Anda di halaman 1dari 6

1.

Karakteristik fisik topografi daratan Kabupaten Nias Utara sebagian besar berbukit-bukit
sempit dan terjal serta pegunungan dengan tinggi di atas permukaan laut bervariasi antara 0 -
478 m, yang terdiri dari dataran rendah hingga bergelombang, dari tanah bergelombang
hingga berbukit-bukit dan dari berbukit hingga
2. Permasalahan Umum Pembangunan Kabupaten Nias Utara
Berdasarkan kajian dan analisis dalam RPJMD Kabupaten Nias Utara Tahun
2016-2021, berbagai permasalahan pembangunan terkait penyediaan
infrastruktur Bidang Cipta Karya serta bidang-bidang terkait lainnya di
Kabupaten Nias Utara adalah sebagai berikut:
A. Permasalahan Kondisi Fisik Wilayah
Salah satu faktor penghambat pembangunan di Kabupaten Nias Utara adalah
konsisi fisik wilayah yang tidak mendukung. Kondisi tersebut dikelompokkan
dalam masalah pengembangan sebagai berikut:
- Struktur tanah yang tidak stabil, kondisi topografi wilayah Nias Utara khususnya di
kawasan bagian Selatan (Kecamatan Namohalu, Alasa, Alasa Talumuzoi dan sebagian
Sitolu Ori dan Afulu) sangat berbukit dan bergelombang berakibat tingginya biaya
pembangunan infrastruktur.
- Sebagian besar wilayah termasuk kedalam kawasan rawan bencana alam (banjir, tsunami,
abrasi, longsor, gempa tektonik dan lain-lain), sehingga menimbulkan limitasi
pengembangan wilayah dan mitigasi bencana.
- Keberadaan pulau-pulau kecil di Pantai Barat dan Utara yang masih mengalami kekurangan
fasilitas layanan dasar, rawan kondisi keamanan dan masih sulit dijangkau.
- Wilayah Kabupaten Nias Utara berada pada posisi patahan seisme GAP yang merupakan
bidang pusat gempa dengan retensi dampak bencana lebih besar dibandingkan dengan
kabupaten lain di Kepulauan Nias.
B. Bidang Pekerjaan Umum
Permasalahan yang dihadapi pada urusan pekerjaan umum yang meliputi
pengelolaan jalan, jembatan, dan irigasi adalah:
- Tingkat kerusakan jalan dan jembatan kabupaten lebih cepat dibanding laju pembangunan
jalan.
- Kelebihan tonase angkutan barang mempercepat kerusakan jalan dan jembatan.
- Pelanggaran pemanfaatan ruang milik jalan masih banyak terjadi.
- Tingkat kerusakan sarana dan prasarana irigasi masih cukup tinggi; II - 25
- Kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana pekerjaan umum masih
kurang.
- Peralatan penunjang pelaksanaan urusan pekerjaan umum masih kurang.
- Konflik kepentingan pemanfaatan air irigasi masih sering terjadi.
- Pengelolaan air masih komunal bahkan masih mengusahakan sendiri-sendiri;
- Tidak tersedianya data base infrastruktur sesuai dengan teknologi yang berkembang.
C. Bidang Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman,
Pelaksanaan urusan perumahan di Kabupaten Nias Utara meliputi penataan
perumahan dan prasarana/sarana lingkungan perumahan seperti air bersih,
drainase, jalan lingkungan, sanitasi, persampahan, permakaman. Permasalahan yang
dihadapi adalah:
• Fasilitas umum dan fasilitas sosial perumahan masih banyak yang belum diserahkan pada
Pemerintah Daerah.
• Kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan dan pendayagunaan sarana dan prasarana
permukiman masih kurang.
• Pelayanan air bersih belum menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Nias Utara.
• Pelayanan sanitasi belum menjangkau seluruh masyarakat.
• Rumah tidak layak huni masih cukup banyak.
• Penyediaan tempat pemakaman umum bagi perumahan masih kurang.
• Pengelolaan sistem drainase belum memadai.
• Rumah yang belum ber IMB masih cukup banyak.
D. Bidang Penataan Ruang,
Permasalahan-permasalah utama yang dihadapi antara lain:
• Rencana rinci tata ruang belum mencakup seluruh Kabupaten Nias Utara.
• Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nias Utara dan Rencana Rinci Tata Ruang yang
telah disusun sampai saat ini ada yang belum ditetapkan menjadi produk hukum.
• Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya penataan ruang masih kurang; II - 26
• Pengendalian dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang belum optimal.
• Pembangunan perumahan dan tempat usaha yang tidak memenuhi syarat teknis tata
bangunan dan lingkungan.
• Kesadaran masyarakat untuk mengurus perizinan sebelum melakukan kegiatan masih
kurang.
• Ketidak sesuaian pengaturan pemanfaatan lahan kawasan hutan dengan kondisi lahan yang
sebernarnya.
E. Bidang Sosial
Masalah Kesejahteraan Sosial terkait pada penyediaan infrastruktur
permukiman yang menjadi salah satu kebutuhan dasar penduduk di Kabupaten Nias Utara
seperti kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, dan lainya. Permasalahan yang dihadapi di
bidang sosial ini antara lain adalah:
- Prosentase KK miskin masih cukup tinggi.
- Kemandirian dan produktivitas penyandang cacat masih rendah.
- Aksesibilitas fasilitas umum bagi difabel belum memadai.
- Peran kelembagaan kesejahteraan sosial belum optimal.
- Kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial belum optimal.
- Jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial masih terbatas;
- Rumah-rumah tidak layak huni masih ada;
- Data-data sosial sering dimanipulasi.
F. Bidang Lingkungan hidup,
Pelaksanaan pembangunan yang tidak terencana dengan baik sering berdampak pada krisis
kualitas lingkungan seperti penurunan kualitas udara dan sumber air, pencemaran bahan-
bahan makanan, kerusakan alam flora dan fauna dan sebagainya. Gejala-gelala tersebut telah
terlihat di Kabupaten Nias Utara yang dapat mengancam kesejahteraan penduduknya, seperti:
• Adanya penambangan bahan galian golongan C di pinggiran sungai yang dapat merusak
lingkungan.
• Alih fungsi lahan pertanian yang sulit dikendalikan.
• Pencemaran lingkungan (air, udara dan tanah) oleh limbah domestik dan kegiatan industri
kecil.
• Meningkatnya intensitas dan luasan daerah rawan bencana.
3. Langkah pengelolaan dan pemerataan pembangunan wilayah Kabupaten Nias Utara:
Pengembangan Jalur Angkutan Laut
Pengembangan jalur angkutan laut dan jenis pelayanan jalur angkutan tersebut, diuraikan
sebagai berikut:
• Peningkatan pelayanan rute Gunungsitoli – Sibolga;
• Peningkatan pelayanan rute Gunungsitoli – dengan daerah lainnya di seluruh Indonesia
terutama simpul pergerakan wisatawan, yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Lombok, Batam dan
Ujung Pandang.
• Pengembangan rute Lahewa – Sibolga.
• Pengembangan rute Sirombu – Sibolga.
• Pengembangan rute Gunungsitoli, Teluk dalam, Lahewa, Pulau Tello dengan wilayah
lainnya di Pantai Barat Sumatera, yaitu Sorkam, Barus dan Sikara-Kara.
• Pengembangan rute angkutan pantai Barat dan Timur Pulau Nias.
• Pengembangan jalur wisata Pulau Hinako – Pulau Pulau Batu – Moale – Teluk Dalam –
Sehe – Nuza – Afulu – Lahewa.
Angkutan Udara
Pengembangan jalur penerbangan Kabupaten Nias meliputi:
a. Pengembangan jalur penerbangan domestik (dalam negeri) terutama jalur jaringan kegiatan
pariwisata, yaitu:
- Gunungsitoli – Batam – Jakarta
- Gunungsitoli – Padang – Jakarta
- Gunungsitoli – Medan
b. Pengembangan jalur penerbangan internasional terutama jalur jaringan kegiatan pariwisata,
yaitu Gunungsitoli – Medan – Penang (Malaysia) – Singapura.
c. Pengembangan jalur penerbangan perintis, yaitu :
- Gunungsitoli – Sibisa-bisa (Tapanuli Utara)
- Gunungsitoli – Pulau Tello
- Pulau Tello – Medan
4. Pengembangan pusat-pusat permukiman atau pusat-pusat pertumbuhan di
Kabupaten Nias diarahkan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan antar wilayah seperti:
- Kawasan Timur dengan pusat pengembangan di Kota Gunungsitoli.
- Kawasan Utara dengan pusat pengembangan di Kota Lahewa.
- Kawasan Barat dengan pusat pengembangan di Kota Tetesua.
Ketiga kawasan tersebut telah mewakili masing-masing dari karakteristik wilayah maupun
kultur sosial budaya yang ada, seperti Nias Utama, Nias Utara, Nias Tengah dan Nias Barat.
Dengan demikian maka Hirarki dan Tata Jenjang Pusat-pusat Pelayanan di Kabupaten Nias
dapat dibedakan menjadi empat orde, yaitu:
a. Kota Jenjang I/Orde I (Pusat Pelayanan Utama) yaitu : Kawasan Perkotaan
Gunungsitoli (Dahana, Ononamolo I Lot, Gunungsitoli dan Afia)
Kota ini merupakan Pusat Pelayanan Utama di Pulau Nias, yaitu : pusat yang bukan hanya
melayani wilayah Kabupaten Nias akan tetapi juga melayani wilayah yang lebih luas (Pulau
Nias, termasuk di dalamnya Kabupaten Nias Selatan).
Kawasan ini diarahkan sebagai pusat aktifitas utama di Pulau Nias, dengan ciri dan
fungsinya adalah:
ƒ • Kota Orde I terletak di jalan provinsi mempunyai fasilitas yang paling lengkap
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Pada Kota tersebut terdapat kegiatan
industri, jasa dan perdagangan skala besar, perbankan, pendidikan setingkat
perguruan tinggi, kesehatan setingkat rumah sakit umum dan kegiatan lainnya.
ƒ • Hampir semua kebutuhan dari wilayah sekitarnya dapat dipenuhi misalnya :
mengolah bahan baku hasil produksi daerah Hinterland menjadi bahan jadi atau setengah
jadi dan selanjutnya memasarkannya/ mengekspornya dan hal ini akan meningkatkan
pendapatan unit-unit ekonomi dari wilayah tersebut.
ƒ • Apabila unit-unit ekonomi dari wilayah tersebut memerlukan faktor-faktor produksi seperti
modal, mesin dan lain-lain akan dapat disuplai oleh fasilitas di kota orde I tersebut. Kota
yang berfungsi seperti ini menurut istilah Franquis Perroux disebut Growth Centre (pusat
pengembangan) dari wilayah sekitarnya atau ada juga yang menyatakannya sebagai kota
yang bersifat generatif.
b. Kota Jenjang II /Orde II (Pusat Pelayanan Sekunder) yaitu: Kota Lahewa dan Tetesua.
Kota Orde II melayani satu atau lebih wilayah kecamatan di Kabupaten Nias, ciri dan
fungsinya adalah:
ƒ • Kota Orde Kedua berorientasi ke Kota Orde Pertama yang mempunyai fasilitas
kurang lengkap dibanding dengan Orde Pertama. Kota Orde II terletak di jalan
Provinsi. Pada hakekatnya berfungsi untuk menghubungkan kota-kota kecamatan dengan
kota kabupaten.
ƒ • Beberapa fasilitas pelayanan yang terdapat di kota ini antara lain pasar, jasa dan
perdagangan dan juga jasa pelayanan keuangan seperti perbankkan. Jasa lain yang terdapat
di kota ini antara lain : pendidikan sampai dengan pendidikan menengah (kadang-kadang
suatu perguruan setingkat perguruan tinggi dan akademi), kesehatan (sampai dengan
puskesmas plus atau rawat inap).
c. Kota Jenjag III/Orde III (Pusat Pelayanan Tersier): Tetehosi, Dahana Bawolato,
Fadoro, Hiliweto Gido, Lolofitu, Fadoro Lauru, Ombolata, Esiwa, Afulu,
Silimabanua dan Lolofaoso.
Kota Orde III merupakan Ibukota Kecamatan induk (sebelum dimekarkan menjadi
beberapa kecamatan) yang dikembangkan untuk melayani wilayah kecamatannya. Ciri dan
fungsinya adalah:
ƒ • Kota Orde Ketiga (semi kota) berorientasi ke Kota Orde Kedua, yang terletak di jalan
propinsi dan jalan kabupaten yang berfungsi menghubungkan kota-kota kecamatan dengan
kota kecamatan lainnya atau kota kecamatan dengan perdesaan.
ƒ • Berfungsi sebagai pelayanan langsung jasa distribusi barang-barang kebutuhan
pedesaan yang diperolehnya dari kota orde diatasnya. Kota Orde III menyediakan pelayanan
dasar seperti faktor produksi untuk pertanian dan barang-barang rumah tangga pedesaan
untuk kebutuhan sehari-hari.
ƒ • Fasilitas yang terdapat di kota ini antara lain adalah pasar kecil (pasar kecamatan) dan
fasilitas penyimpanan sementara hasil-hasil pertanian. Disamping itu terdapat fasilitas
perndidikan formal dan informal setingkat SLTA dan fasilitas kesehatan setingkat
puskesmas.
d. Kota Non Orde: Holi, Lahagu, Lasara Faga, Hilifadolo, Lawelu, Somolo-molo, Lasara
Siwalubanua, Nazalou Alo’oa, Dahadano Botombawo, Hiliwaele I, Togala
Oyo, Hilimbowo Kare, Lukhulase, Hilisalo’o, Sawo dan Sitolubanua.
Kota non orde merupakan Ibukota Kecamatan yang baru dimekarkan (Ibukota
Kecamatan Pemekaran). Kota Non Orde dikembangkan untuk melayani wilayah
kecamatannya dan desa-desa disekitarnya. Ciri dan fungsinya adalah:
ƒ • Kota Non Orde berorientasi ke Kota Kecamatan Induk (Orde Kedua atau ketiga)
yang berfungsi menghubungkan kota-kota kecamatan dengan kota kecamatan
lainnya atau kota kecamatan dengan perdesaan.
ƒ • Fasilitas yang terdapat di kota ini sangat minim. Apabila belum memiliki fasilitas umum,
maka fasilitas yang perlu dikembangkan pada kota ini antara lain adalah: pendidkan sampai
dengan tingkat SLTA dan kesehatan sampai dengan puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai