Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN DAN KEDEKATAN

DENGAN ALAM TERHADAP GANGGUAN STRES PASKA TRAUMA

THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENTAL PERCEPTION AND


CONNECTEDNESS TO NATURE AGAINST POST TRAUMATIC STRESS
DISORDERS

Harrista Adiati
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
harristapsikolog2654@gmail.com

Abstrak
Berkebun menjadi kegiatan yang populer di masa sekarang, terutama saat pandemi Covid-19.
Seiring dengan semakin berkembangnya riset terkait manfaat berkebun bagi kesejahteraan
psikologis. Ada berbagai penelitian pendahuluan mengenai berkebun yang menunjukkan manfaat
bagi manusia. Berkebun dapat membuat kondisi fisik dan psikologis menjadi lebih sehat serta
sejahtera. Hal tersebut menjadi inspirasi dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat hubungan persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam terhadap gangguan stres
paska trauma. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah
subyek sebanyak satu orang, kriteria subyek adalah anak usia 11 tahun yang didiagnosa Gangguan
Stres Paska Trauma. Metode penelitian mengunakan eksperimen kuasi. Desain penelitian yang
digunakan yaitu Single Subject Design. Analisa data menggunakan kuantitatif deskriptif. Adapun
alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Children’s Environmental Perception Scale,
Connectedness to Nature Scale (Children’s Version) dan Harvard Trauma Questionnaire (HTQ).
Didapati hasil sebagai berikut; Skor DSM IV pada HTQ dari 3,31 (mempunyai gejala Gangguan
Stres Paska Trauma) menjadi 1,25 (tidak mempunyai gejala Gangguan Stres Paska Trauma). Rata-
rata skor Children’s Environmental Perception Scale dari 3 (sedang) menjadi 4 (tinggi); Rata-rata
Skor Connectedness to Nature Scale (Children’s Version) dari 3 (rendah) menjadi 6 (tinggi). Adanya
berbagai skor tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif bahwa semakin rendah skor
Gangguan Stres Paska Trauma maka semakin tinggi skor persepsi tentang lingkungan dan kedekatan
dengan alam. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif; semakin rendah Gangguan Stres
Paska Trauma maka semakin tinggi persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam.

Kata Kunci: gangguan stres paska trauma, kedekatan dengan alam, dan persepsi tentang lingkungan.

Abstract
Gardening is a popular activity today, especially during the Covid-19 pandemic. Along with the
development of research related to the benefits of gardening for psychological well-being. There
have been various preliminary studies on gardening that show benefits for humans. Gardening can
make physical and psychological conditions healthier and more prosperous. This is the inspiration
for this research. The purpose of this study was to determine the relationship between Environmental
Perception and Connectedness to Nature of post-traumatic stress disorder. The sampling method
used was purposive sampling technique. The number of subjects was 1 person, the criteria for the
subject were children aged 11 years who were diagnosed with Post Traumatic Stress Disorder. The
research method uses a quasi-experimental. The research design used was Single Subject Design.
The data were analyzed using descriptive quantitative. The measuring instruments used were the
Children's Environmental Perception Scale questionnaire, Connectedness to Nature Scale
(Children's Version) and the Harvard Trauma Questionnaire (HTQ). It is found as follows; DSM
IVof HTQ score from 3.31 (indicative of Post-Traumatic Stress Disorder) to 1.25 (no indication of
Post-Traumatic Stress Disorder). Average Score of Children's Environmental Perception Scale from
3 (Moderate) to 4 (High); Average Score of Connectedness to Nature Scale (Children's Version)
from 3 (Low) to 6 (High). The existence of these various scores indicates that there is a negative

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 97


relationship, the lower the Post-Traumatic Stress Disorder score, the higher the perception score
about the environment and closeness to nature. It can be negative, there is a relationship; The lower
the post-stress disorder trauma, the higher the perception of the environment and closeness to
nature.

Keywords: post-traumatic stress disorder, connectedness to nature, and environmental perception

PENDAHULUAN
Di era pandemi Covid-19 ini, saat penelitian ini dibuat, imunitas tubuh menjadi
bahasan umum yang populer. Semua orang berupaya untuk meningkatkan imunitas tubuh
supaya tetap sehat dan terhindar dari Covid-19. Mulai banyak informasi yang beredar di
masyarakat mengenai alternatif kegiatan yang dapat meningkatkan imunitas tubuh, salah
satunya adalah dengan berkebun. Banyak edukasi yang disampaikan melalui media sosial
maupun media masa yang meyebutkan mengenai manfaat berkebun bagi kesehatan fisik
dan psikologis. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mendalami lebih lanjut
tentang manfaat berkebun. Pada saat yang sama, peneliti sedang mendampingi klien anak
dengan diagnosa Gangguan Stres Paska Trauma. Dengan latar belakang ini munculah
inovasi berupa meyertakan berkebun dalam intervensi psikologi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam
terhadap gangguan stres paska trauma. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil faktor
persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam dikarenakan kedua faktor tersebut
menjadi unsur penting dalam menjalankan kegiatan berkebun sebagai terapeutik, bukan
hanya berkebun saja.
Gross (2018) menyebutkan bahwa individu yang melakukan berkebun lebih sehat
dan lebih bahagia daripada individu yang tidak berkebun. Dalam psikologi berkebun,
berkebun dapat berkontribusi pada kesejahteraan psikologis. Disebutkan dalam Koay dan
Dillon (2020) bahwa berkebun dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan psikologis, daya
tahan, harga diri, optimisme dan keterbukaan. Ulrich (dalam Koay & Dillon, 2020)
menyampaikan bahwa secara biologis manusia menunjukkan respons positif pada
lingkungan yang diasosiasikan dengan bertahan hidup, seperti pohon, tumbuhan, dan air.
Respon positif ini termuat dalam psycho-physiological stress reduction framework.
Berman, Jonides, dan Kaplan (dalam Koay & Dillon, 2020) mengulas adanya peningkatan
proses kognitif ketika berinteraksi dengan lingkungan alam. Peningkatan proses kognitif
merupakan bagian dalam pemulihan kelelahan mental. Efek ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan konsentrasi dan kinerja. Paparan ke lingkungan alam lebih memulihkan
(misalnya, pemulihan fisiologis, emosional dan perhatian) daripada lingkungan perkotaan.

98 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


Dengan demikian, individu yang tidak terpapar fitur lingkungan alam akan menunjukkan
perilaku kelelahan mental.
Gross (2018) juga menjelaskan bahwa psikologi berkebun merupakan implementasi
dari kerangka dasar yaitu psikologi lingkungan. Psikologi lingkungan mempelajari
interaksi manusia dan lingkungan alam. Tokoh psikologi lingkungan, Kurt Lewin,
menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan fisik. Hal ini berarti,
perilaku manusia dan kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang baik dan
buruk serta bagaimana perilaku manusia berkontribusi pada lingkungan tersebut. Tidak ada
teori psikologis tunggal yang membahas tentang berkebun. Psikologi lingkungan
mengambil pendekatan interaktif dan kolaborasi, menggabungkan ide-ide dari berbagai
bidang, seperti psikologi sosial, dan psikologi kesehatan. Tujuannya untuk memahami
bagaimana aspek individu dan lingkungan mempengaruhi perilaku dan emosi. Dalam
penelitian ini menggabungkan dengan psikologi klinis, khususnya Cognitive Behaviour
Therapy (CBT).
Said (2003) menyampaikan bahwa taman akan sangat membantu pemulihan fisik
dan psikologis pada anak yang sedang menjalani terapi medis maupun psikologis. Terdapat
ciri-ciri taman yang mendorong pemulihan psikologis adalah bau yang nyaman, kesegaran
udara, penuh dengan cahaya matahari, alam lingkungan yang ceria, bunyi yang nyaman,
pandangan yang ceria, kebebasan bergerak.
Meneghello, Marcassa, Koch, Sgaravatti, Piccolomini, Righetto, Gianquinto dan
Orsini (2016) menyatakan bahwa taman untuk terapi ditujukan sebagai stimulus
lingkungan sensorik yang unik, seperti warna, bebauan, dan sentuhan pengalaman.
Disebutkan oleh Stigsdotter dan Grahn (2002) taman merupakan representasi dari alam,
bagian kecil dari taman, ditandai dengan adanya lantai, dinding, dan atap. Taman dalam
terapeutik mengarah pada rasa aman, selayaknya berada di dalam suatu ‘ruangan’. Hal ini
dapat dicerminkan melalui fitur taman yang mempunyai batas yang jelas, karena batas
dapat dianggap sebagai dinding luar taman. Batas taman dapat berupa dinding atau pagar,
membantu membatasi taman dari sekitarnya yang dapat memberi perasaan aman. Di dalam
tembok terdapat ruangan taman, beberapa atau hanya satu. Ruangan ini memiliki dinding,
lantai, dan langit-langit; lantainya, misalnya, bisa terdiri dari rumput atau kerikil, langit-
langit misalnya berupa rumpun pohon.
Gross (2018) menyebutkan bahwa psikolog telah mengembangkan alat ukur khusus
untuk melihat ketertarikan individu dalam berinteraksi dengan lingkungan alam. Hal ini

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 99


membuktikan bahwa peran psikolog dalam pemulihan psikologis menggunakan kegiatan
berkebun sangat penting dan signifikan.
Stigsdotter dan Grahn (2002) menyebutkan ada tiga teori dasar terkait psikologi
lingkungan kaitannya dengan pemulihan psikologis menggunakan kegiatan berkebun.
Teori pertama; efek kesehatan disebabkan oleh pengaruh pemulihan pada pusat-pusat
emosi dalam sistem limbik otak, yang disebabkan oleh lingkungan, terutama lingkungan
yang menyerupai alam dan alam liar. Teori ini beranggapan bahwa manusia sebagai
individu biologis, cocok untuk kehidupan yang dekat dengan alam. Apabila individu datang
mendekat ke lingkungan alam, tubuh tanpa disadari akan menjadi rileks. Teori kedua; efek
kesehatan disebabkan oleh pengaruh tanaman hijau pada fungsi kognitif. Alam menarik
bagi spontaneous attention; hal-hal baru di lingkungan alam tidak melelahkan bagi otak
karena tidak membutuhkan sortir dan saringan yang melibatkan tingkat konsentrasi
tinggi.Teori ketiga; efek kesehatan dapat dicapai karena taman dan alam dapat
menyeimbangkan kemampuan dan kontrol diri individu.
Grahn (dalam Stigsdotter & Grahn, 2002) menyebutkan bahwa terdapat empat level
mental power bagi setiap individu yang berkunjung ke sebuah taman atau kebun, yaitu
sebagai berikut:
Gambar 1. Tipe Mental Power Individu

Outgoing
involvement

Active
Participation

Emotional
Participation

Directed Inwards Involvement

Pengalaman dengan alam memberikan efek yang berbeda pada setiap individu,
secara lebih luas bergantung pada situasi hidup individu. Pengalaman seseorang terhadap
alam bergantung pada seberapa banyak individu mampu menyerap dari lingkungan dan
seberapa kuat kekuatan mental yang dimilikinya. Pada Gambar 1, disebutkan level 1,
Directed Inwards Involvement (diarahkan dalam deterlibatan) adalah level paling rendah,
karena mental power yang dimiliki adalah paling lemah. Pada level ini aktivitas fisik hanya

100 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


dilakukan secara pribadi, sendiri, seperti berjalan, memetik tanaman. Individu pada tahap
ini tidak suka jika diganggu dalam beraktivitas di kebun. Level 2, Emotional Participation
(partisipasi emosional). Pada level ini, individu mulai tertarik pada lingkungan sosial
sekitar dan menyukai untuk mengobservasi orang-orang yang ada di sekitar, namun belum
mempunyai kekuatan untuk terlibat aktif. Pada level ini, individu cukup mampu untuk
bersikap ramah dan berbincang sedikit dengan orang lain. Pada level 2 ini, individu tidak
cemberut dan antisosial seperti individu pada level 1. Level 3, Active Participation. Pada
level ini individu mampu menjadi bagian dalam kelompok, berkegiatan bersama dan
bekerja sama di dalam kelompok, bahkan mampu untuk menghasilkan suatu kreasi
bersama kelompok, misalnya menata ruang di taman, mengatur letak tanaman dan kegiatan
kreasi lainnya. Pada level ini individu mampu untuk memberi dan berbagi. Level 4,
Outgoing Involvement; adalah kekuatan mental yang paling kuat. Pada level ini individu
mampu mencetuskan inisiatif tentang apa yang akan dilakukannya di kebun dan
melakukannya hingga selesain tanpa bantuan dari kelompok sekitar. Pada level ini bisa saja
muncul kondisi dimana individu mampu memimpin kelompok/ orang di sekitar untuk
melakukan aktivitas berkebun.
Grahn (dalam Stigsdotter & Grahn, 2002) juga menjelaskan adanya delapan
karakter ruang taman, yaitu 1) serene (tenang). Karakter taman yang damai, hening, ada
suara angin, air, burung, insekta, tidak ada sampah, tidak perlu menyiangi, tidak terganggu
dengan orang banyak; 2) wild (liar). Pesona lingkungan alam liar, tanaman terlihat tumbuh
sendiri, terdapat lumut, bebatuan, terdapat jalan untuk lewat di kebun tersebut; 3) rich in
species (kaya spesies). Taman tersebut menyediakan berbagai varietas tanaman dan
binatang; 4) space (ruang). Taman dapat menciptakan kesan perasaan yang terkesan untuk
beristirahat dan terdapat kesan memasuki dunia yang berbeda, keutuhan, misalnya hutan;
5) the common (umum). Taman terlihat hijau, tempat terbuka untuk pemandangan, nyaman
untuk tinggal; 6) the pleasure garden. Sebuah taman yang tertutup, aman, terpencil,
individu dapat rileks dan menjadi diri sendiri, dapat bereksperimen dan bermain; 7) festive
(meriah). Suatu taman yang dapat digunakan sebagai tempat pertemuan untuk acara pesta,
perayaan dan kesenangan; 8) culture. Sebuah taman yang tempatnya mempunyai nilai
sejarah.
Menurut Grahn (dalam Stigsdotter & Grahn, 2002) karakter taman serene, space,
rich in species, culture menarik banyak orang, termasuk individu yang sedang sakit dan
membutuhkan keseimbangan dalam dirinya. Karakter taman the common dan the pleasure
garden, biasanya menarik bagi individu yang sedang stres dan rentan, termasuk individu

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 101


yang ingin mengamati orang lain yang sedang berkegiatan maupun individu yang ingin
melakukan kegiatannya sendiri di taman. Karakter taman the festive, menarik bagi individu
yang stres namun dapat menakuti orang lain.
Relasi yang tercipta antara individu dan alam tergantung pada bagaimana individu
menangkap alam dengan indera serta bagaimana secara emosional dan intelektual individu
mempertimbangkan persepsi terhadap alam tersebut. Jika individu hanya fokus pada
aktivitas di taman atau hanya mengagumi konsep desain taman, maka individu akan
kehilangan efek dari alam terhadap kesejahteraan dirinya. Perlu dilakukan upaya supaya
individu tidak kehilangan efek pemulihan dari alam yaitu individu memahami bahwa ada
saling ketergantungan antara individu dan taman (Stigsdotter & Grahn, 2002).
Proses pemulihan psikologis dengan kegiatan berkebun adalah tentang persepsi.
Sangatlah penting untuk menemukan keseimbangan antara hanya berada di kebun dengan
bekerja berkebun secara terapeutik. Hal yang penting selain itu adalah memperhatikan level
kekuatan mental (mental power) individu untuk mencapai kesejahteraan melalui kegiatan
berkebun (Stigsdotter & Grahn, 2002).
Stigsdotter dan Grahn (2003) menjelaskan bahwa aktivitas berkebun meliputi
penanaman, penjarangan tanaman, pengairan, penyiangan, penaburan, panen. Aktivitas
yang berorientasi pada alam meliputi membersihkan dan penjarangan tanaman, memasang
kotak sarang, merawat hewan yang merumput di belukar dan padang rumput. Produk dari
taman digunakan untuk memasak dan kerajinan tangan. Thompson (2018) menjelaskan
tentang kegiatan berkebun berefek positif pada pemulihan individu dengan gangguan
psikologis. Salah satu dari gangguan psikologis yang dimaksud adalah gangguan stres
paska trauma.Terapis wajib untuk mendorong klien untuk tidak hanya menikmati namun
juga melakukan kegiatan atau pekerjaan di kebun.
Salazar, Kunkle, dan Monroe (2020) menyebutkan bahwa persepsi tentang
lingkungan adalah minat individu pada alam dan sikap serta perhatian individu tentang
masalah lingkungan (kesadaran lingkungan). Salazar dkk (2020) juga menjelaskan bahwa
kedekatan dengan alam adalah sejauh mana individu merasakan rasa berkomunitas,
persamaan, kekerabatan, keterikatan, dan kepemilikan saat berinteraksi dengan alam.
Kedekatan dengan alam dapat memprediksi keterlibatan individu dalam berperilaku yang
mendukung kelestarian lingkungan. Harvey, Allison, Richard, dan Nicholas (2003)
menyatakan bahwa Cognitive Bahavior Therapy (CBT) telah terbukti efektif diterapkan
pada individu dengan Gangguan Stres Paska Trauma. Ehlers dan Clark (2010) juga
menyatakan hal yang sama bahwa CBT efektif untuk memulihkan Gangguan Stres Paska

102 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


Trauma. Peneliti tertarik untuk melihat hubungan persepsi tentang lingkungan dan
kedekatan dengan alam Gangguan Stres Paska Trauma. Adapun Gangguan Paska Trauma
diintervensi menggunakan CBT.

METODE
Metode pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah
subyek sebanyak satu orang, kriteria subyek adalah anak perempuan usia 11 tahun yang
didiagnosa Gangguan Stres Paska Trauma. Metode penelitian mengunakan eksperimen
kuasi. Desain penelitian yang digunakan yaitu Single Subject Design. Analisa data
menggunakan kuantitatif deskriptif. Adapun alat ukur yang digunakan adalah kuesioner
Harvard Trauma Questionnaire (HTQ), Children’s Environmental Perception Scale,
Connectedness to Nature Scale (Children’s Version).
HTQ adalah checklist sederhana untuk mengukur trauma, terutama mengarah pada
gangguan stres paska trauma. HTQ berisi 42 item, yang terdiri dari pilihan sama sekali
tidak pernah (skor 1) sampai sering (skor 4). Pada HTQ terdapat skor Diagnostic and
Statistical Manual IV (DSM IV) untuk menunjukkan ada atau tidak adanya gejala
Gangguan Stres Paska Trauma (Mollica, Caspi-Yavin, Bollini, Truong, Tor & Lavelle
1992).
Salazar dkk (2020) menjelaskan bahwa untuk memeriksa persepsi dan kedekatan
dengan alam pada anak dapat digunakan Children’s Environmental PerceptionsScale dan
Connectedness to Nature Scale (Children’s Version). Larson (dalam Salazar dkk, 2020)
menjelaskan bahwa Children’s Environmental Perceptions Scale merupakan kuesioner
yang berisi 16 pernyataan untuk mengukur rasa meghargai dan kepedulian terhadap alam.
Terdapat lima skala yaitu Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Ragu-Ragu, Setuju, Sangat
Setuju. Digunakan untuk usia 6-13 tahun. Children’s Environmental Perceptions Scale
mengungkap aspek persepsi tentang lingkungan khususnya eco-affinity dan eco-awareness.
Mayer dan Frantz (dalam Salazar dkk, 2020) menjelaskan bahwa Connectedness
to Nature Scale (Children’s Version) berisi 10 item untuk mengukur perasaan anak tentang
koneksi dengan alam. Digunakan untuk anak usia 10 tahun ke atas. Skalanya terdapat
rentang angka, tujuh skala; yaitu angka 1 sampai 7; 1 (sangat tidak setuju), 4 (antara setuju
atau tidak setuju), 7 (sangat setuju). Adapun aspek yang diukur dalam Connectedness to
Nature Scale (Children’s Version) menurut Mayer dan Frantz (dalam Salazar dkk, 2020)
adalah respon emosi dan respon pengalaman tentang alam yang meliputi sense of
community, equality, kinship, embeddedness dan belongingness to nature.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 103


Penelitian ini dilakukan sebanyak 6 sesi pertemuan, satu minggu satu kali sesi
pertemuan, durasi 60 menit hingga 90 menit. Adapun kegiatan terapi setiap sesi dapat
digambarkan pada tabel 1.
Tabel 1. Kegiatan terapi setiap sesi.

No Pertem Kegiatan CBT Kegiatan berkebun Tipe Respon


uan mental klien
power
1 Hari - Autoanamnesa - Berkeliling kebun
pertama dan - Paparan alam menggunakan Level 1 - Murung
Alloanamnesa indera (penglihat, pencium, - Merasa
- Penentuan pendengaran, perabaan); sedih
tujuan terapi melihat tanaman, - Menangis
- Identifikasi mendengarkan suara burung, - Hanya
masalah yang mendengarkan suara mampu
dihadapi dan gemericik air di kebun menyamp
akar - Mengamati tanaman aikan
masalahnya - Mengambil makna dari perasaaan
- Identifikasi tanaman yang diamati dan
gejala yang dikaitkan dengan masalah masalah
muncul yang dihadapi. yang
- Psikolog turut mengerjakan dihadapi
hal serupa di samping klien. secara
singkat.
- Tidak
banyak
bicara
2 Hari - Identifikasi - Paparan alam menggunakan Level 2 - Dapat
kedua distorsi kognitif indera (penglihat, pencium, menyampa
- Menyusun dan pendengaran, perabaan); ikan
menyepakati melihat tanaman, perasaan
aktivitas mendengarkan suara burung, dan
pemulihan yang mendengarkan suara permasalah
dilakukan di gemericik air di kebun an yang
rumah - Mengamati pekerja kebun dihadapi
yang sedang berkebun secara
Berkenalan dengan pekerja lebih
kebun terbuka
- Menyapu kebun - Antusias
- Membersihkan daun kering ketika
yang menempel di tanaman diajak
- Membersihkan taman dari berkebun.
debu - Ceria
- Mengamati tanaman
- Memaknai rangkaian
kegiatan berkebun yang
telah dilakukan dikaitkan
dengan masalah yang
dihadapi.

104 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


- Psikolog turut mengerjakan
hal serupa di sampaing klien.

3 Hari - Fokus pada terapi - Paparan alam menggunakan i 3 - Dapat


ketiga - Intervensi indera (penglihat, pencium, menyampa
perilaku lanjutan pendengaran, perabaan); ikan
- Pemberian melihat tanaman, perasaan
penguatan dan mendengarkan suara burung, dan
feedback atas mendengarkan suara permasalah
perubahan gemericik air di kebun an yang
perilaku klien - Menyapu kebun dihadapi
- Menyusun dan - Berinteraksi dengan pekerja secara
menyepakati kebun berupa perbincangan lebih
aktivitas tentang kebun, dan berbagi terbuka
pemulihan yang pekerjaan berkebun. - Antusias
dilakukan di - Membersihkan daun kering ketika
rumah sebagai yang menempel di tanaman diajak
tindak lanjut. - Membersihkan taman dari berkebun.
debu Ceria
- Menangkap beberapa
belalang belalang dan ulat
yang ada di kebun lalu
membuangnya ke area luar
kebun.
- Memaknai rangkaian
kegiatan berkebun yang
telah dilakukan dikaitkan
dengan masalah yang
dihadapi.
- Psikolog turut mengerjakan
hal serupa di sampaing klien.

4 Hari - Fokus pada terapi - Paparan alam menggunakan i 3 - Dapat


keempat - Intervensi indera (penglihat, pencium, menyampa
perilaku lanjutan pendengaran, perabaan); ikan
- Pemberian melihat tanaman, perasaan
penguatan dan mendengarkan suara burung, dan
feedback atas mendengarkan suara permasalah
perubahan gemericik air di kebun an yang
perilaku klien - Berinteraksi dengan pekerja dihadapi
- Menyusun dan kebun berupa perbincangan secara
menyepakati tentang kebun, dan berbagi lebih
aktivitas pekerjaan berkebun. terbuka
pemulihan yang - Relaksasi imajiner sambil - Antusias
dilakukan di mendengarkan gemericik air ketika
rumah sebagai di kebun diajak
tindak lanjut. - Menyiram bunga berkebun.
- Menanam bibit Ceria
- Memindahkan tanaman dari
media yang kurang baik ke

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 105


ke media tanam yang lebih
baik
- Membersihkan wadah
media tanam
- Membersihkan lumut
- Psikolog turut mengerjakan
hal serupa di sampaing klien.

5 Hari Pencegahan - Klien didorong untuk Level 4 - Dapat


kelima relaps dan menentukan ide tentang apa menyampa
melatih self help yang akan dilakukan di ikan
kebun. Klien juga didorong perasaan
untuk berkomunikasi dengan dan
pekerja kebun secara permasalah
mandiri tanpa bantuan an yang
psikolog. dihadapi
- Berinteraksi secara mandiri secara
dengan pekerja kebun lebih
berupa perbincangan tentang terbuka
kebun, dan berbagi - Antusias
pekerjaan berkebun. ketika
- Memindahkan tanaman dari diajak
media yang kurang baik ke berkebun.
ke media tanam yang lebih - Ceria
baik - Muncul
- Membersihkan wadah ide-ide
media tanam yang akan
- Membersihkan lumut dilakukan
- Memanen tanaman sayur klien di
- Psikolog tidak turut kebun
mengerjakan hal serupa di secara
samping klien. mandiri.
- Psikolog melakukan
kegiatan berkebun yang
berbeda dengan klien namun
masih dapat dilihat oleh
klien.
- Psikolog melakukan
observasi dari jarak jauh
kepada klien.
6 Hari Pencegahan - Klien didorong untuk Level 4 - Dapat
keenam relaps dan menentukan ide tentang apa menyampa
melatih self help yang akan dilakukan di ikan
kebun. Klien juga didorong perasaan
untuk berkomunikasi dengan dan
pekerja kebun secara permasalah
mandiri tanpa bantuan an yang
psikolog. dihadapi
- Berinteraksi secara mandiri secara
dengan pekerja kebun

106 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


berupa perbincangan tentang lebih
kebun, dan berbagi terbuka
pekerjaan berkebun. - Antusias
- Memanen tanaman sayur ketika
- Membersihkan wadah media diajak
tanam berkebun.
- Membersihkan lumut - Ceria
- Psikolog tidak turut - Muncul
mengerjakan hal serupa di ide-ide
samping klien. yang akan
- Psikolog melakukan dilakukan
kegiatan berkebun yang klien di
berbeda dengan klien namun kebun
masih dapat dilihat oleh secara
klien. mandiri.
Psikolog melakukan
observasi dari jarak jauh
kepada klien
7 Hari Pencegahan - Klien didorong untuk Level 4 - Dapat
ketujuh relaps dan menentukan ide tentang apa menyampa
melatih self help yang akan dilakukan di ikan
kebun. Klien juga didorong perasaan
untuk berkomunikasi dengan dan
pekerja kebun secara permasalah
mandiri tanpa bantuan an yang
psikolog. dihadapi
- Berinteraksi secara mandiri secara
dengan pekerja kebun lebih
berupa perbincangan tentang terbuka
kebun, dan berbagi - Antusias
pekerjaan berkebun. ketika
- Memindahkan tanaman dari diajak
media yang kurang baik ke berkebun.
ke media tanam yang lebih - Ceria
baik - Menunjuk
- Memanen tanaman sayur kan
- Psikolog tidak melakukan kemmapua
kegiatan berkebun, namun n dalam
berada di area kebun yang melakukan
dapat dilihat klien. self help
- Psikolog melakukan
observasi dari jarak jauh
kepada klien

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian ini digunakan kebun hidroponik berisi tanaman sayur dan bunga.
Jenis kebun ini termasuk pada karakter Serene, dan The Common. Hal ini sesuai dengan
pendapat Grahn (dalam Stigsdotter & Grahn, 2002) bahwa karakter taman serene dan the

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 107


common menarik banyak orang, termasuk individu yang sedang sakit, membutuhkan
keseimbangan dalam dirinya serta, individu yang sedang stres serta rentan.
Saat klien pertama kali masuk dalam area kebun tersebut, klien nampak murung,
bahkan menangis, klien menyampaikan cemas terhadap perlakuan yang akan diberikan
kepadanya. Ketika klien diajak mengitari kebun bersama terapis, klien merasa lebih tenang,
hal ini disebakan karena efek dari melihat aneka sayur, pemandangan nuansa warna hijau
dari tanaman, udara yang segar, suasana yang tidak mengancam. Perubahan suasana
perasaan ini terjadi cukup cepat sekitar 15 menit dari klien bertemu terapis lalu mengitari
kebun bersama terapis, tanpa terapis membujuk dengan upaya berlebih. Hal ini sangat
sesuai dengan pendapat Stigsdotter dan Grahn (2002) tentang tiga teori dasar terkait
psikologi lingkungan kaitannya dengan pemulihan psikologis menggunakan kegiatan
berkebun yaitu, Teori pertama; efek kesehatan disebabkan oleh pengaruh pemulihan pada
pusat-pusat emosi dalam sistem limbik otak, yang disebabkan oleh lingkungan, terutama
lingkungan yang menyerupai alam dan alam liar. Teori ini beranggapan bahwa manusia
sebagai individu biologis, cocok untuk kehidupan yang dekat dengan alam. Apabila
individu datang mendekat ke lingkungan alam, tubuh tanpa disadari akan menjadi rileks.
Perkembangan kemampuan katarsis (menyampaikan isi perasaan) klien cukup
signifikan dari sesi per sesi. Termasuk ketika klien diminta menyampaikan tentang
peristiwa traumatiknya. Klien dapat menceritakan dengan lebih rileks dan terbuka.
Demikian halnya dengan distorsi kognitif yang ada yaitu melebih-lebihkan dampak negatif
dari peristiwa yang dialaminya, klien lebih terbuka dan lebih mudah diajak untuk
membangun pemahaman baru dalam memandang peristiwa yang dialaminya. Hal ini sesuai
dengan teori kedua dari Stigsdotter dan Grahn (2002) yaitu; efek kesehatan disebabkan oleh
pengaruh tanaman hijau pada fungsi kognitif. Alam menarik bagi spontaneous attention;
hal-hal baru di lingkungan alam tidak melelahkan bagi otak karena tidak membutuhkan
sortir dan saringan yang melibatkan tingkat konsentrasi tinggi.
Afeksi yang nampak murung, sedih, dan menangis dan menyalahkan diri sendiri
akibat peristiwa traumatik yang pernah dialaminya dapat dengan lancar dan mudah untuk
ditenangkan dan dikontrol. Hal ini sesuai dengan teori ketiga dari Stigsdotter dan Grahn
(2002) yaitu; efek kesehatan dapat dicapai karena taman/kebun dan alam dapat
menyeimbangkan kemampuan dan kontrol diri individu. Dalam setiap sesi pertemuan
peneliti mengacu pada level mental power yang diungkapkan oleh Grahn dalam Stigsdotter
dan Grahn (2002) yang menyatakan terdapat empat level mental power bagi setiap individu
yang berkunjung ke sebuah taman atau kebun.

108 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


Pada pertemuan sesi pertama, klien berada dalam kondisi mental power level 1 yaitu
Directed Inwards Involvement (Diarahkan Dalam Keterlibatan). Klien sedang beradaptasi
dengan terapis, perlakuan dan juga area kebun yang digunakan.
Pada sesi kedua, klien berada dalam kondisi mental power level 2 yaitu, emotional
participation (partisipasi emosional). Pada level ini, individu mulai tertarik pada
lingkungan sosial sekitar dan menyukai untuk mengobservasi orang-orang yang ada di
sekitar, namun belum mempunyai kekuatan untuk terlibat aktif. Hal ini ditandai dengan
klien mulai mau untuk diajak bekerja di dalam kebun dan berkenalan dengan pekerja kebun,
interaksi belum terlalu aktif, namun demikian setelah beraktivitas bekerja di dalam kebun
klien menyampaikan perasaan senang dan antusiasme dalam mengerjakan tugas berkebun.
Klien nampak lebih terbuka dalam katarsis.
Pada sesi pertemuan ketiga, kondisi klien sudah mulai mau berinteraksi lebih aktif
dengan pekerja kebun, berkomunikasi dan bekerja sama dengan pekerja kebun dalam
melakukan pekerjaan kebun. Klien mulai banyak bertanya tentang tanaman yang adadi
kebun, dan nampak antusias dalam berkegiatan dan katarsis. Mental power level ketiga
merupakan active participation. Pada level ini individu mampu menjadi bagian dalam
kelompok, berkegiatan bersama dan bekerja sama di dalam kelompok, bahkan mampu
untuk menghasilkan suatu kreasi bersama kelompok, misalnya menata ruang di taman,
mengatur letak tanaman dan kegiatan kreasi lainnya. Pada level ini individu mampu untuk
memberi dan berbagi. Kondisi ini dipertahankan oleh terapis pada pertemuan sesi keempat.
Pada sesi pertemuan kelima, terapis mencoba untuk mengajak klien masuk ke level
empat. Mental power keempat merupakan outgoing involvement; adalah kekuatan mental
yang paling kuat. Pada level ini individu mampu mencetuskan inisiatif tentang apa yang
akan dilakukannya di kebun dan melakukannya hingga selesain tanpa bantuan dari
kelompok sekitar. Saat sesi ini terapis bertanya kepada klien tentang apa yang akan
dilakukannya di kebun saat ini, terapis menyampaikan bahwa klein boleh untuk
menyampaikan idenya. Klien menaggapi dengan antusias, dan daapt memunculkan ide
tentang apa saja yang akan dilakukannya di kebun saat itu. Waktu itu klien memutuskan
untuk berinteraksi lebih dekat dengan para pekerja kebun sambil menanam bibit.
Sementara klien berkebun, terapis tidak berada disamping atau di dekat klien seperti sesi-
sesi sebelumnya. Pada level empat ini, terapis berada di sudut kebun yang agak jauh dari
klien berada namun masih dapat terlihat oleh klien. Terapis mulai mengambil jarak dengan
klien tujuannya adalah supaya klien semakin terdorong dan tumbuh rasa kepercayaan diri
dalam kegiatan berkebun dan dalam menyalurkan idenya. Hal ini sangat mendorong klien

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 109


untuk mampu mencapai mental power level empat. Saat melaksanakan sesi ini, sesekali
klien melihat ke arah terapis. Lalu, terapis memberikan acungan jempol dari jauh tanda
bahwa terapis tetap memberi dukungan kepada klien meskipun dari jauh. hal ini dilanjutkan
pada sesi pertemuan ke enam dan tujuh sebagai akhir dari intervensi. Di sesi pertemuan
ketujuh, dilakukan penguatan dan closing kepada klien untuk berdaya dalam meningkatkan
kesejahteraan psikologis yang didapatkan selama intervensi ini.
Dilakukan pula penyampaian hasil intervensi dari setiap sesi kepada orangtua klien
pada sesi pertama, sesi kedua, sesi ketiga, dan sesi ketujuh. Hal ini bertujuan agar orangtua
mengerti tentang aktivitas dan respon klien selama masa intervensi menggunakan kegiatan
berkebun dan dukungan yang perlu dilakukan oleh orangtua di rumah serta supaya
mencegah relaps (gejala muncul kembali).
Didapati hasil sebagai berikut; Skor DSM IV pada HTQ dari 3,31 (mempunyai gejala
Gangguan Stres Paska Trauma) menjadi 1,25 (tidak mempunyai gejala Gangguan Stres
Paska Trauma). Rata-rata skor Children’s Environmental Perception Scale dari 3 (Sedang)
menjadi 4 (Tinggi); rata-rata skor Connectedness to Nature Scale (Children’s Version) dari
3 (Rendah) menjadi 6 (Tinggi). Adanya berbagai skor tersebut menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif bahwa semakin rendah skor Gangguan Stres Paska Trauma
maka semakin tinggi skor persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Stigsdotter dan Grahn (2002) bahwa persepsi dalam berkegiatan
berkebun membantu pemulihan psikologis. Demikian halnya dengan level kekuatan mental
(mental power) individu melalui kegiatan berkebun dapat mencapai kesejahteraan
psikologis. Sesuai pula dengan pendapat Said (2003) bahwa kebun maupun taman dapat
membantu pemulihan fisik dan psikologis.
Dalam penelitian ini digunakan teknik CBT yang disertai dengan upaya
meningkatkan mental power dengan kegiatan berkebun, yang berdampak pada persepsi dan
kedekatan terahadap lingkungan semakin meningkat dari setiap sesi pertemuan. Perlakuan
ini dilakukan secara simultan dan kontinyu sehingga menciptakan dampak positif dari
terapeutik. Rangkaian perlakuan ini disebut oleh peneliti sebagai garden therapy. Di akhir
penelitian, peneliti merangkum definisi dari garden therapy sesuai dengan pengalaman
peneliti dalam melakukan penelitian ini, yaitu, suatu upaya pemulihan psikologis dengan
menerapkan teknik intervensi psikologi (salah satunya CBT) secara kontinyu dan simultan
yang dipadukan dengan upaya peningkatan mental power menggunakan kegiatan berkebun
yang berdampak pada peningkatan persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan
alam yang lebih baik. Peneliti juga mendapatkan pemahaman baru dari pengalaman

110 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY


melakukan penelitian ini, yaitu, garden therapy bukanlah suatu tempat, namun suatu upaya
pemulihan psikologis (psychological healing). Oleh karena itu tempat dimana dilaksanakan
garden therapy dapat disebut sebagai healing garden (taman/ kebun yang digunakan untuk
penyembuhan psikologis).

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif; semakin rendah skor
Gangguan Stres Paska Trauma maka semakin tinggi skor persepsi tentang lingkungan dan
kedekatan dengan alam. Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan berkebun ini dapat
disertakan dalam pemberian CBT pada klien anak dengan Gangguan Stres Paska Trauma.
Di akhir penelitian ini, peneliti juga menyimpulkan bahwa terdapat rangkaian
kegiatan yang bersifat terapeutik, yaitu: meningkatkan persepsi tentang lingkungan,
meningkatkan kedekatan dengan alam, dan meningkatkan level mental power yang semua
kegiatan tersebut disajikan kepada klien menggunakan intervensi psikologi klinis, dalam
penelitian ini menggunakan CBT serta dilakukan secara simultan; dapat disebut sebagai
Garden Therapy.
Hal lain, yang peneliti temukan adalah dalam penelitian ini digunakan istilah garden
therapy bukan healing garden, karena garden therapy berfokus pada teknik yang digunakan
dalam proses terapeutik menggunakan kegiatan berkebun oleh karena itu membutuhkan
terapis dalam proses pemulihan psikologis dalam hal ini adalah psikolog klinis; sementara
healing garden adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tempat taman atau kebun
itu sendiri.
Alam dalam hal ini kebun atau taman, merupakan hal yang menarik untuk diteliti,
terutama kaitannya dalam pemulihan psikologis dan dalam upaya peningkatan
kesejahteraan individu. Saran bagi peneliti selanjutnya perlu dikembangkan mengenai efek
alam dan manfaat berkebun secara terapeutik terhadap manusia. Diperlukan pula penelitian
mengenai adaptasi alat ukur persepsi tentang lingkungan dan kedekatan dengan alam.
Diharapkan dengan adanya penelitian berkelanjutan mengenai manfaat berkebun dapat
menambah khasanah literatur garden therapy sebagai inovasi dalam pemulihan gangguan
psikologis.

DAFTAR PUSTAKA
Ehlers, A. & Clark, D.M, Hackmann, A., Grey, N., Liness, S., Wild, J., & McManus, F.
(2010). Intensive cognitive therapy for ptsd : A feasibility study. British association

PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY | 111


for behavioral and cognitive psychotherapies. Journal of Behavioral and Cognitive
Psychotherapy, 38(4):383-398. doi:10.1017/S1352465810000214.

Gross, H. (2018). The psychology of gardening. New York: Routledge.

Harvey, Allison., Richard A.B., & Nicholas, T. (2003). Cognitive behaviour therapy for
post traumatic stress disorder. Pergamon: Clinical Psychology Review.

Koay, W.I. & Dillon, D. (2020). Community gardening: stress, well-being, and resilience
potentials. International Journal of Environmental Research and Public Health 17
(6740), 1-31.

Meneghello, F., Marcassa, G., Koch, I., Sgaravatti, P., Piccolomini, B., Righetto, C.,
Gianquinto, G.P. & Orsini, F. (2016). Garden therapy in neurorehabilitation: Well-
being and skills improvement. ISHS Acta Horticulture 112,.51-58. doi:
10.17660/ActaHortic.2016.1121.3

Mollica, R.F., Caspi-Yavin, Y., Bollini, P., Truong, T., Tor, S. & Lavelle, J. (1992). The
harvard trauma questionnaire: Validating a cross-cultural instrument for measuring
torture, trauma, post traumatic stress disorder in indochinese refugees. Journal of
Nervous and Mental Disease, 180(2), 111-116. doi:10.1097/00005053-199202000-
00008.

Said, I. (2003). Therapeutic effects of garden: Preference of ill children towards garden
over ward in malaysian hospital environment. Universiti teknologi Malaysia. Jurnal
Teknologi 38(B), 55–68

Salazar, G., Kunkle,K., & Monroe, M.C. (2020). Practitioner guide to assesing connection
to nature. Washington DC: North American Association for Environmental
Education.

Stigsdotter, U.A. & Grahn, P. (2002). What makes a garden a healing garden?. Journal of
Therapeutic Horticulture 13, 60-69.

Stigsdotter, U.A.& Grahn, P. (2003). Experiencing a garden: A healing garden for people
suffering from burnout diseases. Journal of Therapeutic Horticulture. American
Horticultural Therapy Association XVI, 38-49.

Thompson, R. (2018). Gardening for health : A regular dose of gardening. Royal college
of physicians. Journal of Clinical Medicine 18(3), 201-205.

112 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL 2021 FAKULTAS PSIKOLOGI UMBY

Anda mungkin juga menyukai