Anda di halaman 1dari 62

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam suatu

organisasi atau perusahaan, aktivitas manajemen dapat berjalan dengan baik

apabila perusahaan memiliki karyawan yang berpengetahuan dan

berketrampilan tinggi serta usaha untuk mengelola perusahaan seoptimal

mungkin sehingga kinerja karyawan meningkat. Sumber daya manusia adalah

pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan tujuan

organisasi. Sebagaimana dikemukakan bahwa dimensi pokok sisi sumber

daya adalah kontribusinya terhadap organisasi, sedangkan dimensi pokok

manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya yang pada gilirannya

menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya. Dalam meningkatkan kinerja

karyawannya perusahaan menempuh beberapa cara misalnya melalui

pendidikan, pelatihan, pemberian kompensasi yang layak, gaya

kepemimpinan, dan pemberian motivasi (Werther dan Davis, 1996).

Menurut Milner (2011), kinerja adalah bagaimana seseorang

diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah

dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus

berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran

dalam organisasi. Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena

upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut. Kinerja adalah

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

1
2

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara

legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Kinerja pegawai dalam sebuah organisasi memang memiliki

pengaruh positif terhadap pencapaian visi dan misi sebuah organisasi. Kuria

& Nzuve (2018) berpendapat bahwa kinerja seorang karyawan merupakan

suatu hal yang sangat penting karena berkaitan dengan hasil dan keberhasilan

sebuah organisasi (Kuria & Nzuve, 2018). Berdasarkan pandangan Gibson

(2006) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja terbagi

menjadi 3 faktor, yakni faktor yang berasal dari individu terdiri dari umur,

jenis kelamin, pengalaman kerja. Kemudian faktor psikologis yang terdiri

dari sikap, disiplin, dan motivasi (Robbins & Jugge, 2006).

Faktor dalam organisasi yang terdiri dari kepemimpinan, imbalan,

struktur keorganisasian dan supervisi. Faktor yang mempengaruhi kinerja

karyawan yaitu kemampuan karyawan, dukungan organisasi, motivasi dan

evaluasi karyawan. Berdasarkan beberapa kajian dan penelitian mengenai

teori tersebut serta beberapa penelitian terkait. Peneliti menyederhanakan

faktor persepsi yang berhubungan dengan kinerja pegawai diantaranya adalah

sikap kerja, motivasi kerja, pengalaman kerja dan lingkungan kerja (Dehaghi

dan Rouhani, 2014).

Fenomena kinerja pegawai pada perusahaan pabrik rokok Pakis Mas

sendiri dalam 3 tahun terakhir ini mengalami stagnansi dan dari hasil ini pun

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satu nya adalah motivasi kerja.

Berikut data dalam 3 tahun terakhir yang menjelaskan beberapa bagian muai
3

dari kapasitas produksi, target produksi, dan realisasi produksi yang disajikan

dalam tabel 1 (Bagian produksi, 2023).

Tabel 1 Data Bagian Produksi 2020-2022

Tahun Kapasitas Target Realisasi Keterang

Produksi Produksi Produksi Satuan

2020 500.000.000 480.000.000 469.098.200 Batang

2021 500.000.000 480.000.000 372.440.850 Batang

2022 5000.000 480.000.000 444.270.400 Batang

Sumber : Bagian produksi, 2023

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja individu adalah

motivasi kerja karena dapat membuat individu bersemangat, aktif, produktif

dan kreatif dalam bekerja untuk mencapai hasil kerja yang maksimal (Aprilia

et al. 2016). Motivasi kerja diartikan sebagai dorongan dalam diri untuk

mengerahkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi

(Mangkunegara, 2017:67). Motivasi dikategorikan menjadi 2 faktor antara

lain faktor motivator/intrinsik (pengakuan, prestasi kerja, pekerjaan, tanggung

jawab dan pengembangan potensi) dan faktor hygiene/ekstrinsik (gaji, kondisi

kerja, hubungan kerja, pengawasan dan kebijakan instansi) Herzberg et al

(1959).

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang

berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun yang berhubungan

dengan organisasi. Salah satu hal yang mempengaruhi kinerja karyawan

adalah gaya kepemimpinan dan motivasi. Gaya kepemimpinan sendiri


4

merupakan salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja

karyawan dan motivasi adalah upaya dorongan untuk mempengaruhi ki nerja

karyawan (Milner, 2011).

Pemanfaatan kemampuan karyawan dengan optimal dapat dilakukan

dan mampu menyatukan pandangan dari sifat dan karakter yang berbeda-

beda dari setiap karyawan pada suatu tujuan, yaitu tujuan perusahaan.

Berkaitan dengan hal itu, tugas pimpinan adalah memotivasi para karyawan

agar bekerja sesuai dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Kesuksesan

seorang pemimpin sangat banyak dipengaruhi oleh model

kepemimpinannya,yang mencakup kemampuan memimpin dan interaksi

sesama pemimpin, bawahan-atasan, organisasi, serta lingkungan. Salah satu

tipe kepemimpinan yang sesuai dalam menghadapi segala perubahan adalah

gaya kepemimpinan transformasional (Kharis, 2015).

Penelitian tentang kepemimpinan lebih ditekankan pada

kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional

merupakan salah satu dimensi penting dalam kepemimpinan efektif yang

sekaligus menjadi prediktor terkuat atas hasil kepemimpinan (leadership

outcomes), seperti usaha ekstra para bawahan terhadap ketrampilan

kepemimpinan (Adriano & Dr. Romat Saragih, 2018).

Model kepemimpinan yang ditampilkan seorang pemimpin

transformasional diharapkan dapat meningkatkan upaya bawahan untuk

mencapai hasil kerja yang optimal. Kepemimpinan transformasional mampu

menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis,


5

memproyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengkomunikasikan bahwa

visi tersebut sehingga dapat dicapai (Tampi, 2014).

Menurut Burnes (2014), implementasi perubahan dalam skala

organisasi membutuhkan pemimpin transformasional yang mampu

memobilisasi pengikut untuk secara sukarela menerapkan perubahan (Hughes

et al, 1999). Terdapat lima praktik utama seni memimpin dari seorang

pemimpin transformasional menurut Kouzes & Posner (2017). Pertama,

pemimpin haruslah seorang yang menjadi panutan. ”Ing ngarso sung tulodo”.

Untuk itu pemimpin harus kredibel dapat diandalkan dan dapat dipercaya.

Pemimpin harus memiliki nilai-nilai yang jelas sebagai dasar dari setiap

tindakan dan keputusannya. Nilai-nilai tersebut harus dikomunikasikan

dengan jelas kepada anggota organisasi, tidak hanya melalui perkataan, tetapi

terutama dalam tindakan. Sehingga setiap anggota organisasi dapat melihat,

mengikuti, dan menjalankan nilai-nilai tersebut secara bersama. Kedua,

pemimpin harus bisa menginspirasi untuk terbentuknya visi bersama,

khususnya visi pada konteks Era Normal Baru. Pemimpin harus paham betul

apa yang dimaksudkan dengan Era Normal Baru. Mampu melihat adanya

masa depan yang menjanjikan pada situasi yang baru tersebut. Mampu

menjelaskan kepada anggota organisasi alasan perlunya berubah mengikuti

Era Normal Baru, dikaitkan dengan keberlangsungan organisasi dan

pemenuhan kepentingan bersama. Pemimpin harus bisa membuat seluruh

anggota organisasi sepakat dan bersemangat mendukung visi bersama

tersebut. Ketiga, pemimpin harus berani menantang proses, keluar dari zona

nyaman dan status quo. Pemimpin secara rutin menantang tim untuk gigih
6

mencari cara baru dan berinovasi. Pemimpin mendorong anggota organisasi

untuk bereksperimen, berani mengambil risiko, dan terus belajar dari

pengalaman. Keempat, pemimpin memampukan tim untuk bertindak.

Pemimpin membentuk kolaborasi dengan cara membangun rasa saling

percaya dan hubungan yang baik dalam tim. Pemimpin membangun

keyakinan dan kompetensi setiap anggota tim melalui pemberian kesempatan

dan dukungan bagi tim dalam belajar menjalani Era Normal Baru. Pemimpin

juga berempati dan mendukung secara moril terutama saat anggota organisasi

menghadapi kendala atau bahkan stres dalam menjalani Era Normal Baru.

Terakhir, pemimpin menyemangati jiwa dengan memberikan pengukuhan

positif dalam bentuk apresiasi untuk kinerja individu dan tim, saat berhasil

menjalani Era Normal Baru secara efektif yang dibuktikan dengan

bertahannya atau bahkan bertumbuhnya organisasi di Era Normal Baru

(Kouzes dan Posne, 2017).

Gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku

pemimpin dalam membimbing para bawahannya untuk berbuat sesuatu. Gaya

kepemimpinan merupakan sifat dan pemimpin yang diterapkan kepada

bawahannya untuk membimbing bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan

(Kartono, 2002, Noor dan Suprapto, 2015). Bermacam-macam gaya

kepemimpinan dapat digunakan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi

dan memotivasi bawahannya, sehingga dapat meningkatkan kinerja

bawahannya dalam melakukan pekerjaan. Ogbonna dan Harris (2000) dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan

baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja


7

lebih baik, hal ini akan membuat karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai

target yang diharapkan perusahaan, hal tersebut berdampak pada kinerjanya

(Muhajir, 2014).

Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk

melakukan aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan

pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang

dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang mendorong

aktiitas tersebut. Oleh karena itu, faktor pendorong dari seseorang untuk

melakukan suatu aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta

keinginan orang tersebut (Devi Adniaty, 2013).

Pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau

dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaan menjadi motif. Jadi, motivasi

adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Pentingnya

motivasi kerja bagi suatu perusahaan yakni sebagai faktor pendorong

karyawan. Kinerja dapat dinilai dari motivasi kerja karyawannya. Hakekatnya

pemberian motivasi berarti telah memberikan kesempatan terhadap karyawan

untuk bekerja dengan baik dan mendapatkan apa yang diharapkan, sehingga

karyawan bisa dan mampu mengembangkan kemampuan. Untuk

mendapatkan kinerja yang baik dan hasil kerja yang meningkat, seorang

karyawan harus memiliki jiwa profesionalisme sebagai sikap mental dari

karyawan yang senantiasa mendorong dirinys untuk menjadi karyawan yang

profesional (Wexley dan Yukl ,2013).

Berbagai penelitian sebelumnya menemukan bahwa motivasi

memediasi penuh pengaruh kepemimpinan dan kemampuan terhadap kinerja


8

pegawai (Febriansyah et al, 2019). Penelitian mengenai pengaruh gaya

kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja terhadap kinerja

karyawan telah banyak dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian yang telah

dilakukan oleh Nugrohoseno (2015) menunjukkan bahwa kepemimpinan

transformasional dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan Divisi Human Capital PT Sumber Alfaria Trijaya,

Tbk Branch Sidoarjo. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Junaidi

(2010) menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional dan motivasi

kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Pada PT.GHIMLI

Indonesia di Batam.

Menurut hasil penelitian Azmi (2018) tentang “Hubungan Gaya

Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dengan Kinerja Perawat Di

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”, ditemukan sebesar 79,1 % yaitu 34

responden gaya kepemimpinan kepala ruang dalam kategori baik dan 60,5 %

yaitu sebanyak 26 responden dikatakan kinerja perawat dalam kategori baik,

serta ada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan

kinerja perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yang

melatarbelakangi dilakukan penelitian ini adalah karena perawat kurang

berinisiatif dalam tindakannya, dan tidak memiliki pola kerja yang baik

(Azmi, 2018)

Dunia pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya setelah

pandemi Covid-19 akan mengalami perubahan yang drastis. Aktivitas

kehidupan diperkirakan tidak akan lagi berjalan seperti sebelumnya. Akan

tiba sebuah periode waktu yang dinamakan Era Normal Baru (New Normal).
9

Lalu bagaimana peran pemimpin dalam memampukan individu dan

organisasi yang dipimpinnya untuk siap menghadapi dan bahkan mampu

menguasai Era Normal Baru. Pada saat menerapkan perubahan pada

organisasi, para pemimpin memainkan peran yang sangat penting dan

strategis (Kementrian Kesehatan, 2020).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menguji penelitian

pengaruh gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kinerja

karyawan dengan memperhatikan motivasi kerja pada karyawan pabrik rokok

pakis mas di kota Malang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah

yang disusun sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi variabel kinerja karyawan, motivasi kerja dan gaya

kepemimpinan transformasional di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang ?

2. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap

kinerja karyawan di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang ?

3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap

motivasi kerja di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang ?

4. Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di pabrik

rokok Pakis Mas kota Malang ?

5. Bagaimana motivasi kerja berpengaruh sebagai mediasi melalui gaya

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan di pabrik

rokok Pakis Mas kota Malang?


10

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada,

maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan variabel kinerja karyawan, motivasi kerja dan

gaya kepemimpinan transformasional di pabrik rokok Pakis Mas kota

Malang.

2. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional

terhadap kinerja karyawan di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang.

3. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional

terhadap motivasi kerja di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang.

4. Untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di

pabrik rokok Pakis Mas kota Malang.

5. Untuk menganalisis pengaruh motivasi kerja sebagai mediasi melalui gaya

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan di pabrik

rokok Pakis Mas kota Malang?

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam dan dapat mengaplikasikan teori

mengenai pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, kinerja

karyawan, dan motivasi kerja.


11

2. Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian

selanjutnya, terutama yang menggunakan gaya kepemimpinan

transformasional, kinerja karyawan, dan motivasi kerja.

3. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

bagi perusahaan dalam mengaplikasikan variabel-variabel penelitian ini

untuk membantu meningkatkan kinerja karyawan serta sebagai bahan

pertimbangan untuk mengevaluasi, memperbaiki, meningkatkan kinerja

manajemen, dan sebagai informasi dalam pengambilan keputusan serta

menetapkan kebijakan terutama bagi pemimpin.


12

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kinerja karyawan

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan

perusahaan atau organisasi adalah dengan cara melihat hasil penilaian

kinerja. Dari hasil penilaian kinerja dapat dilihat kinerja perusahaan yang

dicerminkan oleh kinerja karyawan (Rivai, 2008). Kinerja menurut

(Anwar Prabu Mangkunegara, 2010) adalah “prestasi kerja atau hasil

(output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumberdaya manusia

persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kinerja karyawan adalah perilaku yang diperlihatkan oleh semua

individu sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan (Rivai dan

Sagala, 2009). Sedangkan, menurut Suharnomo (2013) kinerja karyawan

merupakan salah satu kunci yang penting bagi organisasi ataupun

perusahaan sebab setiap perusahaan tidak dapat mengalami peningkatan

hanya dari upaya satu atau dua orang saja, melainkan dari keseluruhan

upaya anggota perusahaan.

Menurut (Mangkunegara, 2009) kinerja karyawan adalah

perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga persatuan

waktu (lazimnya per jam). Kinerja karyawan sebagai ungkapan seperti

output efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan


13

produktivitas. Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Karakter individu yang mempunyai kinerja tinggi (Mangkunegara,

2008) yaitu Individu yang senang bekerja dan menghadapi tantangan

yang moderat, Individu yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaan

sangat mudah dan jika terlalu sulit cenderung kecewa, Individu yang

senang memperoleh umpan balik yang konkrit mengenai keberhasilan

pekerjaannya, Individu yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut

jika tidak mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan, Individu

yang lebih senang bertanggung jawab secara personal atas tugas yang

dikerjakan.

Menurut Mangkunegara (2017:68), orang yang berkinerja tinggi

berkarakteristik sebagai berikut: Memiliki tanggung jawab yang tinggi,

Berani menanggung resiko, Memiliki tujuan yang jelas, Memiliki

rencana kerja, Memanfaatkan umpan balik (feedback) yang nyata,

Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana.

Sutrisno (2011) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja karyawan, yaitu Hasil kerja, yaitu tingkat kuantitas maupun

kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan,

Pengetahuan pekerjaan, yaitu tingkat pengetahuan yang terkait denan

tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan

kualitas dari hasil kerja, Inisiatif, yaitu tingkat inisiatif selama


14

menjalankan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-

masalah yang timbul, Sikap, yaitu tingkat semangat kerja serta sikap

positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan, Disiplin waktu dan absensi,

yaitu tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

Menurut Mangkunegara (2017:67) kinerja dipengaruhi 2 faktor

antara lain :

a) Kemampuan

Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi, pengetahuan dan

keterampilan. Pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai

keahlian sehingga mencapai kinerja yang optimal.

b) Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap pegawai dalam bekerja. Motivasi

merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang

mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja

secara maksimal. Pegawai harus memiliki sikap menal, mampu

secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang

dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

Adapun indikator kinerja menurut Mathis dan Jackson (2012:378)

sebagai berikut:
15

a) Kualitas

Kualitas kerja diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas

pekerjaan, ketelitian, kedisiplinan, keterampilan dan

kemampuan yang dimiliki.

b) Kuantitas

Kuantitas diukur dari jumlah yang dihasilkan dibanding target.

c) Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu diukur dari persepsi pegawai dalam

menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan tidak menunda-nunda

pekerjaan.

d) Kehadiran

Kehadiran diukur dari ketepatan jam kerja sesuai aturan dan

peluang izin tanpa keterangan pada jam kerja yang dapat

mempengaruhi kinerja.

e) Kemampuan Bekerjasama

Kemampuan bekerjasama adalah kemampuan pegawai untuk

bekerja sama dengan rekan dalam menyelesaikan suatu

tugas/pekerjaan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan

organisasi.

Indikator kinerja menurut Mathis dan Jackson (2002), yaitu :

Kuantitas Output, Kualitas Output, Jangka waktu output, Kehadiran

ditempat kerja, dan Sikap kooperatif.


16

Menurut Umam (2010:101), Beberapa indikator peran kinerja antara

lain:

a) Pencapaian Target

Pegawai yang berkinerja baik mampu menyelesaikan pekerjaan

sesuai tanggungjawab yang diberikan padanya, berenergi positif

dan memenuhi target dan tujuan organisasi.

b) Loyalitas

Pegawai yang berkinerja baik memiliki loyalitas yang tinggi

terhadap organisasi. Loyalitas memiliki unsur antara lain

kesetiaan, dedikasi, tanggungjawab dan selalu menjaga nama

baik organisasi.

c) Pelatihan dan Pengembangan

Jika kinerja pegawai baik, maka mudah diberikan pelatihan dan

pengembangan kapasitas/potensi diri.

d) Promosi

Salah satu pertimbangan untuk promosi jabatan adalah

kinerja/prestasi kerja pegawai.

e) Berperilaku Positif

Dapat memotivasi orang lain agar berperilaku positif atau

memperbaiki kinerjanya.

f) Peningkatan Organisasi

Sebagai acuan untuk penyusunan kebijakan organisasi.


17

2. Motivasi Kerja

Menurut Hasibuan (2013) mengemukakan motivasi berasal dari

kata Latin yaitu move yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi

dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya

dan bawahan pada khususnya. Motivasi adalah mengarahkan daya dan

potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil

mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya

motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan

mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias

mencapai hasil yang optimal

Menurut Notoatmodjo (2009) Motivasi kerja adalah suatu alasan

seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sedangkan menurut Rivai (2008) Motivasi adalah serangkaian sikap dan

nilainilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal spesifik sesuai

dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang

invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu

bertingkah laku dalam mencapai tujuan.

Menurut Sutrisno (2009) motivasi untuk bekerja ini sangat penting

bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi

dari para karyawan untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan

maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya,

apabila terdapat motivasi yang tinggi dari para karyawan, maka hal ini

merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai

tujuannya.
18

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang

mengarahkan, mendorong, dan menciptakan kegairahan kerja seseorang

untuk mau berkerja sama dan bekerja secara efektif untuk mencapai

tujuan organisasi atau instansi yang telah ditetapkan.

Ada beberapa tujuan yang diperoleh dari pemberian motivasi

menurut Malayu S. P Hasibuan (2008), yaitu Meningkatkan moral dan

kepuasan kerja karyawan, Meningkatkan produktivitas kerja karyawan,

Mempertahankan kestabilan karyawan dalam organisasi atau instansi,

Meningkatkan kedisiplinan karyawan, Mengefektifkan pengadaan

karyawan, Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik,

Meningkatkan loyalitas , kreativitas dan partisipasi karyawan,

Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan, Mempertinggi rasa

tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya, Meningkatkan

efisiensi penggunaan alatalat dan bahan baku.

Sutrisno (2009) mengemukakan bahwa motivasi yang merupakan

proses psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut

dapat dibedakan atas faktor intern dan faktor ekstern yang berasal dari

karyawan:

a) Faktor Intern

1) Keinginan untuk dapat hidup.

2) Memperoleh kompensasi yang memadai.

3) Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu

memadai.

4) Kondisi kerja yang aman dan nyaman.


19

5) Keinginan untuk dapat memiliki

6) Keinginan untuk memperoleh penghargaan

7) Keinginan untuk memperoleh pengakuan

b) Faktor Ekstern

1) Kondisi lingkungan kerja

2) Kompensasi yang memadai

3) Supervisi yang baik

4) Adanya jaminan pekerjaan

5) Status dan tanggung jawab

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai berbagai macam

teori motivasi menurut pendapa ahli terdahulu :

a. Teori X dan Y dari McGregor

Dikembangkan oleh McGregor atas dasar karateristik manusia

merupakan anggota organisasi dalam hubungannnya dengan

penampilan organisasi secara keseluruhan dan penampilan individu

dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Teori McGregor berasumsi

bahwa kedua teori X dan Y adalah berbeda. Seperti pada tabel 1

berikut:

Motivasi kerja juga didukung oleh beberapa teori, salah

satunya adalah teori X dan Y. Untuk lebih jelasny bagaimana

perbedaan antara teori X dan Y tersebut dapat dijelaskan detail pada

tabel 2.
20

Tabel 2 Teori Dua Sisi Mc Gregor

Manusia Tipe X (-) Manusia Tipe Y (+)

1) Malas belajar dan atau 1) Rajin belajar dan atau

bekerja (pasif) bekerja (aktif) bekerja adalah

2) Mau bekerja kalau bermain sehingga

diperintah diancam, atau menyenangkan

dipaksa 2) Bekerja atas kesadaran

3) Senang menghindari dari sendiri kurang diawasi dan

tanggung jawab kreatif dalam memecahkan

4) Tidak berambisi dan masalah

cukup menjadi anak 3) Bertanggung jawab

buah saja 4) Berambisi

5) Tidak mempunyai 5) Mampu mengendalikan

kemampuan untuk dirinya sendiri mencapai

mandiri tujuan organisasinya

(mandiri)

b. Teori Motivasi Proses

Teori proses ini belawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti

yang diuraikan diatas teori-teori proses memutuskan perhatiaanya

pada bagaimana motivasi terjadi dengan kata lain teori proses pada

dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan,

mengerahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar

setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer.


21

c. Teori harapan (Expectacy theory)

Teori harapan menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi

seseorang bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaannya tergantung

pada hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dengan

kebutuhan dari hasil pekerjaan itu.

Teori ini menyangkut harapan. Artinya teori ini tidakn

menekankan apa yang realistis dan rasional. Yang ditekankan ialah

harapan karyawan mengenai prestasi kerja, imbalan dan hasil

pemuasan tujuan individu akan menentukan tingkat usahanya, bukan

hasil itu sendiri.

d. Teori keadilan (Equity Theory)

Teori ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan

keadilan dalam pemeberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap

perilaku yang relative sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai olh

atasan akan memengaruhi semangat kerja mereka. Keadailan

merupakan daya penggrak yang memotivasi semangat kerja

seseorang. Jadi atasan harus bertindak adil terhadap semua

bawahannya.

Stoner dan Freeman (1994) dalam Edy Sutrisno (2012:143)

menjelaskan bahwa kebanyakan pmbahasan dan penelitian mengenai

teori kadilanberpusat pada uang sebagai imbalan yang dianggap

paling peneting ditempat kerja. Sesorang membandingkan imbalan

yang mereka terima untuk upayanya dengan imbalan yang orang lain
22

terima. Jika mereka merasa ada ketidakadalian, suatu keterangan ini

dengan menyesuaikan perilaku secara tepat.

Menurut Edy Sutrisna (2012:143) untuk memersepsikan

keadilan tersebut, ada tiga aspek yang perlu dipahami, yaitu orang

lain, sistem yang berlaku yang menyengkut gaji,dan diri sendiri.

e. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Teori pengukuhan didasarkan atas hubungan sebab dan akibat

perilaku dengan kompensasi, misalnya, promosi bergantung pada

perstasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok bergantung

pada tingkat produksi kelompok itu. Sifat ketergantungan tersebut

bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang

mengikuti perilaku itu.

f. Teori ERG Alderfer

Kebutuhan hirarki Maslow memberikan titik tolak untuk

peningkatan teori kebutuhan manusia. Clayton Alderfer

mengembangkan teori eksistensi-hubungan pertumbuhan atau bisa

juga disebut sebagai Existence-Relatedness-Growth (ERG 14 Theory),

yang meninjau kembali teori Maslow untuk membuatnya konsisten

dengan penelitian yang mempertimbangkan kebutuhan manusia.

Terdapat beberapa perbedaan antara teori ERG Alderfer dan

teori kebutuhan hirarki Maslow. Penelitian telah menunjukkan bahwa

manusia memiliki tiga bentuk kebutuhan disbanding dengan lima

bentuk berdasarkan hipotesa Maslow.


23

Manusia bekerja memenuhi kebutuhannya berdasarkan

kontinum kekongkritannya. Semakin konkrit kebutuhan yang hendak

dicapai, maka semakin mudah seorang karyawan untuk mencapainya.

Kebutuhan yang konkrit menurut Alderfer adalah kebutuhan

keberadaan yang paling mudah kemudian kebutuhan relasi atau

hubungan dengan orang lain untuk dipenuhi dalam mencapai prestasi

sebelum mencapai kebutuhan yang lebih kompleks yaitu

pertumbuhan.

g. Teori Pencapaian Motivasi MC Clelland

Menurut Henry Murray (Usmara, 2006: 53) percaya bahwa

kebutuhan diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungan.

Murray mengembangkan daftar kebutuhan yang sangat panjang. Mc

Clelland secara khusus tertarik pada salah satu kebutuhan yang

dikemukakan oleh Murray yaitu kebutuhan untuk berprestasi. Mc

Clelland merasa bahwa kebutuhan berprestasi merupakan kebutuhan

yang diperoleh, yang dikembangkan sejak kecil sebagai hasil dari

dorongan dan kepecayaan pada diri sendiri oleh orang tua. Dia juga

berpendapat bahwa hal tersebut dapat juga diajarkan pada saat

dewasa.

h. Teori Motivator-Higiene Herzberg

Teori ini mengkatagorikan motivasi menjadi 2 faktor (Hezberg

et al, 1959) antara lain


24

a) Faktor Motivator/Intrinsik

Pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor

motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berkinerja tinggi

daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygine/ekstrinsik).

Adapun faktor motivator/intrinsik antara lain:

1) Pengakuan

Setiap manusia memiliki kebutuhan pengakuan (rasa ingin

dihargai). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi

yang ampuh bahkan bisa melebihi kepuasan dari pemberian

kompensasi.

2) Prestasi Kerja

Pencapaian prestasi atau keberhasilan dalam melakukan

pekerjaan menggerakkan untuk melakukan tugas berikutnya.

Prestasi yang dicapai dalam pekerjaan menimbulkan sikap

positif dan selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh

tantangan.

3) Pekerjaan

Pekerjaan menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi

pegawai untuk berkinerja tinggi. Pekerjaan yang menarik dan

memberikan tantangan merupakan faktor motivasi karena

keberadaannya dapat meningkatkan kepuasan kerja.

4) Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan kewajiban seseorang untuk

melaksanakan tugas sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan


25

yang diterima. Tanggung jawab atas pekerjaan dan kepercayaan

yang diberikan sebagai orang yang memiliki potensi.

5) Pengembangan Potensi

Pengembangan potensi diri seseorang dalam melakukan

pekerjaan. Setiap pegawai tentunya menghendaki adanya

kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya.

b) Faktor Hygiene/Ekstrinsik

Faktor hygiene/ekstrinsik merupakan faktor yang tidak

mendorong minat untuk berkinerja baik, akan tetapi jika faktor ini

tidak memuaskan maka dapat menjadi sumber ketidakpuasan

potensial sehingga menurunkan motivasi kerja. Adapun faktor

hygiene/ekstrinsik antara lain:

1) Gaji

Gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri dan keluarga. Gaji berfungsi memenuhi kebutuhan

pokok dan menjadi daya dorong agar dapat bekerja penuh

semangat.

2) Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung

oleh peralatan yang memadai membuat pegawai betah untuk

bekerja. Kondisi kerja yang nyaman, pegawai merasa aman dan

produktif untuk bekerja.


26

3) Hubungan Kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, harus

didukung hubungan kerja yang harmonis yaitu terciptanya

hubungan yang akrab, penuh kekeluargaan dan saling

mendukung baik hubungan antar sesama pegawai atau antara

pegawai dengan atasan. Manusia sebagai makhluk sosial

membutuhkan hubungan dengan orang lain baik ditempat kerja

maupun diluar lingkungan kerja.

4) Pengawasan

Pengawasan yang efektif mendukung peningkatan produktifitas

melalui penyelenggaraan kerja yang baik. Atasan

mengkoordinasikan sistem kerja dalam memberi petunjuk,

memantau proses pelaksaaan pekerjaan dan menilai hasil kerja.

5) Kebijakan Instansi

Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu

keutuhan merupakan faktor yang sangat penting untuk

menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif,

pegawai tidak dipandang sebagai objek tetapi sebagai subyek.

3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan trasformasional merupakan pemimpin

yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan

kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi

yang luar biasa (Robbins dan Judge, 2008). kepemimpinan


27

transformasional juga merupakan pemimpin yang mencurahkan

perhatiannya kepada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para

pengikutnya dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing

pengikutnya dengan cara memberikan semangat dan dorongan untuk

mencapai tujuannya (Robbin, 2008).

Humphreys (2002) menegaskan bahwa hubungan antara

atasan dengan bawahan dalam konteks kepemimpinan

transformasional lebih dari sekedar pertukaran “komoditas”

(pertukaran imbalan secara ekonomis), tapi sudah menyentuh

sistem nilai (value system). Pemimpin transformasional mampu

menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan

(beliefs), sikap, dan tujuan pribadi masing-masing bawahan demi

mencapai tujuan, bahkan melampaui tujuan yang ditetapkan

(Humphreys, 2002; Liu et.al., 2003; Rafferty & Griffin, 2004;

Yammarino et.al., 1993).

Bass et.al (2003) serta Humphreys (2002) menjelaskan

kemampuan pemimpin transformasional mengubah sistem nilai

bawahan demi mencapai tujuan diperoleh dengan

mengembangkan salah satu atau seluruh faktor yang merupakan

dimensi kepemimpinan transformasional, yaitu : karisma

(kemudian diubah menjadi pengaruh ideal atau idealized

influence), inspirasi (inspirational motivation), pengembangan

intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian pribadi

(individualized consideration).
28

Idealized influence menurut Sarros dan Santora (2001)

merupakan perilaku (behavior) yang berupaya mendorong

bawahan untuk menjadikan pemimpin mereka sebagai panutan

(role model). Pada mulanya, dimensi ini dinamakan karisma,

namun karena mendapat banyak kritik maka istilah karisma

diubah menjadi pengaruh ideal atau visi. Aspek kritikal karisma

adalah kekuatan spiritual (transcendent power) yang diyakini oleh

bawahan dimiliki oleh pemimpinnya, sehingga bawahan percaya

sepenuhnya dan mau melakukan apa saja demi pemimpinnya (true

believer). Aspek tersebut tidak dimiliki oleh setiap orang dan

selama ini tidak tercakup dalam kajian kepemimpinan

transformasional, sehingga dimensi ini tidak tepat disebut

karisma. Kajian mengenai dimensi ini lebih terpusat pada

pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan dan mampu

menanamkan visi tersebut dalam diri bawahan (Rafferty & Griffin,

2004).

Lebih jauh, pemimpin yang mempunyai idealized influence

selain mampu mengubah pandangan bawahan tentang apa yang

penting untuk dicapai pada saat ini maupun masa mendatang (visi),

juga mau dan mampu berbagi resiko dengan bawahan, teguh

dengan nilai, prinsip, dan pendiriannya, sehingga bawahan

percaya, loyal, dan menghormatinya (Bass et.al., 2003; Humphreys,

2002; Sarros & Santora, 2001; Yammarino et.al.,1993).


29

Idealized influence merupakan dimensi terpenting

kepemimpinan transformasional karena memberikan inspirasi

dan membangkitkan motivasi bawahan (secara emosional)

untuk menyingkirkan kepentingan pribadi demi pencapaian

tujuan bersama (Humphreys, 2002; Rafferty & Griffin, 2004).

Inspirational motivation menurut Humphreys (2002) serta

Rafferty dan Griffin (2004) memiliki korelasi yang erat dengan

idealized influence. Seperti dijelaskan sebelumnya, pemimpin

transformasional memberi inspirasi kepada bawahan untuk

memusatkan perhatian pada tujuan bersama dan melupakan

kepentingan pribadi. Inspirasi dapat diartikan sebagai tindakan

atau kekuatan untuk menggerakkan emosi dan daya piker orang

lain (Rafferty & Griffin, 2004).

Keeratan dua dimensi yaitu inspirational motivation dan

idealized influence ini mendorong munculnya pandangan untuk

menyatukan kedua dimensi ini dalam satu konstruk. Namun

dalam penelitian ini, idealized influence dan inspirational

motivation diposisikan sebagai dua konstruk yang berbeda

dimana idealized influence mempunyai makna lebih dalam

daripada inspirational motivation, atau dengan kata lain,

inspirational motivation merupakan sisi luar atau perwujudan

idealized influence (Humphreys, 2002; Rafferty & Griffin, 2004).


30

Inspirational motivation menurut Humphreys (2002)

berbentuk komunikasi verbal atau penggunaan simbol-simbol

yang ditujukan untuk memacu semangat bawahan. Pemimpin

memotivasi bawahan akan arti penting visi dan misi organisasi

sehingga seluruh bawahannya terdorong untuk memiliki visi

yang sama. Kesamaan visi memacu bawahan untuk bekerja

sama mencapai tujuan jangka panjang dengan optimis. Sehingga

pemimpin tidak saja membangkitkan semangat individu tapi juga

semangat tim (Bass et.al., 2003).

Intellectual stimulation, merupakan faktor penting

kepemimpinan transformasional yang jarang memperoleh

perhatian (Rafferty & Griffin, 2004). Intellectual stimulation

merupakan perilaku yang berupaya mendorong perhatian dan

kesadaran bawahan akan permasalahan yang dihadapi.

Pemimpin kemudian berusaha mengembangkan kemampuan

bawahan untuk menyelesaikan permasalahan dengan

pendekatan- pendekatan atau perspektif baru. Dampak

intellectual stimulation dapat dilihat dari peningkatan

kemampuan bawahan dalam memahami dan menganalisis

permasalahan serta kualitas pemecahan masalah (problem

solving quality) yang ditawarkan (Rafferty & Griffin, 2004;

Yammarino et.al., 1993). Bass et.al (2003) serta Sarros dan

Santora (2001) berpandangan bahwa intellectual stimulation pada

prinsipnya memacu bawahan untuk lebih kreatif dan inovatif


31

dalam memahami dan memecahkan masalah. Bawahan didorong

untuk meninggalkan cara-cara atau metode-metode lama dan

dipacu untuk memberikan ide dan solusi baru. Bawahan

bebas menawarkan metode baru dan setiap ide baru tidak akan

mendapat kritikan atau celaan. Sebaliknya, pemimpin berusaha

meningkatkan moral bawahan untuk berani berinovasi. Pemimpin

bersikap dan berfungsi membina dan mengarahkan inovasi dan

kreativitas bawahan.

Individualized consideration atau perhatian pribadi.

Individualized consideration mengarah pada pemahaman dan

perhatian pemimpin pada potensi dan kemampuan yang dimiliki

oleh setiap bawahannya. Pemimpin menyadari perbedaan

kemampuan, potensi, dan juga kebutuhan bawahan. Pemimpin

memandang setiap bawahannya sebagai aset organisasi. Oleh

sebab itu, pemahaman pemimpin akan potensi dan

kemampuan setiap bawahan memudahkannya membina dan

mengarahkan potensi dan kemampuan terbaik setiap bawahan

(Bass et.al., 2003; Sarros & Santora,2001; Yammarino et.al.,

1993).

Adapun indikator gaya kepemimpinan transformasional (Voon et

al, 2011) sebagai berikut :

a) Pengaruh Ideal (Idealized Influence)

Pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan

terhadap pemimpin. Pemimpin dijadikan sebagai panutan,


32

dipercaya, dihormati dan mempunyai visi dan misi yang jelas

menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan.

b) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)

Pemimpin mendorong bawahan untuk lebih kreatif, serta

mendorong bawahannya untuk menggunakan pendekatan-

pendekatan baru yang lebih rasional dalam pengambilan

keputusan dan cermat dalam menyelesaikan permasalahan

yang ada.

c) Perhatian yang bersifat Individual (Individualized

Consideration)

Pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada

bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi

yang utuh, mempertimbangkan kebutuhan dari bawahannya,

serta melatih dan memberikan saran kepada bawahannya

Prinsip-prinsip yang harus diciptakan oleh seorang pemimpin

transformasional, yaitu (Erik Rees, 2001):

1) Simplifikasi

Keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah

visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama.

Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi

secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat

menjawab Kemana kita akan melangkah? menjadi hal pertama

yang penting untuk kita implementasikan.


33

2) Motivasi

Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap

orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah

hal kedua yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin

transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam

organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan,

memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya.

Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-

betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula

untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal

memberikan usulan atau pun mengambil keputusan dalam

pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan

nilai tambah bagi mereka sendiri.

3) Fasilitasi

Dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif

memfasilitasi pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi

secara kelembagaan, kelompok, atau pun individual. Hal ini

akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual

dari setiap orang yang terlibat di dalamnya.

4) Mobilitasi

Yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk

melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di

dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin


34

transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang

penuh dengan tanggung jawab.

5) Siap Siaga

Yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri

mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma

baru yang positif.

6) Tekad

Yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad

bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas.

Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan

disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan

transfromasional, motivasi kerja, dan kinerja karyawan akan disajikan dalam

tabel 3 berikut.

Tabel 3
Penelitian terdahulu

No Penulis Hasil Persamaan Perbedaan

1 Qausya et al Gaya Peneliti Peneliti


(2018) Kepemimpinan sebelumnya sebelumnya tidak
Paternalistik dan menggunakan menggunakan
Budaya variabel Kinerja variabel Gaya
Organisasi secara Karyawan Kepemimpinan
simultan dan sebagai variabel Transformasional
parsial dan Motivasi
berpengaruh Kerja
terhadap Kinerja
35

Karyawan
2 Rani Mariam Gaya Peneliti Peneliti
(2009) Kepemimpinan sebelumnya sebelumnya
dan Budaya menggunakan menggunakan
Organisasi variabel Gaya Kepuasan Kerja
berpengaruh Kepemimpinan sebagai variabel
terhadap Kinerja dan Kinerja intervening dan
Karyawan melalui Karyawan tidak
kepuasan kerja. menggunakan
variabel Budaya
Organisasi
3 Azimatun Beban Kerja Peneliti Peneliti
Nikmah (2021) berpengaruh sebelumnya sebelumnya tidak
terhadap Kinerja menggunakan menggunakan
Karyawan melalui variabel variabel Gaya
Motivasi Kerja Motivasi Kerja Kepemimpinan
dan Kinerja Transformasional
Karyawan
4 Dra Rachma et Gaya Peneliti Peneliti
al (2021) Kepemimpinan sebelumnya melakukan di
Transformasional menggunakan masa pandemi
berpengaruh variabel Gaya Covid 19
terhadap Kinerja Kepemimpinan
Karyawan Transformasion
Melalui Motivasi al dan variabel
Kerja Kinerja
Karyawan
5 Agus et al Gaya Peneliti Peneliti
(2020) kepemimpinan sebelumnya sebelumnya
transformasional menggunakan menggunakan
dan Transaksional variabel Kinerja variabel Gaya
berpengaruh Karyawan Kepemimpinan
terhadap Kinerja Transaksional
Karyawan
36

6 Masduki et al Gaya Peneliti Peneliti


(2020) Kepemimpinan sebelumnya sebelumnya
Transformasional menggunakan menggunakan
berpengaruh variabel Gaya variabel Analisis
terhadap Kinerja Kepemimpinan Kesiapan
Karyawan Transformasion
Melalui Analisis al dan variabel
Kesiapan Kinerja
Karyawan

7 Sabaruddinsah Gaya Peneliti Peneliti


(2022) Kepemimpinan sebelumnya sebelumnya
Transformasional menggunakan menggunakan
berpengaruh variabel Gaya variabel Media
terhadap Kinerja Kepemimpinan Culture Control
Karyawan Transformasion dan Komitmen
Melalui Media al dan variabel Organisasi
Culture Control Kinerja
dan Komitmen Karyawan
Organisasi
8 Iko et al Motivasi Kerja, Peneliti Peneliti
(2022) Budaya Kerja dan sebelumnya sebelumnya
Disiplin Kerja menggunakan menggunakan
berpengaruh variabel Kinerja variabel Budaya
terhadap Kinerja Karyawan dan Kerja dan
Karyawan Motivasi Kerja Disiplin Kerja

9 Marthen Gaya Peneliti Peneliti


(2020) kepemimpinan sebelumnya sebelumnya
transformasional menggunakan menggunakan
dan Transaksional variabel Kinerja variabel Gaya
berpengaruh Karyawan Kepemimpinan
terhadap Kinerja Transaksional
Karyawan
37

C. Kerangka Konseptual

Kinerja adalah hasil kerja pegawai secara kualitas kuantitas dan

ketepatan waktu sesuai tanggung jawab yang diamanatkan padanya

(Mangkunegara, 2017:67). Kinerja diukur dengan indikator kualitas,

kuantitas, kehadiran, ketepatan waktu dan kemampuan bekerjasama (Mathis

dan Jackson, 2012:378). Motivasi kerja adalah kondisi yang menggerakkan

diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara,

2017:68). Menurut teori motivasi Herzberg, motivasi kerja ditentukan oleh

faktor motivator/intrinsik (pengakuan kerja, prestasi kerja, pekerjaan,

tanggung jawab dan pengembangan potensi) dan faktor hygine/ekstrinsik

(gaji, kondisi kerja, hubungan kerja, pengawasan dan kebijakan instansi)

Keterkaitan Kinerja Dan Motivasi Kerja yaitu Motivasi kerja

membuat individu bersemangat, aktif, produktif dan kreatif dalam bekerja

untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Motivasi juga merupakan salah

satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan gairah kerja. Individu

yang memiliki motivasi rendah cenderung memiliki kinerja yang rendah pula.

Sebaliknya individu yang memiliki motivasi tinggi maka memiliki kinerja

yang baik (Aprilia et al, 2016)

1. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan Transformasional dengan

Kinerja Karyawan

Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh

seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk

bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut pendapat beberapa


38

ahli dan peneliti terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan

transformasional dengan kinerja.

Frendy dan Nugrohoseno (2015) dengan hasil penelitiannya,

menunujukkan bahwa terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional

dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan divisi human capital PT.

Sumber Alfaria Trijaya, tbk branch sidoarjo. Hal yang sama juga

ditemukan dalam penelitian Junaidi (2010), bahwa kepemimpinan

transformasional dan motivasi kerja memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja karyawan PT PLN (Persero) UPJ Semarang.

2. Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Karyawan

Penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Sudibya (2019)

menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh

positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, dimana semakin

baik penerapan kepemimpinan transformasional maka dipastikan pula

semakin tinggi tingkat motivasi kerja yang dimiliki oleh karyawan.

Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan, dimana jika kepemimpinan transformasional

berjalan dengan baik dan efektif maka dapat memberikan efek pada

peningkatan kinerja karyawan.

3. Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Karyawan

Motivasi adalah faktor yang sangat penting dalam peningkatan

kinerja karyawan. Karyawan yang termotivasi dalam bekerja akan mampu

mencapai kinerja yang optimal karena kinerja yang baik merupakan suatu

langkah untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut pendapat beberapa


39

ahli dan peneliti terdapat hubungan antara motivasi dengan kinerja. Annisa

Pratiwi (2014) dengan hasil penelitiannya, terdapat pengaruh yang

signifikan antara variabel motivasi dan displin kerja terhadap kinerja

karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Wilayah Telkom

Pekalongan. Devi Adniaty (2013) juga menemukkan bahwa motivasi dan

disiplin kerja berpengaruh kinerja pegawai pada kantor dinas pendapatan

Provinsi Sumatera Utara PT. Binjai. Kemudian diperkuatjuga oleh Weni

Oktafia (2015) yang menemukan bahwa pengaruh disiplin dan motivasi

terhadap kinerja karyawan pada Soraya Bedsheet Siteba Padang (studi

kasus: bagian pabrik).

4. Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Karyawan

Putra dan Sudibya (2019) dalam penelitiannya menemukan bahwa

motivasi kerja secara positif dan signifikan mampu memediasi gaya

kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan yaitu apabila

gaya kepemimpinan yang diterapkan dapat dengan tepat mengarahkan

tujuan organisasi dengan kebutuhan-kebutuhan individu maka semakin

tinggi motivasi para bawahannya yang selanjutnya akan meningkatkan

kinerjanya.
40

Berdasarkan hasil penjelasan antar variabel peneitian data, maka

digambarkan kerangka konsep penelitian yang disajikan pada gambar 1.

MOTIVASI KERJA (Y1)


1. Instrinsik
2. Ekstrinsik

(Hezberg et al, 1959)


2 3

GAYA KEPEMIMPINAN KINERJA KARYAWAN (Y2)

TRANSFORMASIONAL 1. Perilaku Inovatif


(X1) 1 2. Kemampuan Diri Untuk
Mencapai Tujuan
1. Pengaruh Ideal 3. Tingkat Potensi Diri
2. Inspirasi 4. Manajemen Waktu
3. Pengembangan 5. Pencapaian Kuantitas
Intelektual dan Kualitas Pekerjaan
4. Perhatian Pribadi
Mathis dan Jackson
Bass et.al (2003) (2012:378)

Keterangan:
1. Mariam (2009) / Agus et al (2020)
2. Dra Rachma et al (2021) / Putra dan Sudibya (2019)
3. Nikmah (2021) / Frendy dan Nugrohoseno (2015)

Gambar 1
Kerangka Konseptual Peneltian
41

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang , beberapa fenomena yang ada, landasan teori

yang relevan, rujukan penelitian terdekat, serta rumusan masalah, maka

hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan di pabrik rokok Pakis Mas Kota Malang.

2. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan

terhadap motivasi kerja di pabrik rokok Pakis Mas Kota Malang.

3. Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di

pabrik rokok Pakis Mas Kota Malang.

4. Motivasi kerja dapat berperan mempengaruhi sebagai mediasi antara

gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan di

pabrik rokok Pakis Mas Kota Malang.


42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan design kausalitas dengan

pendekatan kuantitatif. Design kausalitas digunakan untuk mengetahui

hubungan sebab akibat dari variabel-variabel yang diteliti untuk menjawab

tujuan penelitian. Pendekatan kuantitatif menggunakan data berupa angka

sebagai analisis, pendekatan kuantitatif diawali dengan menyusun kerangka

konsep, hipotesis, menyusun instrumen, analisa data dan menyusun

kesimpulan (Hadi, 2015).

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu membahas tentang bidang

manajemen sumber daya manusia yaitu pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional terhadap kinerja karyawan dengan motivasi kerja sebagai

variabel mediasi di pabrik rokok Pakis Mas kota Malang karena terdapat

perubahan tingkat produksi menjadi stagnan di pabrik ini.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih pada penelitian ini adalah salah satu perusahaan

yang terdapat di kota Malang yaitu pabrik rokok Pakis Mas yang

beralamatkan di Jl. Mustofa no 184, desa Pakiskembar Kecamatan Pakis,

Kabupaten Malang, Jawa Timur. Penelitian ini diharapkan dapat membantu

perusahaan khususnya dalam memahami peranan gaya kepemimpinan

transformasional untuk mengkaji aspek- aspek yang mempengaruhi kinerja


43

karyawan melalui motivasi kerja perusahaan tersebut. Dikarenakan selama

ini belum pernah ada penelitian sejenis ini di perusahaan ini, sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik tersebut.

D. Variabel Penelitian

1. Klasifikasi Variabel

Adapun variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Variabel dependen/terikat (Y2) yaitu kinerja karyawan

b. Variabel mediasi (Y1) yaitu motivasi kerja

c. Variabel independen/bebas (X1) yaitu gaya kepemimpinan

transformasional

2. Definisi Konseptual Variabel

Berikut ini pemapaparan definisi konseptual mengenai variabel

yang dianalisi pada penelitian ini :

a. Kinerja Karyawan (Y2)

Kinerja adalah hasil kerja pegawai secara kualitas kuantitas

dan ketepatan waktu sesuai tanggung jawab yang diamanatkan

padanya (Mangkunegara,2017:67).

b. Motivasi Kerja (Y1)

Motivasi kerja adalah kondisi yang menggerakan diri

pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi

(Mangkunegara,2017:68).

c. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1)

Gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya

kepemimpinan yang menginspirasi para pengikutnya untuk


44

mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki

kemampuan mempengaruhi yang luar biasa (Robbins dan

Judge, 2008).

3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel merujuk kepada cara pendekatan

penulis dalam mengukur suatu variabel. Berikut dijelaskan definisi

operasional variabel pada penelitian ini :

a. Kinerja Karyawan (Y2)

Kinerja adalah prestasi yang dicapai individu sesuai

tanggung jawab yang diemban dalam mencapai tujuan

organisasi. Indikator kinerja yang digunakan dalam penelitian

in sebagai berikut :

1) Kualitas

2) Kuantitas

3) Kehadiran

4) Ketepatan waktu

5) Kemampuan bekerjasama

b. Motivasi Kerja (Y1)

Motivasi kerja adalah dorongan (baik dari dalammaupun

luar) individu untuk mengarahkan perilaku dalam mencapai

tujuan organisasi. Indikator motivasi kerja yang digunakan

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Pengakuan kerja

2) Prestasi kerja
45

3) Pekerjaan

4) Tanggung jawab

5) Pengembangan potensi

6) Gaji

7) Hubungan kerja

8) Pengawasan

9) Kebijakan instansi

c. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1)

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan kondisi

dimana seorang individu sebagai karyawan yang merasakan

adannya keterikatan hubungan emosional, fisik, dan juga

psikologis terhadap pekerjaan dalam suatu perusahaan.

Indikator yang digunakan dalam variabel gaya kepemimpinan

transformasional sebagai berikut :

1) Pengaruh ideal (idealized influence)

2) Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation)

3) Perhatian yang bersifat individual (Individu

consideration)

E. Jenis dan Sumber Data

Data kuantitatif pada penelitian ini berasal dari data yang diperoleh

dan dikumpulkan dari pabrik rokok Pakis Mas Malang. Sedangkan sumber

data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data primer. Data

primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dengan cara

diperoleh langsung dari responden menggunakan daftar pertanyaan-


46

pertanyaan atau kuesioner yang berhubungan dengan gaya kepemimpinan

transformasional, motivasi kerja, dan kinerja karyawan. Kuesioner ini

diperoleh dari setiap variabel yang akan diukur lalu dijabarkan menjadi

indikator variabel, selanjutnya indikator tersebut dijadikan sebagai acuan

untuk menyusun butir-butir instrumen yang berupa pernyataan.

F. Instrumen Penelitian dan Uji Instrumen Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam peneliti ini adalah kuisioner, yang

disusun dalam bentuk kalimat pernyataan dan diisi oleh responden dengan

menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial (Sugiyono, 2017). Responden diminta pendapat sesuai perpsepsinya

untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan memberi tanda () pada

kolom setiap jawaban yang dipilih. Pengukuran tanggapan responden

menggunakan skala Likert pada tabel 4 dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 4
Bobot Nilai Jawaban Responden

Jawaban Nilai
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Kurang Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber :Sugiyono (2017)
47

Beberapa landasasan teori yang ada pada penelitian ini dapat

dirangkum dalam bentuk tabel mengenai apa saja variabel penelitian ini ,

macam-macam indikator nya dan juga beberapa item mengenai pernyataan

yang akan dijelaskan detail pada tabel 5.

Dari tabel diatas, maka disusunlah kuesioner terlampir.

Kemudian instrumen tersebut dilakukan uji validitas dan reliabilitas

agar hasil data dapat memberikan informasi akan hasil penelitian

dengan tepat dan akurat.

Tabel 5
Variabel, Indikator dan Item Pernyataan

Variabel Indikator Item


Gaya 1.Mandor mengarahkan sebuah
Kepemimpinan masalah menjadi suatu
Transformasional pembelajaran
X1.1 Pengaruh Ideal
(X1) 2.Mandor mempunyai visi
yang dapat memotivasi kerja
saya
1.Mandor membuat saya
mampu berfikir tentang
permasalahan lama dengan
X1.2 Inspirasi
cara pandang baru
2.Saya selalu merasa nyaman
apabila berada dekat mandor
1.Sikap mandor membuat saya
melihat masalah sebagai
X1.3 Pengembangan kesempatan belajar
Intelektual 2.Mandor selalu mendorong
setiap bawahannya untuk
berprestasi
1.Mandor memberikan
perhatian secara pribadi kepada
X1.4 Perhatian Pribadi
orang-orang yang kelihatannya
diabaikan
2.Mandor tidak pernah bosan
mendorong setiap bawahannya
untuk bekerja lebih baik
48

Variabel Indikator Item


Motivasi Kerja Y1.1 Intrinsik 1.Kesediaan lembur
(Y1) 2.Pemeriksaan ulang hasil
pekerjaan
3.Pekerjaan menantang bagi
saya
4.Pekerjaan menarik bagi saya
Y1.2 Ekstrinsik 1.Peralatan kerja memadai

2.Kondisi kerja nyaman


3.Hubungan kerja harmonis

4.Kekeluargaan baik dan saling


mendukung
Kinerja Y2.1 Perilaku Inovatif 1.Mau melakukan usaha ekstra
Karyawan (Y2) dalam menyelesaikan
pekerjaan dengan baik
2.Saya berusaha lebih keras
daripada seharusnya
Y2.2 Kemampuan 1. Kemampuan saya mencapai
Diri Untuk tujuan yang ditetapkan adalah
Mencapai Tujuan baik

2.Saya menyelesaikan
pekerjaan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan

Y2.3 Tingkat Potensi 1.Karyawan berusaha dengan


Diri lebih keras daripada yang
seharusnya
2.Menggunakan ketrampilan
dengan baik dalam bekerja
Y2.4 Manjemen 1.Ketepatan dalam
Waktu melaksanakan pekerjaan bagus
2.Melakukan tugas yang
diberikan dengan baik seperti
menghasilkan produk rokok
tepat waktu
Y2.5 Pencapaian 1.Rata-rata kualitas hasil
Kuantitas dan pekerjaan saya adalah tinggi
Kualitas Pekerjaan 2.Saya menyelesaikan tugas
yang diberikan dengan baik
49

Sumber : Data diolah, 2023

2. Uji Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Pengujian ini merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat

kemantapan suatu instrumen penelitian. Untuk menganalisis

ketepatan apa saja yang ingin diukur, sebuah instrumen dikatakan

valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur.

Permasalahan yang terdapat pada validitas ialah keakuratan dan

ketelitian suatu alat ukur dalam menguraikan sebuah gejala. Sebuah

alat ukur bisa dikatakan valid atau akurat apabila alat ukur tersebut

mengenai sasarannya.

Uji validitas dilaksanakan dengan membandingkan hasil

kefisien korelasi antara item dengan perubah dibandingkan dengan

nilai kritis, jika kefisien korelasinya lebih besar daripada nilai

kritisnya, maka bisa dipastikan valid. Pengukuran uji validitas

menggunakan analisis korelasi product moment (pearson

correlation). Validitas sebuah pertanyaan penelitian dapat diuji

dengan cara mencari signifikasi koefisien (r) pada setiap item butir

pertanyaan terhadap total pertanyaan secara keseluruhan

dibandingkan dengan derajat kepercayaan pada taraf α = 0,05.

Adapun rumusnya menurut (Rochaety, 2007:47) adalah sebagai

berikut :
50

r = ∑ √ n ¿∑¿ ¿ ∑
n ( XY ) −( X )( Y )

Dimana :

r = koefisien korelasi poduct moment


X = skor item
Y = total skor
n = jumlah responden

Apabila terdapat nilai signifikan r > 0,05 atau r hitung < r tabel

artinya item pertanyaan penelitian belum mampu mengukur

permasalahan atau dapat diartikan tidak valid. Namun apabila nilai

signifikan r < 0,05 atau r hitung > r tabel, artinya item pertanyaan

penelitian mampu mengukur permasalahan dan dapat disimpulkan

valid. Hasil koefisien korelasi untuk menghitung tingkat signifikasi,

apabila kurang dari 5% maka butir kuesioner valid (Hadi,2015).

b. Uji Reliabilitas

Pada suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel jika responden

konsisten dalam mengisi alat ukur atau daftar pertanyaan yang

diajukan. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran

akan tetap konsisten. Selajutnya untuk mengukur dan menguji

apakah kuesioner yang dipakai untuk mengambil data penelitian

dapat dipercaya atau reliabel, digunakan uji reliabilitas dengan

menggunakan koefisisen reliabilitas Alpha Cronbach’s. Menurut

Arikunto (2002) rumus yang digunakan ialah :

(
K 1−∑ σ 1
)
2

r = K−1 σ2
51

r = koefisien reliabilitas
K = jumlah pertanyaan
σi2 = varian jumlah pertanyaan
σ2 = varian jumlah skor item

Apabila nilai Alpha Cronbach’s > r tabel maka item

pertanyaan penelitian masih reliabel.

Apabila nilai Alpha Cronbach’s < r tabel maka item

pertanyaan penelitian belum reliabel.

Uji reliabilitas menunjukan tingkat konsistensi alat ukur jika

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama

dengan alat ukur yang sama (Hadi, 2015). Pengujian reliabilitas

instrumen menggunakan bantuan program SPSS.

G. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam

penelitian ini adalah karyawan tetap bagian produksi pabrik rokok Pakis

Mas kota Malang. Menurut Sugiyono (2016:148) populasi merupakan

wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik hasil kesimpulannya.

Sedangkan Indrawan (2016:93) mengungkapkan bahwa populasi adalah

kumpulan dari keseluruhan elemen yang akan diambil kesimpulannya.

Selaras dengan Arikunto (2014:108) yang memberikan pengertian

bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian.


52

Penelitian ini mengambil populasi pada karyawan bagian produksi

pabrik rokok Pakis Mas Malang yang berjumlah 95 orang dan dijelaskan

secara rinci pada tabel 6.

Tabel 6 Responden Penelitian

Jumlah
No Karyawan Bagian Produksi Rokok
(Orang)
1 Giling rokok 55
2 Verpak rokok 25
3 Gunting rokok 15
Sumber : Data Diolah, 2023

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini menggunakan metode sampling jenuh karena

jumlah populasi tidak lebih besar dari 100 orang. Penulis mengambil

100% jumlah populasi yang ada karyawan bagian produksi pabrik rokok

Pakis Mas Malang sebagai responden dengan jumlah 95 orang. Dengan

demikian penggunaan seluruh populasi tanpa harus menarik sampel

penelitian sebagai unit observasi disebut sebagai teknik sensus.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

kuesioner. Data dikumpulkan dari para responden dengan cara mengajukan

pernyataan secara tertulis yang diberikan kepada responden untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan

transformasional, motivasi kerja, dan kinerja karyawan secara akurat dan

obyektif.

I. Teknik Analisis Data


53

Pada penelitian ini digunakan metode dalam menganalisis data dengan

teknik sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif menjelaskan fenomena dihubungkan dengan

teori yang mendasari riset (Chandrarin, 2017:135). Analisa statistik

deskriptif dilakukan untuk karakteristik dari sample yang diobservasi.

Hasil uji statistik deskriptif disajikan dalam bentuk tabel yang terdiri

dari nama variabel, mean (rerata), deviasi standar, maksimum dan

minimum yang selanjutnya dilakukan intepretasi berupa narasi.

2. Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2006) uji asumsi klasik ialah pengujian statistik

dengan analisis regresi yang dilakukan dengan pertimbangan tidak

adanya pelanggaran terhadap asumsi klasik. Hasil yang diperoleh juga

tidak memiliki bias atau bersifat BLUE (Best Linear Unbias Estimator).

Terdapat pula efisiensi dari model analisis regresi berganda dengan

metode OLS (Ordinary Least Square) terhadap tiga atau lebih

variabelnya. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi oleh hasil statistik

ialah :

a. Uji Bebas Heteroskedastisitas

Pada uji bebas heteroskedastisitas ini penulis menggunakan

teknik pengujian korelasi ranking spearman. Apabila angka korelasi

ranking spearmannya berada di atas nilai kritis (0,05), berarti


54

mempunyai gejala heterogenitas, yaitu data terlalu variatif. Apabila

sebaliknya jika nilai korelasi ranking spearman lebih kecil dari nilai

kritis (0,05) maka tidak terjadi gejala heterogenitas.

b. Uji Bebas Multikolinieritas

Uji bebas multikolinieritas menurut Gujarati (2006) merupakan

uji yang menggambarkan terjadinya hubungan yang kuat atau

mendekati sempurna antar variabel eksogen, sehingga sulit

memisahkan pengaruh antar masing-masing variabel terhadap

variabel endogen. Untuk melihat ada atau tidaknya gejala

multikolinieritas ini dapat diidentifikasi dengan melihat nilai VIF

(Variance Inflating Factor). Apabila didapatkan nilai VIF lebih

kecil dari 5 maka tidak terjadi multikolinieritas antara variabel

eksogen (Santoso, 1999:86). Suatu model bisa diartikan bebas

multikolinieritas apabila memenuhi beberapa syarat berikut :

1) Nilai VIF (Variance Inflating Factor) kurang dari 5.

2) Memiliki nilai TOLERANCE mendekati 1.

3) Hubungan atau korelasi antara variabel eksogen haruslah

lemah atau dibawah (0,05).

c. Uji Bebas Autokorelasi

Uji bebas autokorelasi ialah apabila terjadi korelasi dari

variabel-variabel lain yang mengganggu atau bersifat residual suatu

analisa data dengan analisa yang lainnya menurut garis waktu.

Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah


55

autokorelasi. Apabila terjadi autokorelasi di model regresi maka

dampak yang diakibatkan yaitu varian sampel tidak dapat

menggambarkan varian populasinya. Pengujian yang digunakan

menggunakan teknik Durbin-Watson dengan metode dibawah

(Priyatno, 2013:61) :

1) Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif.

2) Menentukan taraf signifikansi menggunakan (0,05).

3) Menentukan nilai d (Durbin-Watson).

4) Menentukan nilai dL dan dU.

5) Mengambil keputusan.

6) Kesimpulan.

d. Uji Normalitas

Pada uji normalitas memiliki tujuan untuk mengetahui apakah

dalam model regresi tersebut variabel pengganggu atau residual

memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2007:110). Data

yang baik adalah ketika data tersebut tidak melenceng ke kiri atau ke

kanan. Dasar keputusan dalam deteksi normalitas menurut Ghozali

(2007:112) ialah :

1) Apabila data menyebar pada sekitar garis diagonal

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya,

maka model regresi tersebut memenuhi asumsi normalitas.

2) Apabila data menyebar jauh dari diagonal dan atu tidak

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram, maka

model regresi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.


56

e. Full Model Structural

Melakukan pengujian model keseluruhan dengan kriteria : Nilai

R2 (model) yang disarankan diatas 0,4. Formula yang digunakan

sebagai berikut :

R2 (model) = 1−( √ 1−R21∗√ 1−R22 )

J. Pengujian Hipotesis

1. Hipotesis penelitian pertama

Pada pernyataan hipotesis pertama di penelitian ini ialah gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Gambar pernyataan hipotesis penelitian pertama :

e1

b1
X1 Y2

Gambar 2. Model Persamaan Regresi Hipotesis 1

Model persamaan regresi linier sederhana (Sub Struktur I) :

Y2 = b1X1 + e1
57

Hipotesis statistik :

Ho : b1 = 0

Ha : b1 ≠ 0

Apabila nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya variabel X 1 -

berpengaruh signifikan terhadap Y2.

Jika pada pengujian hipotesis pertama menunjukkan penerimaan Ha,

maka pernyataan hipotesis pertama teruji.

2. Hipotesis penelitian kedua

Pada pernyataan hipotesis kedua di penelitian ini ialah gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap motivasi kerja.

Gambar pernyataan hipotesis penelitian kedua :

e2

b2
X1 Y1

Gambar 3. Model Persamaan Regresi Hipotesis 2

Model persamaan regresi linier sederhana (Sub Struktur II) :

Y1 = b2X1 + e2

Hipotesis statistik :

Ho : b2 = 0
58

Ha : b2 ≠ 0

Apabila nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ha diterima artinya variabel X 1 -

berpengaruh signifikan terhadap Y1.

Jika pada pengujian hipotesis kedua menunjukkan penerimaan Ha, maka

pernyataan hipotesis kedua teruji.

3. Hipotesis penelitian ketiga

Pada pernyataan hipotesis ketiga di penelitian ini ialah motivasi kerja

berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Gambar pernyataan hipotesis penelitian ketiga :

e2

b3
Y1 Y2

Gambar 4. Model Persamaan Regresi Hipotesis 3

Model persamaan regresi linier sederhana (Sub Struktur III) :

Y2 = b3Y1 + e2

Hipotesis statistik :

Ho : b3 = 0

Ha : b3 ≠ 0

Apabila nilai signifikan ≤ 0,05 maka variabel Y 1 berpengaruh signifikan

terhadap variabel Y2 maka Ha diterima.


59

Jika pada pengujian hipotesis ketiga menunjukkan penerimaan Ha, maka

pernyataan hipotesis ketiga teruji.

4. Hipotesis penelitian keempat

Pada pernyataan hipotesis keempat di penelitian ini ialah gaya

kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan

melalui motivasi kerja.

Gambar pernyataan hipotesis penelitian keempat :

e2

Y1
b2 b3

b1
X1 Y2 e2

Gambar 5. Model Persamaan Regresi Hipotesis 4

Model persamaan regresi linier berganda (Sub Struktur IV) :

Y2 = b1X1 + b3Y1 + e

Hipotesis statistik :

Ho : b1 = b3 = 0

Ha : b1 ≠ b3 ≠ 0
60

Jika probabilitas (p) ≤ 0,05 maka variabel X1 berpengaruh signifikan

terhadap variabel Y2 melalui Y1 maka Ha diterima.

Jika pada pengujian hipotesis keempat menunjukkan penerimaan Ha,

maka pernyataan hipotesis keempat teruji.

Lampiran Kuesioner Penelitian


PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI MOTIVASI KERJA DI
PABRIK ROKOK PAKIS MAS KOTA MALANG

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Umur : _____ Tahun

3. Jenis Kelamin :L/P

Petunjuk Pengisian Kuesioner :

1. Sebelum menjawab pertanyaan, mohon dibaca terlebih dahulu dengan

baik dan benar.

2. Isilah kuesioner sesuai dengan kondisi yang anda alami dan rasakan.

3. Pilihlah salah satu jawaban yang tepat atau pendapat yang menurut anda

paling sesuai dengan memberi tanda check-list (√) pada pilihan yang telah

disediaakan :

a. SS = Sangat Setuju

b. S = Setuju

c. KS = Kurang Setuju
61

d. TS = Tidak Setuju

e. STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S KS TS STS
Gaya Kepemimpinan Trasformasional

1 Mandor mengarahkan sebuah masalah


bisa menjadi suatu pembelajaran
2 Mandor mempunyai visi kerja dan bisa
memotivasi saya dalam bekerja
3 Mandor dapat merubah cara pandang
saya dalam menyelesaikan masalah saat
bekerja
4 Mandor dapat membuat saya merasa
nyaman saat bekerja di dekat nya
5 Sikap mandor membuat saya melihat
masalah sebagai kesempatan belajar
lebih baik
6 Mandor selalu mendorong saya untuk
terus berprestasi saat bekerja
7 Mandor memberikan perhatian secara
pribadi kepada orang-orang yang
kelihatannya diabaikan
8 Mandor tidak pernah bosan mendorong
setiap bawahannya untuk bekerja lebih
baik
Motivasi Kerja

1 Kesediaan tambahan lembur baik


2 Pemeriksaan ulang hasil pekerjaan
berjalan baik
3 Pekerjaan ini menantang bagi saya
4 Pekerjaan ini menarik bagi saya
5 Peralatan bekerja disini memadai
6 Kondisi di tempat kerja nyaman
7 Hubungan kerja disini berjalan
harmonis
8 Rasa kekeluargaan baik dan saling
mendukung
Kinerja Karyawan
62

1 Saya mau melakukan usaha ekstra


dalam menyelesaikan pekerjaan dengan
baik
2 Saya dapat berusaha lebih keras lagi
dari sebelumnya
3 Kemampuan saya mencapai tujuan
yang ditetapkan baik
4 Saya bisa menyelesaikan pekerjaan
sesuai target
5 Saya bisa berusaha lebih keras dari
sebelumnya
6 Saya dapat menggunakan ketrampilan
saya dengan baik
7 Ketepatan dalam bekerja saya bagus
8 Ketepatan dalam bekerja saya tepat
waktu
9 Rata-rata hasil kualitas pekerjaan saya
tinggi
10 Saya bisa menyelesaikan tugas dengan
baik

Pertanyaan terbuka :

1. Apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari Pabrik Rokok Pakis Mas

saat sekarang ini ?

......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................

2. Apakah ada kendala anda dalam bekerja di Pabrik Rokok Pakis Mas saat ini ?

......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................

3. Bagaimana cara anda mengatasi kendala tersebut ?

......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................

Anda mungkin juga menyukai