Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REVIEW

PEMBANGUNAN WILAYAH KEPESISIRAN DAN PEDALAMAN

(KONSEP PEMBANGUNAN PEDALAMAN DAN KEPESISIRAN)

ERNA

D1A113008

SOSIAL EKONOMI GENAP

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015
1. Definisi Daerah Pedalaman
Berdasarkan kategori fisik, menurut Allen (1993) daerah pedalaman atau dataran
tinggi didefinisikan sebagai daerah yang berbukit hingga bergunung dengan permukaan
daratan yang cenderung terjal, yang berada di tempat yang tinggi. Daerah pedalaman
umumnya tidak mendapatkan airan irigasi, muara sungai atau daratan alluvial dan tanah
rawa-rawa, dan juga tidak mengalami banjir musiman. Definisi tentang daerah
pedalaman masih beragam. Daerah pedalaman adalah daerah yang letaknya jauh dari
pantai atau pesisir maupun jauh dari kota. Daerah pedalaman juga dapat berarti daerah
terpencil yg terletak jauh dari kota dan kurang berhubungan dengan dunia luar.
Daerah pedalaman di Indonesia telah didefinisikan, dibentuk, dibayangkan,
dikelola, dikendalikan, dieksploitasi, dan dibangun melalui berbagai wacana dan
praktik, yang berlangsung melalui karya akademik, kebijakan pemerintah, aktivisme
nasional dan internasional serta pemahaman masyarakat awam. Wacana dan praktik
tersebut dicirikan oleh adanya persepsi bahwa daerah pedalaman adalah suatu ranah
pinggiran, yang secara sosial, ekonomi dan fisik jauh tersisih dari jalur utama, bersifat
tradisional, belum berkembang dan tertinggal. Daerah pedalaman merupakan salah satu
wujud dari ketertinggalan suatu daerah. Sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat
daerah pedalaman dengan kondisi yang serba terbatas. Misalnya berkaitan dengan
infrastruktur jalan/transportasi, untuk berpergian ke tempat kerja (kebun, sawah, ladang,
pantai), ke sekolah, ke pasar, dan ke rumah kerabat, berjalan kaki merupakan alternatif
utama, selain bersepeda maupun menggunakan motor. Jika masyarakat harus berurusan
ke ibukota kabupaten atau daerah lain, masyarakat harus melewati daerah pegunungan,
perbukitan, sungai atau jalanan setapak yang tak beraspal. Sedangkan berkaitan dengan
fasilitas listrik/ penerangan, tidak tersedia listrik di tempat tinggal masyarakat.

2. Definisi Daerah Pesisir


Thurman (1978) mengungkapkan bahwa pesisir adalah sebidang lahan yang
membentang di pedalaman dari garis pesisir (coastline) sejauh pengaruh laut yang
dibuktikan pada bentuk lahannya. Snead (1982) menyatakan bahwa pesisir ialah daerah
yang membentang di pedalaman dari laut, umumnya sejauh perubahan topografi
pertama di permukaan daratan. CERC (1984) menyebutkan bahwa pesisir yaitu
sebidang lahan dengan lebar tidak tentu (dapat beberapa kilometer) yang membentang
dari garis pantai kearah pedalaman hingga perubahan besar pertama kali pada
kenampakan lapangan.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, definisi dari pesisir atau
kepesisiran terus berkembang. Gunawan (2005) mendefinisikan wilayah kepesisiran
berdasarkan sudut pandang geomorfologis. Menurutnya kepesisiran (coastal area)
adalah bentang lahan yang dimulai garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh
terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) dan ke arah darat hingga pada
suatu bentang lahan yang secara genetic pembentukannya masih dipengaruhi oleh
aktivitas marin, seperti dataran alluvial kepesisiran (coastal alluvial plain).
Ketchum (1973) mengemukakan pengertian tentang daerah kepesisiran, yaitu
suatu jalur daratan yang kering dan ruang lautan di sekitarnya (daratan berair atau
tenggelam) yang pada jalur itu proses-proses daratan dan penggunaan lahan secara
langsung mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan lautan, dan sebaliknya. Kay
(1999) memberikan ciri pokok daerah kepesisiran, yaitu :
 Daerah kepesisiran mencakup komponen darat dan laut
 Mempunyai batas darat dan laut yang ditentukan oleh tingkat pengaruh darat
pada laut dan pengaruh laut pada darat.
 Tidak memiliki lebar, kedalaman dan ketinggian yang seragam.

CERC (1984) memberikan batas ke arah laut bagi daerah kepesisiran adalah
pada lokasi awal pertama kali gelombang pecah terjadi ketika surut terendah. Daerah
kepesisiran (coastalarea) mencakup pesisir (coast), pantai (shore) dan perairan laut
dekat pantai (nearshore). Wilayah pesisir merupakan suatu area yang sangat kompleks
dan dinamis yang dipengaruhi oleh variabel fisik, biotik, sosial ekonomi dan interaksi
antar ketiga variabel tersebut.

3. Pembangunan Daerah Pedalaman Melalui Pembangunan Infrastruktur


Pembangunan adalah suatu usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana
dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa dan Negara serta pemerintah menuju
modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa (nations building). Pembangunan
infrastruktur merupakan salah satu factor penentu dalam menunjang kelancaran
pengembangan dan perkembangan suatu daerah, karena tanpa adanya infrastruktur yang
memadai cenderung dalam proses pembangunan akan terhambat, dan hasilnya kurang
optimal.
Dalam Keputusan Presiden RI No. 81 Tahun 2001 Tentang Komite Kebijakan
Percepatan Pembangunan Infastruktur, disebutkan dalam pasal 2, bahwa pembangunan
infrastruktur mencakup :
1) Prasarana dan sarana perhubungan : jalan, jembatan, jalan kereta api,
dermaga, pelabuhan laut, pelabuhan udara, penyeberangan sungai dan danau.
2) Prasarana dan sarana pengairan : bendungan, jaringan pengairan, bangunan
pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan bangunan pembangkit listrik,
tenaga air.
3) Prasarana dan sarana permukiman, industry dan perdagangan : bangunan
gedung, kawasan industry dan perdagangan, kawasan perumahan skala
besar, reklamasi lahan, jaringan dan instalasi air bersih, jaringan dan
pengolahan air limbah, pengelolaan sampah dan system drainase.
4) Bangunan dan jaringan utilitas umum : gas, listrik dan telekomunikasi.
Pembangunan infrastruktur di daerah pedalaman sangat diperlukan untuk
mempermudah akses pemerintah ke daerah pedalaman, melancarkan aktivitas
masyarakat setempat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan credibilitas atau
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan pusat.
Menyikapi tentang pembangunan infrastruktur terdapat beberapa manfaat yang
dapat diperoleh, antara lain :
1) Membuka keterisolasian wilayah,
2) Meningkatkan aktivitas dan mendukung kelancaran roda ekonomi wilayah,
3) Mempermudah akses penggunaan teknologi dan pemanfaatan sosial seperti
pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan lain-lain, serta
4) Peningkatan mobilitas dan kontak sosial antar penduduk di berbagai daerah.
Berdasarkan hasil penelitian Universitas Mulawarman yang dikutip dalam
jurnal yang berjudul “Implementasi Pembangunan Infrastruktur dalam Percepatan
Pembangunan Daerah Pedalaman Di Kecamatan Long Pahangai Kabupaten
Mahakam Ulu” menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur di Kecamatan Long
Pahangai Kabupaten Mahakam Ulu belum mencapai hasil yang maksimal, namun
pembangunan tersebut cukup berhasil. Dalam hal pembangunan infrastruktur di Long
Pahangai terdapat 4 aspek yang menjadi skala prioritas, yakni sebagai berikut :
a. Pembangunan prasarana jalan
Pembangunan prasarana jalan di Long Pahangai Kabupaten Mahakam Ulu telah
mengalami peningkatan yaitu panjang jalan kerikil hingga akhir bulan Juli 2014 telah
mencapai 15 km, sedangkan jalan tanah mencapai 45 km. dengan biaya sebesar Rp
11.500.800.674,- yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten
Mahakam Ulu.
Dengan pertambahan pembangunan prasarana jalan menjadikan aksesbilitas
transportasi di wilayah tersebut cukup lancar dan kehidupan masyarakat lebih baik.
Kurang optimalnya pembangunan infrastruktur bidang jalan di Kecamatan Long
Pahangai disebabkan oleh terbatasnya alokasi anggaran yang disetujui pihak pimpinan
organisasi vertikal, sehingga hanya daerah kampong tertentu yang mendapat prioritas,
sedangkan daerah kampung lain yang belum mendapat kesempatan akan diajukan pada
tahun anggaran berikutnya.
b. Pembangunan prasarana kesehatan
Pembangunan infrastruktur bidang kesehatan di Kecamatan Long Pahangai
merupakan proyek dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mahakam Ulu yang berasal dari
usulan masyarakat.. Sehubungan pembangunan tersebut dikoordinasikan dengan
berbagai pihak yaitu antara Dinas Kesehatan Kabupaten, pemerintah kecamatan,
pemerintah desa, pihak ketiga (pemborong) dan warga masyarakat. Adanya koordinasi
yang baik ini diakui dapat menyatukan, menyelaraskan arah kegiatan pembangunan di
Kecamatan Long Pahangai. Sedangkan dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa
tidak semua usulan pembangunan bidangkesehatan dapat terealisasi. Penyeleksian
program dan usulan sesuai dengan skala prioritas serta keterbatasan dana diakui menjadi
salah satu sebab implementasi pembangunan infrastruktur bidang kesehatan di
Kecamatan Long Pahangai tidak dapat dilaksanakan seluruhnya. Dari hasil temuan
diiobjek penelitian menunjukan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah
Kecamatan Long Pahangai mampu menambah fasilitas kesehatan, seperti gedung
Puakesmas pembantu dan beberapa Posyandu diberbagai wilayah kecamatan Long
Pahangai.
c. Pembangunan prasarana pendidikan
Pembangunan infrastruktur bidang pendidikan di Kecamatan Long Pahangai
diimplementasikan berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten
Mahakam Ulu yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Mahakam Ulu . RKPD
ini berasal dari usulan dari masing-masing Kecamatan (Pemerintah Kecamatan dan
Kepala Sekolah) dan Dinas Pendidikan Kabupaten sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan infrastruktur pendidikan telah sesuai dengan aspirasi dan tingkat
kebutuhan masyarakat. Demikian juga dengan berbagai proyek pembangunan
infrastruktur pendidikan di kecamatan Long Pahangai merupakan telah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebijakan pembangunan infrastruktur
bidang pendidikan bertujuan mengupayakan agar pada peserta didik di wilayah
Kecamatan Long Pahangai mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengikuti pendidikan dan pengajaran yang bermutu, sehingga pembangunan
infrastruktur pendidikan diarahkan untuk membangun dan melengkapi fasilitas
pendidikan yang ada. Didukung juga dengan upaya penambahan tenaga guru, baik yang
berstatus PNS maupun Honorer karena tanpa dukungan tenaga pendidik, maka akan
menghambat proses belajar mengajar.
d. Pembangunan prasarana ekonomi
Pembangunan infrastruktur pasar di Long Pahangai dari hasil penelitian terdiri
dari pembangunan pasar baru di kampung-kampung yang belum mempunyai pasar
tradisional dan perluasan atau penambahan fasilitas pasar di Kecamatan Long Pahangai.
Adapun realisasi dari kebijakan ini dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat akan
fasilitas pasar. Demikian juga dengan pembangunan gedung untuk Koperasi Unit Desa
dalam melayani keperluan masyarakat terutama masyarakat yang membudiddayakan
ikan keramba di Long Pahangai.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur ini sangat
bermanfaat bagi masyarakat. Kebijakan pemerintah yang tertuang dalam RKPD Dinas
Pasar Kabupaten Mahakam Ulu dalam percepatan pembangunan daerah pedalaman
Demikian juga dalam proses pembangunan pasar di dua kampung sebagaimana hasil
penelitian, pelaksanaan pembangunan mengikuti sertakan lembaga aparat kampung,
selain pemerintah kampung sebagai koordinator, LPM Desa juga menggerakkan
masyarakat desa. Kecuali pembangunan Gedung KUD di Kecamatan Long Pahangai
yang dilaksanakan oleh kontraktor.
Dari kedua hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi pembangunan
infrastruktur bidang ekonomi baik dalam perencanaan yang bersifat bottom up maupun
dalam pelaksanaan dengan memberdayakan masyarakat. Contoh pembangunan seperti
ini merupakan wujud dari pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat dan perlu
dikembangkan lebih lanjut di masa mendatang.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembangunan di
daerah pedalaman perlu ditekankan pada pembangunan infrastruktur yang meliputi
pembangunan prasarana jalan, prasarana kesehatan, prasarana pendidikan dan prasarana
ekonomi mengingat bahwa daerah pedalaman berada jauh dari perkotaan dan pesisir
serta kondisi daerah yang sulit untuk dijangkau sehingga prasarana jalan yang baik
sangat dibutuhkan untuk mempermudah akses masyarakat pedalaman ke pemerintahan
kabupaten dan sebaliknya. Pembangunan prasarana kesehatan dan pendidikan juga
menjadi kunci penting untuk mencapai kesejahteraan hidup karena setiap orang berhak
untuk memperoleh pengobatan dengan mudah dan meraih pendidikan tinggi.
Pembangunan prasarana ekonomi seperti pasar dan koperasi unit desa (KUD) sangat
dibutuhkan karena menjadi tempat bertemunya penawaran dan permintaan yang
berimplikasi pada jual beli hasil-hasil pertanian atau hasil produksi.

4. Pembangunan Daerah Pesisir


Paradigma pembangunan holistik, yaitu pembangunan yang dilakukan secara
menyeluruh dan terintegrasi yang sangat memperhatikan aspek spasial, yaitu
pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan berbasis komunitas,
pembangunan berpusat pada rakyat, pembangunan berkelanjutan dan pembangunan
berbasis kelembagaan.
Untuk mewujudkan pembangunan yang holistik tersebut diperlukan alternatif
srategi, yaitu strategi yang berorientasi pada sumber daya atau Resource Base Strategy
(RBS), yang meliputi ketersedian sumber daya, faktor keberhasilan serta proses belajar.
Pendekatan dalam RBS adalah strategi pengelolaan sumber daya lokal/pesisir
dan kelautan yang berorientasi pada: kualitas, proses, kinerja, pengembangan, budaya,
lingkungan (management by process) yang berdasarkan pada pembelajaran, kompetensi,
keunggulan, berpikir sistematik, dan pengetahuan (knowledge based management).

Pembangunan Daerah Pesisir Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir


Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang
berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi kenyataannya
masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki program-program tersebut sehingga
banyak program yang hanya berlangsung selama masa proyek dan berakhir tanpa
dampak berarti bagi kehidupan masyarakat.

Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi


masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan
kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan
masyarakat itu sendiri.

Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-


kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok
kehidupan masayarakat diantaranya:

a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata


pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi
dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap
tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan
yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.

b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang


bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan
mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari
sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya
atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini
adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.

c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling


banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat
terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka
tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif.
Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-
kapal juragan dengan penghasilan yang minim.

d) Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok


masyarakat nelayan buruh.

Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat penanganan dan


perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan aktivitas ekonomi mereka.
Pemberdayaan masyarakat tangkap minsalnya, mereka membutukan sarana
penangkapan dan kepastian wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok masyarakat
tambak, yang mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal investasi, begitu juga
untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh. Kebutuhan setiap kelompok yang
berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola pemberdayaan yang akan
diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.
Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat pesisir haruslah
dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak menyamaratakan antara satu kelompk
dengan kelompok lainnya apalagi antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya.
Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan open menu, namun
yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri yang harus langsung menyentuh
kelompok masyarakat sasaran.
Sudah banyak program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah
satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Pada intinya
program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu :
a) Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka
haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala
aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga
dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain
itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya
perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.
b) Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan
dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri
mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang
rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena
belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma
pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah
vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun
yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat
pada kelompok yang tepat pula.
c) Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana
untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari
masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil,
mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok
masyarakat lain yang membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya akan
disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri
dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping
BAHAN BACAAN

Hanye Tiopilus, dkk. 2014. Implementasi Pembangunan Infrastruktur Dalam Percepatan


Pembangunan Daerah Pedalaman Di Kecamatan Long Pahangai Kabupaten
Mahakam Ulu. Universitas Mulawarman: Jurnal Ilmu Administrasi Negara
Volume 2 No 3 Tahun 2014.
Landoala Tasfir. 2013. Konsep Kepesisiran. http://jembatan4.blogspot.com Diakses
tanggal 13 Maret 2016.
Murti, H.,S.,2011. Kajian Data Penginderaan Jauh Multiresolusi Untuk Identifikasi
Fitur Tipologi Pesisir. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.
Murray Tania. 2002. Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Syarief Efrizal. 2002. Pembangunan Kelautan Dalam Konteks Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir. Bappenas.

Anda mungkin juga menyukai