MENGATASINYA
Tugas Kelompok 4
Disusun oleh :
1. Yulia Lestari Yusuf 2113600362
2. Ayu Rahmadani 21150000284
1. Resistensi Perubahan
1.1. Latar Belakang Resistensi terhadap perubahan organisasi
Pada dasarnya tindakan melakukan perubahan merupakan suatu usaha untuk
memanfaatkan peluang yang ada untuk mencapai keberhasilan. Semua organisasi pasti
selalu bersifat dinamis dan perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan
yang tidak dapat dihindari. Karena itu melakukan perubahan mengandung resiko yaitu
adanya resistensi atau reaksi penolakan terhadap perubahan. Resistensi dapat
dilakukan baik atas inisiatif sendiri maupun adanya resistensi dari orang lain, hal
tersebut dapat terjadi tanpa memandang apakah tindakan tersebut dipandang positif
atau negatif.
Resistensi dapat bersifat Overt (Jelas) ataupun Covert (Tersembunyi). Jika
resistensi bersifat Overt (Jelas) terhadap perubahan organisasi maka dilakukan melalui
memo, rapat, pertukaran pendapat satu per satu dan sarana umum lainnya. Namun jika
resistensi bersifat covert (tersembunyi) terhadap organisasi, hal tersebut berjalan tanpa
adanya pemberitahuan yang tidak jarang sampai dapat menimbulkan kerusakan pada
perubahan tersebut.
Resistensi terhadap perubahan bersifat tiga dimensi, menyangkut komponen
affective, cognitive, dan behavioral. Komponen affective bagaimana orang merasa
tentang perubahan. Komponen cognitive adalah bagaimana orang berpikir tentang
perubahan. Dan komponen behavioral adalah apa yang dilakukan orang dalam
perubahan.
Respons behavioral dapat mempunyai beberapa bentuk terdapat perbedaan
antara respon aktif dan pasif, megidentifikasi gejala yang berkaitan dengannya.
Gejala resitensi ‘aktif’ diindikasikan sebagai bersifat kritis, menemukan
kesalahan, ejekan, menunjukan ketakukan, menggunakan fakta selektif, kesalahan atau
tuduhan, sabotase, intimidasi, manipulasi, mengubah fakta, menghambat, merusak,
memulai gossip dan membantah.
Gejala ‘pasif’ yaitu meyetujui secara verbal namun tidak ditindak lanjuti, gagal
melakukan perubahan, menangguhkan atau menahan, berpura-pura mengabaikan,
menahan informasi, saran, membantu atau mendukung, menunggu, dan membiarkan
perubahan datang.
Pada hakikatnya resistensi merupakan upaya pergeseran dari kondisi status quo
ke kondisi yang baru. Dimana insiator perubahan paham bahwa perubahann yang
dilakukan akan menimbulkan traumatis pada sekelompok tertentu seperti Kaget,
cemas maupun takut.
4. Budaya/identitas organisasi
Kesiapan untuk perubahan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat
keterikatan budaya yang ada. Budaya organisasi merupakan hal yang sangat
penting untuk dipertimbangkan ketika menerapkan perubahan mendasar
karena budaya organisasi merupakan bentuk pemahaman anggota terhadap
organisasi mereka.
Menurut Wibowo (2006) Tingkatan resistensi dari yang paling lemah sampai
yang paling kuat adalah sebagai berikut :
1. Acceptance
Kesediaan menerima perubahan ditunjukkan oleh adanya sikap antusias,
kesediaaan bekerja sama, kerjasama dibawah tekanan manajemen, kesediaan
menerima perubahan, pengunduran diri secara pasif dan sikap mengabaikan.
2. Indiffirence
Sikap tidak acuh ditunjukkan oleh sikap apatis, hilangnya minat terhadap
pekerjaan, bekerja hanya jika diperintah dan merosotnya perilaku. Karyawann
bersikap tidak peduli atas keinginan untuk dilakukannya perubahan oleh
manajemen.
3. Passive Resistance
Adanya sikap tidak mau belajar, melakukan protes, bekerja berdasar aturan,
dan melakukan kegiatan sesedikit mungkin. Dalam resistensi pasif, karyawan
melakukan penolakan terhadap perubahan dengan tidak berbuat sesuatu.
4. Active Resistence
Resistence secara aktif dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan dengan
lebih lambat, memperpanjang waktu istirahat kerja dan meninggalkan
pekerjaan, melakukan kesalahan, mengganggu dan sengaja melakukan
sebotase, adanya tindakan aktif untuk menolak adanya perubahan.
Setiap perubahan yang ingin melepaskan diri dari kondisi status quo pasti akan
menghadapi resitensi. Resistensi muncul karena kekurangtahuan atas manfaat perubahan atau
karena kemapanan dalam posisnya.
Greenberg dan Baron ( 2003:604 ) memberikan pedoman berikut untuk mengatasi resistensi
terhadap perubahan organisasi:
Rencana Perubahan tidak dapat dikerjakan atau tidak tepat mencapai hasil yang
diharapkan apabila menghadapi resistensi (Wibowo. 2006)
1. Resistensi bersifat Menjalar / Menular
Orang yang resistensi terhadap perubahan akan berbicara dengan orang yang
dijumpai di elevator, lobby atau cafetaria. Pembicaraan semacam itu
menurunkan produktivitas karena semakin banyak karyawan menggunakan
semakin banyak waktu untuk mendiskusikan ketakutan mereka dan semakin
berkurang waktu kerja.
1. Resistensi Individual
Terdapat beberapa faktor pendorong timbulnya resistensi dari individu
dalam organisasi antara lain adalah karena ketidaksamaan ekonomi. Suatu