Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fokus dari promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan adalah perilaku
kesehatan. Hal ini termasuk dalam setiap definisi promosi dan pendidikan kesehatan
dan merupakan komponen penting hampir di semua penelitian pada strategi intervensi
pendidikan kesehatan. Tugas dari promosi dan pendidikan kesehatan adalah untuk
memahami perilaku kesehatan dan merubah pengetahuan tentang perilaku yang ada
menjadi strategi yang berguna dalam meningkatkan kesehatan.
Dalam konsep perilaku kesehatan, terdapat berbagai teori-teori yang
mendasarinya, yaitu helath belief model, theory of reason action, social cognitif
theory, trans theoritical model, domino theory, theory accident, theory ramsey, human
factor theory dan twist chist theory model, behavior by safety, dan model of safety
culture.
Pada teori sosial kognitif, dijelaskan mengenai tingkah laku manusia dari segi
hubungan timbale balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku,
dan faktor lingkungan. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang
saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977). Dalam teori ini, digunakan
penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif
internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Di samping itu,
pandangan dalam teori sosial kognitif tidak didorong oleh rainforcement dari dalam
dan juga tidak berasal oleh stimulus-stimulus lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, permasalahan yang diambil, yaitu:
 Deskripsi teori sosial kognitif
 Sejarah munculnya teori sosial kognitif
 Konsep teori sosial kognitif
 Contoh kasus dari teori tersebut
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
 Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dan Perilaku K3
 Mengetahui tentang deskripsi, sejarah singkat, konsep teori dan contoh
kasus dari teori sosial kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat dari Teori Sosial Kognitif


Teori sosial kognitif terbentuk dalam cakupan yang luas dari konsep teori dan telah di
realisasikan di beberapa bidang. Miller dan Dollart (1941) dengan jelas
memperkenalkan apa yang mereka sebut dengan teori pembelajaran sosial yang
menjelaskan tentang peniruan perilaku hewan dan manusia. Konsep teori
pembelajaran sosial didasarkan pada prinsip pembelajaran klasik dan ide motivasi dari
Hull (1943). Teori pembelajaran menjelaskan mekanisme dari perilaku.
Rotter pertama kali mengaplikasikan prinsip pembelajaran sosial pada psikologi
klinik (1954). Pada tahun 1962, Albert Bandura menerbitkan sebuah artikel tentang
pembelajaran sosial dan tiruannya. Bandura dan Walters (1963) mengusulkan bahwa
anak-anak dapat menyaksikan anak-anak lain untuk belajar perilaku baru dan tidak
membutuhkan hadiah secara langsung. Jadi, seorang anak belajar dengan cara
mengobservasi perilaku anak-anak lain dan menghargai pemberian orang lain. Pada
tahun 1969 Bandura mendeskripsikan dasar konsepsual untuk perubahan perilaku
dengan menegaskan pada teori pembelajaran tradisional.
Mischel (1973) mengusulkan pertama kali gagasan kognitif yang membentuk sebuah
dasar kognitif untuk teori sosial kognitif. Stokols (1975) mengaplikasikan konsep
pembelajaran observasi pada penurunan risiko penyakit cardiovaskuler. Pada tahun
1977 Bandura menyatakan sanggahannya terhadap prinsip teori pembelajaran
2.2 Definisi
Teori kognitif sosial merupakan salah satu teori perilaku kesehatan yang
dikembangkan oleh Albert Bandura pada tahun 1963, tidak saja memperhatikan faktor
individual tetapi juga memperhatikan faktor sosial dan lingkungan. Menurut Bandura,
perilaku seseorang dapat dijelaskan melalui hubungan tiga faktor yang satu sama
lainnya saling menentukan (triadic reciprocity). Prinsip dasar dari teori ini adalah
adanya pengaruh timbal balik (reciprocal determinism)pada tiga faktor yang ada,
yaitu individu, lingkungan dan perilaku. Teori ini mencoba menggambarkan antara
faktor pribadi, lingkungan dan perilaku mempunyai interaksi yang bersifat dinamis
dan berkesinambungan dan juga bersifat timbal balik, dimana perubahan pada satu
faktor akan mempengaruhi perubahan pada dua faktor lainnya.
Bandura menguraikan bahwa individu atau pribadi memiliki suatu
kemampuan dasar manusiawi yang bersifat kognitif. Suatu pribadi akan memiliki
karakteristik tertentu, antara lain aspek emosi, kemampuan bertindak, keyakinan,
harapan, mengatur diri, kemampuan belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor
lingkungan juga memiliki karakteristik tersendiri, seperti misalnya karakteristik fisik,
sosial, budaya, politis.
2.3 Konsep Teori Sosial Kognitif
Michel (1973) dan Bandura (1977b, 1986) merumuskan sejumlah konsep teori sosial
kognitif yang penting pada pemahaman dan intervensi dalam perilaku kesehatan.
Reciprocal Determinism
Pada teori sosial kognitif, perilaku bersifat dinamis. Tergantung pada aspek
lingkungan dan manusia dimana semuanya saling mempengaruhi satu sama lain.
Interaksi ini berlanjut antara karakteristik manusia, perilaku manusia dan lingkungan
dimana perilaku ditunjukkan yang disebut pengaruh timbal balik (reciprocal
determinism). Perilaku ini bukanlah hasil sederhana dari lingkungan dan manusia
dimana lingkungan bukanlah hasil sederhana dari manusia dan perilaku. Bahkan, tiga
komponen ini berinteraksi secara terus menerus. Sebuah perubahan pada satu
komponen akan berakibat pada komponen lainnya (Bandura, 1978, 1986). Reciprocal
determinism menjadi bagian dari prinsip atau postulate dari teori sosial kognitif.dan
tidak diajukan untuk tes empiris.
Lingkungan dan Situasi
Istilah lingkungan berkenaan dengan sebuah gagasan objektif dari semua faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku seseorang tetapi merupakan faktor eksternal. Contoh
dari lingkungan sosial termasuk anggota keluarga, teman, rekan di tempat kerja atau
di ruang kelas. Lingkungan fisik termasuk diantaranya ukuran ruangan, temperature
sekitar atau tersedianya makanan tertentu. Istilah situasi berhubungan dengan kognitif
atau mewakili keadaan mental dari lingkungan (seperti kenyataan, penyimpangan atau
faktor imajinasi) yang mungkin mempengaruhi perilaku seseorang. Situasi ini
merupakan tanggapan seseorang terhadap lingkungan dan termasuk juga tempat,
waktu, ciri fisik, aktivitas, partisipan dan peran dirinya sendiri dalam situasi.
Korespondensi dari konsep ini terhadap gagasan Lewin semasa hidupnya (1942-1951)
atau ide microsystem Bronvenbrenner (1977). Lingkungan dan situasi memberikan
suatu kerangka ekologis untuk pemahaman perilaku (Parraga 1990).
Di satu sisi, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku tanpa disadari manusia (Moos,
1976). Sebagai contoh, jika buah-buahan dan sayur-sayuran segar banyak disukai
disediakan dalam lingkungan anak-anak, anak-anak mungkin akan belajar
memasukkan makanan itu pada menu sehari-harinya. Bagaimanapun, ketika
seseorang tidak sadar memiliki kesempatan penting dalam lingkungan, pengaruh
lingkungan terhadap perilaku akan terbatas secara korespondensi. Di sisi lain, keadaan
ini memandu dan membatasi pikiran serta perilaku. Sebagai contoh, keadaan sosial
dan keadaan fisik dapat memberikan isyarat mengenai jenis perilaku yang tepat
(Rotter, 1955).
Karakteristik lingkungan biasanya merupakan hasil dari interaksi perilaku dan
personal antar manusia. Pola kebiasaan interaksi antara anggota keluarga merupakan
sebuah aspek dari lingkungan: emergeni family characteristics (Barranowski, 1996).
Sebagai contoh, ketika kebiasaan interaksi keluarga diidentifikasikan sebagai konflik,
jika dan bagaimana anggota keluarga mencari informasi atau bantuan dari orang lain
akan berubah secara konstan dari interaksi sebagai bentuk dukungan. Dalam konsep
ini, perilaku merupakan sebuah fungsi dari lingkungan yang anggota keluarga saling
berbagi serta perilaku dan karakteristik personal mereka dimana semua fungsi berada
diantara lingkungan yang luas. Oleh karena itu, pola makan anak-anak terhadap
makanan tertentu merupakan bagian dari hasil pilihan anak-anak terhadap makanan
tersebut (Domel dkk, 1993b), makanan yang tersedia dirumah dan cepat disajikan
oleh orang tua (Iannotti, O’Brien, dan Spillman, 1994).
Lingkungan telah menjadi sesuatu yang penting dalam perubahan perilaku sehat.
Kebijakan negara dan di tempat kerja mengenai larangan merokok telah ditingkatkan
dalam hal pencegahan dan penghentian penggunaan rokok (Biener, Abrams, Follick,
dan Dean, 1989). Tidak tersedianya makanan yang seharusnya ada dalam rumah
membatasi peningkatan konsumsi mereka (Kirby dkk, 1995). Modifikasi makanan
pada kantin sekolah meningkatkan konsumsi murid terhadap daging rendah kalori
(Simons-Morton dkk, 1991). Tabel 1 mengidentifikasikan kategori umum dari
lingkungan, kemungkinan besar karakteristik fisik dan sosial mereka, dan kategori
penggambaran kesiapan dari pengaruh dalam perilaku sehat. Organisasi dan
karakteristik suasana keluarga merupakan komponen-komponen yang kontekstual
yang layak dimana pengaruh lain dapat mempengaruhi perilaku.
Observational Learning
Lingkungan merupakan bagian yang penting dalam teori sosial kognitif karena
menyediakan models untuk perilaku. Seseorang dapat belajar dari orang lain tidak
hanya dari menerima penguatan dari mereka tetapi juga pengamatan mereka.
Observational learning terpikir ketika seseorang menyaksikan tindakan orang lain dan
kekuatan yang diterima seseorang. Proses ini juga disebut penghargaan pada diri
sendiri (vicarious reward) atau pengalaman diri sendiri (vicarious experience)
(Bandura, 1972, 1986).
Observational learning merupakan pendekatan yang lebih efisien daripada operant
learning untuk mempelajari perilaku yang kompleks. Pada pendekatan operant,
seseorang harus memperlihatkan sebuah perilaku yang dikuatkan setelahnya. Melalui
proses percobaan dan kesalahan, seseorang melanjutkan untuk memperlihatkan
perilakunya yang mendekati sesuatu yang diinginkannya. Percobaan dan kesalahan
adalah proses yang tidak efisien. Dalam observational learning, pengamat tidak perlu
melalui proses yang membutuhkan waktu dan dalam keadaan yang tidak tentu.
Bahkan, pelajar menemukan aturan yang mencatat perilaku lainnya dengan
pengamatan dan kekuatan yang diterima pada perilaku mereka. Seseorang belajar
dengan tepat dari pengamatan perilaku kesuksesan dan kesalahan orang lain. Banyak
tipe dari perilaku yang dapat dipelajari selama observational learning (Bandura dan
Walters, 1963; Bandura, 1972, 1986). Proses pencatatan ini untuk mengetahui pola
perilaku umu yang dimiliki anggota keluarga. Anak-anak mengamati orang tua
mereka ketika mereka makan, merokok, minum dan menggunakan sabuk pengaman,
dan mereka melihat berbagai jenis penghargaan atau hukuman yang diberikan orang
tua untuk aktivitas ini. Beberapa anak-anak mengamati anak-anak lain yang merokok
di sekolah dan hukuman yang diterima perokok. Jika perokok mendapat respon
dimana peneliti menyadari hukuman (dukungan dari teman sebaya atau gambaran
yang diinginkan), pengamat menjadi lebih suka untuk merokok.
Behavioral Capability
Perilaku sangat kompleks dan dapat dilihat dari banyak level (Frederiksen, Martin,
dan Webster, 1979), dari pemilihan makanan, memakan makanan yang spesifik,
mengambil sejumlah makanan ke dalam mulut, sebagai contoh pendidik kesehatan
harus menentukan dengan jelas perilaku target. Konsep behavioral capability
menegaskan bahwa jika seseorang memperlihatkan satu perilaku khusus, dia harus
tahu apakah perilaku ini (pengetahuan dari perilaku) dan bagaimana
memperlihatkannya (keterampilan). Konsep behavioral capability membolehkan
perbedaan antara belajar dan penampilan karena sebuah tugas dapat dipelajari tidak
ditampilkan, sebaliknya menunjukkan pembelajaran. Behavioral capability
merupakan hasil dari latihan individu, kemampuan kapasitas intelektual, dan gaya
pembelajaran. Teknik kemampuan
disebut mastery learning yang memberikan pengetahuan kognitif dari apa yang
ditampilkan, latihan untuk menampilkan suatu aktivitasnya dan umpan balik untuk
mendapatkan penampilan yang baik sampai dengan orang tersebut menampilkan
perilaku pada tingkat yang dapat diterima (Block, 1971).
Reinforcement
Reinforcement merupakan konsep utama dalam bentuk operant dari teori
pembelajaran. Positif reinforcement atau penghargaan merupakaan respon perlaku
seseorang yang meningkatkan kemungkinan dimana perilaku akan berulang. Dalam
teori operant tradisional reinforcement bekerja dengan cara mekanisme yang tidak
dikenal untuk mempengaruhi perilaku. Sebagai contoh, pemberian masukan yang
positif (“Nice job!”) akan meningkatkan kemungkinan seseorang akan mengulangi
perilaku yang baik, khususnya jika seseorang menilai opini komentator. Negatif
reinforcement juga meningkatkan kemungkinan suatu perilaku tetapi melalui
penarikan kembali stimulus negatif perilaku yang diingkan ditampilkan. Sebagai
contoh, merokok merupakan penguatan negatif karena inhalasi nikotin memindahkan
efek negatif (depresi, kegelisahan dan kemarahan), dan permohonan. Hukuman dapat
mengurangi kemungkinan suatu perilaku akan ditampilkan dalam situasi dimana
seseorang berharap menerima hukuman tetapi tidak dalam situasi yang lain. latihan
diantara anak-anak obesitas akan meningkat dengan adanya perilaku penguat aktif
pada perilaku sebelumnya (Epstein, Saelens, dan O’Brien, 1995).
Teori sosial kognitif terbagi dalam tiga tipe reinforcement, yaitu: penguat secara
langsung (direct reinforcement, seperti dalam kondisi operan), penguatan yang
dialami orang lain (vicarious reinforcement, seperti dalam observational learning),
dan penguatan dari dalam diri sendiri (seperti dalam self-control). Selanjutnya, teori
sosial kognitif membagi jenis-jenis reinforcement ke dalam reinforcement eksternal
(atau ekstrinsik) dan reinforcement internal (atau intrinsik) (Lepper dan Green, 1978).
Reinforcement eksternal adalah kejadian dari suatu peristiwa atau tindakan yang
diketahui untuk memiliki nilai reinforcement yang dapat diramalkan. Reinforcement
internal adalah pengalamanan pribadi seseorang atau persepsi dimana suatu peristiwa
memiliki beberapa nilai. Reinforcement internal mencatat untuk perilaku yang tidak
diperkuat secara eksternal atau bahkan negatif diperkuat secara eksternal. Sebagai
contoh, seseorang memilih untuk mengembalikan uang kembalian $10 yang salah
diterimanya, karena ini merupakan sesuatu tindakan yang benar, meskipun $10 ini
dapat memenuhi beberapa keinginan pribadi, reinforcement eksternal. Program
pendidikan yang pada hakekatnya memperkuat hasil di beberapa pembelajaran,
ingatan, dan perhatian dalam pokok permasalahan (Lepper dan Cordova, 1992).
Partisipan yang melaporkan bahwa jika motivasi intrinsik lebih tinggi daripada
ekstrinsik maka kemungkinan besar akan lebih mudah menjauhi rokok (Curry,
Wagner, dan Grothaus, 1990).
Perbedaan antara mekanisme hukuman terutama sekali penting dalam suatu
istilah yang dikenal dengan overjustification effect. Jika seseorang diberikan hukuman
untuk tugas yang menarik secara intrinsik, dia mungkin akan mengetahui bahwa
tugas tersebut menjadi kurang menarik secara intrinsik di kemudian hari (Lepper dan
Green, 1978). Oleh sebab itu, jika seseorang yang biasanya menyukai jogging dibayar
untuk jogging selama seminggu, dia mungkin akan menyadari bahwa jogging menjadi
tidak sama menyenangkannya lagi seperti sebelum pembayaran diberikan. Penelitian
menunjukkan bahwa beberapa paksaan eksternal membebankan pada perilaku yang
mungkin mengurangi tingkat motivasi internal (Lepper dan Green, 1978). Pelaksanan
dapat menggunakan hukuman eksternal untuk perilaku yang merupakan bagian dari
program perubahan perilaku, sebagai contoh memelihara makanan sehari-hari dimana
dapat dihentikan di akhir program sementara mereka menegaskan hukuman intrinsik
dari perilaku berubah sengan sendirinya (Perry, 1988).
Outcome Expectation
Outcome expectation adalah aspek perilaku yang sudah ada lebih dulu dimana
Bandura menyebutnya perilaku antecedent determinants. Seseorang belajar bahwa
kejadian-kejadian tertentu kemungkinan besar menimbulkan respon pada perilakunya
dalam kondisi tertentu dan kemudian berharap terjadi ketika keadaan tersebut muncul
lagi. Untuk perilaku yang tidak termasuk dalam kebiasaan, orang-orang
mengantisipasi beberapa aspek dari keadaan dimana kemungkinan perilaku dilakukan,
berkembang, dan pengujian strategi yang berhubungan dengan keadaan dan antisipasi
apa yang akan mungkin terjadi sebagai hasil dari perilaku mereka pada keadaan
tersebut. Pada keadaan seperti itu, orang-orang mengembangkan ekspektasinya
mengenai keadaan dan ekspektasi untuk hasil dari perilaku mereka sebelum mereka
benar-benar mengalami keadaan tersebut. Pada kasus yang paling banyak, perilaku
yang sudah ada lebih dulu mengurangi kegelisahan mereka dan meningkatkan
kemapuan mereka untuk mengendalikan situasi.
Ekspektasi dipelajari dalam empat cara:
- Pengalaman sebelumnya dalam situasi yang hampir sama
(performing attainment)
- Observasi lain dalam situasi yang hampir sama (vicarious
experience)
- Mendengar situasi yang hampir sama dari orang lain atau
kepercayaan sosial
- Respon emosional atau psikologi perilaku (physiological arousal)
Pencegahan merokok pada remaja memberikan contoh bagaimana ekspektasi
dapat berkembang dan berubah. Secara umum, remaja belajar menduga-duga dari
iklan, kawan orang yang lebih tua darinya, atau mencontoh dari peranan orang dewasa
bahwa merokok dapat menjadi menyenangkan atau pengalaman yang menarik atau
dia dapat mencapai kedewasaan atau bahkan penampilan yang lebih menarik dengan
merokok. Pendekatan ini telah berhasil dalam menangulangi bahaya merokok (Flay,
1985). Hal ini berhasil karena konsekuensi sosial negatif (akibat negatif ekspektasi)
untuk remaja yang lebih muda, hal ini telah berubah.
Outcome Expectancies
Outcome expectancies (disebut incentives oleh Bandura, 1997b, 1996) berbeda
dengan harapan (expectation) dimana ekspetasi (expectancies) merupakan nilai
dimana seseorang bertempat pada hasil tertentu. Ekspetasi memiliki besaran, nilai
kuantitatif bisa positif atau negatif dan biasanya mewakili dalam suatu rangkaian dari
-1 sampai +1. Ekspektasi mempengaruhi perilaku menurut pada prinsip hedonic, yaitu
jika semua barang adalah sama, seseorang akan memilih untuk melakukan aktivitas
yang maksimum hasilnya positif atau minimal hasilnya negatif. Mischel (1973)
mengusulkan bahwa ekspektasi menjelaskan kondisi klasik. Sebagai contoh, ketika
mengajar kemampuan mengurangi berat badan pada orang dewasa yang kelebihan
berat badan, salah satunya mungkin dibutuhkan untuk menolong orang tersebut
menggantikan hasil positif dari komsumsi makanan dengan hasil yang negatif.
Harapan positif seseorang akan bisa menafsirkan secepatnya dalam beberapa
proyek membentuk perubahan dalam perilaku sehat, agar dapat mengidentifikasi
motivator untuk perilaku tersebut. Beberapa peneliti telah mengobservasi, sebagai
contoh , seseorang akan lebih menyukai untuk menyewa dalam kativitas fisik untuk
menghasilkan keuntungan yang sementara (menjadi lebih baik, kompetitif dengan
teman dalam tennis) dibandingan dengan menghasilkan penambahan dalam jangka
panjang (sebagai contoh, menghindar dari serangan jantung selama 30 tahun dari
sekarang). McAlister (1980) menunjukkan bahwa program pencegahan merokok bagi
remaja lebih berhasil jika mereka mengemukakan efek negatif dari rokok secara serta
merta, seperti sulit bernapas dibandingan dengan efek jangka panjang, seperti kesaitan
dan kematian akibat kanker dan penyakit hati. Oleh sebab itu, penekanan secara serta
merta akan lebih mempengaruhi terhadap perilaku dibandingkan dengan penekanan
dalam jangka yang lama.
Self-Efficacy
Self-efficacy adalah keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan
tertentu, termasuk keyakinan dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan.
Bandura mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting
dalam perubahan perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa besar usaha yang
dilakukan dalam suatu tugas dan pada tingkat berapa suatu tindakan dapat dicapai
(Erwart, Taylor, Reese, dan Debusk, 1983). Self-efficacy merupakan suatu peramal
utama dalam pemilihan makanan sehat antara anak-anak kelas 3 dan 4 (Parcel dan
lain-lain, 1995).
Tehnik observasional dan interactive learning dapat digunakan dalam
memperkenalkan dan mempromosikan setiap rangkaian perilaku target (Badura,
1986). Pengulangan tindakan dalam suatu tugas tunggal membangun self-efficacy
seseorang dengan terjadinya perubahan tindakan ekspetasi seseorang. Sebagai contoh,
ahli kesehatan yang melatih penderita diabetes untuk melakukan sendiri injeksi
insulin. Proses penginjeksian insulin terbagi dalam sejumlah tahapan-tahapan kecil
dimana setiap individu dapat belajar secara berulang-ulang (contohnya, mengisi
suntikan dengan jumlah insulin yang tepat, memastikan bahwa semua alat steril,
melihat bahwa tidak ada gelembung yang masuk ke dalam suntikan, dan memastikan
bahwa cairan tepat pada tanda dalam suntikan). Kemudahan setiap tahapan dan
keikutsertaan individu dalam berlatih pada setiap tahapan secara terpisah disertai
beberapa pengulangan tindakan, memungkinkan mereka untuk membentuk
self-efficacy hampir di setiap tahapan. Ketika seseorang memiliki keyakinan di setiap
tahapan, mereka akan menempatkan setiap tahapan secara bersama-sama dan
membangun self-efficacy hampir di seluruh kegiatan. Pengukuran self-efficacy harus
lebih spesifik pada perilaku target serta dalam menghadapi masalah yang berdasarkan
pada pemahaman dan kemampuan target pendengar dan anggota pendengar (Maibach
dan Murphy, 1995).
Self-Control of Performance
Istilah performance berkenaan tentang perilaku manusia yang berfokus pada
pencapaian sebuah tujuan. Salah satu tujuan dari pendidikan kesehatan adalah
mengarahkan tindakan perilaku sehat agar dapat dikendalikan oleh individu. Bandura
(1991) mengemukakan bahwa sistem self-control memiliki beberapa komponen
subfungsi.
Subfungsi ini mencakup:
- Pemantauan terhadap salah satu perilaku yang dimiliki dan
faktor-faktor yang mempengaruhi serta efeknya
- Perbandingan perilaku dan hasilnya terhadap standar pribadi,
khususnya tujuan-tujuan pribadi
- Penghargaan diri sendiri, khususnya kecenderungan reaksi diri
sendiri
Self-efficacy memiliki peranan penting dalam self-control dimana mempengaruhi
pemilihan seseorang dalam perubahan perilaku secara luas dan kebiasaannya
membentuk keyakinan dalam aturannya sendiri. Pengaturan dalam standar suatu
tindakan atau tujuan, kemungkinan merupakan faktor yang paling penting.
Self-control dapat meningkat dengan memfokuskannya dalam suatu jenis perilaku
yang spesifik. Dalam program pengaturan berat badan, sebagai contoh, seseorang
yang ingin mengurangi makanan yang manis-manis akan menunjukkan hasil
observasi yang samar-samar karena ada kemungkinan seseorang dalam program
tersebut menjadi bingung mengenai tujuan sesungguhnya atau hanya ada sedikit
perubahan tetapi tidak menjadi pengurangan berat badan. Seseorang dapat
mengurangi makanan yang manis-manis dengan melakukan program makan kue 8
buah dibandingan dengan memakan 11 kue sehari.
Management of Emosianal Arousal
Bandura (1977b) mengakui bahwa timbulnya emosi yang berlebih
menghambat pembelajaran dan penampilan, dan dia mengusulkan stimulus tertentu
memberikan peningkatan pada pemikiran ketakutan yang berlebih
(stimulus-outcome-expectancies). Pikiran takut yang berlebih ini mengakibatkan
timbulnya emosi dan perilaku bertahan yang cepat. Perilaku bertahan berhubungan
secara efektif dengan stimulus, sehigga adanya penurunan rasa ketakutan, kegelisahan,
permusuhan, atau emosi.
Kategori dari mnajemen perilaku untuk emosi dan psikologi diidentifikasi oleh
Moos (1976). Salah satu kategrori termasuk psikologi bertahan (penolakan,
penekanan, dan sublimasi). Kategori yang lain termasuk di dalamnya beberapa tehnik
kognitif, seperti merestrukturisasi masalah. Kategori ketiga, yaitu tehnik manajemen
stress (relaksasi atau olah raga) dimana merawat gejala penderitaan secara emosional.
Kategori keempat termasuk metode-metode penyelesaian masalah secara efektif
(klarifikasi masalah dan identifikasi, seleksi, dan implementasi solusi yang dapat
mengakibatkan timbulnya emosi). Konsep dan metode teori sosial kognitif biasanya
direalisasikan untuk mempelajari kemampuan manajemen perilaku tersebut.
Meskipun banyak program menggunakan strategi manajemen perilaku,
strategi ini berbeda berdasarkan individu dan budayanya(Diaz-Guerrero, 1979).
Sebagai contoh, beberapa orang yang mengalami kelebihan berat badan menemukan
bahwa sulit untuk menolak atau menahan kondisi mereka. Orang-orang sering
bereaksi negatif pada orang yang kelebihan berat badan, dan reaksi ini dapat
meningkatkan kegelisahan mengenai kelebihan berat badan (Hudson dan William,
1981). Untuk orang yang obesitas, kegelisahan ini mengakibatkan reaksi yang
berlebihan di kemudian hari (Slochower dan Kaplan, 1980). Kegelisahan yang tinggi
juga dapat membuat hal ini sulit bagi orang tersebut untuk menghadiri pesan
kesehatan dari ahli kesehatan (Ley dan Spelman, 1965). Oleh karena itu, pendidik
kesehatan dan sarjana jurusan perilaku dapat membantu orang belajar metode yang
membantu meminimalisasi timbulnya emosi sebelum mereka menolong mereka
merubah perilaku mereka atau menunda intervensi sampai dengan kegelisahan
mereda.
Reciprocal Determinism Revisited
Ini merupakan pembelajaran untuk mengembalikan pada konsep pengaruh
timbal balik (resiprocal determinism) dan mengujinya dalam keterangan konsep
komponen teori kognitif sosial. Jika karakteristik seseorang, lingkungan, atau perilaku
berubah, situasi berubah, dan perilaku, situasi, dan orang-orang dievaluasi ulang.
Sebagai contoh, seorang pria mungkin akan sangat menentang dimana temannya
datang untuk membujuknya agar tetap pada pola hidupnya yang sekarang. Pria
memiliki ekspektasi yang kuat mengenai olag raga untuk menghindar dari lingkungan
fisik atau sosial yang mana dia terima dari berolah raga (seperti gym atau lapangan).
Di satu sisi, peristiwa yang dramatis (seperti, kematian salah seorang saudara terdekat
akibat serangan jantung dan mendapatkan informasi bahwa serangan jantung dapat
diakibatkan oleh pola hidup tetap) dapat terjadi pada kehidupan pria ini dan
membuatnya memilih untuk mulai berolag raga. Bagaimanapun, pria akan
menghadapi bujukan dari temannya yang dapat menekannya untuk tidak berolah raga.
Untuk menghindari tekanan negatif ini, dia dapat melihat teman barunya (lingkungan
sosial yang baru) yang menghargai dan mendukung perilaku barunya (pengaruh
timbal balik). Perubahan ini, selanjutnya dapat memotivasi teman untuk mulai berolah
raga sebaik mungkin (pengaruh timbal balik pada teman tersebut) dan teman tersebut
kemudian juga akan merubah kebiasaan berolah raga dari teman-temannya yang lain
atau membutuhkan teman-teman baru yang tertarik dengan olah raga.
Perubahan perilaku yang seperti ini menegaskan bagaimana pentingnya hal
ini bagi para ahli untuk menghindari kesederhanaan pemikiran dari single direction of
change. Pengaruh timbal balik dapat berguna dalam mengembangkan program yang
tidak berfokus pada perilaku dalam keterpencilan tetapi fokus pada perubahan dalam
lingkungan dan bahkan dalam individu. Program promosi kesehatan yang baru-baru
ini berdasarkan pada teori sosial kognitif termasuk di dalamnya lingkungan dan
perubahan individu yang merupakan Child and Adolescent Trial for Cardiovascular
Health (CATCH), yang mana dibentuk untuk memperbaiki nutrisi dan perilaku
aktivitas fisik. Pada percobaan yang multicenter, intervensi untuk anak-anak sekolah
tingkat 3 sampai 5 diuji pengaruh mereka terhadap faktor perubahan kognitif sampai
dengan pedoman dalam kelas dan perubahan lingkungan. Intervensi memodifikasi
progran pelayanan makanan dan program pendidikan fisik dan diperkirakan dalam
pengaruh timbal balik, menunjukkan kemampuan berperilaku, self-efficacy, dan sikap
menghargai dalam ruangan kelas. Mereka menyediakan kesempatan bagi anak-anak
untuk berlatih perilaku baru dalam kantin sekolah dan dalam pendidikan fisik dan
menyediakan reinforcement dari sisi yang penting lainnya pada lingkungan anak
(guru dan orang tua). Evaluasi mengindikasi perubahan yang signifikan pada
komponen–komponen kognitif, kondisi lingkungan, dan nutrisi dan perilakuaktivitas
fisik (Leupker, 1996; Edmundson)

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan mendampingi perhatian pada aspek lingkungan, personal, dan
behavior, Teori Sosial Kognitif memberika kerangka untuk perancangan dan
mengimplementasian program perubahan perilaku yang komprehensif.
Teori Sosial Kognitif menarik untuk program pendidikan kesehatan dan
promosi kesehatan karena tidak hanya menjelaskan dinamika perilaku individu tapi
juga memberikan petunjuk untung merancang strategi intervensi yang berpengaruh
terhadap perubahan perilaku. Perhatian yang besar sekarang ini ditujukan pada
kepentingan multikomponen pada intervensi dalam rangka mengembangkan program
promosi kesehatan. Belakangan ini, intervensi tidak hanya ditujukan pada perubahan
perilaku dalam tingkat individu tetapi juga perubahan dalam lingkungan yang
mendukung perubahan perilaku (Simon-Morton, dll, 1991). Teori Sosial Kognitif
diaplikasikan pada strategi perubahan multilevel karena teori ini memasukkan konsep
lingkungan, personal, dan juga behavioral.
Teori Sosial Kognitif merupakan teori yang kuat yang dapat diaplikasikan
pada kegiatan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Akan tetapi, terkadang
ketidak tepatan aplikasinya dikarenakan metode intervensi yang terlalu sederhana atau
mengambil dari konsep tunggal, tidak mengaplikasikan teori secara utuh. Untuk
mencegah kesalahan semacam itu, pembuat intervensi harus menentukan dengan jelas
behavioral outcome yang diinginkan dan kemudian mengidentifikasi variabel Teori
Sosial Kognitif yang paling banyak mempengaruhi tiap-tiap perilaku. Metode
intervensi Teori Sosial Kognitif dapat dipasangkan dengan variabel taget Teori Sosial
Kognitif. Evaluasi program berdasarkan Teori Sosial Kognitif harus menggunakan
pengukuran yang relevan terhadap konsep teori tersebut untuk meyakinkan bahwa
intervensi telah mendapatkan efek yang diinginkan dan agar pembuat rencana dapat
mengetahui komponen apa saja yang dapat mereka perbaiki.
3.2 Saran
Setiap teori pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan Social
Cognitive Theory ini. Kami menyarankan untuk menggunakan beberapa teori dalam
analisis perilaku, hal ini dimaksudkan agar jika dalam satu teori tidak dapat
menjelaskan perilaku tersebut dapat digunakan teori yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai