Anda di halaman 1dari 10

NAMA : RIANDI

NPM : 1711011059

JURUSAN : MANAJEMEN

MATA KULIAH : PERILAKU ORGANISASI (RESUME BAB18)

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRES

Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus berubah,
maka organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak maka bersiaplah
organisasi tersebut untuk mati. Hal ini adalah konsekuensi hidup pada saat ini yang
termasuk pada zaman ketidaksinambungan, persaingan antar organisasi selalu
berubah. Ekonomi global memunculkan banyak pesaing yang datang dari berbagai
tempat. Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat berubah untuk
menghadapi persaingan, mereka akan tangkas, mampu secara cepat mengembangkan
inovasi-inovasi baru dan siap menghadapi persaingan baru. Akan tetapi perubahan
dilakukan melalui berbagai pemikiran terlebih dahulu.

Perubahan memiliki arti membuat sesuatu menjadi lain. Melakukan perubahan


haruslah dengan rencana yang matang, perubahan terencana disini maksudnya adalah
kegiatan perubahan yang sengaja dan berorientasi pada tujuan. Adapun beberapa
tujuan perubahan adalah :

1.   Perubahan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan


diri terhadap perubahan lingkungan.

2.   Perubahan mengupayakan perilaku karyawan.

Masalah Dalam Perubahan

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang
paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah
yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan. Penolakan atas
perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka
perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang
standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan
protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi
kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain
sebagainya.

Sumber penolakan atas perubahan terbagi menjadi penolakan yang dilakukan oleh


individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.

1. RESISTENSI INDIVIDUAL

Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi
sebagai sumber penolakan atas perubahan.

a.    KEBIASAAN

Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang
sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan.
Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat,
nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk
satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola
kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.

b.   RASA AMAN

Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan
akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah
cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para
pegawai.

c.    FAKTOR EKONOMI

Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurunnya
pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah
lembur.
d.   TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI

Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul
ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi
nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi
sekarang dan menolak perubahan.

e.   PERSEPSI

Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh
masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran
agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

2. RESISTENSI ORGANISASIONAL

Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak


perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin
keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling
sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir
dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau
bahkan lebih. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.

a. INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan,
struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan
stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas
terganggu.
b. FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu
bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah
maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses
kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka
perubahan sulit berjalan lancar.
c. INERSIA KELOMPOK KERJA
Meskipun individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya
potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau
sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu
tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi
lemah.
d. ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok
kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu
desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
e. ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH
MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa
dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat
menengah.
f. ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBER DAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya
dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai
ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau
pegawai kelompok kerjanya.

Mengatasi Penolakan Atas Perubahan

Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior mengusulkan enam


taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan:

1.   Pendidikan dan Komunikasi


Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari
diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam
bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.

2.   Partisipasi
Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak
sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil
keputusan

3.   Memberikan kemudahan dan dukungan

Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-
pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.   Negosiasi
Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak
yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai
kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa
memenuhi keinginan mereka

5.   Manipulasi dan kooptasi

Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memelintir (twisting)


fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan
lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada
pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.

6.   Paksaan
Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang
menentang dilakukannya perubahan.

MANAJEMEN STRES

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak sulit dan membuat
ketidakseimbangan dalam hidup. Dalam perilaku organisasi, dibutuhkan suatu
manajemen stress untuk menghadapi tuntutan yang berlebihan. Tujuan manajemen
stress untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari pada
sebelumnya. Manajemen stress akan menganalisa pengaruh stress pada kinerja dan
kemampuan berpikir seseorang.

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari
yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering
dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress,
seperti cedera, sakit atau kematian orang yang dicintai, putus cinta. Perubahan positif
juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.

Manajemen stres  adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-
orang, dan kejadian-kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan.
Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990),
dapat digolongkan sebagai berikut :

·      Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah,
suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.

·      Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,


hormone, atau gas.

·      Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang


menimbulkan penyakit.

·      Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau
sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

·      Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan


pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

·      Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal,


sosial, budaya, atau keagamaan.

Reaksi Psikologis terhadap stress

1.   Kecemasan, respon paling umum yang dirasakan dalam bentuk emosi yang sukar
digambarkan seperti kuatir, tegang, prihatin, takut, jantung berdebar, keluar keringat
dingin dan susah tidur.

2.   Kemarahan dan agresi adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap


kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap
situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi. Agresi ialah kemarahan yang
meluap-luap, dan orang melakukan tindakan kasar dengan jalan yang tidak
wajar. Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis
dan perilaku menyakiti orang.

3.   Depresi ialah keadaan yang ditandai dengan hilangnya


gairah/semangat dan disertai rasa sedih.
Ada dua pendekatan dalam manajemen stres, yaitu:

1. Pendekatan Individu

a.   Penerapan manajemen waktu

Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang tidak akan
menjadi stres. Dikarenakan setiap orang pastinya memiliki rasa lelah yang
sangat besar dan perlukan pembagian waktu untuk istirahat dan
merelaksasikan tubuh dari kepadatan jadwal kerja. Pola pembagian waktu
yang baik antar waktu bekerja, beribadah, dan waktu istirahat.

b.   Penambahan waktu olahraga

Dalam tubuh manusia diperluakan olah raga yang dapat mengatur dan
merangsang syaraf motorik dan otot-otot sehingga membuat badan kita
menjadi bugar. Ketahanan fisik yang dimiliki pun akan semakin baik. Olah
raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1 minggu sekali. Bisa dengan
joging di pagi atau di sore hari, cukup melakukan olah raga yang ringan.

c.   Pelatihan relaksasi

Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya membuat
tubuh menjadi lelah dan diperlukan relaksasi yang membantu menenangkan
tubuh yang tegang menjadi relaks. Merefresh otak yang sudah di pakai untuk
bekerja setiap hari. Cara yang ampuh dalam relaksasi bisa dengan
mendengarkan musik atau menonton film sambil bersantai. Namun ada juga
yang malakukan meditasi atau yoga.

d.   Perluasan jaringan sosial

Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan. Selain dengan


mempermudah dalam pekerjaan, dengan memiliki banyak jaringan
pertemanan juga bisa kita manfaatkan sebagi tempat berbagi dalam
memecahkan masalah yang dialami. Terkadang setiap orang hal seperti ini
sangat diperlukan sekali. Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang
saling butuh membutuhkan.
1. Pendekatan organisasional

a.   Menciptakan iklim organisasi yang mendukung

Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik


yang tinggi yang menyertakan infleksibel. Ini dapat membawa stres kerja
yang sungguh-sungguh. Strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih
desentralisasi dan organik dengan membuat keputusan partisipatif dan aliran
keputusan ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin akan
menciptakan iklim yang lebih mendukun bagi pekerja, memberikan mereka
lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin akan
mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.

b.   Penetapan tujuan yang realistis

Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik bersifat
profit maupun non profit. Namun tujuan organisasi itu harus juga bersifat real
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat dari skli yang dimiliki oleh setiap
orang anggotanya. Dengan tujuan yang jelas dan pasti tentunya juga sesuai
dengan kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai pula.
Namun sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan selalu menekan
anggotanya tanpa adanya kordinasi yang jelas stres itu akan timbul.

c.    Penyeleksian personil dan penempatan yang baik

Pada dasarnya kemampuan ilmun atau skil yang dimiliki oleh seyiap orang
mungkin akan berbede satu dengan yang lainnya. Penempatan kerja yang
sesuai dengan keahlian sangat menunjang sekali terselesaikannya suatu
pekerjaan. Penyesuaiaan penempatan yang baik dan penseleksian itu yang
sangat diperluakan suatu perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan dapat
tercapai dengan baik.

d.   Perbaikan komunikasi organisasi

Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi. Komunikasi


dapat mempermudah kerja seseorang terutama dalam team work. Sesama
anggota yang tergabung dalam satu kelompok selalu berkordinasi dan
membicarakan program yang akan dilakukan. Komunikasinya pun harus baik
dan benar. Sering sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu menempatkan
posisi dan jabatan sehingga terjadi kesalahan dalam berkomunikasi.
e.    Membuat bimbingan konseling

Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi stres. Konseling
yang dilakukan kepada psikolog yang lebih kompeten dalam masalah kejiwaan
seseorang. Psikologis seseorang terganggu sekali ketika stres itu menimpa. Rasa
yang tidak tahan dan ingin keluar dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan
menambah rasa stres yang dihadapinya. Konseling dengan psikolog sedikitnya
mungkin bisa membantu keluar dari tekanan stres. Bimbingan konseling ini bisa
dirasakan cukup dalam mengatasi stres. Konseling yang dilakukan kepada psikolog
yang lebih kompeten dalam masalah kejiwaan seseorang. Psikologis seseorang
terganggu sekali ketika stres itu menimpa. Rasa yang tidak tahan dan ingin keluar
dari tekanan-tekanan yang dirasakan tentunya akan menambah rasa stres yang
dihadapinya. Konseling dengan psikolog sedikitnya mungkin bisa membantu keluar
dari tekanan stres.

Anda mungkin juga menyukai