Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan merupakan suatu upaya untuk bergerak ( berbenah ) dari kondisi status quo ke
kondisi yang baru dan lebih baik. Perubahan ini bagi sebagian orang yang sedang berada di
suatu posisi yang nyaman memungkinkan munculnya kecenderungan adanya resiko
penolakan atau resistensi terhadap perubahan tersebut. Demikian halnya pada tingkat
organisasi dapat menimbulkan resistensi atau penolakan. Perubahan adalah merupakan suatu
fenomena yang harus dihadapi, namun tidak semua orang bersedia menerima adanya
perubahan, sehingga bersifat resisten atau menolak perubahan tersebut.
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan terlebih dahulu harus dikenali siapa yang
menunjukkan sikap resisten. Perlu adanya komunikasi dua arah agar bawahan dapat
memahami manfaat dari perubahan dan atasan tahu apa yang diharapkan bawahan. Resistensi
terhadap perubahan bukan merupakan masalah tetapi hanyalah suatu petunjuk adanya
ketidakberesan dalam pelaksanaan perubahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman
yang jelas tentang resistensi terhadap perubahan agar manajemen perubahan dapat diterapkan
dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan resistensi?
2. Apa bahaya adanya resistensi?
3. Apa penyebab atau alasan adanya resistensi?
4. Bagaimana tingkatan resistensi pada individu maupun organisasi?
5. Bagaimana cara mengatasi resistensi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu resistensi
2. Untuk memahami apa bahaya dari adanya resistensi
3. Untuk mengerti apa penyebab atau alasan adanya resistensi
4. Untuk mengetahui tingkat resistensi pada individu dan organisasi
5. Untuk memahami cara mengatasi resistensi

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Resistensi


Menurut Folger & Skarlicki (dalam Boohene & Williams, 2012). menyatakan bahwa
resistensi terhadap perubahan merupakan suatu perilaku karyawan dalam menolak atau
mengacaukan asumsi, wacana, dan kekuatan organisasi yang berlaku.
Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerja melihat perubahan dari sudut
pandang yang berbeda. Bagi manajer senior, perubahan berarti peluang, baik untuk bisnis
maupun dirinya sendiri. Akan tetapi, bagi banyak pekerja, perubahan dilihat sebagai
kekacauan dan gangguan. Peter Scholtes berpandangan bahwa pada dasarnya karyawan tidak
menolak perubahan, tetapi mereka menolak diubah (Stettner, 2003: 61).
Resistensi terhadap perubahan bersifat tiga dimensi, menyangkut komponen affective,
behavioral, dan cognitive. Komponen affective adalah bagaimana orang merasa tentang
perubahan. Komponen cognitive adalah bagaimana orang berpikir tentang perubahan.
Komponen behavioral adalah apa yang dilakukan orang dalam perubahan.
Respons behavioral dapat mempunyai beberapa bentuk. Terdapat perbedaan antara
respons aktif dan pasif, dan mengidentifikasi gejala yang berkaitan dengannya. Gejala
‘resistensi aktif’ diindikasikan sebagai bersifat kritis, menemukan kesalahan, ejekan,
menunjukkan ketakutan, menggunakan fakta secara selektif, kesalahan atau tuduhan,
sabotase, intimidasi, manipulasi, mengubah fakta, menghambat, merusak, memulai gosip, dan
membantah.
Gejala 'resistensi pasif' adalah: menyetujui secara verbal, namun tidak ditindaklanjuti,
gagal melaksanakan perubahan. menangguhkan atau menahan, berpura-pura mengabaikan.
menahan informasi, saran, membantu atau mendukung, menunggu, dan membiarkan
perubahan gagal.
Meskipun pada umumnya orang cenderung resisten terhadap perubahan, namun tidak
selalu, ada yang justru mendukung perubahan. Mereka sering embrace change, dan bekerja
secara antusias dalam mendukung perubahan. Ada beberapa alasan mengapa orang
mendukung perubahan. Ada beberapa alasan mengapa orang mendukung perubahan.
Kirkpatrick mengidentifikasi kemungkinan yang menyebabkan orang beraksi positif terhadap
perubahan (Ian Palmer, Richard Dunford, dan Gib Akin, 2009: 161).
a. Security. Perubahan dapat meningkatkan permintaan akanketerampilan individual
dan/atau menempatkan organisasi pijakan lebih aman pada dampak berikutnya berupa
prospekkesempatan kerja.
b. Money. Perubahan mungkin menyangkut kenaikan gaji.
c. Authority. Perubahan mungkin menyangkut promosi dan/atau alokasi tambahan
keleluasaan dalam pengambilankeputusan.

2
d. Status/prestige. Mungkin terjadi perubahan dalam jabatan,penugasan kerja, alokasi
tempat kerja, dan seterusnya.
e. Responsibility. Mungkin terjadi perubahan pekerjaan.
f. Better working condition. Lingkungan fisik mungkin berubah, disediakan peralatan baru.
g. Self-satisfaction. Individu mungkin merasakan perasaanberprestasi dan tantangan lebih
besar.
h. Better personal contracts. Perubahan mungkin memberikankesempatan pada individual
untuk meningkatkan kontak dengan orang yang berpengaruh.
i. Less time and effort. Perubahan dapat memperbaiki efisiensi operasional.

2.2 Bahaya Resistensi


Adanya resistensi terhadap suatu perubahan dapat dikatakan sebagai suatu hal yang sangat
berbahaya karena resistensi memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
1. Resistensi bersifat menjalar atau menular
Cukup hanya mengambil satu orang ditakuti terhadap perubahan dan menyatakan
ketakutan mereka kepada kawan – kawan sekerja, dan sebelum anda menyadari telah
berkembang seperti kobaran api.
Orang berbicara dengan orang yang dijumpai di elevator, di lobby atau di kafetaria.
Pembicaraan semacam ini menurunkan produktivitas karena semakin banyak karyawan
menggunakan waktu semakin berkurang waktu bekerja.
2. Resistensi bersifat melumpuhkan
Jika karyawan dipaksa bahwa tidak terdapat alasan untuk melakukan perubahan tertentu,
maka tidak akan mendapatkan manfaat dari suatu pelatihan misalnya, waktu dan uang
yang dikeluarkan akan sepenuhnya diboroskan.
3. Resistensi bersifat merintangi
Dengan maksud membuat perubahan terlaksana, misalnya bawahan memerlukan
peralatan baru. Untuk memungkinkan mereka menggunakan peralatan baru, maka harus
dipesan dan dikirmkan.
Akan tetapi, orang bagian pembelian yang takut bahwa perubahan akan menghapus
pekerjaan mereka, tidak bergerak memesan peralatan dan karenanya tidak pernah
sampai. Pemikiran dibalik ini adalah bahwa tanpa peralatan baru maka tidak akan ada
perubahan.

3
2.3 Alasan Resistensi
Kreitner dan Kinicki (2001:671) menyebutkan adanya sepuluh alasan untuk terjadinya
resistensi berikut:
a. An Individual’s Predisposition Toward Change (Kecenderungan individu terhadap
perubahan)
Kecenderungan ini sangat bersifat pribadi dan berakar mendalam. Hal ini merupakan
hasil pertumbuhan tentang bagaimana seseorang belajar mengendalikan perubahan dan
ambiguitas. Organisasi perlu mengenal betapa pentingnya kecenderungan individual
terhadap perubahan, dan berusaha memilih orang yang mempunyai kecenderungan
positif.
b. Surprise And Fear Of The Unkown (Terkejut dan takut atas sesuatu yang tidak diketahui)
Hal ini terjadi jika perubahan inovatif dan radikal diperkenalkan tanpa pemberitahuan,
memengaruhi pekerja menjadi ketakutan atas implikasinya. Oleh karena itu,
direkomendasikan untuk menunjuk manajer masa transisi yang bertanggung jawab
membuat semua kelompok yang relevan mendapatkan informasi secukupnya.
c. Climate Of Misturst (Iklim Ketidakpercayaan)
Manajer yang mempercayai pekerjanya membuat proses perubahan terbuka, jujur, dan
bersifat partisipatif. Sebaliknya, pekerja yang mempercayai manajemen lebih suka
berusaha ekstra dan mengambil kesempatan dengan sesuatu yang berbeda.
Kepercayaan memainkan peran penting dalam membangun moral pekerja dan memimpin
perubahan organisasional. Tumbuhnya iklim saling pengertian dan saling mempercayai
perlu dikembangkan.
d. Fear Of Failure (Kekuatan Akan Kegagalan)
Mengintimidasi perubahan pada pekerjaan akan menyebabkan pekerja meragukan
kapabilitasnya. Keraguan diri mengikis rasa percaya diri dan melumpuhkan pertumbuhan
dan pengembangan pribadi. Ketakutan ini dapat menurunkan kinerja organisasi.
e. Loss Of Status And/Or Jobsecurity (Hilangnya status dan/atau keamanan kerja)
Perubahan administratif dan teknologis yang mengubah basis kekuasaan atau
mengurangi pekerjaan mendorong resistensi sangat kuat. Kebanyakan restrukturasi
korporat menyangkut pengurangan pekerjaan manajerial. Tidak mengherankan jika
middle manager menolak restrukturisasi dan program manajemen partisipatif
mengurangi kewenangan dan status mereka.

4
f. Peer Pressure (Tekanan kawan sekerja)
Seseorang yang tidak secara langsung terpengaruh oleh perubahan mungkin aktif
menolak perubahan untuk melindungi kepentingan kawan atau pembantunya. Sering kali
kawan sekerja memengaruhi untuk menolak adanya perubahan. Oleh karena itu, rencana
perubahan perlu disampaikan alasannya kepada semua tingkatan sumber daya agar lebih
memahami hasil yang mungkin dapat diperoleh dengan adanya perubahan.
g. Disruption of Cultural Tradition and/or Group Relationships (Gangguan tradisi budaya
dan/atau hubungan kelompok)
Jika seseorang dipindahkan, dipromosikan, atau ditunjuk kembali, akan terjadi gangguan
dalam dinamika kultural dan hubungan di antara kelompok. Maka, terjadi keadaan
disequilibrium dalam tradisi budaya dan hubungan antarkelompok sehingga mengubah
kenyamanan sebelumnya.
h. Personality Conflict (Konflik kepribadian)
Seperti halnya seorang kawan dapat meninggalkan kita sambil memberitahu kita sesuatu,
akan marah jika mendengarkan penjelasan sebaliknya dan apa yang dipikirkannya.
Kepribadian agen perubahan dapat menyebabkan resistensi apabila cara dalam
mengemukakan pandangannya tidak tepat.
i. Lack of Tact and/or Poor Timing (Kurangnya kebijaksanaan dan/atau waktu tidak tepat)
Resistensi terhadap perubahan dapat terjadi karena perubahan disampaikan dengan cara
yang tidak bijaksana, tidak sensitif atau dilakukan pada waktu yang tidak tepat.
Kesalahan tersebut dapat menyebabkan penolakan dan orang cenderung untuk resisten
terhadap perubahan.
j. Nonreinforcing Reward Systems (Sistem penghargaan tidak memperkuat)
Individual menolak suatu perubahan jika mereka tidak. melihat adanya penghargaan
positif untuk kesediaannya berubah. Misalnya, pekerja tidak suka mendukung usaha
perubahan yang dipersepsikan memerlukan mereka bekerja lebih dengan lebih banyak
tekanan. Untuk mendapatkan dukun terhadap perubahan perlu diciptakan sistem
penghargaan yang memperkuat perubahan.

5
2.4 Tingkat Resistensi Individu & Organisasi
1) Tingkatan Resistensi Individu
Robbins (2001: 545) menyebutkan adanya lima faktor yang menjadikan resistensi
individual dengan rincian sebagai berikut.
a. Habits (Kebiasaan)
Hidup ini sangatlah kompleks, tetapi tidak selalu memerlukan pertimbangan yang
berbelit-belit, namun mendasarkan diri pada kebiasaan saja. Akan tetapi, bila
dihadapkan pada perubahan, kecenderungan merespons cara-cara yang sudah biasa
menjadi sumber resistensi. Oleh karena itu, jika terjadi perubahan letak kantor saja,
akan mengubah kebiasaan.
b. Security (Keamanan)
Suatu perubahan memengaruhi perasaan keamanan, terutama bagi orang-orang
yang sangat memerlukan jaminan keamanan. Orang yang kinerjanya rendah dan
tidak kompetitif cenderung menolak perubahan. Mereka khawatir perubahan dapat
menimbulkan ketidakpastian dan berdampak negatif terhadap kelangsungan masa
depannya.
c. Economic Factors (Faktor Ekonomis)
Perubahan akan menimbulkan keengganan apabila berakibat pada penurunan
pendapatan. Tugas baru dapat menimbulkan ketakutan ekonomis apabila tidak
mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik. Perubahan dinilai dapat
memengaruhi pendapatan yang selama ini telah diperoleh dengan kemungkinan
dampaknya terjadi penurunan.
d. Fear of the Unknown (Ketakutan atas ketidaktahuan)
Perubahan dapat mengakibatkan perpindahan dari unit kerja yang satu ke unit kerja
yang lain, dari suatu sistem yang sudah dikenal kesistem baru yang belum dikenal.
Hal tersebut menyebabkan ketidakpastian karena menukar dari yang sudah
diketahui ke sesuatu yang belum dikenal sehingga mengakibatkan kekhawatiran
dan ketidakamanan. Untuk itu, rencana perubahan perlu disosialisasikan kepada
seluruh karyawan dalam organisasi.
e. Selective Information Processing (Proses informasiSelektif).
Individu membentuk dunianya melalui persepsinya. Sekali dibangun kemapanan
akan menentang perubahan. Mereka mendengar apa yang ingin mereka dengar.
Mereka mengabaikan informasi yang menentang dunia yang telah mereka bangun.

6
Faktor yang menjadi sumber terjadinya resistensi individual tersebut di atas digambarkan
oleh Robbins dalam bentuk ilustrasi seperti pada gambar berikut.

Selective Habit
information
processing

Sumber resistensi
individual

Security
Fear of the
unkown

Economic
Factors

Gambar Sumber Resistensi Individual


Sumber: Robins,Organizational Behavior . New Jersey, 2001:545

2) Tingkatan Resistensi Organisasional


Sementara itu, Robbins (2001: 547) menilai terdapat enam faktor resistensi
organizational, yaitu sebagai berikut.
a. Structural Inertia (Kelembaman Struktural)
Organisasi memiliki mekanisme di dalamnya yang menghasilkan stabilitas.
Proses seleksi, pelatihan, teknik sosialisasi dan formalisasi menyediakan job
description, aturan dan prosedur yang harus diikuti. Orang dalam organisasi
dipilih yang tepat, dibentuk dan diarahkan berperilaku dalam cara tertentu. Jika
organisasi dihadapkan pada perubahan, struktur organisasi bertindak sebagai
pengimbang terhadap kelanjutan stabilitas.
b. Limited Focus Of Change (Fokus Terbatas Atas Perubahan)
Organisasi dibuat dari sub-sistem yang saling bergantung. Kita tidak bisa
mengubah yang satu tanpa memengaruhi lainnya. Jika merubah proses teknologis
tanpa mengubah struktur organisasi yang tepat secara serempak, perubahan
teknologi tidak akan diterima.

7
c. Group Inertia ( Kelembaman Kelompok)
Walaupun individual ingin mengubah perilakunya, norma kelompok dapat
menjadi hambatan, norma kelompok menjadi sumber tantangan. Pada dasarnya
suatu kelompok dapat memiliki kekuasaan tertentu yang dapat hilang apabila
terjadi perubahan.
d. Threat Expertise (Ancaman Terhadap Keahlian)
Perubahan dalam pola organisasi juga merupakan ancaman terhadap kelompok
khusus yang memiliki keahlian. Keahlian yang diperlukan mungkin berbeda atau
bisa juga yang tadinya merupakan kelomok ahli tersentralisasi menjadi
terdesentralisasi. Tenaga ahli merasakan kekhawatiran akan tersingkirkan karena
adanya perubahan.
e. Threat To Estabilished Power Relationship (Ancaman Terhadap Hubungan
Kekuasaan Yang Sudah Ada)
Setiap redistribusi kekuasaan mengambil keputusan dapat memengaruhi
hubungan kekuasaan yang sudah lama terbentuk. Perkenalam mengambil
keputusan partisipatif atau self managed work teams merupakan jenis perubahan
yang sering dianggap sebagai ancaman oleh supervisor atau manajer menengah.
Mereka yang selama ini merasamempunyai kewenangan pengambilan keputusan
terancam kehilangan kewenangan tersebut.
f. Threat To Estabilished Resources Allocation (Ancaman Terhadap Alokasi
Sumber Daya Yang Sudah Ada)
Kelompok di dalam organisasi yang mengontrol sumber daya sering melihat
perubahan sebagai ancaman. Mereka yang memperoleh manfaat dari alokasi
sumber daya saat ini sering merasa diancam oleh perubahan yang mungkin
memengaruhi alokasi sumber daya yang bisa mereka terima di masa yang akan
datang.

8
Konsep Robbins tentang faktor-faktor yang dinilai mempunyai pengaruh terhadap resistensi
organisasional, digambarkan seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar Sumber Resistensi Organisasional


Sumber: Robins,Organizational Behavior . New Jersey; Prentice-Hall Inc, 2001:547

2.5 Mengatasi Resistensi


9
Setiap perubahan yang ingin melepaskan diri dari kondisi status quo pasti akan
menghadapi resistensi. Resistensi umumnya muncul karena kekurangtahuan atas manfaat
perubahan atau karena kemapanan dalam posisinya. Greenberg dan Baron (2003:604)
memberikan pedoman berikut untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan organisasional.
a. Shape Political Dynamics (Membentuk Dinamika Politik)
Politik organisasional memegang peranan penting dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Secara politis, resistensi terhadap perubahan dapat diatasi dengan
memenangkan dukungan individu yang paling kuasa dan berpengaruh. Dengan demikian,
dukungan politis akan memfasilitasi penerimaan perubahan.
Cara paling efektif agar perubahan diikuti adalah apabila disodorkan oleh pimpinan kunci
organisasi karena mereka akan ingin menyumbangkan diri pada visi pimpinan atau karena
mereka takut pembalasan pimpinan. Dukungan politik merupakan cara lain yang dapat
memfasilitasi penerimaan akan perubahan.
b. Identify and Neutralize Change Resisters(Mengidentifikasi dan Menetralkan Penolak
Perubahan)
Cara yang penting untuk mendukung inisiatif perubahan adalah dengan cara menetralkan
mereka yang menolak perubahan. Sering perubahan ditolak karena orang mengatakannya
di depan umum yang menekankan kekuatan mereka pada perubahan, tetapi pejabat
organisasi gagal merespons. Pernyataan tentang kekuatan terhadap perubahan dapat
memengaruhi orang lainnya.
c. Educate the Work Force (Mendidik Angkatan Kerja)
Kadang-kadang orang menolak untuk berubah sebab mereka takut masa depannya,
misalnya ketakutan akan keamanan ekonomisnya. Sebagai bagian pendidikan pekerja
tantang apa arti perubahan organisasional bagi mereka, top-management harus
menunjukkan sensitivitas emosionalnya.
Kecenderungan pada pekerja adalah takut terhadap perubahan. Oleh karena itu, mereka
harus dididik agar mengerti tentang arti perubahan organisasi bagi mereka.
d. Involve Employees in the Change Efforts (Mengikutsertakan Pekerja pada Usaha
Perubahan)
Orang yang berpartisipasi dalam membuat keputusan cenderung lebih mempunyai
komitmen terhadap hasil dari keputusan daripada mereka yang tidak terlibat. Demikian
pula, pekerja yang turut serta dalam proses perubahan dapat diharapkan hanya memiliki
sedikit resistensi terhadap perubahan. Sebaliknya, pekerja yang terlibat dalam proses
perubahan dapat lebih memahami kebutuhan akan perubahan, dan karena kurang menolak.

10
e. Reward Constructive Behaviors (Menghargai Perilaku Konstruktif)
Mekanisme yang berhasil untuk memfasilitasi perubahan organisasional adalah dengan
memberikan penghargaan pada orang yang berperilaku seperti yang diinginkan.
Mengubah cara operasi organisasi mungkin perlu dilakukan dengan mengubah bentuk
perilaku yang perlu diberi penghargaan oleh organisasi. Penghargaan tersebut diharapkan
dapat mendorong orang lain tertarik mengikuti proses perubahan.
f. Create a Learning Organization (Menciptakan Organisasi Pembelajaran)
Meskipun semua organisasi berubah, terlepas ingin atau tidak, beberapa melakukan
dengan lebih efektif daripada lainnya. Organisasi yang mengembangkan kapasitas untuk
menerima dan berubah secara berkelanjutan dikenal sebagai learning organization.
Dalam organisasi pembelajaran, orang menyisihkan cara berpikir lama, dengan bebas
berbagai gagasan dengan orang lain, untuk membentuk visi organisasi, dan bekerja
bersama berdasar rencana untuk mencapai tujuan visi tersebut.
Untuk menyelenggarakan organisasi pembelajaran, manajemen harus mengambil langkah
diantaranya : (1) menciptakan komitmen untuk berubah; (2) menerima adanya struktur
organisasi informal; dan (3) mengembangkan budaya organisasi terbuka.
g. Take the Situation Into Account (Memperhitungkan Situasi)
Meskipun saran yang diidentifikasi sangat bermanfaat, mereka gagal memperhitungkan
sifat dari situasi di mana usaha perubahan dilakukan. Apakah perubahan dijatuhkan pada
pekerja ataukah personil harus dilibatkan dalam proses mendesain usaha perubahan. Para
ahli berpendapat bahwa pendekatan proses perubahan tergantung pada sifat situasi yang
dihadapi.
Dengan demikian, untuk mengatasi resistensi organisasional lebih banyak memerlukan
kemauan dan komitmen politik para top-managers, disertai langkah-langkah yang lebih
komunikatif, akomodatif, dan partisipatif.
Kesulitan dalam mengatasi hambatan dalam perubahan, terutama apabila perubahan tidak
direncanakan secara lengkap dan matang. Rencana perubahan dilakukan secara parsial dan
tidak mengakomodasi berbagai konsekuensi dari perubahan tersebut. Apabila hal tersebut
terjadi, dapat berakibat pada kevakuman dan stagnasi dalam roda organisasi. Risiko
semacam ini perlu diperhitungkan agar tidak menyederhanakan keinginan untuk
melakukan perubahan.

BAB III
PENUTUP
11
3.1 Kesimpulan
dalam masa-masa sekarang ini dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat, menuntut organisasi untuk terus menerus melakukan perubahan
dan pengelolaan perubahan (Organizational Change and Change Management).
Oleh karena itu organisasi harus berubah untuk bisa tetap survive, dan melakukan
perubahan organisasi bukanlah merupakan pilihan tetapi sudah merupakan keharusan.
Perubahan yang dilakukan organisasi tidak selamanya berhasil sesuai dengan apa yang
diinginkan organisasi, yaitu peningkatan produktivitas, peningkatan motivasi, moral anggota
dan sebagainya.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk menolak perubahan, apalagi ketika berada pada
posisi yang aman dan mapan. Akan tetapi jika hal ini tidak diubah maka yang terjadi adalah
kerugian bagi organisasi secara luas.

Sumber Pustaka
12
Prof. Dr. Wibowo, S.E., M.Phil.2006.Manajemen Perubahan Edisi Ketiga.PT Rajagrafindo
Persada.Jakarta:Rajawali Pers 2011

eprints.mercubuana-yogya.ac.id/955/3/BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 20 September


2018 )

https://id.scribd.com/doc/106460648/Mengenal-Dan-Memahami-Resistensi-Dalam-
Perubahan (Diakses pada 21 September 2018)

Prof. Dr. J. Winardi, S.E. Manajemen Perubahan (Management Of Change)

13

Anda mungkin juga menyukai