Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS KOMPLEKSITAS MASALAH OPTIMASI LINEAR

MENGGUNAKAN METODE INTERIOR PRIMAL-DUAL


DENGAN LANGKAH FULL-NEWTON

RINI MAEDIANENGSIH

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRAK

RINI MAEDIANENGSIH. Analisis Kompleksitas Masalah Optimasi Linear Menggunakan


Metode Interior Primal-Dual dengan Langkah Full-Newton. Dibimbing oleh BIB PARUHUM
SILALAHI dan MUHAMMAD ILYAS.

Metode interior primal-dual dengan langkah full-Newton adalah salah satu metode untuk
menyelesaikan masalah optimasi linear. Metode ini dirancang sedemikian rupa sehingga solusi
optimal diperoleh di dalam interior dari domain. Metode ini memiliki kompleksitas polinomial.
Karya ilmiah ini membahas dan menganalisis kompleksitas algoritme masalah optimasi linear
menggunakan metode interior primal-dual langkah full-Newton. Beberapa masalah optimasi linear
diselesaikan dengan metode ini untuk melihat kesesuainnya dengan kompleksitas algoritme. Dari
studi kasus yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa banyaknya iterasi sesuai dengan
kompleksitas algoritme.

Kata Kunci: metode interior, langkah full-Newton, kompleksitas algoritme.


ABSTRACT

RINI MAEDIANENGSIH. Complexity Analysis of Linear Optimization Problems Using Primal-


Dual Interior Methods with Full-Newton Step. Supervised by BIB PARUHUM SILALAHI and
MUHAMMAD ILYAS.

Primal-dual interior method with full-Newton step is a method for solving linear optimization
problems. This method is designed in such a way that an optimal solution is obtained an interior of
the domain. It has polynomial complexity. This paper discusses and analyzes the complexity of
linear optimization problems using primal-dual interior method with full-Newton steps. From the
case studies that have been conducted, can be concluded that the number of iterations is in
accordance with the complexity of the algorithm.

Keywords: interior method, full-Newton step, complexity of the algorithm.


ANALISIS KOMPLEKSITAS MASALAH OPTIMASI
LINEAR MENGGUNAKAN METODE INTERIOR PRIMAL-
DUAL DENGAN LANGKAH FULL-NEWTON

RINI MAEDIANENGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Sripsi : Analisis Kompleksitas Masalah Optimasi Linear Menggunakan
Metode Interior Primal-Dual dengan Langkah Full-Newton.
Nama : RINI MAEDIANENGSIH
NIM : G54080044

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Bib Paruhum Silalahi, M.Kom. Muhammad Ilyas, S.Si, M.Sc.
NIP. 19670101 199203 1 004

Mengetahui:
Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, M.S.


NIP. 19650505 198903 2 004

Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Bib Paruhum Silalahi, M.Kom, selaku dosen pembimbing I (terima kasih atas semua
ilmu, kesabaran, motivasi, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini).
2. Muhammad Ilyas, S.Si, M.Sc, selaku dosen pembimbing II (terima kasih atas semua ilmu,
saran dan motivasinya).
3. Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA, selaku dosen penguji (terima kasih atas semua ilmu dan
sarannya).
4. Semua dosen Departemen Matematika (terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan).
5. Staf Departemen Matematika: Pak Yono, Bu Ade, Mas Heri, Bu Susi dan Mas Deni (terima
kasih atas bantuan dan motivasinya).
6. Keluargaku tercinta: Bapak, Mamah, adikku Rena dan Adelia (terima kasih atas doa,
dukungan, kesabaran, kepercayaan dan kasih sayangnya).
7. Teman-teman kosan: Yuli, Sri, Davi, Chacha, Kak Nurul, Kak Tanti, Kak Runi (terima kasih
atas bantuan, doa dan dukungannya).
8. Teman-teman satu bimbingan: Haya, Bram, Irwan (terima kasih atas bantuan dan
dukungannya).
9. Sahabat terdekat: Roni, Nova, Dina, Aisyah (terima kasih atas semangat, doa dan
dukungannya).
10. Teman-teman Math 45: Herlan, Prama, Arbi, Dini, Rahma, Mya, Pipin, Tiwi, Mega, Fuka,
Annisa, Ana, Dimas, Fina dan yang lainnya (terima kasih atas dukungan, bantuan dan doanya).
11. Adik-adik Math 46: Sefira, Fitria, Anne, Mirna, Andri dan yang lainnya (terima kasih atas
dukungan, bantuan, dan doanya).

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya matematika
dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, April 2013

Rini Maedianengsih
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 5 Februari 1990 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara. Anak dari pasangan Muhaemin dan Eros Saripah.
Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di TK LKMD Kuningan. Tahun 2002
penulis lulus dari SDN Tangkolo 1, Kuningan. Tahun 2005 penulis lulus dari SLTPN 3 Rancah,
Ciamis. Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 2 Ciamis dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Biro Kewirausahaan GUMATIKA
IPB pada tahun 2009-2010. Kegiatan lain yang pernah diikuti oleh penulis yaitu sebagai pengajar
Matematika untuk tingkat SMP di sebuah bimbingan belajar pada tahun 2012.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 1

II. LANDASAN TEORI ................................................................................................. 2


2.1 Sistem Persamaan Linear.................................................................................... 2
2.2 Matriks dan Vektor ............................................................................................ 2
2.3 Optimasi Linear dan Dualitas ............................................................................. 3
2.4 Metode Newton ................................................................................................. 3
2.5 Kompleksitas ..................................................................................................... 4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 5


3.1 Kondisi Optimal ................................................................................................. 5
3.2 Central Path....................................................................................................... 5
3.3 Langkah Full-Newton ......................................................................................... 5
3.4 Ukuran Kedekatan .............................................................................................. 6
3.5 Kompleksitas Algoritme ..................................................................................... 7

IV. STUDI KASUS .......................................................................................................... 11

V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 16


5.1 Simpulan............................................................................................................ 16
5.2 Saran.................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16

LAMPIRAN .................................................................................................................... 17

viii
DAFTAR TABEL
Halaman

1 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 4, 𝑚 = 2, 𝜇 = 10, dan 𝜀 = 10−5 ......................................... 11


2 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 4, 𝑚 = 2, 𝜇 = 100, dan 𝜀 = 10−5 ...................................... 12
3 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 4, 𝑚 = 2, 𝜇 = 10, dan 𝜀 = 10−3 ........................................ 12
4 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 6, 𝑚 = 3 𝜇 = 10, dan 𝜀 = 10−5 ......................................... 13
5 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 6, 𝑚 = 3 𝜇 = 100, dan 𝜀 = 10−5 ....................................... 14
6 Hasil Iterasi pada Saat 𝑛 = 6, 𝑚 = 3 𝜇 = 10, dan 𝜀 = 10−3 ......................................... 15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Program MATLAB untuk Fungsi Langkah Newton ....................................................... 18


2 Program MATLAB untuk Kasus Dua Dimensi (𝑛 = 4) ................................................. 19
3 Program MATLAB untuk Kasus Tiga Dimensi (𝑛 = 6)................................................. 21

ix
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang elipsoid. Sesuai dengan namanya, metode ini


akan melalui daerah dalam (interior) dari
Pengoptimuman merupakan salah satu daerah solusi yang mungkin (feasible) dalam
cabang matematika terapan yang mempelajari mencari solusi optimal. Hal ini berlawanan
masalah meminimumkan atau memaksimum- dengan metode simpleks yang bergerak dari
kan. Dalam kehidupan sehari-hari banyak verteks ke verteks (Silalahi 2011).
permasalahan yang memerlukan optimasi. Dalam perkembangannya, metode ini
Optimasi digunakan secara luas hampir di telah dikembangkan dengan beberapa
setiap aspek kehidupan, seperti di bidang pendekatan. Secara umum metode ini dapat
teknik, ekonomi, manajemen dan industri. dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
Banyak penelitian yang telah menghasilkan metode affine scaling, metode potential
teknologi baru, dan metode baru dalam reduction (barrier) dan metode central
optimasi. trajectory (path-following). Selain itu,
Pada tahun 1947, Dantzig mengajukan persoalan yang bisa diselesaikan dengan
penggunaan metode simpleks untuk me- metode ini juga mengalami perkembangan.
mecahkan masalah optimasi linear (OL). Awalnya metode ini dikembangkan untuk
Daerah fisibel dari masalah optimasi linear pemrograman linear dan sekarang sudah
adalah suatu polihedron. Metode simpleks dikembangkan untuk masalah-masalah yang
bergerak dari verteks ke verteks dari lain, seperti pemrograman integer,
polihedron untuk memperoleh solusi optimal. pemrograman jaringan, pemrograman
Metode ini dirancang sehingga nilai dari semidefinit (Mitchell 1998).
fungsi tujuan berubah secara monoton ke arah Dalam karya ilmiah ini akan digunakan
nilai optimal. Penemuan Dantzig telah metode interior primal-dual dengan langkah
menginspirasi begitu banyak penelitian dalam full-Newton dalam memecahkan masalah
matematika. Terdapat banyak varian dari Klee-Minty tersebut. Selanjutnya akan
metode simpleks, yang dibedakan oleh aturan dilakukan analisis kompleksitas algoritme dari
untuk memilih verteks yang akan dikunjungi masalah Klee-Minty dan menyelesaikan
(dikenal dengan aturan pivot) (Silalahi 2011). beberapa masalah optimasi linear untuk
Pada tahun 1972, Klee dan Minty mem- melihat kesesuaiannya dengan kompleksitas
berikan suatu masalah dengan metode algoritme dengan bantuan software MATLAB
simpleks memerlukan 2𝑛 − 1 iterasi untuk R2008b.
menyelesaikan suatu masalah optimasi linear
dengan 2n pertidaksamaan. Klee-Minty juga 1.2 Tujuan
menunjukkan bahwa metode simpleks me-
merlukan waktu eksponensial untuk me- Berdasarkan latar belakang di atas, maka
nyelesaikan masalah optimasi linear. Contoh tujuan karya ilmiah ini adalah
yang diberikan oleh Klee dan Minty kemudian (i) Membahas metode interior primal-dual
dikenal dengan problem Klee-Minty (KM), dengan langkah full-Newton.
yaitu (ii) Menganalisis kompleksitas algoritme
min 𝑦𝑚 interior primal-dual dengan langkah
kendala 𝜌𝑦𝑘−1 ≤ 𝑦𝑘 ≤ 1 − 𝜌𝑦𝑘−1 , full-Newton.
k = 1,...,m (iii) Menyelesaikan beberapa masalah Klee-
1
dengan 𝑦0 = 0,   (0,2) (Silalahi 2011). Minty dan melihat kesesuaiannya dengan
Pada tahun 1979, Khachiyan meng- kompleksitas algoritme.
usulkan metode elipsoid untuk memecahkan
permasalahan optimasi linear secara 1.3 Sistematika Penulisan
polinomial. Walaupun metode elipsoid ini
memiliki kompleksitas polinomial, namun Karya ilmiah ini terdiri dari lima bab.
dalam penerapan secara komputasional Bab pertama merupakan pendahuluan yang
metode ini tidak efisien (Silalahi 2011). berisi latar belakang dan tujuan penulisan.
Pada tahun 1984, Karmarkar me- Bab kedua berupa landasan teori yang berisi
ngembangkan metode interior dan mem- konsep. Bab ketiga berisi penjelasan metode
presentasikan suatu algoritme (algoritme interior primal-dual dengan langkah full-
Karmarkar) yang memiliki kompleksitas Newton. Bab keempat merupakan studi kasus
polinomial yang lebih baik dari metode dan bab kelima berisi kesimpulan dan saran.
2

II LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Persamaan Linear


dan notasi diag(x) adalah matriks diagonal
Definisi 1 (Sistem Persamaan Linear) dengan unsur diagonal utama ialah vektor x
Suatu persamaan linear dalam n peubah 𝑥1 0 ⋯ 0
(variable) adalah persamaan dengan bentuk 0 𝑥2 ⋯ 0
𝑿 = 𝑑𝑖𝑎𝑔 𝐱 =
a1x1 + a2x2 + . . . + anxn = b ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
di mana a1, a2, . . . , an dan b adalah bilangan- 0 0 ⋯ 𝑥𝑛
bilangan real dan x1, x2, . . . ,xn adalah peubah.
Dengan demikian maka suatu sistem linear 𝑦1 0 ⋯ 0
dari m persamaan dalam n peubah adalah satu 0 𝑦2 ⋯ 0
𝒀 = 𝑑𝑖𝑎𝑔 𝐲 =
sistem berbentuk: ⋮ ⋮ ⋱ ⋮
a11x1 + a12x2 + . . . + a1nxn = b1 0 0 ⋯ 𝑦𝑛
a21x1 + a22x2 + . . . + a2nxn = b2
.
maka Hadamard product dari x dan y adalah
.
. xy = Xy = Yx = yx
am1x1 + am2x2 + . . . + amnxn = bm Dengan kata lain, Hadamard product adalah
dengan aij dan bi semuanya adalah bilangan- perkalian antara unsur dengan unsur yang
bilangan real. Kita akan menyebut sistem- seletak (componentwise) dari dua buah vektor
sistem di atas sebagai sistem linear 𝑚 × 𝑛. yang berukuran sama. Componentwise juga
(Leon 2001) berlaku pada operasi pembagian dan operasi
akar untuk vektor x dan s sebagai berikut
2.2 Matriks dan Vektor
𝑥1
Definisi 2 (Ortogonal) 𝑥2
Vektor – vektor x dan y di dalam ℝ2 (atau ℝ3) ⋮
dikatakan ortogonal jika xTy = 0. 𝐱 𝑥i 𝑥𝑛
= = 𝑠
(Leon 2001) 𝐬 𝑠𝑖 1
𝑠2
Definisi 3 (Hasil Kali Skalar di ℝ𝒏 ) ⋮
Misalkan x,y ∈ ℝ𝒏 dengan 𝑠𝑛

𝑥1 𝑦1
𝑥1
𝑥2 𝑦2
𝑥2
. . 𝐱= 𝑥i = ⋮
x= . , y= .
𝑥𝑛
. .
𝑥𝑛 𝑦𝑛 (Roos et al. 2006)

maka hasil kali skalar dari x dan y adalah Definisi 5 (Norm dari Suatu Vektor di ℝ𝒏 )
𝐱 T 𝐲 = 𝑥1 𝑦1 + 𝑥2 𝑦2 + . . . + 𝑥𝑛 𝑦𝑛
(Leon 2001) Misalkan x ∈ ℝ𝑛 dengan

Definisi 4 (Hadamard product) 𝑥1


𝑥2
x= ⋮ ,
Misalkan vektor x, y ∈ ℝ𝑛 , X, Y ∈ ℝ𝑛×𝑛
dengan n menyatakan banyak baris dan 𝑥𝑛
banyak kolom pada matriks. Vektor x dan y
didefinisikan sebagai berikut maka norm dari vektor x di ℝ𝑛 adalah

𝑥1 𝑦1 𝐱 = 𝐱𝑇 𝐱 = 𝑥12 + 𝑥22 + ⋯ + 𝑥𝑛2


𝑥2 𝑦2
x= ⋮ , y= ⋮ (Leon 2001)
𝑥𝑛 𝑦𝑛
3

Definisi 6 (Ruang Baris dan Ruang Kolom) nilai fungsi objektif paling besar. Sedangkan
Jika A adalah matriks 𝑚 × 𝑛, maka ruang solusi optimal untuk masalah minimisasi
bagian dari ℝ1×𝑛 yang direntang oleh vektor- adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan
vektor baris dari A disebut ruang baris dari A. nilai fungsi objektif paling kecil.
Ruang bagian dari ℝ𝑚 yang direntang oleh (Winston 2004)
vektor-vektor kolom dari A disebut ruang
kolom dari A. Proposisi 1 ( Dualitas Lemah)
(Leon 2001) Misalkan x dan s masing-masing fisibel untuk
(P) dan (D). Kemudian 𝐜 T x - 𝐛T y = 𝐱 T s ≥ 0.
Definisi 7 (Ruang Nol)
Akibatnya, 𝐜 T x terbatas di atas untuk nilai
Misalkan A adalah matriks 𝑚 × 𝑛. Misalkan optimal dari (D), dan 𝐛T y terbatas di bawah
N(A) menyatakan himpunan semua untuk nilai optimal dari (P). Selain itu, jika
penyelesaian dari sistem homogen 𝐀𝐱 = 𝟎. kesenjangan dualitas (duality gap) 𝐱 T s
Jadi bernilai nol maka x adalah solusi optimal
𝑁 𝐀 = {𝐱 ∈ ℝ𝑛 |𝐀𝐱 = 𝟎} untuk (P) dan (y,s) adalah solusi optimal
Himpunan semua penyelesaian dari sistem untuk (D).
homogen 𝐀𝐱 = 𝟎 membentuk ruang bagian (Roos et al. 2006)
dari ℝ𝑛 . Ruang bagian N(A) disebut kernel
(ruang nol atau nullspace) dari A.
(Leon 2001) Bukti :lihat Roos

2.3 Optimasi Linear dan Dualitas Teorema 1 (Dualitas)


Jika (P) dan (D) fisibel maka kedua masalah
Masalah optimasi linear dalam bentuk tersebut mempunyai solusi optimal.
standar diberikan sebagai berikut
min{𝐜 T x : Ax = b, x ≥ 0} (P) Kemudian, x   dan (y,s)   adalah solusi
𝑛 𝑚 𝑚𝑥𝑛
dengan, c, x  ℝ , b  ℝ dan A  ℝ . optimal jika dan hanya jika 𝐱 T s = 0.
Masalah (P) disebut masalah primal.
(Roos et al. 2006)
Masalah dual dari masalah primal (P)
diberikan sebagai berikut
max {𝐛T y : 𝐀T y + s = c, s ≥ 0 } (D) Bukti : lihat Roos
dengan, s  ℝ𝑛 dan y  ℝ𝑚 . Masalah (D)
disebut masalah dual. Definisi 10 (Kendala Redundant)
Daerah fisibel dari (P) dan (D) masing- Kendala redundant adalah kendala yang tidak
masing adalah : mengubah daerah fisibel dari masalah
 := {x : Ax = b, x ≥ 0} optimasi linear.
(Silalahi 2011)
 := {(y,s) : 𝐀T y + s = c, s ≥ 0}
Daerah interior masalah (P) dan (D) Definisi 11 (Central Path)
didefinisikan sebagai berikut Suatu kurva yang bergerak dari bagian dalam
 0 := {x : Ax = b, x > 0}, pada daerah fisibel menuju solusi optimal.
0 := {(y,s) : 𝐀T y + s = c, s > 𝟎} (Silalahi 2011)
(Silalahi 2011)
2.4 Metode Newton
Definisi 8 (Daerah Fisibel)
Metode Newton disebut juga metode
Himpunan titik-titik yang memenuhi semua
Newton-Raphson. Metode Newton adalah
kendala dan pembatasan tanda pada optimasi
suatu metode yang digunakan untuk
linear.
menyelesaikan persamaan taklinear, yang
(Winston 2004) dituliskan dalam bentuk :
𝑓𝑖 𝐱 = 𝟎, 𝑖 = 1,2, … , 𝑚
Definisi 9 (Solusi Optimal) 𝐱 = (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 )T .
Solusi optimal pada masalah maksimisasi Metode Newton Raphson dapat diturunkan
adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan dengan menggunakan orde pertama dari deret
4

Taylor. Sebagai contoh untuk fungsi satu linear. Untuk mencari solusi persamaan
peubah atau 𝑖 = 1, dan 𝐱 = 𝑥1 ∈ ℝ, orde 𝑓1 𝑥1 = 0, metode Newton melakukan
pertama deret Taylor 𝑓1 (𝑥1 ) sebagai berikut pendekatan dengan cara mencari solusi
𝑓1 𝑥1 ≈ 𝑓 𝑥1.0 + 𝑓 ′ 𝑥1.0 𝑥1 − 𝑥1.0 𝔣 𝑥1 = 0, dengan 𝔣 adalah fungsi linear.
= 𝔣(𝑥1 ) Selain itu, untuk fungsi dua peubah atau
dengan 𝑥1.0 adalah hampiran awal (Munir 𝑖 = 2, dan 𝐱 = (𝑥1 , 𝑥𝟐 )T ∈ ℝ. Deret Taylor
2003). orde pertama dapat dituliskan untuk masing-
masing persamaan sebagai berikut
Dengan menggunakan metode Newton,
fungsi taklinear dapat diubah menjadi fungsi

𝜕𝑓1 𝑥1.0 , 𝑥2.0 𝜕𝑓1 𝑥1.0 , 𝑥2.0


𝑓1 𝑥1 , 𝑥2 ≈ 𝑓1 𝑥1.0 , 𝑥2.0 + 𝑥1 − 𝑥1.0 + 𝑥2 − 𝑥2.0
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2

𝜕𝑓2 𝑥1.0 , 𝑥2.0 𝜕𝑓2 𝑥1.0 , 𝑥2.0


𝑓2 𝑥1 , 𝑥2 ≈ 𝑓2 𝑥1.0 , 𝑥2.0 + 𝑥1 − 𝑥1.0 + 𝑥2 − 𝑥2.0
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2

dengan 𝑥1.0 dan 𝑥2.0 adalah hampiran awal Jadi, persamaan baru setelah pelinearan
(Munir 2003). adalah
−𝑥1 + 1 = 0
Contoh 1
Diketahui fungsi taklinear f 𝑥1 = 𝑒 𝑥 1 − 5𝑥1  Pelinearan untuk persamaan (2)
dengan hampiran awal 𝑥1.0 = 0. 𝑓2 𝑥1 , 𝑥2 ≈ 𝔣 𝑥1 , 𝑥2 = 0
𝑓1 𝑥1 ≈ 𝑓 𝑥1.0 + 𝑓 ′ 𝑥1.0 𝑥1 − 𝑥1.0
𝑓1 𝑥1 ≈ 𝔣 𝑥1 = 0 𝑥2 2 − 𝑥1 𝑥2 − 2 = 0
𝔣 𝑥1 = 𝑓 0 + 𝑓 ′ 0 𝑥1 − 0
𝑥1 − 0 = 0
= 𝑒 0 − 5 0 + 𝑒 0 − 5 𝑥1 − 0 𝑓2 0,1 + −1 2
𝑥2 − 1
= 1 + −4 𝑥1 −1 + −1 𝑥1 + 2 𝑥2 − 1 = 0
Pada saat 𝔣 𝑥1 = 0 maka
1 + −4 𝑥1 = 0 −𝑥1 + 2𝑥2 − 3 = 0
𝑥1 = 1
4 Jadi, persamaan baru setelah pelinearan
adalah
Contoh 2 −𝑥1 + 2𝑥2 = 3
Diketahui fungsi taklinear dengan dua Solusi dari 𝑥1 dan 𝑥2 dapat diperoleh dengan
variabel sebagai berikut mensubstitusikan persamaan (1) ke persamaan
(2) sebagai berikut
𝑓1 𝑥1 , 𝑥2 = 𝑥1 2 − 𝑥1 𝑥2 + 1 (1) − 1 + 2𝑥2 = 3
𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 ) = 𝑥2 2 − 𝑥1 𝑥2 − 2 (2) 2𝑥2 = 4
𝑥2 = 2
Jadi, solusi dari 𝑥1 dan 𝑥2 setelah dilakukan
dengan hampiran awal 𝑥1.0 = 0, 𝑥2.0 = 1
pelinearan adalah 𝑥1 = 1dan 𝑥2 = 2.
 Pelinearan untuk persamaan (1)
𝑓1 𝑥1 , 𝑥2 ≈ 𝔣 𝑥1 , 𝑥2 = 0
2.5 Kompleksitas
𝑥1 2 − 𝑥1 𝑥2 + 1 = 0
Definisi 12 (Kompleksitas)
𝑥1 − 0 = 0
𝑓1 0,1 + −1 0 Fungsi kompleksitas waktu 𝑓(𝑛) adalah
𝑥2 − 1
fungsi yang mengukur banyak operasi dalam
1 + −1 𝑥1 = 0 suatu algoritme yang mempunyai variabel
input n.
𝑥1 = 1
(Grimaldi 2004)
III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Optimal y(µ), dan s(µ) konvergen ke solusi optimal


dari (P) dan (D).
Berdasarkan teorema dualitas, mencari
solusi optimal dari masalah primal (P) dan 3.3 Langkah Full-Newton
masalah dual (D) sama halnya dengan
menyelesaikan sistem Langkah full-Newton merupakan metode
𝐀𝐱 = 𝐛, 𝐱 ≥ 𝟎 yang dapat digunakan untuk mencari solusi
𝐀𝐓 𝐲 + 𝐬 = 𝐜, 𝐬 ≥ 𝟎 (1) pendekatan sistem (2). Diberikan pasangan
fisibel primal-dual (x,(y,s)), kita ingin
𝐱𝐬 = 𝟎.
dengan xs adalah Hadamard product. mencari ∆𝐱, ∆𝐲, dan ∆𝐬 sehingga
Sistem (1) merupakan kondisi optimal
𝐱 + = 𝐱 + ∆𝐱,
untuk masalah optimasi linear. Baris pertama
𝐲 + = 𝐲 + ∆𝐲,
merupakan kendala fisibel masalah primal
𝐬+ = 𝐬 + ∆𝐬.
(P) dan baris kedua merupakan kendala
fisibel masalah dual (D). Sedangkan baris
memenuhi sistem (2), dengan kata lain
ketiga disebut dengan kondisi pelengkap.
𝐀 𝐱 + ∆𝐱 = 𝐛,
3.2 Central Path 𝐀T 𝐲 + ∆𝐲 + 𝐬 + ∆𝐬 = 𝐜, (3)
𝐱 + ∆𝐱 𝐬 + ∆𝐬 = 𝜇𝐞.
Central path merupakan aspek penting
dari metode interior, yang akan membantu
Dari sistem (3) diperoleh sistem baru sebagai
dalam membangun suatu algoritme umum
berikut
untuk metode primal-dual. Secara geometrik,
central path merupakan kurva analitik yang
konvergen menuju solusi optimal. 𝐀∆𝐱 = 𝐛 – 𝐀𝐱,
Untuk menyelesaikan sistem (1) kondisi 𝐀T ∆𝐲 + ∆𝐬 = 𝐜 – 𝐀T 𝐲 – 𝐬, (4)
pelengkap diubah menjadi xs = µe. Dengan, 𝐬∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 + ∆𝐱∆𝐬 = 𝜇𝐞 − 𝐱𝐬.
µ adalah bilangan positif dan e adalah vektor
semua satu. Kendala baru ini disebut kondisi karena 𝐀𝐱 = 𝐛 dan 𝐀T 𝐲 + 𝐬 = 𝐜, maka
pemusatan. Sistem yang dihasilkan adalah sistem berikut setara dengan sistem (4)

𝐀∆𝐱 = 𝟎,
𝐀𝐱 = 𝐛, 𝐱 ≥ 𝟎 (5)
𝐀T ∆𝐲 + ∆𝐬 = 𝟎,
𝐀T 𝐲 + 𝐬 = 𝐜, 𝐬 ≥ 𝟎 (2)
𝐬∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 + ∆𝐱∆𝐬 = 𝜇𝐞 – 𝐱𝐬.
𝐱𝐬 = 𝜇𝐞.
Untuk mencari solusi sistem (5) digunakan
Solusi dari sistem (2) dinotasikan dengan metode Newton. Persamaan pertama dan
x(µ), y(µ), dan s(µ). x(µ) disebut µ-center persamaan kedua pada sistem (5) merupakan
dari (P) dan (y(µ), s(µ)) disebut µ-center dari persamaan linear. Sedangkan, persamaan
(D). ketiga merupakan persamaan taklinear karena
Himpunan semua x(µ) disebut central mengandung faktor kuadratik ∆𝐱∆𝐬. Untuk
path dari (P), demikian pula himpunan semua menyelesaikan sistem (5), persamaan ketiga
(y(µ), s(µ)) disebut central path dari (D). dilinearkan dengan menggunakan metode
Ketika µ berjalan menuju nol, maka x(µ), Newton, sebagai berikut

s∆x + x∆s + ∆𝐱∆𝐬 = µe – xs

𝑠1 ∆𝑥1 𝑥1 ∆𝑠1 ∆𝑥1 ∆𝑠1 1 𝑥1 𝑠1 0


𝑠2 ∆𝑥2 𝑥2 ∆𝑠2 ∆𝑥2 ∆𝑠2 1 + 𝑥2 𝑠2 0
⋮ + ⋮ + -𝜇 ⋮ ⋮ = ⋮
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑠𝑛 ∆𝑥𝑛 𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 ∆𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 1 𝑥 𝑛 𝑠𝑛 0
6

𝑠1 ∆𝑥1 + 𝑥1 ∆𝑠1 + ∆𝑥1 ∆𝑠1 − 𝜇 + 𝑥1 𝑠1 = 0


𝑠2 ∆𝑥2 + 𝑥2 ∆𝑠2 + ∆𝑥2 ∆𝑠2 − 𝜇 + 𝑥2 𝑠2 = 0

𝑠𝑛 ∆𝑥𝑛 + 𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 + ∆𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 − 𝜇 + 𝑥𝑛 𝑠𝑛 = 0

Misalnya, dilakukan pelinearan pada persamaan pertama sebagai berikut


𝜕𝑓1 ∆𝑥 1.0 ,∆𝑠1.0 𝜕𝑓1 ∆𝑥 1.0 ,∆𝑠1.0
𝑓1 ∆𝑥1 , ∆𝑠1 ≈ 𝑓1 ∆𝑥1.0 , ∆𝑠1.0 + ∆𝑥1 − ∆𝑥1.0 + ∆𝑠1 − ∆𝑠1.0 = 0,
𝜕∆𝑥 1 𝜕∆𝑠1

dengan hampiran awal ∆𝑥1.0 = ∆𝑠1.0 = 0, sehingga diperoleh

𝜕𝑓1 0, 0 𝜕𝑓1 0,0


𝑓1 0,0 + ∆𝑥1 − 0 + ∆𝑠1 − 0 = 0
𝜕∆𝑥1 𝜕∆𝑠1

−𝜇 + 𝑥1 𝑠1 + 𝑠1 ∆𝑥1 + 𝑥1 ∆𝑠1 = 0
𝑠1 ∆𝑥1 + 𝑥1 ∆𝑠1 = 𝜇 − 𝑥1 𝑠1

Untuk persamaan kedua sampai dengan ke-n dilakukan pelinearan dengan cara yang sama,
sehingga diperoleh
𝑠1 ∆𝑥1 + 𝑥1 ∆𝑠1 − 𝜇 + 𝑥1 𝑠1 = 0
𝑠2 ∆𝑥2 + 𝑥2 ∆𝑠2 − 𝜇 + 𝑥2 𝑠2 = 0

𝑠𝑛 ∆𝑥𝑛 + 𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 − 𝜇 + 𝑥𝑛 𝑠𝑛 = 0
Dapat juga ditulis

𝑠1 ∆𝑥1 𝑥1 ∆𝑠1 1 𝑥1 𝑠1 0
𝑠2 ∆𝑥2 𝑥2 ∆𝑠2 𝑥
1 + 2 𝑠2 0
⋮ + ⋮ -𝜇 ⋮ ⋮ = ⋮
⋮ ⋮ ⋮
𝑠𝑛 ∆𝑥𝑛 𝑥𝑛 ∆𝑠𝑛 1 𝑥𝑛 𝑠𝑛 0

s∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 − 𝜇𝐞 + 𝐱𝐬 = 𝟎

Sehingga diperoleh persamaan baru yang 3.4 Ukuran Kedekatan


merupakan persamaan linear, sebagai berikut
Pada proses mengikuti central path
𝐀∆𝐱 = 𝟎 menuju solusi optimal dengan menggunakan
𝐀T ∆𝐲 + ∆𝐬 = 𝟎 (6)
langkah full-Newton, dihasilkan barisan titik-
𝐬∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 = 𝜇𝐞 – 𝐱𝐬 titik yang berada di sekitar central path.
Diperlukan suatu ukuran untuk mengukur
Sistem (6) dapat dinyatakan dalam bentuk kedekatan (𝐱, (𝐲, 𝐬)) ke 𝜇-center dan central
matriks SPL sebagai berikut path. Sebelum mendefinisikan ukuran
kedekatan, terlebih dahulu merumuskan
𝐀 0 0 ∆𝐱 0 sistem linear (6) yang mendefinisikan arah
0 𝐀𝐓 1 ∆𝐲 = 0 Newton dalam kasus primal-dual. Untuk
𝐒 0 𝐗 ∆𝐬 𝜇𝐞 − 𝐱𝐬 tujuan ini, kita definisikan vektor sebagai
berikut
Dengan X = diag (x) dan S = diag (s). Solusi 𝐮 ∆𝐱 𝐮 ∆𝐬 ∆𝐲
∆𝐱, ∆𝐲, dan ∆𝐬 dinamakan primal-dual 𝐝x = , 𝐝s = , 𝐝y =
𝐱 𝐬 𝜇
langkah Newton. Dengan langkah full- dengan
Newton diperoleh
𝐱𝐬
𝐱 + = 𝐱 + ∆𝐱, 𝐮 :=
𝐲 + = 𝐲 + ∆𝐲, 𝜇
𝐬+ = 𝐬 + ∆𝐬.
7

𝐱 𝑫T 𝐀T 𝐝y + 𝐝s = 𝟎
jika didefinisikan 𝑫 = diag maka 𝐀𝑫 T 𝐝y + 𝐝s = 𝟎
𝐬
sistem (6) setara dengan Jadi, persamaan kedua terbukti.∎

(iii) Persamaan ketiga


𝑨𝑫𝐝x = 𝟎 Ruas kiri
T
𝑨𝑫 𝐝y + 𝐝s = 𝟎 𝐬∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 = s 𝜇 𝐝x d + x 𝜇 𝐝s 𝐝−1
𝐝x + 𝐝s = 𝐮−1 − 𝐮 = 𝜇 (𝐬𝐝𝐝x + x𝐝−1 𝐝s )
= 𝜇 (𝐮 𝜇𝐝−1 𝐝𝐝x +
Bukti : 𝐮 𝜇𝐝𝐝−1 𝐝s )
= 𝜇𝐮 (𝐝x + 𝐝s )
Ruas kanan
(i) Persamaan pertama 𝜇𝐞 − 𝐱𝐬 = 𝜇𝐞 − 𝐮 𝜇 𝐝 (𝐮 𝜇𝐝−1 )
AD𝐝x = 0
= 𝜇𝐞 − 𝐮2 𝜇𝐝𝐝−1
𝐮 ∆𝐱 = 𝜇𝐞 − 𝐮2 𝜇
AD =0 = 𝜇𝐮𝐮−1 − 𝜇𝐮2
𝐱 = 𝜇𝐮 𝐮−1 − 𝐮
𝐱𝐬
𝜇
∆𝐱
AD =0 𝐬∆𝐱 + 𝐱∆𝐬 = 𝜇𝐞 − 𝐱𝐬
𝐱 𝜇𝐮(𝐝x + 𝐝s ) = 𝜇𝐮 𝐮−1 − 𝐮
𝐬
∆𝐱 𝐝x + 𝐝s = 𝐮−1 − 𝐮
𝐱
AD =0
𝜇 Jadi, persamaan ketiga terbukti.∎

Persamaan dari sistem (6) menunjukkan


𝑥1 𝑠1
0 … 0 ∆𝑥 1 bahwa vektor 𝐝x dan 𝐝s adalah ruang nol dan
s1 𝑥1
ruang baris dari matriks AD, ini berarti 𝐝x
𝑥2 𝑠2 dan 𝐝s ortogonal. Ortogonalitas dari 𝐝x dan
0 0 ⋮ ∆𝑥 2
𝑠2 𝑥2
𝐝s mengimplikasikan bahwa
⋮ … ⋱ ⋮ ⋮
2 2
0 … …
𝑥𝑛 𝑠𝑛
∆𝑥 𝑛 𝐝x = 𝐝x + 𝐝s 2
+ 𝐝s
𝑠𝑛 𝑥𝑛
A =0 = 𝐮−1 − 𝐮 2
𝜇 Perhatikan bahwa 𝐝x , 𝐝s dan 𝐝y adalah nol
jika dan hanya jika 𝐮−1 − 𝐮 = 𝟎. Untuk
∆𝑥1 mengukur jarak (x, (y, s)) ke 𝜇-center, di-
∆𝑥2 gunakan ukuran 𝛿 𝐱, 𝐬; 𝜇 yang didefinisi-
⋮ kan sebagai berikut
∆𝑥𝑛 1
𝐀 =𝟎 𝛿 𝐱, 𝐬; 𝜇 := 𝐮−1 − 𝐮
2
𝜇
1 𝜇 𝐱𝐬
𝐀 ∆𝐱 = 𝟎 := −
2 𝐱𝐬 𝜇
Jadi, persamaan pertama terbukti.∎

(ii) Persamaan kedua (Roos et al. 2006)


𝐀T ∆𝐲 + ∆𝐬 = 𝟎
𝐬 3.5 Kompleksitas Algoritme
𝐀T 𝐝y 𝜇 + 𝐝s = 𝟎
𝐮
𝐬 Selanjutnya akan dibahas mengenai
𝐀T 𝐝y 𝜇 + 𝐝s =𝟎
𝐱𝐬 kompleksitas algoritme dari metode interior
𝜇 primal-dual dengan langkah full-Newton.
𝐬𝜇 Berikut ini adalah algoritmenya
𝐀T 𝐝y 𝜇 + 𝐝s =𝟎
𝐱
𝐬 Langkah 1. Pilih nilai awal
𝜇 𝐀T 𝐝y + 𝐝s =𝟎
𝐱 parameter akurasi 𝜀 > 0;
𝐬 parameter pendekatan 𝜏,
𝑫T 𝐀T 𝐝y + 𝐝s = 𝑫T 𝟎
𝐱 0 ≤ 𝜏 < 1;
8

strictly fisibel (𝐱 0 , 𝐲 0 , 𝐬0 ) dengan 1 𝑛𝜇0


(𝐱 0 )T 𝐬0 = 𝑛𝜇0 dan ln
𝜃 𝜀
𝛿(𝐱 0 , 𝐬0 ; 𝜇0 ) ≤ 𝜏;
dan iterasi akan berhenti pada saat 𝑛𝜇 ≤ 𝜀.
parameter barrier 𝜃, 0 < 𝜃 < 1. (Silalahi 2011)
Didefinisikan 𝐱 ≔ 𝐱 0 ; 𝐬 ≔ 𝐬0 ;
𝐲 ≔ 𝐲 0; 𝜇 ≔ 𝜇0 ; Bukti :
Dengan penghitung iterasi awal Awalnya duality gap adalah n𝜇0 , sehingga
𝑘 = 0. dengan menggunakan Lema 1 diperoleh
Langkah 2. Selama 𝑛𝜇 ≥ 𝜀 lanjut ke langkah (𝐱 0 )T 𝐬0 = n𝜇0
4 Pada saat iterasi bertambah maka nilai 𝜇
Langkah 3. Selainnya, STOP. dikalikan dengan faktor 1 − 𝜃 sebagai berikut
Langkah 4. Lakukan pencarian solusi baru 𝜇+ = (1 − 𝜃)𝜇
𝜇𝑘+1 = (1 − 𝜃)𝑘 +1 𝜇0 Untuk iterasi pertama diperoleh
(𝐱1 )T 𝐬1 = (1 − 𝜃) n𝜇0
𝐱 𝑘+1 = 𝐱 𝑘 + ∆𝐱
Untuk iterasi ke-k diperoleh
𝐲 𝑘+1 = 𝐲 𝑘 + ∆𝐲 (𝐱 𝑘 )T 𝐬𝑘 = (1 − 𝜃)𝑘 n𝜇0
𝐬𝑘+1 = 𝐬𝑘 + ∆𝐬 Oleh karena itu, setelah iterasi ke-k duality
Langkah 5. 𝑘 = 𝑘 + 1, kembali ke langkah 2 gap lebih kecil dari 𝜀 jika :
(1 − 𝜃)𝑘 n𝜇0 ≤ 𝜀
Lema 1 Dengan menggunakan logaritma maka di-
peroleh
Jika langkah Newton primal-dual adalah
𝑘 ln 1 − 𝜃 + ln 𝑛𝜇0 ≤ ln 𝜀
fisibel maka (𝐱 + )T 𝐬+ = 𝑛𝜇.
−𝑘 ln 1 − 𝜃 − ln 𝑛𝜇0 ≥ − ln 𝜀
(Roos et al. 2006) 𝑘 (−ln 1 − 𝜃 ) − ln 𝑛𝜇0 ≥ − ln 𝜀
Karena – ln 1 − 𝜃 ≥ 𝜃, maka
Bukti : lihat Roos pertidaksamaan diatas tetap terpenuhi jika
𝑘𝜃 − ln 𝑛𝜇0 ≥ − ln 𝜀
Vektor 𝐱 + dan 𝐬+ merupakan langkah full- 𝑘𝜃 ≥ ln 𝑛𝜇0 − ln 𝜀
Newton primal-dual dan n adalah banyaknya 1 1 𝑛𝜇0
𝑘 ≥ (ln 𝑛𝜇0 − ln 𝜀 ) = ln
pertidaksamaan dari masalah primal-dual. 𝜃 𝜃 𝜀
Jadi, Lema 2 terbukti.∎
Lema 2
Lema berikut ini memperlihatkan efek dari
Metode interior primal-dual dengan langkah langkah Newton primal-dual.
full-Newton memiliki jumlah iterasi tidak
lebih dari

Lema 3
Misal (𝐱, 𝐬) adalah pasangan primal-dual positif dan 𝜇 > 0 sedemikian rupa sehingga 𝐱 T 𝐬 = 𝑛𝜇.
Selanjutnya, jika
𝜃2𝑛
𝛿 ∶= 𝛿(𝐱, 𝐬; 𝜇) dan 𝜇+ = (1 − 𝜃)𝜇 maka 𝛿(𝐱, 𝐬; 𝜇+ )2 = 1 − 𝜃 𝛿 2 + 4(1−𝜃 )

(Silalahi 2011)
Bukti :
𝐱𝐬
Didefinisikan 𝛿 + ≔ 𝛿(𝐱, 𝐬; 𝜇 + ) dan 𝐮 = , maka dapat dituliskan
𝜇

1 2
(𝛿 +)2 = 2
(𝐮+)−1 − 𝐮+
1
=
4
(𝐮+)−1 − 𝐮+ 2

𝐱𝐬
Karena 𝐮+ = , diperoleh
𝜇+
9

𝐱𝐬 𝐱𝐬 𝐱𝐬 1 𝐮
𝐮+ = = = =
𝜇+ (1−𝜃)𝜇 𝜇 1−𝜃 1−𝜃

1−𝜃
(𝐮+ )−1 =
𝐮
Sehingga diperoleh

2
1 1−𝜃 𝐮 1 𝐮 2
+ 2
𝛿 = − = 1 − 𝜃 𝐮−1 −
4 𝐮 1−𝜃 4 1−𝜃
1 𝐮 𝜃𝐮 𝜃𝐮 2
= 1 − 𝜃 𝐮−1 − − +
4 1−𝜃 1−𝜃 1−𝜃
2
1 𝐮 − 𝜃𝐮 𝜃𝐮
= 1 − 𝜃 𝐮−1 − +
4 1−𝜃 1−𝜃
2
1 −1
(1 − 𝜃)𝐮 𝜃𝐮
= 1−𝜃 𝐮 − +
4 1−𝜃 1−𝜃
2
1 1 − 𝜃 𝐮−1 − (1 − 𝜃)𝐮 𝜃𝐮
= +
4 1−𝜃 1−𝜃
2 2
1 1 − 𝜃 (𝐮−1 − 𝐮) 𝜃𝐮 1 𝜃𝐮
= + = 1 − 𝜃 (𝐮−1 − 𝐮) +
4 1−𝜃 1−𝜃 4 1−𝜃

Dari 𝐱 T 𝐬 = 𝑛𝜇 diperoleh 𝐮 2
= 𝑛, seperti berikut
𝑥1 𝑠1
𝜇

2 𝑥1 𝑠1 𝑥2 𝑠2 𝑥𝑛 𝑠𝑛 𝑥2 𝑠2
2 T
𝐮 = 𝐮T 𝐮 = 𝐮 𝐮= … 𝜇
𝜇 𝜇 𝜇

𝑥𝑛 𝑠𝑛
𝜇
𝑥1 𝑠1 𝑥2 𝑠2 𝑥𝑛 𝑠𝑛 𝐱T 𝐬
= + + ⋯+ = =𝑛
𝜇 𝜇 𝜇 𝜇
kemudian,
𝜇
𝑥1 𝑠1

𝑥1 𝑠1 𝜇
𝑥2 𝑠2 𝑥𝑛 𝑠𝑛
𝐮T 𝐮−1 = ⋯ 𝑥2 𝑠2 = 1 + 1 + ⋯ + 1 = 𝑛. 1 = 𝑛
𝜇 𝜇 𝜇

𝜇
𝑥𝑛 𝑠𝑛
selanjutnya, 𝐮T 𝐮−1 − 𝐮 = 𝐮T 𝐮−1 − 𝐮T 𝐮 = 𝑛 − 𝐮 2
=𝑛−𝑛=0
Jadi u ortogonal terhadap 𝐮−1 − 𝐮. Akibatnya,
1−𝜃 𝜃2 𝐮 2
(𝛿 + )2 = 𝐮−1 − 𝐮 2
+
4 4(1 − 𝜃)
10

Karena 𝐮−1 − 𝐮 = 2𝛿 dan 𝐮 2


= 𝑛, diperoleh
𝜃2𝑛
(𝛿 + )2 = 1 − 𝜃 𝛿 2 +
4(1 − 𝜃)
Jadi, Lema 3 terbukti.∎

Untuk menjamin nilai 𝛿 pada Lema 3 maka Teorema berikut ini adalah batas atas iterasi
diperlukan Lema 4 dan akibat 1 sebagai untuk metode interior primal-dual dengan
berikut langkah full-Newton.

Lema 4 Teorema 2
1 1
Jika 𝛿 ≔ 𝛿(𝐱, 𝐬; 𝜇) ≤ 1, maka langkah Jika 𝜏 = dan 𝜃 = , maka jumlah
2 𝑛 +1
Newton primal-dual fisibel yaitu 𝐱 + dan 𝐬+
iterasi tidak lebih dari
taknegatif. Selain itu, jika 𝛿 < 1 maka 𝐱 + dan
𝐬+ positif dan 𝑛𝜇0
𝑛 + 1 ln
𝛿2 𝜀
𝛿(𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇) ≤ Output dari primal-dual pasangan (x, s) yaitu
2(1 − 𝛿 2 )
𝐱 T 𝐬 ≤ 𝜀.
(Roos et al. 2006)
(Silalahi 2011)

Bukti : lihat Roos


Bukti :
1
Misalkan dipilih 𝜏 = 2
. Dengan meng-
Akibat 1
1
Jika 𝛿 ∶= 𝛿 𝐱, 𝐬; 𝜇 ≤
1
, maka gunakan akibat 1 yaitu 𝛿 𝐱, 𝐬; 𝜇 ≤ 2, maka
2
𝛿 𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇 ≤ 𝛿 2. setelah langkah Newton primal-dual diperoleh
1
(Silalahi 2011) 𝛿 𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇 ≤ 2. Setelah iterasinya ber-
tambah, nilai 𝜇 menjadi 𝜇+ = (1 − 𝜃)𝜇.
1
Dengan mengambil nilai 𝜃 = 𝑛 +1, diperoleh
𝛿 𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇+ 2
sebagai berikut

1−𝜃 𝜃2𝑛 1 − 𝜃 2 + 𝜃 2 𝑛 𝜃 2 − 2𝜃 + 1 + 𝜃 2 𝑛
𝛿 𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇+ 2
≤ + = =
4 41−𝜃 4 1−𝜃 4 1−𝜃
1 2 𝑛 𝑛+1 2 2
𝑛+1−
+1+𝑛+1 𝑛+1− +1 1− +1
𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1
= = =
1 1 1
4 1− 4 1− 4 1−
𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1
2 1
2− 2 1−
𝑛+1 𝑛+1 2 1
= = = =
1 1 4 2
4 1− 4 1−
𝑛+1 𝑛+1

Dari penyelesaian di atas diperoleh atas dengan Lema 2 maka diperoleh Teorema
1
𝛿 𝐱 + , 𝐬+ ; 𝜇+ 2 ≤ 2 = 𝜏. Ini berarti bahwa 2.
𝛿(𝐱, 𝐬; 𝜇) ≤ 𝜏 tetap dipertahankan pada setiap Jadi, Teorema 2 terbukti.∎
iterasi. Dengan menggabungkan penjelasan di
IV STUDI KASUS

Untuk studi kasus pada metode interior Dengan menggunakan software


digunakan masalah Klee-Minty dengan MATLAB R2008b diperoleh gambar
1 sebagai berikut
𝜌 = 3 dan 𝑦0 = 0 yang diberikan oleh :
Minimumkan 𝑦𝑚 ,
1 1
Kendala 𝑦𝑘−1 ≤ 𝑦𝑘 ≤ 1 − 𝑦𝑘−1
3 3
𝑘 = 1, … , 𝑚

Dengan 𝑛 menyatakan banyaknya


pertidaksamaan dan 𝑚 menyatakan
banyaknya variabel.

1) Pada saat 𝑛 = 4 dan 𝑚 = 2

Maksimumkan −𝑦2
Dengan kendala 𝑦1 ≤ 1 Gambar 1 Masalah Klee-Minty pada saat
−𝑦1 ≤ 0 𝑛 = 4, 𝜇 = 10, dan 𝜀 = 10−5 .
1
𝑦 − 𝑦2 ≤ 0
3 1
1
𝑦 + 𝑦2 ≤ 1
3 1

Tabel 1 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−5


Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 40 31.5518 0.3169 0.3169
1 22.1115 17.4458 0.3169 0.3169
2 12.2229 9.6518 0.3167 0.3167
3 6.7567 5.3499 0.3162 0.3162
4 3.7350 2.9833 0.3144 0.3144
5 2.0647 1.6947 0.3088 0.3088
6 1.1413 1.0117 0.2928 0.2928
7 0.6309 0.6669 0.2557 0.2557
8 0.3488 0.4994 0.1949 0.1949
9 0.1928 0.4189 0.1279 0.1279
10 0.1066 0.3791 0.0758 0.0758
11 0.0589 0.3583 0.0430 0.0430
12 0.0326 0.3470 0.0241 0.0241
13 0.0180 0.3409 0.0134 0.0134
14 0.0100 0.3375 0.0074 0.0074
15 0.0055 0.3356 0.0041 0.0041
16 0.0030 0.3346 0.0023 0.0023
17 0.0017 0.3340 0.0013 0.0013
18 9.2916e-004 0.3337 0.6966e-003 0.0007
19 5.1363e-004 0.3335 0.3851e-003 0.0004
20 2.8393e-004 0.3335 0.2129e-003 0.0002
21 1.5695e-004 0.3334 0.1177e-003 0.0001
22 8.6760e-005 0.3334 0.6507e-004 0.0001
23 4.7960e-005 0.3334 0.3597e-004 0.0000
12

24 2.6512e-005 0.3333 0.1988e-004 0.0000


25 1.4655e-005 0.3333 0.1099e-004 0.0000

Pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−5 , 𝑛 = 4, dan 𝑚 = 2 maka jumlah iterasinya sebanyak 25 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 1 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
34 iterasi.

Tabel 2 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 100, 𝜀 = 10−5


Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 400 315.4705 0.3170 0.3170
1 221.1146 174.3883 0.3170 0.3170
2 122.2291 96.4003 0.3170 0.3170
3 67.5666 53.2902 0.3170 0.3170
4 37.3499 29.4607 0.3170 0.3170
5 20.6465 16.2903 0.3169 0.3169
6 11.4131 9.0137 0.3167 0.3167
7 6.3090 4.9982 0.3161 0.3161
8 3.4875 2.7907 0.3140 0.3140
9 1.9279 1.5911 0.3077 0.3077
10 1.0657 0.9583 0.2898 0.2898
11 0.5891 0.6407 0.2497 0.2497
12 0.3256 0.4869 0.1870 0.1870
13 0.1800 0.4128 0.1209 0.1209
14 0.0995 0.3760 0.0711 0.0711
15 0.0550 0.3566 0.0402 0.0402
16 0.0304 0.3461 0.0225 0.0225
17 0.0168 0.3404 0.0125 0.0125
18 0.0093 0.3372 0.0069 0.0069
19 0.0051 0.3355 0.0038 0.0038
20 0.0028 0.3345 0.0021 0.0021
21 0.0016 0.3340 0.0012 0.0012
22 8.6760e-004 0.3337 0.6505e-003 0.0007
23 4.7960e-004 0.3335 0.3596e-003 0.0002
24 2.6512e-004 0.3334 0.1988e-003 0.0001
25 1.4655e-004 0.3334 0.1099e-003 0.0001
26 8.1012e-005 0.3334 0.6076e-004 0.0000
27 4.4783e-005 0.3334 0.3359e-004 0.0000
28 2.4755e-005 0.3333 0.1857e-004 0.0000
29 1.3684e-005 0.3333 0.1026e-004 0.0002

Pada saat 𝜇 = 100, 𝜀 = 10−5 , 𝑛 = 4, dan 𝑚 = 2 maka jumlah iterasinya sebanyak 29 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 2 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
39 iterasi.

Tabel 3 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−3


Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 40 31.5518 0.3169 0.3169
1 22.1115 17.4458 0.3169 0.3169
2 12.2229 9.6518 0.3167 0.3167
3 6.7567 5.3499 0.3162 0.3162
4 3.7350 2.9833 0.3144 0.3144
5 2.0647 1.6947 0.3088 0.3088
6 1.1413 1.0117 0.2928 0.2928
7 0.6309 0.6669 0.2557 0.2557
8 0.3488 0.4994 0.1949 0.1949
9 0.1928 0.4189 0.1279 0.1279
13

10 0.1066 0.3791 0.0758 0.0758


11 0.0589 0.3583 0.0430 0.0430
12 0.0326 0.3470 0.0241 0.0241
13 0.0180 0.3409 0.0134 0.0134
14 0.0100 0.3375 0.0074 0.0074
15 0.0055 0.3356 0.0041 0.0041
16 0.0030 0.3346 0.0023 0.0023
17 0.0017 0.3340 0.0013 0.0013

Pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−3 , 𝑛 = 4, dan 𝑚 = 2 maka jumlah iterasinya sebanyak 17 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 3 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
24 iterasi.

2) Pada saat 𝑛 = 6 dan 𝑚 = 3


Maksimumkan −𝑦3
Dengan kendala 𝑦1 ≤ 1
−𝑦1 ≤ 0
1
𝑦1 − 𝑦2 ≤ 0
3
1
3
𝑦1 + 𝑦2 ≤ 1
1
𝑦2 − 𝑦3 ≤ 0
3
1
𝑦2 + 𝑦3 ≤ 1
3

Tabel 4 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−5

Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 60 32.9543 0.3035 0.3035
1 37.3221 20.4994 0.3034 0.3034
2 23.2157 12.7524 0.3034 0.3034
3 14.4410 7.9342 0.3034 0.3034
4 8.9828 4.9381 0.3033 0.3033
5 5.5876 3.0761 0.3029 0.3029
6 3.4757 1.9205 0.3021 0.3021
7 2.1620 1.2053 0.3001 0.3001
8 1.3448 0.7652 0.2956 0.2956
9 0.8365 0.4969 0.2859 0.2859
10 0.5204 0.3357 0.2673 0.2673
11 0.3237 0.2408 0.2362 0.2362
12 0.2013 0.1862 0.1929 0.1929
13 0.1252 0.1551 0.1443 0.1443
14 0.0779 0.1374 0.1002 0.1002
15 0.0485 0.1270 0.0663 0.0663
16 0.0301 0.1209 0.0428 0.0428
17 0.0188 0.1171 0.0272 0.0272
18 0.0117 0.1148 0.0171 0.0171
19 0.0073 0.1134 0.0107 0.0107
20 0.0045 0.1125 0.0067 0.0067
21 0.0028 0.1120 0.0042 0.0042
22 0.0017 0.1117 0.0026 0.0026
23 0.0011 0.1115 0.0016 0.0016
24 6.7564e-004 0.1113 0.0010 0.0010
25 4.2027e-004 0.1112 0.6299e-003 0.0006
26 2.6142e-004 0.1112 0.3920e-003 0.0004
27 1.6262e-004 0.1112 0.2439e-003 0.0002
28 1.0115e-004 0.1111 0.1517e-003 0.0002
29 6.2920e-005 0.1111 0.9437e-004 0.0001
14

30 3.9139e-005 0.1111 0.5870e-004 0.0001


31 2.4346e-005 0.1111 0.3652e-004 0.0000
32 1.5144e-005 0.1111 0.2272e-004 0.0000

Pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−5 , 𝑛 = 6, dan 𝑚 = 3 maka jumlah iterasinya sebanyak 32 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 4 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
41 iterasi.

Tabel 5 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 100, 𝜀 = 10−5


Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 600 329.5349 0.3035 0.3035
1 373.2213 204.9825 0.3035 0.3035
2 232.1569 127.5065 0.3035 0.3035
3 144.4099 79.3137 0.3035 0.3035
4 89.8281 49.3362 0.3035 0.3035
5 55.8762 30.6893 0.3035 0.3035
6 34.7570 19.0906 0.3034 0.3034
7 21.6201 11.8762 0.3034 0.3034
8 13.4485 7.3893 0.3034 0.3034
9 8.3654 4.5994 0.3032 0.3032
10 5.2036 2.8657 0.3029 0.3029
11 3.2368 1.7901 0.3019 0.3019
12 2.0134 1.1248 0.2997 0.2997
13 1.2524 0.7159 0.2945 0.2945
14 0.7790 0.4671 0.2837 0.2837
15 0.4846 0.3180 0.2635 0.2635
16 0.3014 0.2306 0.2304 0.2304
17 0.1875 0.1804 0.1857 0.1857
18 0.1166 0.1518 0.1372 0.1372
19 0.0726 0.1355 0.0944 0.0944
20 0.0451 0.1259 0.0622 0.0622
21 0.0281 0.1202 0.0400 0.0400
22 0.0175 0.1167 0.0254 0.0160
23 0.0109 0.1146 0.0160 0.0100
24 0.0068 0.1133 0.0100 0.0063
25 0.0042 0.1124 0.0063 0.0160
26 0.0026 0.1119 0.0039 0.0039
27 0.0016 0.1116 0.0024 0.0024
28 0.0010 0.1114 0.0015 0.0015
29 6.2920e-004 0.1113 0.9427e-003 0.0009
30 3.9139e-004 0.1112 0.5867e-003 0.0006
31 2.4346e-004 0.1112 0.3650e-003 0.0004
32 1.5144e-004 0.1112 0.2271e-003 0.0002
33 9.4200e-005 0.1111 0.1413e-003 0.0001
34 5.8596e-005 0.1111 0.8788e-004 0.0001
35 3.6449e-005 0.1111 0.5467e-004 0.0001
36 2.2672e-005 0.1111 0.3401e-004 0.0000
37 1.4103e-005 0.1111 0.2115e-004 0.0000

Pada saat 𝜇 = 100, 𝜀 = 10−5 , 𝑛 = 6, dan 𝑚 = 3 maka jumlah iterasinya sebanyak 37 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 5 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
47 iterasi.
15

Tabel 6 Hasil iterasi pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−3


Iterasi 𝑛𝜇 𝑥1 𝑦1 𝑠1
0 60 32.9543 0.3035 0.3035
1 37.3221 20.4994 0.3034 0.3034
2 23.2157 12.7524 0.3034 0.3034
3 14.4410 7.9342 0.3034 0.3034
4 8.9828 4.9381 0.3033 0.3033
5 5.5876 3.0761 0.3029 0.3029
6 3.4757 1.9205 0.3021 0.3021
7 2.1620 1.2053 0.3001 0.3001
8 1.3448 0.7652 0.2956 0.2956
9 0.8365 0.4969 0.2859 0.2859
10 0.5204 0.3357 0.2673 0.2673
11 0.3237 0.2408 0.2362 0.2362
12 0.2013 0.1862 0.1929 0.1929
13 0.1252 0.1551 0.1443 0.1443
14 0.0779 0.1374 0.1002 0.1002
15 0.0485 0.1270 0.0663 0.0663
16 0.0301 0.1209 0.0428 0.0428
17 0.0188 0.1171 0.0272 0.0272
18 0.0117 0.1148 0.0171 0.0171
19 0.0073 0.1134 0.0107 0.0107
20 0.0045 0.1125 0.0067 0.0067
21 0.0028 0.1120 0.0042 0.0042
22 0.0017 0.1117 0.0026 0.0026
23 0.0011 0.1115 0.0016 0.0016

Pada saat 𝜇 = 10, 𝜀 = 10−3 , 𝑛 = 6, dan 𝑚 = 3 maka jumlah iterasinya sebanyak 23 iterasi.
Banyaknya iterasi pada Tabel 6 telah sesuai dengan Teorema 2 yaitu batas atas iterasinya sebanyak
29 iterasi.
2

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan besar nilai 𝜀 maka jumlah iterasinya


semakin sedikit. Banyaknya iterasi yang
(i) Metode interior primal-dual dengan diperoleh pada masing-masing nilai n,
langkah full-Newton dapat digunakan 𝜇0 , dan 𝜀 tidak lebih dari
untuk menyelesaikan masalah optimasi 𝑛𝜇 0
𝑛 + 1 log 𝜀
.
linear.
(ii) Dari hasil analisis kompleksitas
algoritme interior primal-dual dengan 5.2 Saran
langkah full-Newton diketahui bahwa Pada karya ilmiah ini telah dilakukakn
banyaknya iterasi yang diperoleh tidak analisis banyaknya iterasi untuk masalah
𝑛𝜇 0 optimasi linear dengan metode titik interior.
lebih dari 𝑛 + 1 log .
𝜀 Untuk penelitian lanjutan dapat dilakukan
(iii) Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan perbandingan banyaknya iterasi untuk kasus
bahwa semakin besar nilai n dan 𝜇0 yang taklinear dengan metode titik interior.
diberikan, maka jumlah iterasinya
semakin meningkat. Sedangkan, semakin

DAFTAR PUSTAKA

Grimaldi RP. 2004. Discrete and Munir Rinaldi. 2003. Metode Numerik.
Combinatorial Mathematics: An Applied Bandung: Informatika.
Introduction. Ed ke-5. New York: Pearson.
Ross C, Terlaky T, and Vial J-Ph. 2006.
Leon SJ. 2001. Aljabar Linear dan Interior Point Methods for Linear
Aplikasinya. Ed ke-5. Bondan A, Optimization. New York: Springer.
Penerjemah; Hardani HW, Editor. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari Linear Algebra Silalahi BP. 2011. On the Central Path of
with Aplications. Redundant Klee-Minty Problems. PhD
thesis. Roos C (promotor). Delft
Mitchell JE, P.M. Pardalos and M.G.C. University of Technology. The
Resende. 1998. Interior Point Methods for Netherlands: TU Delft.
Combinatorial Optimization. Kluwer
Academic Publishers. Winston WL. 2004. Operation Research:
Applications and Algorithms. Ed ke-4.
New York: Duxbury.
2

LAMPIRAN
18

Lampiran 1 Program untuk Fungsi Langkah Newton

function [x,y,s]= Newton_step(A,b,c,x,y,s,mu);

rb = b - A*x;
rc = c - A'*y - s;
v = sqrt(x.*s/mu);

r = v.^(-1)-v;
D = diag(sqrt(x./s));
AA=A*D;
M=AA*AA';

rhs = rb/sqrt(mu)+AA*(diag(v./s)*rc - r);

dy=M\rhs;
Dy = sqrt(mu)*dy;

ds = diag(v./s)*rc - AA'*dy;
dx = r - ds;
Dx = x.*dx./v;
Ds = s.*ds./v;

alpha = 1;
x = x + alpha*Dx;
y = y + alpha*Dy;
s = s + alpha*Ds;
return
19

Lampiran 2 Program untuk Kasus Dua Dimensi

function [A,b,c,x,y,s,mu,opt] = zigzag_Nematollahi(n)


n=4
A=[-1 1 1/3 1/3;
0 0 -1 1]
c=[0;1;0;1];
b=[0;-1];
figure(3)
clf

y = [0.5 0.5]';
s = c - A'*y

mu = 10
% mu = 100
% hilangkan tanda persen jika digunakan
x = mu./s

figure(3)
axis([0 1 0 1])
line('color',[0 0 0],'linestyle','*','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',5);

for i = 1:250,
[x,y,s] = Newton_step(A,b,c,x,y,s,mu);
line('color',[0 0 0], 'linestyle','*','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',5);
end

rb = A*x-b;
rc = c - A'*y - s;
[x s]
x
y
x.*s

mu=(x'*s)/(n);
theta = 1/sqrt(5);
% theta = 1/sqrt(n+1)
% nilai theta bergantung pada n

eps = 10^(-3);
% eps = 10^(-5)
% hilangkan tanda persen jika digunakan

figure(3)
line('color',[0 1 0],'linestyle','o','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',2);
20

Lanjutan Lampiran 2

it=0
while n*mu>eps,
nmu=n*mu
mu = (1-theta)*mu
x
y
s
[x,y,s] = Newton_step(A,b,c,x,y,s,mu);
line('color',[0 0 1],'linestyle','o','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',2);
it=it+1
end

line('color',[1 0 0],'linestyle','*','erase','none','xdata',y(1),
'ydata',y(2),'markersize',4);

axis([-0.3 0.3 0 1])


axis([-0.1 1.1 -0.3 1.4])
xx=[0 1 1 0 0]
yy=[0 1/3 2/3 1 0]
line('color',[1 0 0],'linestyle','-','erase','none','xdata',xx,
'ydata',yy,'markersize',4);

return
21

Lampiran 3 Program untuk Kasus Tiga Dimensi

function [A,b,c,x,y,s,mu,opt] = zigzag_Nematollahi(n)


n=6
A=[-1 1 1/3 1/3 0 0;
0 0 -1 1 1/3 1/3;
0 0 0 0 -1 1]
c=[0;1;0;1;0;1];
b=[0;0;-1];

figure(3)
clf

y = [0.5 0.5 0.5]';


s = c - A'*y
mu =10
% mu = 100
% hilangkan tanda persen jika digunakan
x = mu./s

figure(3)
axis([0 1 0 1])
line('color',[0 0 0],'linestyle','*','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',5);

for i = 1:250,
[x,y,s] = Newton_step(A,b,c,x,y,s,mu);
line('color',[0 0 0], 'linestyle','*','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',5);
end

rb = A*x-b;
rc = c - A'*y - s;
[x s]
x
y
x.*s

mu=(x'*s)/(n);
theta = 1/sqrt(7);
% theta = 1/sqrt(n+1)
% nilai theta bergantung pada n
eps = 10^(-3);
% eps = 10^(-5)
% hilangkan tanda persen jika digunakan

figure(3)
line('color',[0 1 0],'linestyle','o','erase','none','xdata',y(1),
'ydata',y(2),'markersize',2);
22

Lanjutan Lampiran 3

it=0
while n*mu>eps,
nmu=n*mu
mu = (1-theta)*mu
x
y
s

[x,y,s] = Newton_step(A,b,c,x,y,s,mu);
line('color',[0 0 1],'linestyle','o','erase','none','xdata',
y(1),'ydata',y(2),'markersize',2);
it=it+1
%pause(0.2)
%end
end

line('color',[1 0 0],'linestyle','*','erase','none','xdata',y(1),
'ydata',y(2),'markersize',4);

axis([-0.3 0.3 0 1])


axis([-0.1 1.1 -0.3 1.4])
xx=[0 1 1 0 0]
yy=[0 1/3 2/3 1 0]

line('color',[1 0 0],'linestyle','-','erase','none','xdata',xx,
'ydata',yy,'markersize',4);

return

Anda mungkin juga menyukai