Fumigant and Repellent Effects of Essential Oil Fractions of Mentha piperita against
Tribolium castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae)
Doi : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v28n2.2017.181-190
0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)
Accreditation Number : 778/Akred/P2MI-LIPI/08/2017 181
Efek Fumigan dan Repelen Fraksi Minyak Atsiri Pepermin Mentha piperita ... (Sunaryo Syam, Idham Sakti Harahap, dan Dadang)
182
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 28 No. 2, 2017 : 181 - 190
Beberapa perusahaan di Amerika Serikat telah fumigasi menggunakan kertas saring. Minyak
memproduksi secara komersial pestisida nabati pepermin diuji pada lima taraf konsentrasi yang
berbahan minyak pepermin seperti mentol untuk ditentukan melalui uji pendahuluan, yaitu 1,5; 2;
mengendalikan rayap (Hartati 2012). 2,5; 3; dan 3,5 % ditambah kontrol untuk imago,
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sedangkan untuk larva yaitu 5; 6; 7; 8; dan 9 %
efek fumigan dan repelen fraksi-fraksi minyak ditambah kontrol. Masing-masing perlakuan
atsiri pepermin M. piperita terhadap T. castaneum, diulang sebanyak lima kali.
serta mengidentifikasi senyawa-senyawa yang Setiap konsentrasi minyak atsiri hasil
terkandung di dalam fraksi aktifnya. pengenceran dengan pelarut aseton, dipipet
sebanyak 0,5 ml dan diteteskan secara merata pada
kertas saring berdiameter 8 cm yang sebelumnya
BAHAN DAN METODE
telah direkatkan pada permukaan dalam tutup
Tempat dan waktu cawan petri. Kertas saring kontrol ditetesi dengan
0,5 ml aseton. Penetesan larutan minyak atsiri
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
dilakukan dengan merata secara spiral dari arah
Entomologi Seameo Biotrop, Bogor. Analisis GC-
luar ke dalam. Setelah diberi perlakuan, kertas
MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik
saring dibiarkan selama 2 menit untuk menguap-
Mabel Polri Jakarta. Penelitian berlangsung sejak
kan pelarut aseton. Setelah kering, sebanyak 20
Januari sampai Oktober 2016.
imago atau larva T. castaneum dimasukkan ke
Minyak Atsiri Pepermin dalam cawan petri. Kemudian cawan petri ditutup
rapat, celah di antara bagian tutup dan dasar cawan
Minyak atsiri pepermin merupakan hasil petri disekat dengan plastisin untuk mencegah
destilasi dari daun M. piperita yang diperoleh dari terjadinya kebocoran uap minyak atsiri.
salah satu toko produk herbal di Yogyakarta. Pengamatan kematian serangga dilakukan setelah
72 jam fumigasi (Arifin 2013). Data mortalitas
Pemeliharaan dan perbanyakan serangga uji
dianalisis dengan analisis probit menggunakan
Serangga uji T. castaneum yang diperoleh program POLO-PC untuk mengetahui konsentrasi
dari Laboratorium Entomologi Seameo Biotrop yang dapat mematikan 50 % serangga uji (LC50)
diperbanyak dengan cara memasukkan sejumlah dan 95 % serangga uji (LC95).
imago ke dalam stoples kaca (tinggi 19 cm,
diameter 12,5 cm) yang telah berisi tepung terigu Fraksinasi minyak atsiri
sebagai pakan dan media pembiakan serangga, Prosedur fraksinasi merujuk pada metode
kemudian stoples ditutup dengan kain kasa. Setiap yang dilakukan oleh Parwata et al. (2009).
14 hari, semua imago dikeluarkan dari stoples dan Sebanyak 50 ml minyak atsiri dimasukkan ke
dipindahkan ke stoples baru yang berisi pakan baru dalam corong pemisah, kemudian ditambahkan 75
untuk perbanyakan lebih lanjut. Imago dan larva ml n-heksana dan secara bertahap dipisahkan
yang muncul dari proses pembiakan, sebagian menggunakan 75 ml air–metanol (3:2), kemudian
dikumpulkan untuk digunakan dalam pengujian dikocok. Campuran larutan tersebut didiamkan
dan sebagian dipindahkan ke stoples lain untuk beberapa saat hingga terbentuk dua lapisan
perbanyakan lebih lanjut. Imago yang berumur 10- terpisah. Lapisan tersebut selanjutnya dipisahkan
14 hari dan larva berumur 15 hari digunakan untuk dan dikumpulkan. Fraksi yang diperoleh dari
pengujian. proses ini adalah fraksi n-heksana dan fraksi
metanol. Fraksi metanol kemudian dipisahkan
Uji toksisitas
kembali secara bertahap dengan menambahkan 75
Toksisitas minyak pepermin terhadap ml etil asetat, kemudian dikocok. Campuran
imago dan larva T. castaneum diuji dengan metode larutan tersebut akan membentuk dua lapisan
183
Efek Fumigan dan Repelen Fraksi Minyak Atsiri Pepermin Mentha piperita ... (Sunaryo Syam, Idham Sakti Harahap, dan Dadang)
terpisah kembali, yaitu fraksi etil asetat dan fraksi Reichmuth (1997) dengan memodifikasi waktu
metanol. Ketiga fraksi yang diperoleh selanjutnya pengamatan menjadi 24, 48, dan 72 jam setelah
diuapkan pelarutnya menggunakan rotary perlakuan. Kertas saring Whatman diameter 8 cm
evaporator pada suhu 40-45 oC. dipotong menjadi dua bagian dan direkatkan pada
cawan petri diameter 9 cm. Satu bagian kertas
Uji toksisitas fraksi saring digunakan sebagai perlakuan, yaitu dengan
meneteskan 0,25 ml minyak atsiri dengan
Fraksi yang didapatkan dari proses
konsentrasi 2; 1; 0,5; 0,25; dan 0,125 %. Bagian
fraksinasi (n-heksana, etil asetat dan metanol) diuji
kertas saring lainnya digunakan sebagai kontrol,
toksisitasnya menggunakan konsentrasi ekuivalen
yaitu dengan meneteskan pelarut aseton sebanyak
masing-masing fraksi untuk mengetahui fraksi
0,25 ml. Kertas saring yang telah diperlakukan
paling aktif. Metode pengujian dan pengamatan
kemudian dikeringanginkan selama 5 menit untuk
sama seperti yang diuraikan pada uji toksisitas
menguapkan pelarut aseton.
sebelumnya. Masing-masing perlakuan dan kontrol
Sebanyak 20 ekor imago T. castaneum
diulang sebanyak 5 kali. Konsentrasi ekuivalen
berumur 10-14 hari diletakkan pada bagian tengah
ditentukan menggunakan rumus Dadang (1999):
cawan petri. Pengamatan dilakukan pada 24, 48,
Volume fraksi (ml) dan 72 jam setelah perlakuan dengan cara
Konsentrasi ekuivalen = x LC 95 atsiri kasar
Volume total (ml) menghitung jumlah imago yang terdapat pada
bagian kontrol dan pada bagian perlakuan. Setiap
Fraksi yang menyebabkan mortalitas perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Persentase
paling tinggi dipilih sebagai fraksi aktif, kemudian repelensi dihitung dengan rumus Sjam et al.
fraksi aktif tersebut diuji lanjut untuk mengetahui (2010):
nilai Lethal Concentration (LC50 dan LC95)
terhadap imago dan larva T. castaneum. K–P
R= x 100 %
K
Pengamatan perkembangan larva
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui R = repelensi/repellency (%); K = jumlah serangga
pengaruh konsentrasi sublethal fraksi aktif minyak yang terdapat pada bagian kontrol/number of
pepermin terhadap perkembangan larva insects present on control; P = jumlah serangga
T. castaneum. Larva yang bertahan hidup pada yang terdapat pada bagian perlakuan/number of
perlakuan uji lanjut toksisitas fraksi aktif insects present on treated.
dipindahkan ke wadah plastik yang berisi pakan
Analisis senyawa fraksi aktif
baru dan dipelihara sampai menjadi pupa, dan pupa
yang terbentuk tetap dipelihara sampai menjadi Fraksi aktif minyak pepermin dari M.
imago. Pengamatan dilakukan pada tiga taraf piperita dianalisis kandungan senyawanya
konsentrasi terendah dan kontrol. Jumlah larva menggunakan GC-MS Agilent 5975C/7890A
yang berhasil menjadi pupa dan imago dicatat dengan jenis kolom HP-5MS (panjang 30 m,
setiap hari. Ketidaknormalan morfologi pada fase diameter 250 µm, ketebalan 0,25 µm).
larva, pupa, dan imago diamati dibawah mikroskop Kromatogram yang diperoleh diberi nama sesuai
stereo Leica EZ4 HD. Data perkembangan larva dengan anjuran Library Wiley 9.
dianalisis dengan sidik ragam, dan diuji lanjutan
dengan uji Duncan’s Multiple Rrange Test pada
taraf nyata 5 % mengunakan program SAS 9. HASIL DAN PEMBAHASAN
184
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 28 No. 2, 2017 : 181 - 190
meningkatnya konsentrasi minyak pepermin. Fase Tabel 2 Volume fraksi n-heksana, etil asetat, dan
larva T. castaneum lebih toleran terhadap perlaku- metanol hasil fraksinasi minyak pepermin M.
piperita.
an dibandingkan fase imagonya. Berdasarkan nilai Table 2. Volume of n-hexane, ethyl acetat, and
LC50 dan LC95, fase larva hampir 3 kali lebih tahan methanol fraction as results of fractination of
dibandingkan fase imago (Tabel 1). M. piperita peppermint oil.
Kemampuan minyak atsiri sebagai Volume fraksi (ml)
fumigan dikarenakan tingginya kandungan n-heksana etil asetat metanol
senyawa monoterpen dalam minyak yang 19,73 20,34 0
(39,46 %) (40,68 %) (0 %)
mengakibatkan tingginya volatilitas dari minyak
atsiri (Kim et al. 2003). Toksisitas dari minyak Keterangan/Note:
Angka dalam kurung menunjukkan volume masing-masing
pepermin diduga karena adanya aktivitas senyawa fraksi dalam persen/Numbers in the parentheses were the
utama dalam minyak pepermin seperti mentol dan volume fractions in percent.
menton. Menurut Lee et al. (2001) kedua senyawa
tersebut memiliki cara kerja yang sama, yaitu
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase menyatakan, dalam metode fraksinasi partisi
(AchE). Serangga uji yang tidak mengalami pelarut, senyawa-senyawa tanaman akan terpisah
kematian terlihat dalam kondisi knockdown yang membentuk lapisan sesuai dengan kelarutannya.
dicirikan dengan imago seperti mengalami Senyawa non-polar akan larut dalam pelarut non-
kematian namun memberi respon yang lemah polar sebaliknya senyawa polar akan larut dalam
ketika disentuh, sedangkan pada larva yang belum pelarut polar.
mati adalah gerakan yang lebih lambat. Perlakuan minyak pepermin fraksi n-
heksana dengan konsentrasi ekuivalen
Toksisitas fraksi minyak pepermin terhadap T. menyebabkan mortalitas paling tinggi terhadap
castaneum
larva maupun imago T. castaneum (Tabel 3).
Dari proses fraksinasi yang dilakukan, Berdasarkan data tersebut, fraksi n-heksana dipilih
fraksi terbanyak yang diperoleh adalah fraksi etil sebagai fraksi aktif untuk diuji lebih lanjut.
asetat (Tabel 2), dan terdapat loss process sebesar Keefektifan fraksi n-heksana diduga karena
9,93 ml (19,86 %). Houghton dan Raman (1998) tingginya kadar senyawa yang bersifat toksik dan
volatil pada fraksi tersebut sehingga uap senyawa
langsung terhisap melalui saluran pernafasan
serangga. Menurut Phillips (2009), tekanan uap
Tabel 1. Parameter regresi probit hubungan dari senyawa minyak atsiri dapat mempengaruhi
konsentrasi minyak pepermin M. piperita kemampuan senyawa untuk menguap dan menjadi
dengan mortalitas T. castaneum.
Table 1. Parameters of probit regression correlation tersedia untuk trakea selama proses respirasi
of M. piperita peppermint oil and T. serangga berlangsung. Senyawa minyak atsiri
castaneum mortality. dengan tekanan uap yang tinggi dapat menguap
LC50 LC95
dengan mudah dan umumnya lebih beracun
Fase Nilai b ± SE (SK 95%) (SK 95%) daripada senyawa dengan tekanan uap yang
(%) rendah.
Imago 7,32 ± 0,58 2,35 3,92 Hasil uji lanjut fraksi n-hekasana minyak
(2,22 – 2,48) (3,56 – 4,51) pepermin M. piperita (Tabel 4) menunjukkan pola
Larva 9,44 ± 0,78 6,84 10,21
(6,56 – 7,12) (9,45 – 11,45) yang berbeda dengan hasil uji lanjut minyak atsiri
Keterangan/Note : kasarnya (Tabel 1). Selain memiliki rentang
b = kemiringan regresi probit/slope of probit konsentrasi uji yang sempit, nilai LC50 dan LC95
regression. pepermin fraksi n-heksana terhadap larva dan
SE = standard error.
LC = konsentrasi letal/lethal concentration.
imago T. castaneum juga lebih rendah. Hal ini
SK = selang kepercayaan/confidence interval. mungkin disebabkan karena pada minyak atsiri
185
Efek Fumigan dan Repelen Fraksi Minyak Atsiri Pepermin Mentha piperita ... (Sunaryo Syam, Idham Sakti Harahap, dan Dadang)
Tabel 3. Mortalitas T. castaneum pada konsentrasi Tabel 4. Parameter regresi probit hubungan antara
ekuivalen fraksi n-heksana dan etil asetat dari konsentrasi fraksi n-heksana minyak
minyak pepermin M. piperita setelah 72 jam pepermin M. piperita dengan mortalitas
fumigasi. T. castaneum.
Table 3. The mortality of T. castaneum at equivalent Table 4. Parameters of probit regression correlation
concentration of n-hexane and ethyl acetat between concentration of n-hexane fraction
fraction of M. piperita peppermint oil after 72 of M. piperita peppermint oil and T.
hours fumigation. castaneum mortality.
Konsentrasi Mortalitas
ekuivalen (%) LC50 LC95
Fraksi (%) ± SD Fase Nilai b ± SE (SK 95 %) (SK 95 %)
imago larva imago larva (%)
n-heksana 1,93 5,02 100 ± 0,0 56 ± 3,1 Imago 11,47 ± 0,87 1,38 1,92
etil asetat 1,99 5,18 1 ± 0,2 15 ± 1,2 (1,34 – 1,42) (1,83 – 2,04)
Kontrol 0 0 0 ± 0,0 0 ± 0,0 Larva 3,76 ± 0,38 3,45 9,43
(2,94 – 3,96) (7,12 – 16,56)
Keterangan/Note : SD = standar deviasi/standard
deviation. Keterangan/Note :
b = kemiringan regresi probit/slope of probit
regression.
SE = standard error.
kasar, senyawa kimia non-toksik masih bercampur LC = konsentrasi letal/lethal concentration.
dan mempengaruhi kerja dari senyawa toksik SK = selang kepercayaan/confidence interval.
sehingga memperbesar konsentrasi dari minyak
atsiri kasar. Setelah dilakukan fraksinasi,
konsentrasi minyak atsiri menjadi lebih rendah. kan kematian, juga dapat menghambat perkem-
Untuk memisahkan senyawa menjadi lebih bangan T. castaneum pada konsentrasi sublethal.
halus dapat dilakukan fraksinasi lanjutan seperti Hal tersebut diperkuat dengan adanya gejala
yang dilakukan oleh Torres et al. (2012) yang abnormal yang tampak pada perlakuan tetapi tidak
memfraksinasi minyak atsiri Cymbopogon terjadi pada kontrol (Gambar 1).
winterianus menggunakan kromatografi kolom Gejala pada larva yang gagal menjadi pupa
sehingga didapatkan beberapa fraksi. Fraksinasi yaitu perubahan warna larva menjadi coklat
berlanjut yang dipandu dengan uji hayati dapat kehitaman, mengerut, dan mengering pada akhir
menghasilkan fraksi yang murni sehingga dapat pengamatan (Gambar 1a). Pupa yang gagal
dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa aktif menjadi imago mengalami bentuk yang tidak
untuk mengetahui jenis senyawa, cara kerja sempurna, yaitu kondisi pupa berwarna cokelat
senyawa, dan memodifikasi senyawa aktif menjadi kehitaman dan mengerut (Gambar 1b). Meskipun
lebih baik dalam aktivitas biologinya (Dadang beberapa larva berhasil berkembang sampai fase
2015). imago, namun terjadi abnormalitas morfologi
dimana sebagian besar imago tersebut memiliki
Pengaruh fraksi aktif minyak pepermin tungkai dan kedua sayap yang tidak berkembang
terhadap perkembangan T. castaneum
dengan sempurna (Gambar 1c).
Beberapa larva yang bertahan hidup Mekanisme penghambatan pertumbuhan
setelah 72 jam fumigasi mengalami kematian pada dan perkembangan serangga dapat terjadi dengan
hari-hari berikutnya sehingga gagal menjadi pupa, beberapa cara. Pada serangga yang tidak tahan
dan beberapa larva yang berhasil menjadi pupa terhadap senyawa aktif, dapat tetap bertahan
sebagian besar gagal menjadi imago (Tabel 5). dengan memaksimumkan pemanfaatan sumber
Hasil ini mengindikasikan bahwa efek fumigan energi di dalam tubuhnya sebelum akhirnya mati.
dari senyawa yang terkandung di dalam fraksi n- Sebagai konsekuensi dari keadaan ini, larva akan
heksana pepermin M. piperita selain mengakibat- mengalami hambatan pertumbuhan dan perkem-
186
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 28 No. 2, 2017 : 181 - 190
187
Efek Fumigan dan Repelen Fraksi Minyak Atsiri Pepermin Mentha piperita ... (Sunaryo Syam, Idham Sakti Harahap, dan Dadang)
Repelensi (%)
Repelensi (%)
Konsentrasi (%) C
72 JSP
Gambar 2. Repelensi minyak kasar, fraksi n-heksana, dan fraksi etil asetat minyak pepermin M. piperita terhadap
imago T. castaneum pada; (a) 24, (b) 48, (c) 72 jam setelah perlakuan (JSP).
Figure 2. Repellency of the crude oils, n-hexane fraction, and ethyl acetat fraction of M. piperita peppermint oil
against adults of T. castaneum at; (a) 24, (b) 48, (c) 72 hour after treatment (HAT).
5
2. limonene 7. pulegon 8. trans-carane
(6,6%) (5,5%) (7,4%)
2 8
1 3 7
Gambar 3. Kromatogram gas dan senyawa bangun fraksi n-heksana dari minyak pepermin M. piperita.
Figure 3. Gas chromatogram and chemical structure of n-hexane fraction of M. piperita peppermint oil.
188
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 28 No. 2, 2017 : 181 - 190
UCAPANAN TERIMA KASIH Isman, M.B. (2000) Plant Essential Oils for Pest
and Disease Management. Crop Prot. 19 (8),
Terima kasih disampaikan kepada Ir. Sri 603-608.
Widayanti, M.Si dan Trijanti Widinni Asnan, S.P, Kementan (2011) Tatacara Pelaksanaan Fumigasi
M.Si (Seameo Biotrop) yang telah banyak dengan Fosfin. Jakarta, Pusat Karantina
membantu penulis selama penelitian berlangsung. Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati,
Badan Karantina Pertanian, Kementerian
Pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Kim, S. Il, Roh, J.Y., Kim, D.H., Lee, H.S. & Ahn,
Y.J. (2003) Insecticidal Activities of Aromatic
Anonymous (1989) Principles and General Plant Extracts and Essential Oils Against
Practice. In: Suggested Recommendations for Sitophilus oryzae and Callosobruchus
the Fumigation of Grain in the ASEAN chinensis. J Stored Prod Res. 39, 293-303.
Region. Kuala Lumpur and Canberra,
Malaysia and Australia, ASEAN Food Koul, O., Walia, S. & Dhaliwal, G.S. (2008)
Handling Bureau (AFHB) and Australian Essential Oils as Green Pesticides: Potential
Centre for International Agricultural Research and Constraint. Biopestic. Int. 4 (1), 63-84.
(ACIAR), pp. 1-99. Lashgari, A., Mashayekhi, S., Javadzadeh, M. &
Arifin, M.C. (2013) Toksisitas Kontak dan Efek Marzban, R. (2014) Effect of Mentha piperita
Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. and Cuminum cyminum Essential Oil on
(Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum Tribolium castaneum and Sitophilus oryzae.
(Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Institut Arch Phytopathology Plant Protect. 47 (3),
Pertanian Bogor. 20 hlm. 324-329. doi:10.1080/03235408.2013.809230.
Bosly, A.H. (2013) Evaluation of Insecticidal Lee, S., Peterson, C.J. & Coats, J.R. (2003)
Activities of Mentha piperita and Lavandula Fumigation Toxicity of Monoterpenoids to
angustifolia Essential Oils. J. Entomol. Several Stored Product Insects. J Stored Prod
Nematol. 5 (4), 50-54. Res. 39 (1), 77-85.
Chaubey, M.K. (2007) Insecticidal Activity of Lee, S.E., Lee, B.H., Choi, W.S., Park, B.S., Kim,
Trachyspermum ammi (Umbelliferae), J.G. & Campbell, B.C. (2001) Fumigant
Anethum graveolens (Umbelliferae) and Toxicity of Volatile Natural Products from
Nigella sativa (Ranunculaceae) Essential Oils Korean Spices and Medicinal Plants towards
Against Stored-Product Beetle Tribolium the Rice Weevil, Sitophilus oryzae (L). Pest
castaneum Herbst (Coleoptera: Manag Sci. 57 (6), 548-553.
Tenebrionidae). Afr. J. Agric. Res. 2 (11), doi:10.1002/ps.322.
596-600. Matsumura, F. (1985) Toxicology of Insecticides.
Dadang (1999) Insect Regulatory Activity and New York, Plenum Press. 598 p.
Active Subtances of Indonesian Plants
189
Efek Fumigan dan Repelen Fraksi Minyak Atsiri Pepermin Mentha piperita ... (Sunaryo Syam, Idham Sakti Harahap, dan Dadang)
Ofori, D.O. & Reichmuth, C. (1997) Bioactivity of Sunjaya & Widayanti, S. (2012) Pengenalan
Eugenol, A Major Component of Essential Oil Serangga Hama Gudang.In: Prijono,D. et al.
of Ocimum suave (Wild.) Against Four (eds.) Pengelolaan Hama Gudang Terpadu.
Species of Stored-product Coleoptera. Int J 3rd edition. Bogor, Seameo Biotrop, KLH,
Pest Manag. 43 (1), 89-94. UNIDO, pp. 39-51.
Parwata, I.M.O.A., Rita, W.S. & Yoga, R. (2009) Torres, F.C., Lucas, A.M., Lucia, V., Ribeiro, S.,
Isolasi dan Uji Antiradikal Bebas Minyak Martins, R., Poser, G. Von, Guala, M.S.,
Atsiri pada Daun Sirih (Piper betle Linn) Elder, H.V. & Cassel, E. (2012) Influence of
secara Spektroskopi Ultra Violet-Tampak. Essential Oil Fractionation by Vacuum
Jurnal Kimia. 3 (1), 7-13. Distillation on Acaricidal Activity Against the
Cattle Tick. Braz. Arch. Biol. Technol. 55 (4),
Phillips, A.K. (2009) Toxicity and Repellency of
613-621.
Essential Oil to the German Cockroach
(Dictyoptera: Blattellidae). Auburn Watanabe, K., Shono, Y., Kakimizu, A., Okada,
University. 131 p. A., Matsuo, N., Satoh, A. & Nishimura, H.
(1993) New Mosquito Repellent from
Samarasekera, R., Weerasinghe, I.S. & Hemalal,
Eucalyptus camaldulensis. J Agric Food
K.D.P. (2008) Insecticidal Activity of
Chem. 41 (11), 2164-2166.
Menthol Derivatives Against Mosquitoes.
doi:10.1021/jf00035a065.
Pest Manag Sci. 64, 290-295. doi:10.1002/ps.
Wiratno, Siswanto, Luluk & Suriati, S. (2011)
Sjam, S. (2014) Hama Pascapanen dan Strategi
Efektivitas Beberapa Jenis Tanaman Obat dan
Pengendaliannya. Bogor, IPB Press. 120 hlm.
Aromatik sebagai Insektisida Nabati untuk
Sjam, S., Melina & Thamrin, S. (2010) Pengujian Mengendalikan Diconocoris hewetti Dist
Ekstrak Tumbuhan Vitex trifolia L., Acorus (Hemiptera ; Tingidae). Bul. Littro. 22 (2),
colomus L., dan Andropogon nardus L. 198-204.
terhadap Hama Pasca Panen Araecerus
fasciculatus De Geer (Coleoptera :
Anthribidae) pada Biji Kakao. J. Entomol.
Indon. 7 (1), 1-8.
190