Anda di halaman 1dari 8

Persyaratan HSE Plan

Persyaratan HSE Plan yang harus dipenuhi oleh Kontraktor dalam pengadaan ________
meliputi :

1. HSE policy dan HSE objective kontraktor terhadap pekerjaan kontrak yang akan
dilaksanakan.
a. HSE policy.
Kontraktor harus memiliki kebijakan HSE yang menegaskan mengenai tugas dan
tanggung jawab penerapan HSE pada pekerjaan kontrak yang akan dilaksanakan
beserta komitmen untuk meningkatkan kinerja HSEnya secara kontinyu selama dalam
pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut yang meliputi namun tidak terbatas pada :
1) Tanggung jawab penerapan HSE di kontraktor tersebut.
2) Mencegah kecelakaan, luka dan sakit akibat kerja.
3) Mematuhi segala peraturan HSE yang berlaku di Pertamina.
4) Menyediakan pekerja yang telah memahami / memenuhi persyaratan keahlian
dalam aspek HSE pekerjaan tersebut.
5) Melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap kinerja HSE.
6) Melarang penggunaan obat-obatan terlarang serta minuman keras, senjata api.
7) Dll.

b. HSE objective
HSE objective merupakan target / sasaran dari penerapan komitmen HSE kontraktor
tersebut. Kontraktor harus menyusun HSE objective berupa target / sasaran
implementasi HSE yang menjadi parameter kinerja HSE perusahaannya terkait
komitmen pelaksanaan HSE pada pekerjaan kontrak tersebut yang meliputi namun
tidak terbatas pada :
a) Nihil kecelakaan kerja
b) Nihil penyakit akibat kerja
c) Nihil pencemaran lingkungan
d) Nihil kerusakan asset milik Pertamina
e) Nihil kebakaran
f) Dll.
HSE objective harus didefiniskan secara spesifik sesuai dengan pekerjaan kontrak
yang akan dilaksanakan. Target harus realistis, konsisten dan terkait dengan HSE
performance Indicator Perusahaan Kontraktor serta mengakomodir target KPI HSE PT
Pertamina.
HSE policy & objective ini harus ditandatangani oleh pejabat kontraktor yang memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak
tersebut. HSE policy & objective harus didokumentasikan, disosialisasikan serta
dipahami oleh seluruh pekerja kontraktor yang terlibat dalam pekerjaan tersebut.

2. Struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab.


Kontraktor harus menyusun struktur organisasi kontraktor yang berisi pekerja yang akan
terlibat dalam pengkoordinasian, pengelolaan serta pelaksanaan pekerjaan kontrak
tersebut dengan menjelaskan secara detail nama jabatan, nama pekerja yang ditugaskan
untuk mengisi jabatan dalam struktur organisasi tersebut beserta tugas dan tanggung
jawabnya untuk melaksanakan seluruh program yang telah diatur dalam dokumen HSE
Plan selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut. Kontraktor harus
memastikan bahwa personil yang menjabat dalam struktur organisasi tersebut telah
memahami tugas dan tanggung jawabnya serta memiliki kompetensi yang disyaratkan
terkait dengan implementasi aspek HSE selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak
tersebut sehingga kontraktor dapat meningkatkan kinerja HSEnya selama pelaksanaan
pekerjaan kontrak tersebut. Dalam struktur organisasi tersebut harus mengakomodir
posisi personil HSE kontraktor dengan disertai data mengenai personil HSE kontraktor
tersebut yang meliputi namun tidak terbatas pada :
a. Data identitas,
b. Status kepegawaian,
c. Pengalaman dibidang HSE,
d. Jenis training HSE yang telah diikuti / record mengenai kompetensi yang dimiliki,
e. Penjabaran mengenai tugas dan tanggung jawab personel HSE kontraktor dalam
pekerjaan tersebut.
Personel HSE kontraktor tersebut harus mampu memfasilitasi, memotivasi dan
memberikan advise untuk memperbaiki penerapan aspek HSE disetiap tahapan aktivitas
pekerjaan kontrak tersebut dengan melibatkan partisipasi seluruh pekerja kontraktor yang
terkait dengan pekerjaan kontrak tersebut beserta subkontraktornya (bila menggunakan
sub kontraktor).

3. HSE Performance Indicator / KPI (Key Performance Indicator) HSE Kontraktor.


KPI HSE Kontraktor digunakan sebagai acuan untuk mengukur dan memantau
keberhasilan kontraktor dalam menerapkan aspek HSE selama pelaksanaan pekerjaan
kontrak tersebut. Kontraktor harus menyusun KPI HSE kontraktor sebagai bentuk
komitmen implementasi HSEPlan selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut
yang diwujudkan dalam bentuk nilai indikator pencapaian kinerja HSE yang terdiri dari
lagging dan leading indicator yang meliputi :
a. Lagging indicator : Parameter indicator yang menunjukan hasil kinerja akhir HSE/
pencapaian ultimate target HSEuntuk mengukur keberhasilan penerapan aspek HSE
selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak berdasarkan jumlah kasus
insiden/temuan yang terjadi selama pelaksanaan pekerjaan tersebut yang meliputi
namun tidak terbatas pada :
a) Fatality (harus nol kasus),
b) Lost Time Incident (harus nol),
c) Insiden berdampak pencemaran lingkungan / kebakaran / kerusakan aset (harus
nol kasus),
d) Medical Treatment cases (maksimal 4 kasus),
e) Pelanggaran terhadap APD (maksimal 4 kasus),
f) Pelanggaran terhadap pengelolaan sampah(maksimal 4 kasus),
g) Pelanggaran terhadap hygiene industry(maksimal 4 kasus),
h) Pelanggaran terhadap rokok (maksimal 4 kasus),
i) Safety Non Conformity (near miss) (maksimal 4 kasus),
j) Dll.
b. Leadding indicator : Parameter indicator yang menunjukkan pencapaian program-
program HSE yang dilaksanakan selama pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut
yang meliputi namun tidak terbatas pada :
a) HSE meeting(minimal 5 kali),
b) HSE talk (minimal 2 Hari se kali),
c) HSE induction (minimal 7 Hari se kali),
d) HSE training(minimal 1 Bulan se kali),
e) HSE reporting (minimal 1 Bulan sekali),
f) HSE management visit / MWT (Management Walk Through) (minimal 10 kali),
g) Program Audit / inspeksi (minimal 2 Bulan kali),
h) Closure action / Tindak lanjut temuan (minimal 10 kali),
i) Dll.
Target HSE performance indicator harus spesific, terukur, dapat dicapai dan realistis
serta time frame. HSE performance indicator harus dibuat oleh kontraktor dan
ditandatangani oleh pejabat kontraktor yang memiliki wewenang untuk mengambil
keputusan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut.

4. Work Site Hazard & Risk Assessment


Kontraktor harus memiliki program dan melakukan identifikasi potensi bahaya dan resiko
di lokasi kerja untuk memastikan bahwa seluruh potensi bahaya yang terdapat dalam
pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut telah teridentifikasi dan dievaluasi resikonya
untuk menentukan rencana mitigasinya guna mencegah potensi insiden yang dapat
terjadi dengan menyusun Job Health Safety Environment Analaysis (JHSEA).
JHSEA berfungsi untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang berdampak terhadap
kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan, penyakit akibat pekerjaan serta kebakaran
yang dapat terjadi di setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan mulai dari tahapan
mobilization (pengangkutan material / peralatan serta pengiriman pekerja ke lokasi
pekerjaan) hingga demobilization (penarikan peralatan / material serta pekerja keluar dari
lokasi pekerjaan) serta untuk menentukan rencana mitigasi guna menanggulangi potensi
bahayadan resiko yang telah diidentifikasi tersebut. Rencana mitigasi yang dilaksanakan
harus mencakup aspek berikut namun tidak terbatas pada :
a. Penggunaan peralatan / bahan yang dapat digunakan untuk memitigasi potensi
bahaya yang teridentifikasi.
b. Prosedur operasi & standard keselamatan yang terkait dengan pekerjaan yang
akan dilaksanakan.
c. Pemenuhan persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh pekerja
terkait melalui program pembinaan, training dan sertifikasi yang dibutuhkan
terhadap pekerjaan tersebut.
d. Pemenuhan persyaratan perizinan / regulasi yang berlaku baik di internal
maupun eksternal Pertamina.
e. Pengukuran terhadap parameter nilai ambang batas aman terhadap kondisi
operasi pekerjaan.
f. Penyediaan dan kepatuhan terhadap APD (Alat Pelindung Diri) / PPE (Personal
Protective Equipment) yang disyaratkan.
g. Penyediaan peralatan Fire Protection yang dibutuhkan untuk mencegah
kebakaran
h. Dan lain sebagainya.
Kontraktor harus membuat rencana penerapan mitigasi dari JHSEA yang telah disusun
tersebut sebagai fungsi kontrol terhadap penerapan JHSEA. Kontraktor harus mengelola,
mendokumentasikan dan melaporkan secara periodik penerapan rencana mitigasi
JHSEA tersebut kepada Direksi Pekerjaan Pertamina Patra Niaga & HSE selama
pekerjaan kontrak dilaksanakan.

5. Prosedur operasi dan standar keselamatan yang disyaratkan dalam pekerjaan tersebut.
Kontraktor harus menyusun, mensosialisasikan, mengimplementasikan dan mengelola
prosedur operasi yang mengakomodir panduan pelaksanaan pekerjaan secara aman
berdasarkan hasil identifikasi bahaya, analisa resiko serta pengendalian yang dibutuhkan
untuk memitigasi potensi bahaya dan resiko yang terkandung selama dalam pelaksanaan
pekerjaan tersebut yang meliputi namun tidak terbatas pada :
a. Prosedur pemeriksaan peralatan untuk memastikan bahwa peralatan critical
yang digunakan yang berdampak terhadap aspek HSE mampu dikelola dengan
aman serta diinspeksi secara periodic terlebih dahulu sebelum digunakan. Untuk
peralatan yang secara regulasi harus disertifikasi dalam pengoperasiannya
maka pihak kontraktor harus mensertifikasi peralatan yang akan digunakan
tersebut oleh instansi / lembaga sertifikasi yang ditunjuk sebagai pemenuhan ijin
operasi penggunaan peralatan tersebut.
b. Prosedur pengoperasian peralatan secara aman selama operasi yang meliputi
namun tidak terbatas pada :
 Crane
 Pengelasan
 Bekerja diketinggian
 Portable & hand tools
 Penggalian
 Radiography
 Pengangkutan
 Grinding & cutting
 Scaffolding
 Electrical
 Pengangkutan & pengangkatan
 Dll.

6. Pelatihan dan kompetensi pekerja yang terlibat dalam pekerjaan.


Kontraktor harus menyusu, melaksanakan rencana program pelatihan HSE bagi pekerja
kontraktor yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut serta memastikan
bahwa seluruh pekerja yang akan dilibatkan dalam pekerjaan kontrak telah memenuhi
kompetensi minimum yang disyaratkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing di dalam pekerjaan kontrak tersebut. Jenis pekerjaan yang
secara regulasi disyaratkan harus dioperasikan oleh operator yang memiliki suatu
keahlian tertentu maka pihak kontraktor harus menyediakan operator yang memenuhi
kompetensi yang disyaratkan dengan dibuktikan oleh suatu sertifikat keahlian terkait dari
instansi / badan sertifikasi. Para pekerja yang terlibat dalam pekerjaan kontrak tersebut
minimal harus memahami :
a. Cakupan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
b. Orientasi lokasi kerja & peraturan HSE yang berlaku dilokasi tersebut.
c. Identifikasi bahaya terhadap aktivitas pekerjaan yang dilakukan dan bahaya dilokasi
pekerjaan tersebut beserta rencana mitigasi yang telah ditentukan.
d. Metode untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya dan resiko pekerjaan dengan
salah satunya penggunaan APD (Alat pelindung Diri).
e. Persyaratan HSE spesifik yang harus dipenuhi oleh pekerja kontraktor.
f. Prosedur keadaan darurat beserta nomor telpon yang harus dihubungi bila terjadi
kondisi darurat.
g. Memahami fungsi & cara penggunaan alat pemadam api.
h. Memahami cara melakukan P3K.
i. Memahami cara pengelolaan limbah / sampah dari pekerjaan tersebut.
j. Memahami HSE policy & objective untuk pekerjaan tersebut.
k. Memahami cara pelaporan terhadap potensi bahaya (unsafe action & unsafe
condition) yang ditemukan selama dalam pelaksanaan pekerjaan.
l. Memahami cara melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi dilokasi.
m. Memahami tanggung jawabnya untuk mengingatkan / menghentikan aktivitas
pekerjaan (intervensi) bila diyakini hal tersebut tidak aman dan dapat berpotensi
menyebabkan kecelakaan kerja.
n. Dll.

Kontraktor harus mengelola dokumentasi pelaksanaan training yang telah dilakukan


terhadap pekerjanya sebagai fungsi control terhadap pemenuhan kompetensi yang
disyaratkan untuk masing-masing jabatan pekerjaan tersebut melalui daftar hadir training
maupun dokumen sertifikat yang dimiliki oleh pekerja kontraktor.

7. Audit & inspeksi serta review dan evaluasi pemenuhan


Kontraktor harus menentukan metode untuk memonitor penerapan HSE Plan selama
dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak melalui pelaksanaan program Audit & inspeksi
HSE secara periodic dan menjadi bagian dari aktivitas program HSE yang harus dipenuhi
selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak.
a. Audit
Kontraktor harus menyusun program dan melaksanakan audit HSE internal selama
dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut untuk memastikan bahwa HSE Plan yang telah
disepakati antara Pertamina Patra Niaga & kontraktor pemenang kontrak telah
dilaksanakan oleh pihak kontraktor serta menginformasikan pelaksanaan audit
tersebut dan melaporkan hasilnya kepada pihak Pertamina. Kontraktor yang
menggunakan sub kontraktor dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut harus
memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan sub kontraktor tersebut telah memenuhi
aspek HSE sesuai dengan yang disyaratkan oleh kontraktor melalui pelaksanaan
program Audit HSE kepada subkontraktornya.
Aktivitas audit HSE yang dilaksanakan oleh kontraktor meliputi :
 Mengevaluasi efektifitas dan tingkat penerapan HSE Plan selama dalam
pelaksanaan pekerjaan kontrak.
 Mengidentifikasi potensi perbaikan yang dapat dilakukan.

Pihak Pertamina Patra Niaga juga akan melakukan audit HSE terhadap kontraktor
untuk memastikan bahwa HSE Plan telah diimplementasikan oleh pihak kontraktor
selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak. Kontraktor harus kooperatif dalam
pelaksanaan audit tersebut dengan menyediakan data-data yang diperlukan oleh
Pertamina. Kontraktor harus menindaklajuti setiap rekomendasi hasil audit HSE yang
disampaikan oleh Pihak Pertamina Patra Niaga

kepada pihak kontraktor.

b. Inspeksi
Kontraktor harus membuat program inspeksi HSE secara rutin serta melaksanakan
program inspeksi tersebut untuk memastikan bahwa pekerjaan kontrak tersebut telah
dilaksanakan secara aman sesuai dengan peraturan dan ketentuan HSE yang ada
dengan cakupan inspeksi meliputi namun tidak terbatas pada :
 Area kerja
 Material
 Area penyimpanan
 Peralatan / mesin yang digunakan
 Kepatuhan pekerja terhadap aspek HSE
 Aktivitas kerja
 Dll.
Peserta inspeksi dan frekuensi pelaksanaan inspeksi harus dijelaskan dalam jadual
inspeksi. Peserta inspeksi harus melibatkan minimum level pengawas kontraktor dan
personil HSE kontraktor.
Sebagai salah satu bukti komitmen manajemen Kontraktor terhadap penerapan aspek
HSE maka kontraktor harus melaksanakan program MWT (Management Walk
Through) kontraktor minimal 1 kali selama dalam pelaksanaan proyek tersebut yang
melibatkan partisipasi level managerial kontraktor untuk memastikan bahwa pekerjaan
yang dilaksanakan oleh kontraktor tersebut telah memenuhi persyaratan HSE yang
ditentukan. Kontraktor juga harus melakukan inspeksi HSE terhadap sub contractor
yang digunakan selama pekerjaan tersebut.

Pelaksanaan audit & inspeksi HSE Kontraktor harus dilakukan mulai dari tahapan Pre
mobilisasi, mobilisasi (kontraktor mengirimkan peralalatan / mesin, material , dan pekerja
ke lokasi), pelaksanaan pekerjaan hingga demobilisasi. Pengaturan mengenai
pelaksanaan program audit & inspeksi HSE Kontraktor termasuk tindaklanjutnya harus
dijelaskan secara detail oleh kontraktor dalam prosedur audit & inspeksi HSE Kontraktor.

Hasil temuan dan rekomendasi audit & inspeksi HSE (baik yang dilakukan oleh kontraktor
maupun Pertamina) harus ditindaklanjuti oleh kontraktor dan dikontrol pemenuhannya
dengan baik. Batas waktu maksmimal closure action / tindak lanjut temuan tersebut
adalah sesuai dengan kesepakatan bersama antara pihak kontraktor & HSE pada saat
tahapan pre job activity, bila tindaklanjut kontraktor melebihi batas waktu yang disepakati
maka temuan tersebut akan digunakan sebagai data inputan untuk evaluasi akhir yang
akan menurunkan kinerja HSE kontraktor. Hasil temuan dan rekomendasi tersebut harus
didokumentasikan, dikontrol pemenuhannya serta dilaporkan secara rutin ke Direksi
Pekerjaan dan bagian HSE Pertamina.

8. Pelaporan Dan Investigasi kecelakaan


Kontraktor harus menyusun, menerapkan dan mengelola system pemberitahuan,
investigasi dan pelaporan terhadap setiap kejadian kecelakaan yang terjadi baik dengan
metode pemberitahuan secara lisan maupun tertulis yang disampaikan sesegera
mungkin setelah ditemukannya kejadian kecelakaan serta melakukan investigasi untuk
menemukan penyebab guna mencegah kejadian tersebut terulang kembali. Sistem
pelaporan dan investigasi tersebut harus dijelaskan secara detail dalam prosedur
Pelaporan Dan Investigasi kecelakaan. Tujuan dari pelaksanaan Pelaporan dan
investigasi kecelakaan adalah :
a. Menentukan penyebab kelemahan penerapan aspek HSE yang dapat
berpotensi menyebabkan kecelakaan.
b. Mengidentifikasi potensi perbaikan yang dapat dilakukan oleh kontraktor
untuk memperbaiki penerapan system HSE selama dalam pelaksanaan
pekerjaan kontrak tersebut.
c. Mengkomunikasikan lesson learn kepada seluruh pekerja dari hasil
investigasi kecelakaan yang sudah dilakukan.
d. Mendokumentasikan catatan kecelakaan beserta investigasinya sehingga
dapat dikelola dengan baik sebagai bahan inputan pekerjaan kontrak
berikutnya.
Kontraktor harus melaporkan kepada Pertamina Patra Niaga setiap kecelakaan,
nearmiss (hampir celaka) yang terjadi dan potensi bahaya (yang belum teridentifikasi
dalam JHSEA) yang ditemukan selama dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut.
Laporan sementara kejadian disampaikan kepada Direksi Pekerjaan & bagian HSE
PertaminaPatra Niaga paling lambat 1 (satu) jam setelah kejadian / temuan sedangkan
laporan resmi kejadian dilaporkan oleh kontraktor ke PertaminaPatra Niaga paling
lambat 12 jam setelah kejadian. Investigasi kecelakaan harus sudah selesai dilaksanakan
oleh pihak kontraktor paling lambat 7 hari setelah kejadian. Untuk kasus kecelakaan yang
terjadi, pihak Pertamina Patra Niaga juga akan melaksanakan investigasi yang
mengharuskan kontraktor membantu dan berkerjasama terkait penyediaan data yang
dibutuhkan oleh investigator Pertamina.
9. HSE Communication

Kontraktor harus menyusun, menerapkan dan mengelola system komunikasi HSE dari
dan kepada pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut, kepada
sub kontraktor yang digunakan, serta kepada pihak terkait lainnya termasuk kepada
Pertamina Patra Niaga yang meliputi namun tidak terbatas pada :

a. HSE meeting,
b. HSE talk,
c. HSE induction / training,
d. HSE sign,
e. Pelaporan penerapan HSE ke Pertamina,
f. dll.

Aktivitas pengkomunikasian aspek HSE ini harus dijadualkan serta didokumentasikan


pelaksanaannya. Aspek HSE yang dibahas dalam HSE Communication meliputi namun
tidak terbatas pada :

 Kecelakaan, Insiden, near miss dan potensi bahaya yang terjadi / yang mungkin
terjadi.
 Pelanggaran terhadap persyaratan HSE.
 Pencapaian kinerja HSE kontraktor.
 Prosedur tanggap darurat yang digunakan di pertamina.
 Fire protection system di Pertamina.
 Temuan HSE dan tindak lanjutnya.
 Peraturan HSE yang disyaratkan selama pekerjaan.
 Pemeriksaan peralatan sebelum bekerja.
 Penerapan prosedur aman dalam bekerja.
 Pengelolaan lingkungan (sampah / limbah).
 Pengelolaan kebersihan & kerapihan selama pekerjaan
 Dll.
10. Pengelolaan Sub Kontraktor (Jika menggunakan)
Kontraktor harus memiliki system persyaratan HSE sebagai bagian dalam pemilihan
subkontraktor yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut
yang meliputi :
a. Tahapan pra kualifikasi terhadap subkontraktornya.
b. Persyaratan pemilihan kontraktor serta penentuan kontraktor yang akan
digunakan.
c. Pelaksanaan pekerjaan yang berkomitmen terhadap penerapan aspek HSE
serta evaluasi terhadap kinerja HSE Sub Kontraktornya.

Pengelolaan terhadap penerapan system manajemen HSE Subkontraktor dalam


pelaksanaan pekerjaan kontrak tersebut harus sejalan dan mengacu pada potensi
bahaya yang sudah teridentifikasi serta sesuai dengan rencana mitigasi yang
disyaratkan oleh Pertamina Patra Niaga dalam pekerjaan kontrak tersebut.
Kontraktor harus memonitor dan memastikan bahwa sub kontraktor yang digunakan
mampu mengelola secara efektif rencana mitigasi yang akan dilaksanakan selama
dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan
hingga evaluasi terhadap kinerja HSE Sub kontraktornya. Pengelolaan kinerja HSE
Sub kontraktor & konsekuensi HSE yang muncul terkait aktivitas pekerjaan sub
kontraktor menjadi tanggung jawab kontraktor yang bersangkutan.

11. Pemeriksaan kesehatan


Kontraktor harus melakukan pemeriksaan kesehatan kepada seluruh pekerja yang
akan dipekerjakan dalam pekerjaan kontrak tersebut dan melampirkan bukti
pemeriksaan kesehatan yang disyaratkan meliputi :
a. Medical Check Up (MCU) terhadap pekerja yang berdasarkan aktivitas kerjanya
dalam pekerjaan kontrak tersebut terkait dengan pekerjaan yang berpotensi
menimbulkan dampak critical secara aspek HSE / menuntut kondisi fisik & mental
yang fit selama dalam pelaksanaan pekerjaannya sehingga apabila kondisi
pekerja yang fit tersebut tidak terpenuhi maka dapat mengancam keselamatan
pekerja yang bersangkutan maupun orang disekitarnya. Hasil MCU dianggap valid
maksimum 12 bulan.
b. Surat Keterangan Sehat yang berdasarkan aktivitas kerjanya dalam pekerjaan
kontrak tersebut tidak berpotensi menimbulkan dampak critical secara aspek
HSE. Masa berlaku surat keterangan sehat dapat berlaku hingga maksimum 3
bulan.
Bila masa berlaku hasil pemeriksaan kesehatan tersebut telah habis selama dalam
pelaksanaan pekerjaan kontrak, maka kontraktor tersebut harus melakukan
pemeriksaan kesehatan ulang terhadap pekerja tersebut dan kontraktor
menyampaikan hasil pemeriksaan kesehatan yang baru ke Direksi Pengawas
Pekerjaan & HSE pertamina.
Surat hasil pemeriksaan kesehatan tersebut harus dikeluarkan oleh Dokter yang
telah mempunyai setifikat Hiperkes atau instansi kesehatan yang telah disahkan oleh
pemerintah sehingga pekerja mampu melaksanakan pekerjaan dengan aman.

Anda mungkin juga menyukai