Urusan wajib terkait pelayanan dasar meliputi bidang (1) pendidikan, (2) kesehatan, (3)
pekerjaan umum dan penataan ruang, (4) perumahan dan kawasan permukiman, (5)
bidang ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat, dan (6) sosial
merupakan urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah, oleh karena itu
dalam pelaksanaan penyelenggaraannya di Kabupaten Sumbawa Barat masih terdapat
permasalahan sebagai berikut :
a. Bidang Pendidikan
1. Masih terdapatnya pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memenuhi
kompetensi dan sertifikasi;
2. Masih terdapatnya sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah yang
belum sesuai standar;
3. Belum optimalnya penyelenggaraan pendidikan anak usia dini;
4. Belum optimalnya penyelenggaraan pendidikan kesetaraan.
b. Bidang Kesehatan
1. Masih ditemukannya balita dengan kondisi gizi kurang, gizi buruk dan stunting;
2. Cakupan pelayanan untuk ibu hamil, ibu nifas, bayi, balita dan anak masih
perlu ditingkatkan sesuai standar;
3. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan baik di Rumah Sakit, puskesmas
dan puskesmas pembantu masih perlu ditingkatkan sesuai standar;
4. Standar Pelayanan Minimal pada Rumah Sakit Umum Daerah belum tercapai
secara optimal;
5. Masih kurangnya tenaga medis dokter spesialis di rumah sakit;
6. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam hidup sehat;
7. Belum optimalnya upaya preventif dan promotif terhadap pandemi Covid-19;
122
8. Masih diperlukannya peningkatan pencegahan dan penanganan terhadap
penderita penyakit menular antara lain Covid-19, HIV/AIDS, TB dan penyakit
tidak menular seperti hipertensi, kanker, diabetes.
c. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
1. Masih kurangnya kemantapan jalan kabupaten, jalan strategis, dan jalan non
status pedesaan;
2. Masih terdapatnya daerah/desa yang rawan air bersih;
3. Masih belum terintegrasinya jaringan drainase khususnya di Kecamatan Taliwang
yang sering menyebabkan banjir;
4. Masih terbatasnya jaringan pengaman sungai yang menyebabkan rawannya
pemukiman masyarakat dari banjir dan longsor;
5. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengurusan ijin mendirikan
bangunan (IMB).
d. Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
1. Masih diperlukannya peningkatan kualitas lingkungan dan rumah layak huni;
2. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah rumah
tangga;
3. Masih perlunya pembenahan atau rehabilitasi jalan dan saluran lingkungan
serta sarana dan prasarana permukiman.
e. Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat
1. Belum terpadunya koordinasi para pihak dalam pemeliharaan ketentraman,
ketertiban umum dan perlindungan masyarakat;
2. Masih terdapat gangguan ketentraman dan ketertiban umum;
3. Masih adanya warga yang belum berperan untuk disiplin dalam menjalankan
protokol kesehatan untuk pencegahan dan penanganan pandemik covid-19;
4. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana;
5. Masih terbatasnya sarana deteksi dini bencana;
6. Masih terbatasnya sarana dan prasarana dalam penanggulangan bencana
kebakaran;
7. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pencegahan bencana kebakaran.
f. Bidang Sosial
1. Belum tersedianya sistem data informasi terpadu kemiskinan daerah;
2. Belum terpadunya koordinasi penanggulangan kemiskinan daerah;
3. Masih terbatasnya penerima bantuan kelompok usaha bagi masyarakat miskin.
123
4.1.2. Permasalahan Pembangunan Urusan Wajib Tidak Terkait Pelayanan Dasar
Penyelenggaraan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar
meliputi pelayanan di bidang (1) tenaga kerja, (2) pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, (3) pangan, (4) pertanahan, (5) lingkungan hidup, (6) administrasi
kependudukan dan pencatatan sipil, (7) pemberdayaan masyarakat dan desa, (8)
pengendalian penduduk dan keluarga berencana, (9) perhubungan, (10) komunikasi dan
informatika, (11) koperasi, usaha kecil dan menengah, (12) penanaman modal, (13)
kepemudaan dan olah raga, (14) statistik, (15) persandian, (16) kebudayaan, (17)
perpustakaan, dan (18) kearsipan, telah diselenggarakan dengan baik, namun demikian
masih terdapat permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
124
1. Masih terdapat pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan KB;
2. Masih terbatasnya tenaga pelaksana pelayanan KB.
i. Bidang Perhubungan
1. Belum tersedianya trayek transportasi dalam Kota Taliwang;
2. Belum tersedianya terminal kecamatan yang memadai;
3. Masih terbatasnya sarana dan prasarana keselamatan lalu lintas.
j. Bidang Komunikasi dan Informatika
1. Masih terbatas kawasan hot spot internet publik;
2. Belum terpadunya pemanfaatan internet untuk pelayanan publik;
3. Belum terpadunya pemanfaatan aplikasi untuk pelayanan publik.
k. Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
1. Masih rendahnya jiwa enterpreneurship maupun pengetahuan manajemen usaha
yang dimiliki pelaku UMKM, sehingga jenis usaha yang ditekuni seringkali tidak
bertahan lama;
2. Masih belum optimalnya pemanfaatan fasilitasi akses permodalan untuk usaha
mikro;
3. Masih rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam keanggotaan
sebuah lembaga koperasi;
4. Masih diperlukan upaya peningkatan daya saing produk-produk lokal di pasar
domestik dan internasional.
l. Bidang Penanaman Modal
1. Masih kurang optimalnya pengelolaan data investasi serta data potensi investasi
yang dapat dipromosikan untuk menunjang peningkatan jumlah investasi
Kabupaten Sumbawa Barat;
2. Masih perlunya peningkatan sistem pelayanan investasi berbasis teknologi
informasi yang terintegrasi secara nasional.
m. Bidang Kepemudaan dan Olahraga
1. Belum terpadunya pembinaan pemuda;
2. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pembinaan olahraga;
3. Masih diperlukannya pembinaan dan pengembangan tenaga atlit dan pelatih
professional.
n. Bidang Statistik
1. Belum tersedianya data statistik sektoral daerah yang berkesinambungan;
2. Belum terpadunya penyusunan data statistik daerah.
o. Bidang Persandian
1. Belum tersedianya tenaga persandian yang handal.
p. Bidang Kebudayaan
1. Masih belum optimalnya upaya penguatan budaya lokal;
2. Belum optimalnya pemeliharaan cagar budaya daerah;
3. Belum terpadunya promosi budaya daerah.
125
q. Bidang Perpustakaan
1. Masih terbatasnya sarana dan prasarana perpustakaan daerah;
2. Masih rendahnya minat baca masyarakat;
3. Masih terbatasnya bahan bacaan perpustakaan;
4. Masih rendahnya tenaga pustakawan.
r. Bidang Kearsipan
1. Belum terpadu penataan arsip perangkat daerah;
2. Masih terbatasnya tenaga arsiparis.
126
f. Bidang Transmigrasi
1. Belum terpadunya pembinaan transmigran;
2. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengembangan wilayah transmigrasi.
a. Perencanaan
1. Masih terbatasnya aparatur perencana daerah;
2. Belum terpadunya perencanaan dan penganggaran daerah.
b. Keuangan
1. Masih rendahnya tingkat kemandirian keuangan daerah;
2. Belum terpadunya pengelolaan asset daerah;
3. Belum terpadunya pembinaan pengelolaan keuangan perangkat daerah.
c. Kepegawaian
1. Masih terbatasnya jumlah ASN daerah;
2. Masih perlu ditingkatkan kinerja aparatur daerah.
d. Pendidikan dan Pelatihan
1. Masih terbatasnya aparatur yang mengikuti pendidikan dan pelatihan pimpinan;
2. Belum terpadunya pendidikan dan pelatihan fungsional aparatur daerah.
e. Penelitian dan Pengembangan
1. Belum terpadunya pengembangan penelitian daerah;
2. Masih terbatasnya masyarakat peneliti daerah.
127
4.1.6. Permasalahan Pembangunan Unsur Pengawas Urusan Pemerintahan
Pada pertemuan tingkat tinggi di markas PBB pada September 2015, sebanyak 193 negara
anggota PBB sepakat untuk menjadikan SDGs sebagai kerangka agenda pembangunan dan
kebijakan politis selama 15 tahun ke depan mulai 2016 hingga 2030. Pemerintah di setiap
negara anggota PBB– baik negara kaya, menengah, maupun miskin, baik negara maju
maupun berkembang – memiliki tanggungjawab mengimplementasikan SDGs untuk
mencapai SDGs. Negara adalah pihak yang memiliki tanggungjawab utama dalam
pembangunan sosial dan ekonomi, pembuatan kebijakan nasional, menentukan strategi
pembangunan, yang diperlukan untuk tujuan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah semua negara diharapkan menerapkan agenda dan kebijakan politis
pembangunan ekonomi nasional, untuk meningkatkan kemakmuran dan sekaligus
melindungi planet bumi.
128
SDGs secara eksplisit bertujuan memberantas kemiskinan dan kelaparan, mengurangi
ketimpangan dalam dan antar negara, memperbaiki manajemen air dan energi, dan
mengambil langkah urgen untuk mengatasi perubahan iklim. Berbeda dengan MDGs,
SDGs menegaskan pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan agar dilakukan bersama
dengan upaya strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menerapkan langkah
kebijakan sosial untuk memenuhi aneka kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan,
proteksi sosial, kesempatan kerja), dan langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan
iklim dan proteksi lingkungan.
SDG terdiri atas 17 tujuan dan 169 target, yang meliputi aneka isu pembangunan
berkelanjutan. Daftar 17 tujuan dalam SDGs sebagai berikut:
1. Kemiskinan (Poverty) – Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di setiap
tempat.
2. Panngan (Food) – Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan gizi,
dan meningkatkan pertanian yang berkelanjutan.
3. Kesehatan (Health)– Menjamin hidup yang sehat dan meningkatkan kesehatan /
kesejahteraan bagi semua pada semua usia.
4. Pendidikan (Education) –Menjamin pendidikan yang berkualitas, inklusif dan adil,
meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua.
5. Perempuan (Women) – Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua
wanita dan gadis.
6. Air (Water) – Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang
berkelanjutan bagi semua.
7. Energi (Energy) – Menjamin akses terhadap energi yang terjangkau (terbeli), andal,
berkelanjutan, dan modern, bagi semua.
8. Ekonomi (Economy) – Meningkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
inklusif; partisipasi penuh dalam pekerjaan yang produktif, jenis pekerjaan yang layak
bag semua.
9. Infrastruktur (Infrastructure) – Membangun infrastuktur (prasarana) yang awet/
kuat, meningkatkan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, mendukung
inovasi.
10. Ketidaksetaraan (Inequality) – Mengurangi ketidaksetaraan (inequality) dalam dan
antar negara.
11. Pemukiman (Habitation) – Membangun kota dan pemukiman manusia yang inklusif,
aman, awet/ kuat, dan berkelanjutan.
12. Konsumsi (Consumption) – Menjamin pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan.
13. Iklim (Climate) – Mengambil langkah-langkah tindakan yang segera untuk mengatasi
perubahan iklim dan dampaknya.
129
14. Ekosistem Kelautan (Marine Ecosystem)– Melindungi dan menggunakan lautan,
laut, dan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan untuk pembangunan yang
berkelanjutan.
15. Ekosistem (Ecosystem) – Melindungi, memulihkan, dan meningkatkan penggunaan
ekosistem bumi secara berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan,
menghentikan dan membalik degradasi (kerusakan) tanah, dan kehilangan
biodiversitas (keragaman hayati).
16. Kelembagaan (Institutions) – Menciptakan masyarakat yang damai dan inklusif untuk
pembangunan yang berkelanjutan, memberikan akses terhadap keadilan bagi semua,
membangun lembaga yang efektif, akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan), dan
inklusif, pada semua level.
17. Keberlanjutan (Sustainability) – Memperkuat cara implementasi dan merevitalisasi
(menghidupkan kembali) kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Hampir semua tujuan dalam SDGs merupakan determinan sosial kesehatan yang terletak
di berbagai level. Hanya tujuan ke 3 (Health) yang bukan merupakan determinan
kesehatan, melainkan tujuan kesehatan itu sendiri yang ingin dicapai. Tujuan ke 3 SDGs
dengan jelas menyebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kehidupan yang sehat
bagi semua (keadilan kesehatan) pada semua usia (kesetaraan kesehatan menurut usia).
130
4.2.2. Kesenjangan Pembangunan Manusia (Global Inequality Human
Development)
Kedua, kesenjangan arus dilihat lebih dari hanya sekedar angka jauh tidaknya dari nilai
rata-rata kondisi umum. Sedangkan ketiga, kesenjangan tidak bisa dilihat dari sudut
pandang statik yang didasari kondisi saat ini, tetapi harus mulai dilihat dengan sudut
pandang dinamik, utamanya dampak perubahan-perubahan yang terjadi dimasa depan dan
pengaruhnya terhadap upaya penanganan kesenjangan (Human Development Reports, 2020).
Pemahaman yang tepat terkait masalah kesenjangan akan sangat membantu kemajuan yang
diterima sebagai hasil dari proses pembangunan. Laporan terakhir dari PBB menunjukkan
bahwa, secara global, kemajuan pembangunan manusia terhambat sebesar hampir 20%
sebagai akibat berbagai kesenjangan yang ada. Kesenjangan tersebut antara lain; pelayanan
pendidikan yang tidak merata, pelayanan kesehatan yang tidak merata, serta kesenjangan
dalam kualitas standar hidup. Selain itu laporan tersebut juga memprediksi bahwa dengan
cara penanganan kesenjangan seperti saat ini maka setidaknya diperlukan waktu 100 tahun
agar terwujud kesetaraan gender.
131
4.2.3. Revolusi Industri 4.0
Saat ini dunia sedang berada dalam permulaan era revolusi industri ke-4 atau yang dikenal
dengan revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 didefinisikan sebagai perubahan yang
revolusioner berbasiskan berbagai teknologi terkini, dimana salah satu tehnologi terkini
yang sangat menonjol penerapannya saat ini adalah tehnologi informatika. Oleh karena itu
revolusi industri 4.0 bisa diartikan sebagai perubahan revolusioner yang terjadi ketika
teknologi informasi diterapkan pada semua Industri. Di dalam revolusi industry ini yang
terjadi adalah proses otomatisasi berkelanjutan dari praktik manufaktur dan industri
tradisional dengan menggunakan teknologi pintar (smart) modern. Penggunaaan tehnologi
informasi memungkinkan terjadinya komunikasi mesin ke mesin (M2M) dalam skala besar
dan aplikasi internet of things (IoT) yang terintegrasi untuk meningkatkan otomatisasi,
meningkatkan komunikasi dan proses monitoring otomatis (self monitoring), serta produksi
mesin pintar yang dapat menganalisis dan mendiagnosis masalah tanpa perlu campur
tangan manusia (Moore, 2019).
Istilah Revolusi Industri Ke-empat pertama kali dikenalkan oleh Klaus Schwab (2015),
ketua eksekutif World Economic Forum, dalam artikel yang diterbitkan oleh Foreign
Affairs dengan judul "Menguasai Revolusi Industri Ke empat". Topik tersebut kemudian
menjadi tema pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun 2016, di Davos-Klosters,
Swiss. Di mana selanjutnya pada 10 Oktober 2016, Forum Ekonomi Dunia
mengumumkan pembukaan pusat revolusi industri ke-4 di San Francisco.
Menurut schwab (2015) dalam revolusi industri ke-4 ini ditandai dengan penggabungan
antara; perangkat keras, perangkat lunak, dan biologi (sistem fisik siber). Selain itu terjadi
kemajuan yang signifikan dalam komunikasi dan konektivitas. Secara umum era ini
ditandai dengan terobosan dalam teknologi baru di bidang-bidang seperti robotika,
kecerdasan buatan, nanoteknologi, komputasi kuantum, bioteknologi, internet of things,
industri internet of things, desentralisasi konsensus, teknologi nirkabel generasi kelima,
percetakan 3 dimensi (3D) , dan kendaraan otonom penuh (fully autonomous vehicles).
Terdapat empat prinsip desain yang diidentifikasi sebagai bagian integral dari revolusi
industri 4.0, yaitu; Pertama, “interkoneksi” yang menunjukkan kemampuan mesin,
perangkat, sensor, dan manusia untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain
melalui Internet of things (IoT), atau internet of people (IoP). Kedua, “transparansi informasi”
dimana transparansi yang diberikan oleh teknologi Industri 4.0 memberi operator
informasi yang komprehensif untuk menginformasikan keputusan. Inter- konektivitas yang
memungkinkan operator untuk mengumpulkan data dan informasi dalam jumlah besar
dari semua titik dalam proses manufaktur, mengidentifikasi area utama yang dapat
mengambil manfaat dari perbaikan untuk meningkatkan fungsionalitas. Ketiga adalah
132
“asistensi teknis” yang berupa fasilitas teknologi dalam bentuk sistem untuk membantu
manusia dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, serta kemampuan untuk
membantu manusia dengan tugas-tugas yang sulit atau tidak aman/berbahaya. Dan,
terakhir adalah “keputusan terdesentralisasi” yang merupakan kemampuan sistem fisik
dunia maya untuk membuat keputusan sendiri dan untuk melakukan tugas mereka se-
otonom mungkin (Gronau et all, 2016).
Revolusi Industri 4.0memiliki tingkat kecepatan perobahan yang tidak pernah ada pada
dalam sejarah revolusi industri sebelumnya. Revolusi Industri 4.0 memiliki kecepatan
eksponensial, yaitu bergerak sedemikan dengan kelipatan yang luar biasa sehingga memiliki
efek “disruption” industri disetiap negara pada keseluruhan sistem. Disruption ini terjadi
secara meluas, mulai dari pemerintahan, ekonomi, hukum, politik, sampai penataan kota,
konstruksi, pelayanan kesehatan, pendidikan, kompetisi bisnis dan juga hubungan-
hubungan sosial. Pada bidang ekonomi pengaruh disruption ini sangat jelas terlihat.
Bidang pekerjaan baru bermunculan dan sebagian pekerjaan lama berangsur hilang.
Banyak pekerjaan biasanya dilakukan oleh tenaga manusia mulai digantikan oleh tenaga
mesin atau robot, yang berakibat kepada hilangnya sumber penghidupan manusia pada
bidang-bidang tersebut. Akan tetapi disisi lain memunculkan pekerjaan-pekerjaan baru
yang belum ada sebelumnya. Pada saat ini sudah mulai bermunculan pekerjaan baru
seperti; data miner, analis big data, ilmuwan kecerdasan buatan (artificial intelligence),
cyber security, application designer, gene designer, dan lain lain.
Pada bidang organisasi dan institusi publik, disruption ini memaksa bidang tersebut untuk
memikirkan ulang dan beradaptasi terkait bagaimana seharusnya mereka beroperasi di era
ini. Pada masa revolusi industri sebelumnya, seorang pengambil keputusan baik pada
pemerintahan maupun organisasi bisnis dan sosial memiliki waktu yang cukup untuk
mempelajari dan menganalisa sebuah masalah yang muncul dan memutuskan respon yang
diperlukan. Hal tersebut tidak berlaku lagi untuk era revolusi industri 4.0. Dalam era ini
respon serta pengambilan keputusan harus cepat, sehingga perlu memiliki integrasi data,
kemampuan analisa big data dan perlu bantuan dari kecerdasan buatan.
Pada bidang sosial kemasyarakatan revolusi industri 4.0 memunculkan beberapa fenomena
baru yang perlu diantispasi agar tidak membawa efek negatif. Revolusi industri 4.0
mengharuskan masyarakat mampu untuk, disatu sisi, menyerap, menampung dan
menerima modernitas baru tetapi disisi lain, tetap bisa mengamalkan kepercayaan dan
nilai-nilai luhur yang mereka percayai. Hal ini berdampak pada munculnya kegalauan
tersediri bagi masyarakat/komunitas tertentu. Fenomena lain yang muncul dalam era ini
sebagai dampak dari proses digitalisasi adalah “me-centered emergency” (berfokus dan
mementingkan diri sendiri) dalam masyarakat. Secara lebih luas dampak dari revolusi
133
industri terlihat pada perubahan tingkah laku, pola komunikasi dan sosialisasi, pola belajar,
privasi, kepemilikan, konsumsi, waktu bekerja, waktu istirahat, gaya hidup, dan sebagainya.
Bila disikapi dengan positif maka era ini sebenarnya membawa harapan, peluang dan juga
tantangan. Peluang terbesar secara makro ekonomi adalah proses otomatisasi dan
digitalisasi berpeluang meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang akan membuka pasar
baru dan pada akhirnya mendorong pertumbungan ekonomi. Akan tetapi salah satu
tantangan terbesar dari sisi makro ekonomi terkait dengan masalah ketenagakerjaan,
terutama karena akan hilangnya berbagai jenis pekerjaan tradisional karena digantikan
dengan sistem, aplikasi dan mesin/robot. Hal ini tentunya harus mulai dipikirkan dan
diantisipasi agar mampu meredam dampak negatif yang timbul.
Visi Misi Presiden 2020-2024 disusun berdasarkan arahan RPJPN 2020-2025. RPJMN
2020-2024 dilaksanakan pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden K.H. Ma’ruf Amin dengan visi “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat,
Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi tersebut diwujudkan
melalui 9 (sembilan) Misi yang dikenal sebagai Nawacita Kedua.
134
Gambar 4. 2. Visi dan Misi Presiden 2020-2024
Presiden menetapkan 5 (lima) arahan utama sebagai strategi dalam pelaksanaan misi
Nawacita dan pencapaian sasaran Visi Indonesia 2045. Kelima arahan tersebut mencakup
Pembangunan Sumber Daya Manusia, Pembangunan Infrastruktur, Penyederhanaan
Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi Ekonomi.
135
Gambar 4. 3. Arahan Presiden Untuk Pencapaian Visi 2045
Berdasarkan RPJPN 2005 – 2025, Visi Indonesia 2045, dan Visi Misi Presiden menjadi
landasan utama penyusunan RPJMN 2020–2024, yang selanjutnya diterjemahkan ke
dalam 7 agenda pembangunan sesuai kerangka pikir pada gambar berikut ini.
136
Gambar 4. 4. Agenda Pembangunan Nasional 2020-2024
Selain menjaga pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga tetap menjadi prioritas. Sasaran
inflasi tahun 2020-2024 dijaga stabil dengan tren menurun, menjadi sekitar 2,7% pada
137
tahun 2024. Pencapaian sasaran tersebut diupayakan melalui penyelesaian permasalahan
struktural, pengelolaan ekspektasi, dan penguatan koordinasi.
Selepas krisis ekonomi 1998, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3% per
tahun. Bahkan dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung
stagnan pada kisaran 5,0%. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut, sulit bagi
Indonesia untuk segera menjadi negara berpendapatan tinggi.
138
sumberdaya manuisa menjadi kendala mengikat bagi pertumbuhan ekonomi jangka
menengah-panjang.
Apabila tidak segera diatasi, kualitas sumberdaya manusia yang rendah akan menghalangi
Indonesia untuk bersaing di era digital dan sulit beralih ke manufaktur dengan kandungan
teknologi yang semakin meningkat. Kendala lain yang masih harus diatasi adalah
rendahnya penerimaan perpajakan dan kualitas belanja, serta infrastruktur yang masih
harus ditingkatkan, terutama terkait konektivitas.
139
Kinerja net-ekspor menahan perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam di sebagian besar
wilayah. Disrupsi rantai pasok akibat penerapan lockdown di Tiongkok di satu sisi
berdampak positif pada peningkatkan permintaan beberapa produk ekspor dari daerah.
Ekspor produk terkait kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2020 di Jawa dan
Sumatera. Selain itu, kinerja ekspor Jawa juga ditopang oleh ekspor alas kaki dan garmen
akibat pengalihan pengalihan permintaan. Namun, kenaikan impor bahan baku di Jawa
dan impor barang modal di Sumatera menahan kinerja net-ekspor kedua wilayah tersebut
lebih lanjut. Dampak dari lockdown di Tiongkok juga berimbas positif pada membaiknya
ekspor batubara di Kalimantan pada triwulan I 2020. Sementara itu, kinerja ekspor dari
Sulampua masih ditopang oleh besi baja. Peningkatan ekspor besi baja dari wilayah
Sulampua juga didukung beroperasinya smelter baru sejak akhir 2019. Meski demikian,
kenaikan impor barang modal menahan perbaikan kinerja net-ekspor Sulampua lebih
lanjut. Di sisi lain, kinerja ekspor Balinusra terkontraksi cukup dalam, terutama akibat
penurunan ekspor jasa seiring penurunan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di
triwulan I 2020.
Di sisi lapangan usaha (LU), kinerja LU perdagangan dan industri pengolahan di hampir
semua wilayah menghadapi tekanan dari permintaan domestik yang menurun. Secara
umum, kinerja LU perdagangan melambat di semua wilayah sejalan dengan perlambatan
permintaan domestik dan pembatasan aktivitas masyarakat terkait COVID-19.
Melemahnya permintaan domestik dan global juga mengakibatkan aktivitas industri di
hampir seluruh wilayah menurun, kecuali Kalimantan. Kinerja industri Kalimantan yang
tumbuh lebih baik ditopang program implementasi B30, peningkatan produksi industri
karet, industri pupuk, serta perbaikan produksi kilang minyak. LU pertanian juga
melambat di semua wilayah, kecuali Sumatera, karena faktor cuaca menyebabkan
pergeseran masa panen tanaman pangan.
140
Selain itu, kinerja LU konstruksi melambat sejalan dengan perlambatan investasi
bangunan.
Perekonomian Jawa yang memiliki pangsa terbesar dalam perekonomian nasional juga
tercatat tumbuh melambat. Pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan I 2020 sebesar
3,42% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2019 yang sebesar 5,34%
(yoy). Perlambatan tersebut terutama bersumber dari penurunan permintaan domestik,
khususnya investasi bangunan seiring dengan penundaan penyelesaian beberapa Proyek
Strategis Nasional (PSN), antara lain jalan tol dan proyek kereta cepat. Konsumsi swasta
juga mengalami perlambatan, terutama akibat pembatasan aktivitas masyarakat terkait
COVID-19, yang diikuti dengan menurunnya pendapatan masyarakat. Perlambatan
permintaan domestik lebih lanjut tertahan oleh konsumsi pemerintah yang membaik
ditopang belanja APBN dan APBD dalam rangka penanggulangan COVID-19, terutama
bantuan sosial. Sementara itu, kinerja ekspor ditopang adanya pengalihan permintaan
beberapa produk industri seperti alas kaki dan garmin ke Jawa akibat dampak lockdown di
Tiongkok. Namun, di sisi lain ekspor antar daerah melambat disertai peningkatan impor
bahan baku sehingga menyebabkan secara keseluruhan kinerja netekspor Jawa mengalami
penurunan. Dari sisi LU, penurunan permintaan domestik dan global menekan kinerja
LU perdagangan, industri pengolahan, dan konstruksi sejalan dengan perlambatan
investasi bangunan. Sementara LU pertanian melambat karena mundurnya masa panen
sebagai dampak dari faktor cuaca.
141
Wilayah Kalimantan juga mencatat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Ekonomi
Kalimantan tumbuh 2,49% (yoy) pada triwulan I 2020, lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,73% (yoy). Perlambatan ini terutama dipengaruhi oleh
penurunan permintaan domestik, terutama investasi. Hal ini antara lain disebabkan oleh
adanya beberapa proyek investasi berskala besar yang mengalami penundaan penyelesaian.
Sementara itu, konsumsi swasta melambat seiring dengan normalisasi permintaan pasca
HBKN. Konsumsi pemerintah juga melambat sesuai siklus awal tahun yang masih
cenderung rendah. Di sisi lain, kinerja ekspor tercatat membaik sehingga berdampak positif
pada net ekspor, antara lain karena peningkatan ekspor emas dan perbaikan kontraksi
ekspor batubara. Dari sisi LU, perlambatan pertumbuhan ekonomi Kalimantan terutama
dipengaruhi oleh kinerja LU pertanian dan pertambangan akibat faktor cuaca, serta LU
PHR seiring tingkat okupansi hotel yang menurun. Demikian halnya dengan LU
konstruksi yang tumbuh melambat antara lain karena penundaan beberapa penyelesaian
proyek strategis. Di sisi lain, kinerja LU industri pengolahan tumbuh positif didorong oleh
implementasi B30, peningkatan produksi industri karet, pupuk, dan kilang minyak.
Pertumbuhan ekonomi Sulampua masih positif ditopang oleh ekspor hasil hilirisasi
tambang. Ekonomi Sulampua tumbuh 3,56% (yoy) pada triwulan I 2020, melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,21% (yoy). Permintaan
domestik melambat, terutama karena melambatnya kinerja investasi terkait smelter nikel
di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Konsumsi pemerintah juga melambat
sebagaimana pola di awal tahun, disertai adanya kebijakan daerah untuk efisiensi dan
realokasi anggaran untuk pencegahan penyebaran COVID-19. Selain itu, konsumsi swasta
juga melambat akibat penurunan aktivitas masyarakat sejalan dengan himbauan physical
distancing. Di sisi lain, kinerja net-ekspor pada triwulan I 2020 masih positif meski tumbuh
melambat dibanding periode triwulan sebelumnya. Perkembangan ini didukung masih
kuatnya permintaan besi baja dari Tiongkok dan adanya penambahan produksi hasil
operasional smelter baru. Dari sisi LU, kinerja perekonomian Sulampua pada triwulan I
2020 ditopang oleh LU pertambangan yang membaik ditunjang produksi tambang bawah
tanah di Papua. Selain itu, LU pertanian dan LU industri pengolahan tercatat mengalami
pertumbuhan yang melambat pada triwulan I 2020.
142
refokusing anggaran pusat dan daerah, diperkirakan dapat menahan penurunan kinerja
ekonomi daerah lebih lanjut.
Dari sisi LU, secara umum kinerja utama setiap wilayah diperkirakan mengalami
perlambatan. Pembatasan aktivitas masyarakat terkait COVID-19 diperkirakan
memengaruhi kinerja LU perdagangan, industri, dan konstruksi di seluruh wilayah.
Demikian halnya dengan kinerja LU pertambangan yang diperkirakan melambat di hampir
seluruh wilayah, kecuali Sulampua yang ditopang produksi tambang bawah tanah Papua.
Di sisi lain, kinerja LU pertanian diperkirakan membaik di sebagian wilayah karena
berlangsungnya masa panen tanaman bahan makanan (tabama) dan membaiknya cuaca
yang mendukung produktivitas tanaman hortikultura.
Pandemi COVID-19 telah menyebar ke hampir semua negara di dunia dalam waktu yang
sangat singkat. Meskipun demikian waktu penyebaran dan lama pandemi, tingkat
gangguan, serta kemampuan negara-negara di dunia untuk meresponsnya sangat bervariasi.
Negara yang lebih besar dan maju umumnya memiliki sumber daya dan infrastruktur yang
lebih lengkap untuk menghadapi pandemi sehingga memberikan kemampuan recovery yang
lebih cepat.
Survei yang dilakukan kepada 100 eksekutif ASEAN menunjukkan bahwa 40% responden
mempercayai bahwa akan ada serangan kedua virus covid19 yang berdampak pada
pertumbuhan jangka panjang yang lambat serta pemulihan ekonomi dunia yang terjadi
perlahan. Pada scenario ini intervensi ekonomi dipercaya akan efektif dalam menopang
konsumsi utama tetapi kemungkinan serangan kedua virus covid19 akan mengarah ke
lockdown putaran kedua (McKinsey 2020). Lockdown putaran kedua ini yang dipercaya
akan memperburuk kondisi ekonomi global serta memperlambat upaya pemulihan
ekonomi secara global.
143
penurunan sebesar minus 10,3%, sedikit lebih bagus dibanding rata-rata penurunan
ekonomi global. Pada akhir 2020 semua negara ini diprediksi akan mengalami
pertumbuhan PDB tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan krisis keuangan
global 2008, yaitu minus 11,5% hingga minus 5,3% untuk tahun 2020 dibandingkan
dengan minus 2,2% pada 2008 dan menjadi 4,5% pada tahun 2009 (McKinsey 2020 &
OECD 2010).
Dari sisi perdagangan dunia negara-negara di Asia juga terdampak sangat parah.
Perdagangan intra-Asia diperkirakan turun 13% dari 2019 hingga 2020. Sedangkan
perdagangan dari Asia ke Barat turun sekitar 20%. Pada hampir semua negara, upaya
menangani pandemi covid19 sedang berlangsung. Sejumlah besar intervensi kesehatan
masyarakat telah diterapkan. Pada banyak negara, diberlakukan sistem perawatan
kesehatan seperti dalam kondisi perang, seperti untuk meningkatkan kapasitas tempat
tidur, persediaan, dan pekerja terlatih. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk mengatasi
kekurangan pasokan medis yang sangat dibutuhkan.
Perang melawan COVID-19 adalah hal yang harus dimenangkan terlebih dahulu saat ini
jika kita ingin merencanakan arah yang tepat secara ekonomi dan sosial menuju kondisi
normal baru. Kondisi normal baru adalah realitas baru yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Setelah tercapai kondisi normal baru maka dipastikan akan terjadi
restrukturisasi dramatis terhadap tatanan ekonomi dan sosial. Keberlangsungan bisnis dan
keselamatan karyawan merupakan tantangan utama saat ini. Metode work from home atau
pekerjaan jarak jauh menjadi metode utama dimasa ini. Hampir semua lini bisnis
mengalami perlambatan dalam aktivitas mereka. Dalam dunia pendidikan Institusi
pendidikan beralih ke sistem belajar online sebagai upaya agar proses belajar mengajar tetap
berjalan meskipun ruang kelas fisik ditutup. Pada sisi lain, dunia usaha dan pemerintah
dipaksa untuk memenuhi permintaan di area kritis yang mencakup makanan, persediaan
rumah tangga, dan barang medis.
144
terpenting. Tetapi segera setelah itu, bisnis perlu bertindak berdasarkan rencana ketahanan
yang lebih luas karena guncangan mulai meningkatkan struktur industri yang sudah
mapan, mengatur ulang posisi kompetitif selamanya. Sebagian besar penduduk akan
mengalami ketidakpastian dan tekanan keuangan pribadi. Pimpinan sektor publik, swasta,
dan sosial perlu membuat keputusan "melalui siklus" yang sulit yang menyeimbangkan
keberlanjutan ekonomi dan sosial, mengingat kohesi sosial sudah berada di bawah tekanan
berat dari populisme dan tantangan lain yang ada sebelum virus korona.
Ketika memasuki era normal baru maka tantangan pertama adalah mengembalikan bisnis
ke operasional setelah penghentian atau penurunan drastis dalam operasi mereka, dan ini
tidak mudah. Penglaman dari negara-negara yang telah recovery dan memasuki normal
baru lebih awal, seperti China, menunjukkan bahwa banyak rantai pasokan input (supply
chain) yang belum sepenuhnya siap melayani kebutuhan industri. Selain itu perlu waktu
bagi pekerja dan karyawan untuk mencapai tingkat produktivitas tenaga kerja sebelumnya.
Pada konteks ini peran pemerintah pada masing-masing negara sangat penting untuk
membantu mengatasi permasalahan tersebut. Bagi negara berkembang seperti Indonesia
permasalahan terkait upaya recovery pada dunia usaha menghadapi tantangan yang lebih
kompleks. Selain keterbatasan sumber daya dan dana bagi intervensi juga besarnya
ketergantungan impor terhadap barang modal dan bahan baku industri. Kondisi dimana
masih banyak rantai pasokan (suplly chain) dari pihak luar negri yang belum recovery
sepenuhnya tentu perlu dipikirkan dengan baik cara mengatasinya agar industri dalam
negeri bisa segera berangsur-angsur beroperasi dengan normal dan penyerapan tenaga kerja
kembali normal.
Meskipun demikian, negara-negara di Asia Tenggara masih memiliki beberapa potensi bagi
percepatan recovery ekonomi mereka. Menurut study yang dilakukan oleh McKinsey
Global Institute (2020), setidaknya terdapat lima sektor yang sangat berpotensi, yaitu; (1)
Sebagai pusat manufaktur; (2) Infrastruktur hijau; (3) investasi dalam sektor digital; (4)
Pelatihan ulang bakat, dan (5) Industri makanan bernilai tinggi. Potensi ini bila mampu
dimanfaatkan dengan baik, maka tidak hanya dapat mempercepat pemulihan ekonomi di
negara-negara ini tetapi juga meletakkan dasar untuk pertumbuhan yang berkelanjutan bagi
negara-negara berkembang di ASEAN setelah era normal baru.
145
NUSA TENGGARA BARAT YANG GEMILANG” yang diwujudkan melalui misi sebagai
berikut :
Program Unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat
merupakan janji-janji kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan dilaksanakan
pada tahun 2019-2023. Program unggulan merupakan salah satu usaha mewujudkan visi
dan pencapaian misi yang telah disusun oleh Gubernur dan Wakil Gubernur, untuk
mengatasi permasalahan ditengah masyarakat. Program unggulan Provinsi Nusa Tenggara
Barat Tahun 2019-2023 ditetapkan sebagai berikut :
1. Gemilang Infrastruktur Dan Tangguh Bencana, terdiri dari (1) Percepatan Jalan
Mantap, (2) SPAM Regional, (3) SI-AGA, (4) Irigasi Cukup, (5) Desa Tangguh
Bencana, (6) Nusa Terang Benderang, (7) NTB Terkoneksi, dan (8) Sekolah Siaga
Bencana.
2. Gemilang Birokrasi, terdiri dari (1) eNTeBe Plan, (2) SAKIP LEVEL A, (3) E-
Samsat, (4) NTB Care, (5) Research Based Policy, (6) Samsat Delivery, (7) NTB
SDGs Centre, (8) NTB Satu Data, NTB Satu Peta, dan (9) NTB WTP.
3. Gemilang Pendidikan Dan Kesehatan, terdiri dari (1) 1.000 Cendekia, (2) Literasi
Digital, (3) Rumah Bahasa, (4) Revitalisasi Posyandu, (5) NTB Juara, (6) Air Bersih
Untuk Semua, (7) Jamban Keluarga, (8) Re-engineering SMK, (9) Generasi Emas
NTB, dan (10) Rumah Layak Huni.
4. Gemilang Lingkungan, terdiri dari (1) Tata Ruang Berkelanjutan, (2) NTB Hijau,
(3) NTB Zero Waste, (4) Geopark Dunia, (5) Bank Sampah, dan (6) Taman Asri.
5. Gemilang Ekonomi, Pariwisata, Pertanian Dan Industri, terdiri dari (1) Melawan
kemiskinan dari desa, (2) HHBK Unggul, (3) E-Commerce, (4) Bumdes Maju, (5)
Science Technology Industrial Park (STIP) Inovatif, (6) Koperasi Aktif, (7) Keluarga
146
Sasambo Gemilang, (8) NTB ramah investasi, (9) UMKM Bersaing, (10) 99 Desa
Wisata, (11) Perda Produk Lokal, (12) Rumah Kemasan, (13) Pertanian Lestari, (14)
Kampung Unggas, (15) Revitalisasi BLK, (16) Apartemen Ikan, (17) KRPL, dan (18)
Industrialisasi Produk Pertanian.
6. Gemilang Pembangunan Sosial Budaya, terdiri dari (1) Islamic Centre Pusat
Peradaban, (2) Kampung Madani, (3) Desa Bersinar, (4) Kampung Media, (5) Bale
Mediasi, (6) Kota Layak Anak, (7) Sekolah Perjumpaan, (8) Ramah Difable, dan (9)
PAUD Holistik Integratif.
Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak pada posisi geografis yang strategis, dilintasi oleh
jalur “Sabuk Selatan Transnasional Banda Aceh-Kupang” merupakan jalur transportasi
darat nasional yang terpadat. Selain itu, Provinsi NTB juga diapit dua Alur Pelayaran
Internasional (API), alur pertama yang melintasi Selat Lombok dan alur kedua yang
melintasi Selat Timor. Provinsi NTB juga masuk dalam wilayah “Segi tiga emas tujuan
wisata dunia "Bali-Komodo-Tana Toraja". Dengan posisi geografis yang sangat strategis
tersebut, pemerintah Provinsi NTB akan terus mendorong dan memfasilitasi
pengembangan pembangunan kawasan kawasan strategis yang ada di Nusa Tenggara Barat,
antara lain :
147
yang unik dan sangat cocok bagi pengembangan agro industri pertanian,
perkebunan dan pariwisata.
3. Global Hub Bandar Kayangan
Bandar Kayangan terletak di salah satu dari sepuluh lokasi lintasan strategis dunia
(UNCTAD, 2009). Terletak di Jalur Laut II Kepulauan Nusantara, “Jalur Tol Laut”
yang didedikasikan bagi dunia, sehingga kapal kapal dari Eropa, Afrika, Asia
Tengah, Australia, Asia Tenggara dan Asia Timur Jauh bahkan dari negaranegara
Pasifik dapat melalui jalur-jalur tersebut dengan aman. Berada di jalur ALKI II (Alur
Laut Kepulauan Indonesia) yang menjadi “highway” bagi kapal kapal “extra large”
dunia, rata-rata 40 kapal melewati selat Lombok per hari. Hasil kajian Bappenas
2009, Indonesia berpeluang mengembangkan global hub baru, untuk memenuhi
kebutuhan kapal-kapal extra large dunia, dan Pulau Lombok merupakan lokasi
paling potensial. Lombok Utara merupakan lokasi terbaik, karena memenuhi
persyaratan pelabuhan laut dalam.
4. Kawasan Smelter dan Industri Turunannya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara mengamanatkan bahwa, tahun 2021 perusahaan tambang harus tuntas
melakukan konstruksi Smelter, dan tahun 2022 Smelter ini harus beroperasional
aktif. Kehadiran Smelter akan berdampak luar biasa bagi NTB sebab, selain
Smelter, di kawasan tersebut akan dibangun pula industri pendukung seperti
industri pupuk, industri semen dan lainnya. Sehingga akan banyak putra-putri NTB
yang diserap, dan secara ekonomis akan berdampak pula bagi masyarakat NTB
secara umum. Smelter akan dibangun di Kabupaten Sumbawa Barat, Pemerintah
Kabupaten telah mengalokasikan lahan di Wilayah Benete, kecamatan Maluk
sebagai lokasi pembangunan Smelter. Lahan tersebut termasuk kawasan
pemukiman masyarakat, pelabuhan Benete dan lahan milik Pemerintah Daerah.
5. Kawasan Sangiang-Komodo-Sape (La SAKOSA)
La SAKOSA merupakan konsep integrasi yaitu Sape yang mewakili Sape, Lambu,
Teluk Waworada. Kemudian Komodo yang mewakili Pulau Gilibanta, Pulau
Kelapa (Lambu), Pulau Rinca, dan Pulau Komodo. Sementara Sangiang
menggambarkan Wera, Ambalawi, Pulau Sangiang, dan Asakota (Kota Bima).
Hubungan dari tiga wilayah besar (Kabupaten Bima, NTT, dan Kota Bima),
terkoneksi pada segala aspek pembangunan, perdagangan, pariwisata, perikanan,
pertanian, perhubungan, dan lain-lain. Kalau SAMOTA merupakan konsep ruang
Pulau Sumbawa bagian barat, maka LASAKOSA adalah konsep ruang Pulau
Sumbawa bagian timur. Jaringan dan hubungan antara barat dan timur ini akan
dibangun secara berimbang dan adil, sehingga wilayah tengah Pulau Sumbawa juga
akan mendapat keuntungan dari lalu lintas konektivitas timur-barat tersebut.
148
4.2.8. Telaahan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
4.2.8.1. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Pilar Sosial
Pilar sosial mencakup lima tujuan pada pembangunan berkelanjutan, yaitu Tujuan 1
mengakhiri segala bentuk kemiskinan; Tujuan 2 menghilangkan kelaparan, mencapai
ketahanan pangan dan gizi yang baik serta meningkatkan pertanian berkelanjutan; Tujuan
3 menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk
semua usia; Tujuan 4 menjamin pendidikan yang inklusif dan merata serta
mempromosikan belajar sepanjang hayat; dan Tujuan 5 mencapai kesejahteraan gender
dan memberdayakan kaum perempuan. Dari berbagai indikator yang telah ditetapkan,
terdapat indikator yang masih belum terpenuhi maupun belum menjadi indikator dalam
RPJMD. Dikaitkan dengan kondisi lingkungan hidup, maka yang termasuk dalam pilar ini
antara lain kondisi daya dukung pangan yang terkait dengan lahan kawasan pertanian serta
tingkat kerentanan dan adaptasi perubahan iklim. Rumusan isu strategis TPB pilar sosial
di Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.3.
149
4.2.8.2. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Pilar Ekonomi
Pilar ekonomi mencakup lima tujuan pada pembangunan berkelanjutan, yaitu Tujuan 7
menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern untuk semua;
Tujuan 8 meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,
kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua;
Tujuan 9 membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan
berkelanjutan serta mendorong inovasi; Tujuan 10 mengurangi kesenjangan intra dan
antar negara; dan Tujuan 17 menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan
global untuk pembangunan berkelanjutan. Rumusan isu strategis TPB pilar ekonomi di
Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.4
150
4.2.8.3. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Pilar Lingkungan
Pilar lingkungan mencakup enam tujuan pada pembangunan berkelanjutan, yaitu Tujuan
6 menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua; Tujuan 11 menjadikan kota dan permukiman yang inklusif, aman tangguh
dan berkelanjutan; Tujuan 12 menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan;
Tujuan 13 mengatasi langkah segera untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya;
Tujuan 14 melakukan konservasi dan pemanfataan sumber daya laut, samudera dan
maritim untuk pembangunan berkelanjutan; dan Tujuan 15 pelestarian dan pemanfataan
berkelanjutan ekosistem daratan. Rumusan isu strategis TPB pilar lingkungan di
Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.5.
151
2. Layanan pengangkutan
sampah kurang optimal
(proporsi sampah diolah)
Tujuan 12 Menjamin pola 1. Jumah limbah B3 yang 1. Jasa ekosistem pengolah
produksi dan konsumsi yang terkelola dan proporsi dan pengurai limbah
berkelanjutan limbah B3 yang diolah dalam kategori sedang
sesuai peraturan
perundang- undangan
sektor industri Jumlah
timbulan sampah yang
didaur ulang
2. Jumlah perusahaan
yang menerapkan
sertifikasi SNIS ISO
14001
Tujuan 13 Membuat langkah Sama dengan TPB 1 Peningkatan kerentanan
segera untuk mengatasi iklim adaptasi perubahan iklim pada
dan dampaknya kecamatan dan desa yang
berada pada kategori cukup
rentan.
Tujuan 14 Melakukan Tidak ada Tidak menjadi ranah
konservasi sumber daya laut, kewenangan kabupaten dan
samudera dan maritim untuk tidak memiliki keterkaitan
pembangunan yang dengan daya dukung jasa
berkelanjutan ekosistem
Tujuan 15 Proporsi luas lahan kritis Belum tercapainya luasan
Melindungi, merestorasi dan yang dirahbilitasi terhadap ideal untuk daerah sekitar
mempromosikan pemanfataan luas lahan mata air
berkelanjutan ekosistem keseluruhan. dan danau, serta kawasan
daratan, manajemen hutan lindung bawahannya
lestari, mengurangi
penggurunan, menghentikan
dan mengembalikan degradasi
lahan serta menghentikan
kehilangan keanekaragaman
hayati
3.2.8.4. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Pilar Hukum dan Tata Kelola
Pilar hukum dan tata kelola kelembagaan ini hanya mencakup satu tujuan yaitu tujuan 16
yaitu perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kokoh. Rumusan isu strategis TPB pilar
hukum dan tata kelola di Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat pada Tabel 5.6.
152
4.2.9. Isu-isu Strategis Daerah
1. Kemiskinan
Angka kemiskinan Kabupaten Sumbawa Barat dalam lima tahun terakhir terus terjadi
penurunan dimana pada tahun 2015 yang lalu angka kemiskinan mencapai 16,97%
sedangkan pada tahun 2019 angka kemiskinan suda berada pada posisi 13,85%,
terjadi penurunan angka kemiskinan 3,12%. Walaupun demikian angka tersebut
masih berada diatas angka rata-rata nasional yang sudah berada pada kisaran 9%.
3. Pengangguran terbuka
Sebagai salah satu daerah yang ditetapkan sebagai kawasan industri di Indonesia sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2020-2024, menurunkan angka pengangguran terbuka di
Kabupaten Sumbawa Barat menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh
Pemerintah Daerah lima tahun mendatang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT)
Kabupaten Sumbawa Barat pada tahun 2015 mencapai 7,98% dan menurun menjadi
5,52% pada tahun 2019. Walaupun terjadi penurunan, tetapi nilai tersebut masih
berada diatas rata-rata TPT Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sudah mencapai pada
kisaran angka 3%.
153
serta pelayanan publik yang prima. Aparatur sebagai pelayan publik dituntut untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prima, hal ini dilakukan sesuai
dengan arahan Reformasi Birokrasi di Kabupaten Sumbawa Barat.
Keterbukaan dan transparansi informasi serta komunikasi menjadi penting dalam
membangun bentuk pelayanan publik yang prima. Ruang pengaduan masyarakat
harus lebih semakin terbuka, guna meningkatkan nilai aparatur sebagai pelayan bagi
masyarakat. Maka pengembangan teknologi menjadi hal cukup penting sebagai
instrumen komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu pelayanan
perijinan, kemudahan berusaha, pelayanan administrasi kependudukan, hingga
pelayanan pendidikan dan kesehatan juga harus semakin ditingkatkan.
Akuntabilitas kinerja pembangunan juga menjadi satu kriteria menuju tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih. Akuntabilitas kinerja dibangun sejak proses
perencanaan dan penganggaran, hingga implementasi. Sampai dengan tahun 2018,
nilai SAKIP Kabupaten Sumbawa Barat adalah B, sehingga kedepan perlu
ditingkatkan lagi, yang dimulai dari proses perencanaan dalam menentukan tujuan,
sasaran, program, kegiatan pembangunan daerah, beserta indikator kinerjanya agar
relevan, selaras, dan konsisten.
Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih akan tercapai apabila didukung
dengan ASN yang berkualitas dan profesional, serta kelembagaan yang optimal. Untuk
itu, peningkatan kompetensi dan profesionalitas ASN menjadi kunci mutlak yang
harus dilakukan, disertai penempatan ASN sesuai dengan formasi yang dibutuhkan.
Demikian juga penguatan kelembagaan agar efektif dan efisien, mulai dari
kelembagaan tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa.
5. Kedaulatan pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dalam upaya
mewujudkan kedaulatan pangan, tiga hal penting yang harus diperhatikan yaitu
ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan.
Perkembangan produksi pertanian di Kabupaten Sumbawa Barat saat ini secara
statistik mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat utamanya beras, bahkan
mampu berkontribusi terhadap produksi beras nasional. Namun tidak demikian
dengan produksi pertanian lainnya seperti kedelai dan jagung, yang masih harus
ditingkatkan kedepan. Menyempitnya lahan pertanian (LP2B) karena desakan
kebutuhan lahan untuk industri dan permukiman, serta makin menurunnya tenaga
kerja di sektor pertanian akan berpotensi menurunnya persediaan dan produksi
pangan.
Isu lain dalam kedaulatan pangan adalah terkait sistem distribusi pangan,
dimana pemerintah harus mampu memfasilitasi kemudahan akses pasar produk-
produk pangan lokal yang sehat. Hal tersebut juga harus didukung dengan penyediaan
jaringan informasi tepat guna hingga level desa guna memudahkan akses informasi
154
pasar dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan pertanian lokal.
Selain itu, penting juga untuk penguatan jaringan pergudangan melalui sistem resi
gudang, penguatan kelembagaan koperasi pertanian melalui pendampingan secara
berkelanjutan, dan penyediaan infrastruktur sebagai sarana distribusi pangan,
kesemuanya harus berbasis masyarakat.
Tingkat keberagaman konsumsi pangan masyarakat juga masih menjadi isu penting
dalam kedaulatan pangan. Melihat skor Pola Pangan Harapan dibawah angka 100 dan
cakupan konsumsi masyarakat Sumbawa Barat tertinggi adalah beras, bisa
digambarkan bahwa konsumsi pangan masyarakat Sumbawa Barat belum beragam.
Hal tersebut berkaitan dengan budaya pangan masyarakat pada umumnya, yang
memiliki ketergantungan pada beras. Mutu dan keamanan pangan juga harus tetap
diperhatikan, karena saat ini mulai banyak ditemukan produk pangan yang
diindikasi tidak terjamin mutu dan keamanannya.
155
lemahnya pengawasan pemanfaatan hutan oleh pemerintah provinsi maupun
kabupaten.
Peningkatan volume sampah diwilayah perkotaan yang disebabkan karena
ketersediaan lahan untuk TPA belum memadai, belum optimal dalam pengelolaan
sampah (manejemen, sarpras, teknologi), buruknya perilaku masyarakat dalam
membuang sampah dan masih lemahnya implementasi kebijakan pengelolaan dan
pemanfaatan sampah.
Masih maraknya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) yang berpotensi merusak
lahan didorong meningkatnya kebutuhan material untuk pembangunan infrastruktur,
disisi lain perijinan belum banyak dipahami oleh masyarakat karena berpindahnya
kewenangan dari kabupaten ke provinsi dan juga disebabkan oleh faktor sosial, hukum
dan ekonomi masyarakat. Sehingga perlu ditingkatkan lagi pengawasan terhadap
kegiatan pertambangan tanpa ijin yang melibatkan penegak hukum.
156