Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS

KUSTA TIPE MULTIBASILER DENGAN


CACAT TINGKAT 2

DERYNE ANGGIA PARAMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................ 1


I. Pendahuluan .......................................................................................................... 2
II. Laporan Kasus ....................................................................................................... 4
III. Diskusi .................................................................................................................. 6
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 9

Universitas Sumatera Utara


I. PENDAHULUAN

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, terutama
menyerang saraf tepi namun juga dapat mengenai kulit, mukosa dan jaringan lainnya kecuali
susunan saraf pusat. 1
Kusta endemis pada beberapa benua kecuali Antartika. Di Eropa insidensi sangat
rendah, sedangkan pada negara Pasifik insidensi lebih tinggi. Populasi terbanyak terdapat di
India dengan hampir duapertiga dari populasi kusta dunia. Menurut data regional WHO pada
tahun 2007 prevalensi di Afrika adalah 29.548, di Asia Tenggara 116.663, di Pasifik Barat
9.805. Di Indonesia dijumpai 17.723 kasus baru untuk tahun 2007.2,3
Diagnosis dari kusta adalah dijumpainya satu atau lebih tiga tanda kardinal yaitu; 1)
Kelainan kulit berupa hipopigmentasi atau eritematos yang mati rasa, 2) Penebalan saraf tepi
yang disertai gangguan fungsi saraf akibat peradangan kronis saraf tepi, gangguan ini dapat
berupa mati rasa apabila mengenai fungsi sensoris, kelemahan otot atau kelumpuhan apabila
mengenai fungsi motoris dan kulit kering dan retak retak apabila mengenai fungsi otonom, 3)
Adanya bakteri tahan asam didalam kerokan jaringan kulit.4,5
Kerusakan saraf motorik, sensorik dan otonom dapat menimbulkan kecacatan namun
proses terjadinya tidak sepenuhnya diketahui.5 Sekitar seperempat sampai sepertiga pasien
kusta baru memiliki kecacatan akibat kerusakan saraf terutama pada tangan dan kaki atau
keterlibatan mata.2 Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Di
duga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi melalui dua proses berikut4 :
1. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya mata)
2. Melalui reaksi kusta

Universitas Sumatera Utara


Gbr 1. Skema yang menggambarkan proses terjadinya cacat akibat kerusakan fungsi saraf 4

Menurut WHO, cacat pada kusta dibagi menjadi tiga tingkat yakni tingkat 0,1, dan 2.
Cacat tingkat 0 berarti tidak dijumpai adanya cacat. Cacat tingkat 1 berarti adanya cacat yang
disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris. Cacat tingkat 2 berarti adanya cacat atau kerusakan
yang terlihat. Cacat tingkat 2 pada tangan dan kaki akan dijumpai luka dan ulkus di telapak
tangan atau kaki, maupun adanya deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki
semper atau jari kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atrofi) atau reabsorbsi parsial pada
jari-jari.5
Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 1982, kusta diklasifikasikan menjadi dua
yaitu kusta pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB).3,5 Penatalaksanaan kusta berdasarkan
klasifikasi WHO, melalui pemberian Multi Drug Therapy (MDT). MDT terdiri dari 3 obat
yaitu: dapson, rifampisin, dan klofazimin. Pasien dengan pausibasiler diobati selama 6 bulan
dengan regimen MDT PB. MDT untuk pasien MB diberikan selama 12 bulan.6
Perawatan cacat dan ulkus adalah suatu cara yang dilakukan untuk menangani keadaan
yang didapat dari rusaknya fungsi saraf dari invasi kuman M.leprae. Perawatan cacat dan
ulkus bertujuan untuk mencegah timbulnya cacat yang lebih lanjut, dan mencegah agar cacat
tidak kambuh kembali. Dapat dilakukan dengan 3M yaitu: memeriksa mata, tangan dan kaki
secara teratur, melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik, yang terakhir adalah
merawat diri. Dengan dilakukannya perawatan dan pengawasan yang baik, efek samping dari
rusaknya saraf akan menjadi semakin minimal.1,4,5

Universitas Sumatera Utara


II. LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki laki, 30 tahun, petani, datang ke poliklinik kusta RS Kusta Sicanang
(14/4/2010) dengan keluhan luka pada kaki kanan dan kiri dan tangan kanan yang mati rasa
yang dialami pasien sejak 2 bulan yg lalu. Pada kaki kanan luka mula-mula kecil yang terjadi
pada saat bekerja di ladang. Luka semakin meluas dan menimbulkan perdarahan, pasien
kemudian mengobati lukanya sendiri. Satu bulan kemudian muncul beberapa luka baru di
kaki kiri dan tangan kanan yang tidak diketahui sebelumnya. Tiga minggu yang lalu pasien
berobat ke puskesmas dan diberi obat makan dan obat kompres tetapi tidak dijumpai
perbaikan dan pasien kemudian dirujuk ke RSK Sicanang.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80
mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi pernafasan 24 x/menit, dan suhu 36.7oC, dan
konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, tonsil tidak hiperemis. Pada pemeriksaan dermatologis
ditemukan nodul infiltrat pada cuping telinga kanan, ulkus multipel dgn ukuran 4x4 cm, 5x2
cm, 4x2 cm, 1x2 cm, 1x0,5 cm, 0,3x0,2 cm dengan dasar bersih pada regio dorsum manus
dekstra dan dorsum pedis sinistra et dekstra. Pada regio fasialis dijumpai madarosis dan
hidung pelana (saddle nose) (Gbr2). Pada pemeriksaan saraf tepi pembesaran N. Aurikularis
magnus -/-; N. Ulnaris -/-; N.Peroneus komunis +/+ nyeri tekan +/+; N. Tibialis posterior +/+
nyeri tekan +/+. Pemeriksaan fungsi saraf motoris N. Fasialis pada mata dijumpai lagoptalmus
+3 mm. Pemeriksaan fungsi saraf sensorik N. Ulnaris dan N. Medianus dijumpai anastesi.
Pemeriksaan fungsi saraf sensorik N. Tibialis posterior dijumpai anastesi. Pemeriksaan fungsi
saraf motoris N. Ulnaris, N. Medianus dan N. Radialis dijumpai kekuatan otot sedang.
Pemeriksaan fungsi saraf motoris N. Peroneus komunis dijumpai kekuatan otot sedang.
Pasien didiagnosis banding dengan kusta tipe MB dengan cacat tingkat 2, ulkus
diabetik dan ulkus venosum. Pemeriksaan bakteriologis pada kedua cuping telinga dan
dijumpai BTA +4½ dengan rasio sel S%/F%/G% : 0%/20%/80%. Pada pemeriksaan darah
rutin dijumpai Hb 10,4 g/dl, LED 65 mm/jam dan KGD ad random 93 mg%. Diagnosis kerja
menjadi kusta tipe MB dengan cacat tingkat 2.
Penatalaksanaan pada pasien dengan pemberian paket MDT-MB yang terdiri dari
Rifampisin 600 mg, Klofazimin 300 mg yang diminum di depan petugas setiap bulan serta
Klofazimin 50 mg/hari dan Dapson 100 mg/hari. Pada pasien juga diajarkan cara perawatan
ulkus untuk mempercepat penyembuhan luka.

Universitas Sumatera Utara


Kontrol 1 bulan kemudian, tampak ulkus pada kaki sudah mengecil (Gbr 3).
Pengobatan dengan paket MDT-MB dilanjutkan, perawatan ulkus diteruskan. Kemudian pada
kontrol ke 4, tampak ulkus telah menutup (Gbr 4). Penatalaksanaan dengan paket MDT-MB
diteruskan sampai bulan ke 12.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, prognosis quo ad functionam dubia, dan quo
ad sanationam dubia.

Gbr 2. Pasien ketika pertama sekali datang, ditemukan nodul infiltrat pada cuping telinga
kanan, madarosis dan hidung pelana. Ulkus multipel dgn ukuran dan 1x0,5 cm, 0,3x0,2 cm
pada regio dorsum manus dekstra

Gbr 2a. Ulkus multipel dgn ukuran 4x4 cm, 5x2 cm, 4x2 cm, 1x2 cm dengan dasar bersih
pada dorsum pedis sinistra et dekstra

Universitas Sumatera Utara


Gbr 3. Pada ssat kontrol 1 bulan kemudian

Gbr. 4 Kontrol 1 bulan kemudian tampak luka telah menutup

III. DISKUSI

Diagnosis kusta tipe multibasilar dengan cacat tingkat dua pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Dengan
ditemukannya tanda kardinal dari kusta berupa penebalan saraf tepi yang disertai dengan
gangguan fungsi saraf, serta ditemukannya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan
jaringan kulit.
Dari anamnesis diketahui adanya keluhan luka pada kaki kanan dan kiri dan tangan
kanan yang mati rasa yang dialami pasien sejak 2 bulan yg lalu. Pada kaki kanan luka mula-
mula kecil yang terjadi pada saat bekerja di ladang. Luka semakin meluas dan menimbulkan
perdarahan, pasien kemudian mengobati lukanya sendiri. Satu bulan kemudian muncul
beberapa luka baru di kaki kiri dan tangan kanan yang tidak diketahui sebelumnya. Luka pada
kusta biasanya meluas karena kuman kusta menginfiltrasi saraf tepi sehingga menyebabkan
kerusakan saraf sensoris. Kerusakan ini akan menimbulkan hilangnya rasa raba pada kaki dan
tangan sehingga akan dapat menimbulkan luka tanpa disadari pasien sebelumnya.5

Universitas Sumatera Utara


Pada pemeriksaan dermatologis terlihat nodul infiltrat, ulkus multipel dengan dasar
bersih, madarosis dan hidung pelana (saddle nose). Yang secara umum terjadi akibat invasi
M.leprae pada organ tersebut dan rusaknya jaringan saraf.1,4 Pada pemeriksaan neurologis
dijumpai pembesaran N.Peroneus komunis +/+, N.Tibialis posterior +/+ dengan nyeri tekan,
lagoptalmus +3 mm, pemeriksaan fungsi saraf sensoris N. Ulnaris, N. Medianus dan N.
Tibialis posterior dijumpai anastesi, pemeriksaan fungsi saraf motoris dijumpai kekuatan otot
kaki dan tangan sedang. Hal ini sesuai dengan tanda kardinal kusta dan sesuai klasifikasi tipe
kusta menurut WHO dimana adanya penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan
fungsi (gangguan fungsi bisa berupa kurang/mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi
oleh saraf yang bersangkutan) dan keterlibatan saraf lebih dari satu.5
Pemeriksaan bakteriologis pada kedua cuping telinga dijumpai BTA +4½ dengan rasio
sel S%/F%/G% : 0%/20%/80%. Menurut klasifikasi WHO tahun 1988 yang termasuk dalam
kusta MB adalah seluruh kusta menurut klasifikasi Ridley-Jopling dengan BTA positif.1,4
Diagnosis banding dengan ulkus diabetik dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan
KGD dijumpai nilai yang normal, dan ulkus tidak dengan dasar yang kotor, nyeri dan
bengkak yang dijumpai untuk ulkus diabetik.7 Ulkus venosum dapat disingkirkan karena
secara pemeriksaan klinis tidak dijumpai adanya varises pada daerah ulkus berada dan pada
riwayatnya pasien tidak pernah mengalami dermatitis statis.7,8
Tujuan penatalaksanaan ulkus pada kusta adalah mengobati ulkus, mencegah
perburukan ulkus, mencegah rekurensi atau timbulnya ulkus baru di lokasi yang lain. Prinsip
penatalaksanaan ulkus adalah : melindungi tangan dan kaki dari trauma, memeriksa dan
merawat tangan dan kaki secara teratur setiap hari dan perawatan ulkus. Dalam kasus ini,
kepada penderita diberikan edukasi mengenai cara melindungi tangan dan kaki dari trauma,
perawatan kaki dan tangan yang mati rasa sekaligus perawatan ulkus. Perawatan pada tangan
dan kaki yang sudah mati rasa terdiri dari merendam kaki dan tangan pada air dingin selama
20-30 menit setiap hari, membuang jaringan yang mati atau kulit yang menebal dengan batu
apung dan meminyaki kaki serta tangan untuk mengurangi kekeringan kulit. Jika terjadi ulkus
maka ulkus harus dibersihkan dengan sabun, dan daerah yang terkena harus diistirahatkan.
Pengobatan MDT secara kontinu, perawatan tangan dan kaki serta perawatan ulkus
diharapkan mampu mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut pada penderita. 4,5

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 1990. p.
1, 115-6,122,129
2. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New
York: McGraw-Hill; 2008. p. 1786-96
3. Gautam VP. Treatment of Leprosy in India. J Postgrad Med July 2009;55:3:220-224
4. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. Dalam: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi
SL, Ismiarto SP, Nilasari H, eds. Kusta. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003.
p. 83-93
5. Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Buku pedoman
nasional pengendalian penyakit kusta. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2007. p. 37-
46, 73-88, 89-117
6. Sehgal NV, Sardana K, Dogra S. The Imperative of Leprosy Treatment in The Pre-
and Post- Global Leprosy Elimination Era: Appraisal of Changing The Scenario To
Current Status. Journal of Dermatological Treatment 2008;19:82-91
7. Lower Extremity (Leg & Foot) Ulcers. Available from :
http://my.cleavelandclnic.org/heart/disorders/vascular/legfootulcer.aspx. Last update
11/2010
8. Ngan V. Leg Ulcers. Available from :
http://dermnetnz.org/site-age-spesific/leg-ulcers.html. Last update 1/07/2011

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai