Anda di halaman 1dari 18

MANAGING TRANSITIONS :

MAKING THE MOST OF CHANGE

Dosen Pengampu:
Dr.Kustiyono.S.kom,AK,CNRHP,CPHRH,CTLP,CRSP,
Disusun oleh:
1. Nabila Ayu Syahrani ( 141231003)
2. Sendi Afianto (141231014)
3. Alan Kurnia (141231021)
4. Jonathan Abi Permana (141231030)
5. Dai

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS KOMPUTER DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2023/2024

i
A. Perubahan Dalam Organisasi
Perubahan lingkungan yang sangat cepat dan persaingan bisnis yang semakin ketat
menyebabkan organisasi harus senantiasa berubah selaras dengan perubahan
lingkungan. Tuntutan untuk perubahan tersebut saat ini merupakan sebuah kewajiban
bagi perusahaan agar perusahaan dapat bertahan di dunia bisnis yang semakin
kompetitif.
Mengingat pentingnya perubahan, perusahaan harus merubah cara mereka berfikir
tentang suatu bisnis, tidak bisa lagi mengandalkan apa yang telah diraih, tetapi
bagaimana mencari peluang untuk mengembangkan bisnis menjadi lebih baik lagi
(Cummings & Worley, 2003).
Perubahan itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah transformasi yang terencana atau
tidak terencana pada struktur organisasasi, teknologi dan orang-orang yang terlibat
dalam organisasi tersebut (Greenberg, 2oo3). Untuk meningkatkan performance,
perusahaan harus melakukan perubahan yang terencana. Pada dasamya perubahan
terencana dalam sebuah organisasi dipimpin oleh pimpinan puncak dalam organisasi,
tetapi seluruh anggota dalam organisasi dapat mengambil peran dan inisistif yang
diperlukan untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya demi
kesuksesan proses perubahan dalam organisasi (Yukl, 2oo2). Dengan demikian,
pemimpin harus dapat memotivasi para anggotanya untuk terus berubah.
Kepemimpinan yang efektif diperlukan untuk memfasilitasi proses adaptasi dalam
melakukukan perubahan dalam organisasi.
Peran pemimpin dalam proses perubahan dapat dikatakan sebagai sumber
kesuksesan proses perubahan karena arah dan tujuan perubahan biasanya ditentukan
oleh pemimpin untuk kemudian dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Fungsi
strategis kepemimpinan adalah mempengaruhi budaya organisasi, mengembangkan visi,
melaksanakan perubahan, dan memotivasi para karyawannya untuk terus belajar dan
berinovasi [yukl, 2002).

1. Pentingnya Perubahan Dalam Organisasi

Menghadapi perubahan lingkungan yang sangat cepat, organisasi didorong untuk


melakukan perubahan agar dapat berkembang dan bertahan dalam persaingan yang
kompetitif. Dorongan untuk melakukan perubahan tersebut dapat berasal dari dalam
organisasi maupun dari luar organisasi.
Dorongan perubahan dari dalam organisasi adalah adanya permasalahan sumber
daya manusia dan permasalahan manajerial. Permasalahan sumber daya manusia berasal
dari persepsi karyawan tentang bagaimana mereka diperlakukan di tempat kerja, dan
adanya ketidakpuasan kerja, yang biasanya berakibat pada menurunnya produktivitas,
tingginya tingkat absensi, dan perputaran pekerja. permasalahan manajerial dalam
organisasi meliputi konflik maupun kepemimpinan dalam organisasi.

1
Dorongan dari luar organisasi untuk berubah disebabkan adanya:
1. Perubahan pasar,
2. Karakteristik demografis,
3. Perkembangan teknologi informasi,
4. Tekanan sosial dan politik.
Perubahan pasar dapat disebabkan karena terjadinya merger dan akuisisi, resesi,
maupun menirgkatnya persaingan bisnis domestic dan intemasional. Perubahan
karakteristik demografis, umur, pendidikan, tingkat ketrampilan, gender, dan
imigrasi, yang pada akhirnya menyebabkan tenaga kerja yang ada semakin beragam,
menyebabkan perusahaan harus mengelola keberagamanan tersebut secara lebih
efektif.
Perkembangan teknologi informasi yang terjadi, memang menjadi dorongan
kuat bagi organisasi untuk berubah. Apabila perusahaan tidak mengikuti
perkembangan teknologi informasi, maka perusahaan akan semakin tertinggal
dengan perusahaan lain. Sedangkan tekanan sosial dan politik yang terjadi membuat
perusahaan harus berfikir secara lebih global untuk mencari peluang baru, guna
mencapai kesuksesan. Dorongan-dorongan untuk melakukan perubahan tersebut
menyadarkan perusahaan untuk melakukan perubahan. Banyak perusahaan yang
mengalami kebangkrutan dan pada akhirnya tutup dikarenakan tidak mau berubah.
2. Reason for change
Perubahan tentu punya maksud dan alasan. Organisasi yang tergantung pada
faktor internal dan eksternal pasti akan mengalami iklim perubahan. Beberapa
alasan perubahan yang didasari oleh faktor eksternal diantaranya adalah:
A. Faktor-faktor Menyebabkan Resistensi Terhadap Perubahan
(Kreitner & Angelo, 2001; Robbins & Judge, 2013) menyebutkan
terdapat beberapa faktor penyebab resistensi sebuah perubahan, yaitu:
a. Kebiasaan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang hidup dari
sebuah kebiasaan yang telah dibangunnya. Kebiasaan ini akan
lebih mempermudah manusia dalam melakukan aktivitas
kehidupannya yang sangat kompleks. Saat dihadapkan pada
perubahan, maka manusia akan cenderung enggan untuk
mengubah kebiasaan yang telah dijalaninya selama ini.
Contoh sederhana, seseorang yang kebiasaan makan nasi
setiap harinya, kemudian digantikan dengan makan roti,
cenderung susah untuk mengubahnya. Hal ini dikarenakan
kebiasaan yang telah dilalui setiap harinya.
b. Ketakutan terhadap munculnya yang tak diinginkan
Perubahan tidak jarang menimbulkan ketidakpastian,
karena perubahan membuat seseorang bergerak dari satu
situasi yang ia ketahui menuju situasi lain yang belum ia
ketahui. Akibatnya individu yang menghadapi perubahan
tersebut akan merasa takut akan dampak yang terjadi yang

2
mungkin merugikan dirinya. Ketakutan ini disebabkan
seseorang sudah memiliki posisi aman, dan enggan
melakukan perubahan yang belum menjamin lebih baik dari
sebelumnya.
c. Faktor ekonomi
Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak
sesuai dengan harapan, meningkatkan biaya transportasi
merupakan sebagian faktor ekonomi yang dapat menjadi
penyebab munculnya resistensi terhadap perubahan. Apabila
perubahan mengakibatkan dampak besar terhadap seseorang,
maka dapat diprediksi bahwa resistensi dari orang tersebut
akan semakin kuat. Dengan kata lain, seseorang tidak mau
mengambil risiko untuk melakukan perubahan, apabila faktor
ekonomi ini tidak menjamin terhadap perubahan yang
dilakukannya
d. Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja
Seorang pimpinan yang membangun hubungan kerja
dengan bawahannya atas dasar ketidakpercayaan, akan lebih
mungkin menghadapi resistensi, jika ia menggulirkan rencana
perubahan. Sementara seorang pimpinan yang mempercayai
bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal
yang sifatnya terbuka, jujur, dan partisipatif, akan melakukan
upaya yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan
memandang perubahan sebagai sebuah peluang. Dengan
demikian, perubahan dapat terjadi dalam sebuah organisasi
apabila tingkat kepercayaan antara pimpinan bawahan terjalin
dengan baik.
e. Takut mengalami kegagalan
Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan
karyawan akan memunculkan keraguan pada karyawan
tersebut akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan
dengan baik. Keraguan ini dalam jangka panjang berdampak
pada mengikis kepercayaan pada diri karyawan dan
melumpuhkan potensi yang dimilikinya.
f. Hilangnya status atau keamanan kerja
Pemanfaatan teknologi atau sistem administrasi baru
berbasis teknologi dalam dunia kerja, pada satu sisi dapat
mempercepat proses penyelesaian pekerjaan. Namun, pada
sisi lain akan berakibat berkurangnya jumlah pekerjaan yang
menggunakan tenaga manusia. Dampak inilah yang sering
dikhawatirkan oleh para pegawai bila terjadi perubahan. Bagi
sebagian besar pegawai, hilangnya pekerjaan dapat diartikan
sebagai hilangnya status dan hancurnya perekonomian
keluarga. Alasan inilah para pegawai bersikap untuk resisten
terhadap perubahan.

3
g. Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan
Seseorang akan melakukan resisten terhadap perubahan
jika yang bersangkutan memperkirakan dirinya tidak akan
memperoleh manfaat atas perubahan tersebut
B. Penggerak Perubahan
(Anderson & Ackerman, 2010) menjelaskan apa yang mendorong
perlunya perubahan, terutama perubahan transformasional. Mereka
menyampaikan sebuah model ini menggambarkan tujuh pendorong,
empat yang secara tradisional sudah dikenal oleh para pemimpin dan tiga
yang relatif baru menjadi fokus perhatian banyak orang.
1. Environment,
dinamika yang terjadi dalam konteks yang lebih luas di
dalam organisasi akan meliputi aspek sosial, bisnis dan
ekonomi, politik, pemerintah, teknologi, demografis, hukum
dan lingkungan alam. Contoh paling mudah sekarang adalah
pandemi Covid-19 memaksa semua manusia dan semua
bentuk asosiasi manusia melakukan perubahan. Covid-19
secara individual memaksa perubahan dalam bekerja,
bersekolah maupun dalam beribadah, semuanya harus
dilakukan di rumah atau dari rumah. Secara sosial
menimbulkan bentuk perilaku baru pada interaksi antar
manusia. Secara institusional Covid-19 memaksa
organisasimelakukan penyesuaian di segala lini, baik pada
organisasi privat maupun organisasi publik baik pada
mekanismepelayanan, regulasi,maupun prioritas layanan.
2. Marketplace Requirements for Success,
Seperangkat persyaratan kumpulan pelanggan yang
menentukan apa yang diperlukan suatu bisnis untuk berhasil
di pasarnya dan memenuhi kebutuhan pelanggannya. Ini tidak
hanya mencakup kebutuhan produk atau layanan aktual tetapi
juga persyaratan seperti kecepatan pengiriman, kemampuan
penyesuaian, tingkat kualitas, kebutuhan akan inovasi, tingkat
layanan pelanggan, dan sebagainya. Perubahan persyaratan
pasar adalah hasil dari perubahan kekuatan lingkungan.
Misalnya, ketika lingkungan menjadi dipenuhi dengan
teknologi baru yang membuat kecepatan dan inovasi menjadi
hal yang biasa, pelanggan menuntut produk dan layanan yang
disesuaikan dengan kualitas lebih tinggi dan mengharapkan
mereka lebih cepat. Untuk berhasil di pasar, Anda harus
memenuhi persyaratan baru untuk sukses ini, dan organisasi
Anda harus melalui perubahan yang diperlukan untuk
melakukannya. Covid-19 merubah mekanisme belanja dari
konvensional ke online yang lebih masif, ini akan berdampak
pada jasa pengiriman barang sehingga karakteristik konsumen
pun akan mengalami pergeseran.

4
3. Business Imperatives,
Apa yang harus dilakukan perusahaan secara strategis
untuk menjadi sukses, mengingat persyaratan pasar
(pelanggan) yang baru. Kewajiban bisnis baru dapat
mencakup pemikiran ulang secara sistematis dan perubahan
pada misi, strategi, tujuan, model bisnis, produk, layanan,
harga, atau branding perusahaan. Pada dasarnya, imperatif
bisnis berkaitan dengan strategi organisasi untuk berhasil di
pasarnya. Ketika kekuatan lingkungan mengkatalisasi
persyaratan pasar baru untuk sukses, para pemimpin harus
merespons dengan strategi bisnis baru. Covid-19 merubah
karakteristik pengguna layanan memaksa organisasi untuk
mendesain ulang mekanisme pelayanan yang lebih friendly
dengan pelanggan. Dengan strategi baru, produk baru, bahkan
branding baru akan menampilkan wajah baru organisasi yang
lebih inovatif dan lebih bisa diterima oleh pelanggan.
Organisasi publik pun harus melakukan penyesuaian atas
kondisi kebaruan lingkungan, Covid-19 memaksa lembaga
publik melakukan reorientasi dan realokasi anggaran publik
untuk kepentingan penyelematan warga negara.
4. Organizational Imperatives,
Apa yang harus diubah dalam struktur, sistem, proses,
teknologi, sumber daya, basis keterampilan, atau staf
organisasi untuk mengimplementasikan dan mencapai
imperatif bisnis strategisnya. Penyesuaian struktur organisasi
agar mempunyai kemampuan koordinasi dan komando lebih
dibutuhkan untuk menangani pandemi Covid-19 dilakukan
dengan membentuk satuan gugus tugas disertai dengan
kewenangan atas kendali organisasi. Pada lembaga privat,
penyesuaian struktur organisasi, misalkan berupa
perampingan organisasi atau penonaktifan sementara struktur
cabang perusahaan karena terdampak Covid-19. Melakukan
mekanisme layanan dengan mengutamakan protokol
kesehatan guna memutus rantai penyebaran virus corona.
5. Organizational Imperatives,
Apa yang harus diubah dalam struktur, sistem, proses,
teknologi, sumber daya, basis keterampilan, atau staf
organisasi untuk mengimplementasikan dan mencapai
imperatif bisnis strategisnya. Penyesuaian struktur organisasi
agar mempunyai kemampuan koordinasi dan komando lebih
dibutuhkan untuk menangani pandemi Covid-19 dilakukan
dengan membentuk satuan gugus tugas disertai dengan
kewenangan atas kendali organisasi. Pada lembaga privat,
penyesuaian struktur organisasi, misalkan berupa
perampingan organisasi atau penonaktifan sementara struktur
cabang perusahaan karena terdampak Covid-19. Melakukan
mekanisme layanan dengan mengutamakan protokol
kesehatan guna memutus rantai penyebaran virus corona.

5
6. Cultural Imperatives,
Norma-norma, atau cara kolektif untuk menjadi, bekerja,
dan berhubungan dalam perusahaan, yang harus berubah
untuk mendukung dan menggerakkan desain, operasi, dan
strategi baru organisasi. Misalnya, budaya kerja tim mungkin
diperlukan untuk mendukung rekayasa ulang proses bisnis
(keharusan organisasi) untuk mendorong strategi (kewajiban
bisnis) dari waktu siklus yang lebih cepat dan peningkatan
respons pelanggan. Covid-19 menghasilkan norma baru setiap
manusia secara instan, tidak terkecuali pada norma organisasi.
Norma yang termanifestasikan ke dalam perilaku individu
organisasi dalam bekerja. Perilaku hidup bersih dan sehat
menjadi norma utama baru yang “dipaksa disepakati” oleh
setiap individu organisasi yang berkonsekuensi pada
perubahan desain, operasi dan strategi organisasi publik dan
privat
7. Leader and Employee Behavior,
Bagaimana perilaku harus berubah di kedua pihak yakni
pemimpin dan staf untuk mengekspresikan budaya yang
diinginkan organisasi. Perilaku merupakan lebih dari sekadar
tindakan terbuka: Perilaku menggambarkan gaya, nada, atau
karakter yang menembus apa yang dilakukan orang. Ini
berbicara tentang bagaimana cara orang harus berubah untuk
membangun budaya baru. Karenanya, perilaku pemimpin dan
karyawan menunjukkan cara-cara di mana para pemimpin dan
karyawan harus berperilaku berbeda untuk menciptakan
kembali budaya organisasi untuk mengimplementasikan dan
mempertahankan desain organisasi yang baru. Perilaku
pemimpin dalam tata kelola penanganan wabah Covid-19
harus mencerminkan perilaku konsistensi, kesatuan kata dan
tindakan untuk menjadi tauladan dari bahawan dan
masyarakat sebagai konsekuensi atas kondisi yang
memunculkan budaya baru, perilaku baru. Apabila perilaku
pemimpin tidak mencerminkan perilaku baru secara konsisten
maka bawahan dan masyarakat tidak akan mengikuti,
sehingga agenda merespon kondisi lingkungan dengan
melakukan perubahan tidak akan berjalan efektif dan efisien.
8. LeaderandEmployeeMindset,
Bagaimana pandangan para pemimpin dan staf, asumsi,
kepercayaan, atau model mental harus berubah bagi orang
untuk memberlakukan perilaku dan budaya yang diinginkan.
Pola pikir adalah kekuatan mendasar yang menyebabkan
orang berperilaku dan bertindak sebagaimana adanya.
Menyadari bahwa kita masingmasing memiliki pola piker
Dimana itu secara langsung memengaruhi perilaku,
keputusan, tindakan, dan hasil kita yang seringkali merupakan
langkah penting pertama dalam membangun kemampuan
seseorang dan organisasi untuk berubah. Marilyn Ferguson

6
(1987) dalam Anderson &Ackerman (2010), menyatakan,
“Jika Anda terus berpikir seperti yang selalu Anda pikirkan,
Anda akan terus mendapatkan apa yang selalu Anda
dapatkan. ”Transformasi pola pikir adalah prasyarat untuk
perubahan berkelanjutan dalam perilaku dan budaya.
Pergeseran pola pikir sering kali diperlukan bagi para
pemimpin organisasi untuk bahkan mengenali perubahan
dalam kekuatan lingkungan dan persyaratan pasar, sehingga
mampu menentukan arah, struktur, atau operasi bisnis
strategis baru terbaik bagi organisasi. Suatu perubahan dalam
pola pikir karyawan seringkali diperlukan bagi mereka untuk
memahami alasan perubahan yang diminta dari mereka. Dan
hampir selalu, jika organisasi mengalami transformasi
signifikan dari strategi, desain organisasi, dan budaya, maka
para pemimpin dan karyawan harus mengubah pola pikir
mereka untuk beroperasi di dalamnya dengan sukses.Pola
pikir pemimpin akan terlihat tindakan perilaku karena hal ini
mencerminkan preferensi sistem tata nilai si pemimpin.
Dalam penanganan wabah pandemi Covid-19 pemimpin tidak
menunjukkan konsistensi kebijakan/keputusan akan
menunjukkan kegamangan dan ketidaksiapsiagaan dalam
menghadapi masalah. Orientasi kebijakan/keputusan yang
dibuat menunjukkan proritasdan logika berpikir dari
pemimpin.
3. Proses Perubahan
a. Problem / Opportunity Identified
Proses perubahan dimulai ketika seseorang, sebagai pemrakarsa, bahwa
ada masalah yang memerlukan koreksi, atau bahwa ada peluang untuk
melakukannya untuk meningkatkan operasi. Identifikasi kebutuhan akan
perubahan adalah langkah terpenting dalam keseluruhan proses; jika tidak
ada yang mengambil inisiatif untuk menyarankan perubahan, maka tidak ada
perbaikan yang akan terjadi. Karena itu, sangat penting semua personel
berpartisipasi dalam proses manajemen perubahan. Khususnya, karyawan
senior seperti manajer, pakar teknis, dan penyelia yang berpengalaman,
mereka perlu mendengarkan ide-ide, masukan dan kekurangannya.
Karyawan yang tidak berpengalaman tidak berarti bahwa ia tidak dapat
memberikan wawasan dan saran yang bermanfaat. Kurangnya pengalaman
bahkan dapat menjadi keuntungan pada tahap proses ini; pemarakarsa proses
perubahan mungkin dapat memahami masalah dengan lebih jelas daripada
mereka yang telah berpengalaman dan sudah lama berada dalam perusahaan.
b. Need for change
sangat penting untuk memastikan bahwa masalah atau peluang tidak
menjadi lebih baik hanya karena sistem yang sudah ada dijalankan dengan
baik.

7
Manajemen harus menetapkan dan menerapkan prosedur tertulis untuk
mengelola perubahan. Prosedur harus memastikan bahwa pertimbangan
berikut ditujukan sebelum ada perubahan:
1. Dasar teknis untuk perubahan yang diusulkan;
2. Dampak perubahan pada keselamatan dan kesehatan;
3. Modifikasi prosedur operasi;
4. Periode waktu yang diperlukan untuk perubahan; dan,
5. Persyaratan otorisasi untuk perubahan yang diajukan.

c. Management dalam era modern:


1. Pemahaman yang benar tentang organisasi yang ingin atau perlu diubah
2. Pemahaman yang benar tentang orang-orang yang bersedia atau terpaksa
untuk berubah
3. Sebagai realisasi perubahan yang efektif
4. Memaham dinamika perubahan

d. Proses Perubahan
“The Change Management Process” adalah urutan langkah yang akan diikuti
oleh tim manajemen atau pemimpin proyek untuk menerapkan proses
manajemen perubahan. Berikut adalah beberapa fase yang perlu diikuti.
 Phase 1 – Preparing the change (persiapan, assessment, dan strategi
pengembangan)
 Phase 2 – Managing change (rencana detail dan implementasi
manajemen perubahan)
 Phase 3 – Reinforcing the change (pengumpulan data-data, tindakan
perbaikan dan pegakuan)

e. Dealing With Change (Menghadapi perubahan)


Kebiasaan adalah bagian normal dari kehidupan setiap orang, tetapi
kebiasaan itu seringkali kontraproduktif ketika berhadapan dengan
perubahan. Sebagai manusia kita tidak pandai dalam menghadapi perubahan.
Kita kerap melihat perubahan sebagai sesuatu yang negatif yang bisa
membawa kearah instabilitas dan rasa tidak aman. Proses perubahan
manajemen yang normal seringkali berevolusi melalui yang disebut dengan
“mental phases”, diantaranya:
1. Denial, atau penolakan.
Berusaha menolak perubahan demi status quo
2. Frustration and anger, atau rasa frustasi dan amarah.
Saat kita sadar tidak mampu menghindari perubahan, akan timbul
rasa tidak aman karena kurangnya kesadaran diri.
3. Negotiation and bargaining, atau negosiasi dan tawar menawar.
Saat dimana manusia berusaha menyelamatkan apa yang tersisa
dalam dirinya.

8
4. Depression.
Saat dimana kita sadar bahwa cara-cara masa lalu tidak berfungsi
lagi di masa sekarang.
5. Acceptance.
Ketika kita menerima perubahan, dan memulai persiapan secara
mental.
6. Experimentation.
Ketika kita menemukan jalan baru, dan secara bertahap
menyingkirkan hambatan-hambatan lama.
7. Discovery and delight.
Ketika kita sadar kalau perubahan akan meningkatan kesempatan
kita di masa depan.
8. Integration and implementation

4. Peran Pemimpin dalam Perubahan


Peran pemimpin sangat diperlukan dalam suatu organisasi atau perusahaan,
khususnya perannya dalam membantu perusahaan dalam proses perubahan. Banyak
definisi mengenai kepemimpinan
Rauch & Behling (1984) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktifitas dari suatu kelompok yang sudah terorganisasi untuk mencapai
suatu tujuan.
House, dkk dalam yukl (2oo2) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan
dari seorang individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang untuk
memberikan kontribusinya guna mencapai keefektifan dan kesuksesan organisasi,
sedangkan menurut Schein (1992), kepemimpinan adalah kemampuan untuk keluar
dari budaya lama
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
proses mempengaruhi oranglain untuk merubah budaya lama ke budaya baru guna
mencapai keefektifan dan kesuksesan organisasi. Definisi tersebut menyiratkan
pentingnya sebuah budaya organisasi baru untuk membuat sebuah perubahan menjadi
sukses (Bass dalam Metclfq 2oo5). Lebih lanjug Bass menyatakan bahwa budaya
organisasi dan kepemimpinan saling berhubungan untuk mengatasi situasi sulit yang
dihadapi perusahaan dengan menjadikan pemimpin sebagai panutan (role model), dan
mengispirasi karyawan yang lain untuk berpartisipasi dalam perubahan.
Dengan kata lain, organisasi mempengaruhi kepemimpinan seperti halnya
kepemimpinan mempengaruhi budaya (Metcalfe, zooo). Bass & Avolio (1990)
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang lebih tepat untuk memimpin
perusahaan dalam proses perubahan adalah gaya kepemimpinan transformasi
(trarsformational leadership style),

9
Jika dibandingan dengan kepemimpinan transaksional (transactional leadership).
Banyak penulis yang menyamakan kepemimpinan transformational dengan
kepemimpinan karisimatik, akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan keduanya.
Greenberg (zoo3) menyatakan bahwa transformasi berada di atas kharismatik
(beyond charisma), karena pemimpin yang transformasional pasti berkarisma,
sedangkan pemimpin yang berkarisma belum tentu transformasional.
Yukl (2oo2) menyatakan bahwa pemimpin yang karismatik dan transformasional
berbeda karena pemimpin yang transfor masional akan melakukan banyak hal untuk
memberdayakan pengikutnya dan mengurangi ketergantungan karyawan kepada
pemimpinnya dengan jalan mendelegasikan wewenangnya kepada karyawan,
mengembangkan keahlian dan meningkatkan kepercayaan diri karyawan, menciptakan
tim-tim, memperbaiki komunikasi, mengurangi pengawasan-pengawasan yang tidak
diperlukar serta membangun budaya yang kuat untuk mendukung pemberdayaan.
Sedangkan pemimpin yang karismatik melakukan banyak hal untuk meningkatkan
citra (image) yang luar biasa, misalnya kesan manajemery pembatasan,informasi,
perilaku yang tidak umum, dan pengambilan resiko personal.
Kepemimpinan yang transformasional terdiri dari tiga tipe perilaku (Bass, 1985),
yaitu:
1. idealize infuence adalah perilaku yang meningkatkan emosi pengikut dan
identifikasi dengan pemimpin,
2. (2) individualized consideration adalah pemberian dukungan, dorongan, dan
bimbingan kepada pengikut
3. intellectual stimulation adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut
terhadap permasalahan-permasalahan dan mempengaruhi pengikut untuk
melihat permasalahan dengan perspektif yang baru.
Bass kemudian menambah satu lagi tipe perilaku dari kepemimpinan
transformasional (Bass & Avolio, 1990), yaitu inspirational motivational yang
merupakan perilaku untuk mengkomunikasikan visi yang akan dating menggunakan
symbol untuk menfokuskan diri pada usaha bawahan, dan memberikan contoh-contoh
perilaku yang tepat kepada pengikut.

10
B. Mengelola Perubahan

Mengelola perubahan merupakan hal yang harus dilakukan oleh pemimpin agar
perubahan yang telah direncanakan dapat berhasil sehingga mampu meningkatkan
produktivitas perusahaan. Salah satu permasalahan yang sering muncul pada proses
perubahan adalah adanya penolakan terhadap perubahan [resistant to change]. Di sinilah
peran pemimpin diperlukan untuk meyakinkan dan memotivasi para karyawan untuk
melakukan perubahan.
Cummings & Worley (2005) mengemukakan bahwa pengelolaan perubahan
terfokus pada pengidentifikasian sumber-sumber penolakan terhadap perubahan dan
mencari cara bagaimana penolakan-penolakan tadi dapat diselesaikan.
Penolakan terhadap perubahan merupakan fenomena yang timbul dalam proses
perubahan. Connor dalam Yukl (2oo2J menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan
penolakan, yaitu:
1. Ketidakpercayaan kepada orang yang mengusulkan perubahan.
Hal ini akan menyebabkan efek yang besar terhadap sumber penolakan yang
lain.
2. Kepercayaan bahwa perubahan tidak diperlukan.
Apabila orang-orang dalam organisasi merasakan bahwa cara/metode yang
selama ini mereka gunakan sudah baik, maka adanya rencana perubahan akan
membuat mereka menolak.
3. Kepercayaan bahwa perubahan tidak dapat dilakukan.
Proses perubahan yang akan dilakukan membutuhkan usaha yang besar,
sehingga perubahan yang radikal dapat menyebabkan orang meragukan
keberhasilan perubahan.
4. Ancaman ekonomi.
Perubahan yang akan dilakukan membuat karyawan merasa terancam dari segi
ekonomi, misalnya perubahan dapat menyebabkan kehilangan pendapatan
karena pemutusanhubungan kerja (PHK) atau penggantian manusia dengan
teknologi informasi, sehingga mereka kehilangan pekerjaan.
5. Perubahan biasanya berbiaya tinggi.
Walaupun perubahan biasanya membawa keuntungan besar bagi perusahaan,
tetapi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan membuat
perusahaan berfikir lebih mendalam sebelum menentukan untuk melakukan
perubahan. Dalam hal ini, perusahaan harus membandingkan biaya dan
keuntungan yang mungkin diperoleh [cost and benefit analysis]
6. Ketakutan akan kegagalan individu.
Apabila orang-orang dalam organisasi sudah terbiasa menggunakan cara/metode
lama maka rencana perubahan membuat mereka ketakutan, jika mereka tidak
bisa menggunakan cara/metode baru.

11
7. Kehilangan status dan kekuasaan.
Perubahan-perubahan besar dalam organisasi dapat menyebabkan beberapa
orang merasa terancam akan kehilangan kekuasaan dan status akibat adanya
perubahan.
8. Ancaman terhadap nilai-nilai dan cita-cita organisasi.
Adanya perubahan menyebabkan ketakutan-ketakutan akan hilangnya nilainilai
organisasi yang selama ini telah dianut oleh organisasi.
9. Penolakan akan pengaruh (Resentment of interference)
Ada beberapa orang yang menolak untuk berubah karena mereka tidak mau
dikontrol oleh orang lain.
Untuk mengelola perubahan dalam organisasi, Cummings & Worley
(2005) mengemukakan lima elemen kunci untuk memimpin perubahan. Kelima
aktivitas yang merupakan aktivitas yang memberikan kontribusi untuk
mengelola perubahan secara efektif:
1. Memotivasi perubahan
perubahan merupakan proses untuk menuju sesuatu yang baru, oleh
karena itu diperlukan komitmen yang tinggi dari anggota organisasi.
Dorongan komitmen ini memberikan dua tugas, yaitu:
a. Menciptakan kesiapan untuk melakukan perubahan
Salah satu tantangan penting dalam menyiapkan perubahan
adalah kesediaa anggota organisasi untuk melakukan
perubahan. Hal ini tidak akan terwujud apabila anggota
organisasi masih belum menyadari kebutuhan untuk berubah.
Oleh karena itu untuk membuat anggota organisasi berubah,
tentu saja peran pemimpin untuk meyakinkan dan
menjelaskan pentingnya perubahan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan melakukan benchmark.
b. Menyelesaikan penolakan terhadap perubahan
Apabila perubahan telah dilaksanakan, masalah yang
kemungkinan muncul adalah penolakan terhadap perubahan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan
perubahan yaitu (Robbins, 2003):
1. ) Komunikasi
Penolakan daPat dikurangi dengan melakukan komunikasi
yang lebih baik kepada karyawan. Dengan komunikasi yang
lebih baik, karyawan akan melihat rencana perubahan sebagai
suatu realita yang harus dilakukan. Disamping itu, salah satu
penyebab penolakan dimungkinkan karena salah informasi
atau komunikasi yang buruk dalam organisasi. Komunikasi
yang lebih baik dapat dilakukan dengan pembicaraan
langsung (face to face)
2.) PartisiPasi
Proses perubahan yang baik hendaknya melibatkan
karyawan, mulai dari proses persiapan hingga
pengimplementasian perubahan, sehingga nantinya karyawan

12
akan merasa berkepentingan untuk melakukan perubahan. Hal
ini dapat mengurangi penoiakan terhadap perubahan karena
dengan keterlibatan tersebut, karyawan merasa menjadi
bagian perubahan, dan bukan obyek perubahan.
3) Kemudahan dan Dukungan
Penolakan terhadap perubahan salah satunya disebabkan
ketakutan dari karvawan akan munculnYa cara/metode baru
yang belum mereka ketahui. Hal ini menuntut pihak
manajemen untuk mengetahui kemudahan dan dukungan
kepada karyawannya, di antaranya dengan memberikan
penyuluhan, terapi, program pelatihan-pelatihan. Program
pelatihan sangat diperlukan untuk mempersiapkan anggota
organisasi memasuki proses perubahan dan mengembangkan
kualitas sumber daya manusia perusahaan. 4) Perundingan
Apabila perubahan yang dilakukan mendapatkan
penolakan dari suatu kelompok, maka perusahaan daPat
melakukan perundingan atau negosiasi untuk mendapatkan
solusi yang saling menguntungkan bagi seluruh pihak dalam
organisasi.
5) Manipulasi dan KooPtasi
Salah satu bentuk menyelesaikan penolakan terhadap
perubahan adalah dengan manipulasi dan kooptasi.
Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi,
yang berupa penghasutan dan pemutar balikan fakta untuk
membuat fakta lebih menarik, sedangkan kooptasi merupakan
bentuk seperti penyuapan, misalkan pemberian posisi penting
dalam perubahan kepada pimpinan kelompok yang menolak
perubahan
6) Pemaksaan
Cara yang paling ekstrim untuk melakukan
menyelesaikan perubahan terhadap perubahan adalah dengan
pemaksaan, berupa pemberian ancaman kepada para penolak.
Ancaman tersebut dapat berupa ancaman pemindahan,
hilangnya promosi, evaluasi kinerja yang negatif, dan surat
rekomendasi yang buruk. Pemaksaan ini merupakan cara
terakhir yang dapat dipilih oleh manajemen, karena cara ini
dimungkinkan dapat menyulut permasalahan lain yang lebih
besar Walaupun demikian, cara itu tetap dapat menladi
alternatif apabila memang budaya organisasi yang
berkembang dalam perusahaan tersebut memang
memungkinkan untuk dilakukan
2. Menciptakan Visi
Perusahaan Yang sedang melakukan perubahan harus melakukan
analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
akan dihadapi oleh perusahaan (Ancok, 2oo3). Hasil analisis tersebut

13
akan menentukan visi baru perusahaan yang ingin dicapai dengan
perubahan.
Nanus [1992) mengemukakan bahwa visi yang jelas dan tepat
dengan kebutuhan perusahaan bermanfaat untuk:
a) menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan
menumpuk semangat kerja karyawan,
b) menumbuhkan kebermaknaan dalam kehidupan kerja
karyawan,
c) menumbuhkan standar kerja yang prima (standard of
excellenceJ,
d) menjembatani keadaan perusahaan masa sekarang dan masa
depan 3. Mengembangkan Dukungan Politis
Mengelola dinamika politis menyangkut penilaian terhadap
kekuatan agen perubahan, mengidentifikasi pihak-pihak yang paling
berkepentingan (key stakeholdersJ dalam perusahaan, dan
mempengaruhi stakeholder. Agen perubahan dapat berupa pimpinan
perusahaan maupun konsultan yang dikontrak untuk melakukan
perubahan.
Dengan memperkuat posisi agen perubahan dan mendapatkan
dukungan dari stakeholder perusahaan, maka perusahaan akan
semakin mudah untuk melakukan perubaharn karena dukungan
seluruh stakeholder perusahaan sangat mempengaruhi kelangsungan
dan kesuksesan perubahan dalam perusahaan..
3. Mengelola Transisi
Proses perubahan melewati masa transisi dari situasi saat ini
menuju situasi diharapkan dapat dicapai di masa yang akan datang.
Masa transisi tersebut membutuhkan struktur manajemen dan
aktivitas khusus (Cummings & Worley, 2oo3). Masa transisi
memerlukan aktifitas-aktifitas: 1. perencanaan aktifitas,
2. perencanaan komitmen,
3. perubahan struktur manejemen.
Ketiga aktivitas tersebut dimulai dari perencanaan aktifitas yang
akan dilakukan oleh perusahaan. Perencanaan tersebut dijelaskan
sampai hal yang paling spesifik, sehingga anggota organisasi
mempunyai arah yang jelas mengenai tujuan dan priorotas pekerjaan
yang harus dllakukan. Setelah perencanaan dilakukan, dibutuhkan
pembangunan komitmen yang kuat dari seluruh anggotq organisasi
untuk melakukan perubahan, sehingga perubahan dapat dilakukan
dengan sukses.

Kegiatan selanjutnya adalah perubahan struktur manajemen.


Masa transisi membutuhkan arahan yang jelas, sehingga perubahan
yang dihasilkan bisa sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.
Untuk itu, struktur manajemen perusahaan perlu mengakomodir
orang-orang yang dapat memobilisasi sumber daya organisasi untuk

14
berubah. Selain itu, diperlukan juga optimalisasi peran pemimpin dan
konsultan perubahan untuk mengarahkan perubahan.
4. Melanjutkan Momentum Perubahan
Setelah perubahan dilakukan oleh organisasi, perusahaan harus
senantiasa meningkatkan semangat untuk berubah, sehingga tidak
kehilangan momentum untuk terus melakukan perubahan. Hal-hal
yang dapat dilakukan untuk dapat terus berubah adalah dengan
menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
perubahan dan membangun sistem pendukung untuk agen perubahan

15
Penutup
Perubahan yang dilakukan oleh Organisasi membutuhkan perencanaan yang baik.
perencanaan perubahan tersebut hendaknya dilakukan di segala bidang organisasi agar
perubahan yang dilakukan dapat meningkatkan performance perusahaan.
Ketika organisasi tidak mampu melakukan perubahan, maka dengan sendirinya
organisasi tersebut akan tergurus dengan kompetisi global dan mengakibatkan organisasi itu
“mati”. Demi tercapainya perubahan tersebut, maka perubahan harus dikelola oleh pemimpin
atau manajer yang visioner dan transformasi agar pencapaian tujuan organisasi tidak
terganggu. Visi, misi, tujuan, dan sasaran merupakan goal yang harus dicapai. Oleh karena
itu, dalam mengelola perubahan dalam organisasi, diperlukan pemimpin-pemimpin yang
kuat, visioner dan transformasional bukan pemimpin transaksional. Sehingga, organisasi
cepat berdapatasi dengan perubahan lingkungan akan tetap survive di era kompetisi global

1
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, S. D. A. (2003). Mengelola perubahan organisasional: Isu peran kepemimpinan


transformasional dan organisasi pembelajaran dalam konteks perubahan. Jurnal siasat
bisnis, 2(8).
Darmawati, A. (2007). Mengelola Suatu Perubahan Dalam Suatu Organisasi. Jurnal Ilmu
Manajemen, 3(1).
Mantik, H. (2021). CHANGE MANAGEMENT OFFICE: MENGELOLA MASA TRANSISI
SISTEM INFORMASI PADA INDUSTRI KEUANGAN YANG BERBASIS
DIGITAL. STUDI KASUS PADA PT MITRA TRANSAKSI INDONESIA. JSI
(Jurnal sistem Informasi) Universitas Suryadarma, 6(2), 83-90.
Nugroho, K. S. (2020). CHANGE OR DIE?; BAGAIMANA MENGELOLA PERUBAHAN
DALAM ORGANISASI TETAP SURVIVE MENGHADAPI TANTANGAN
GLOBAL. Al-Ijtimai: International Journal of Government and Social Science, 6(1),
75-88.
Wahyudi, E., Hasanudin, H., Helling, L. S., & Ajusta, A. G. (2019). Management Perubahan
Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Perusahaan Menggunakan Analisis Balance
Score Card. Ekonomi & Bisnis, 18(2), 153-159.

Anda mungkin juga menyukai