Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH WORKPLACE SPIRITUALITY TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR FROM ISLAMIC


PERSPECTIVE DIMEDIASI KOMITMEN ORGANISASIONAL
(A Study at BRI Syariah Sidoarjo)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian tentang sumber daya manusia masih berhubungan dengan
karyawan, yaitu menurunnya tingkat kinerja karyawan yang berdampak pada
kinerja organisasi (Achour 2012). Dalam beberapa dekade terakhir, manajer
disibukkan dengan restrukturisasi organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan
dan meningkatkan produktivitas untuk memenuhi tantangan kompetitif di pasar
internasional (Luthans 2011). Saat ini, perusahaan terus menghabiskan miliaran
dolar untuk meningkatkan kinerja karyawan, dan memungkinkan karyawan untuk
mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Kondisi ini menggambarkan bahwa sikap
kerja dan kinerja karyawan merupakan faktor kunci untuk mencapai tujuan
perusahaan, mencapai kinerja puncak dan membangun keunggulan kompetitif
(Karatepe & Sokmen, 2006).
Di era milenium sekarang ini, ternyata masih ada masalah sumber daya
manusia selain yang berkaitan dengan kinerja organisasi. Sejumlah studi
mendukung klaim bahwa spiritualitas kerja mempunyai dampak yang signifikan
terhadap sikap pribadi dan memainkan peran utama dalam mengatasi masalah yang
dihadapi banyak organisasi, seperti komitmen organisasi, kinerja dan kepuasan
kerja (Ahmadi et al., 2014; Gupta et al., 2014). Meskipun sejumlah studi yang
telah dilakukan pada konsep spiritualitas mempunyai dampak yang berbeda (Lee et
al., 2003;. Milliman et al., 2003).
Organizational Citizenship Behavior (OCB) mendapat perhatian oleh para
peneliti karena mampu meningkatkan kinerja individu maupun kinerja organisasi
(Podsakoff et al., 2009; Chiang and Tsung, 2012). OCB memiliki potensi untuk
meningkatkan efisiensi organisasi dengan meningkatkan kinerja tugas dan
2

produktivitas karyawan (Organ, 1997; Podsakoff et al., 2000). Menurut Organ et


al. (2006), ketika karyawan dengan sukarela membantu karyawan baru,
memungkinkan karyawan tersebut menjadi karyawan yang lebih cepat produktif,
sehingga meningkatkan efisiensi tim kerja.
Pendirian kantor cabang Syariah oleh Bank Rakyat Indonesia selain
karena telah adanya Peraturan Pemerintah tersebut juga dengan pertimbangan
bahwa sekitar 30% masyarakat Indonesia belum bertransaksi dengan bank
(konvensional) dengan alasan kepercayaan bahwa pengenaan bunga bank adalah
riba. Disamping itu, terjadi krisis perbankan akibat negatif-spread telah memicu
dunia perbankan untuk melakukan evaluasi, reorientasi dan segmentasi bisnisnya.
Perbankan meyakini bahwa produk bank Syariah tidak akan menimbulkan negatif-
spread karena memiliki prinsip bahwa pembagian keuntungan kepada pemilik dana
(deposan) dihitung berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima bank.
Mencermati perkembangan bisnis perbankan Syariah, maka BRI
memandang fenomena ini sebagai peluang bisnis yang besar. Sebagai bank yang
memiliki visi sebagai bank terbesar dan terkemuka di Indonesia serta motto
melayani seluruh lapisan masyarakat, maka langkah BRI melayani pangsa pasar
syariah adalah tepat, karena dapat melayani masyarakat yang selama ini belum
bertransaksi dengan bank (under bank). Keberadaan BRI di bisnis perbankan
Syariah memiliki arti strategis yaitu BRI memadukan dua hal yang selama ini
belum pernah terjadi yaitu, adanya pengalaman BRI di segmen pasar golongan
menengah bawah disatu sisi dan perkiraan bahwa sebagian besar segmen pasar
bank Syariah berada di golongan ini. Sehingga, BRI akan mampu mengembangkan
bisnis Syariah pada khususnya dan perbankan pada umumnya.
Saat ini PT. Bank BRI Syariah Sidoarjo mendapatkan penghargaan
sebagai bank syariah yang tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah
pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen
menengah bawah, PT. Bank BRI Syariah menargetkan menjadi bank ritel modern
terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan (Sudarsono,
2017).
3

Guna mendukung dan mempertahankan kondisi tersebut, diperlukan sikap


strategis dalam dimensi Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mengembangkan
Organizational Citizenship Behavior karyawan dalam organisasi. Organ (2006)
mengisyaratkan peran penting Organizational Citizenship Behavior bagi organisasi
yang mengemukakan bahwa tanpa keterlibatan karyawan, organisasi akan menjadi
sebuah sistem social yang rapuh dan segera akan tergilas dalam persaingan. OCB
melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi
volunteer untuk tugas – tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur di
tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah pegawai dan merupakan
salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif
dan bermakna membantu.
Definisi OCB dalam perspektif agama Islam mendapatkan banyak
perhatian dari para peneliti Muslim. Konsep OCB itu sendiri adalah sebuah konsep
yang dibangun berdasarkan konteks ajaran Islam yang mengacu pada petunjuk Al
Qur'an dan Hadist. Menurut Azizah (2016), Islam adalah agama yang sempurna
yang memiliki tatanan sosial dan cara hidup yang bertujuan untuk menghasilkan
kepribadian yang unik dan budaya yang berbeda bagi masyarakat. OCB dalam
perspektif Islam digunakan untuk menggambarkan tindakan individu sesuai dengan
Syariah, di mana setiap individu melakukan kebaikan semata-mata mendapatkan
ridha Allah.
Dari beberapa uraian di atas, terlihat bahwa betapa pentingnya spiritualitas
dan OCBIP bagi sebuah perusahaan dalam rangka memperoleh keunggulan
kompetitif, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan kerangka teoritis
spiritualitas dari perspektif Islam, memperkaya pemahaman tentang spiritualitas
Islam dalam fenomena kerja dan menentukan kontribusinya terhadap output secara
keseluruhan dalam organisasi modern saat ini.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut :
1. Apakah workplace spirituality berpengaruh langsung terhadap OCBIP ?
4

2. Apakah komitmen organisasional memediasi pengaruh workplace spirituality


terhadap OCBIP ?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut :
1. Menguji pengaruh workplace spirituality terhadap OCBIP.
2. Menguji komitmen organisasional sebagai pemediasi pengaruh workplace
spirituality terhadap OCBIP.

1.4. Signifikansi Penelitian


Penelitian ini diharapkan mempunyai signifikansi sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memahami pengaruh workplace spirituality terhadap OCBIP.
b. Memahami peran komitmen organisasional sebagai pemediasi pengaruh
workplace spirituality terhadap OCBIP.
2. Bidang Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja karyawan dengan
memperkenalkan model spiritualitas Islam di tempat kerja, sehingga
memberikan cara pandang alternatif pada para pimpinan organisasi, utamanya
pimpinan perbankan berkaitan dengan pentingnya menerapkan spiritualitas di
tempat kerja.

BAB II
5

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empiris


1. Fry et al. (2011) menemukan korelasi positif dan signifikan antara spiritual
dan kinerja organisasi dalam penelitiannnya terkait dengan hubungan antara
spiritual (vision, altruistic love dan hope/faith) dengan outcomes organisasi
(komitmen dan produktifitas).
2. Kamil et al. (2011) meneliti tentang komponen spiritualitas di tempat kerja.
Populasi penelitian adalah seluruh organisasi bisnis yang berada di Malaysia.
Sampel sebesar 405 karyawan muslim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi islamic spirituality yaitu ibadah, iman,
selalu ingat kepada Allah, sikap pemaaf.
3. Benjamin (2012) menemukan bahwa ada hubungan positif antara komitmen
afektif dengan OCB pegawai Bank.
4. Ahmadi et al. (2014) melakukan penelitian tentang hubungan spiritualitas di
tempat kerja dengan OCB. Sampel sebesar 248 karyawan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara dimensi spiritualitas di
tempat kerja yang terdiri dari Working interest, Sense of solidarity,
Experience perfectionist dan Spiritual connection dengan OCB karyawan.
5. Kamil et al. (2014) meneliti tentang dimensi dari OCBIP. Penelitian ini
bertujuan untuk menambah pemahaman fenomena OCB dari perspektif islam.
Sampel sebesar 405 karyawan muslim di organisasi bisnis di Malaysia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa altruism, civic virtue dan da’wah merupakan
komponen yang membentuk OCBIP.
6. Sheikhy et al. (2015) meneliti tentang hubungan antara spiritualitas pada
organisasi, loyalitas, keterlibatan dengan OCB. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memperjelas hubungan antara variabel spiritualitas pada
organisasi, loyalitas organisasi, keterlibatan kerja dan perilaku OCB. Populasi
penelitian sebesar 1.266 karyawan perusahaan minyak di Khuzestan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
spiritualitas pada organisasi dengan keterlibatan kerja, antara keterlibatan
6

kerja dengan OCB, antara OCB dan spiritualitas organisasi dan antara
loyalitas dan OCB.
7. Charoensukmongkol et al. (2016) meneliti tentang kontribusi spiritualitas di
tempat kerja dengan OCB anggota universitas di Texas Utara. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sense of community, meaning work,
inner life, OCB-I dan OCB-O. Hasil penelitian menunjukkan sense of
community berpengaruh terhadap OCB-I dan OCB-O anggota organisasi.
Demikian juga dengan meaning work, inner life berpengaruh terhadap OCB-I
dan OCB-O.

2.2. Kajian Teoritis


2.2.1 Workplace spirituality
Spiritualitas adalah karakteristik manusia yang melekat yang secara
intrinsik tidak menyimpulkan makna religius. Spiritualitas merupakan elemen yang
ada dalam esensi dari setiap individu dan spiritualitas tidak dapat dipisahkan dari
individu (Janfeshan et al., 2011). Marques et al. (2007) menyatakan bahwa
spiritualitas di tempat kerja merupakan suatu pengalaman saling keterkaitan
(interconnectedness) di kalangan mereka yang terlibat dalam proses kerja, yang
dimulai dengan otentisitas, resiprositas, dan goodwill pribadi, yang ditimbulkan
oleh rasa kebermaknaan yang dalam yang melekat dalam pekerjaan organisasi, dan
menghasilkan motivasi yang lebih besar dan keunggulan organisasi.
Ashmos dan Duchon (2000) membagi spiritualitas di tempat kerja ke dalam
tiga dimensi utama, yaitu : kehidupan batin (Inner life), pekerjaan yang bermakna
(meaningful work), dan komunitas (community). Lebih lanjut dikatakan bahwa
spiritualitas di tempat kerja bukan tentang agama, walaupun orang mungkin
kadang-kadang mengungkapkan keyakinan keagamaan mereka di tempat kerja.
Spiritualitas di tempat kerja merupakan kesempatan di tempat kerja untuk
menunjukkan berbagai aspek kepribadian seseorang.
Spiritualitas di tempat kerja tidak selalu melibatkan koneksi ke setiap tradisi
agama tertentu, melainkan dapat didasarkan pada nilai-nilai pribadi dan filsafat.
Spritualitas di tempat kerja adalah tentang karyawan yang melihat diri mereka
7

sebagai mahluk spiritual yang membutuhkan pengasuhan jiwa di tempat kerja,


yang mengalami rasa tujuan (sense of purpose) dan makna (meaning) dalam
pekerjaan mereka, dan rasa keterkaitan (sense of connectedness) satu sama lain
(Ashmos dan Dunchon, 2000; Milliman et al., 2003).
2.2.2 Komitmen Organisasional
Konsep mengenai komitmen pada intinya mengarahkan seseorang untuk
mengategorikan perbedaan – perbedaan individu dalam masalah nilai dan motif
secara lebih sederhana. Komitmen keorganisasian adalah kemauan untuk
mengerahkan usaha ekstra untuk kepentingan organisasi, dan keinginan yang kuat
untuk mempertahankan keanggotaan diorganisasi (Mowday et al., dalam Zeinabadi
dan Salehi (2011). Komitmen organisasional terkait dengan keterlibatan total
seseorang terhadap organisasi, baik secara kognitif maupun afektif. Keterlibatan
kognitif mencakup pandangan atau persepsi seseorang terhadap organisasi yang
kemudian menuntun yang bersangkutan tertarik dan menerima nilai-nilai, tujuan
dan sasaran organisasi; kemudian berlanjut pada keterlibatan afektif yang mewujud
dalam bentuk keinginan dan kesediaan untuk berbuat yang terbaik terhadap
organisasi, termasuk bertahan dalam organisasi.
Gibson et al. (1996) mengemukakan komponen komitmen organisasional
meliputi : kesesuaian diri (identifikasi diri) pegawai dengan tujuan organisasi,
keterikatan psikologis pegawai dalam tugas-tugas organisasi, dan kesetiaan
(loyalitas) dan kecintaan pegawai kepada organisasi yang ditunjukkan oleh
ketidakinginan pegawai untuk meninggalkan organisasi.
Pandangan yang hampir sama juga diungkapkan oleh Luthans (2011) bahwa
komitmen organisasional merupakan suatu sikap mengenai kesetiaan karyawan
pada organisasi dan juga merupakan proses yang terus menerus dimana peserta
atau anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka pada organisasi dan juga
pada kesejahteraan maupun kesuksesan organisasi. Robbins (2006) berpendapat
bahwa komitmen organisasional adalah sampai tingkat mana seseorang karyawan
memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat
memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
8

Meyer dan Allen (1993) menyatakan bahwa komitmen organisasi bersifat


multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan tiga dimensi komitmen,
yaitu :
1. Affective commitment (komitmen afektif)
Keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam
organisasi.
2. Continuance commitment (komitmen berkelanjutan)
Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya
karyawan dari organisasi.
3. Normative commitment (komitmen normatif)
Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
begitu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan.
2.2.3 OCBIP
OCB dikonseptualisasikan sebagai kinerja kontekstual, yang didefinisikan
sebagai perilaku yang diwujudkan dalam bentuk dukungan psikologis dan
dukungan terhadap lingkungan sosial yang mendukung kinerja tugas. Perilaku ini
berfungsi untuk mendukung kinerja tugas yang memberikan manfaat bagi
organisasi (Organ, 1997). Perilaku ini terekspresikan dalam bentuk kesediaan
secara sadar dan sukarela untuk bekerja serta memberikan kontribusi kepada
organisasi (Organ et al., 2006).
OCB dalam islam merupakan bentuk kesadaran diri dari muslim yang
bekerja di sebuah organisasi. Bekerja tidak hanya untuk menjalankan pekerjaan
sesuai job description saja, tetapi untuk meringankan beban organisasi dengan
melakukan kegiatan yang bermanfaat dan mencegah organisasi dari kerugian
secara sukarela. Perilaku ini ditandai dengan membantu orang lain secara sukarela.
Islam telah menekankan perilaku tersebut dengan maksud untuk kemakmuran
individu dan masyarakat (Hadi et al., 2015).
Ikhlas dalam Islam diartikan sebagai melakukan sesuatu karena mencari
ridho Allah tanpa menyekutukannya. Sesungguhnya manusia diciptakan hanya
untuk menyembah Allah dan beribadah penuh keikhlasan. Dalam QS. An-Nisa’
9

(4;16) dijelaskan bahwa orang yang ikhlas dalam beramal akan mendapat pahala
yang agung.
Rasulullah dalam haditsnya juga memberi penjelasan tentang keikhlasan,
yang artinya: Nabi bersabda: Amal apakah di hari ini yang paling mulia? Mereka
menjawab “jihad”, Nabi bersabda, “bukan jihad” tetapi seseorang yang keluar
dengan mengorbankan diri dan hartanya dengan tanpa mengharapkan imbalan
apapun (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadits diatas dapat dipahami bahwa perbuatan yang
mengorbankan diri atau harta demi kepentingan orang lain atau organisasi tanpa
mengharapkan imbalan atau reward apapun, maka perbuatan yang telah dilakukan
tersebut lebih mulia daripada jihad atau perang dijalan Allah. Padahal jihad
merupakan perbuatan yang paling mulia di mata Allah yang setara dengan
keimanan itu sendiri, dan haji yang mabrur (HR. Bukhari : 25). Hadits tersebut
diatas dapat dijadikan sebagai landasan tentang perilaku citizenship.

2.3 Hipotesis Penelitian


2.3.1. Pengaruh workplace spirituality terhadap OCBIP
Hubungan antara workplace spirituality dan OCBIP mengacu pendapat
Ashmos dan Duchon (2000), spiritualitas di tempat kerja merupakan kesempatan di
tempat kerja untuk menunjukkan berbagai aspek kepribadian seseorang, yang
berdampak pada keinginan para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi
mereka. Penelitian yang berkaitan dengan workplace spirituality dan OCB telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu. Diantaranya dilakukan oleh Charoensukmongkol
et al. (2016) dan Ahmadi et al. (2014) menemukan bahwa workplace spirituality
berpengaruh terhadap OCB. Dari kajian teori dan penelitian terdahulu, maka
hipotesis penelitian ini adalah :
H1. Semakin semakin baik workplace spirituality akan semakin
meningkat OCBIP.
10

2.3.2. Pengaruh workplace spirituality terhadap Komitmen Organisasional


dan OCBIP
Hubungan workplace spirituality dengan komitmen mengacu pendapat
Bass and Avolio dalam Robbins and Timothy (2011) bahwa lingkungan kerja
mampu meningkatkan komitmen bawahan. Hasil penelitian dari Sheikhy et al.
(2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara spiritualitas pada
organisasi dengan keterlibatan kerja, antara keterlibatan kerja dengan OCB, antara
OCB dan spiritualitas organisasi dan antara loyalitas dan OCB.
Organ et al. (2006) menyatakan bahwa OCB dipengaruhi oleh faktor
internal karyawan yaitu kepuasan dan komitmen. Pandangan ini telah didukung
oleh studi empiris yang dilakukan oleh Thomas dan Feldman (2011) menunjukkan
bahwa komitmen afektif berpengaruh terhadap OCB. Benjamin (2012)
menemukan bahwa ada hubungan positif antara komitmen afektif dengan OCB
pegawai Bank. Dari kajian teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian
ini adalah :
H2. Komitmen Organisasional memediasi pengaruh workplace
spirituality Terhadap OCBIP

2.4 Model Penelitian

Y2.1 Y2.2 Y2.35

Komitmen
Organisasional

Y3.1

X1.1 OCBIP Y3.2


Workplace
X1.2 spirituality
Y3.3

X1.3 Y3.4

Gambar 2.1. Y3.5


Model Penelitian Workplace Spirituality, Komitmen Organisasional, OCBIP
11

2.5. Roadmap Penelitian


Peneliti telah melakukan penelitian dalam topik yang sama dalam beberapa
tahun terakhir dan arah penelitian selanjutnya seperti yang tertera pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.1
Roadmap Penelitian

No Tahun Judul
1 2016 Peran Motivasi Sebagai Pemediasi Pengaruh Beban Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai
2 2017 Pengaruh Workplace Spirituality Terhadap Organizational
Citizenship Behaviour From Islamic Perspective Dimediasi
Komitmen Organisasional
3 2018 Pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap komitmen afektif
dan OCBO-I pegawai dimoderasi oleh Spiritual Intellegence.
4 2019 Pengaruh Islamic Leadership terhadap Islamic performance
dimediasi oleh Etika Kerja Islami dan Kepuasan Kerja Islami.

BAB III
12

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini
adalah penelitian eksplanatori (explanatory research).

3.2. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian di BRI Syariah Sidoarjo.

3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan orang, kejadian, atau satuan –
satuan yang menarik bagi peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Pada
penelitian ini populasinya adalah semua karyawan BRI Syariah Sidoarjo.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua karyawan tetap termasuk unsur
pimpinan yang mempunyai masa kerja minimal 1 tahun di PT BRI Syariah
dengan jumlah 155 karyawan.
3.3.3. Teknik Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik proportional random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
dimana semua anggota populasi mempunyai kesempatan untuk dijadikan
sampel sesuai dengan proporsi per bagian (Sekaran, 2003). Agar sampel
yang diambil dapat dikatakan representatif maka dalam penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sekaran, 2003), dimana :
N
n
N(d) 2  1

n : Ukuran sampel
N : jumlah populasi
d : presisi
13

Dengan ukuran populasi sebanyak 155 orang, dan presisi 5%, maka
ukuran sampel adalah 112 orang karyawan tetap termasuk unsur pimpinan
di BRI Syariah Sidoarjo.

3.4. Skala Pengukuran


Skala yang dipergunakan dalam pengukuran variabel ini adalah skala
Likert. Penggunaan Skala Likert karena pertimbangan sebagai berikut : (1)
mempunyai banyak kemudahan; (2) mempunyai reliabilitas yang tinggi dalam
mengurutkan subyek berdasarkan persepsi; (3) fleksibel dibanding teknik yang
lain; (4) aplikatif pada berbagai situasi. Pengolahan data skala Likert termasuk
dalam skala interval. Dalam prosedur Likert sejumlah pertanyaan disusun dengan
jawaban responden berada dalam satu kontinum yang diberi bobot sesuai dengan
item, dan dalam penelitian ini bobotnya adalah 1 sampai 5, contoh alternatif
jawaban yang digunakan dalam kuisioner penelitian ini adalah : Jawaban Sangat
Setuju dengan skor 5, Jawaban Setuju dengan skor 4, Jawaban Netral dengan skor
3, Jawaban Tidak Setuju dengan skor 2, Jawaban Sangat Tidak Setuju dengan skor
1 (Malhotra, 2004; Sekaran, 2003).

3.5. Pengumpulan Data


3.5.1. Sumber Data
Menurut cara memperolehnya data dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Data Primer
Adalah data yang diambil dan dikumpulkan secara langsung dari
jawaban responden melalui kuesioner yang berkaitan dengan masalah
workplace spirituality, komitmen organisasi, dan OCBIP.
a. Data Sekunder
Adalah data yang telah diolah dalam bentuk naskah tertulis atau
dokumen. Data ini merupakan data yang diperoleh dari BRI Syariah
Sidoarjo berupa sejarah, struktur organisasi, serta jumlah pegawai.
3.5.2.Metode Pengumpulan Data
1. Kuesioner
14

Merupakan suatu angket yang disusun secara terstruktur guna menjaring


data, sehingga diperoleh data akurat berupa tanggapan langsung
responden. Tujuan pembuatan kuesioner (angket) adalah untuk
memperoleh informasi yang relevan dengan penelitian
2. Wawancara
Melalui tanya jawab langsung dengan pihak terkait, khususnya bagian
kepegawaian yang meliputi, lokasi, jumlah pegawai, serta data lainnya,
dengan maksud memperoleh tambahan informasi lainnya.

3.6. Uji Instrumen


3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian diperlukan alat bantu berupa
kuesioner, sebelum digunakan harus diuji terlebih dahulu validitas dan
reliabilitasnya. Untuk menunjukkan sejauh mana instrumen penelitian dapat
dipercaya, dilakukan dua pengujian, yaitu:
a. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan serta dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti dengan
tepat. Validitas alat ukur menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran variabel yang dimaksud (Sekaran, 2003).
Instrumen dikatakan valid apabila koefisien korelasinya ³ 0,3.
a. Reliabilitas
Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel, jika dapat dipakai untuk mengukur
suatu gejala pada waktu berlainan senantiasa menunjukan hasil yang sama
atau secara konsisten memberi hasil ukuran yang sama. Instrumen dapat
dikatakan reliabel apabila nilai koefisien alphanya ³ 0,6 (Malhotra, 2004).

3.7. Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
15

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel Indikator Item
Workplace 1. Kehidupan batin (Inner 7 Bekerja dengan ikhlas
Spirituality life) 8 Bekerja adalah bagian dari ibadah
(Ashmos Dan 2. Makna dalam bekerja 9 Pekerjaan mempunyai makna bagi pegawai
Duchon, 2000) (Meaning in Work) 10 Semangat kerja tinggi dalam bekerja
3. Komunitas di tempat 11 Selalu tolong menolong jika mengalami
kerja (Community at kesulitan
work) 12 Penyelesaian konflik secara positif
Komitmen 1. Afektif 13. Bangga berkarir di organisasi
Organisasional 14. Menjadi bagian dari organisasi
(Meyer et al., 2. Keberlanjutan 15. Perasaan berat meninggalkan organisasi
1993). 16. Keinginan untuk tetap bekerja di organisasi
3. Normatif 17. Tidak etis jika pindah ke organisasi lain
18 Berkarir hanya di satu organisasi
OCBIP 1. Supporting criteria 19. kesetiaan
(Hadi et al., 2015) 20. kejujuran
2. Organizational 21. kerjasama
participation 22. berpartisipasi dalam kegiatan
3. Corporate 23. patuh terhadap peraturan
belongings 24. memberikan citra positif kepada organisasi
25. memberikan bantuan secara ikhlas
4. Altruism 26. dukungan emosional
27. kerendahan hati
5. interpersonal 28. kesalehan

3.8. Metode Analisis Data


3.8.1. Analisis Statistik deskriptif
Analisis deskripsi bertujuan untuk mengintepretasikan mengenai argumen
responden terhadap pilihan pernyataan dan distribusi frekuensi pernyataan
responden dari data yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian ini, jawaban
responden dijelaskan dalam lima skala pernyataan dengan menggunakan Skala
Likert. Analisis ini juga digunakan untuk menggambarkan secara mendalam
variabel – variabel yang diteliti.
3.8.2. Analisis Partial Least Square
Langkah-langkah pengujian model empiris penelitian berbasis PLS dengan
software SmartPLS (Ghozali, 2008) adalah sebagai berikut :
1. Spesifikasi model
16

Analisis jalur hubungan antar variabel terdiri dari:


a) Outer model, yaitu spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan
indikatornya, disebut juga dengan outer relation atau measurement model,
mendefinisikan karakteristik konstruk dengan variabel manifesnya.
Outer model pada penelitian ini menggunakan indikator formatif, karena
semua indikator membentuk variabel latent. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Ghozali (2008) bahwa indikator non perseptual (non persepsi) seperti index
of sustainable economics welfare, the human development index bersifat
formatif.
b) Inner model, yaitu spesifikasi hubungan antar variabel laten (structural
model), disebut juga dengan inner relation, menggambarkan hubungan
antar variabel laten berdasarkan teori substansif penelitian. Tanpa
kehilangan sifat umumnya, diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator
atau variabel manifest diskala zero means dan unit varian sama dengan satu
sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dari
model.
c) Weight relation, estimasi nilai kasus variabel latent. Inner dan outer model
memberikan spesifikasi yang diikuti dengan estimasi weight relation.
2. Evaluasi model
Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi
dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite
realibility untuk keseluruhan indikator. Sedangkan outer model dengan indikator
formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive content-nya yaitu dengan
membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran
weight tersebut.
Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat persentase
varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 untuk konstruk laten dependen
dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q Square test dan juga melihat
besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan
menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootstrapping.
a). Model Pengukuran (Outer Model)
17

Outer model, dengan indikator refleksif masing-masing diukur dengan


 Convergent validity
Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya.
Untuk hal ini loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup, pada jumlah
indikator per konstruk tidak besar, berkisar antara 3 sampai 7 indikator.
 Discriminant validity
Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan variabel
latennya. Bilamana nilai cross loading setiap indikator pada variabel
bersangkutan terbesar dibandingkan dengan cross loading pada variabel
laten lainnya maka dikatakan valid. Metode lain dengan membandingkan
nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk
dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model, jika square root of
average variance extracted (AVE) konstruk lebih besar dari korelasi dengan
seluruh konstruk lainnya maka dikatakan memiliki discriminant validity
yang baik. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0.50.
 Composite reliability (ρc)
Indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas komposit
yang baik jika memiliki composite reliability ≥ 0.7, walaupun bukan
merupakan standar absolut.
b). Inner model
Goodness of Fit Model diukur menggunakan R-square variabel laten
dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi; Q-Square predictive
relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik nilai onservasi
dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square > 0
menunjukkan model memiliki predictive relevance; sebaliknya jika nilai Q-Square
≤ 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Perhitungan Q-
Square dilakukan dengan rumus:
Q2 = 1 – ( 1 – R12) ( 1 – R22 ) ... ( 1- Rp2 )
dimana R12 , R22 ... Rp2 adalah R-square variabel endogen dalam model persamaan.
18

c). Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode resampling
Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone (Solimun, 2012). Statistik uji
yang digunakan adalah t-statistik atau uji t. Dengan demikian asumsi data
terdistribusi bebas (distribution free), serta tidak memerlukan asumsi distribusi
normal.
3.8.3. Uji Mediasi
Pengujian mediasi bertujuan mendeteksi kedudukan variabel intervening
dalam model. Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur yang
dikembangkan oleh Sobel yang dikenal dengan uji Sobel (Sobel test) dengan
software Free Statistic Calculation for Sobel Test versi 4.0. Untuk menguji
signifikansi pengaruh tidak langsung, maka perlu menguji nilai t dari koefisien ab.
Nilai t hitung dibandingkan dengan nilai t tabel, jika nilai t hitung > nilai t tabel
maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi (Ghozali, 2013). Selanjutnya
untuk menentukan sifat hubungan antara variabel baik sebagai variabel mediasi
sempurna (complete mediation) atau mediasi parsial (partial mediation), atau
bukan sebagai variabel mediasi, digunakan metode pemeriksaan.
Metode pemeriksaan variabel mediasi dilakukan dengan pendekatan
perbedaan antara nilai koefisien dan signifikansi dilakukan sebagai berikut : (1)
memeriksa pengaruh langsung variabel eksogen terhadap endogen pada model
dengan melibatkan variabel mediasi; (2) memeriksa pengaruh langsung variabel
eksogen terhadap endogen tanpa melibatkan variabel mediasi; (3) memeriksa
pengaruh variabel eksogen terhadap variabel mediasi; (4) memeriksa pengaruh
variabel mediasi terhadap variabel endogen (Solimun, 2012). Dalam bentuk
gambar, hubungan tersebut adalah :
a
Variabel Prediktor Variabel tergantung

c d
Variabel mediasi

Variabel prediktor
b Variabel tergantung
19

Jika (c) dan (d) signifikan, serta (a) tidak signifikan, maka dikatakan sebagai
variabel mediasi sempurna (complete mediation). Jika (c) dan (d) signifikan, serta
(a) signifikan, dimana koefisien dari (a) lebih kecil dari (b) maka dikatakan sebagai
variabel mediasi sebagian (partial mediation). Jika (c) dan (d) signifikan, serta (a)
juga signifikan, dimana koefisien dari (a) hampir sama dengan (b), maka bukan
sebagai variabel mediasi. Jika (c) dan (d) atau keduanya tidak signifikan maka
dikatakan bukan sebagai variabel mediasi (Solimun, 2012).
20

BAB IV. PEMBIAYAAN

RENCANA PENGGUNAAN ANGGARAN


PENELITIAN KOMPETITIF MAHASISWA
UIN MALANG
TAHUN 2017

No Nama Barang Jumlah Vol satuan harga Satuan Jumlah


1 Honor analisis data 1 1 paket 1.000.000 1.000.000
2 Laporan Hasil Penelitian 6 1 eks 50.000 300.000
3 Biaya foto kopi 5 200 eks 200 200.000
4 Publikasi jurnal 1 1 paket 1.500.000 1.500.000
Total 3.000.000

Malang, Pebruari 2017


Team Leader

DAFTAR PUSTAKA
21

Achour, M. 2012. Work-family conflict and women’s well-being: The role of


Religiosity: Lap Lambert Academic Publishing.
Ahmadi, Somayeh., Yaghoob, Nami., Rasoul, Barvarz. 2014. The Relationship
Between Spirituality In The Workplace And Organizational Citizenship
Behavior. Procedia - Social and Behavioral Sciences 114. 262 – 264.
Azizah, S.N. 2016. Religiusity Dimension And The Effect On Organizational
Citizenship Behaviour Islamic Perspective. The International Conference of
Management Sciences. March 10. UMY. Indonesia.
Charoensukmongkol,Peerayuth., Jose-Luis Daniel, Ruth Chatelain-Jardon. 2015.
The Contribution of Workplace Spirituality to Organizational Citizenship
Behavior. Advances in business research. Volume 6, pages 32-45.
Ashmos, D.P and Duchon, D. 2000. Spirituality at work : A conceptualization and
measure. Journal Of Management Inquiry. Vol 9. No 2. Pp 134-45.
……….

Anda mungkin juga menyukai