Motivasi Kerja
5.1 Pendahuluan
Setiap organisasi (perusahaan) tentunya menginginkan karyawannya memiliki
prestasi yang baik. Karena dengan memiliki karyawan yang berprestasi,
diharapkan dapa meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Jika penilaian
prestasi kerja sangat diperhatikan maka akan menjadi fokus bagi karyawan
untuk melihat seberapa besar tingkat keberhasilan yang bisa dicapai dalam
bekerja. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting, oleh
karena itu diperlukan strategi-strategi yang lebih baik dalam upaya membina
manusia sebagai tenaga kerja, Aldi and Susanti, (2015). Tercapainya tujuan
suatu organisasi tidak hanya tergantung pada peralatan modern, sarana dan
prasarana yang lengkap, tetapi justru lebih tergantung pada manusia yang
melaksanakan pekerjaan tersebut. Karyawan yang berkualitas adalah karyawan
yang melaksanakan pekerjaannya dan mampu memberikan hasil kerja yang
baik atau mempunyai prestasi kerja yang tinggi yang dibutuhkan oleh
organisasi untuk mencapai tujuannya.
Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah
sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan
rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan
tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah
disusun tersebut akan sia-sia. Prestasi kerja yang dicapai pegawai merupakan
62 Perilaku Organisasi
suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi.
Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari
masing- masing individu. Dalam perkembangan kompetitif dan mengglobal,
perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada saat yang
sama, pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman
bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang. Sumber daya
manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang ikut terlibat secara langsung
dalam menjalankan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Organisasi yang baik dan memiliki citra positif dimata masyarakat
tidak akan mengabaikan aspek pengembangan kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia dalam organisasi
sangatlah besar. Salah satu fungsi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
adalah melakukan pengembangan karir dan motivasi kerja untuk mencapai
kepuasan kerja karyawan hasil yang maksimal (Bahri and Chairatun Nisa,
2017).
Menurut Daft (2012) kebanyakan orang memulai pekerjaan baru dengan
antusias dan bersemangat, tetapi pegawai dapat kehilangan semangat tersebut
apabila seorang manajer tidak dapat berperan sebagai seorang motivator yang
baik. Banyak terjadi pegawai yang kehilangan motivasi dan komitmen
terhadap pekerjaan sehingga etos kerjanya menurun. Hal ini merupakan
masalah besar bahkan bagi sebuah organisasi yang sukses atau seorang
manajer andal sekalipun. Salah satu rahasia untuk berhasilnya suatu organisasi
adalah pegawai yang memiliki motivasi dan keterikatan aktif yang tinggi.
Banyak bisnis berhasil bukan hanya karena ide bisnisnya, tetapi juga karena
karyawannya. Tetapi, karyawan juga perlu dimotivasi serta perlu memiliki
keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaannya. Karyawan di
beberapa perusahaan memiliki keterampilan yang memadai untuk
pekerjaanya, tetapi mereka kurang memiliki motivasi untuk berkinerja dengan
baik. Konsekuensinya, karyawan ini hanya memberikan bantuan yang terbatas
dalam proses produksi. Beberapa perusahaan yakin bahwa jika perusahaan
dapat mempekerjakan orang-orang termotivasi secara alamiah, maka
karyawan akan berkinerja dengan baik di tempat kerja, tetapi hal ini tidak
selalu terjadi. Meskipun sebagian orang secara alamiah melakukan usaha yang
lebih besar untuk berkinerja baik, mereka masih membutuhkan lingkungan
kerja yang memotivasi mereka (Madura, 2009).
Bab 5 Motivasi Kerja 63
Model teori ERG dan hierarki kebutuhan teori Maslow memiliki kemiripan
karena keduanya dijabarkan dalam format hierarkis dan menganggap bahwa
Bab 5 Motivasi Kerja 67
individu-individu naik satu tingkatan hierarki dalam satu waktu. Akan tetapi,
Aldelfer mengurangi jumlah kebutuhan menjadi tiga saja dan mengemukakan
bahwa pergerakan naik dari hierarki ini lebih rumit, dengan menggambarkan
yang dinamakan prinsip kegagalan-kemunduran (frustrassion-regression
principle), yaitu bahwa kegagalan pada pemenuhan yang tinggi dapat memicu
kemunduran pada kebutuhan tingkat rendah yang sudah terpenuhi
sebelumnya. Oleh karena itu, seorang karyawan yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan pertumbuhan pribadinya mungkin akan kembali lagi pada
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah dan mengarahkan kembali usahanya
pada usaha untuk mendapatkan uang banyak, (Daft, 2012).
3. Studi Hawthorne
Pada akhir tahun 1920-an, para peneliti mempelajari pekerja di
Western Electric Plant dekat Chicago untuk mengidentifikasikan
bagaimana beragam kondisi memengaruhi tingkat produksi mereka.
Ketika pencahayaan ditingkatkan, tingkat produksi pun meningkat.
Akan tetapi, tingkat produksi juga meningkat ketika pencahayaan
dikurangi. Para pekerja ini kemudian diberikan beragam waktu
istirahat, lagi-lagi tingkat produksi meningkat baik dengan waktu
istirahat yang lebih pendek maupun yang lebih panjang. Suatu
interpretasi dari hasil ini adalah bahwa pekerja lebih termotivasi
ketika mereka merasa bahwa mereka diperbolehkan untuk
berpartisipasi. Supervisor dapat memotivasi karyawan dengan
memberikan lebih banyak perhatian kepada mereka dan
memperbolehkan untuk berpartisipasi.
4. Studi Kepuasan Kerja Herzberg
Pada akhir tahun 1950-an, Frederick Herzberg menyurvei 200
akuntan dan insinyur mengenai kepuasan kerja. Herzberg mencoba
untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat mereka tidak
puas dengan pekerjaan mereka pada satu titik waktu tertentu. Ia juga
mencoba untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang membuat
mereka puas dengan pekerjaannya. Studinya menemukan hal-hal
berikut ini :
68 Perilaku Organisasi
Supervisi Tanggungjawab
Gaji Pengakuan
Status Pertumbuhan
Teori X Teori Y