Anda di halaman 1dari 11

RESISTENSI PERUBAHAN ORGANISASI DAN SOLUSI

MENGATASINYA

Tugas Kelompok 4

Disusun oleh :
1. Yulia Lestari Yusuf 2113600362
2. Ayu Rahmadani 21150000284

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
2019
PEMBAHASAN
RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN ORGANISASI

1. Resistensi Perubahan
1.1. Latar Belakang Resistensi terhadap perubahan organisasi
Pada dasarnya tindakan melakukan perubahan merupakan suatu usaha untuk
memanfaatkan peluang yang ada untuk mencapai keberhasilan. Semua organisasi pasti
selalu bersifat dinamis dan perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan
yang tidak dapat dihindari. Karena itu melakukan perubahan mengandung resiko yaitu
adanya resistensi atau reaksi penolakan terhadap perubahan. Resistensi dapat
dilakukan baik atas inisiatif sendiri maupun adanya resistensi dari orang lain, hal
tersebut dapat terjadi tanpa memandang apakah tindakan tersebut dipandang positif
atau negatif.
Resistensi dapat bersifat Overt (Jelas) ataupun Covert (Tersembunyi). Jika
resistensi bersifat Overt (Jelas) terhadap perubahan organisasi maka dilakukan melalui
memo, rapat, pertukaran pendapat satu per satu dan sarana umum lainnya. Namun jika
resistensi bersifat covert (tersembunyi) terhadap organisasi, hal tersebut berjalan tanpa
adanya pemberitahuan yang tidak jarang sampai dapat menimbulkan kerusakan pada
perubahan tersebut.
Resistensi terhadap perubahan bersifat tiga dimensi, menyangkut komponen
affective, cognitive, dan behavioral. Komponen affective bagaimana orang merasa
tentang perubahan. Komponen cognitive adalah bagaimana orang berpikir tentang
perubahan. Dan komponen behavioral adalah apa yang dilakukan orang dalam
perubahan.
Respons behavioral dapat mempunyai beberapa bentuk terdapat perbedaan
antara respon aktif dan pasif, megidentifikasi gejala yang berkaitan dengannya.
Gejala resitensi ‘aktif’ diindikasikan sebagai bersifat kritis, menemukan
kesalahan, ejekan, menunjukan ketakukan, menggunakan fakta selektif, kesalahan atau
tuduhan, sabotase, intimidasi, manipulasi, mengubah fakta, menghambat, merusak,
memulai gossip dan membantah.
Gejala ‘pasif’ yaitu meyetujui secara verbal namun tidak ditindak lanjuti, gagal
melakukan perubahan, menangguhkan atau menahan, berpura-pura mengabaikan,
menahan informasi, saran, membantu atau mendukung, menunggu, dan membiarkan
perubahan datang.

Pada hakikatnya resistensi merupakan upaya pergeseran dari kondisi status quo
ke kondisi yang baru. Dimana insiator perubahan paham bahwa perubahann yang
dilakukan akan menimbulkan traumatis pada sekelompok tertentu seperti Kaget,
cemas maupun takut.

1.2. Sebab-sebab Resistensi dalam perubahan organisasi


Palmer dalam bukunya “Managing Organizational Change”, mengemukakan
sejumlah faktor / alasan yang sering berkaitan dengan timbulnya resistensi / penolakan
terhadap perubahan yang direncanakan dalam suatu organisasi. Resistensi atau
penolakan sering berkaitan dengan :

1. Ketidaksukaan terhadap perubahan


Hal ini terdengar sangat umum dikatakan, bahwa hambatan utama yang
dihadapi manajer dalam memperkenalkan perubahan adalah ketidaksukaan
terhadap perubahan dan adanya penolakan. Orang yang mempunyai karekater
menolak perubahan, dikategorikan sebagai ciri kepribadian yang stabil, cenderung
untuk secara sukarela memasukkan perubahan dalam hidup mereka, dan ketika
perubahan dihadapkan pada mereka, mungkin akan mengalami emosional yang
bersifat negatif seperti cemas, marah dan takut. Namun, bagi sebagaian besar
orang, hal tersebut adalah faktor kontekstual, yaitu karakteristik yang lebih spesifik
dari perubahan tertentu, yang akan menentukan bagaimana mereka bereaksi
terhadap perubahan tersebut

2. Ketidaknyamanan terhadap ketidakpastian


Sebagai individu, manusia cenderung bervariasi dalam hal ukuran
kenyamanan. Sebagai contoh, sebagian dari kita merasa nyaman atau
setidaknyatidak terlalu terganggu oleh "mystery flights /penerbangan misteri" di
mana tujuan tidak diketahui. Namun, bagi sebagian yang lain merasa tidak
nyaman dalam situasi tersebut, dan cenderung menjadi resistor/penolak mengikuti
penerbangan tersebut terkecuali ada rincian signifikan dari perjalanan dan
tujuan yang jelas.

3. Efek persepsi negatif pada perubahan


Kesiapan untuk menerima perubahan juga akan dipengaruhi oleh persepsi
anggota tentang efek perubahan pada “Kepentingan” maisng-masing
individu yang mencakup berbagai faktor
termasuk kewenangan, status, penghargaan (termasuk gaji) mereka, kesempatan
untuk menerapkan keahlian, otonomi dan keamanan. Orang merasa lebih
mudah untuk mendukung perubahan yang mereka lihat sebagai sesuatu
yang tidak mengancam kepentingan tersebut dan mungkin menolak orang-orang
yang dipandang sebagai perusak kepentingan-kepentingan ini.

4. Budaya/identitas organisasi
Kesiapan untuk perubahan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat
keterikatan budaya yang ada. Budaya organisasi merupakan hal yang sangat
penting untuk dipertimbangkan ketika menerapkan perubahan mendasar
karena budaya organisasi merupakan bentuk pemahaman anggota terhadap
organisasi mereka.

5. Kurangnya keyakinan bahwa perubahan diperlukan


Perubahan hanya akan didukung jika ada keyakinan bahwa perubahan
tesebut diperlukan dalam organisasi. Orang-orang cenderung akan bereaksi negatif
untuk berubah ketika mereka merasa bahwa tidak ada kebutuhan untuk perubahan
yang akan terjadi.

1.3 Tingkatan Resistensi

Menurut Wibowo (2006) Tingkatan resistensi dari yang paling lemah sampai
yang paling kuat adalah sebagai berikut :
1. Acceptance
Kesediaan menerima perubahan ditunjukkan oleh adanya sikap antusias,
kesediaaan bekerja sama, kerjasama dibawah tekanan manajemen, kesediaan
menerima perubahan, pengunduran diri secara pasif dan sikap mengabaikan.
2. Indiffirence
Sikap tidak acuh ditunjukkan oleh sikap apatis, hilangnya minat terhadap
pekerjaan, bekerja hanya jika diperintah dan merosotnya perilaku. Karyawann
bersikap tidak peduli atas keinginan untuk dilakukannya perubahan oleh
manajemen.
3. Passive Resistance
Adanya sikap tidak mau belajar, melakukan protes, bekerja berdasar aturan,
dan melakukan kegiatan sesedikit mungkin. Dalam resistensi pasif, karyawan
melakukan penolakan terhadap perubahan dengan tidak berbuat sesuatu.
4. Active Resistence
Resistence secara aktif dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan dengan
lebih lambat, memperpanjang waktu istirahat kerja dan meninggalkan
pekerjaan, melakukan kesalahan, mengganggu dan sengaja melakukan
sebotase, adanya tindakan aktif untuk menolak adanya perubahan.

1.4 Taktik Mengatasi Resistensi dalam Perubahan

Untuk memastikan bahwa proses perubahan dapat berlangsung sesuai dengan


rencana, maka resistensi yang muncul harus dapat diatasi. Semua itu bergantung pada
sumber-sumber resistensi tersebut. Seorang pemimpin harus paham bahwa sebagian
besar perubahan mesti melewati proses traumatis berupa kekagetan dan penyangkalan
orang-orang yang terkait sebelum akhirnya mereka akan menyesuaikan diri. Berikut
langkah-langkah yang disarankan Kreitner & Kinicki untuk mengatasi resistensi
terhadap perubahan :

1. Pendidikan & Komunikasi


Informasi dan analisa akurat tentang perubahan, diusahakan tidak kurang dan
terbatas. Bila karyawan telah berhasil dibujuk, maka kemungkinan besar mereka
akan membantu melaksanakan perubahan.
2. Partisipasi & Perlibatan
Jika Para inisiator perubahan tidak punya informasi yang dibutuhkan untuk
merancang perubahan. Jika karyawan ikut berpartisipasi makan mereka akan
terlibat aktif dan ikut melaksanakan perubahan, dan informasi yang mereka miliki
akan diintegrasikan ke dalam rencana perubahan.

3. Fasilitasi & Dukungan


Bila resistensi dari karyawan muncul karena masalah penyesuaian diri, maka lebih
baik untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan penyesuaian diri.

4. Negosiasi & Persetujuan


Bila hampir seluruh karyawan secara pasti akan terkena dampak perubahan, dan
mereka memiliki kekuasaan yang cukup untuk resistensi. Maka untuk masalah
yang besar dapat melakukan strategi ini yang relatif mudah untuk dilakukan.

5. Manipulasi & Pemilihan


Bila kondisinya pendekatan lain tidak dapat digunakan atau terlalu mahal dan
biasanya strategi ini penyelesainnya relatif cepat dan tidak mahal untuk masalah
resistensi namun dapat menimbulkan masalah di masa depan, bila para karyawan
tahu kalau mereka telah di manipulasi.

6. Ancaman (Baik Nyata maupun terselubung)


 Bila kondisinya dibutuhkan waktu cepat untuk melakukan perubahan tersebut
dan para inisiator memiliki kekuasaan yang cukup besar.
 Efeknya cukup cepat dan dapat mengatasi segala macam resistensi
 Beresiko, khususnya bila ancaman tersebut mendorong kemarahan karyawan
pada inisiator perubahan
1.5 Mengatasi Resistensi

Setiap perubahan yang ingin melepaskan diri dari kondisi status quo pasti akan
menghadapi resitensi. Resistensi muncul karena kekurangtahuan atas manfaat perubahan atau
karena kemapanan dalam posisnya.

Greenberg dan Baron ( 2003:604 ) memberikan pedoman berikut untuk mengatasi resistensi
terhadap perubahan organisasi:

1. Shape political dynamics ( Mebentuk dinamika politik)


Politik organisasional memegang peranan penting dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Secara politis, resistensi perubahan dapat diatasi dengan memenangkan
dukungan individu yang paling kuasa dan berpengaruh. Dengfan demikian,
dukungan politis akan memfasilitasi penerimaan perubahan.

2. Identify and Neutralize Change Resisters ( Mengidentifikasi dan menetralkan


penolak perubahan )
Cara yang penting untuk mendukung inisiatif perubahan adalah dengan menetralkan
mereka yang menolak perubahan. Sering perubahan ditolak karena orang
mengatakannya didepan umum yang menekankan ketakutan mereka pada
perubahan, tetapi pejabat organisasi gagal merespon. Pernyataan tentang ketakutan
terhadap perubahan dapat memengaruhi orang lainnya.

3. Educate the work force ( Mendidik Angkatan Kerja )


Kadang-kadang orang menolak untuk berubah sebab mereka takut akan masa
depannya, missal ketakutan akan keamanan ekonomisnya. Sebagai bagian
pendidikan pekerja tentang apa arti perubahan organisasi bagi mereka, top-
management harus menunjukan sensivitas emosionalnya.
Kecendrungan pada pekerja adalah mereka takut akan perubahan. Oleh karena itu,
mereka harus dididik agar mengerti tentang arti perubahan organisasi bagi mereka.

4. Involve Employees in the Change Efforts (Mengikutsertakan pekerja pada


usaha perubahan )
Orang yang berpartisipasi dalam membuat keputusan cenderung lebih memiliki
komitmen terhadap hasil dan keputusan daripada mereka yang tidak terlibat.
Demikian pula, pekerja yang turut serta dalam proses perubahan dapat diharapkan
hanya memiliki sedikit resistensi terhadap perubahan. Sebaliknya, pekerja yang
terlibat dalam perubahan dapat lebih memahami kebutuhan akan perubahan, dank
arena kurang menolak.

5. Reward constructive Behaviors ( Menghargai perilaku konstruktif)


Mekanisme yang berhasil memfasilitasi perubahan organisasional adalah dengan
memberikan penghargaan terhadap orang yang berperilaku seperti di inginkan.
Mengubah cara operasi oraganisasi mungkin perlu dilakukan dengan mengubah
bentuk perilaku yang perlu diberi penghargaan oleh organisasi. Penghargaan
tersebut diharapkan dapat mendorong orang lain tertarik mengikuti proses
perubahan.

1.6 Bahayanya Resistensi yang tidak teratasi

Rencana Perubahan tidak dapat dikerjakan atau tidak tepat mencapai hasil yang
diharapkan apabila menghadapi resistensi (Wibowo. 2006)
1. Resistensi bersifat Menjalar / Menular
Orang yang resistensi terhadap perubahan akan berbicara dengan orang yang
dijumpai di elevator, lobby atau cafetaria. Pembicaraan semacam itu
menurunkan produktivitas karena semakin banyak karyawan menggunakan
semakin banyak waktu untuk mendiskusikan ketakutan mereka dan semakin
berkurang waktu kerja.

2. Resistensi bersifat melumpuhkan


Jika karyawan dipaksa bahwa tidak terdapat alasan untuk melakukan
perubahan tertentu, maka tidak akan mendapatkan manfaat dari satu pelatihan
misalnya waktu dan uang yang dikeluarkan akan sepenuhnya diboroskan.

3. Resistensi bersifat merintangi


Perubahan yang terlaksana misal bawahan memerlukan peralatan baru untuk
membantu mereka akan pengadaan peralatan baru maka harus dipesan dan
dikirimkan. Akan tetapi orang bagian pembelian yang takut bahwa perubahan
akan menghapuskan pekerjaan mereka maka tidak akan memesan peralatan
dan barang tidak akan pernah sampai. Mereka berfikir bahwa tanpa peralatan
baru makan tidak akan ada perubahan.

1.7 Sumber Resistensi

1. Resistensi Individual
Terdapat beberapa faktor pendorong timbulnya resistensi dari individu
dalam organisasi antara lain adalah karena ketidaksamaan ekonomi. Suatu

perubahan akan mempengaruhi perasaaan keamanan, terutama bagi orang –


orang yang Sangat memerlukan jaminan keamanan. Orang yang kinerjanya
rendah cenderung akan menolak perubahan. Mereka khawatir perubahan akan
menimbulkan ketidaknyamanan secara ekonomis pada pekerja. Alasan
seseorang untuk menolak perubahan, yaitu Kebiasaan, keamanan,
ketidakpastian, faktor ekonomi, dan persepsi
2. Resistensi Organisasional
Penolakan ( Resistance )organisasional pada umumnya akan datang dari
tingkatan manajemen yang sudah merasa mapan. Perubahan akan dapat
mengganggu kestabilan dan status kekuasaan, kewenangan, dan previlege
yang telah dimiliki unit kerja selama ini.
Sementara itu, Robbins (2001: 547) menilai terdapat enam
faktor resistanceorganizational, yaitu sebagai berikut.
1. Kelambatan Struktural
Organisasi memiliki mekanisme di dalamnya yang menghasilkan
stabilitas. Proses seleksi, pelatihan, teknik sosialisasi dan formalisasi
menyediakan job description, aturan dan prosedur yang harus diikuti.
Orang dalam organisasi dipilih yang tepat, dibentuk dan diarahkan
berperilaku dalam cara tertentu. Jika organisasi dihadapkan pada
perubahan, struktur organisasi bertindak sebagai pengimbang tehadap
kelanjutan stabilitas.

2. Kelambatan Kelompok Kerja


Kelambatan untuk mewujudkan pekerjaan dengan cara khusus
tidak hanya berasal dari pekerjaan mreka sendiri tetapi juga dari
kelompok sosial dimana mereka bekerja. Kelompok sosial tersebut
dapat mempengaruhi kelompok kerja dalam organisasi. Walaupun
individual ingin merubah perilakunya tetapi norma kelompok menjadi
hambatan.

3. Fokus terbatas pada Perubahan


Organisasi dibuat dari sejumlah sub-sistem yang saling
bergantung. Kita tidak bisa mengubah yang satu tanpa mempengaruhi
lainnya. Jika mengubah proses teknologis tanpa mengubah struktur
organisasi yang tepat secara serempak, perubahan teknologi tidak akan
diterima.

4. Ancaman terhadap Hubungan Kekuasaan yang sudah ada


Organisasi dibuat dari sejumlah sub-sistem yang saling
bergantung. Kita tidak bisa mengubah yang satu tanpa mempengaruhi
lainnya. Jika mengubah proses teknologis tanpa mengubah struktur
organisasi yang tepat secara serempak, perubahan teknologi tidak akan
diterima.

5. Ancaman terdapat alokasi sumber daya yang sudah ada


Organisasi dibuat dari sejumlah sub-sistem yang saling
bergantung. Kita tidak bisa mengubah yang satu tanpa mempengaruhi
lainnya. Jika mengubah proses teknologis tanpa mengubah struktur
organisasi yang tepat secara serempak, perubahan teknologi tidak akan
diterima.

Anda mungkin juga menyukai