Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KOLABORASI TIM KESEHATAN

REFLEKSI KELOMPOK

Disusun Oleh :
Ardhan Dhani Ramadhan I1A020056
Alycia Affrila Satyananda I1A020057
Mutiara Romadhon I1B020040
Aziza Rahma Dwianti I1B020042
Alin Tsabitah Putri I1C020045
Syakhsiyatunnisa Galuh P. I1C020048
Riska Yunianti I1D020050
Rahma Asani Amalia I1D020053
Muhammad Jafits Ramadhan I1E020033
Naufal Taufiqurrahman I1E020037

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2022
Praktik Kolaborasi

Dalam menjalankan tugasnya setiap tenaga kesehatan memiliki tupoksi yang berbeda-
beda, maka diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang baik untuk meningkatkan kepuasan
pasien. Setiap tenaga kesehatan akan saling mengisi dan melengkapi sesuai dengan peranannya
masing-masing. Berkolaborasi antar tenaga kesehatan sangatlah penting demi terciptanya
keselamatan pasien dan juga untuk kehidupan pekerjaan tenaga kesehatan itu sendiri. Jika setiap
anggota tim memberikan kontribusi yang baik, maka tim tersebut tentunya akan berjalan dengan
baik dan optimal dalam membantu atau menyelamatkan pasien-pasiennya. Bukan hanya skill
yang dimiliki masing-masing profesi, tetapi dalam berkolaborasi itu setiap tenaga kesehatan itu
saling menghormati dan menghargai, tidak ada profesi yang lebih tinggi kedudukannya.

Praktik kolaborasi dapat kita pelajari melalui mata kuliah “Kolaborasi Tim Kesehatan”.
Mata kuliah ini dapat dikatakan sebagai terobosan baru dalam menciptakan profesionalitas
mahasiswa kesehatan di berbagai jurusan yang ada. Dimana tujuan dari terciptanya mata kuliah
ini adalah mengembangkan peran kolaboratif antar profesi di bidang kesehatan sedini mungkin
kepada mahasiswa agar mempunyai bekal softskill di kemudian hari saat menjalankan
profesinya. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman melalui mata kuliah
“Kolaborasi Tim Kesehatan” berupaya untuk menyiapkan mahasiswa yang memiliki empat
kompetensi yaitu 1) Nilai/etika untuk praktik antar profesi, 2) Peran/tanggung jawab, 3)
Komunikasi antar profesi, dan 4) Tim dan kerja tim. Hal ini tentunya diharapkan agar profesi
kesehatan, seperti perawat, ahli gizi, farmasi, ahli kesehatan masyarakat, dan seorang tenaga
PJKR dapat menjalin hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab bersama dalam
menyediakan layanan kesehatan (ANA, 1992 dalam Kozier, Fundamental Keperawatan).

Praktik kolaborasi dapat kita pahami lebih lanjut melalui film “Nurses”. Dimana setelah
kita menonton film tersebut, kita menjadi mengerti akan tugas masing-masing profesi di bidang
kesehatan yang berbeda-beda. Berikut peran masing-masing profesi kesehatan dalam praktik
kolaborasi berdasarkan film “Nurses”.

a. Keperawatan

Dalam menjalankan asuhan keperawatan, kita melakukannya secara holistik


yaitu baik secara fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Tidak hanya pada

1
pasien tetapi juga kepada keluarga. Bisa ditunjukkan pada scene dimana ada pasien
seorang guru yang mengalami kematian otak, perawat juga memberikan asuhan kepada
ibunya supaya mampu melewati masa berdukanya setelah anaknya didiagnosa hal
tersebut. Selain itu, ditunjukkan juga pada scene dimana perawat membantu
menghubungi teman dari pasiennya yaitu pasien yang baru melahirkan secara prematur.
Hal ini tentunya juga membatu dari sisi psikologis pasien. Dalam perjalanannya perawat
membutuhkan bantuan dari tenaga Kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya
guna mencapai tujuan tersebut. Setiap tenaga Kesehatan memiliki peran masing-masing
yang dapat mendukung dan saling melengkapi untuk meningkatkan keselamatan dan
kepuasan pasien. Sejatinya tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi semua
kebutuhan pasien. Salah satu contoh yang ada di film adalah ketika tenaga kesehatan
saling berkomunikasi dan berdiskusi hingga akhirnya menemukan bahwa organ dari
pasien yang mengalami kematian otak ini dapat membantu pasien lainnya yang
membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kolaborasi tersebut tenaga kesehatan
telah menyelamatkan pasien lain yang membutuhkan organ tersebut sekaligus perawat
mampu membantu memberikan arti lain bagi keluarga pasien dalam proses berdukanya.

b. Ilmu Gizi

Tidak terlalu tergambarkan dari sisi ilmu gizi bagaimana profesi ilmu gizi bekerja
sama dengan profesi lainnya. Namun, secara umum dapat dilihat dari film gambaran
beberapa nilai, sikap atau tindakan yang sebaiknya dilakukan dan sebaiknya jangan
dilakukan dalam berkolaborasi. Seperti scene dimana seorang perawat keliru dalam
memeriksa pasien, tetapi ia langsung dibantu oleh perawat lainnya. Dari scene tersebut
dapat sedikit disimpulkan bahwa masing-masing orang atau tenaga kesehatan memiliki
keahlian, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman yang berbeda,
sehingga ketika tenaga kesehatan bekerja sama dan saling membantu, hal tersebut dapat
mengurangi faktor kesalahan dalam menangani pasien dan meningkatkan pelayanan
kesehatan.

c. Farmasi

Scene pasien hendak dimasukkan ke ruangan ICU, seorang apoteker menanyakan


perihal pengobatan apa saja yang telah diberikan oleh perawat kepada pasien, apoteker

2
tersebut bertanya apakah pasien sudah diberikan sefaleksin yang kemudian perawat
menjawab “Ya, aku telah memberinya sefaleksin”. Sefaleksin (cephalexin) adalah salah
satu antibiotik yang termasuk golongan sefalosporin generasi pertama yang efektif
melawan bakteri gram positif dan beberapa bakteri gram negative, digunakan untuk
mengobati berbagai jenis infeksi bakteri.Komunikasi yang dilakukan antara perawat
dengan apoteker tersebut sangatlah penting untuk menghindari miskomunikasi yang
dapat berakibat fatal.

d. PJKR

Pelajaran Interprofessional Collaboration (IPC) dari film yang diberikan yaitu


kita dapat belajar atau mengetahui gambaran saat pelaksanaan IPC dirumah sakit yang
dimana banyak hal yang tidak dapat terduga terjadi sehingga tenaga kesehatan harus
mampu memberikan penanganan yang baik dan tepat terhadap pasien yang ia tangani.
Dengan penangan baik dan tepat dapat menurunkan angka komplikasi, lama rawat
dirumah sakit, konflik antara tim kesehatan, dan tingkat kematian serta bidang kesehatan
mental.

e. Kesehatan Masyarakat

Profesi kesehatan masyarakat dapat bekerja sama dengan profesi kesehatan yang
lain dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang memadai bagi pasien. Hal
ini dapat terlihat dalam salah satu adegan dimana Wolf, salah satu perawat yang mencari
data korban yang kehilangan jarinya yang tersemat cincin berinisial nama korban. Tentu
pencarian data di masa sekarang tidak sulit karena terdapat sistem informasi rumah sakit
yang membantu pencarian informasi data korban walaupun hanya berupa inisial nama.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Karena sistem informasi rumah sakit telah menerapkan
manajemen satu pintu sehingga berbagai informasi pasien yang dibutuhkan perawat dan
dokter selama proses penanganan tersedia secara lengkap.

Selain itu, dari sisi agent promotif, kesehatan masyarakat juga dapat
berkontribusi dalam pemberian bekal pengetahuan bagi pasien yang merupakan ibu
melahirkan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya karena fase pasca melahirkan
menjadi fase berisiko dalam kejadian angka kematian ibu dan bayi. Edukasi dapat

3
meliputi inisiasi menyusui ibu (IMD), pemberian ASI, dan kondisi nifas ibu. Ketika
seorang ibu sudah mendapatkan edukasi maka ibu tersebut telah mendapatkan
pengetahuan yang cukup untuk dapat memberikan sikap sesuai dengan kondisinya
sehingga nantinya diharapkan sikap yang baik ini dapat menjadi sebuah kebiasaan yang
dapat dilakukan secara turun-temurun.

Dari sisi keselamatannya, ketika menangani pasien, alangkah baiknya perawat


menggunakan APD untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Sesuai dengan
Permenkes RI nomor 66 tahun 2016 yang mengatakan bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja rumah sakit adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Dalam salah satu scene Grace sedang
membuka perban yang ada di leher pasien dan darah dari pasien itu “muncrat” ke Grace,
mungkin si Grace bisa menggunakan baju pelindung dan juga masker untuk melindungi
wajah dan badannya. Dapat dibayangkan jika seorang pasien tersebut memiliki penyakit
yang dapat menular melalui darah, tentunya keadaan tersebut sangat beresiko bagi
seorang perawat. Oleh karena itu seorang ahli K3 rumah sakit bertanggung jawab dalam
pengadaan APD bagi tenaga kesehatan yang bekerja di tempat pelayanan kesehatan agar
terhindar dari penyakit akibat kerja (PAK).

Berdasarkan peran masing-masing profesi kesehatan tadi maka praktek kolaborasi


merupakan hal yang penting karena dengan hal tersebut tenaga kesehatan saling bekerjasama
dan berkoordinasi memastikan bahwa perawatan yang diberikan dapat diandalkan dan
berkelanjutan sehingga perawatan yang diberikan pada pasien tetap optimal. Dimulai dari saling
berdiskusi mengidentifikasi juga kebutuhan lainnya sesuai dengan bidangnya sehingga dalam
memberikan perawatan menjadi lebih lengkap dan juga berkualitas. Kualitas dari pilihan layanan
kesehatan yang dilakukan menjadi meningkat sehingga menyebabkan tingkat keselamatan
pasien dan kepuasan pasien pun meningkat. Selain itu, kolaborasi menjadi penting karena dapat
mengurangi faktor kesalahan manusia sehingga mencegah dari dampak buruk bagi pasien.
Tenaga kesehatan menjadi bisa saling mengingatkan dan tidak bekerja sendiri-sendiri agar
dihasilkan pelayanan yang dapat meningkatkan keamanan, kesehatan, dan keselamatan pasien.

4
Manfaat dari kolaborasi ini tidak hanya didapatkan oleh pasien, tetapi juga didapatkan
oleh tenaga kesehatan. Berikut manfaat yang dapat tercipta dari kolaborasi antar profesi
kesehatan.

a. Bagi pasien, koordinasi tim kesehatan memberikan kepuasan kepada pasien karena
pelayanan kesehatan menjadi lebih terarah dan terkoordinir karena sudah direncanakan
sedemikian rupa sehingga pelayanannya berkesinambungan dan masing-masing profesi
tidak berjalan sendiri-sendiri. Perawatan yang dilakukan pun menjadi lebih efektif
karena dengan kolaborasi akan mencegah Tindakan yang berulang, tumpang tindih dan
saling bertentangan.
b. Bagi tenaga kesehatan, dapat saling mendukung, saling mengingatkan, kepuasan bagi
tenaga kesehatan itu sendiri apabila dapat memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.
Dimana Interprofessional collaboration juga telah diakui oleh WHO bahwa dapat
menjadi strategi inovatif yang berperan penting untuk mengurangi maupun mencegah
krisis tenaga kerja kesehatan global.

Dalam menjalankan praktik kolaborasi maka diperlukan strategi. Berikut neberapa hal
yang dapat dilakukan supaya praktik kolaborasi berjalan lancar.

a. Komunikasi yang dijalani antar tenaga kesehatan terjalin dengan baik dan rutin sehingga
dapat saling mengenal antar satu sama lain dan tercapainya kontribusi yang baik dan
efektif.
b. Semua tenaga kesehatan harus ikut berdiskusi dan terlibat dalam setiap rencana dan
keputusan agar menghindari kesalahpahaman, melakukan evaluasi secara berkala untuk
mengurangi serta mencegah kesalahan yang berulang, dan setiap tenaga kesehatan harus
tahu batasan lingkup kerja masing-masing, saling mengakui, menghargai, mendukung,
dan menghormati tenaga kesehatan lain.
c. Setiap tenaga Kesehatan memiliki peran dan bidangnya masing-masing. Peran dan
tingkatnya pun sama, tidak ada profesi Kesehatan yang lebih tinggi kedudukannya.
Masing-masing memiliki hak yang sama untuk memberikan pendapat dan ikut
mengambil keputusan perawatan yang akan dilakukan.
d. Anggota tim harus memahami terminology medis dan persepsi yang sama agar
komunikasi berjalan dengan lancar.

5
e. Rasa saling percaya diantara tenaga kesehatan akan kemampuan masing-masing tenaga
kesehatan

Selain itu, terdapat faktor-faktor penghambat dari terlaksananya praktik kolaborasi.


Berikut faktor internal yang berasal dari para tenaga kesehatan dan faktor eksternal yang berasal
dari pasien.

a. Faktor Internal
1. Egoisme yang tinggi
2. Ragu-ragu dan tidak percaya diri dalam menyampaikan pendapat
3. Kurang kompeten dalam memahami ilmu di bidang keprofesiannya
4. Ceroboh dalam mengambil keputusan
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu pasien yang tidak koperatif juga bisa menjadi penghambat
dari praktik kolaborasi. Hal ini karena pelayanan kesehatan yang diberikan harus berjalan
sesuai SOP yang ada bukan tuntutan atau paksaan dari pasien sehingga perlu adanya
upaya yang bersinergis antara tenaga kesehatan dengan pasien agar dapat meminimalisasi
hambatan dalam praktik kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai