Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau

Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan segala kegiatannya berdasarkan

prinsip kekeluargaan sehingga koperasi memiliki slogan sebagai soko guru

perekonomian bangsa. Koperasi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan

masyarakat yang berpendapatan rendah dan usaha golongan ekonomi lemah.

Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat atau badan usaha yang berperan

serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional

yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan

demokrasi ekonomi, pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.

Pandemi Covid-19 sangat berdampak signifikan terhadap koperasi,

sebagaimana data dari Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang

menyebutkan bahwa terdapat 1.785 koperasi yang terdampak pandemi Covid-19,

dimana koperasi didirikan dengan tujuan untuk mensejahterakan anggota melalui

usaha bersama, namun keadaan yang sulit membuat usaha koperasi tidak bisa

bertahan terlebih lagi koperasi yang bergerak di usaha simpan pinjam

(keuangan.kontan.co.id, 2020). Usaha simpan pinjam memiliki banyak risiko,

dimana koperasi sebagai lembaga intermediate yang tidak memiliki pondasi yang

kuat tentu akan ambruk diterjang dampak Pendemi Covid-19 apalagi usaha yang

1
2

dijalankan tidak didukung dengan Lembaga lain seperti Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS) dan tidak membekali diri dengan Asuransi Kredit.

Koperasi sebagai organisasi harus memiliki pola kepemimpinan yang tepat

untuk dapat berkembang dengan baik. Keberhasilan koperasi ditentukan oleh

kepemimpinan yang dapat mendorong partisipasi para anggotanya (Tarman dan

Ruski, 2022). Kepemimpinan yang cocok diterapkan dalam koperasi tergantung

dari karakteristik lembaga dan individu yang berada di dalamnya, yang mencakup

karakteristik sosial dan budaya yang menaunginya. Pada sebuah koperasi

pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang lebih mementingkan

kesejahteraan anggotanya. Pemimpin sebagai orang yang memiliki kemampuan,

kompetensi, distribusi kekuasaan, serta melibatkan pihak lain, memberikan

peranan besar bagi kelangsungan hidup organisasi dengan mengimplementasikan

budaya organisasi yang diseimbangkan dengan nilai-nilai karyawan sebagai

perekat sosial bagi seluruh anggota organisasi (Muizu dkk, 2019).

Salah satu pendekatan yang dapat mewujudkan pola manajemen koperasi

adalah kepemimpinan spiritual dengan menggabungkan visi, harapan/iman, dan

cinta altruistik untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain agar memiliki rasa

kelangsungan hidup spiritual (Chen dkk., 2013). Kepemimpinan ini menunjukkan

cara yang secara intrinsik dapat menginspirasi karyawan untuk bekerja di luar

kewajiban demi kebaikan bersama kelompok (Wang dkk., 2019). Pemimpin yang

memiliki spiritualitas tinggi akan menjalankan tugasnya berlandaskan nilai-nilai

sehingga disegani oleh karyawan. Selain itu, para pemimpin spiritual

memperhatikan keterlibatan aktif di tempat kerja sehingga orang mengalami


3

makna dalam hidup, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan dan

perkembangan karyawan. Dalam proses transformasi organisasi pembelajaran dan

pertumbuhan karyawan yang termotivasi secara intrinsik pasti cenderung sangat

efisien dalam menyelesaikan misi mereka dan secara aktif terlibat dalam berbagi

pengetahuan dan mengimplementasikan ide-ide baru (Fraj dkk., 2015). Pemimpin

ini selalu mendapatkan petunjuk dari Tuhan sehingga selalu menemukan jalan

ketika menghadapi sebuah masalah. Kepemimpinan spiritual erat sejalan dengan

kepemimpinan etis dan membutuhkan karakter moral dan iklim etis, dan motif

spiritual tersebut dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi pemimpin etis.

Teori kepemimpinan spiritual terdiri dari aspek etika (misalnya, pertimbangan

etis, integritas, dan kepercayaan) dan menunjukkan bahwa spiritualitas tidak dapat

ada tanpa nilai etika (Kuhnert dan Lewis, 1987).

Kepemimpinan di suatu organisasi pada umumnya masih memandang

bahwa hakekat kepemimpinan adalah amanah dari manusia dan bukan suatu

amanah dari Tuhan sekaligus dari manusia. Kepemimpinan akan berjalan efektif,

disegani dan memiliki derajat yang tinggi ketika seorang pemimpin memiliki 3

(tiga) kelebihan yakni kelebihan dalam bidang intelektual, jasmani (fisik) dan

rohani (spiritual) (Rachmawan dan Aryani, 2020). Spiritualitas juga merupakan

sumber motivasi yang kuat bagi para pengikut. Pemimpin yang menekankan nilai-

nilai spiritual seringkali mampu membangkitkan motivasi terpendam dalam diri

orang lain yang ternyata meningkatkan kepuasan dan produktivitas di tempat

kerja. Spiritual leadership merupakan suatu nilai, sikap, dan perilaku yang


4

dimiliki seorang pemimpin sehingga mampu memotivasi diri sendiri dan orang

lain secara intrinsik. 

Seorang pemimpin harus mampu membangun hubungan pribadi yang baik

antara mereka yang dipimpin dan mereka yang memimpin, sehingga rasa saling

menghormati, saling percaya, saling membantu dan rasa persatuan bisa

diciptakan. Seorang pemimpin harus dapat berpikir secara sistematis dan teratur,

memiliki pengalaman dan pengetahuan dan dapat menyusun rencana tentang apa

yang akan dilakukan (Rivaldo dan Ratnasari, 2020). Selanjutnya, teori

kepemimpinan spiritual dirancang untuk menciptakan organisasi pembelajaran

yang termotivasi secara intrinsik (Fry et al., 2005). Konsisten dengan teori

motivasi intrinsik, kepemimpinan spiritual dianggap sebagai pendekatan yang

efektif untuk mendorong tingkat produktivitas organisasi yang lebih tinggi,

kreativitas tim, dan kapasitas pembelajaran organisasi. Kepemimpinan spiritual

dalam organisasi membantu karyawan menghubungkan rasa terpanggil mereka

dengan yang sejati arti pekerjaan. Pada gilirannya, membantu karyawan dalam

menghubungkan nilai yang sesuai dengan pekerjaan mereka dan seluruh

lingkungan kerja yang meliputi rekan kerja, supervisor dan pelanggan (Ghaedi

dkk., 2020).

Penelitian Wang, dkk. (2019) dan Sureskiarti (2017) menyimpulkan

adanya pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan.

Ditambahkan oleh Pio dan Tampi (2018) yang menegaskan bahwa terdapat

pengaruh langsung yang signifikan kepemimpinan spiritual terhadap komitmen

dan kinerja karyawan. Namun sebaliknya, penelitian Kakiay (2017) justru


5

menunjukkan bahwa kepemimpinan spiritual tidak berkontribusi terhadap kinerja

karyawan.  Pentingnya spiritualitas untuk ditekankan dalam kepemimpinan

dengan menyarankan bahwa pemimpin masa depan seharusnya tidak hanya

dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan baru, tetapi juga akan mampu

menunjukkan tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan emosional dan spiritual yang

tinggi (Mubashar dkk., 2020).

Selain kepemimpinan spiritual, budaya organisasi juga menjadi salah satu

faktor yang berdampak pada kinerja individu dan kinerja organisasi secara

keseluruhan. Budaya organisasi dapat mencerminkan bagaimana

karyawan melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut dan dapat pula

mencerminkan budaya kerja. Hubungan antara individu dengan budaya di dalam

sebuah organisasi sangat penting untuk disesuaikan karena dapat mempengaruhi

kinerja karyawan. Budaya organisasi merupakan bagian dari faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi terciptanya kinerja karyawan. Budaya yang kurang kondusif

dapat mengakibatkan rendahnya kinerja karyawan yang ada dalam perusahaan

(Hidayat, 2019). Budaya organisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap

kinerja perusahaan jangka panjang. Budaya organisasi berfungsi sebagai

fasilitator tumbuhnya komitmen bersama sebagai yang membentuk sikap serta

perilaku karyawan. Penelitian Paais (2020), Rivai (2020) serta Adha (2019)

menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja

organisasi. Sedangkan Nasir (2020) mendapatkan hasil bahwa bahwa budaya

organisasi tidak berdampat pada peningkatan kinerja karyawan.


6

Selain itu diperlukan komitmen seorang karyawan dalam rangka

mempertahankan kinerja organisasi jangka panjang serta mengarahkan karyawan

untuk berkomitmen atas arahan pimpinan serta nilai-nilai yang diyakini dalam

organisasi. Komitmen karyawan pada organisasi merupakan dimensi perilaku

yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kekuatan karyawan

dalam bertahan dan melaksanakan tugas serta kewajibannya pada organisasi.

Komitmen dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang

menunjukkan karyawan sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan

organisasinya (Muis dkk., 2018).

Setiap karyawan tentunya memiliki nilai dan tujuan sendiri sehingga

diperlukannya suatu integrasi antara tujuan individu dengan tujuan organisasi.

Dalam mengusahakan integrasi antara tujuan organisasi dengan tujuan individu

karyawan, perusahaan perlu mengetahui kebutuhan dari masing-masing

karyawan. Sehingga kebutuhan karyawan yang diharapkan akan terpenuhi melalui

komitmen organisasi dan menjadikan kebutuhan organisasi atas kinerja karyawan

juga akan dapat tercapai. Hal ini dikarenakan apabila seorang karyawan yang

sudah dipenuhi kebutuhannya maka karyawan tersebut akan memiliki komitmen

yang tinggi pada perusahaanya. Dengan adanya komitmen organisasi yang tinggi

pada karyawan maka akan mendorong karyawan untuk dapat bekerja lebih

optimal, dan kinerja yang dihasilkan oleh karyawan akan juga meningkat secara

positif pada perusahaannya. Karyawan akan bersedia untuk tetap berusaha

memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi

mencapai tujuannya. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Muis dkk (2018),
7

Ramli dan Yudisthira (2018) serta Sembiring dan Winarto (2020) yang

memperoleh hasil bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan

terhadap kinerja karyawan.

Makna spiritualitas menjadi hal yang sangat penting namun tidak

berkaitan dengan agama tertentu karena bersifat universal. Spiritualitas

merupakan intisari dari hubungan individu secara ruh dan jiwa dengan yang

suci, sumber kebenaran, atau Tuhan yang dipercayai manusia dan bagaimana

menerapkannya kepada semua orang. Selain itu budaya organisasi juga menjadi

sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu, di dalam pengukuran

budaya organisasi perusahaan, diperlukan indikator karakteristik dasar budaya

organisasi sebagai wujud nyata keberadaanya.

Koperasi merupakan salah satu organisasi yang sangat memerlukan

keberadaan pemimpin spiritual dan budaya organisasi yang positif (Kurnia dkk.,

2017 dan Sudeva dkk., 2021). Dalam Agama Hindu terdapat berbagai literatur

ilmu pengetahuan. Salah satunya ilmu kepemimpinan. Ilmu kepemimpinan yang

ideal menurut Agama Hindu termuat di sejumlah kitab. Manawa Dharmasastra

misalnya, di dalamnya tertera delapan konsep kepemimpinan yang dikenal dengan

istilah Asta Brata. Asta berarti delapan, sedangkan Brata merupakan sikap atau

pengendalian diri. Dalam hal ini, Asta Brata merupakan delapan sikap yang

menjadi pedoman pemimpin. Dari sudut pandang teologi Hindu, konsep

kepemimpinan dalam Asta Brata senantiasa merujuk pada sifat-sifat ketuhanan.

Sebab, pemimpin ideal menurut konsep tersebut, hendaknya bisa berpikir,

berbicara, maupun bertindak layaknya dewa-dewa tertentu (Adisastra dan


8

Diantary, 2021). Sedangkan budaya organisasi dalam hal ini dalam hal ini adalah

bali- budaya lokal yaitu jengah, taksu, dan manyama braya mampu menetapkan

batasan-batasan dalam meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial dan

mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbul-simbul

kendali perilaku para anggota organisasi (Sitiari dkk., (2020)

Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha

bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam

rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan

ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan

pertumbuhan dan perkembangan Koperasi karena Koperasi di dalam sistem

perekonomian merupakan soko guru (Sitepu dan Hasyim, 2018). Keberadaan

koperasi di Provinsi Bali erat kaitannya dengan usaha Pemerintah Provinsi Bali

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Koperasi memiliki peran yang

sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan anggota dan

masyarakat di sekitarnya yang membutuhkan. Selain itu masyarakat yang

menjadi anggota koperasi pada setiap daerah mempunyai juga memiliki peran

penting dalam mengelola sumber daya, serta mengedepankan solidaritas serta

adat dan budaya yang berhubungan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber

daya (Arifandy, 2020). Koperasi dapat memperkokoh perekonomian rakyat

sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, dengan koperasi

sebagai guru utamanya. Adapun perkembangan Koperasi di Provinsi Bali adalah

sebagai berikut:
9

Tabel 1.1
Perkembangan Koperasi di Provinsi Bali

Nama Jumlah Koperasi


Kabupaten
2019 2020 2021
Jembrana 270 274 282
Tabanan 586 594 568
Badung 567 589 601
Gianyar 1.239 1.252 1.277
Klungkung 141 150 151
Bangli 234 236 238
Karangasem 324 326 335
Buleleng 385 395 404
Denpasar 1.082 1.091 1.144
Binaan Provinsi 199 212 258

Sumber : Data Keragaman Koperasi Berdasarkan Kabupaten/Kota, 2022

Berdasarkan tabel perkembangan koperasi di Kabupaten/Kota Provinsi

Bali dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan setiap tahunnya. Hal ini

mengindikasikan bahwa kemampuan koperasi di Provinsi Bali dalam

melaksanakan perannya terhadap masyarakat sangat dirasakan. Meskipun Covid-

19 sangat berdampak pada perekonomian masyarakat Bali yang cenderung

didorong oleh industri pariwisata, hingga ada yang kehilangan pekerjaan. Namun

dari hasil rapat anggota tahunan (RAT) koperasi tahun buku 2020 menunjukkan

hasil yang sebaliknya. Ditengah pandemi Covid-19 pada 2020, sejumlah koperasi

di Bali mengalami pertumbuhan kinerja mulai dari aset, modal dan laba

(balitribune.co.id, 2021).
10

Namun berdasarkan data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali,

koperasi binaan provinsi maupun kabupaten ada yang mengalami kendala di masa

pandemi sejak awal tahun 2020. Sehingga dari jumah koperasi yang ada, terdapat

koperasi yang tidak aktif. Adapun data koperasi yang tidak aktif di

Kabupaten/Kota Provinsi Bali adalah sebagai berikut:

Tabel 1.2
Data Koperasi Tidak Aktif di Provinsi Bali

Nama Jumlah Koperasi


Kabupaten 2019 2020 2021
Jembrana 63 70 68
Tabanan 168 167 183
Badung 68 67 68
Gianyar 286 286 423
Klungkung 26 33 29
Bangli 43 41 40
Karangasem 111 108 108
Buleleng 66 66 81
Denpasar 185 184 641
Binaan Provinsi 7 7 11

Sumber : Data Keragaman Koperasi Berdasarkan Kabupaten/Kota, 2022

Berdasarkan data koperasi yang ditampilkan pada Tabel 1.2 dapat dilihat

bahwa Kota Denpasar memiliki jumlah koperasi tidak aktif paling tinggi dan naik

signifikan pada tahun 2021 hingga total 641 koperasi yang tidak aktif. Salah satu

masalah yang menyebabkan koperasi dapat menurun adalah kurangnya

kemampuan dalam pengurusan sehingga dapat memperlambat kemajuan koperasi

karena sebagian besar karyawan koperasi rangkap jabatan, seperti tokoh

masyarakat yang berada di daerah koperasi.

Sejak adanya Pandemi Covid-19, pertumbuhan koperasi Baru di Bali terus

mengalami penurunan serta banyak koperasi yang mengalami masalah likuiditas


11

(Saputra dan Yasrawan, 2021). Selain itu pendapatan koperasi turun hingga 70

persen khususnya di Kota Denpasar sedangkan untuk di wilayah lainnya

penurunan pendapatan sekitar 50-60 persen (bisnisbali.com, 2021). Hal ini juga

ditegaskan berdasarkan observasi sementara bahwa permasalahan yang dialami

selama ini pada koperasi di Wilayah Kota Denpasar adalah dampak dari Covid-

19. Dimana kondisi ekonomi global termasuk perekonomian Indonesia,

terkontraksi akibat pandemi Covid-19. Namun di tengah kondisi melemahnya

ekonomi global, masih terdapat koperasi yang mampu meningkatnya kinerjanya.

Adapun koperasi di Kota Denpasar dengan skala tiga terbesar berdasarkan catatan

Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3
Data Koperasi Terbesar di Kota Denpasar
Nama Koperasi Anggota Aset Volume Usaha
KSP Kumbasari 8.294 214.039.078.556 376.849.755.230
KSP Ema Duta Mandiri 3.373 87.114.545.149 68.787.281.198
KSP Duta Sejahtera 2.149 3.805.352.650.300 379.887.559.900
Sumber : Satu Data Provinsi Bali, 2022

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tiga koperasi urutan teratas

yang dilihat dari jumlah anggota diduduki oleh KSP Kumbasari, dimana sebanyak

70 persen penduduk di Provinsi Bali hingga tahun 2021 sudah menjadi anggota

koperasi. Selain itu koperasi juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja.

Adapun tenaga kerja atau karyawan yang bekerja pada koperasi di Kota Denpasar

adalah sebagai berikut:

Tabel 1.4
Jumlah Karyawan di Koperasi Wilayah Kota Denpasar

Tahun Jumlah Jumlah


Karyawan Manajer
2019 2.864 223
2020 2.919 335
2021 3.112 211
12

Sumber : Data Keragaman Koperasi Berdasarkan Kabupaten/Kota, 2022

Kinerja koperasi tidak hanya diukur berdasarkan kinerja keuangan, namun

juga dapat dilihat berdasarkan kemampuan sumber daya manusianya. Berdasarkan

Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga yang terserap oleh koperasi di

wilayah Kota Denpasar mencapai 3.112 karyawan dan 211 manajer pada tahun

2021. Kinerja digunakan oleh manajemen untuk melakukan penilaian berkala

operasional efektivitas organisasi dan karyawan berdasarkan standar, target dan

target yang telah ditentukan kriteria (Muizu, 2019). Kinerja karyawan dalam suatu

organisasi ditentukan oleh sikap dan perilaku karyawan untuk pekerjaan mereka

dan orientasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan (Rivaldo dan Ratnasari,

2020). Kinerja adalah hasil atau keseluruhan tingkat kesuksesan seseorang selama

periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar kerja, target atau criteria target.

Koperasi perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan serangkaian

perbaikan, agar tetap tumbuh dan bersaing. Perbaikan dilaksanakan terus-

menerus, sehingga kinerja koperasi makin baik dan dapat terus unggul dalam

persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan (Dwipradnyana, 2020). Dalam hal

ini peran pemimpin sangat diperlukan guna mengarahkan karyawannya untuk

kinerja yang lebih baik (Lazuardi, 2022). Fungsi pemimpin pada koperasi tidak

hanya sekedar melakukan bimbingan dan arahan kepada karyawan, namun yang

terpenting adalah bagaimana seorang pemimpin mampu memberikan visi dan misi

atau arah yang jelas kemana organisasi akan berjalan agar hasil yang didapatkan

sesuai dengan tujuan awal berdirinya perusahaan melalui kepemimpinan spiritual.


13

Selain itu kekuatan budaya organisasi juga akan menghasilkan kinerja

yang baik, di sebuah koperasi dengan budaya yang kuat dengan menanamkan

nilai-nilai utama secara kokoh dan oleh karyawan maka para karyawan akan

memberikan kesetiaan yang lebih besar dibandingakan para karyawan dalam

organisasi yang memiliki budaya lemah. Kesetiaan inilah yang akan menjadikan

komitmen para karyawan untuk tetap berada pada organisasi dan bekerja serta

mengabdikan diri untuk organisasinya.

Berdasarkan pada fenomena permasalahan tersebut maka penelitian yang

diangkat berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Spiritual Dan Budaya

Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasi

Sebagai Variabel Mediasi pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapatlah dikemukakan pokok

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap kinerja

karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?

2. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?

3. Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap komitmen

organisasi karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?

4. Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi

karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?


14

5. Bagaimanakah komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada

Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?

6. Bagaimanakah peran komitmen organisasi sebagai mediasi pengaruh

kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan pada Koperasi di

Wilayah Kota Denpasar?

7. Bagaimanakah peran komitmen organisasi sebagai mediasi pengaruh

budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Koperasi di Wilayah

Kota Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh kepemimpinan spiritual

terhadap kinerja karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh budaya organisasi terhadap

kinerja karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh kepemimpinan spiritual

terhadap komitmen organisasi karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota

Denpasar?

4. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh budaya organisasi terhadap

komitmen organisasi karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar.

5. Untuk mengetahui dan menjelaskan peran komitmen organisasi terhadap

kinerja karyawan pada Koperasi di Wilayah Kota Denpasar?


15

6. Untuk mengetahui dan menjelaskan peran komitmen organisasi sebagai

mediasi pengaruh kepemimpinan spiritual terhadap kinerja karyawan pada

Koperasi di Wilayah Kota Denpasar.

7. Untuk mengetahui dan menjelaskan peran komitmen organisasi sebagai

mediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada

Koperasi di Wilayah Kota Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat untuk

lingkungan akademik, manfaat praktis dan pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman

serta untuk mengaplikasikan teori yang didapat, hasil yang mendukung

teori dan jurnal yang telah ada sebelumnya.

2. Manfaat Praktis

Penilitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan

kebijakan dalam rangka mengatasi masalah yang ada pada Koperasi di

Wilayah Kota Denpasar.


16

Anda mungkin juga menyukai