PENDAHULUAN
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah
penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia
yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk
menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber
daya manusia yang ada saat ini mengharuskan penggerak organisasi berfikir secara saksama
yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Agar di
masyarakat tersedia sember daya manusia yang andal, diperlukan pendidikan yang
berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang memadai.
Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut, akan menyebabkan keresahan sosial
yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat. Saat ini, kemampuan sumber daya
manusia masih rendah baik dilihat dari kemampuan intelektualnya maupun kemampuan
teknis yang dimilikinya.
Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang
dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Produktivitas kerja merupakan tuntutan utama bagi perusahaan agar kelangsungan hidup atau
operasionalnya dapat terjamin. Individu dalam organisasi tentunya memiliki pedoman dalam
bertindak. Tindakan tersebut pasti juga tertuju pada budaya organisasi. Budaya itu sendiri
merupakan hal yang penting bagi organisasi atau perusahaan, karena akan selalu
berhubungan dengan keberlangsungan organisasi.
Sebuah organisasi saat ini bukan dipandang lagi sebagai sistem tertutup (closed
system), tapi organisasi merupakan sistem terbuka (opened system) yang harus dapat
merespon dan dapat mengakomodasikan berbagai perubahan eksternal dengan cepat dan
efisien. Keberhasilan organisasi dinilai dari suksesnya organisasi mengelola sumber daya
yang ada. Salah satunya adalah sumber daya manusia yang mampu untuk menyatukan
persepsi atau cara pandang karyawan dan pimpinan perusahaan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan antara lain melalui pembentukan mental bekerja yang baik dengan
dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya, memberikan motivasi kerja,
bimbingan, pengarahan dan koordinasi yang baik dalam bekerja oleh seorang pemimpin
kepada bawahannya.
Menciptakan kepuasan kerja karyawan tidak mudah karena kepuasan kerja dapat
tercipta jika variabel-variabel yang mempengaruhinya antara lain motivasi kerja,
kepemimpinan, dan budaya organisasi atau perusahaan dapat diakomodasikan dengan baik
dan diterima oleh semua karyawan di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepuasan
kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaitan
dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi dirinya dalam
pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam kerutinan, hambatan
lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat kerja yang secara alamiah
tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang dialami karyawan dan
kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang bukan saja berkaitan,
tetapi sekaligus antagonistis.
Membahas kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Banyak hal yang dapat mempengaruhi
produktivitas kerja, sehingga pengusaha harus menjaga faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja dapat terpenuhi secara maksimal, oleh karena itu, dalam makalah ini kami
membahas tentang faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja individu terhadap
organisasi/perusahaan yang menaunginya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata budaya pertama kali dikemukakan oleh seorang antropologi bernama Edward B.
Tylor pada tahun 1871 yang menyatakan bahwa :
“Budaya adalah sekumpulan pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hokum, adat, kapabilitas,
dan kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau
komunitas tertentu. Dalam sosiologi budaya diterjemahkan sebagai kumpulan symbol,
mitos,dan ritual yang penting dalam memahami sebuah realitas sosial”.
a. Gaji/Upah
Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji
yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan
bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan
simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu
kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil
berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang
berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji
dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada
dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap
motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
b. Kondisi kerja yang menunjang
Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable)
akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat
kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi
dan menimbulkan kepuasan kerja.
c. Hubungan Kerja
1. Hubungan dengan rekan kerja
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari
tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi) menjadi
masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja
adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional.
Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu
ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak
menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya
harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-
kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan
mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
2. Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa
(consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga
kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan
keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan
nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua jenis hubungan
adalah positif. Atasan yang memiliki ciri pemimpin yang transformasional, maka tenaga kerja
akan meningkat motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :225) yaitu
sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada
individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya.
Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu
akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.
c. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja
individual yang penting.
d. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
e. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan
perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng
karakteristik lingkungan pekerjaan.
Sedangkan menurut Riggio, peningkatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Melakukan perubahan struktur kerja
Misalnya dengan melakukan perputaran pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem
perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan
dengan job description). Cara kedua yang harus dilakukan adalah dengan pemekaran (job
enlargement), atau perluasan satu pekerjaan sebagai tambahan dan bermacam-macam tugas
pekerjaan. Praktek untuk para pekerja yang menerima tugas-tugas tambahan dan bervariasi
dalam usaha untuk membuat mereka merasakan bahwa mereka adalah lebih dari sekedar
anggota dari organisasi.
2. Melakukan perubahan struktur pembayaran
Perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan berdasarkan pada keahliannya
(skill-based pay), yaitu pembayaran dimana para pekerja digaji berdasarkan pengetahuan dan
keterampilannya daripada posisinya di perusahaan. Pembayaran kedua dilakukan berdasarkan
jasanya (merit pay), sistem pembayaran dimana pekerja digaji berdasarkan performancenya,
pencapaian finansial pekerja berdasarkan pada hasil yang dicapai oleh individu itu sendiri.
Dan pembayaran yang ketiga adalah Gainsharing atau pembayaran berdasarkan pada
keberhasilan kelompok (keuntungan dibagi kepada seluruh anggota kelompok).
3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel
Dengan memberikan kontrol pada para pekerja mengenai pekerjaan sehari-hari
mereka, yang sangat penting untuk mereka yang bekerja di daerah padat, dimana pekerja
tidak bisa bekerja tepat waktu atau untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab pada
anak-anak. Compressed work week (pekerjaan mingguan yang dipadatkan), dimana jumlah
pekerjaan per harinya dikurangi sedang jumlah jam pekerjaan per hari ditingkatkan. Para
pekerja dapat memadatkan pekerjaannya yang hanya dilakukan dari hari senin hingga jum’at,
sehingga mereka dapat memiliki waktu longgar untuk liburan. Cara yang kedua adalah
dengan sistem penjadwalan dimana seorang pekerja menjalankan sejumlah jam khusus per
minggu (Flextime), tetapi tetap mempunyai fleksibilitas kapan mulai dan mengakhiri
pekerjaannya.
4. Mengadakan program yang mendukung
Perusahaan mengadakan program-program yang dirasakan dapat meningkatkan
kepuasan kerja para karyawan, seperti; health center, profit sharing, employee sponsored
child care, dan lain-lain.
STUDI KASUS
PT. Bank Riau merupakan salah satu perusahaan daerah milik Pemerintah Propinsi
Riau yang berdiri sejak tahun 1961 dan bergerak dalam bidang perbankan. Sebagai
perusahaan perbankan, PT. Bank Riau memiliki visi untuk menjadikan perusahaan terkemuka
dan mampu berkembang di daerah, memiliki manajemen yang profesional dan mendorong
pertumbuhan perekonomian daerah sehingga dapat memberdayakan perekonomian rakyat.
Tingkat pertumbuhan perbankan di Propinsi Riau setiap tahun terus mengalami peningkatan.
Menurut data statistik pada bulan Desember 2004, jumlah kantor bank yang beroperasi di
Propinsi Riau mencapai 230 kantor bank. Sementara jumlah kantor cabang PT. Bank Riau
sebanyak 33 kantor bank yang meliputi 17 kantor cabang konvensional, 1 kantor cabang
syariah, 9 kantor cabang pembantu dan 4 kantor kas dan 1 payment point.
Dengan semakin pesatnya persaingan dalam bidang perbankan dan adanya
kecenderungan turunnya produktivitas kerja organisasi yang terlihat dari cenderung turunnya
pangsa pasar yang diraih oleh PT. Bank Riau, maka manajemen melakukan berbagai
kebijakan. Salah satu kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen adalah dengan
memperbaiki pengelolaan sistem manajemen sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan.
Kebijakan ini diambil agar PT. Bank Riau tetap survive dan mampu bersaing. Dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat memperbaiki kinerja
perusahaan, karena SDM yang berkualitas akan menghasilkan produktivitas kerja yang
memuaskan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya manusia di PT.
Bank Riau adalah :1). Tingkat kedisiplinan pegawai hanya mencapai 85 %; 2). Sistem kerja
belum optimal; 3). Lingkungan kerja belum mendukung peningkatan kinerja; 4). Lemahnya
sistem pengawasan disebabkan sistem kerja yang tidak berdasarkan job description; dan 5).
Belum jelasnya standar dan kriteria yang diberikan untuk promosi karyawan. Hal tersebut
diduga dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dan akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai faktor
yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, mengapa faktor dominan
tersebut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, seberapa besar pengaruh kepuasan kerja
terhadap produktivitas kerja karyawan, dan mengapa kepuasan kerja karyawan berpengaruh
terhadap produktivtas kerja. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan: 1). Menganalisis
faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan; 2). Menganalisis penyebab
dan besarnya pengaruh faktor dominan kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan, dan 3). Memberikan rekomendasi upaya-upaya yang perlu diprioritaskan dalam
peningkatan produktivitas kerja karyawan PT. Bank Riau.
Penelitian dilakukan di Kantor Pusat PT. Bank Riau di Pekanbaru, pada bulan Januari
sampai Februari 2006. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 75
orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling. Analisis
data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL
8.51. Analisis SEM digunakan untuk menguji kesesuaian antara model struktural yang telah
disusun secara teoritis dengan data empiris yang ada di lapangan. Hasil dari pengolahan data,
kemudian digunakan dalam analisis pembahasan dan implikasi manajerial bagi organisasi.
Dalam penelitian ini atribut yang dianalisis terdiri dari 18 peubah indikator yang
dikelompokkan ke dalam enam peubah laten eksogenus (dimensi) kepuasan kerja dan satu
peubah laten endogen (dimensi) produktivitas kerja. Variabel laten eksogenus kepuasan kerja
terdiri dari gaji/penghasilan (ξı), pekerjaan (ξ2), promosi (ξ3), atasan (ξ4), rekan kerja
(ξ5)dan lingkungan kerja (ξ6). Peubah laten eksogenus gaji/penghasilan dibentuk oleh dua
buah peubah indikator yaitu kesesuaian gaji dengan rekan kerja (X1) dan keseuaian gaji
dengan pekerjaan (X2). Peubah laten eksogenus pekerjaan terdiri dari deskripsi tugas (X3)
dan metode tugas (X4). Peubah laten eksogenus promosi terdiri dari dua indikator yaitu :
kesempatan untuk berprestasi (X5) dan standar penilaian prestasi kerja (X6). Peubah laten
eksogenus atasan terdiri dari dua indikator yaitu pembinaan atasan (X7) dan objektifitas
atasan (X8). Peubah laten eksogenus rekan kerja dibentuk oleh dua peubah indikator yaitu
hasil kerja tim (X9) dan rekan kerja dalam mendorong penyelesaian pekerjaan (X10). Peubah
laten eksogenus lingkungan kerja dibentuk oleh dua indikator yaitu sarana kerja (X11) dan
kenyamanan lingkungan kerja (X12).
Dilihat dari kepuasan kerja karyawan, mengindikasikan bahwa kepuasan kerja
karyawan belum optimal dalam mendorong produktivitas kerja karyawan PT. Bank Riau.
Hasil analisis memperlihatkan, bila manajemen mampu mendorong ter-ciptanya
kepuasan kerja karyawan akan berpengaruh positif terhadap produkti-vitas kerja karyawan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur produktivitas kerja dilihat dari sikap dan perilaku
karyawan. Dalam penelitian ini indikator yang diukur adalah : ketepatan waktu penyelesaian
tugas (Y1), tanggung jawab (Y2), prestasi kerja (Y3), dedikasi (Y4), inisisatif (Y5), dan
disiplin (Y6).
Pengaruh terbesar dengan terciptanya kepuasan kerja adalah mampu mendorong
karyawan meningkatkan prestasi kerja. Prioritas pembenahan untuk mewujudkan kepuasan
kerja karyawan agar meningkatnya produktivitas kerja karyawan di PT. Bank Riau perlu
memperhatikan urutan kontribusi unsur kepuasan kerja dalam mempengaruhi produktivitas
kerja sesuai angka kontribusi yang paling tinggi. Rekomendasi yang disarankan adalah
pertama faktor gaji/penghasilan. Gaji/penghasilan yang diberikan harus berdasarkan kinerja
yang dihasilkan oleh karyawan. Indikator yang digunakan dalam penilaian goal setting harus
benar-benar dapat membedakan antara karyawan yang memiliki produktivitas tinggi dengan
yang memiliki produktivitas rendah. Mempertimbangkan kembali proporsi besar imbalan
kerja dan tunjangan yang diberikan. Kedua faktor pekerjaan. Manajemen perlu melakukan
monitoring terhadap sistem pembagian kerja yang dilakukan oleh atasan langsung.
Pembagian kerja sebaiknya berdasarkan pada job description dan bersikap adil serta merata.
Dalam penempatan karyawan sebaiknya manajemen mempertimbangkan tipe prilaku
karyawan selain latar belakang pendidikan. Ketiga faktor atasan. Atasan diharapkan selalu
berkomunikasi terbuka dengan bawahan. Membudayakan staff meeting secara terjadwal dan
bersifat kontinu. Atasan harus tegas dan konsisten dalam menerapkan manajemen reward and
punishment. Keempat, Faktor Promosi. Program promosi jangan hanya berdasarkan
senioritas atau hubungan kekeluargaan tetapi harus berdasarkan penilaian kinerja dan
kompetensi yang dimiliki karyawan. Penilaian kinerja harus berdasarkan standar kerja, jelas
dan transparan. Menerapkan sistem career path yang didasarkan pada standar kerja dan
didukung oleh adanya surat keputusan/surat edaran. Kelima, Faktor Lingkungan Kerja.
Manajemen perlu menyediakan fasilitas sistem informasi manajemen yang memudahkan
perolehan data, baik data keuangan, sumber daya manusia maupun data-data lain yang
dibutuhkan perusahaan dari masing-masing divisi maupun cabang, tidak hanya terbatas pada
data transaksi keuangan.
Model yang telah disusun secara teoritis pada penelitian ini telah sesuai dengan data
empiris di lapangan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan mengkaji secara khusus tentang
penerapan sistem goal setting dalam upaya peningkatan produktivitas kerja dan sistem career
path di PT. Bank Riau.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Sesungguhnya antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja karyawan
terdapat hubungan, dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seorang
karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai
yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinteraksi dengan kelompoknya, dengan
sistem dan adminitrasi, serta berinteraksi dengan atasannya.
2. Faktor-faktor penentu kepuasan kerja adalah gaji/upah, kondisi kerja yang
menunjang, hubungan kerja dengan rekan kerja ataupun atasan
3. Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki :
225) yaitu sebagai berikut :
4.2 Saran
Budaya Organisasi sangat berkaitan erat dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja
anggota organisasi. Sebaiknya dalam suatu organisasi diberikan adanya jadwal yang fleksibel
bagi para pekerja lalu diberikan kontrol mengenai pekerjaan mereka sehari-hari. Dan
Membuat pekerjaan yang menyenangkan karena pekerjaan yang mereka senangi maka akan
membuat mereka merasa puas dan bekerja tanpa beban. Mempertemukan orang dengan
pekerjaan yang cocok dengan minatnya karena semakin banyak orang menemukan bahwa
mereka dapat memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas mereka dengan
pekerjaannya. Dan menghindari kebosanan dan pekerjaan beruang-ulang karena kebanyakan
orang cendrung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat
membosankan dan berulang. Karena orang jauh lebih puas dengan pekerjaan yang
meyakinkan mereka memperoleh sukses dengan secara bebas melakukan kontrol atas cara
mereka melakukan sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA