Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Perubahan merupakan sesuatu hal yang pasti terjadi dan akan terjadi. Maka manusia
perlu senantiasa berubah sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan perilaku, perubahan sistim nilai dan penilaian, perubahan dalam
metode dan cara-cara bekerja, perubahan dalam peralatan yang digunakan, perubahan dalam
cara berfikir, perubahan dalam hal bersikap dan lainnya.
Usaha perubahan tidak selalu berlangsung dengan mulus, sebagian besar akan mengalami
resistensi baik dari tingkat individual, kelompok maupun organisasional. Resistensi wajar
terjadi karena keinginan mempertahankan kemapanan yang telah memberikan keuntungan
dan manfaat di masa yang lalu. Untuk itu diperlukan strategi untuk mengatasi adanya
resistensi terhadap perubahan.
Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek yang
paling kritis untuk manajemen yang efektif. Lingkungan organisasi selalu bergerak, berarti
tidak hanya perubahan menjadi semakin sering, tetapi sifat perubahan menjadi semakin
kompleks dan sering lebih ekstensif. Maka respon yang dilakukan akan bervariasi
tergantung situasi.
Perubahan perlu di kenal, dipahami, dikelola, dan bahkan diciptakan untuk meningkatkan
kinerja dan mencapai tujuan yang diharapkan, baik oleh individu, kelompok, maupun
organisasi. Sumberdaya manusia perlu disiapkan untuk menerima dan menjalankan
perubahan.
Oleh karena itu, untuk mengetahui pengertian perubahan, factor pendorong perubahan,
bagaimana mengelola perubahan, kenapa ada resistensi terhadap perubahan dan bagaimana
mengatasi resistensi tersebut penulis mencoba mengungkapkan melalui tulisan ini
berdasarkan studi litelatur.
2 Rumusan Masalah
1 Apakah pengertian resisntensi ?
2 Apakah bahaya yang timbul dari resistensi ?
3 Apa alasan resistensi dalam perubahan ?
4 Bagaimana tingkatan resistensi (individu dan organisasi) ?
5 Bagaimana cara mengatasi resistensi ?
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian resistensi
2 Untuk mengetahui bahaya yang timbul dari resistensi

1
3 Untuk mengetahui alasan resistensi dalam perubahan
4 Untuk mengetahui tingkatan resistensi (individu dan organisasi)
5 Untuk mengetahui cara mengatasi resistensi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Resistensi


Resistensi (Inggris: resistance) berasal dari kata resist + ance adalah menunjukan pada
posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya
oposisi pada umumnya sikap ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.
Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerja melihat perubahan dari sudut
pandang yang berbeda. Bagi manajer senior, perubahan berarti peluang, baik untuk bisnis
maupun dirinya sendiri. Akan tetapi bagi banyak pekerja, perubahan dilihat sebagai
kekacauan dan gangguan. Peter Scholtes berpandangan bahwa pada dasarnya karyawan tidak
menolak perubahan, tetapi mereka menolak di ubah (stettner, 2003).
Resistensi terhadap perubahan bersifat tiga dimensi menyangkut komponen affective,
behavioral dan cognitive. Komponen affective adalah bagaimana orang merasa tentang

2
perubahan. Komponen cognitive adalah bagaimana orang berfikir tentang perubahan.
Komponen behavioral adalah apa yang dilakukan orang dalam perubahan.

Respon behavioral dapat mempunyai respon aktif maupun pasif. Gejala resistensi aktif,
diindikasikan sebagai bersifat kritis, menemukan kesalahan, ejekan, menunjukkan ketakutan,
menggunakan fakta secara selektif, kesalahan atau tuduhan, sabotase, intimidasi, manipulasi,
mengubah fakta, menghambat, merusak, memulai gosip dan membantah. Gejala retensi pasif
adalah menyetujui secara verbal, namun tidak ditindaklanjuti, gagal melaksanakan
perubahan, menangguhkan atau menahan, berpura-pura mengabaikan, menahan informasi,
saran, membantu atau mendukung, menunggu, dan membiarkan perubahan gagal.

2.2. Bahaya Resistensi


Bahaya yang terjadi jika melakukan resistensi ada 3 bahaya yaitu:
a) Resistensi bersifat menular
b) Resistensi bersifat melumpuhkan

c) Resistensi bersifat merintangi

2.3. Alasan Utama Resistensi terhadap Perubahan


Kebanyakan orang tidak senang dengan perubahan karena mereka memang tidak senang
diubah. Bahkan ada yang mengatakan: Lakukanlah suatu perubahan, maka kamu akan
mendapatkan musuh baru!. Begitu menakutkannyakah suatu perubahan? Lantas apa yang
terjadi sebenarnya?
Resistensi atau penolakan pada perubahan pada umumnya akan terjadi ketika ada sesuatu
yang mengancam nilai seseorang atau individu. Ancaman tersebut bisa saja riel atau
sebenarnya hanya suatu persepsi saja. Dengan kata lain, ancaman ini bisa saja muncul dari
pemahaman yang memang benar atas perubahan yang terjadi atau sebaliknya karena
ketidakpahaman atas perubahan yang terjadi.
Coba diuraikan secara lebih terinci, berikut adalah beberapa alasan utama orang
melakukan perlawanan terhadap perubahan (dari berbagai sumber):
a. Takut terhadap kemungkinan yang tidak diketahui.
Perubahan berimplikasi pada ketidakpastian, dan ketidakpastian adalah sesuatu yang
tidak memberikan kenyamanan. Ketidakpastian berarti keraguan atau ketidaktahuan

3
terhadap apa yang mungkin akan terjadi. Ini dapat menimbulkan rasa takut, dan
menolak perubahan menjadi tindakan yang dapat mengurangi rasa takut itu.
b. Takut akan kegagalan.
Perubahan mungkin menuntut keterampilan dan kemampuan diluar kapabilitasnya.
Resistensi terhadap pendekatan/strategi baru kemudian muncul karena orang
mengetahui bagaimana operasionalisasinya, sementara mereka merasa tidak memiliki
keterampilan baru atau perilaku baru yang dituntut.
c. Tidak sepakat dengan kebutuhan akan perubahan.
Anggota organisasi merasa bahwa langkah yang baru adalah langkah yang salah dan
tidak masuk akal.
d. Takut kehilangan sesuatu yang bernilai baginya.
Setiap anggota organisasi tentu ingin mengetahui bagaimana dampak perubahan pada
mereka. Jika merasa yakin bahwa mereka akan kehilangan sesuatu sebagai hasil dari
penerapan perubahan, maka mereka akan menolak.
e. Enggan meninggalkan wilayah yang sudah nyaman.
Seringkali orang merasa takut menuruti keinginan melakukan hal baru karena akan
memaksa mereka keluar dari wilayah yang selama ini sudah nyaman. Melakukan hal
baru juga mengandung sejumlah risiko tentunya.
f. Keyakinan yang salah.
Tidak sedikit orang merasa yakin bahwa segala sesuatu akan selesai dengan
sendirinya, suatu saat, tanpa melakukan apapun. Sebenarnya hal demikian sekadar
untuk memudahkan diri sendiri dan menghindar dari risiko. Itu tindakan yang
sungguh bodoh!
g. Ketidakpahaman dan ketiadaan kepercayaan.
Anggota organisasi menolak perubahan ketika mereka tidak memahami implikasinya
dan menganggap bahwa perubahan bisa jadi hanya akan lebih banyak membebani
daripada apa yang dapat diperoleh. Situasi demikian terjadi apabila tidak ada
kepercayaan antara pihak yang mengusulkan perubahan dengan para anggota
organisasi.
h. Ketidakberdayaan (inertia).

Setiap organisasi bisa mengalami suatu kondisi ketidakberdayaan pada tingkatan


tertentu, dan karenanya mencoba mempertahankan status quo. Perubahan memang
membutuhkan upaya, bahkan seringkali upaya yang sangat serius, dan kelelahan pun
bisa terjadi.

4
2.4. Tingkatan Resistensi
Tingkat resistensi dari yang peling lemah sampai pada paling kuat (Wibowo, 2006) adalah
sebagai berikut :
a) Acceptance
Kesediaan menerima perubahan ditunjukkan oleh sikap antusias, kesediaan bekerja
sama, kerja sama di bawah tekanan manajemen, atau kesediaan menerima perubahan.
b) Indifference
Sikap tidak acuh ditunjukkan oleh sikap apatis, hilangnya ,minat bekerja, bekerja dan
hanya jika diperintah, serta merosotnya perilaku karyawan.

c) Passive resistence
Ditunjukkan oleh adanya sikap tidak mau bekerja, melakukan protes, dan melakukan
kegiatan sedikit mungkin.
d) Active resistence
Ditunjukkan dengan cara bekerja lambat, memperpanjang waktu istirahat kerja,
meninggalkan pekerjaan, melakukan kesalahan, mengganggu atau sabotase.
Resistensi Individual dan Organisasi
1) Resistensi Individual
Terdapat beberapa faktor pendorong bagi timbulnnya resistensi individual dalam
organisasi, yaitu :
a. Ketidakamanan ekonomis.
b. Ketakutan atas hal yang tidak diketahui.
c. Ancaman pada hubungan sosial.
d. Kebiasaan.
e. Kegagalan kebutuhan untuk berubah.
f. Proses informasi selektif.
g. Kecenderungan individu.
h. Iklim ketidakpercayaan.
i. Ketakutan akan kegagalan.
j. Konflik pribadi.
k. Kurangnya kebijaksanaan dan waktu tidak tepat.
l. Sistem penghargaan tidak mmemperkuat.
2) Resistensi Organisasi
Terdapat beberapa faktor menjadi penghambat pada organisasional dalam
menjalankan proses perubahan (Wibowo, 2006), yaitu :
a. Kelemahan structural.
b. Kelambanan kelompok kerja.
c. Tangtangan keseimbangan kekuatan yang ada..
d. Usaha perubahan sebelumnya tidak berhasil.
e. Fokus atas perubahan terbatas.
f. Ancaman atas keahlian.
g. Ancaman pada hubungan kekuasaan yang sudah ada.

5
h. Ancaman atas alokasi sumber daya yang sudah ada.

2.5. Mengatasi Resistensi


Setiap perubahan yang ingin melepaskan diri dari kondisi status quo pasti akan
menghadapi resistensi. Resistensi umumnya muncul karena kekurangtahuan atas manfaat
perubahan atau karena kemampuan dalam posisinya.
Greenberg dan Buron (2003:604) memberikan pedoman berikut untuk mengatasi
resistensi terhadap perubahan organisasional.
1. Shape Political Dynamics (membentuk dinamika politik)
Secara politis, resistensi terhadap perubahan dapat diatasi dengan memenangkan
dukungan individu yang paling kuasa dan berpengaruh. Dengan demikian, dukungan
politis akan memfasilitasi penerimaan perubahan.
Cara yang paling efektif agar perubahan diikuti adalah apabila disodorkan oleh
pimpinan kunci organisasi karena mereka akan ingin menyumbangkan diri pada visi
pemimpin atau karena mereka takutpembalasan pimpinan. Dukungan politik merupakan
cara lain yang dapat memfasilitasi penerimaan akan perubahan.
2. Identify and Neutralize Change Resisters ( Mengidentifikasi dan menetralkan
Penolakan Perubahan)
Cara yang penting untuk mendukung inisiatif perubahan adalah dengan menetralkan
mereka yang menolak perubahan. Sering perubahan ditolak karena orang mengatakannya
di depan umum yang menekankan ketakutan mereka pada perubahan, tetapi pejabat
organisasi gagal merespon .
3. Educate the Work Force (mendidik angkatan kerja)
Kadang orang menolak untuk berubah sebab mereka takut akan masa depannya, misalnya
ketakutan akan keamanan ekonomisnya. Sebagai bagian pendidikan pekerja tentang apa
arti perubhan organisasional bagi mereka, top management harus menunjukan sensitivitas
emosionalnya.
Kecenderungan pada pekerja adalah takut terhadap perubahan. Oleh karena itu,
mereka harus dididik agar mengerti tentang arti perubahan organisasi mereka.
4. Involve Employes in the Change Efforts (Mengikutsertakan Pekerja pada Usaha
Perubahan)
Pekerja yang turut serta dalam proses perubahan dapat diharapkan hanya memiliki sedikit
resistensi terhadap perubahan. Sebaliknya pekerja yang terlibat dalam perubahan ddapat
lebih memahami kebutuhan akan perubahan dan karena kurang menolak.
5. Reward Constructive Behaviors (Menghargai Perilaku Konstruktif)

6
Mekanisme yang berhasil untuk memfasilitasi perubahan organisasional adalah dengan
memberikan penghargaan pada orang yang berperilaku seperti yang diinginkan.
Mengubah cara operasi organisasi mungkin perlu dilakukan dengan mengubah bentuk
perilakuyang perlu diberi penghargaan oleh organisasi. Penghargaan tersebut diharapkan
dapat mendorong orang lain tertarik mengikuti proses perubahan.
6. Cretae a Learning Organization (Menciptakan Organisasi Pembelajaran)
Dalam organisasi pembelajaran, orang menyisihkan cara berpikir lama, dengan bebas
berbagi gagasan dengan orang lain, membentuk visi dan bekerja sama berdasa rencana
untuk mencapai tujuan visi tersebut.
Untuk menyelenggarakan organisasi pembelajaran, manajemen harus mengambil
langkah diantaranya : (1) menciptakan kometmen untuk berubah, (2) menerima adanya
struktur organisasi informal dan (3) mengembangkan budaya organisasi terbuka.
7. Take the Situation Into Acount (Memperhitungkan Situasi)
Para ahli berpendapat bahwa pendekatan proses perubahan tergantung pada sifat situasi
yang dihadapi. Dengan demikian untuk mengatasi resistensi, organisasional lebih banyak
memerlukan kemauan dan komitmen politik para top-managers, disertai langkah
langkah yang lebih komunikatif, akomodatif, dan partisipatif.
Taktik yang disarankan digunakan agen perubahan di dalam upaya mengatasi
hambatan terhadap perubahan adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan dan Komunikasi
Hambatan terhadap perubahan komunikasi dengan memberikan pendidikan dan
melalui komunikasi dengan pekerja untuk membantu mereka melihat logika dari
perubahan. Sumber hambatan terletak pada salah informasi dan komunikasi yang
buruk.

b. Partisipasi

Sangat sulit bagi individu menghambat keputusan perubahan di mana mereka


diikutsertakan. Sebelum membuat perubahan, apa yang dipertentangkan dapat dibawa
ke dalam proses keputusan. Umpama peserta mempunyai keahlian ung untuk
memberikan kontribusi, keikutsertaannya dapat mengurangi hambatan, memelihara
komitmen dan meningkatkan kualitas keputusan perubahan.

c. Fasilitasi dan Dukungan

7
Agen perubahan dapat menawarkan serangkaian upaya untuk mengurangi hambatan
dengan memberikan fasilitasi dan dukungan kepada pekeria. Hal tersebut terjadi
ketika pekerja merasa takut dan tingkat kegelisahan tinggi, pekerja dapat diberi
konseling dan terapi serta pelatihan keterampilan baru.

d. Negosiasi

Negosiasi sebagai taktik mungkin penting jika hambatan datang dari sumber yang
kuat. Jika hambatan terletak pada beberapa individual kuat, paket penghargaan
spesifik dapat dinegosiasikan yang dapat memenuhi kebutuhan individu.

e. Manipulasi dan Pemilihan (Cooptation)

Manipulasi merupakan upaya menyembunyikan usaha memengaruhi,


mempermainkan kenyataan membuat tampak menarik, menyimpan informasi tidak
diinginkan dan menciptakan gosip tidak benar agar pekeria menerima perubahan.
Kooptasi / pemilihan merupakan kombinasi manipulasi dan partisipasi. Pemimpin
kelompok penghambat disuap dengan memberi mereka peran kunci dalam keputusan
perubahan

f. Paksaan/Kekerasan

Merupakan pelaksanaan ancaman langsung atau paksaan terhadap penghambat.


Ancaman terhadap pemindahan, kehilangan promosi, evaluasi kinerja negatif, surat
rekomendasi buruh. Sementara itu, Hussey (2000: 36) menekankan pada tiga faktor
yang diperlukan untuk meredusir resistensi, yaitu participation, communication, dan
training. Walaupun demikian, Hussey mengingatkan beberapa hal yang memerlukan
pencermatan.

Participation (Partisipasi)

Pertimbangan yang harus dilakukan berkenaan dengan partisipasi adalah sebagai


berikut :

8
1 Apakah partisipasi diinginkan dalam lingkungan seki- tarnya?

2 Adakah kondisi lingkungan yang mencegah partisipasi, dan dapatkah


dihilangkan?

3 Siapakah yang harus berpartisipasi orang kunci, atasan langsung Anda, atau
setiap orang yang berkepentingan ?

4 Seberapa lingkup partisipasi : pengambilan keputusan atau implementasi


keputusan sebelumnya?

5 Bagaimana partisipasi harus dicapai: diskusi dengan masing-masing orang,


pertemuan kelompok atau rekan kerja.

Communication (Komunikasi)

Sementara itu, untuk merencanakan komunikasi periu mempertimbangkan hal-hal


sebagai berikut.

1 Siapakah target groups yang harus menerima komunikasi?

2 Apakah yang harus dikomunikasikan?

3 Apakah kombinasi komunikasi satu arah dan dua arah harus direncanakan?

4 Gaya komunikasi apa yang harus digunakan dan apakah harus sama untuk semua
kelompok?

5 Apakah pesan yang telah dikomunikasikan kepada mereka yang terpengaruh


perubahan dapat merasakan?

6 Modal komunikasi apa yang harus dipergunakan?

Training (Pelatihan)

9
Training sebenarnya jarang dipertimbangkan sebagai alat untuk mengurangi
resistensi terhadap perubahan karena sedikit sekali organisasi yang
mempertimbangkan apakah persyaratan keterampilan pengetahuan dan kemampuan
baru yang telah diciptakan oleh perubahan.

Sementara itu, menurut Potts dan LaMarsh (2004: 25) untuk mengurangi resistensi
diperlukan adanya hal-hal berikut.

a Communication Plan (Rencana Komunikasi)

Rencana komunikasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap orang


diberikan informasi yang diperlukan dengan maksud agar dapat membuat pilihan
apakah mendukung atau menolak perubahan.

Dengan memberikan informasi yang benar dan akurat secara langsung, dapat
dihentikan meluasnya desas-desus yang merugikan, juga mengurangi waktu yang
diboroskan untuk berspekulasi tentang apa yang terjadi.

b Learning Plan (Rencana Pembelajaran)

Rencana pembelajaran diperlukan untuk memastikan bahwa setiap orang


mendapat kesempatan meningkatkan keterampilan dan memperoleh pengetahuan
yang akan mereka butuhkan untuk bertahan dalam masa transisi, dan
mempelajari cara baru melakukan bisnis pada tahap pasca perubahan. Dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekerja, mereka akan bertambah
pendapatannya dan meningkat kesejahteraannya.

c Reward Plan (Rencana Penghargaan)

Rencana penghargaan diharapkan dapat meningkatkan moral staf yang sangat


penting karena perubahan dapat menyebabkan kehebohan. Pekerja sekarang
senang menerima perubahan karena mendapatkan penghargaan dan dukungan
melalui proses perubahan. tikan bahwa lebih Rencana penghargaan juga akan
memas mereka sedikit pekerja akan meninggalkan pekeri karena mendapatkan

10
kepuasan kerja. Sedikitnya pekerja meninggalkan pekerjaan akan menghemat
biaya organisasi untuk me dan melatih pekerja baru.

Perubahan merupakan suatu fenomena yang harus dihadapi Namun, tidak semua
orang bersedia menerima kenyataan adanya perubahan sehingga bersifat resisten,
menolak perubahan. Akan tetapi, resistensi terhadap perubahan bukannya tidak
dapat diatasi. Pendapat para pakar tersebut di atas menunjukkan bahwa untuk
dapat mengatasi resistensi terhadap perubahan, terlebih dahulu harus dikenali
siapa yang menunjukkan sikap resisten. Komunikasi timbal balik perlu
ditingkatkan agar bawahan memahami manfaat dari perubahan dan atasan tahu
apa yang diharapkan bawahan. Organisasi bersedia meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan karyawan agar lebih mampu berprestasi dalam kondisi
lingkungan yang telah berubah organisasi bersikap lebih memerhatikan karyawan
dengan memberikan penghargaan dan melibatkan pekerja dalam sebanyak
mungkin kegiatan organisasi.

BAB III

SIMPULAN & SARAN

3.1. Kesimpulan
Perubahan adalah proses dimana kita berpindah dari kondisi yang berlaku menuju ke
kondisi yang diinginkan, yang dilakukan oleh para individu, kelompok-kelompok, serta
organisasi-organisasi dalam hal bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan dinamika internal
maupun eksternal. Perubahan trersebut dapat berupa mengubah dalam cara mengerjakan
atau berfikir tentang sesuatu, dan dapat di lihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya.
Factor yang menjadi pendorong bagi kebutuhan akan perubahan, adalah external
forces (kekuatan eksternal) dan internal forces (kekuatan internal). Kekuatan ekternal berupa
adanya perubahan teknologi, persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global,

11
pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis negara berubah, tekanan social dan
politik, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut, pemegang saham minta lebih banyak
nilai, sedangkan kekuatan internal berupa rendahnya kepuasan kerja, rendahnya
produktivitas dan konflik. Mengelola perubahan merupakan tugas seorang manajer. Dan
setiap manajer perlu memahami atau memiliki pemahaman tentang persoalan motivasi,
kepemimpinan, dinamika kelompok, politik keorganisasian, konflik, determinan-determinan
perilaku dan komunikasi.
Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerja melihat perubahan dari sudut
pandang yang berbeda. Bagi manajer senior, perubahan berarti peluang, baik untuk bisnis
maupun dirinya sendiri. Akan tetapi bagi banyak pekerja, perubahan dilihat sebagai
kekacauan dan gangguan. Pada dasarnya karyawan tidak menolak perubahan, tetapi mereka
menolak di ubah.
3.2. Saran
Strategi umum untuk mengatasi tentangan (resistensi) terhadap perubahan dapat melalui
pendidikan, komunikasi, partisipasi, keterlibatan, Bantu, dorongan kepada semua pihak yang
terlibat dalam proses dan aktivitas perubahan tersebut, fasilitasi, negoisasi, persetujuan,
memanipulasi dan kooptasi.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, M. Nur. 2010. Manajemen Perubahan. Jakarta : Ghalia Indonesia.


David, Fred R. 2001. Concepts of Strategic Management. 8 Edition. Prentice Hall, Inc.
th

De Bono, Silvio. 2006. Creating Growth from Change. Maastricht School of Management
(unpublished).
Maurer, Rick. 2006. 12 Steps That Can Build Support for Change. The Journal for Quality and
Participation. Cincinnati: Spring 2006. Vol. 29, Iss. 1; pg.21.
Pearce II, John A. & Richard B. Robinson. Jr. 2003. Strategic Management: Formulation,
Implementation and Control. 8 Edition. The McGraw-Hill Co., Inc.
th

Raths, David. 2006. Leading through Change. Network World. Framingham: Mar 6, 2006. Vol.
23, Iss. 9; pg. 46.
Tynan, Dan. 2006. 10 Tips for Managing Change. Infoworld. San Mateo: Apr 10, 2006. Vol. 28,
Iss. 15; pg. 35.

12
Weiss, W. H. 2006. Managing in Changing World. SuperVision. Burlington: Jun 2006. Vol. 67,
Iss. 6; pg. 17.
Wibowo. 2008. Manajemen Perubahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai