakit
▪ Jika bayi nafas terlalu cepat atau sesal nafas, segera rujuk
ke RS rujukan
▪ Jika kaki bayi teraba dingin, pastiakn ruangan hangat.
Lakukan kembali kontak kulit ke kulit ibu – bayi dan
hangatkan ibu – bayi dalam satu selimut
C. Penjahitan robekan
17. Melakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat
robekan. Jika ada pendarahan yang terlihat menutupi luka
episiotomy pasang tampon atau kassa dalam vagina.
(sebaiknya menggunkan tampon berekor benang)
18. Menempatkan jarum jahit pada pemegang jarum, kemudian
kunci pemegang jarum
19. Memasang benang jahit (chromic 2-0) pada mata jarum
20. Melihat dengan jelas batas luka episiotomy
21. Melakukan penjahitan pertama ± 1 cm diatas puncak luka
robekan di dalam vagina, ikat jahitan pertama dengan simpul
mati. Potong ujunng benang yang bebas (ujung benang tanpa
jarum) hingga tersisa ± 1 cm
22. Menjahit mukosa vagina dengan menggunakan jahitan
jelujur hingga tepat dibelakang lingkaran hymen. (jarak antar
jahitan ± 1 cm).
Bila menggunakan benang plain catgut, buat simpul mati
pada jahitan jelujur dibelakang lingkaran.
Ket : plain catgut daya serap 7-12 hari, sehingga kekuatannya
perlu dihitungkan sedangkan chromic daya serapnya lebih
lama.
23. Menusukan jarum pada mukosa vagina dari belakang
lingkaran hymen hingga menembus luka robekan bagian
perineum.
Bila robekan yang terjadi sangat dalm :
▪ Lepaskan jarum dari benang
▪ Ambil benang baru dan pasang pada jarum
▪ Buat jahitan terputus pada robekan bagian dalam untuk
menghindari rongga bebas/dead space
▪ Gunting sisa benang
Pasang kembali jarum pada benang jahitan jelujur semula
24. Teruskan jahitan jelujur pada luka perineum sampai kebagian
bawah luka robekan.
Bila menggunakan benang plain catgut, buat simpul mati
pada jahitan jelujur paling bawah.
25. Menjahit jaringan subcutis kanan kiri ke arah atas hingga
tepat dimuka lingkaran hymen
26. Menusukan jarum dari depan lingkaran hymen ke mukosa
vagina di belakang lingkaran hymen. Buat simpul mati
dibelakang lingkaran hymen dan potong benang hingga
tersisa ± 1 cm
27. Melakukan pengecekan anus dengan memasukan jari
telunjuk pada rectum dan rabalah dinding atas rectum. (bila
teraba jahitan, ganti sarung tangan dan lakukan penjahitan
ulang)
28. Memberitahu ibu agar membasuh perineum dengan sabun
dan air, terutama setelah buang air besar. (arah basuhan dari
bagian muka ke belakang)
6. Prosedur Pemeriksaan BBL
2. Tanda-tanda vital
a. Pemeriksaan laju nafas dengan melihat tarikan nafas pada
dada menggunakan petunjuk waktu. Laju nafas normal
40-60 permenit, tidak ada wheezing dan ronchi
b. Periksa laju jantung dengan menggunakan stetoskop dan
penunjuk waktu. Laju jantung normal 100-120 permenit,
tidak terdengar murmur jantung
c. Periksa suhu dengan menggunakan thermometer aksila.
Suhu normal 36,5-37,5°C
Prosedur A. Persiapan
1. Meyapa ibu dan bayi dengan ramah, perkenalkan diri.
2. Mengumpulakn data-data pribadi ibu dan bayi :
a. Nama bayi
b. Tanggal lahir
c. Berat badan lahir
d. Usia kehamilan saat bayi dilahirkan
3. Menanyakan tujuan kedatangan ibu (apakah ibu datang
untuk imunisasi/untuk yang lainnya)
D. Pelaksanaan imunisasi
1. Mengambil vaksin dari cold pack
2. Memeriksa label jenis vaksin untuk memastikan bahwa
uniject tersebut memasang berisi vaksin Hepatitis B
3. Memeriksa tanggal kadaluwarsa
4. Mengunci HB uniject, kemudian melepas tutup jarum tanpa
menyentuh jarum
5. Menentukan daerah suntikan di paha anterolateral dan
membersihkan daerah suntikan dengan kapas DTT.
6. Menusukkan jarum vaksin secara intramuscular (IM),
membentuk sudut 90°. Tidak perlu dilakukan aspirasi
7. Mencabut needle kemudian usap daerah lokasi penyuntikan
dengan kapas kering tanpa melakukan masase.
8. Buang uniject yang telah dipakai tersebut ke safety box
9. Membereskan alat-alat, buang sampah ke dalam tempatnya
sesuai jenis dan dekontaminasi
10. Mencuci tangan
11. Mendokumentasikan asuhan yang telah dilaksanakan.
8. Prosedur Pemberian Salep Mata
B. Pelaksanaan
Pastikan ruangan tertutup dan hangat
1. Menyapa orang tua dengan ramah
2. Menjelaskan pada orang tua tujuan dan maksud tindakan
yang akan dilakukan
3. Mencuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Memotong vial vitamin K
6. Mengisi spuit dengan vitamin K sebanyak 1 mg dosis
tunggal
7. Mempersiapkan posisi bayi (penyuntikan dilakukan di 1/3
bagian atas dan tengah anterolateral paha kiri)
8. Membersihkan tempat penyuntikan dengan kapas DTT
9. Melakukan penyuntikan dengan sudut 90° pada anterolateral
paha kiri
10. Membuat spuit pada safety box
11. Memberitahu orang tua hasil pemberian suntikan
12. Membereskan alat
13. Merapikan bayi
14. Mencuci tangan
15. Mendokumentasikan tindakan dan hasil temuan.