Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

RESISTENSI TERHADAP PERUBAHAN DAN SOLUSINYA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perubahan

Dosen Pengampu : Dr. Joko Susanto, M.I.Kom

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Rahma Dewi (0104212047)


2. Fadilah Khairunnisa Rangkuti (0104212054)
3. MHD. Habib Ansyahri SRG (0104212082)

PROGRAM STUDI MANAJAMAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan merupakan fenomena yang dihadapi oleh individu maupun organisasi.
Persaingan global, perkembangan teknologi, dan perubahan dinamis lainnya memicu
perubahan pada organisasi. Menghadapi perubahan tersebut, organisasi harus lebih
bersifat kompetitif dan fleksibel, dengan demikian melakukan sebuah perubahan
merupakan suatu keharusan bagi sebuah organisasi. Salah satu hal yang dilakukan oleh
organisasi dalam menghadapi perubahan adalah dengan mengkaji ulang kebijakan
termasuk di dalamnya terkait dengan sistem penilaian kinerja.
Lingkungan organisasi selalu bergerak, berarti tidak hanya perubahan menjadi
semakinsering, tetapi sifat perubahan menjadi semakin kompleks dan sering lebih
ekstensif. Maka respon yang dilakukan akan bervariasi tergantung situasi Untuk
mengatasi resistensi terhadap perubahan terlebih dahulu harus di kenali siapa yang
menunjukkan sikap resisten. Perlu adanya komunikasi terlebih dahulu harus di kenali
siapa yang menunjukkan sikap resisten. Perlu adanya komunikasi dua arah agar
bawahan dapat memahami manfaat dari perubahan dan atasan tahu apa yang di
harapkan bawahan.resistensi dikatakan sebagai faktor penghambat dalam organisasi
untuk melakukan perubahan, karena sikap resistensi atau sikap untuk berperilaku
bertahan ini berlawanan dengan teori perubahan dalam organisasi untuk menuju pada
perkembangan organisasi tersebut. Sementara itu yang terjadi saat ini merupakan
pengaruh dari pola pikir dan tingkat kepuasan masyarakat yang akan senantiasa
berkembang, untuk itu sebuah organisasi yang berdiri di tengah-tengah masyarakat
harus mengikuti perkembangan kebutuhan konsumen.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resistensi
Resistensi adalah aksi sesuatu tubuh menentang sesuatu, atau oposisi sosial atau
negativisme dalam mereaksi perintah, peraturan, kebijakan politik dan seterusnya.
Dalam pengertian yang lain resistensi diartikan adanya perlawanan (baik diam-diam
atau terang-terangan) terhadap suatu kebijakan yang dirilis atau diterbitkan suatu pihak.
Resisten merupakan karakteristik individu yang mencerminkan pendekatan negatif
terhadap perubahan dan kecenderungannya untuk menghindar atau menolak perubahan
yang terjadi. Resisten merupakan karakteristikindividuyangmencerminkanpendekatan
negatif terhadap perubahan dan kecenderungannya untuk menghindar atau menolak
perubahan yang terjadi. (suryadi 2008)
Istilah resistensi sering digunakan ilmu biologi untuk menyatakan ketahanan alami
tubuh terhadap pengaruuh buruk seperti racun dan kuman. Namun tidak hanya dalam
ilmu biologi saja istilah resistensi digunakan, tetapi juga dalam ilmu manajemen.
Misalnya dalam hubungannya dengan perubahan dalam organisasi. Resistensi
dikatakan sebagai faktor penghambat dalam organisasi untuk melakukan perubahan,
karena sikap resistensi atau sikap untuk berperilaku bertahan ini berlawanan dengan
sikap ingin berubah yang harus dimiliki oleh organisasi untuk menuju pada
perkembangan organisasi tersebut. (wahyuni 2018)

B. Resistensi Terhadap Perubahan


Resistensi terhadap perubahan juga diartikan sebagai sikap atau perilaku yang
mengindikasikan tidak adanya keinginan untuk mendukung atau membuat sebuah
perubahan. Resistensi atau penolakan pada perubahan pada umumnya akan terjadi
ketika ada sesuatu yang mengancam ‘nilai’ seseorang atau individu. Ancaman tersebut
bisa saja riel atau sebenarnya hanya suatu persepsi saja. Dengan kata lain, ancaman ini
bisa saja muncul dari pemahaman yang memang benar atas perubahan yang terjadi atau
sebaliknya karena ketidakpahaman atas perubahan yang terjadi.

2
Berikut adalah beberapa alasan utama orang melakukan perlawanan terhadap
perubahan.
1. Takut terhadap kemungkinan yang tidak diketahui.
Perubahan berimplikasi pada ketidakpastian, dan ketidakpastian adalah sesuatu
yang tidak memberikan kenyamanan. Ketidakpastian berarti keraguan atau
ketidaktahuan terhadap apa yang mungkin akan terjadi. Ini dapat menimbulkan rasa
takut, dan menolak perubahan menjadi tindakan yang dapat mengurangi rasa takut
itu.
2. Takut akan kegagalan.
Perubahan mungkin menuntut keterampilan dan kemampuan diluar
kapabilitasnya. Resistensi terhadap pendekatan/strategi baru kemudian muncul
karena orang mengetahui bagaimana operasionalisasinya, sementara mereka
merasa tidak memiliki keterampilan baru atau perilaku baru yang dituntut.
3. Tidak sepakat dengan kebutuhan akan perubahan.
Anggota organisasi merasa bahwa langkah yang baru adalah langkah yang salah
dan tidak masuk akal.
4. Takut kehilangan sesuatu yang bernilai baginya.
Setiap anggota organisasi tentu ingin mengetahui bagaimana dampak perubahan
pada mereka. Jika merasa yakin bahwa mereka akan kehilangan sesuatu sebagai
hasil dari penerapan perubahan, maka mereka akan menolak.
5. Enggan meninggalkan 'wilayah' yang sudah nyaman.
Seringkali orang merasa takut menuruti 'keinginan' melakukan hal baru karena
akan memaksa mereka keluar dari wilayah yang selama ini sudah nyaman.
Melakukan hal baru juga mengandung sejumlah risiko tentunya.
6. Keyakinan yang salah
Tidak sedikit orang merasa yakin bahwa segala sesuatu akan selesai dengan
sendirinya, suatu saat, tanpa melakukan apapun. Sebenarnya hal demikian sekadar
untuk memudahkan diri sendiri dan menghindar dari risiko.
7. Ketidakpahaman dan ketiadaan kepercayaan
Anggota organisasi menolak perubahan ketika mereka tidak memahami
implikasinya dan menganggap bahwa perubahan bisa jadi hanya akan lebih banyak
membebani daripada apa yang dapat diperoleh. Situasi demikian terjadi apabila
tidak ada kepercayaan antara pihak yang mengusulkan perubahan dengan para
anggota organisasi.
3
8. Ketidakberdayaan (inertia)
Setiap organisasi bisa mengalami suatu kondisi ketidakberdayaan pada
tingkatan tertentu, dan karenanya mencoba mempertahankan status quo. Perubahan
memang membutuhkan upaya, bahkan seringkali upaya yang sangat serius, dan
kelelahan pun bisa terjadi. (stephen 2008)

C. Solusi Resistensi Terhadap Perubahan


Ada tiga pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengatasi resistensi terhadap
perubahan :
1. Force change strategy.
Bahwa perubahan harus terjadi (dipaksakan) dan orang yang dapat
mengharuskan terjadinya perubahan adalah orang yang memiliki kekuasaan, yaitu
pimpinan. Ketika pimpinan yang memiliki kekuasaan formal telah memutuskan
adanya perubahan, maka anggota organisasi harus menerima perubahan tersebut.
Pendekatan ini tidak selalu buruk, jika diterapkan pada kondisi yang tepat.
2. Educative change strategy.
Yaitu mengedukasi, atau memberikan pengetahuan dan informasi tentang
perlunya suatu perubahan. Melalui edukasi, anggota organisasi diharapkan akan
memahami pentingnya perubahan sehingga merekapun akan menerima perubahan
tersebut.
3. Rational/self-interest change strategy.
Yaitu menunjukkan benefit yang akan diperoleh individu dari diterapkannya
suatu perubahan, sehingga individu tersebut dengan sendirinya akan tertarik
melakukan perubahan-perubahan. (david 2013)

Adapun beberapa solusi resistensi terhadap perubahan, yaitu sebagai berikut :


1. Komunikasi dan edukasi.
Komunikasi maupun edukasi harus dilakukan secara efektif, sehingga semangat
dan ide dibalik perubahan yang akan diterapkan dapat ditangkap oleh seluruh
anggota organisasi. Efektifitas komunikasi dapat menekan ketidakpahaman akan
pentingnya perubahan yang berujung pada penolakan. Ciptakan jalur-jalur
komunikasi yang tepat dan manfaatkan juga forum informal untuk
mensosialisasikan suatu perubahan.

4
2. Keterlibatan dan partisipasi.
Apresiasi dan penghargaan terhadap kapabilitas anggota organisasi harus terus
mendapat tempat. Karena keterlibatan dan partisipasi anggota organisasi dalam
mengadopsi maupun mengimplementasi perubahan akan memotivasi dan
mendorong semangat mereka dalam menerima perubahan itu sendiri.
3. Dukungan dan fasilitasi.
Ide perubahan tentu saja membutuhkan dukungan dan juga fasilitas yamg memadai
dari organisasi. Terus mengakomodasi untuk munculnya ide-ide baru maupun
penggodokan langkah-langkah yang diperlukan untuk pelaksanaannya, menjadi
sangat urgen. Tanpa fasilitasi, perubahan hanya sebatas ide diatas kertas dan bahkan
bisa menimbulkan kesinisan atau sikap apatis.
4. Kesepakatan dan negosiasi.
Perubahan yang akan diterapkan organisasi mustinya bukan ide satu orang atau
satu pihak saja, melainkan hasil kesepakatan dan negosiasi lintas orang, tim ataupun
fungsi. Hal ini sangat penting untuk harmonisasi dan terhindar dari konflik yang
justru akan bersifat kontraproduktif.
5. ‘Pemaksaan’.
secara eksplisit dan implisit. Pemaksaan pada suatu level tertentu seringkali
dibutuhkan. Tentu kita harus menerapkannya secara tepat dan proporsional, seperti
aturan main yang tegas tentang bagaimana perubahan akan dilaksanakan, atau
ketika terjadi kemandekan.
6. Manipulasi dan kooptasi.
Ini tentunya yang harus dihindari dalam arti yang sebenarnya. Di era yang
menuntut kesoliditasan kerjasama tim ini, manipulasi dan kooptasi justru dapat
mendorong munculnya kecurigaan atau bahkan kemarahan yang sangat
kontraproduktif. (santosa 2021)

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Resistensi dikatakan sebagai faktor penghambat dalam organisasi untuk melakukan
perubahan, karena sikap resistensi atau sikap untuk berperilaku bertahan ini berlawanan
dengan teori perubahan dalam organisasi untuk menuju pada perkembangan organisasi
tersebut. Sementara itu yang terjadi saat ini merupakan pengaruh dari pola pikir dan
tingkat kepuasan masyarakat yang akan senantiasa berkembang, untuk itu sebuah
organisasi yang berdiri di tengah-tengah masyarakat harus mengikuti perkembangan
kebutuhan konsumen.
Mind-set ataupun paradigma tentang perubahan seringkali lebih terapresiasi ketika
masih dalam tahap formulasi strategi, dan ketika ide itu diadopsi kemudian
diimplementasikan, resistensi pun muncul bahkan meskipun ketika perubahan tersebut
baru saja diusulkan.Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
resistensi terhadap perubahan merupakan sikap negatif terhadap perubahan yang terdiri
dari komponen afektif, behavioral, dan kognitif yang mencakup reaksi negatif,
perlawanan, atau kekuatan yang menghalangi atau mencegah sebuah perubahan.

B. Saran

Kami sebagai penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan yang tertulis
di dalam makalah ini. oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat membantu kami
dalam penulisan makalah yang lebih baik lagi diwaktu yang akan mendatang.
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan
membuat makalah yang semakin baik.

6
DAFTAR PUSTAKA

david. 2013. strategic management . london: prentice hall.


santosa. 2021. resistensi terhadap perubahan. yogyakarta: rajawali pers.
stephen. 2008. perilaku organisasi. jakarta: salemba empat.
suryadi, andi. 2008. "resistensi masyarakat dalam pembangunan insfrastruktur perdesaan." komunitas
vol.4, no.3.
wahyuni. 2018. "identifikasi pola psikologi komunikasi resisten dalam masyarakat." peurawi vol 1,
no1.

Anda mungkin juga menyukai