Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis peran etika dalam kepemimpinan
kewirausahaan, dan pengaruhnya terhadap kepercayaan organisasi dan keberlanjutan organisasi.
Penelitian ini juga menganalisis peran kepercayaan organisasi dalam memediasi hubungan
kepemimpinan etis kewirausahaan dengan keberlanjutan organisasi. Penelitian ini dilakukan di
Lembaga Perkreditan Desa / LPD di Bali. Total populasi LPD aktif di Bali pada tahun 2018 sebanyak
1.422 unit. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin dengan tingkat ketelitian 10%. Hasil
perhitungan didapatkan total sampel 93 LPD. Penentuan jumlah sampel pada setiap kelompok
dilakukan dengan stratified proporsional random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada pimpinan LPD. Data yang terkumpul dianalisis dengan program
SmartPLS 3.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa etika secara signifikan merupakan bagian dari
kepemimpinan kewirausahaan, sehingga pemimpin yang mencerminkan gaya kepemimpinan
kewirausahaan dan mengedepankan perilaku etis dapat disebut sebagai gaya kepemimpinan
kewirausahaan yang etis. Gaya kepemimpinan etis kewirausahaan berpengaruh positif signifikan
terhadap kepercayaan organisasi, namun tidak signifikan terhadap keberlanjutan organisasi.
Kepercayaan organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap keberlanjutan organisasi. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa kepercayaan organisasi bertindak sebagai mediator penuh
dalam hubungan antara kepemimpinan kewirausahaan etis dan keberlanjutan organisasi.
1. Perkenalan
Dalam lingkungan yang semakin dinamis, setiap institusi selalu berusaha untuk menjaga
kelangsungan usahanya. Namun, tidak semua organisasi dapat melakukannya. Hal ini dibuktikan
dengan adanya beberapa organisasi yang tidak berkembang dengan baik, bahkan mengalami
kebangkrutan. Kondisi ini dapat terjadi pada berbagai jenis organisasi atau perusahaan. Begitu pula
dengan Lembaga Perkreditan Desa (selanjutnya disebut LPD) yang merupakan salah satu lembaga
keuangan mikro bukan bank milik desa Pakraman di Bali (Widyani et al., 2018). Data tahun 2018
menunjukkan 177 (12,35%) tidak beroperasi dari 1.433 LPD di Bali. Faktor-faktor yang mungkin
menyebabkan LPD tidak dapat beroperasi secara berkelanjutan, salah satunya adalah kurangnya
kemampuan pimpinan LPD dalam mengelola usahanya. Selain itu, menurunnya kepercayaan
masyarakat juga dapat menyebabkan LPD tidak dapat beroperasi dengan baik. Ketidakmampuan
pimpinan, menurunnya kepercayaan masyarakat, dan tidak berkelanjutannya LPD menjadi fokus
studi ini.
Dilihat dari jumlah simpan pinjam masyarakat menunjukkan tren yang meningkat. Namun,
peningkatan simpanan dan pinjaman publik tidak diimbangi dengan tingkat pengembalian pinjaman
yang lebih baik. Rendahnya tingkat pengembalian pinjaman tersebut menyebabkan peningkatan net
performing loan (NPL) di sejumlah LPD di Bali. Berdasarkan data LPLPD 2016, persentase NPL sangat
tinggi mencapai rata-rata diatas 7%. Salah satu penyebab banyaknya kredit bermasalah di LPD
karena manajemen LPD kurang memperhatikan kriteria kriteria yang berlaku dalam penyaluran
kredit kepada masyarakat. Pada beberapa LPD yang pada awalnya sehat, tidak dapat beroperasi atau
bangkrut karena disebabkan oleh pengurus yang kurang memperhatikan tujuan awal pendirian LPD,
dimana dana yang terkumpul dari masyarakat harus dialokasikan kembali untuk kesejahteraan
masyarakat. Namun, di banyak LPD, dana masyarakat digunakan untuk investasi. Hal ini
menyebabkan kepercayaan masyarakat menurun, dan selanjutnya kinerja LPD menurun, sehingga
tidak mampu menjaga keberlangsungan LPD tersebut. Kondisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2019, 69,36% LPD di Bali dalam keadaan sehat, 18,54%
tidak sehat, dan 12,11% tidak dapat melanjutkan kegiatan (tidak berkelanjutan). LPD yang tidak
berkelanjutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Berdasarkan Kuratko (2007) agar suatu organisasi (termasuk LPD) dapat berkelanjutan diperlukan
pemimpin yang selalu berwirausaha dalam mengelola lembaganya. Gaya kepemimpinan disebut
gaya kepemimpinan kewirausahaan. Kepemimpinan kewirausahaan tercermin dalam perilaku
proaktif, pengambilan risiko, dan inovatif. Namun, Kuratko (2007) juga mengatakan bahwa
entrepreneurial leadership memiliki sisi gelap, yaitu entrepreneurial leadership cenderung bertindak
tidak etis dalam mencapai tujuan organisasi. Padahal etika merupakan faktor penting untuk
membatasi perilaku pemimpin agar tidak keluar dari batasan norma yang berlaku. Oleh karena itu,
pentingnya mengintegrasikan dua konsep yaitu kepemimpinan kewirausahaan dan etika dalam
mewujudkan keberlangsungan organisasi, termasuk LPD.
Secara spesifik penelitian tentang kepemimpinan etis kewirausahaan sepanjang tidak ada
pengetahuan peneliti, hanya sebatas penelitian tentang kepemimpinan etis dan kepemimpinan
wirausaha. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggabungkan kedua konsep tersebut ke dalam
kepemimpinan kewirausahaan yang beretika. Penelitian ini membahas tentang dimensi etika dalam
kepemimpinan kewirausahaan dan pengaruhnya terhadap kepercayaan organisasi dan
keberlangsungan organisasi pada LPD di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pentingnya
pemimpin wirausaha yang berperilaku etis, serta kepemimpinan etis wirausaha terhadap
keberlangsungan organisasi, khususnya di LPD.
Faktor yang mempengaruhi keberlangsungan organisasi antara lain daya saing (keunggulan bersaing)
(Tsai et al., 2013); kepemimpinan (Slimane, 2012); kepercayaan (Wade & Robinson, 2012).
Kepemimpinan dan kepercayaan merupakan dua faktor penting dalam pengelolaan organisasi
keuangan di desa.
Pada dasarnya seorang pemimpin organisasi harus memiliki jiwa kewirausahaan agar dapat
mengembangkan organisasi ke arah yang lebih maju (J.G.Covin & Slevin, 2002; Ireland et al., 2003;
Rowe, 2001). Selain itu, agar organisasi selalu berjalan di atas landasan norma yang baik, maka
pimpinan organisasi harus memiliki etika yang baik dalam berorganisasi. Menggabungkan
kepemimpinan kewirausahaan dan kepemimpinan etis, kami disebut sebagai kepemimpinan
kewirausahaan yang etis. Dua model kepemimpinan (kepemimpinan etis dan kepemimpinan
kewirausahaan) masing-masing memiliki pengaruh positif signifikan terhadap keberlanjutan
organisasi. Mengintegrasikan perilaku etis dengan kepemimpinan kewirausahaan secara signifikan
mampu meningkatkan kinerja organisasi. Jadi, kepemimpinan etis kewirausahaan sangat penting
dalam pengelolaan organisasi (Widyani et al., 2020). Berdasarkan argumen tersebut, maka dapat
dibangun hipotesis penelitian:
Perilaku etis pemimpin, konsistensi dalam mengikuti nilai-nilai dalam praktik organisasi dapat
mengkomunikasikan kepada pengikutnya bahwa tidak hanya pemimpin sebagai individu yang dapat
dipercaya tetapi juga organisasi dibangun di atas prinsip-prinsip etika dan, oleh karena itu, dapat
dipercaya (Gillespie & Mann, 2004 ). Oleh karena itu, persepsi tentang organisasi etis dapat
memotivasi pengikut untuk membalas perilaku etis terhadap pemimpin dan rekan kerja mereka dan
mengembangkan rasa saling percaya terhadap mereka. Berdasarkan argumen tersebut maka dapat
dibangun hipotesis penelitian:
Hipotesis 4: Kepercayaan Organisasi signifikan secara positif sebagai mediator dalam hubungan etis
antara kepemimpinan etis kewirausahaan dan keberlanjutan organisasi.
3. Metode penelitian
3.1. Desain, populasi dan sampel penelitian
Penelitian ini dirancang dengan pendekatan eksplorasi dan pendekatan kuantitatif inferensial.
Pendekatan konfirmatori diambil untuk memastikan etika sebagai bagian dari kepemimpinan
kewirausahaan. Penelitian dilakukan oleh LPD yang berstatus aktif pada tahun 2018 sebanyak 1.285
orang. Pengambilan sampel berdasarkan rumus Slovin dengan ketelitian 10%, sehingga jumlah
sampel 93 LPD. Populasi dan sebaran sampel ditunjukkan pada Tabel 1.
Penentuan sampel dilakukan dengan stratified proporsional random sampling dengan responden
penelitian menjadi ketua LPD sebagai sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran
kuesioner yang dirancang dalam bentuk pernyataan dengan skala jawaban likert mulai dari 1 (sangat
sangat tidak setuju) —7 (sangat sangat setuju).
3.2. Teknik analisis data
Tahap awal penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratif kualitatif, untuk menggali indikator
terkait etika sebagai salah satu dimensi kepemimpinan kewirausahaan. Tahapan selanjutnya adalah
menganalisis indikator tersebut dengan pendekatan statistik melalui uji validitas isi.
Setelah memastikan bahwa indikator penelitian memenuhi kriteria validitas, dilanjutkan dengan
pendekatan kuantitatif inferensial. Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan program SmartPLS 3.0
yang terdiri dari evaluasi pengukuran model, evaluasi struktur model, dan pengujian hipotesis.
Evaluasi pengukuran model berdasarkan validitas konvergen atau nilai model luar harus kurang dari
0,50 (> 0,50) (Nunnaly, 1967). Evaluasi struktur model dilakukan dengan melihat koefisien R-Square
(R2) dan Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60 (> 0,60) dan reliabilitas komposit lebih besar dari 0,60
(> 0,60) (Nunnaly, 1967). Kelayakan model dievaluasi berdasarkan nilai prediksi Q-square relevance
(Q2) dan Goodness of Fit (GoF). Model fit berdasarkan Q2 menurut Chin (1998) yaitu: 0,02 (kecil),
0,15 (sedang), 0,35 (besar). Model fit berdasarkan GoF menurut Akter et al. (2011) yaitu: 0,10 (kecil),
0,25 (sedang), 0,36 (besar). Pengujian hipotesis didasarkan pada taraf signifikansi 5% (p-value 0,05).
Ethical Entrepreneurial Leadership (X) tercermin dalam 4 dimensi yaitu proaktif, inovatif, berani
mengambil risiko (Covin & Slevin, 1991), dan perilaku etis (Mgeni, 2015). Secara proaktif tercermin
dari 5 indikator yaitu responsif, produk baru, layanan baru, sistem baru, dan daya saing. Inovatif
terdiri dari 3 indikator yaitu pengembangan produk, pengembangan sistem, dan layanan cepat.
Pengambilan risiko juga terdiri dari 3 indikator yaitu analisis risiko, keberanian bertindak, eksploitasi
peluang. Sedangkan perilaku etis terdiri dari 5 indikator yaitu transparansi, kepedulian terhadap
stakeholders, bertanggung jawab, loyal, dan disiplin.
Organizational Trust (Y1) tercermin dari 6 indikator yaitu: kualitas hubungan interpersonal, kejelasan
peran, keterbukaan komunikasi, kompetensi menyelesaikan pekerjaan, kejelasan tujuan bersama,
respek terhadap komitmen (E.E. Joseph & Winston, 2005).
Keberlanjutan Organisasi (Y2) tercermin dalam 7 indikator: strategi, keuangan, pelanggan, produk,
tata kelola, pemangku kepentingan, faktor manusia.
Dilihat dari koefisien Q-Square Predictive Relevance (Q2) diperoleh nilai Q2 = 1- [(1–0,307) (1–
0,400)] = 0,585, artinya model tersebut memiliki tingkat prediksi 58,50 (besar). Sedangkan evaluasi
akurasi model berdasarkan Goodness of Fit diperoleh hasil GoF = Ѵ (A.AVE x A.R2) = 0,4235 artinya
model memiliki tingkat akurasi 42,35% (besar).
Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa dimensi perilaku etis memiliki nilai loading factor tertinggi
(0,907) dibandingkan dimensi lain (proaktif, inovatif, dan berani mengambil risiko) (Tabel 2). Artinya,
dimensi perilaku etis memiliki peran dominan dalam kepemimpinan etis kewirausahaan.
Berdasarkan studi referensi dan mendukung hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini menemukan
bahwa kepercayaan organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap keberlangsungan organisasi.
Artinya peningkatan kepercayaan organisasi dapat berpengaruh signifikan terhadap
keberlangsungan organisasi. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yu et
al. (2018). Temuan lain menunjukkan bahwa keberlanjutan organisasi tidak dipengaruhi secara
signifikan oleh kepemimpinan etis kewirausahaan, artinya peningkatan kepemimpinan etis
kewirausahaan tidak secara signifikan meningkatkan keberlanjutan organisasi. Hal ini berbeda
dengan hasil Slimane (2012) dan Metcalf dan Benn (2013) yang menyatakan bahwa gaya seorang
pemimpin merupakan kunci keberhasilan keberlangsungan organisasi. Sedangkan etika
kepemimpinan kewirausahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kepercayaan organisasi,
artinya peningkatan etika kepemimpinan kewirausahaan dapat meningkatkan kepercayaan
organisasi. Hasil penelitian ini dapat mengkonfirmasi beberapa penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa pemimpin etis berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan organisasi
(Engelbrecht, 2014; Gucel et al., 2012; E. Joseph & Wisnton, 2004; Engelbrecht et al. , 2017)
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa kepercayaan organisasi secara positif mampu memediasi
sepenuhnya hubungan antara kepemimpinan etis kewirausahaan dan kepercayaan organisasi.
Artinya kepercayaan organisasi dapat memberikan kontribusi positif terhadap hubungan antara
kepemimpinan etis kewirausahaan dan keberlangsungan organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat jelas bahwa kepercayaan organisasi merupakan faktor
penting dalam hubungan antara kepemimpinan etis kewirausahaan dan keberlangsungan organisasi.
Dalam hasil penelitian Pucetaite (2014) dan Yanik (2018) kepercayaan organisasi secara signifikan
berperan sebagai mediator dalam hubungan kepemimpinan etis dengan sikap dan perilaku
karyawan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keberlangsungan suatu organisasi, kepercayaan
organisasi perlu lebih ditingkatkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang
beretika berwirausaha semakin baik, belum tentu mampu menjadikan organisasi berkelanjutan,
tetapi perlu bagaimana masyarakat mempercayai keberadaan organisasi. Maka dari itu, sangat
penting bagi setiap pimpinan organisasi untuk selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap organisasi, sehingga dapat menjaga hubungan baik. Dengan demikian
optimisme keberlangsungan organisasi dalam jangka panjang tetap terjaga.
Penelitian ini hanya meningkatkan kepemimpinan etis kewirausahaan dan kepercayaan organisasi
sebagai faktor yang mempengaruhi keberlangsungan organisasi, sedangkan pada kenyataannya
keberlangsungan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian selanjutnya perlu
mempertimbangkan variabel yang lebih relevan dalam menganalisis keberlangsungan usaha,
khususnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Untuk digeneralisasikan, penelitian di bidang bisnis lain
perlu dilakukan.